BAB 6 ANALISIS 6.2. Analisis Perhitungan dan Hasil Perhitungan 6.2.1. Absorpsi CO 2 dengan Air Menggunakan Analisis Gas Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah laju alir volumetrik (air 0.05 L/s, udara 0.50 L/S, dan CO 2 0.05 L/s), volume gas CO 2 dan udara saat kondisi awal (0.015 ml), volume gas CO 2 yang larut dalam air (0.001 ml), dan kondisi operasi kolom absorber (tekanan, suhu, diameter, tinggi, luas spesifik). Data ini kemudian digunakan untuk menghitung jumlah gas CO 2 yang terabsoprsi atau laju absorpsi gas CO 2 untuk setiap detiknya. Pada perhitungan jumlah gas CO 2 yang terabsorpsi atau laju absorpsi gas CO 2, terlebih diasumsikan bahwa gas yang digunakan pada percobaan merupakan gas ideal sehingga mengikuti hukum Avogaro yaitu gas memiliki volume yang sama dengan jumlah molekul pada suhu dan tekanan yang sama. Dengan demikian, fraksi gas CO 2 pada bagian inlet dan outlet dapat dikethaui sehingga dapat dihitung jumlah gas CO 2 yang terabsorpsi menggunakan persamaan neraca massa 5.5. Berkurangnya fraksi mol gas CO 2 (inlet 0.091 dan outlet 0.067) merupakan bukti terjadinya absorpsi CO 2 oleh air sebanyak 1.923 x 10-3 setiap detiknya. 6.2.2. Absorpsi CO 2 dengan Larutan NaOH Mneggunakan Analisis Larutan Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah laju alir volumetrik (air 0.05 L/s, udara 0.50 L/S, dan CO 2 0.05 L/s), volume gas CO 2 dan udara saat kondisi awal (0.015 ml), volume gas CO 2 yang larut dalam air (0.001 ml), kondisi operasi kolom absorber (tekanan, suhu, diameter, tinggi, luas spesifik), dan volume asam, HCl, yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat (T 1 inlet 0.0043 ml dan outlet 0.0046 ml), untuk menetralkan NaOH dan Na 2 CO 3 (T 2 inlet 0.0036 ml dan outlet 0.0037 ml), dan untuk menetralkan NaOH (T 3 inlet 0.0044 ml dan outlet 0.0038 ml), serta volume BaCl yang dibutuhkan untuk mengendapkan Na 2 CO 3 yang terbentuk. Data ini digunakan untuk menghitung jumlah gas CO 2 yang terabsoprsi atau laju absorpsi gas CO 2 untuk setiap detiknya berdasarkan CO 2 yang terabsorp, NaOH
yang terurai, dan Na 2 CO 3 yang terbentuk. Reaksi keseluruhan yang terjadi pada absorpsi CO 2 dalam NaOH adalah sebagai berikut: Oleh karena itu, laju absorpsi gas CO 2 juga dapat dinyatakan oleh laju berkurangnya NaOH yang terurai untuk mengabsorpsi CO 2 dan oleh laju bertambahnya Na 2 CO 3 yang terbentuk hasil absorpsi CO 2. Pada perhitungan jumlah gas CO 2 yang terabsorpsi atau laju absorpsi gas CO 2 berdasarkan CO 2 yang terabsorp, dilakukan langkah yang sama pada perhitungan fraksi CO 2 inlet dan outlet untuk absorpsi gas CO 2 dalam air menggunakan analisis gas. Setelah memperoleh fraksi CO 2 inlet dan outlet, laju alir gas CO 2 inlet dan outlet dapat dihitung menggunakan persamaan 5.13 dan 5.14. Bekurangnya laju alir gas CO 2 d dari inlet ke outlet merupakan bukti terjadinya peristiwa absorpsi. Selisih antara laju alir gas CO 2 inlet dan outlet merupakan laju alir gas CO 2 yang terabsorpsi. Untuk mengetahui jumlah NaOH yang terurai untuk absorpsi CO 2 dan jumlah Na 2 CO 3 yang terbentuk dari absorpsi CO 2 maka dilakukan titrasi. Pertama, dilakukan titrasi sampel larutan inlet (S 4 ) dan outlet (S 5 ) masing masing 10 ml menggunakan HCl yang sebelumnya ditetesi PP sehingga larutan berwarna pink. Volume HCl yang dibutuhkan sampai mengubah larutan kembali bening adalah volume untuk menetralkan NaOH dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat. Berubahnya warna larutan dari pink menjadi bening disebabkan karena PP bekerja pada trayek basa sehingga menunjukkan warna pink saat pertama kali diteteskan ke sampel (laruta bersifat basa) lalu berubah warna menjadi bening ketika larutan menjadi netral oleh HCl. Kedua, dilakukan titrasi terhadap larutan tersebut menggunakan HCl yang sebelumnya ditetesi MO sehingga berwarna kuning. Volume HCl yang dibutuhkan sampai mengubah larutan menjadi berwarna merah adalah volume untuk menetralkan NaOH dan Na 2 CO 3. Selisih antara T 1 dengan T 2 (T 1 T 2 ) adalah volume untuk menetralkan semua bikarbonat. Volume ini menunjukkan volume BaCl yang dibutuhkan untuk mengendapkan Na 2 CO 3 dalam larutan pada titrasi ketiga (pada percobaan dilakukan penambahan 10% supaya seluruh Na 2 CO 3 benar benar mengendap seluruhnya menjadi BaCO 3 ). Berubahnya warna larutan dari kuning menjadi oranye disebabkan karena MO bekerja pada trayek asam sehingga larutan tetap berwarna
bening oranye dan menunjukkan perubahan warna menjadi merah setelah dititrasi dengan HCl (larutan bersifat asam). Setelah diketahui volume BaCl yang dibutuhkan untuk mengendapkan Na 2 CO 3, kemudian dilakukan titrasi dengan HCl pada sampel inlet dan outlet yang sebelumnya sudah ditambahkan BaCl dan ditetesi PP sehingga larutan berwarna pink. Saat ditambahkan BaCl larutan berubah warna menjadi putih terutama pada bagian bawah. Endapan putih ini merupakan BaCO 3 hasil reaksi Na 2 CO 3 dengan BaCl 2 sebagai berikut: Volume HCl yang dibutuhkan sampai mengubah larutan kembali menjadi bening adalah volume untuk menetralkan hanya NaOH awal. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perubahan warna yang terjadi disebabkan karena PP bekerja pada trayek basa. Reaksi keseluruhan yang terjadi selama proses titrasi adalah sebagai berikut: Volume titrasi ini kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi NaOH dan Na 2 CO 3 inlet (NaOH 0.088 M dan Na 2 CO 3 0.005) dan outlet (NaOH 0.076 M dan Na 2 CO 3 0.008) menggunakan persamaan stoikiometri titrasi asam basa. Selisih antara konsentrasi inlet dan outlet merupakan jumlah NaOH yang terurai atau jumlah Na 2 CO 3 yang terbentuk. Konsentrasi NaOH berkurang dari inlet ke outlet karena NaOH terurai untuk mengabsorpsi CO 2 sedangkan konsentrasi Na 2 CO 3 bertambah dari inlet ke outlet karena Na 2 CO 3 terbentuk selama absorpsi CO 2. Nilai ini kemudian dikonversi menjadi laju alir menggunakan persamaan 5.20 dan 5.21. Seharusnya hasil dari laju absoprsi gas CO 2 sama dengan setengah kali lipat laju terurainya NaOH dan sama dengan laju terbentuknya Na 2 CO 3 berdasarkan perbandingan koefisien pada persamaan reaksi stoikiometri, namun tidak diperoleh hasil yang demikian. Penyebab hal ini akan dibahas lebih lanjut pada analisis kesalahan. Dengan membandingkan hasil perhitungan pada percobaan absorpsi CO 2 dalam air dengan absorpsi CO 2 dalam larutan NaOH diketahui bahwa jumlah gas CO 2 yang terabsorp dalam air lebih banyak dibandingkan dalam larutan NaOH setiap detiknya. Berdasarkan teori, pelarut yang baik untuk suatu gas pada proses absorpsi sangat ditentukan oleh kelarutan gas, volatilitas, dan viskositas (Treybal, 1980). Padahal
berdasarkan aspek kelarutan gas, gas CO 2 lebih mudah terabsorp dalam NaOH dibandingkan dalam air. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika CO 2 dilarutkan dalam air, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Sehingga sesuai dengan hukum Henry berlaku persamaan sebagai berikut: Namun ketika CO 2 dilarutkan dalam NaOH, reaksi yang terjadi adaha sebagai berikut: Sehingga untuk menjaga kesetimbangan hukum Henry, akan lebih banyak CO 2 yang larut menjadi asam karbonat. Dengan demikian, CO 2 akan lebih banyak terabsorp dalam larutan NaOH dibandingkan dalam air. Namun, hasil percobaan memberikan hasil sebaliknya. Hal ini kami duga karena saat mengambil sampel, masih belum terbentuk Na 2 CO 3 melainkan baru terbentuk NaHCO 3 dengan persamaan reaksi sebaga berikut:
Please download full document at www.docfoc.com Thanks