IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK KOPI INSTAN FORMULA MERK-Z DENGAN METODE ARRHENIUS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober Januari 2013.

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengunakan ikan nike sebanyak 3 kg, fluktuasi suhu yang diperoleh pada ruang pengering antara

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

ISSN No Media Bina Ilmiah 45

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. Hasil dan Pembahasan

Mochamad Nurcholis, STP, MP. Food Packaging and Shelf Life 2013

III. BAHAN DAN METODE

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

METODOLOGI PENELITIAN

UMUR SIMPAN. 31 October

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Pengeringan Untuk Pengawetan

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobial terhadap produk kopi instan formula. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak kasar, dan kadar protein. Uji mikrobial dilakukan terhadap pada uji total plate count dan uji bakteri Eschericia coli. Hasil dari pengujian ini selanjutnya akan dibandingkan dengan standar SNI kopi instan. Nilai SNI kopi instan diambil berdasarkan SNI 01-2983-1992 yang berisi tentang standar mutu kopi instan. Tabel 2. Hasil pengujian analisis proksimat dan uji mikrobial dan pembandingannya dengan SNI 01-2983-1992 No Parameter SNI 01-2983-1992 tentang kopi instan 1 Keadaan : - Bau Normal - Rasa Normal Hasil Pengujian kopi instan formula merek-z Normal Normal 2 Kadar air Maksimal 4% bobot 4.55% 3 Kadar abu 7 14 % bobot 2.78% 4 Kadar lemak kasar - 4.66% 5 Kadar protein - 3.87% 6 Pemeriksaan mikrobiologi : - Kapang - Jumlah Bakteri - TPC - E. coli Maksimal 50 koloni/g Lebih kecil dari 300 koloni/g - - - - 5 koloni/g 0 Kadar air produk kopi instan formula berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai 4.55%. Kadar air ini tidak sesuai dengan SNI 01-2983-1992 yang merupakan standar produk kopi instan di Indonesia. Berdasarkan SNI, kadar air maksimal yang diizinkan tidak melebihi 4%. Nilai kadar air produk yang lebih tinggi dapat disebabkan kurangnya proses pengeringan saat produksi, atau produk yang tidak langsung dikemas setelah melalui proses

pengeringan, baik melalui spray dryer atau freeze dryer. Produk kopi instan yang berbentuk bubuk bersifat higroskopis, sehingga sangat mudah mengikat uap air dari udara. Hal ini membuat produk yang telah melalui proses pengeringan harus segera dikemas secepatnya, agar uap air yang terkandung di udara tidak diikat oleh produk. Kadar abu produk kopi instan formula menunjukkan nilai yang lebih rendah dari SNI, yaitu sebesar 2.78%. Kadar abu produk kopi instan menurut SNI 01-2983-1992 yaitu sebesar 7-14%. Rendahnya kadar abu ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dan ion-ion organik yang terkandung dalam kopi yang menjadi komponen utama produk tersebut tergolong rendah. Kadar abu yang rendah dapat disebabkan karena kandungan mineral dari bahan-bahan yang ditambahkan dalam formulasi produk rendah. Kadar lemak produk kopi instan formula berdasarkan hasil pengujian menunjukkan nilai sebesar 4.66%. Pintauro (1975), menyatakan kadar lemak produk kopi instan pada umumnya hanya 0.2%. Tingginya kadar lemak pada produk kopi instan formula diduga disebabkan karena adanya penambahan krimer dalam formula produk kopi instan ini. Krimer yang digunakan pada produk kopi instan formula adalah krimer nabati bubuk. Krimer jenis ini dibuat dari lemak nabati. Bahan baku dari lemak nabati ini dapat menyebabkan kadar lemak produk kopi instan formula lebih tinggi. Kadar protein produk kopi instan formula merek-z adalah sebesar 3.87%. Pintauro (1975), menyatakan kadar protein produk kopi instan sebesar 4%. Kadar protein produk kopi instan formula merek-z relatif mendekati kadar protein kopi instan pada umumnya. Produk kopi instan formula terdiri atas campuran berbagai macam bahan. penambahan bahan-bahan tersebut dapat mempengaruhi kadar protein pada produk. Sebagai contoh, penambahan krimer yang memiliki kadar protein yang rendah akan membuat kadar protein produk per bobot totalnya menurun. Uji jumlah mikroorganisme menggunakan metode total plate count (TPC) dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang tumbuh secara keseluruhan, sedangkan uji bakteri Eschericia coli dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pencemaran pada produk kopi instan formula 14

merek-z. Hasil pengujian TPC menunjukkan nilai total mikroorganisme yang tumbuh sebanyak 5.0 x 10 3 atau sebanyak 5 koloni/gram produk pada pengenceran 10-3, sedangkan pada pengujian bakteri E. coli menunjukkan tidak terdapat bakteri E. coli didalam produk kopi instan formula ini. Hal ini berarti produk telah memenuhi syarat keamanan pangan dari segi jumlah mikroorganisme yang tumbuh. Sedikitnya jumlah mikroorganisme yang terdapat didalam produk dapat disebabkan karena kadar air yang dikandung oleh produk kopi instan ini sangat rendah, rendahnya kadar air produk membuat mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Untuk pertumbuhannya, mikroorganisme membutuhkan kadar air yang berbeda-beda yang ditunjukkan dengan nilai aktivitas air (a w ). Buckle, Edwars, Fleet, dan Wooton (1985), menyatakan bahwa jenis organisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri pada umumnya tumbuh dan berkembang biak pada media dengan nilai a w tinggi (0.91), khamir membutuhkan nilai a w yang lebih rendah (0.87 0.91), dan kapang lebih rendah lagi, yaitu 0.80 0.87. Pengujian mikroorganisme merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan mutu produk pangan. Keberadaan bakteri E. coli dan mikroba patogen lainnya dapat membuat produk pangan tersebut ditolak atau membahayakan orang yang mengkonsumsinya. Pada umumnya produk pangan tidak boleh mengandung bakteri E.coli dan mikroba lain yang dapat membahayakan konsumen seperti Clostridium, Salmonela, dan Staphylococcus. Untuk menghindari adanya mikroorganisme yang dapat menurunkan mutu produk kopi instan formula, dapat dilakukan dengan memproduksi produk yang berkadar air rendah. Standar SNI yang menyatakan kadar air maksimal untuk produk kopi instan sebesar 4% harus diperhatikan. B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN Selama proses produksi, produk pangan dapat mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat menyebabkan deteriorasi pada produk pangan tersebut dan menurunkan umur simpannya. Beberapa reaksi yang berbeda dapat 15

muncul dan menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandungan nutrien.kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan (Labuza, 1982). 1. Kadar Air Clifford (1985), menyatakan bahwa kadar air pada kopi yang telah disangrai dan kopi instan umumnya mengandung kadar air yang tidak melebihi 4% pada suhu 20 o C, dan memiliki a w berkisar antara 0.1 0.3. Clifford (1985), juga menjelaskan bahwa pengetahuan tentang kadar air pada kopi instan sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan Kadar air akan mempengaruhi nilai a w dan stabilitas produk selama penyimpanan, kadar air merupakan parameter dalam pengawasan proses pengeringan dan ekstraksi kopi, kadar air terkadang juga digunakan sebagai titik standar mutu pada beberapa negara dan peraturan internasional untuk produk kopi. Kadar air merupakan karakteristik penting pada produk kopi instan. Kadar air pada kopi instan yang disimpan akan terus bertambah dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Kadar air yang terus bertambah dapat menyebabkan kerusakan pada produk kopi instan yang ditandai dengan penggumpalan produk. Hasil pengamatan terhadap nilai kadar air pada ketiga suhu disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar air produk kopi instan formula Hari ke- Kadar Air (%) Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 1 4.55 4.55 4.55 8 4.69 4.53 4.64 15 4.83 4.84 5.03 24 4.86 4.96 5.31 29 4.90 5.07 5.74 36 5.26 5.35 5.77 43 5.42 5.61 6.28 50 5.68 5.77 6.30 16

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai kadar air cenderung naik selama waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat kenaikan kadar air produk juga akan semakin tinggi. Naiknya kadar air dapat disebabkan adanya permeabilitas bahan kemasan produk terhadap uap air, sifat bahan-bahan yang terdapat pada produk kopi instan yang higroskopis sehingga cenderung mengadsorbsi uap air dari udara, dan tingkat kelembaban udara lingkungan terhadap produk. Analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 0.05 untuk perlakuan suhu penyimpanan dan waktu penyimpanan. Uji lanjut Duncan terhadap perlakuan suhu penyimpanan menunjukkan bahwa produk kopi instan formula yang disimpan pada suhu 50 o C memiliki kadar air tertinggi dan berbeda nyata dengan kadar air kedua produk kopi instan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya sifat permeabilitas bahan kemasan terhadap uap air. Penggunaan suhu penyimpanan yang berbeda dapat mempengaruhi sifat permeabilitas bahan kemasan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka permeabilitas bahan kemasan terhadap uap air akan semakin meningkat. Meningkatnya sifat permeabilitas ini akan membuat semakin banyak uap air dari lingkungan yang melewati bahan kemasan. Sifat produk kopi instan formula yang higroskopis akan menyebabkan produk menyerap uap air yang telah melewati bahan kemasan tersebut. Uji lanjut Duncan terhadap perlakuan waktu penyimpanan menunjukkan bahwa nilai kadar air rata-rata berbeda secara nyata pada setiap pekan pengamatan. Hal ini dikarenakan penambahan kadar air produk terjadi secara terus-menerus selama masa penyimpanan. Lebih lanjut, rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar air serta uji lanjut Duncan terhadap suhu penyimpanan dan waktu penyimpanan disajikan pada Lampiran 3a. 2. Kadar Lemak Kasar Metode Sohxlet Pengujian kadar lemak kasar produk kopi instan menunjukkan banyaknya lemak yang terkandung di dalam produk. Pengujian ini 17

dilakukan dengan metode Sohxlet menggunakan pelarut hexan. Kadar lemak kasar produk kopi instan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar lemak produk kopi instan formula Hari ke- Kadar Lemak Kasar (%) Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 1 4.66 4.66 4.66 50 4.41 4.48 4.33 Berdasarkan Tabel 4, didapatkan bahwa kadar lemak kopi mengalami perubahan selama masa penyimpanan. Kadar lemak produk kopi instan formula pada hari pertama sebesar 4.66%. Pada kopi yang disimpan pada suhu 30 o C selama 50 hari, kadar lemaknya berkurang menjadi 4.41%. Kopi yang disimpan pada suhu 45 o C selama 50 hari memiliki kadar lemak yang juga berkurang menjadi 4.48%. Kopi yang disimpan pada suhu penyimpanan 50 o C selama 50 hari mengalami penurunan kadar lemak menjadi 4.33%. Analisis ragam berdasarkan terhadap kadar lemak berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan bahwa kadar lemak produk pada hari pertama dengan hari ke-50 berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 0.05. Penurunan kadar lemak selama masa penyimpanan dapat disebabkan karena adanya reaksi oksidasi selama masa penyimpanan. Analisis ragam terhadap kadar lemak kasar terhadap atribut perlakuan suhu penyimpanan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf signifikansi α = 0.05. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar lemak produk kopi instan formula disajikan pada Lampiran 3b. Selama masa penyimpanan, dapat terjadi reaksi oksidasi terhadap lemak yang dikandung produk kopi instan formula. Reaksi oksidasi ini akan menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Pelarut hexan yang digunakan untuk menguji kadar lemak produk dapat melarutkan kandungan lemak dan asam lemak yang ada, sedangkan gliserol tidak dapat larut dalam hexan karena bersifat polar. Hal ini menyebabkan kadar 18

lemak produk setelah disimpan menjadi lebih kecil dari kadar lemak awalnya. 3. Kadar Protein Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjedahl. Metode ini mengasumsikan bahwa kadar nitrogen yang terdapat pada sampel formula merek-z berasal dari unsur-unsur asam amino penyusun protein. Hasil pengujian menunjukkan kadar protein produk kopi instan berkisar antara 3.3 5.2 %. Kadar protein pada masing-masing suhu penyimpanan mengalami perubahan selama masa penyimpanan. Kadar protein pada awal masa penyimpanan sebesar 3.87%. Pada produk yang disimpan pada suhu 30 o C, kadar protein berkurang menjadi 3.32% di hari ke-50. Produk yang didimpan pada suhu 45 o C mengalami penurunan kadar protein menjadi 3.66%. Kenaikan kadar protein terjadi pada produk yang disimpan pada suhu 50 o C menjadi 5.13% di hari ke-50. Kadar protein hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai kadar protein produk kopi instan formula dengan metode Kjedahl Hari ke- Kadar Protein (%) Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 1 3.87 3.87 3.87 50 3.32 3.66 5.13 Analisis ragam terhadap kadar protein pada taraf signifikansi α = 0.05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata baik pada perlakuan suhu penyimpanan maupun waktu penyimpanan. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar protein disajikan pada Lampiran 3c. Penurunan nilai kadar protein pada produk kopi instan formula yang terjadi selama masa penyimpanan relatif kecil. Penurunan ini dapat terjadi karena adanya peningkatan kadar air pada produk selama masa 19

penyimpanan. Peningkatan kadar air produk dapat menyebabkan kadar protein per bobot produk akan mengalami penurunan. 4. Jumlah Mikroorganisme Pengujian mikrobiologi sangat penting bagi produk-produk makanan. Pengujian mikrobiologi dapat digunakan untuk menduga daya tahan makanan dan sebagai indikator sanitasi dan keamanan pangan. Pengujian jumlah mikroba termasuk kedalam uji mikrobiologi. Pengujian terhadap produk kopi instan dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroba, baik dalam bentuk kapang, khamir, maupun bakteri, yang terkandung dalam produk kopi instan. Hasil pengamatan uji jumlah mikroba dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah mikroorganisme dari produk kopi instan formula Hari ke- Jumlah Mikroba Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 1 5.00 x 10 3 5.00 x 10 3 5.00 x 10 3 50 7.50 x 10 4 5.00 x 10 4 3.00 x 10 4 Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui jumlah total mikroba yang terdapat pada produk kopi instan mengalami peningkatan selama masa penyimpanan. Peningkatan jumlah mikroorganisme yang tumbuh selama masa penyimpanan dapat diakibatkan karena adanya kenaikan kadar air pada produk. Kenaikan kadar air akan meningkatkan nilai a w produk. Pada nilai a w yang cocok, mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak. Peningkatan jumlah mikroba pada produk kopi instan berbeda-beda selama masa penyimpanan. Peningkatan jumlah terbesar terjadi pada produk kopi instan yang disimpan pada suhu 30 o C, sedangkan peningkatan jumlah mikroba terkecil terjadi pada produk kopi instan yang disimpan pada suhu 50 o C. Peningkatan jumlah mikroba terbesar yang terjadi pada suhu 30 o C menunjukkan suhu tersebut merupakan suhu yang 20

cocok bagi mikroba untuk tumbuh. Pada umumnya, semakin tinggi suhu, maka semakin sedikit mikroorganisme yang dapat tumbuh. Produk kopi instan mengandung gula yang umumnya dibutuhkan kapang dan khamir untuk tumbuh, serta protein dalam jumlah kecil. Kadar air produk yang kecil (berkisar 3-5%) dapat menghambat pertumbuhan mikroba didalamnya. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya jumlah koloni saat pengujian TPC. Produk ini juga relatif aman karena untuk mengkonsumsinya harus dicampur terlebih dahulu dengan air panas. Perlakuan ini dapat membunuh mikroorganisme yang hidup didalamnya. 5. Pengukuran Eschericia coli Pengujian bakteri E.coli dilakukan untuk mengetahui apakah pada produk yang telah diproduksi mengandung kontaminasi bakteri E. coli atau tidak, serta melihat perkembangannya setelah beberapa lama disimpan. Lebih lanjut, bakteri E. Coli dapat dijadikan sebagai indikator adanya polutan berupa kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik pada suatu produk pangan. Hasil pengamatan terhadap kandungan bakteri E. coli disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah bakteri E. coli pada produk kopi instan formula Hari ke- Jumlah bakteri Eschericia coli Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 1 0 0 0 50 5.00 x 10 1 1.20 x 10 2 2.20 x 10 2 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah bakteri E. coli tidak terdapat pada produk kopi instan pada minggu pertama. Akan tetapi pada pengamatan di minggu ke-8, ditemukan adanya bakteri E. coli pada produk formula merek-z. Adanya penambahan jumlah bakteri E. coli diduga disebabkan karena pada produk kopi instan terdapat spora bakteri E. coli, namun tidak dapat tumbuh karena kadar air yang tersedia tidak cukup. Seiring dengan waktu penyimpanan, maka kadar air produk akan meningkat. Bila kadar 21

air yang dibutuhkan tersedia, maka spora bakteri tersebut akan tumbuh. Adanya bakteri E.coli pada produk yang dianalisis di hari ke-50 juga dapat disebabkan akibat variasi mutu antar sampel produk. Adanya bakteri E. coli pada produk kopi instan menunjukkan terdapat cemaran kotoran atau sanitasi yang tidak baik saat produksi atau saat penyimpanan produk. Untuk menghindari adanya bakteri E. coli, maka sanitasi dan kebersihan sarana produksi dan pekerja perlu diperhatikan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan desinfektan untuk membersihkan alatalat produksi dan penggunaan sabun untuk menjaga kebersihan pekerja. 6. Warna Produk Kopi Instan Warna merupakan hasil persepsi dari pemantulan cahaya setelah berinteraksi dengan suatu objek. Warna dari suatu objek dapat diartikan dalam tiga dimensi, yaitu hue, yang merupakan persepsi konsumen terhadap warna dari suatu objek, kecerahan, dan saturasi, yang merupakan tingkat kemurnian dari suatu warna. Tingkat kecerahan menunjukkan hubungan antara cahaya yang dipantulkan dan yang diserap dari suatu objek (Lawless dan Heyman, 1999). Clydasdale (1998), menyatakan warna merupakan atribut utama pada penampakan produk pangan dan merupakan karakteristik yang penting pada kualitasnya. Beberapa alasan mengenai keutamaannya adalah warna digunakan sebagai standar dari suatu produk, penggunaannya sebagai penentu kualitas, warna juga digunakan sebagai indikator kerusakan biologis dan/atau fisikokimia, dan penggunaan warna untuk memprediksi karakteristik parameter kualitas lainnya. Pengujian terhadap warna produk kopi instan ini dilakukan untuk melihat pengaruh waktu penyimpanan terhadap warna produk kopi instan formula merek-z. Pengujian dengan menggunakan Colorimeter memberikan tingkat kecerahan produk yang dibaca sebagai nilai L. Tingkat kecerahan produk kopi instan dapat dilihat pada Tabel 8. 22

Tabel 8. Tingkat kecerahan produk kopi instan formula selama masa penyimpanan Hari ke- Nilai Kecerahan Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 4 54.74 54.74 54.74 8 65.23 70.91 68.86 16 69.66 69.72 68.89 24 65.54 67.43 66.50 30 68.55 69.80 69.32 36 66.08 69.20 67.98 43 66.82 65.47 65.44 51 66.23 69.62 67.80 Pada Tabel 8, terlihat bahwa tingkat kecerahan produk kopi instan mengalami peningkatan yang besar pada minggu pertama hingga kedua, sedangkan pada minggu-minggu selanjutnya laju perubahan tingkat kecerahan produk relatif kecil dengan tren menurun. Analisis ragam terhadap warna produk kopi instan formula menunjukkan bahwa warna produk berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 0.05 untuk parameter perlakuan suhu penyimpanan dan waktu penyimpanan. Uji lanjut Duncan terhadap suhu penyimpanan menunjukkan tingkat kecerahan produk yang disimpan pada suhu 30 o C berbeda nyata dengan produk yang disimpan pada suhu 45 o C, sedangkan tingkat kecerahan produk yang disimpan pada suhu 50 o C tidak berbeda secara nyata dengan produk yang disimpan pada suhu 30 o C dan 45 o C. Uji lanjut Duncan terhadap waktu penyimpanan menunjukkan bahwa kecerahan produk mengalami perubahan yang signifikan selama masa penyimpanan. Tingkat kecerahan produk akan meningkat pada penyimpanan minggu kedua hingga kelima, sedangkan penyimpanan selanjutnya akan menurunkan tingkat kecerahan produk. Hal ini dapat disebabkan adanya penambahan kadar air pada produk. Penambahan kadar air akan membuat 23

produk semakin berwarna kecoklatan sehingga akan menurunkan tingkat kecerahan produk. Selain penambahan kadar air pada produk, reaksi browning nonenzimatis juga dapat mempengaruhi tingkat kecerahan produk. reaksi Singh (1994), menyatakan bahwa reaksi browning non-enzimatis adalah salah satu penyebab utama penurunan kualitas pada banyak produk pangan. Reaksi ini muncul akibat interaksi antara gula pereduksi dengan asam-asam amino. Reaksi ini dapat menimbulkan warna yang lebih gelap pada produk-produk kering, sehingga dapat menurunkan tingkat kecerahan produk. Rekapitulasi analisis ragam terhadap warna produk serta uji lanjut Duncan terhadap suhu penyimpanan dan waktu penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3d. 7. Warna Seduhan Kopi Pengujian terhadap warna seduhan kopi digunakan untuk melihat pengaruh waktu penyimpanan terhadap warna seduhan kopi instan yang dihasilkan. Hasil pengamatan terhadap warna seduhan produk kopi instan didapatkan perubahan tingkat kecerahan seduhan kopi yang bersifat fluktuatif. Analisis lebih lanjut menggunakan regresi linier terhadap grafik memberikan tren yang konstan pada masing-masing produk. Hal ini menunjukkan bahwa warna seduhan produk kopi instan selama masa penyimpanan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Tingkat kecerahan seduhan produk kopi instan formula disajikan pada Tabel 9. Analisis ragam terhadap warna seduhan kopi pada taraf signifikansi α = 0.05 menunjukkan bahwa warna seduhan kopi tidak berbeda nyata untuk perlakuan suhu penyimpanan, tetapi berbeda nyata untuk perlakuan waktu penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu penyimpanan menunjukkan nilai rata-rata kecerahan seduhan kopi instan formula bersifat fluktuatif selama pengamatan. Rekapitulasi analisis ragam terhadap warna seduhan kopi serta uji lanjut Duncan terhadap waktu penyimpanan disajikan pada Lampiran 3e. 24

Tabel 9. Tingkat kecerahan seduhan produk kopi instan formula selama masa penyimpanan Hari ke- Nilai Kecerahan Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 4 43.39 43.39 43.39 8 46.05 42.63 46.52 16 45.20 44.41 45.94 24 36.03 37.29 36.32 30 39.07 37.81 37.92 36 46.36 49.45 48.52 43 39.82 40.09 41.82 51 43.40 42.29 44.64 8. Waktu Penyeduhan Waktu penyeduhan menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan produk kopi instan sesuai dengan takaran yang tertera pada label kemasan. Lamanya penyeduhan produk kopi instan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Waktu penyeduhan produk kopi instan formula selama masa penyimpanan Hari ke- Waktu Penyeduhan (detik) Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 4 2.83 2.83 2.83 8 3.50 3.50 4.00 16 4.00 3.50 3.25 24 3.00 2.75 2.75 30 3.25 4.25 3.75 36 3.25 3.50 3.50 43 4.00 3.25 3.00 51 3.25 3.00 3.75 25

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk melarutkan secara sempurna produk kopi instan berkisar antara 3.00-4.25 detik. Analisis ragam pada taraf signifikansi α = 0.05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap waktu penyeduhan untuk perlakuan suhu penyimpanan, perbedaan nyata terdapat pada waktu penyeduhan untuk parameter waktu penyimpanan. Uji lanjut Duncan terhadap waktu penyimpanan menunjukkan perbedaan waktu penyeduhan yang signifikan terjadi pada pengamatan minggu pertama dengan minggu kedua dan ketiga. Sedangkan pada pengamatan selanjutnya, waktu penyeduhan minggu keempat hingga kedelapan tidak saling berbeda nyata walau terjadi peningkatan waktu penyeduhan. Hal ini dapat terjadi karena terjadinya peningkatan waktu penyeduhan. Waktu penyeduhan yang berbeda antara penyeduhan minggu pertama dengan minggu keempat menyebabkan terjadinya perbedaan waktu yang signifikan secara statistik. Rekapitulasi analisis ragam terhadap waktu penyeduhan dan uji lanjut Duncan untuk waktu penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3f. Waktu yang dibutuhkan untuk menyeduh produk relatif kecil dan cenderung sama. Hal ini dapat disebabkan karena kadar air produk kopi instan yang relatif masih dalam nilai yang rendah. Rendahnya kadar air yang dikandung oleh produk akan memudahkan dalam pelarutan produk kopi instan. Waktu yang dibutuhkan untuk menyeduh produk kopi instan ini dapat bertambah dengan penambahan kadar air. Semakin tinggi kadar air produk kopi instan, maka akan terjadi penggumpalan pada produk. Penggumpalan produk akan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan produk semakin besar pula. 9. Volatile Reducing Substance Pengujian kadar volatile reducing substance (VRS) menunjukkan kadar senyawa-senyawa volatil yang terdapat pada produk kopi instan. Hasil pengamatan terhadap kadar VRS produk kopi instan ditunjukkan pada Tabel 11. 26

Tabel 11. Kadar volatile reducing substance produk kopi instan formula selama penyimpanan Hari ke- Kadar VRS (Meq/g) Suhu 30 o C Suhu 45 o C Suhu 50 o C 14 7.67 7.67 7.67 16 8.50 10.50 9.50 23 9.50 8.50 5.00 30 9.00 8.50 8.50 37 9.50 9.00 8.67 44 5.75 5.50 5.00 51 5.50 6.00 6.00 Berdasarkan Tabel 13 diatas, dapat dilihat bahwa kadar VRS dari sampel produk kopi instan bersifat naik-turun dan tidak seragam. Oleh karena itu, dibuat regresi linier untuk mengetahui kecenderungan grafiknya. Hasil regresi linier nilai VRS terhadap waktu penyimpanan pada suhu 30, 45, dan 50 o C dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai VRS 12 10 8 6 4 2 0 Suhu 30oC Suhu 45oC Suhu 50oC Linear (Suhu 30oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 50oC) y = -0,4289x + 9,6329 y = -0,3694x + 8,6686 y = -0,5182x + 10,026 14 16 23 30 37 44 51 Hari ke- Gambar 1. Regresi linier grafik hubungan waktu penyimpanan dengan kadar VRS Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai kadar VRS memiliki kecenderungan menurun, hal ini dapat diketahui dari kemiringan masing-masing persamaan regresi linier yang bernilai negatif. Berdasarkan Gambar 1, juga diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan yang 27

digunakan, maka penurunan kadar VRS juga akan semakin tinggi. Berdasarkan pengamatan ini, maka dapat disimpulkan bahwa pada produk kopi instan formula merek-z mengandung senyawa-senyawa volatil. Analisis ragam terhadap kadar VRS pada taraf signifikansi α = 0.05 menunjukkan bahwa kadar VRS tidak berbeda nyata untuk parameter perlakuan suhu penyimpanan, tetapi kadar VRS berbeda nyata untuk perlakuan waktu penyimpanan. Uji lanjut Duncan terhadap waktu penyimpanan menunjukkan perbedaan kadar VRS secara signifikan terjadi setelah pengamatan pada minggu ketujuh dan kedelapan. Hal ini dapat disebabkan akibat terjadinya penurunan kadar VRS selama masa penyimpanan. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar VRS dan hasil uji lanjut Duncan kadar VRS untuk waktu penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3g. Penurunan kadar VRS pada produk kopi instan formula dapat disebabkan karena terjadinya penguapan bahan-bahan volatil yang terkandung pada produk. Semakin lama produk disimpan, maka penguapan bahan-bahan volatil yang dikandungnya akan semakin besar. Hal ini menyebabkan kadar VRS pada produk akan semakin kecil seiring lamanya masa penyimpanan. Clifford (1985), menyatakan bahwa didalam biji kopi terdapat 180 senyawa volatil yang telah diidentifikasi. Aroma kopi ditimbulkan dari grup senyawa metoksi pirazine, hidrokarbon alifatik, karbonil, asam-asam volatil, alkohol dan thiol; furan, pirol, piridin, dan quinolin; penol, amina aromatik, dan senyawa karbonil lainnya. Kopi arabika dengan kopi robusta memiliki kesamaan, hanya saja kopi arabika memiliki kandungan senyawa terpen dan rantai aromatik yang lebih banyak. 10. Evaluasi Sensori Meilgaard (1999) menyatakan bahwa evaluasi sensori dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, yaitu penampakan, aroma, konsistensi dan tekstur, serta rasa. Lebih lanjut, evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu produk, 28

optimasi dan peningkatan mutu produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar yang potensial, bergantung dari jenis pengujian yang digunakan. Evaluasi sensori dilakukan terhadap aroma seduhan kopi yang dihasilkan. Dart dan Nursten (1989) menyatakan, aroma kopi merupakan salah satu atribut yang sangat penting. Kualitas kopi umumnya dinilai melalui aroma dan rasanya oleh panelis berpengalaman. Evaluasi sensori terhadap aroma seduhan kopi dilakukan melalui uji hedonik. Hasil penilaian kesukaan dari panelis kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis secara statistika. Analisis statistika dilakukan melalui analisis ragam untuk melihat signifikansi perbedaan penilaian panelis antar masing-masing sampel. Rekapitulasi nilai hedonik terhadap atribut aroma seduhan kopi selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Pada pengujian hari pertama, hasil uji hedonik menggunakan analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antarsampel pada taraf signifikansi α = 0.05. Nilai kesukaan panelis yang ditunjukkan melalui skor hedonik dari ketiga produk berkisar antara 3.3-3.5 (netral-suka). Rekapitulasi analisis ragam terhadap seduhan kopi pada penyimpanan hari pertama terdapat pada Lampiran 5a. Hasil pengujian hedonik menggunakan analisis ragam terhadap atribut aroma seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-8 menunjukkan hasil perbedaan yang tidak nyata terhadap masing-masing sampel pada taraf signifikansi α = 0.05. skor hedonik pada pengujian ini berada padaa selaang nilai 3.4-3.8 (netralsuka). Rekapitulasi analisis ragam seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-8 disajikan pada Lampiran 5b. Uji hedonik terhadap atribut aroma seduhan kopi yang telah disimpan hingga hari ke-15 dengan menggunakan analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata antarsampel pada taraf signifikansi α = 0.05. Skor hedonik terhadap atribut aroma seduhan kopi masing-masing sampel menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima aroma seduhan dari seluruh sampel. Hal ini terbukti dari nilai skor hedonik ketiga sampel yang berada pada kisaran 3.3 3.6 29

(netral-suka). Rekapitulasi analisis ragam seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-15 disajikan pada Lampiran 5c. Hasil uji hedonik menggunakan analisis ragam terhadap atribut aroma seduhan kopi yang telah disimpan hingga hari ke-24 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikansi α = 0.05. Berdasarkan pengujian ini pula diketahui bahwa penilaian panelis terhadap seluruh sampel berada pada kisaran 3.3 3.9 (netral-suka). Rekapitulasi analisis ragam terhadap atribut aroma seduhan kopi penyimpanan hari ke-24 disajikan pada Lampiran 5d. Pada pengujian hari ke-29 menggunakan analisis ragam menunjukkan bahwa tetap tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi yang telah disimpan pada taraf signifikansi α = 0.05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa skor hedonik dari seluruh sampel berada pada kisaran 3.1 3.7 (netral-suka). Sedangkan rekapitulasi analisis ragam terhadap seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-29 terdapat pada Lampiran 5e. Hasil uji hedonik menggunakan analisis ragam terhadap atribut aroma seduhan kopi yang disimpan hingga hari ke-36 tetap menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antarsampel pada taraf signifikansi α = 0.05. Skor hedonik dari seluruh sampel berada pada kisaran 3.0 3.4 (netral-suka). Rekapitulasi analisis ragam seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-36 disajikan pada Lampiran 5f. Uji hedonik terhadap atribut aroma seduhan kopi yang telah disimpan hingga hari ke-43 dengan menggunakan analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata antarsampel pada taraf signifikansi α = 0.05. Skor hedonik terhadap atribut aroma seduhan kopi masing-masing sampel menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima aroma seduhan kopi yang disimpan pada suhu 30 o C dan 50 o C dengan skor hedonik masing-masing 3.6 dan 3.1 (netral-suka), sedangkan aroma seduhan dari sampel yang disimpan pada suhu 45 o C tidak terlalu disukai panelis. Hal ini terlihat dari skor hedoniknya yang 30

sebesar 2.9 (tidak suka-netral). Rekapitulasi analisis ragam seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-43 disajikan pada Lampiran 5g. Hasil pengujian hedonik menggunakan analisis ragam terhadap atribut aroma seduhan kopi dari sampel yang telah disimpan hingga hari ke-50 tetap menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada taraf signifikansi α = 0.05. Melalui skor hedonik yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa panelis masih dapat menerima aroma seduhan kopi dari seluruh sampel. Hal ini terlihat dari skor hedonik seluruh sampel yang berada pada kisaran 3.0 3.8 (netral-suka). Rekapitulasi analisis ragam seduhan kopi pada penyimpanan hari ke-50 disajikan pada Lampiran 5h, sedangkan skor hedonik terhadap aroma seduhan kopi selama masa penyimpanan disajikan pada Gambar 2. Skor Hedonik 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1 8 15 24 29 36 43 50 Hari Pengamatan 30oC 45oC 50oC Gambar 2. Skor hedonik hedonik terhadap aroma seduhan kopi selama masa penyimpanan Berdasarkan uji hedonik terhadap atribut aroma seduhan kopi dari seluruh sampel diketahui bahwa lamanya penyimpanan berpengaruh terhadap penilaian panelis. Semakin lama sampel disimpan, maka skor hedonik secara rata-rata akan semakin menurun. Selain itu, semakin tinggi suhu penyimpanan, juga akan menurunkan penilaian panelis. Secara umum, skor hedonik pada sampel yang disimpan pada suhu 30 o C cenderung tetap pada kisaran 3.4 3.9 (netral-suka), sedangkan sampel 31

yang disimpan pada suhu penyimpanan 45 o C dan 50 o C memiliki skor hedonik yang cenderung menurun. Penurunan penilaian panelis terhadap aroma seduhan kopi ini dapat terjadi akibat menguapnya kandungan senyawa-senyawa volatil pada kopi instan. Semakin lama waktu suhu penyimpanan, maka akan semakin memperbesar tingkat penguapan senyawa volatil pada kopi. Hasil evaluasi sensori melalui uji hedonik juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antarsampel selama masa penyimpanan. C. PENENTUAN PARAMETER KRITIS DAN TITIK KRITIS MUTU PRDUK Penentuan parameter kritis didasarkan pada penurunan mutu produk selama masa penyimanan. Beberapa parameter yang diamati, yaitu kadar air, warna kopi bubuk, warna seduhan kopi yang dihasilkan, dan waktu penyeduhan. Pemilihan parameter kritis produk ditentukan atas perubahan mutu selama penyimpanan yang paling cepat menyebabkan kerusakan produk. Selama masa penyimpanan, kadar air produk mengalami peningkatan. Pada produk yang disimpan pada suhu 30 o C, kadar air produk mengalami peningkatan dari 4.55% menjadi 5.68%. Produk yang disimpan pada suhu 45 o C mengalami peningkatan kadar air dari 4.55% menjadi 5.77%. Peningkatan kadar air juga terjadi pada produk yang disimpan pada suhu 50 o C yaitu dari 4.55% menjadi 6.30%. Pengamatan terhadap parameter warna kopi bubuk menunjukkan bahwa nilai derajat kecerahan produk cenderung tetap selama masa penyimpanan. Peningkatan tingkat kecerahan produk terjadi pada penyimpanan produk dari minggu pertama ke minggu kedua, sedangkan pada penyimpanan di minggu-minggu selanjutnya menunjukkan tingkat kecerahan produk kopi bubuk yang relatif tetap. Pengamatan terhadap warna seduhan kopi memberikan hasil perubahan tingkat kecerahan seduhan kopi yang fluktuatif dengan tren yang cenderung konstan. Pengamatan terhadap waktu penyeduhan kopi menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk 32

melarutkan kopi bubuk cenderung tetap selama masa penyimpanan. Waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan kopi bubuk berkisar antara 3-4.25 detik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap keempat parameter perubahan mutu produk kopi instan formula selama delapan minggu, maka kadar air merupakan parameter mutu yang digunakan sebagai parameter kritis produk. Hal ini didasarkan pada nilai kadar air yang selalu mengalami peningkatan selama masa penyimpanan, sedangkan nilai pada parameter mutu lainnya relatif tetap. Penambahan kadar air akan lebih cepat menyebabkan kerusakan dibandingkan jika menggunakan parameter lainnya yang nilainya cenderung konstan. Produk kopi instan formula yang berbentuk bubuk memiliki sifat yang mudah menyerap uap air. Penambahan kadar air yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan kadar air pada produk kopi instan mencapai titik kritisnya. Setelah parameter mutu kritis produk kopi instan didapat, maka langkah selanjutnya adalah menentukan titik kritis mutu produk. Penggunaan kadar air sebagai parameter mutu kritis, akan memberikan kadar air kritis sebagai titik kritis mutu produk. Penentuan kadar air kritis dilakukan melalui uji organoleptik. Produk yang pertama kali ditolak oleh lebih dari 50% dinyatakan sebagai produk yang telah mengalami kerusakan, kemudian dianalisis nilai kadar airnya. Kadar air yang didapatkan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Berdasarkan hasil uji organoleptik, diketahui bahwa kadar air kritis produk kopi instan formula sebesar 17.83%. Produk kopi instan formula mengalami peningkatan kadar air selama masa penyimpanan. Hal ini akan meyebabkan produk kopi instan akan menggumpal dan ditolak oleh konsumen. Produk kopi instan yang telah mengalami penggumpalan umumnya sulit larut dalam air sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan kopi instan di dalam air akan lebih lama. D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN Pada Tabel 4 dapat dilihat peningkatan kadar air pada produk kopi instan yang disimpan pada tiga suhu berbeda. Berdasarkan Tabel 4 tersebut 33

dapat dibuat garafik hubungan antara waktu penyimpanan dan peningkatan kadar air pada masing-masing suhu penyimpanan (30 o C, 45 o C, dan 50 o C). Grafik hubungan antara waktu penyimpanan (hari) sebagai absis dengan kenaikan kadar air produk kopi instan (%) disajikan pada Gambar 3. 7 6 Kadar Air (%) 5 4 3 2 1 0 Suhu 30oC Suhu 45oC Suhu 50oC 1 8 15 24 29 36 43 50 Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) produk kopi instan formula Langkah selanjutnya adalah membuat analisis regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan. Hasil regresi linier pada produk kopi instan yang disimpan pada suhu 30 o C, 45 o C, dan 50 o C disajikan pada Gambar 11. 7 6 Kadar Air (%) 5 4 3 2 1 0 Suhu 30oC Suhu 45oC Suhu 50oC Linear (Suhu 30oC) Linear (Suhu 45oC) Linear (Suhu 50oC) 0 10 20 30 40 50 60 Waktu Penyimpanan (Hari) Gambar 4. Regresi linier penambahan kadar air produk kopi instan formula yang disimpan pada suhu 30 o C, 45 o C, dan 50 o C. 34

Berdasarkan Gambar 11, diperoleh persamaan garis lurus dari masingmasing suhu penyimpanan, yaitu : Suhu 30 o C y = 0.0218x + 4.4615 R 2 = 0.9241 Suhu 45 o C y = 0.0264x + 4.4025 R 2 = 0.9691 Suhu 50 o C y = 0.0393x + 4.4471 R 2 = 0.9743 Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai K pada masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai K pada masingmasing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln K sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk kopi instan yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 12. Ln K -3-3.1 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335-3.2-3.3-3.4-3.5-3.6 y = -2480.8x + 4.3242-3.7 R 2 Y = 0.7759-3.8-3.9 Linear (Y) -4 1/T (1/K) Gambar 5. Grafik hubungan 1/T dengan nilai ln K produk kopi instan formula Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan 1/T dengan ln K didapatkan persamaan garis y = -2480.8x + 4.3242 R 2 = 0.7759 dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai E/R dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh nilai energi aktivasi dari produk kopi instan sebagai berikut : -E/R = - 2480.8 K R = 1.986 kal/mol K E = 4926.8688 kal/mol 35

Nilai intersep merupakan nilai Ln K o dari persamaan Arrhenius, sehingga : Ln K o = 4.3242 K o = 75.5051 Berdasarkan nilai E/R Dan K o yang telah diperoleh, maka dapat disusun persamaan Arrhenius sebagai berikut K = K o e E/RT K = 75.5051.e -2480,8(1/T) Setelah persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar air pada produk kopi instan, maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada produk kopi instan berdasarkan suhu sebagai berikut : 30 o C atau 303 K K = 75.5051 e K = 75.5051 e K = 2.09995 x 10-2 45 o C atau 318 K K = 75.5051 e K = 75.5051 e K = 3.08982 x 10-2 50 o C atau 323 K K = 75.5051 e K = 75.5051 e -2480.8 (1/T) -2480.8 (1/303) -2480.8 (1/T) -2480.8 (1/318) -2480.8 (1/T) -2480.8 (1/323) K = 3.48642 x 10-2 Setelah didapatkan nilai laju peningkatan kadar air dari produk kopi instan yang diteliti, maka dapat dicari umur simpan produk kopi instan pada masing-masing suhu berdasarkan persamaan Umur Simpan = Nilai titik air kritis Nilai kadar air awal Laju peningkatan kadar air Sehingga umur simpan produk kopi instan pada masing-masing suhu penyimpanan adalah : Suhu 30 o C atau 303 K = (17.83% 4.55%)/ 2.09995 x 10-2 = 632 hari atau 21 bulan 2 hari Suhu 45 o C atau 318 K = (17.83% - 4.55%)/ 3.08982 x 10-2 = 430 hari atau 14 bulan 10 hari Suhu 50 o C atau 323 K = (17.83% 4.55%)/ 3.48642 x 10-2 = 381 hari atau 12 bulan 21 hari 36