BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Lingkup Metode Optimasi

BAB 2 LANDASAN TEORI

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Evolutionary Algorithm merupakan terminologi umum yang menjadi payung

BAB III. Metode Penelitian

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI JALUR PENDISTRIBUSIAN KERAMIK PADA PT. CHANG JUI FANG

PERANCANGAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK. Kata kunci: Algoritma Genetika, Shortest Path Problem, Jalur Terpendek

BAB IV ANALISIS MASALAH

PENYELESAIAN MINIMUM SPANNING TREE (MST) PADA GRAF LENGKAP DENGAN ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN TEKNIK PRUFER SEQUENCES

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

DAFTAR ISI. Tim Redaksi... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii

STUDI KOMPARATIF ALGORITMA ANT DAN ALGORITMA GENETIK PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERSOALAN PEDAGANG KELILING (TSP)

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENENTUAN JARAK TERPENDEK PADA JALUR DISTRIBUSI BARANG DI PULAU JAWA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA. Abstraksi

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Pencarian Rute Terpendek untuk Pengoptimalan Ditribusi Sales Rokok Gudang Garam di kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember Menggunakan Algoritma Genetika

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

Prosiding Matematika ISSN:

GENETIKA UNTUK MENENTUKAN RUTE LOPER KORAN DI AGEN SURAT KABAR

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO)

Bab II Konsep Algoritma Genetik

BAB I PENDAHULUAN. wisata budaya, wisata belanja, hingga wisata Alam. Untuk menarik minat

Jl. Ahmad Yani, Pontianak Telp./Fax.: (0561)

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

T I N J A U A N P U S T A K A Algoritma Genetika [5]

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana :

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI DENGAN MENGUNAKAN PENYELEKStAN RODA ROULETTE

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC)

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika

Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut

PERBANDINGAN ALGORITMA EXHAUSTIVE, ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Clustering

Perbandingan Algoritma Exhaustive, Algoritma Genetika Dan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pencarian Rute Terpendek

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ANT COLONY OPTIMIZATION

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

BAB 2 LANDASAN TEORI

PRESENTASI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. telah diadopsi untuk mengurangi getaran pada gedung-gedung tinggi dan struktur

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

OPTIMALISASI TRAVELLING SALESMAN WITH TIME WINDOWS (TSPTW) DENGAN ALGORITMA SEMUT

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

BAB II KAJIAN TEORI. berbeda di, melambangkan rusuk di G dan jika adalah. a. dan berikatan (adjacent) di. b. rusuk hadir (joining) simpul dan di

Matematika dan Statistika

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam

BAB II LANDASAN TEORI

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Randy L Haupt & Sue Ellen Haupt, Practical Genetic Algorithms second edition, Wiley Interscience,2004.

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

Transkripsi:

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM 3.1 TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Sebelum membahas pencarian solusi Travelling Salesman Problem menggunakan algoritma genetik dan ant colony system, akan terlebih dahulu dibahas mengenai definisi Travelling Salesman Problem. Masalah Travelling Salesman Problem (TSP) muncul dari permasalahan pedagang keliling. Jika diketahui sejumlah kota dengan ketentuan satu kota dengan yang lainnya saling berhubungan, diketahui jarak yang identik dengan biaya yang harus dikeluarkan, bagaimana cara mengunjungi semua kota tepat satu kali dan kembali ke kota awal dengan biaya termurah. Dalam model matematika permasalahan ini dijabarkan menjadisebuah graf Gdengannbuah simpul, dan graf Gmerupakan graf lengkap berbobot tak berarah. Dengan solusi berupa jalur terpendek dari simpul a melalui seluruh simpul pada graf Gtepat sekali dan kembali ke simpul a. Dengan kata lain akan dicari siklus Hamilton pada graf G, dengan bobot terkecil. Pada permasalahan ini terdapat! solusi yang mungkin. Sebagai contoh diilustrasikan pada gambar (3.1), (3.2) dan tabel (3.1). 26

27 a 9 7 e 6 3 9 8 5 2 7 b d 4 c Gambar 3.1Graf Lengkap Berbobot Tak Berarah G Pada gambar (3.1) menunjukkan sebuah graf lengkap dengan 5 (lima) buah simpul dan setiap sisinya memiliki bobot. Bobot pada graf tersebut dapat direpresentasikan pada tabel (3.1). Tabel 3.1 A B C D E a 0 7 5 9 9 b 7 0 7 2 8 c 5 7 0 4 3 d 9 2 4 0 6 e 9 8 3 6 0 Dari data bobot pada graf tersebut akan dicari siklus Hamilton dengan bobot terkecil dan diambil a sebagai simpul awal. Dengan menggunakan algoritma greedy siklus Hamilton dengan bobot terkecil yang terbentuk adalah a-b-d-e-c-a. Siklus Hamilton tersebut diilustrasikan pada gambar 3.2.

28 a 7 e 6 3 5 2 b d c Gambar 3.2 Siklus Hamilton dari Graf G 3.2 ALGORITMA GENETIK Algoritma yang pertama kali dikembangkan oleh John Holland dari Universitas Michigan pada tahun 1975 ini adalah algoritma pencarian yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis.algortima Genetik merupakan simulasi dari proses evolusi Darwin dan operasi genetik atas kromosom. Keuntungan penggunaan algoritma genetik sangat jelas terlihat darikemudahan implementasi dan kemampuannya untuk menemukan solusi yangbagus (bisa diterima) secara cepat untuk masalah-masalah berdimensi tinggi (Abdullah, 2008:10) Ada beberapa istilah yang penting dalam algoritma genetika, diantaranya adalah: Gen : Mewakili elemen-elemen yang ada dalamsebuah solusi.

29 Populasi : Sejumlah solusi yang mungkin. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan hasil evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut dengan generasi. Generasi : Iterasi yang dilakukan untuk menentukan populasi berikutnya. Kromosom : Individu yang terdapat dalam satu populasi. Kromosom ini merupakan solusi yang masih berbentuk simbol. Allela : Nilai yang berada dalam gen Locus : Letak suatu gen berada dalam suatu kromosom Fungsi Fitness : Alat ukur dalam dalam proses evaluasi yang dilalui kromosom. Nilai fitness akan menunjukkan kualitas dari suatu kromosom dalam populasi tersebut. Offsprings : Anak (generasi berikutnya) yang terbentuk dari gabungan 2 kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator penyilangan (crossover) maupun operator mutasi. Dalam algoritma genetik solusi yang mungkin dapat direpresentasikan ke dalam beberapa bentuk, seperti yang telah dijelaskan oleh Abdullah (2008:15-16) yaitu: 1) Binary Encoding Encoding jenis ini sering digunakan. Kromosom dari binary encoding iniberupa kumpulan dari nilai biner 0 dan 1. Contohnya: Chromosome1 1101100100110110 Chromosome2 1101011000011110

30 Dalam Binary Encoding memungkinkan didapatkan kromosom dengan nilaiallela yang kecil, tetapi kekurangannya tidak dapat digunakan untukbeberapa permasalahan dan terkadang diperlukan adanya koreksi setelahproses crossover dan mutasi. Salah satu permasalahan yang menggunakanencoding adalah menghitung nilai maksimal dari suatu fungsi. 2) Permutation Encoding Kromosom dari permutation encoding ini berupa kumpulan dari nilai integeryang mewakili suatu posisi dalam sebuah urutan. Biasanya digunakan padapermasalahan TSP (Travelling Salesman Problem). Contohnya: Chromosome 11 4 7 9 6 3 5 0 2 8 Chromosome 29 3 2 5 8 1 6 0 4 7 3) Value Encoding Kromosom dari value encoding berupa kumpulan dari suatu nilai, yang bisaberupa macam-macam nilai sesuai dengan permasalahan yang dihadapi,seperti bilangan real, char atau objek yang lain. Encoding ini merupakanpilihan yang bagus untuk beberapa permasalahan khusus, biasanyadiperlukan metode khusus untuk memproses crossover dan mutasinya sesuaidengan permasalahan yang dihadapi. Contohnya: Chromosome 1 A B E D B C A E D D Chromosome 2N W W N E S S W N N 4) Tree Encoding Tree Encoding biasanya digunakan pada genetic programming. Kromosomyang digunakan berupa sebuah tree dari beberapa objek, seperti fungsi ataucommand pada genetic programming. + x / 5 y Gambar 3.3 Contoh Kromosom pada Tree Encoding Dibangkitkan populasi awal yaitu sejumlah solusi yang mungkin dari permasalahan sesuai dengan encoding yang sesuai dengan permasalahan. Populasi awal ini dibangkitkan secara acak. Dalam algoritma genetik, solusi yang mungkin ini disebut kromosom. Kromosom ini terdiri dari gen-gen yang memiliki nilai yaitu allela.

31 Setelah itu setiap kromosom tersebut dievaluasi nilai fitness-nya, hal ini diperlukan untuk langkah berikutnya, yaitu seleksi kromosom. Pada permasalahan TSP nilai fitness bisa didapatkan dengan cara menjumlahkan jarak antara titik yang terdapat pada kromosom. Semakin baik nilai fitness sebuah kromosom maka semakin besar probabilitas kromosom tersebut terpilih sebagai induk untuk tahap berikutnya yaitu crossover (kawin silang).karena dengan induk yang memiliki nilai fitness baik diharapkan menghasilkan anak yang baik pula. Pada permasalahan TSP yang diinginkan adalah kromosom dengan fitness yang lebih kecil akan memiliki probabilitas menjadi induk lebih besar oleh karena itu diperlukan nilai invers fitness dari setiap kromosom. Q(i)=1/fitness(i) Kemudian dari nilai invers tersebut dicari nilai probabilitas dengan cara: = / Setelah didapatkan nilai probabilitasnya dihitung nilai komulatif probabilitasnya untuk setiap kromosom. Nilai komulatif inilah yang dijadikan acuan untuk melakukan proses seleksi. Terdapat beberapa macam cara seleksi untuk mendapatkan calon induk yang baik,diantaranya adalah seleksi roulette wheel, steady state, tournament dan rank.proses seleksi yang biasa digunakan adalah roulette wheel (Abdullah, 2008:18).

32 1) Roulette wheel Metode roulette whell merupakan metode yang biasa digunakan dalam proses seleksi kromosom pada algoritma genetik.proses roulette wheel dapat diilustrasikan sebagai roda yang menampung semua nilai probabilitas fitness dari setiap kromosom. Semakin besar nilai probabilitasnya semakin besar pula area dalam roda tersebut sehingga ketika roda diputar fitness yang paling baik dan memiliki nilai probabilitas paling besar lebih besar kemungkinannya untuk terpilih. Roulette Wheel Kromosom 1 Kromosom 2 Kromosom 3 Kromosom 4 Gambar 3.4Roulette Wheel Wilayah kromosom pada roda tersebut direpresentasikan dengan nilai komulatif probabilitas fitness (C(i)). Nilai tersebut dapat dihitung dengan cara: Probabilitas kromosom 1= 50%=0,5 Probabilitas kromosom 2=15%=0,15 nilai komulatif : 0,5+ +0,15=0,65 Probabilitas kromosom 3=25%=0,25 nilai komulatif : 0,65+0,25=0,9 Probabilitas kromosom 4=10%=0,1 nilai komulatif : 0,9+ +0,1=01 Setelah itu metode ini bekerja dengan cara membangkitkann bilangan acak (R(i))antara [0-1] sebanyak jumlah kromosom. Kemudian kromosom yang akan menjadi induk jika memenuhi syarat: R(i)<C(i) untuk kromosom 1 dan

33 C(i-1)<R(i)<C(i) untuk kromosom lainnya. (Persamaan 3.1) 2) Steady State Metode ini bekerja dengan cara mempertahankan beberapa kromosom yang memiliki nilai fitness terbaik dan mengganti kromosom lainnya dengan offspring yang baru. 3) Tournament Dalam metode seleksi tournament sejumlah n individu dipilih secara acakdan kemudian menentukan fitness-nya. Kebanyakan metode seleksi ini digunakanpada binary, dimana hanya dua individu yang dipilih. 4) Rank Metode ini mirip dengan metode Roulette Wheel namun metode ini tidak menggunakan nilai komulatif probabilitas untuk melakukan seleksi. Pada metode ini setiap kromosom diberikan nilai baru sesuai dengan nilai fitness-nya. Kromosom dengan nilai fitness terburuk diberi nilai 1, kromosom yang lebih baik diberi nilai 2 begitu seterusnya hingga kromosom dengan nilai fitness terbaik diberi nilai N (jumlah kromosom dalam populasi). Setelah terpilih kromosom yang akan menjadi induk maka diantara induk tersebut dilakukan crossover. Pada proses crossover terdapat parameter probabilitas crossover, di mana nilainya berkisar antara [0,1], kemudian bangkitkan bilangan acak antara [0,1). Proses crossover akan dilakukan jika bilangan acak bernilai kurang dari probabilitas crossover, namun pada kasus ini parameter probabilitas crossover bernilai 1 sehingga semua proses crossover dilakukan. Proses crossover sendiri bekerja dengan cara menukar salah satu gen

34 di induk pertama dengan gen di induk lainnya yang belum terdapat pada kromosom awal dengan membangkitkan bilangan acak [1,n-1] sebanyak jumlah induk dengan n adalah jumlah kota untuk memilih gen mana yang akan ditukar. Namun pertukaran ini tetap melihat urutan gen yang terdapat pada kromosom asal. Setelah dihasilkan kromosom baru dari hasil crossover maka proses selanjutnya adalah mutasi. Proses ini bekerja dengan cara membangkitkan sejumlah bilangan acak antara 1-panjang total gen untuk menunjukkan nomor gen yang akan dimutasi.banyaknya gen yang dimutasi berdasarkan parameter probabilitas mutasi (, yaitu (Persamaan 3.2) Panjang total gen sendiri adalah jumlah gen dalam satu kromosom dikali banyaknya kromosom dengan tidak mengikutsertakan kota awal dan kota akhir. Gen yang ditunjuk oleh bilangan acak tadi bertukar posisi dengan gen sesudahnya. Setelah semua proses selesai maka akan dievaluasi solusi sementara dari satu iterasi yang telah menghasilkan populasi baru, jika dianggap telah optimal maka iterasi berhenti sebaliknya jika dianggap belum optimal maka proses diulangi dimulai dari proses menghitung nilai fitness. 3.3 ANT COLONY SYSTEM (ACS) ACS merupakan pengembangan terbaru dari Ant Colony Optimization (ACO). Berbeda dengan algoritma genetik yang didasarkan mekanisme evolusi

35 biologis,acs didasarkan kepada prilaku koloni semut dalam mendapatkan makanannya. Koloni semut ini memanfaatkan zat yang bernama pheromone untuk saling berkomunikasi, mereka meninggalkan pheromone pada rute-rute yang mereka laluipheromone yang dimanfaatkan untuk menemukan rute terpendek Semutmampu mengindera lingkungannya yang kompleks untuk mencarimakanan dan kemudian kembali ke sarangnya dengan meninggalkan zatpheromone pada rute-rute yang mereka lalui (Leksono, 2009:22). Pheromone adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrindan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis,individu lain,kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbedadengan hormon, pheromone menyebar ke luar tubuh dan hanya dapatmempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (Leksono, 2009:22). Seiring waktu, pheromone akan menguapdan akan mengurangi kekuatan daya tariknya. Lebih cepat setiap semutpulang pergi melalui rute tersebut, maka pheromone yang menguap lebihsedikit. Begitu pula sebaliknya jika semut lebih lama pulang pergi melaluirute tersebut, maka pheromone yang menguap lebih banyak. Koloni semut dapat menemukan rute terpendek antara sarangdan sumber makanan berdasarkan pheromone pada lintasan yang telahdilalui. Semakin banyak semut yang melalui suatu lintasan, maka akansemakin jelas bekas pheromone-nya. Hal ini akan menyebabkan lintasanyang dilalui semut dalam jumlah sedikit, semakin lama akan semakinberkurang kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan akan tidakdilewati sama sekali. Sebaliknya lintasan

36 yang dilalui semut dalam jumlahbanyak, semakin lama akan semakin bertambah kepadatan semut yangmelewatinya, atau bahkan semua semut akan melalui lintasan tersebut. ACS memanfaatkan semut sebagai agen untuk menyelesaikan algoritma ini. Pertama kali hitung nilai tour terbaik awal dengan metode nearest neigberhoud heuristic. Kemudian sejumlah m semut ditempatkan di sejumlah titik awal secara acak. Karena pada permasalahan TSP titik awal telah ditentukan maka penempatan semut diacak di titik lainnya selain titik awal. Kemudian semut-semut tersebut bergerak ke titik berikutnya masing-masing. Semut-semut tersebut menentukan titik mana yang akan dikunjungi berikutnya dengan menggunakan aturan transisi status. argmax, = (Persamaan 3.3) Dimana adalah jumlah pheromone yangterdapat antara sisi r dengan s sedangkan adalah invers jarak antara titik r dengan titik s sedangkan u adalah himpunan titik-titik yang belum dilalui semut. Simbol lainnya adalah qmerupakan bilangan random [0,1], di mana 0 1 adalah sebuah parameter pembanding bilangan random.parameter lainnya adalah α yaitu parameter yang mengontrol bobot relatif dan β yaitu parameter pengendali jarak di mana α,β>0. Setiap semut memodifikasi jumlah pheromone pada setiap sisi yang dilaluinya dengan menggunakan Local Pheromone Update. Setelah semua semut menyelesaikan tour-nya maka dihitung jarak tour yang telah diselesaikan. Tour

37 yang memiliki jarak tependek akan dipilih sebagai solusi sementara. Sedangkan untuk penguapan jumlah pheromone selama sisi tidak dilalui oleh semut dihitung dengan menggunakan Global Pheromone Update.Iterasi ini diulang terus sampai memenuhi kriteria berhenti tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. 1. Local Pheromone Update 2. Global Pheromone Update = 1 + = (Persamaan 3.4) 1 + 1,, h 0, (Persamaan 3.5) Di mana lintasan terbaik keseluruhan adalah lintasan yang terpilih oleh aturan transisi status. Sedangkan ρ adalah parameter penguapan global, yang memiliki nilai 0<ρ<1, ξ adalah parameter penguapan lokal dengan nilai 0<ξ<1, dan C bs adalah panjang dari lintasan terbaik keseluruhan yang didapat dari sebuah semut.