BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan"

Transkripsi

1 BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika CVRP pada Pendistribusian Roti di CV. Jogja Transport CV. Jogja Transport merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pendistribusian roti. Roti yang dimaksud di sini adalah produk Sari Roti yang sudah mempunyai nama besar di industri makanan Indonesia. Sari Roti merupakan sebuah produk roti yang memiliki banyak varian jenis roti seperti roti tawar, roti sobek, sandwich, dan lain lain. Pendistribusian roti oleh perusahaan ini dibedakan berdasarkan jenis rotinya. CV. Jogja Transport setiap harinya mendistribusikan produk Sari Roti kepada seluruh pelanggan yang tersebar di wilayah Kota Yogyakarta dan Bantul dengan menggunakan kendaraan angkut sepeda motor. Perusahaan ini menyediakan 6 buah sepeda motor untuk mendistribusikan semua roti tersebut, di mana 2 diantaranya digunakan untuk mendistribusikan roti sandwich. Proses pendistribusian dimulai pada pukul WIB dengan pengecekan semua permintaan pelanggan kemudian packing ke dalam rak oleh para sales. Sebuah sepeda motor dapat mengangkut maksimal 7 rak, 31

2 sedangkan 1 rak dapat memuat maksimal 60 buah roti sandwich, sehingga sebuah sepeda motor dapat mengangkut 7 x 60 = 420 buah roti sandwich. Pukul WIB para sales mulai berangkat untuk mendistribusikan roti tersebut. Pendistribusian yang diteliti pada skripsi ini adalah pendistribuisan roti jenis sandwich karena roti jenis ini mempunyai permintaan paling banyak dari pelanggan. Data yang digunakan adalah data pendistribusian roti sandwich pada hari Sabtu di Kota Yogyakarta. Perusahaan ini biasanya menempuh total jarak sejauh 40 km untuk mendistribusikan semua permintaan roti pada hari Sabtu. Rute yang terbentuk menggunakan Algoritma Genetika dan Nearest Neighbour dikatakan efektif apabila total jarak yang dihasilkan lebih pendek dari 40 km. Terdapat 26 pelanggan di Kota Yogyakarta, data alamat pelanggan, jumlah permintaan roti sandwich, dan jarak antar pelanggan dan depot dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3. Permasalahan CVRP pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport dapat didefinisikan sebagai suatu graf G = (V, E). Himpunan V terdiri atas gabungan himpunan pelanggan C dan depot, V = {0,1,,27}. Himpunan C berupa pelanggan 1 sampai dengan 26, C = {1,2,26}, dan depot dinyatakan dengan 0 dan 27. Jaringan jalan yang dilalui oleh kendaraan dinyatakan sebagai himpunan rusuk berarah E yaitu penghubung antar pelanggan, E = {(i, j) i, j V, i j}. Semua rute dimulai dan berakhir di depot. Himpunan kendaraan K merupakan kumpulan kendaraan yang homogen dengan kapasitas q. Setiap pelanggan i untuk setiap i C 32

3 memiliki permintaan d i sehingga panjang rute dibatasi oleh kapasitas kendaraan. Setiap rusuk (i, j) E memiliki jarak tempuh c ij, dan juga bahwa c ii = c jj = 0. Asumsi yang digunakan dalam masalah CVRP ini adalah sebagai berikut: 1. Setiap pesanan pelanggan dapat dipenuhi oleh perusahaan dan jumlah permintaan setiap pelanggan tetap. 2. Jumlah simpul pendistribusian (n) diketahui yaitu berjumlah 27 (26 simpul pelanggan dan 1 simpul depot). 3. Jumlah kendaraan yang tersedia untuk melakukan pendistribusian adalah 2 sepeda motor. 4. Kendaraan yang digunakan mempunyai kapasitas angkut yang sama yaitu 7 buah rak, dimana 1 rak = 60 buah roti sandwich. 5. Setiap pelanggan terhubung satu sama lain dan jarak antar pelanggan simetris (c ij = c ji ). Untuk setiap (i, j) E, i j 0 dan untuk setiap kendaraan k didefinisikan variabel : x ijk = 1, jika terdapat perjalanan dari i ke j dengan kendaraan k 0, jika tidak terdapat perjalanan dari i ke j dengan kendaraan k Formula matematis CVRP untuk pendistribusian roti di CV. Jogja Transport adalah sebagai berikut: Meminimumkan Z = c ij x ijk k=1 i=0 j=1 (3.1) 33

4 dengan kendala 1. Setiap pelanggan dikunjungi tepat satu kali oleh suatu kendaraan: 2 27 x ijk k=1 j=1 = 1, i V {27} (3.2) 2. Total permintaan semua pelanggan dalam satu rute tidak melebihi kapasitas kendaraan: d i x ijk i=0 j=1 420, k K (3.3) 3. Setiap rute berawal dari depot 0: 27 x 0jk j=1 = 1, k K (3.4) 4. Setiap kendaraan yang mengunjungi satu pelanggan pasti akan meninggalkan pelanggan tersebut: x ijk x ijk i=0 j=1 = 0, k K (3.5) 5. Setiap rute berakhir di depot 27: 26 x i27k i=0 = 1, k K (3.6) 6. Variabel x ijk merupakan variabel biner: x ijk {0,1}, i, j V, k K (3.7) 34

5 3.2 Penyelesaian Model Matetematika CVRP pada Pendistribusian Roti di CV. Jogja Transport Setelah menentukan model matematika CVRP pada pendistribusian Roti di CV. Jogja Transport, langkah selanjutnya adalah menyelesaikan model tersebut. Data pelanggan yang menjadi tujuan pendistribusian beserta jumlah permintaan Roti terlampir pada Lampiran 1 dan 2. Berdasarkan data pelanggan pada Lampiran 1 dan bantuan google maps maka diperoleh letak pelanggan dan depot seperti pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Letak Depot dan Pelanggan 35

6 Gambar 3.1 diasumsikan bahwa setiap jalan memiliki kualitas jalan yang sama dan tingkat kemacetan yang sama. Selanjutnya dilakukan pengambilan lokasi depot dan pelanggan sebagai simpul dan dapat dibuat graf kosong seperti pada gambar 3.2. Gambar 3.2 Graf Pendistribusian Roti Jarak antara simpul yang sama selalu nol dan jarak antara simpul adalah bersifat simetrik atau jarak simpul A ke B sama dengan jarak simpul B ke A. Penentuan rute distribusi model CVRP adalah dengan mengunjungi setiap simpul tanpa adanya pengulangan atau setiap simpul hanya dikunjungi satu kali. Selanjutnya, dibuat tabel jarak depot ke pelanggan dan antar pelanggan dengan menggunakan google maps. Terdapat berbagai pilihan rute dalam penentuan jarak menggunakan google maps, rute 36

7 yang dipilih adalah rute dengan jarak terpendek dan tidak satu jalur, sehingga asumsi c ij = c ji berlaku. Tabel matriks jarak terlampir pada Lampiran 1. Setelah diketahui tabel jarak, maka dapat dilakukan penyelesaian model menggunakan Algoritma Genetika dengan bantuan software Matlab, dan Metode Nearest Neighbour Penyelesaian Model Menggunakan Algoritma Genetika Sebelum memulai untuk menyelesaikan model dengan Algoritma Genetika, akan diberikan beberapa contoh dari istilah penting dalam membangun penyelesaian masalah menggunakan Algoritma Genetika, yaitu sebagai berikut: 1. Gen, direpresentasikan dengan bilangan real yang masing-masing bilangan menunjukkan depot dan pelanggan-pelanggan. Contoh: Gen 0 = Depot Gen 1 = Pelanggan 1 2. Kromosom, direpresentasikan dengan gabungan dari beberapa gen. Contoh: Kromosom 1 = Individu, merupakan kromosom yang membentuk suatu rute perjalanan. Contoh: Individu 1 = Nilai fitness, inversi dari total jarak dari rute yang didapatkan atau 1/x, dimana x adalah total jarak dalam suatu rute. 5. Populasi, direpresentasikan dengan sekumpulan individu. Contoh: Individu 1 =

8 Individu 2 = Individu 3 = Individu 4 = Individu 5 = Induk, merupakan kromosom yang akan dipindah silang. 7. Anak, merupakan kromosom hasil pindah silang. 8. Generasi, menyatakan satu siklus proses evolusi atau satu iterasi dalam Algoritma Genetika. Setelah mengetahui beberapa istilah yang akan digunakan dalam Algoritma Genetika, langkah selanjutnya adalah menyelesaikan model CVRP. Berikut merupakan urutan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan CVRP dengan menggunakan Algoritma Genetika: 1. Penyandian Gen (Pengkodean) Tiap gen dalam kromosom merepresentasikan depot yang merupakan tempat awal pendistribusian dan pelanggan, dengan kata lain gen adalah simpul suatu graf. Berikut merupakan representasi gen yang ditunjukkan oleh tabel 3.1: Tabel 3.1 Representasi Gen Gen Depot/Pelanggan Gen Depot/Pelanggan 0 Depot CV. Jogja Transport 14 Toko Irma 1 Pamela 1 15 N Mart 2 Pamela 4 16 Amani MM 3 Citrouli 2 17 Betta Swalayan 38

9 Gen Depot/Pelanggan Gen Depot/Pelanggan 4 Pamela 8 18 Toko 62 5 Pamela 2 19 Ramai Mall 6 Karuma 20 HS Camilan 7 Bintaran Mart 21 Toko AFI 8 Kemkid Mart 22 Vivo Mini Market 9 Jogja Mart 23 Kios Dani Blok B2 10 WS Kotagede 24 Kantin Amanah RSI 11 Taman Siswa Mart 25 Progo 12 Sun Mart 26 Kokarda 13 TWIN 2. Membangkitkan Populasi Awal Langkah ini membangkitkan sejumlah individu secara acak sehingga membentuk satuan populasi. Satu individu terdapat 26 gen yang berisi gen dari 1 sampai 26 yang membentuk rute pendistribusian roti. Dibangkitkan beberapa rute secara acak sesuai dengan ukuran populasi menggunakan software Matlab. Script prosedur pembangkitan populasi awal terdapat pada lampiran 4. Hasil pembangkitan secara acak rute pendistribusian yang membentuk populasi pada generasi awal adalah sebagai berikut dan selengkapnya terdapat pada lampiran 5. Individu 1 = Menentukan Nilai Fitness Setelah membangkitan populasi awal, langkah selanjutnya adalah menentukan nilai fitness dari setiap individu. Setiap individu dihitung jarak totalnya, kemudian dihitung nilai fitnessnya dengan menggunakan rumus 2.8 pada bab sebelumnya. 39

10 Ditentukan nilai fitness dari setiap individu dalam populasi menggunakan software matlab. Script prosedur dan perhitungannya terdapat pada lampiran 4. Berikut merupakan nilai fitness yang didapat dari generasi awal. Tabel 3.2 Nilai Fitness Individu Populasi Awal Individu Nilai Fitness Individu Nilai Fitness 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0086 Setelah dihitung nilai fitness dari setiap individu dengan bantuan software matlab, maka didapatkan nilai fitness terbaik dari populasi awal yaitu pada individu ke-18 dengan nilai fitness sebesar 0,0114. Individu dengan nilai fitness terbaik dari populasi generasi pertama akan dipertahankan dan dibawa ke generasi selanjutnya. 4. Seleksi Langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi, yaitu pemilihan dua buah kromosom untuk dijadikan sebagai induk yang dilakukan secara proporsional sesuai dengan nilai fitness-nya untuk menentukan individu sebagai induk. Induk tersebut akan 40

11 dilakukan proses pindah silang dengan individu lain yang terpilih. Metode yang digunakan dalam proses seleksi ini adalah metode Roulette Wheel selection. Langkah dari metode ini yaitu dengan membuat interval nilai kumulatif dari nilai fitness masing masing kromosom dibagi total nilai fitness dari semua kromosom. Kemudian sebuah kromosom akan terpilih jika bilangan random yang dibangkitkan berada dalam interval kumulatifnya. Dipilih beberapa induk untuk dilakukan proses crossover dengan metode seleksi Roulette Wheel menggunakan software matlab. Induk-induk yang kemudian terpilih selengkapnya bisa dilihat pada lampiran 6 dan script prosedur seleksi terdapat pada lampiran 4. Berikut merupakan salah satu individu yang terpilih sebagai induk: Induk 1 = Individu 1 = Induk 2 = Individu 7 = Crossover (Pindah Silang) Setelah terpilih induk-induk dari proses seleksi, selanjutnya induk-induk tersebut akan dilakukan proses pindah silang. Pindah silang akan menghasilkan individu baru hasil dari 2 induk yang disebut anak. Setiap pasang induk menghasilkan sepasang anak agar proses seleksi pada generasi selanjutnya mendapatkan jumlah populasi yang sama. 41

12 Pindah silang ini diimplementasikan dengan skema order crossover. Proses pindah silang ditentukan oleh Pc (Probabilitas Crossover) antara 0,6 s/d 0,95 (Michalewicz, 1996: 35) dan nilai probabilitas pasangan induk. Setiap pasang induk akan diberikan suatu bilangan acak [0,1], jika probabilitas pasangan induk kurang dari Pc maka dilakukan pindah silang dan berlaku sebaliknya. Apabila tidak terjadi pindah silang maka anak untuk generasi berikutnya adalah induk tersebut. Berikut hasil pindah silang berupa anak menggunakan software Matlab yang selengkapnya bisa dilihat pada lampiran 7: Sebelum dilakukan pindah silang: Induk 1 = Individu 1 = Induk 2 = Individu 7 = Setelah dilakukan pindah silang, diperoleh sepasang anak sebagai berikut: Anak 1 = Anak 2 = Gen yang bercetak tebal pada masing masing anak merupakan gen inti dari masing masing induknya. Gen selain gen inti pada anak 1 diisi oleh gen dari induk 2 42

13 yang belum ada pada anak 1. Sebaliknya, gen selain gen inti pada anak 2 diisi oleh gen dari induk 1 yang belum ada pada anak Mutasi Setelah dilakukannya proses pindah silang, anak yang dihasilkan dari proses tersebut selanjutnya akan diproses ke tahap mutasi. Terdapat beberapa teknik mutasi seperti swapping mutation, inversion mutation, reciprocal exchange mutation, dan uniform mutation. Teknik mutasi yang digunakan dalam skripsi ini adalah teknik swapping mutation, karena teknik mutasi ini sangat mudah dan sederhana untuk diimplementasikan. Teknik ini diawali dengan memilih dua bilangan acak kemudian gen yang berada pada posisi bilangan acak pertama ditukar dengan gen yang berada pada bilangan acak kedua dalam probabilitas tertentu (Suyanto, 2005: 65). Proses mutasi dilakukan pada anak hasil pindah silang dengan tujuan untuk memperoleh individu baru sebagai kandidat solusi pada generasi selanjutnya dengan fitness yang lebih baik, dan akhirnya menuju solusi optimum yang diinginkan. Berikut individu hasil mutasi yang diperoleh menggunakan software Matlab dan selengkapnya terdapat pada lampiran 8: Sebelum di mutasi: Anak 1 = Anak 2 = Setelah di mutasi: 43

14 Anak 1 = Anak 2 = Elitism Setelah langkah-langkah di atas dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah membentuk populasi selanjutnya di generasi kedua, proses ini dinamakan sebagai elitism. Proses elitism bertujuan untuk menjaga agar individu bernilai fitness tertinggi tersebut tidak hilang selama proses evolusi. Proses evolusi merupakan proses Algoritma Genetika mulai dari pembentukan populasi awal hingga evaluasi nilai fitness dari populasi baru yang terbentuk. Prosedur pembentukan populasi selanjutnya terdapat dalam lampiran 4. Berikut merupakan hasil pembentukan populasi baru menggunakan software Matlab di generasi kedua yang selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9. Individu 1 = Setelah diperoleh generasi baru, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai fitness generasi baru dengan menggunakan software Matlab, hasil perhitungan fitness generasi baru selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10. Diperlukan beberapa kali percobaan dalam menerapkan Algoritma Genetika menggunakan software Matlab hingga mendapatkan nilai fitness yang optimum dan konvergen di generasi tertentu, yaitu dengan mencoba beberapa nilai ukuran populasi dan jumlah generasi yang 44

15 berbeda. Hal ini karena Algoritma Genetika akan selalu menghasilkan solusi yang berbeda dalam setiap proses seleksi. Berikut tabel percobaan dengan menggunakan beberapa nilai ukuran populasi dan jumlah generasi yang berbeda: Percobaan ke- Tabel 3.3 Hasil Percobaan Algoritma Genetika Ukuran Populasi 1 20 Jumlah Generasi Fitness Total Jarak

16 Percobaan ke- Ukuran Populasi Jumlah Generasi Fitness Total Jarak Tabel 3.3 merupakan hasil percobaan Algoritma Genetika dengan beberapa ukuran populasi random sesuai rekomendasi parameter Algoritma Genetika pada bab sebelumnya yaitu 20, 30, 40, dan 50. Jumlah iterasi yang digunakan adalah 100, 250, 500, 1000, 2500, 5000, 7500, dan Parameter yang digunakan dibuat sama yaitu dengan probabilitas crossover 0,65 dan probabilitas mutation 0,038. Probabilitas crossover sebesar 0,65 berarti peluang suatu individu akan dikenai proses crossover adalah sebesar 65%. Sedangkan probabilitas mutation sebesar 0,038 berarti peluang suatu gen akan dimutasi adalah sebesar 3,8%. Berdasarkan tabel 3.3, percobaan dengan ukuran 20 populasi menghasilkan nilai fitness terbaik yaitu sebesar 0, pada iterasi ke-7500, dengan ukuran 30 populasi nilai fitness terbaik yang dihasilkan sebesar 0, pada iterasi ke-5000, 46

17 dengan ukuran 40 populasi nilai fitness terbaik yang dihasilkan sebesar 0, pada iterasi ke-7500, sedangkan dengan ukuran 50 populasi nilai fitness terbaik yang dihasilkan sebesar 0, pada iterasi ke Dapat dilihat dari percobaan yang telah dilakukan bahwa ukuran populasi dan jumlah generasi sangat mempengaruhi solusi yang dihasilkan. Pada permasalahan ini, semakin besar jumlah generasi, maka peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal semakin tinggi, dan sebaliknya. Sedangkan ukuran populasi yang besar tidak menjamin solusi yang dihasilkan akan semakin baik. Hal ini terlihat dari tabel percobaan dengan jumlah generasi sebanyak 7500 bahwa solusi yang dihasilkan ukuran populasi paling kecil yaitu 20 lebih baik dari solusi yang dihasilkan dengan ukuran populasi yang lebih besar lainnya. Sementara dengan jumlah generasi sebanyak 2500, solusi yang dihasilkan ukuran populasi paling besar yaitu 50 lebih baik dari solusi yang dihasilkan dengan ukuran populasi yang lebih kecil lainnya. Dibutuhkan ukuran populasi yang tepat pada setiap permasalahan untuk mendapatkan solusi yang optimal. Dapat disimpulkan bahwa solusi optimal yang dihasilkan oleh setiap iterasi dapat berubah. Hal ini disebabkan karena setiap generasi yang dibentuk dari generasi sebelumnya sangat dipengaruhi oleh populasi awal, seleksi, pindah silang, dan mutasi. Sehingga di setiap proses generasi akan selalu dihasilkan solusi optimal yang berbedabeda. Proses tersebut akan selalu berulang-ulang hingga didapatkan individu dengan nilai fitness terbaik. Berdasarkan tabel 3.3 pada percobaan ke-25 dengan ukuran populasi 20 dan jumlah iterasi 7500 didapatkan nilai fitness sebesar 0, Nilai fitness tersebut 47

18 merupakan nilai fitness terbaik yang dapat dihasilkan oleh Algoritma Genetika, artinya nilai fitness yang didapatkan belum mencapai nilai fitness optimum. Nilai fitness terbaik hanya mencapai 0, dengan total jarak tempuh 34,9 km. Berikut grafik percobaan ke-25 seperti gambar 3.3: fitness fitness terbaik: fitness rata-rata: panjang jalur terbaik: ukuran populasi: 20 probabilitas mutasi: generasi Gambar 3.3 Grafik pergerakan nilai fitness Kurva pada Gambar 3.3 merupakan pergerakan nilai fitness hingga generasi ke Dan kurva yang berada dibawah merupakan pergerakan nilai rata-rata fitness dari 7500 generasi. Pergerakan nilai fitness akan semakin baik dan konstan dari generasi ke generasi dan mencapai konvergen di generasi ke-7000, untuk generasi setelah 7000 sampai generasi ke-7500 tetap, dan diperoleh nilai fitness terbaik sebesar 0, , 48

19 sehingga didapatkan solusi optimal yaitu rute dengan jarak tempuh minimum. Berikut merupakan rute yang dihasilkan pada percobaan ke-25 seperti pada tabel 3.4: Tabel 3.4 Pembagian rute percobaan ke-25 Pembagian Rute Jarak Tempuh Jumlah Permintaan 353 roti ,5 km 410 roti ,9 km 358 roti 405 roti ,7 km 393 roti 370 roti Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui solusi dari model CVRP pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport yaitu: Rute 1: , Depot Pamela 8 Pamela 2 WS Kotagede Betta Swalayan Amani MM Kios Dani Blok B2 Pamela 1 Kantin Amanah RSI Pamela 2 Taman Siswa Mart Karuma Depot. Rute 2: Depot Bintaran Mart Progo Ramai Mall N Mart Kokarda Citrouli 2 Vivo Mini Market Twin Sun Mart Toko 62 Kemkid Mart Toko Irma HS Camilan 49

20 Jogja Mart Toko Afi Depot, dengan total jarak tempuh kedua rute tersebut yaitu 39,5 km. Gambar 3.4 Rute Pendistribusian dengan Algoritma Genetika Keterangan: : Rute 1 : Rute Penyelesaian Model Menggunakan Metode Nearest Neighbour Metode ini memilih pelanggan yang layak untuk dirangkai menjadi rute adalah pelanggan yang paling dekat dengan lokasi pelanggan yang terakhir kali dikunjungi. Penentuan pelanggan tersebut didasari dari data Matriks Jarak (Lampiran 3). Kemudian rute yang terbentuk, akan diuji kelayakannya berdasarkan kapasitas angkut sepeda 50

21 motor (q). Berikut langkah-langkah pembentukan rute pendistribusian roti dengan Metode Nearest Neighbour. 1. Pembentukan Rute Pertama (k = 1) Pada pembentukan rute pertama, sales mengawali perjalanan dari depot CV. Jogja Transport (0) kemudian pelanggan berturut-turut dilayani sesuai dengan kapasitas angkut maksimum kendaraan (q maks = 420) hingga mengakhiri perjalanan kembali ke depot. Adapun langkah-langkah pembentukan rute pertama sebagai berikut: a. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot (0), maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 0. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 0 adalah pelanggan 21 dengan jarak 0,4 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut 5 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 21 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. b. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 21, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 21. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 21 adalah pelanggan 4 dengan jarak 0,9 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 50 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 4 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. 51

22 c. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 4, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 4. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 4 adalah pelanggan 6 dengan jarak 1,3 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 100 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 6 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. d. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 6, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 6. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 6 adalah pelanggan 11 dengan jarak 0,9 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 135 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 11 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. e. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 11, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 11. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 11 adalah pelanggan 7 dengan jarak 0,8 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 140 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan 52

23 pelanggan 7 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. f. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 7, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 7. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 7 adalah pelanggan 25 dengan jarak 1 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 175 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 25 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. g. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 25, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 25. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 25 adalah pelanggan 19 dengan jarak 0,9 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 215 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 19 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. h. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 19, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 19. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 19 adalah pelanggan 18 53

24 dengan jarak 0,7 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 228 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 18 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. i. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 18, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 18. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 18 adalah pelanggan 8 dengan jarak 0,6 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 273 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 8 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. j. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 8, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 8. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 8 adalah pelanggan 12 dengan jarak 0,6 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 285 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 12 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. 54

25 k. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 12, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 12. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 12 adalah pelanggan 15 dengan jarak 0,7 km. Dengan demikian rute yang terbentuk dengan kapasitas angkut = 310 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 15 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. l. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 15, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 15. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 15 adalah pelanggan 26 dengan jarak 2 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 360 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 26 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. m. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 26, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 26. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 26 adalah pelanggan 3 dengan jarak 0,9 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi

26 dengan kapasitas angkut = 400 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 3 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. n. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 3, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 3. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 3 adalah pelanggan 22 dengan jarak 1,8 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 435 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 22 masuk dalam kategori tidak layak, sehingga perlu dipilih pelanggan lain yang paling dekat dengan 3 dan jumlah permintaannya jika digabung tidak melebihi q maks. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 2) dan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2), pelanggan yang paling dekat dengan 3 dan jumlah permintaannya jika digabung tidak melebihi q maks adalah pelanggan 23 dengan jarak 3,9 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 410 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 23 56

27 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. o. Pada langkah ini, karena lokasi terakhir yang dikunjungi sales adalah pelanggan 23, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 23. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 23 adalah pelanggan 16 dengan jarak 0,6 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 420 buah roti = q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q = q maks, maka pemilihan pelanggan 16 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak dan tidak dapat disisipi pelanggan lagi. Dengan demikian rute pertama yang terbentuk adalah Total jarak yang ditempuh pada rute pertama adalah 20 km dengan melayani 15 pelanggan. Dengan demikian, pelanggan yang belum dilayani ada sebanyak 11 pelanggan. Oleh karena masih terdapat pelanggan yang belum dilayani, maka akan dibentuk rute kedua sebagai berikut. 2. Pembentukan Rute Kedua (k = 2) Pada pembentukan rute kedua, sales mengawali perjalanan dari depot CV. Jogja Transport (0) kemudian pelanggan berturut-turut dilayani sesuai dengan kapasitas angkut maksimum kendaraan (q maks = 420) hingga mengakhiri perjalanan kembali ke depot. Adapun langkah-langkah pembentukan rute kedua sebagai berikut: 57

28 a. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot (0), maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 0. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 0 adalah pelanggan 2 dengan jarak 2 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut 45 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 2 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. b. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 2, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 2. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 2 adalah pelanggan 10 dengan jarak 1.4 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 75 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 10 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. c. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 10, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 10. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 10 adalah pelanggan 17 dengan jarak 0.8 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 90 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 17 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. 58

29 d. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 17, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 17. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 17 adalah pelanggan 24 dengan jarak 2.1 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 103 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 24 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. e. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 24, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 24. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 24 adalah pelanggan 5 dengan jarak 0.5 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 148 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 5 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. f. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 5, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 5. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 5 adalah pelanggan 1 dengan jarak 1.5 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 203 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 1 59

30 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. g. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 1, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 1. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 1 adalah pelanggan 22 dengan jarak 4.6 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 240 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 22 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. h. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 22, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 22. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 22 adalah pelanggan 13 dengan jarak 2 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 280 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 13 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. i. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 13, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 13. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 13 adalah pelanggan 14 dengan jarak 4.4 km. 60

31 Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 288 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 14 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. j. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 14, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 14. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 14 adalah pelanggan 20 dengan jarak 2.1 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 293 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 20 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. k. Pada langkah ini, karena sales mengawali perjalanan dari depot 20, maka dipilih pelanggan yang paling dekat dengan 20. Berdasarkan Matriks Jarak (Lampiran 3), pelanggan yang paling dekat dengan 20 adalah pelanggan 9 dengan jarak 2.2 km. Dengan demikian rute yang terbentuk menjadi dengan kapasitas angkut = 343 buah roti q maks berdasarkan Tabel Data Permintaan (Lampiran 2). Oleh karena q q maks, maka pemilihan pelanggan 0 masuk dalam kategori layak, sehingga rute dianggap layak. 61

32 Semua pelanggan telah dilayani pada tahap ini, dengan demikian pembentukan rute kedua selesai. Adapun rute kedua yang terbentuk adalah dengan total jarak yang ditempuh sejauh 25,9 km. Dari perhitungan yang telah dilakukan menggunakan Metode Nearest Neighbour, permasalahan proses pendistribusian roti di CV. Jogja Transport menghasilkan 2 rute sebagai berikut: Rute 1: Depot Toko Afi Pamela 8 Karuma Taman Siswa Mart Bintaran Mart Progo Ramai Mall Toko 62 Kemkid Mart Sun Mart N Mart Kokarda Citrouli 2 Kios Dani Blok B2 Amani MM Depot, dengan total jarak tempuh 20 km dan mengangkut 420 buah roti. Rute 2: Depot Pamela 4 WS Kotagede Betta Swalayan Kantin Amanah RSI Pamela 2 Pamela 1 Vivo Mini Market Twin Toko Irma HS Camilan Jogja Mart Depot, dengan total jarak tempuh 25,9 km dan mengangkut 343 buah roti. Gambar 3.5 Rute Pendistribusian dengan Metode Nearest Neighbour 62

33 Keterangan: : Rute 1 : Rute 2 Adapun rekapitulasi hasil penyelesaian masalah menggunakan Metode Nearest Neighbour sebagai berikut: Tabel 3.5 Hasil Penyelesaian Model dengan Metode Nearest Neighbour No. 1 2 Rute Jarak (km) Roti Terangkut Penggunaan Kapasitas Kendaraan Angkut % 25, ,67% Pada Tabel 3.5, pembentukan rute menggunakan Metode Nearest Neighbour menghasilkan 2 rute. Rute pertama melayani 15 pelanggan dan menempuh perjalanan sejauh 20 km dengan mengangkut 420 buah roti. Rute kedua melayani 11 pelanggan dan menempuh perjalanan sejauh 25,9 km dengan mengangkut 343 buah roti. Tabel 3.5 juga menunjukkan bahwa rute yang dibentuk menggunakan Metode Nearest Neighbour masih kurang efektif dalam hal jarak tempuh. Hal tersebut dikarenakan Metode Nearest Neighbour lebih mengoptimalkan kapasitas kendaraan. Artinya, jika setiap rute memaksimalkan kapasitas kendaraan, maka jarak tempuhnya tidak akan optimal karena terdapat beberapa pelanggan terdekat yang tidak masuk ke dalam rute karena jumlah permintaannya melebihi sisa kapasitas. Sebagai contoh pada rute ke 1, pelanggan yang terdekat dengan pelanggan 3 adalah pelanggan 22, namun 63

34 karena jumlah permintaan pelanggan 22 melebihi sisa kapasitas kendaraan, maka dipilih pelanggan terdekat lain yang jumlah permintaannya memenuhi sisa kapasitas kendaraan, yaitu pelanggan 23 dengan jarak yang lebih jauh dibanding pelanggan 22. Oleh karena itu, keefektifitasan jarak tempuh dalam Metode Nearest Neighbour sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan pelanggan dan sisa kapasitas kendaraan angkut. 3.3 Perbandingan Penyelesaian Model menggunakan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour Perbandingan penyelesaian model, dalam hal ini rute pendistribusian yang diperoleh menggunakan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour, ditunjukkan dalam Tabel 3.6 sebagai berikut: Tabel 3.6 Perbandingan rute yang diperoleh menggunakan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour Metode Algoritma Genetika Kendaraan 1 Kendaraan 2 Rute Total Jarak Tempuh Permintaan 14,4 km 353 roti 25,1 km 410 roti Metode Nearest Neighbour Kendaraan Kendaraan km 420 roti 25,9 km 343 roti 64

35 Tabel 3.6 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, Algoritma Genetika menghasilkan total jarak tempuh yang lebih baik dibandingkan dengan Metode Nearest Neighbour. Algoritma Genetika menghasilkan total jarak tempuh 39,5 km. Sedangkan Metode Nearest Neighbour menghasilkan total jarak tempuh 45,9 km. Namun jika dilihat dari keefektifitasan kendaraan dalam memuat permintaan roti, Metode Nearest Neighbour lebih unggul dari Algoritma Genetika pada permasalahan ini. Metode Nearest Neighbour memiliki tingkat kefektifitasan kendaraan angkut tertinggi sebesar 100% atau dapat memuat 420 roti dari maksimum 420 roti kapasitas kendaraan, sedangkan Algoritma Genetika memiliki tingkat kefektifitasan kendaraan angkut tertinggi sebesar 97,6% atau dapat memuat 410 roti dari maksimum 420 roti kapasitas kendaraan. Hal ini dikarenakan Metode Nearest Neighbour lebih mengoptimalkan kapasitas kendaraan. Artinya, jika setiap rute memaksimalkan kapasitas kendaraan, maka jarak tempuhnya tidak akan optimal karena terdapat beberapa pelanggan terdekat yang tidak masuk ke dalam rute karena jumlah permintaannya melebihi sisa kapasitas. Jadi penyelesaian model yang diperoleh menggunakan Algoritma Genetika lebih baik dalam segi jarak jika dibandingkan dengan Metode Nearest Neighbour dalam menyelesaikan Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP). Namun Metode Nearest Neighbour lebih baik dalam tingkat kefektifitasan kendaraan dalam memuat permintaan roti. 65

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DAN NEAREST NEIGHBOUR PADA PENDISTRIBUSIAN ROTI

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DAN NEAREST NEIGHBOUR PADA PENDISTRIBUSIAN ROTI 52 Jurnal Matematika Vol 6 No 2 Tahun 2017 PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DAN NEAREST NEIGHBOUR PADA PENDISTRIBUSIAN ROTI SOLUTION OF CAPACITATED VEHICLE

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai model matematika pada pendistribusian raskin di Kota Yogyakarta, penyelesaian model matematika tersebut menggunakan algoritma genetika serta perbandingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan beberapa teori pendukung untuk pembahasan selanjutnya. 2.1. Distribusi Menurut Chopra dan Meindl (2010:86), distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan barang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DAN NEAREST NEIGHBOUR PADA PENDISTRIBUSIAN ROTI DI CV.

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DAN NEAREST NEIGHBOUR PADA PENDISTRIBUSIAN ROTI DI CV. PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DAN NEAREST NEIGHBOUR PADA PENDISTRIBUSIAN ROTI DI CV. JOGJA TRANSPORT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Data Alamat Pelanggan Sandwich Sari Roti di Kota Yogyakarta.

Data Alamat Pelanggan Sandwich Sari Roti di Kota Yogyakarta. Lampiran 1 Data Alamat Pelanggan Sandwich Sari Roti di Kota Yogyakarta. Pelanggan Alamat 0 Depot Jl. SMP 10, Bangunharjo, Bantul 1 Pamela 1 Jl. Kusumanegara No.141, Umbulharjo, Yogyakarta 2 Pamela 4 Jl.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Galon. Air Mineral di PT Artha Envirotama (Evita) Sleman

BAB III PEMBAHASAN. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Galon. Air Mineral di PT Artha Envirotama (Evita) Sleman BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini, dibahas mengenai model matematika dari pendistribusian galon air mineral dan penyelesaiannya dengan algoritma genetika menggunakan order crossover dan cycle crossover.

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Model Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) untuk Optimasi Rute

BAB III PEMBAHASAN. A. Model Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) untuk Optimasi Rute BAB III PEMBAHASAN A. Model Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) untuk Optimasi Rute Distribusi Gula di Pabrik Gula Yogyakarta Alur pendistribusian gula dimulai dari pemesanan gula yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Menyajikan data permintaan daging ayam di PT Ciomas Adisatwa pada hari Senin

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Menyajikan data permintaan daging ayam di PT Ciomas Adisatwa pada hari Senin BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan metode Clarke and Wright Saving dan Algoritma Genetika pada pendistribusian daging ayam di PT Ciomas Adisatwa 4.1. Pendistribusian Ayam

Lebih terperinci

GENETIKA UNTUK MENENTUKAN RUTE LOPER KORAN DI AGEN SURAT KABAR

GENETIKA UNTUK MENENTUKAN RUTE LOPER KORAN DI AGEN SURAT KABAR MULTI TRAVELING SALESMAN PROBLEM (MTSP) DENGAN ALGORITMA Abstrak GENETIKA UNTUK MENENTUKAN RUTE LOPER KORAN DI AGEN SURAT KABAR Oleh : Fitriana Yuli Saptaningtyas,M.Si. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. algoritma genetika pada penyelesaian capacitated vehicle routing problem (CVRP)

BAB IV PENUTUP. algoritma genetika pada penyelesaian capacitated vehicle routing problem (CVRP) BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai penerapan algoritma sweep dan algoritma genetika pada penyelesaian capacitated vehicle routing problem (CVRP) untuk distribusi gula di Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DENGAN VARIASI SELEKSI DALAM PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DENGAN VARIASI SELEKSI DALAM PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DENGAN VARIASI SELEKSI DALAM PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS (CVRPTW) UNTUK OPTIMASI RUTE PENDISTRIBUSIAN RASKIN DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DENGAN VARIASI CROSSOVER

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DENGAN VARIASI CROSSOVER SKRIPSI IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DENGAN VARIASI CROSSOVER DALAM PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS (CVRPTW) PADA PENDISTRIBUSIAN AIR MINERAL DI PT ARTHA ENVIROTAMA

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan dalam penelitian yaitu teori graf, vehicle routing problem (VRP),

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan dalam penelitian yaitu teori graf, vehicle routing problem (VRP), BAB II KAJIAN TEORI Secara umum, pada bab ini membahas mengenai kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu teori graf, vehicle routing problem (VRP), capacitated vehicle routing problem with time

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI DAGING AYAM MENGGUNAKAN METODE CLARKE AND WRIGHT SAVINGS

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI DAGING AYAM MENGGUNAKAN METODE CLARKE AND WRIGHT SAVINGS Penentuan Rute Distribusi... (Andira Pratiwi Kusumawardani)1 PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI DAGING AYAM MENGGUNAKAN METODE CLARKE AND WRIGHT SAVINGS DAN ALGORITMA GENETIKA DETERMINATION OF CHICKEN DISTRIBUTION

Lebih terperinci

BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN

BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN BAB III MODEL DAN TEKNIK PEMECAHAN III.1. Diskripsi Sistem Sistem pendistribusian produk dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan permasalahan vehicle routing problem (VRP). Berikut ini adalah gambar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berbeda di, melambangkan rusuk di G dan jika adalah. a. dan berikatan (adjacent) di. b. rusuk hadir (joining) simpul dan di

BAB II KAJIAN TEORI. berbeda di, melambangkan rusuk di G dan jika adalah. a. dan berikatan (adjacent) di. b. rusuk hadir (joining) simpul dan di 1. Teori graf BAB II KAJIAN TEORI 1. Definisi Graf G membentuk suatu graf jika terdapat pasangan himpunan ) )), dimana ) (simpul pada graf G) tidak kosong dan ) (rusuk pada graf G). Jika dan adalah sepasang

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada Bab II yaitu masalah ditribusi, graf, Travelling Salesman Problem (TSP), Vehicle Routing Problem (VRP),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. digunakan dalam penelitian ini yaitu graf, vehicle routing problem (VRP),

BAB II KAJIAN PUSTAKA. digunakan dalam penelitian ini yaitu graf, vehicle routing problem (VRP), BAB II KAJIAN PUSTAKA Secara umum, pada bab ini akan dibahas mengenai kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu graf, vehicle routing problem (VRP), capacitated vehicle routing problem with

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Lampiran 1 Matriks jarak antara simpul dengan depot dan antar simpul. Lampiran 2 Iterasi Clarke and Wright Savings pada hari Senin

Lampiran 1 Matriks jarak antara simpul dengan depot dan antar simpul. Lampiran 2 Iterasi Clarke and Wright Savings pada hari Senin LAMPIRAN 1 Lampiran 1 Matriks jarak antara simpul dengan depot dan antar simpul Tabel 1 Matriks jarak antara simpul dengan depot dan antar simpul Lampiran 2 Iterasi Clarke and Wright Savings pada hari

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika Rozak Arief Pratama 1, Esmeralda C. Djamal, Agus Komarudin Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 265 274. ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Abdul Azis, Bayu Prihandono, Ilhamsyah INTISARI Optimasi

Lebih terperinci

OPTIMASI JALUR TRANSPORTASI PRODUK HOUSING CLUTCH DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA PADA PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PLANT CAKUNG

OPTIMASI JALUR TRANSPORTASI PRODUK HOUSING CLUTCH DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA PADA PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PLANT CAKUNG OPTIMASI JALUR TRANSPORTASI PRODUK HOUSING CLUTCH DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA PADA PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PLANT CAKUNG Disusun Oleh : Nama : Mochammad Brananta Arya Lasmono NPM : 34412653

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penelitian yaitu optimasi, graf, traveling salesman problem (TSP), vehicle

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penelitian yaitu optimasi, graf, traveling salesman problem (TSP), vehicle BAB II KAJIAN TEORI Secara umum, pada bab ini membahas mengenai kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu optimasi, graf, traveling salesman problem (TSP), vehicle routing problem (VRP), capacitated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat berpendapatan rendah merupakan program nasional dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Matriks jarak tempuh awal dan tujuan distribusi surat kabar Kedaulatan Rakyat di wilayah Kabupaten Sleman (satuan km)

Lampiran 1 Matriks jarak tempuh awal dan tujuan distribusi surat kabar Kedaulatan Rakyat di wilayah Kabupaten Sleman (satuan km) LAMPIRAN 83 Lampiran 1 Matriks jarak tempuh awal dan tujuan distribusi surat kabar Kedaulatan Rakyat di wilayah Kabupaten Sleman (satuan km) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0 0 11.9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu perusahaan karena penurunan biaya transportasi dapat

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN Jurnal Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 201 210. ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Cindy Cipta Sari, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya kegiatan atau aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian BAB III PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembentukan portofolio optimum menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD)

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI JALUR PENDISTRIBUSIAN KERAMIK PADA PT. CHANG JUI FANG

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI JALUR PENDISTRIBUSIAN KERAMIK PADA PT. CHANG JUI FANG IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI JALUR PENDISTRIBUSIAN KERAMIK PADA PT. CHANG JUI FANG Adnan Buyung Nasution 1 1,2 Sistem Infomasi, Tehnik dan Ilmu Komputer, Universitas Potensi Utama 3 Universitas

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION Samuel Lukas 1, Toni Anwar 1, Willi Yuliani 2 1) Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Pencarian Rute Terpendek untuk Pengoptimalan Ditribusi Sales Rokok Gudang Garam di kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember Menggunakan Algoritma Genetika

Pencarian Rute Terpendek untuk Pengoptimalan Ditribusi Sales Rokok Gudang Garam di kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember Menggunakan Algoritma Genetika Pencarian Rute Terpendek untuk Pengoptimalan Ditribusi Sales Rokok Gudang Garam di kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember Menggunakan Algoritma Genetika Priza Pandunata, Rachmad Agung Bagaskoro, Agung Ilham

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A Algoritma Genetika [5]

T I N J A U A N P U S T A K A Algoritma Genetika [5] Algoritma Genetika [5] Fitness adalah nilai yang menyatakan baik-tidaknya suatu jalur penyelesaian dalam permasalahan TSP,sehingga dijadikan nilai acuan dalam mencari jalur penyelesaian optimal dalam algoritma

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERSOALAN PEDAGANG KELILING (TSP)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERSOALAN PEDAGANG KELILING (TSP) Abstrak PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERSOALAN PEDAGANG KELILING (TSP) Aulia Fitrah 1, Achmad Zaky 2, Fitrasani 3 Program Studi Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang berjudul Evolution Strategies

BAB I PENDAHULUAN an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang berjudul Evolution Strategies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teori graf sangat pesat dari tahun ke tahun, pada tahun 1960-an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan dalam penelitian yaitu graf, vehicle routing problem (VRP),

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan dalam penelitian yaitu graf, vehicle routing problem (VRP), BAB II KAJIAN TEORI Secara umum, pada bab ini membahas mengenai kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu graf, vehicle routing problem (VRP), capacitated vehicle routing problem (CVRP), metode

Lebih terperinci

Jl. Ahmad Yani, Pontianak Telp./Fax.: (0561)

Jl. Ahmad Yani, Pontianak Telp./Fax.: (0561) APLIKASI PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENGGUNAKANALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: Pencarian Rute Terpendek untuk Pemadam Kebakaran di Wilayah Kota Pontianak) [1] Putri Yuli Utami, [2] Cucu Suhery, [3] Ilhamsyah

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI

4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI 24 4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI 4.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kegiatan distribusi roti Sari Roti di daerah Bekasi dan sekitarnya yang dilakukan setiap

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE ROULLETE WHELL SELECTION DALAM OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT FASTRA BUANA YOGYAKARTA

ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE ROULLETE WHELL SELECTION DALAM OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT FASTRA BUANA YOGYAKARTA ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE ROULLETE WHELL SELECTION DALAM OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT FASTRA BUANA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Vol. 14, No. 1, 19-27, Juli 2017 Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Jusmawati Massalesse dan Muh. Ali Imran Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

Optimalisasi Rute Distribusi Bbm di Terminal BBM Boyolali MOR IV menggunakan Algoritma Genetika

Optimalisasi Rute Distribusi Bbm di Terminal BBM Boyolali MOR IV menggunakan Algoritma Genetika Optimalisasi Rute Distribusi Bbm di Terminal BBM Boyolali MOR IV menggunakan Algoritma Genetika Muhammad Ghani Fadhlurrahman 1, Nikenasih Binatari 2 Program Studi Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik ysng didasarkan atas mekanisme seleksi alami dan genetika alami (Suyanto, 2014). Adapun konsep dasar

Lebih terperinci

OPTIMASI RUTE SEORANG LOPER KORAN DI FIDI AGENCY MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA METODE SELEKSI RANKING SKRIPSI

OPTIMASI RUTE SEORANG LOPER KORAN DI FIDI AGENCY MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA METODE SELEKSI RANKING SKRIPSI OPTIMASI RUTE SEORANG LOPER KORAN DI FIDI AGENCY MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA METODE SELEKSI RANKING SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

Penentuan Rute Kendaraan dalam Pendistribusian Beras Bersubsidi Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus Perum Bulog Sub Divre Cirebon) *

Penentuan Rute Kendaraan dalam Pendistribusian Beras Bersubsidi Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus Perum Bulog Sub Divre Cirebon) * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.01 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Penentuan Kendaraan dalam Pendistribusian Beras Bersubsidi (Studi Kasus Perum

Lebih terperinci

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA LAPORAN TUGAS BESAR ARTIFICIAL INTELLEGENCE KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA Disusun Oleh : Bayu Kusumo Hapsoro (113050220) Barkah Nur Anita (113050228) Radityo Basith (113050252) Ilmi Hayyu

Lebih terperinci

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Muhammad Abdy* 1, Maya Sari Wahyuni* 2, Nur Ilmi* 3 1,2,3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Makassar e-mail: * 1 m.abdy@unm.ac.id,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming 4 II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memahami permasalahan yang berhubungan dengan penentuan rute optimal kendaraan dalam mendistribusikan barang serta menentukan solusinya maka diperlukan beberapa konsep teori

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) Yayun Hardianti 1, Purwanto 2 Universitas Negeri Malang E-mail: yayunimoet@gmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA. Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Disusun oleh: Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, PENS ITS Surabaya 2003 Algoritma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Optimasi Optimasi adalah salah satu ilmu dalam matematika yang fokus untuk mendapatkan nilai minimum atau maksimum secara sistematis dari suatu fungsi, peluang maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan tugas akhir ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian penjadwalan, algoritma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

Tabel Data Pendistribusian Raskin di Wilayah Kota Yogyakarta. No Kecamatan Kelurahan Banyak Keluarga

Tabel Data Pendistribusian Raskin di Wilayah Kota Yogyakarta. No Kecamatan Kelurahan Banyak Keluarga Lampiran 1 Tabel Data Pistribusian Raskin di Wilayah Kota Yogyakarta Raskin No Kecamatan Kelurahan Banyak Keluarga Jumlah Beras (kg) 1 Tegalrejo Bener 266 3.990 2 Kricak 750 11.250 3 Karangwaru 377 5.655

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS. Saparua. Kep. Tenggara. Gambar 4.1 Wilayah studi

BAB IV STUDI KASUS. Saparua. Kep. Tenggara. Gambar 4.1 Wilayah studi BAB IV STUDI KASUS 4.1 DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN Wilayah kajian merupakan wilayah kepulauan yang berlokasi di propinsi Maluku. Pusat kegiatan akan diwakili oleh masing-masing pelabuhan di wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana :

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Graph Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana : V(G) adalah sebuah himpunan terhingga yang tidak kosong ( non empty finite set) yang elemennya disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic programming dan algoritma genetika.

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MASALAH

BAB IV ANALISIS MASALAH BAB IV ANALISIS MASALAH 4.1 Tampilan Program Persoalan TSP yang dibahas pada tugas akhir ini memiliki kompleksitas atau ruang solusi yang jauh lebih besar dari TSP biasa yakni TSP asimetris dan simetris.

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning

ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning ALGORITMA GENETIKA Suatu Alternatif Penyelesaian Permasalahan Searching, Optimasi dan Machine Learning Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya PENS-ITS Surabaya 2003 Algoritma Genetika Algoritma

Lebih terperinci

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika M. Syafrizal, Luh Kesuma Wardhani, M. Irsyad Jurusan Teknik Informatika - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Mohamad Subchan STMIK Muhammadiyah Banten e-mail: moh.subhan@gmail.com ABSTRAK: Permasalahan pencarian rute terpendek dapat

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pada saat sekarang ini, setiap perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lainnya, harus bisa membuat semua lini proses bisnis perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah transportasi merupakan aspek penting dalam kehidupan seharihari. Transportasi juga merupakan komponen yang sangat penting dalam manajemen logistik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR Karels, Rheeza Effrains 1), Jusmawati 2), Nurdin 3) karelsrheezaeffrains@gmail.com

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II dalam penelitian ini terdiri atas vehicle routing problem, teori lintasan dan sirkuit, metode saving matriks, matriks jarak, matriks penghematan, dan penentuan urutan konsumen.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai tempat, sering menjadi masalah dalam dunia industri sehari-hari. Alokasi produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA DEDI HARIYANTO

PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA DEDI HARIYANTO PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA DEDI HARIYANTO DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Bab II Konsep Algoritma Genetik Bab II Konsep Algoritma Genetik II. Algoritma Genetik Metoda algoritma genetik adalah salah satu teknik optimasi global yang diinspirasikan oleh proses seleksi alam untuk menghasilkan individu atau solusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien karena akan melewati rute yang minimal jaraknya,

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien karena akan melewati rute yang minimal jaraknya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Distribusi merupakan proses penyaluran produk dari produsen sampai ke tangan masyarakat atau konsumen. Kemudahan konsumen dalam mendapatkan produk yang diinginkan menjadi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Info Artikel UJM 2 (2) (2013) UNNES Journal of Mathematics http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Firar Anitya Sari,

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN RUTE PENDISTRIBUSIAN ICE TUBE MENGGUNAKAN METODE NEAREST NEIGHBOUR DAN GENETIC ALGORITHM *

USULAN PERBAIKAN RUTE PENDISTRIBUSIAN ICE TUBE MENGGUNAKAN METODE NEAREST NEIGHBOUR DAN GENETIC ALGORITHM * Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas No.04 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 205 USULAN PERBAIKAN RUTE PENDISTRIBUSIAN ICE TUBE MENGGUNAKAN METODE NEAREST NEIGHBOUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini

BAB II KAJIAN TEORI. untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini BAB II KAJIAN TEORI Pembahasan pada bagian ini akan menjadi dasar teori yang akan digunakan untuk membahas bab berikutnya. Dasar teori yang akan dibahas pada bab ini adalah optimisasi, fungsi, pemrograman

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Umum Optimasi Optimasi merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu bentuk struktur yang aman dalam segi perencanaan dan menghasilkan struktur yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN SAVING MATRIKS, SEQUENTIAL INSERTION, DAN NEAREST NEIGHBOUR DI VICTORIA RO

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN SAVING MATRIKS, SEQUENTIAL INSERTION, DAN NEAREST NEIGHBOUR DI VICTORIA RO Penyelesaian Capacitated Vehicle (Marchalia Sari A) 1 PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN SAVING MATRIKS, SEQUENTIAL INSERTION, DAN NEAREST NEIGHBOUR DI VICTORIA RO SOLVING CAPACITATED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah berkembangnya AI (Artifical Intelligence), banyak sekali ditemukan sejumlah algoritma yang terinspirasi dari alam. Banyak persoalan yang dapat diselesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Persoalan TSP merupakan salah satu persoalan optimasi kombinatorial (kombinasi permasalahan). Banyak permasalahan yang dapat direpresentasikan

Lebih terperinci