penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMASI SUBSTITUSI PENGGUNAAN MINYAK TANAH UNTUK KEBUTUHAN MEMASAK PADA SEKTOR RUMAH TANGGA DENGAN METODE LINEAR PROGRAMMING ARI DWI FUJI YANTI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu energi penting yang dibutuhkan dalam

IV. METODE PENELITIAN

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data.

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

VI. SIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

Dualitas Dalam Model Linear Programing

BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik dalam era globalisasi ini merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

LINDO. Lindo dapat digunakan sampai dengan 150 kendala dan 300 variabel

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

III. METODE PENELITIAN

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

Dasar-dasar Optimasi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

OPERATION RESEARCH-1

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

Versi 27 Februari 2017

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

PENDAHULUAN. Sumber : OPEC dalam Nasrullah (2009) Gambar 1 Perkembangan harga minyak dunia.

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Dualitas Dalam Model Linear Programing

Formulasi dengan Lindo. Dasar-dasar Optimasi. Hasil dengan Lindo 1. Hasil dengan Lindo 2. Interpretasi Hasil. Interpretasi Hasil.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

VI. METODE PENELITIAN

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal dan

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN. = tujuan atau target yang ingin dicapai. = jumlah unit deviasi yang kekurangan ( - ) terhadap tujuan (b m )

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pemrograman Linier (Linear Programming) Materi Bahasan

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

BAB 1 PENDAHULUAN. energi perlu dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Disisi lain

Analisis Input-Output (I-O)

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

VI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN TUNGKU SEKAM

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Persoalan Penggunaan Energi Memasak Dari komposisi penggunaan energi yang ditampilkan pada Gambar 1, terlihat energi yang paling banyak digunakan dalam rumah tangga untuk memasak adalah kayu bakar (80%). Kemudian diikuti 18% penggunaan minyak tanah. GsK 0,0% BBt 0,0% KyB 79,7% List 0,4% LPG 1,6% MT 18,2% Gambar 1 Penggunaan Energi Final Untuk Memasak Pada Rumah Tangga Tahun 2005 Sedangkan penggunaan LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota masih sangat rendah. Bahkan jika dikumulatifkan keempat energi ini masih dibawah 5 % dari total pengunaan. Rincian Penggunaan Energi 2005 Berdasarkan asumsi yang telah dijelaskan pada asumsi dasar data maka berikut konsumsi atau penggunaan energi pada rumah tangga pada Tahun 2005. Dan berikut juga ditampilkan produksi energi yang dialoksikan untuk memasak pada rumah tangga : Tabel 5 Konsumsi dan Produksi Energi pada Rumah Tangga Tahun 2005 ENERGI KONSUMSI PRODUKSI Minyak Tanah MT (Masak) LPG Listrik LIST(Masak) Briket Batubara Gas Kota Kayu Bakar 59.459.394 SBM 42.341.850 SBM 10.031.277,4 KL 51.016.160 SBM 33.898.616 SBM 8.606.836,1 KL 4.462.117 SBM 11.585.606 SBM 523.440,0 TON 25.246.557 SBM 37.678.352 SBM 41.185.247,9 MWh 1.035.108 SBM 13.466.904 SBM 1.688.595,2 MWh 90.440 SBM 100.556 SBM 25.377,4 TON 118.608 SBM 121.590 SBM 18.826.666,7 M3 223.060.198 SBM - 97.071.325,1 TON Perhitungan Biaya Penggunaan Energi Biaya penggunaan energi untuk memasak pada rumah tangga adalah total biaya penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Z = MT.C MT + LPG.C LPG + BBt.C BBt + List.C List + GsK.C GsK + KyB.C KyB + IMT.C IMT + ILPG.C ILPG + NBBt.C NBBt dimana : Z=ΣC i : Total Biaya Penggunaan Energi C i : Biaya Penggunaan Energi-i per Satuan MT : Penggunaan Minyak Tanah LPG : Penggunaan LPG BBt : Penggunaan Briket Batubara List : Penggunaan Listrik GsK : Penggunaan Gas Kota KyB : Penggunaan Kayu Bakar IMT : Penggunaan Minyak Tanah Impor ILPG : Penggunaan LPG Impor NBBt : Penggunaan Briket Batubara yang baru (New BBt) Adapun rincian perhitungan biaya penggunaan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan berikut ringkasan hasil akhir perhitungan biaya penggunaan untuk masing-masing energi : Tabel 6 Harga Jual Energi dan Biaya Penggunaannya i Satuan Harga Jual Produsen Biaya Penggunaan PP_i/Satuan C_i/Satuan C_i/SBM MT RP/Ltr 6.480,0 7.817,7 1.318.903,2 MTSubs RP/Ltr 2.061,0 2.514,9 424.278 LPG Rp/Kg 4.250,0 5.290,5 620.613 LIST Rp/KWh 970,00 1.003,0 1.636.175 ListSubs Rp/KWh 563,05 596,0 972.309 BBt Rp/Kg 1.300,0 1.576,7 442.412 GsK Rp/M3 1.150,0 1.406,0 223.167 KyB Rp/Kg 300,0 302,2 131.500 IMT RP/Ltr 4.194,3 4.648,2 784.190 ILPG Rp/Kg 5.690,9 6.731,4 789.639 NBBt Rp/Kg 1.300,0 1.576,7 442411,658 Kebutuhan Energi Useful Kebutuhan Energi Useful (EU) untuk memasak adalah energi yang benar-benar digunakan untuk memasak sehingga perhitungannya diperoleh dari perkalian energi yang digunakan dengan efisiensi alat memasaknya. Untuk mengetahui energi useful pada tahun tertentu maka energi yang digunakan adalah jumlah penggunaannya pada tahun tersebut. Berikut ilustrasi perhitungan kebutuhan energi useful untuk Tahun 2005 : Kebutuhan EU Tahun 2005 = 0,4 MT 0 + 0,62 LPG 0 + 0,65 List 0 + 0,25 BBt 0 + 0,60 GsK 0 + 0,125 KyB 0 = 51.822.100 SBM Keterangan : (i) Indeks 0 menunjukan penggunaan Tahun 2005 (ii) Impor Tahun 2005 sudah diperhitungkan pada penggunaan domestiknya 7

Adapun hasil perhitungan kebutuhan EU untuk Tahun 1993-2005 terlampir pada Lampiran 5. Pendugaan Kebutuhan Energi Useful Dari data penduduk dan pemakaian energi final pada rumah tangga dari Tahun 1993-2005 dilakukan analisis regresi linier sederhana. Sehingga kebutuhan energi useful di duga melalui persamaan berikut : EU Thn x = α + βpenduduk... (1) dimana: EU Thn-x : Kebutuhan Energi Useful untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun-x (SBM) : Intersep α Penduduk : Jumlah Penduduk Tahun-x (Jiwa) β : Koefisien Penduduk Berikut ini output analisis regresi tersebut : Dari hasil analisis regresi model didapat model berikut: EU Tahun-x = - 43626983 + 0,437 Penduduk Tahun-x Nilai-p pada uji kedua parameter regresi yang kurang dari 5%, menunjukkan intersep(α) dan Penduduk(β) memiliki pengaruh terhadap EU Memasak. Dengan koefisien determinasi(r 2 ) sebesar 98,9% menunjukkan model ini dapat diandalkan. Dengan asumsi penduduk meningkat 1,3% per tahun, maka dengan model regresi tersebut didapat dugaan besar kebutuhan EU Tahun 2008, 2010 dan 2015. Hasil pendugaan EU tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 7 Jumlah Penduduk dan Energi Useful Tahun Penduduk EU Masak (jiwa) (SBM) 2005 219.893.000 51.822.097 2008 222.751.609 56.262.825 2010 225.647.380 58.876.841 2015 228.580.796 65.715.088 Dari Tabel 7 diketahui, kebutuhan Energi Useful(EU) untuk memasak pada rumah tangga dengan penduduk 222.751.609 jiwa adalah 56.262.825 SBM. Kemudian, kebutuhan EU untuk Tahun 2010 dan Tahun 2015 adalah 58.876.841 dan 65.715.088 SBM. Skenario Produksi Untuk memenuhi kebutuhan energi memasak pada rumah tangga tahun ke depan maka produksi masing-masing energi saat ini tidak akan mencukupi bila tidak ada tambahan kilang atau pembangkit baru. Oleh karena itu, dilakukan skenario produksi untuk setiap energi. Sebagai energi alternatif yang cadangannya masih banyak maka LPG, List, BBt, GsK akan ditingkatkan produksinya seperti yang ditampilkan pada Tabel 8. Sedangkan produksi minyak tanah dan kayu bakar akan menurun. Hal ini disebabkan cadangan kedua energi tersebut semakin menipis. Kemudian untuk impor minyak tanah (IMT) dan impor LPG (ILPG) dibatasi 30% dari produksi domestiknya. Tabel 8 Produksi Tahun 2008, 2010, 2015 dan Persentasenya dari Produksi Tahun 2005 ENERGI Tahun 2008 Tahun 2010 Tahun 2015 MT 33.898.617 30.508.755 23.729.032 100% 90% 70% LPG 11.585.606 16.219.849 23.171.212 100% 140% 200% LIST 13.466.849 18.853.588 26.933.698 100% 140% 200% BBt 100.556 140.779 201.112 100% 140% 200% GsK 121.590 170.226 243.180 100% 140% 200% KyB 223.060.200 200.754.200 178.448.158 100% 90% 80% IMT 10.169.585 9.152.627 7.118.710 30% MT 30% MT 30% MT ILPG 3.475.682 4.865.955 6.951.364 30% LPG 30% LPG 30% LPG NBBT 20.111 20% BBt Tabel 8 menampilkan persentase produksi masing-masing energi di Tahun 2008, 2010, dan 2015 sedangkan untuk jumlah produksinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Tabel 8 diketahui pada Tahun 2008 seluruh energi tidak ada peningkatan dari produksi Tahun 2005. Sebab diasumsikan sampai Tahun 2008 belum ada tambahan atau peningkatan produksi. Tetapi tidak untuk briket, pada Tahun 2008 briket memungkinkan adanya produksi baru (new). Dengan produksi hanya terbatas 20% dari produksi yang sudah ada (existing). Selanjutnya pada Tahun 2010, produksi LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota menjadi 140% dari produksi 2005. Sedangkan minyak tanah dan kayu bakar menurun 10% dari produksi 2005. Diasumsikan produksi minyak tanah menurun setiap tahunnya, sebab cadangan minyak tanah sudah menipis. Begitu 8

pula produksi kayu bakar mengalami penurunan. Ini dikarenakan potensi kertersediaan kayu bakar juga menurun, misalnya akibat semakin meningkatnya lahan yang di ubah untuk tempat pemukiman. Kemudian pada Tahun 2015, karena seiring meningkatnya penduduk dan perekonomian Indonesia, mengakibatkan kebutuhan energi Tahun 2015 semakin besar. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan maka produksi energi alternatif dari minyak tanah perlu jauh lebih ditingkatkan lagi dibanding Tahun 2010. Maka, LPG, listrik, briket batubara dan gas kota untuk Tahun 2015 ditingkatkan dalam skala yang lebih besar lagi yaitu 200% dari produksi Tahun 2005. Pada Tahun 2015, produksi LPG menjadi 23.171.212 SBM dan begitu pula untuk ketiga energi alternatif lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan minyak tanah akan menurun 20% dari Tahun 2010 atau menjadi 23.729.032 SBM. Dan kayu bakar juga akan menurun sehingga ketersediaannya hanya tinggal 80% dari Tahun 2005. Skenario Harga Dengan asumsi terjadi inflasi harga maka biaya penggunaan masing-masing energi pada Tahun 2008, 2010 dan 2015 meningkat. Berikut skenario kenaikan biaya penggunaan tersebut: Tabel 9 Biaya Penggunaan Energi dan Persentase Kenaikannya dari Biaya Tahun 2005 (Rp/SBM) ENERGI Biaya 2005 Tahun Tahun Tahun (Rp/satuan) Rp/ SBM 2008 2010 2015 MT SUBS Rp2.514,87 424.278,21 551.561,67 30% MT RIIL Rp6.480,00 1.318.903,17 1.714.574,12 1.978.354,76 2.637.806,35 LPG Rp5.290,48 620.612,84 806.796,69 930.919,26 1.241.225,67 LIST SUBS Rp596,03 972.309,08 1.264.001,81 30% LIST RIIL Rp1.002,98 1.636.175,32 2.127.027,91 2.454.262,97 3.272.350,63 BBt Rp1.576,67 442.411,66 575.135,16 663.617,49 884.823,32 GsK Rp1.405,95 223.167,04 290.117,16 334.750,57 446.334,09 KyB Rp302,17 131.500,03 170.950,04 197.250,04 263.000,05 IMT Rp4.648,21 784.189,74 1.019.446,67 1.176.284,62 1.568.379,49 ILPG Rp6.731,36 789.638,95 1.026.530,63 1.184.458,42 1.579.277,90 NBBT Rp1.576,67 442.411,66 575.135,16 30% Dari Tabel 9, terlihat pada Tahun 2010 dan 2015 biaya penggunaan riil untuk minyak tanah dari Rp.1.978.354/SBM meningkat menjadi Rp.2.637.806/SBM. Penentuan Kendala-Kendala Permasalahan Tujuan penerapan metode LP dalam penelitian ini adalah mendapatkan biaya penggunaan energi paling minimum pada periode untuk satu tahun, maka kendalakendala untuk optimasi ini antara lain sebagai berikut : 1) Total kebutuhan energi useful (EU) minimal sama dengan total kebutuhan EU tahun yang bersangkutan. Kebutuhan energi useful dimaksudkan agar teknologi pengguna energi per jenis energi dapat dikompetisikan secara seimbang karena akan diperoleh kondisi energi yang benarbenar digunakan dari setiap pemanfaatan energi tersebut. 2) Penggunaan masing-masing energi tidak lebih dengan jumlah produksi yang telah diskenariokan dalam satu tahun tersebut. 3) Dikarenakan LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota diharapkan penggunaannya meningkat dari sebelumnya maka penggunaannya minimal sama dengan penggunaan tahun dasar atau tahun sebelumnya. 4) Penggunaan minyak tanah dan kayu bakar tidak melebihi dari penggunaannya Tahun 2005 atau tahun sebelumnya karena produksi keduanya menurun. Penyusunan Model Perumusan Fungsi Tujuan dan Kendala Adapun fungsi tujuan dan kendala dari masing-masing optimasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : Optimasi Tahun 2008 Dengan fungsi tujuan minimisasi biaya penggunaan energi, maka fungsi tujuannya sebagai berikut : (1) Optimasi dengan Harga Riil (Tanpa Subsidi) C TOTAL = 1.714.574,1 MT + 806.796,7 LPG + 2.127.027,9 List + 575.135,2 BBt + 290.117,2 GsK + 170.950 KyB+ 1.019.446,7 IMT+ 1.026.530,6 ILPG+ 575.135,2 NBBT (2) Optimasi dengan kondisi saat ini (Harga Subsidi untuk MT (Rp. 2.061/liter) dan List (Rp. 563,05/kwh)) C TOTAL = 551.561,7 MT + 806.796,7 LPG + 1.264.001,8 List + 575.135,2 BBt + 290.117,2 GsK + 170.950 KyB+ 1.019.446,7 IMT+ 1.026.530,6 ILPG+ 575.135,2 NBBT 9

Sedangkan untuk fungsi kendala dari optimasi energi Tahun 2008 adalah : (1) Keb EU Optimum 2008 56.262.825 SBM (2) Minimum Penggunaan Energi Produksi (a) MT 33.898.620 SBM (b) 4.462.117 LPG 11.585.610 SBM (c) 1.035.109 List 13.446.900 SBM (d) 90.440 BBt 100.556 SBM (e) 118.608 GsK 121.590 SBM (f) KyB 223.06.200 SBM (g) IMT 10.169.585 SBM (h) ILPG 3.475.682 SBM (i) NBBt 20.111 SBM Optimasi Tahun 2010 Dengan adanya peningkatan biaya penggunaan, produksi energi dan kebutuhan energi useful rumah tangga untuk memasak maka fungsi tujuan dan fungsi kendala untuk Tahun 2010 berbeda dari Tahun 2008. Optimasi yang dilakukan adalah optimasi dengan harga riil pada setiap energi. Berikut fungsi tujuan optimasi energi Tahun 2010 : C TOTAL = 1.978.354,8 MT + 930.919,3 LPG + 2.454.263 List + 663.617,49 BBt + 334.750,6 GsK + 197.250 KyB+ 1.176.284,6 IMT+ 1.184.458,4 ILPG dengan fungsi kendala sebagai berikut : (1) Keb EU Optimum 2010 58.876.841 SBM (2) Minimum Penggunaan Energi Produksi (a) 0 MT 30.508.755,2 SBM (b) 4.462.117 LPG 16.219.849 SBM (c) 1.035.109 List 18.853.588 SBM (d) 90.440 BBt 140.778,65 SBM (e) 118.608 GsK 170.226 SBM (f) 0 KyB 200.754.178 SBM (g) IMT 9.152.627 SBM (j) ILPG 4.865.954,6 SBM Untuk Optimasi Tahun 2015 Optimasi Tahun 2015 adalah optimasi dengan harga riil pada setiap energi. Fungsi tujuan optimasi energi Tahun 2015 : C TOTAL = 2.637.806,4 MT + 1.241.225,7 LPG + 3.272.350,6 List + 884.823,3 BBt + 446.334,1 GsK + 263.000 KyB+ 1.568.379,5 IMT+ 1.579.277,9 ILPG dengan fungsi kendala sebagai berikut : (1) Keb EU Optimum 2015 65.715.088 SBM (2) Minimum Penggunaan Energi Produksi (a) 0 MT 23.729.032 SBM (b) 4.462.117 LPG 23.171.212 SBM (c) 1.035.109 List 26.933.698 SBM (d) 90.440 BBt 201.112 SBM (e) 118.608 GsK 243.180 SBM (f) 0 KyB 178.448.158 SBM (g) IMT 7.118.710 SBM (h) ILPG 6.951.364 SBM Pemeriksaan Asumsi Untuk mengesahkan model yang dibuat maka dilakukan pemeriksaan asumsi-asumsi yang membentuk model tersebut yaitu sebagai berikut : (1) Linearitas Asumsi linearitas terpenuhi karena fungsi biaya total penggunaan energi merupakan fungsi linear dari biaya yang dikeluarkan untuk setiap penggunaan energi. Serta fungsi total kebutuhan energi useful merupakan fungsi linear dari kebutuhan energi useful dari setiap energi final. (2) Proporsionalitas Asumsi proporsionalitas terpenuhi karena biaya penggunaan energi akan berubah secara proporsional pada setiap penambahan atau pengurangan penggunaan energi. (3) Aditivitas Asumsi adtivitas terpenuhi karena total biaya penggunaan energi diperoleh dari penjumlahan masing-masing biaya penggunaan energi. (4) Divisibilitas Asumsi divisibiliitas terpenuhi karena hasil yang diperoleh dapat berupa bilangan pecahan. (5) Deterministik Asumsi deterministik terpenuhi karena parameter model yang digunakan bersifat deterministik. Analisis Model Optimasi Tahun 2008 Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Optimasi dengan harga riil adalah optimasi dimana biaya penggunaan setiap energinya berasal dari harga yang sebenarnya (tanpa disubsidi). Hasil optimasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8b. Sedangkan ringkasan hasil Optimasi dengan Harga Riil Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 10. Dari Tabel 10, diketahui bahwa penggunaan gas kota (GsK) akan optimal jika seluruh potensi yang ada digunakan. Pada Tahun 2008 penggunaan optimal GsK adalah sebesar 121.590 SBM atau setara 20.513 M 3. Atau sama saja dengan menggunakan seluruh produksi GsK pada tahun tersebut. Namun jika saja jumlah produksi GsK tidak terbatas sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan energi Tahun 2008, maka menggunakan GsK adalah satu-satunya energi yang akan digunakan. Hal ini karena, selain 10

GsK memiliki biaya penggunaan (Rp.290.117/SBM) yang sangat murah dan juga memiliki efisiensi kompor yang cukup tinggi (60%). Oleh karena itu, apabila seluruh rumah tangga menggunakan GsK maka akan diperoleh total biaya yang paling minimum. Tabel 10 Penggunaan Energi 2005 dan Penggunaan, Optimal Tahun 2008 beserta Persentasenya dari Penggunaan Tahun 2005 (SBM) Penggunaan Tahun 2005 Optimal Tahun 2008 MT&List Subs Harga Riil PP_MT Rp.2.061 /ltr Rp.2.679,3/ltr Rp.8.424/ltr % Subsidi 68,20% 68,20% 0% PP_List Rp.563,05 /kwh Rp.731,96/kwh Rp.1.261/kwh % Subsidi 42% 42% 0% MT 51.016.160 33.898.620,00 15.294.740,00 66,45% 29,98% LPG 4.462.117 11.585.610,00 11.585.610,00 259,64% 259,64% List 1.035.109 8.288.140,00 13.466.850,00 800,70% 1301,01% BBt 90.440 90.440,00 100.556,00 100,00% 111,19% GsK 118.608 121.590,00 121.590,00 102,51% 102,51% KyB 223.060.198 223.060.200,00 223.060.198,00 100,00% 100,00% IMT - 0,00 10.169.590,00 0,00% 19,93% ILPG - 3.475.682,00 3.475.682,00 77,89% 77,89% NBBt - 0,00 20.111,00 0,00% 20% Catatan: Persentase impor adalah persentase penggunaan impor optimum dari penggunaan Tahun 2005 Dengan adanya keterbatasan jumlah produksi GsK tersebut, maka tidak semua kebutuhan energi memasak Tahun 2008 dapat dipenuhi. Akibatnya kekurangan energi tersebut perlu ditutupi dengan penambahan penggunaan energi lainnya yaitu penggunaan LPG. Seperti halnya GsK, penggunaan LPG yang optimal adalah menggunakan seluruh potensi LPG yang ada. Penggunaan LPG optimal ini adalah sebesar 11.585.610 SBM atau setara dengan 1.954.585 Ton. Karena produksi LPG pun terbatas. Maka untuk memenuhi kekurangan akan kebutuhan energi ini, digunakanlah seluruh potensi kayu bakar(kyb) yang ada. Penggunaan KyB optimal tersebut ialah sebesar 223.060.200 SBM. Pemilihan penggunaan KyB ini lebih disebabkan oleh harga KyB yang sangat murah, bahkan lebih murah dari GsK. Energi selanjutnya yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi ini adalah LPG dari Impor (ILPG). Penggunaan ILPG sebesar 3.475.682 SBM, berarti menggunakan seluruh potensi impor LPG. Maka dapat disimpulkan, untuk memenuhi kebutuhan energi, LPG yang digunakan tidak hanya berasal dari produksi domestik tetapi juga dari impor. Sehingga total penggunaan LPG untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2008 seharusnya sudah menjadi 15.061.292 SBM atau 337,53% dari Tahun 2005. Akan tetapi karena produksi energi-energi tersebut terbatas maka seluruh kebutuhan energi masih belum juga terpenuhi. Dan solusinya adalah menggunakan briket batubara, baik produk briket batubara existing (BBt) atau BBt yang baru (NBBt). Supaya menghasilkan penggunaan yang optimal maka seluruh potensi BBt yang sebesar 100.556 SBM dan NBBt yang sebesar 20.110 SBM digunakan sepenuhnya. Tetapi karena produksi briket yang sangat rendah maka diperlukan energi lainnya lagi untuk memenuhi kebutuhan energi Tahun 2008 tersebut. Maka selanjutnya adalah menggunakan minyak tanah dari impor(imt) yang sebesar 10.169.590 SBM. Hal ini berarti potensi IMT yang ada digunakan seluruhnya. Ini dikarenakan harga IMT lebih murah dibanding harga minyak tanah domestik. (Dapat dilihat pada Tabel 9 untuk biaya penggunaan Tahun 2008 ataupun Tabel 6 dan Lampiran 1 untuk Tahun 2005). Seperti halnya dengan energi sebelumnya, jumlah untuk IMT terbatas, akibatnya IMT masih belum dapat memenuhi kebutuhan energi Tahun 2008. Oleh karena itu seluruh potensi Listrik yang sebesar 13.466.849 SBM itu digunakan sepenuhnya. Ini berarti pada Tahun 2008 rumah tangga sudah harus meningkatkan penggunaan listriknya menjadi 13 kali lipat dari Tahun 2005. Walaupun sudah banyak energi yang digunakan, kebutuhan energi memasak rumah tangga pada Tahun 2008 masih belum dapat terpenuhi. Oleh karena itu digunakan minyak tanah domestik (MT) sebagai pilihan terakhir. Namun MT yang digunakan tidak seluruhnya, hanya sebesar 15.201.740 SBM atau 2.580.345,51 KL. Sehingga total penggunaan minyak tanah pada Tahun 2008 seharusnya sudah menjadi 25.464.330 SBM atau 4.296.037 KL. Dengan 60% penggunaannya berasal dari produk MT domestik dan 40% dari impor. Ini juga berarti penggunaan MT Tahun 2008 sudah menurun 50,1% dari penggunaan MT Tahun 2005. Dari optimasi ini dapat disimpulkan bahwa minyak tanah merupakan pilihan terakhir untuk memasak. Tetapi pada kenyataannya hal ini justru terbalik, minyak tanah menjadi pilihan 11

pertama rumah tangga di Indonesia untuk memasak. Ini dikarenakan harga MT yang diterima konsumen saat ini sudah disubsidi sebesar 68,19% oleh pemerintah. Sehingga harga MT menjadi jauh lebih murah dibanding energi lainnya. Oleh karena itu, berikutnya dilakukan juga optimasi dimana biaya penggunaan MT dengan harga subsidi. Kemudian disimpulkan pula, bahwa MT (baik dari domestik ataupun impor) tidak akan digunakan apabila produksi GsK atau LPG atau KyB atau BBt atau keempatnya sudah dapat memenuhi seluruh permintaan rumah tangga akan energi untuk memasak. Untuk Optimasi dengan MT& Listrik Subsidi Idealnya penggunaan rumah tangga optimal adalah seperti yang telah dijelaskan pada optimasi sebelumnya yaitu dengan menggunakan harga riil. Namun pada penelitian ini juga dicobakan optimasi dengan biaya penggunaan MT dan listrik dari harga subsidi. Persentase subsidinya sesuai dengan persentase Tahun 2005 yaitu 68,19% untuk subsidi MT dan 42% untuk subsidi Listrik. Hasil optimasi ini dapat dilihat pada kolom ketiga dari Tabel 10 dan Lampiran 7c atau 7d untuk hasil LP yang selengkapnya. Seperti halnya optimasi sebelumnya, energi pertama yang menjadi pilihan adalah GsK. Selanjutnya LPG dan KyB. Dari ketiga energi ini, penggunaannya akan optimal ketika seluruh produksinya digunakan semua. Penggunaan GsK optimum yaitu 121.590 SBM, sedangkan LPG sebesar 11.585.610 SBM, dan KyB sebesar 223.060.200 SBM. Ini menjukkan penggunaan LPG Tahun 2008 sudah mencapai 259,64% dari penggunaan Tahun 2005, sedangkan penggunaan GsK menjadi 102,51% dan penggunaan KyB menjadi 100%. Namun karena keterbatasan produksi ketiga energi tersebut maka kebutuhan energi Tahun 2008 belum terpenuhi. Berbeda dari hasil optimasi sebelumnya, energi yang digunakan selanjutnya adalah minyak tanah domestik(mt). Dan untuk mendapatkan total biaya yang minimum, seluruh produksi MT yang sebesar 33.898.620 SBM akan digunakan sepenuhnya. Sehingga tidak heran dengan persentase subsidi yang sama pada saat ini, masyarakat lebih memilih menggunakan minyak tanah dibanding energi lainnya. Jika dilihat penggunaan Tahun 2005, penggunaan MT adalah sebesar 51.016.160 SBM. Ini berarti penggunaanya melebihi dari produksi minyak tanah dalam negeri sendiri. Akibatnya pemerintah harus mengimpor minyak tanah. Padahal dari hasil optimasi dengan harga MT dan listrik disubsidi ini, seharusnya tidak ada impor minyak tanah (IMT=0). Tetapi berhubung kebutuhan energi memasak belum terpenuhi seluruhnya maka dilakukan impor LPG. Penggunaan impor LPG juga menggunakan seluruh potensi ILPG yang ada, yaitu 3.475.682 SBM atau 77,89% dari penggunaan LPG Tahun 2005. Terakhir, penggunaan Listrik(List) sebesar 8.288.140 SBM akan memenuhi kekurangan kebutuhan energi memasak rumah tangga Tahun 2008. Sedangkan BBt digunakan hanya semata dikarenakan untuk memenuhi batas minimal penggunaannya yang sebesar 90.440 SBM. Untuk NBBt dan IMT tidak digunakan sama sekali karena tidak ada pembatas minimal penggunaan. Tidak digunakannya BBt ini adalah akibat dari adanya subsidi MT yang membuat harga MT menjadi dapat dikompetitifkan dengan BBt. Dan karena efisiensi BBt ataupun NBBt lebih rendah dibanding MT maka MT lebih menghasilkan biaya yang minimum. Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan Optimasi Tahun 2008 Salah satu analisis pasca optimasi dari LP adalah analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan. Analisis ini menunjukkan bahwa nilai solusi optimal yang diperoleh tidak akan berubah selama biaya penggunaan energinya masih pada selang batas bawah dan batas atas dari analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan. Berikut interpretasi hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan untuk optimasi energi memasak pada rumah tangga Tahun 2008 dengan harga riil dan dengan MT&List subsidi. Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Adapun hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan untuk optimasi Tahun 2008 dengan harga riil dapat dilihat pada Lampiran 8b dan ringkasan selang sensitivitasnya ditampilkan pada Tabel 11. Dari Tabel 11 tersebut, diketahui bahwa nilai solusi dari optimasi yang didapat tidak berubah walaupun jika biaya penggunaan MT mengalami kenaikan sampai tak terhingga (infinity) dan juga biaya penggunaan LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, ILPG, NBBt mengalami penurunan. 12

Tabel 11 Selang Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan (Optimasi Tahun 2008 Dengan Harga Riil) (Rp/SBM) Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas MT 1.714.574,00 1.308.940,10 INFINITY LPG 806.796,70 INFINITY 2.657.589,70 List 2.127.028,00 INFINITY 2.786.183,00 BBt 575.135,20 INFINITY 1.071.608,80 GsK 290.117,20 INFINITY 2.571.861,20 KyB 170.950,00 INFINITY 535.804,40 IMT 1.019.447,00 INFINITY 1.714.574,40 ILPG 1.026.531,00 INFINITY 2.657.590,00 NBBt 575.135,20 INFINITY 1.071.608,80 Hal ini dikarenakan, dengan besar biaya penggunaan MT yang saat ini, MT merupakan energi pilihan terakhir dalam memenuhi kebutuhan energi. Maka bila biaya MT dinaikkan, tidak akan mengubah pola penggunaan energinya. MT akan tetap menjadi pilihan terakhir, dan akibatnya besar nilai solusi optimal untuk MT tidak akan berubah. Sedangkan penurunan biaya penggunaan energi selain MT tidak akan mengubah nilai solusi optimum dikarenakan tidak adanya sisa dari energi-energi tersebut yang dapat digunakan lagi untuk kebutuhan memasak ini. Dengan biaya penggunaan yang saat ini, nilai solusi optimal LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, ILPG, dan NBBt telah menggunakan seluruh dari potensi atau produksi dari energienergi tersebut. Sehingga tidak memungkinkan untuk penambahan penggunaan dari energienergi tersebut walaupun biayanya diturunkan. Kemudian hasil optimasi akan berubah ketika biaya penggunaan MT menurun menjadi Rp.1.308.940,09/SBM. Ini karena, akan terjadi pengalihan penggunaan Listrik ke MT ketika harga MT kurang atau sama dengan Rp.1.308.940,09/SBM. Sedangkan kenaikan biaya LPG menjadi lebih besar atau sama dengan Rp.2.657.589,8/SBM. Atau biaya List menjadi lebih besar atau sama dengan Rp.2.786.183,1/SBM. Atau biaya BBt menjadi lebih besar atau sama dengan Rp.1.071.608,9/SBM atau sama halnya juga untuk GsK, KyB, IMT, ILPG dan NBBt maka penggunaan energi tersebut akan beralih pada penggunaan MT dari domestik. Sebab masih ada produksi MT yang belum digunakan. Sedangkan pengalihan ke energi selain MT tidaklah memungkinkan, ini karena produksi yang tersedia dari energi-energi tersebut telah digunakan seluruhnya. Dari Lampiran 8b tersebut, terlihat seluruh nilai reduced cost setiap energi bernilai nol. Hal ini dikarenakan, tidak ada satupun energi yang tidak digunakan. Untuk Optimasi Dengan MT& Listrik Subsidi Analisis sensitivitas untuk Optimasi Tahun 2008 dengan MT& Listrik Subsidi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7c ataupun 7d dan berikut adalah ringkasan selang sensitivitas koefisien fungsi tujuannya : Tabel 12 Selang Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan (Optimasi Tahun 2008 Ketika MT&Listrik Subsidi) (Rp/SBM) Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas MT 551.561,70 INFINITY 777.847,30 LPG 806.796,70 INFINITY 1.205.663,30 List 1.264.002,00 1.076.201,70 1.495.351,60 BBt 575.135,20 486.154,58 INFINITY GsK 290.117,20 INFINITY 1.166.770,90 KyB 170.950,00 INFINITY 243.077,23 IMT 1.019.447,00 777.847,60 INFINITY ILPG 1.026.531,00 INFINITY 1.205.663,60 NBBt 575.135,20 486.154,58 INFINITY Tabel 12 menunjukkan nilai solusi dari optimasi tidak akan berubah jika terjadi penurunan biaya penggunaan pada MT, LPG, GsK, KyB, dan ILPG. Ini dikarena dengan biaya saat ini saja, seluruh produksi yang ada dari energi-energi tersebut sudah digunakan semuanya. Dan jika terjadi penurunan biaya dari energi tersebut seharusnya penggunaanya akan meningkat. Akan tetapi karena seluruh hasil produksi yang ada sudah digunakan maka tidak memungkinkan lagi terjadi penambahan penggunaan energi-energi tersebut. Hal tersebut berkebalikan dengan BBt, IMT, dan NBBt. Solusi optimum tidak akan berubah jika biaya penggunaan ketiga energi tesebut naik. Sebab hasil optimasi tentunya akan tetap nol jika biayanya lebih besar lagi. Namun jika biaya BBt dan NBBt turun menjadi kurang atau sama dengan Rp486.154,58/SBM maka nilai solusi akan berubah. Ini karena sebagian penggunaan Listrik akan beralih ke penggunaan BBt dan NBBt. Tetapi jika ingin mengalihkan dari penggunaan selain Listrik berarti biaya BBt atau NBBt sebesar Rp486.154,58/SBM tersebut harus diturunkan lagi. Dan untuk IMT akan mengubah solusi optimasi jika biaya penggunaannya menjadi kurang dari Rp.777.847,6/SBM. Dengan besar biaya tersebut maka penggunaan IMT akan meningkat. Peningkatan ini berasal dari pengalihan penggunaan Listrik ke penggunaan IMT. Kemudian juga untuk kenaikan biaya LPG, GsK, KyB, dan ILPG menjadi sebesar yang tertera pada batas atas Tabel 12 maka akan mengubah nilai solusi optimum. Perubahan nilai solusi optimum dikarenakan penggunaan 13

energi-energi tersebut akan beralih pada penggunaan List. Sedangkan penurunan dan kenaikan List pada batas selang sensitivitas, akan mengubah nilai solusi optimumnya. Penurunan biaya List menjadi dibawah Rp.1.076.201,7/SBM akan mengakibatkan penggunaan ILPG beralih pada penggunaan List. Dan kenaikan biaya List menjadi lebih besar dari Rp.1.495.351,6/SBM mengakibatkan penggunaan List beralih pada penggunaan BBt ataupun NBBt. Terakhir, solusi yang optimal akan berubah juga ketika biaya penggunaan minyak tanah meningkat menjadi lebih dari Rp.777.847,30/SBM yang berarti harga minyak tanah pada konsumen lebih dari Rp.4.556/ltr. Ini menunjukkan pola penggunaan optimum ini akan berubah ketika subsidi minyak tanah menjadi kurang atau sama dengan 45,91% atau subsidi berkurang 22,3% dari subsidi Tahun 2005. Dan nilai solusi optimum yang baru jika biaya MT diubah menjadi Rp.777.847,31/SBM akan dibahas pada simulasi perubahan biaya MT. Dari Lampiran 7c ataupun 7d diketahui pula nilai reduced cost apabila menggunakan IMT dan NBBt. Reduced cost dari IMT ini menunjukkan bahwa biaya total penggunaan akan meningkat sebesar Rp. 241.599,40/SBM jika dilakukan impor minyak tanah(imt). Sedangkan jika menggunakan NBBt maka biaya total penggunaan akan meningkat sebesar Rp. 88.980,62/SBM. Analisis Sensitivitas RHS Optimasi Tahun 2008 Analisis Sensitivitas RHS menunjukkan batas atas dan batas bawah RHS yang tidak akan mengubah nilai dual price-nya. Jika nilai RHS kurang dari batas bawah selang sensitivitas atau lebih dari batas atas selang sensitivitas maka nilai dual price-nya tidak berlaku lagi. Untuk Optimasi Dengan MT& Listrik Subsidi Berikut Analisis Sensitivitas RHS untuk Optimasi dengan MT&List Subsidi, dimana hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7c atau 7d. Dari Tabel 13 diketahui bahwa penurunan batas bawah LPG, listrik, dan gas kota tidak akan mengubah nilai dual price-nya yang sebesar nol. Namun jika dinaikkan, misalnya untuk batas minimum LPG menjadi lebih dari 11.585.606 SBM maka nilai dual price yang tadinya nol akan berubah. Sedangkan kenaikan untuk batas atas maksimum penggunaan List, BBt, IMT dan NBBt juga tidak akan mengubah dual pricenya. Tetapi jika terjadi penurunan maka dual price-nya akan berubah. Tabel 13 Selang Sensitivitas RHS Optimasi Tahun 2008 dengan MT&List Subsidi (SBM) Batas Selang Sensitivitas Kendala Penggunaan Dual Price Batas Bawah Batas Atas (RHS) Keb EU 56.262.820 51.548.350 59.628.981-1.944.618,00 Min LPG 4.462.117 INFINITY 11.585.606 0,00 Min List 1.035.109 INFINITY 8.288.140 0,00 Min BBt 90.440 0 100.556-88.980,62 Min GsK 118.608 INFINITY 121.590 0,00 Max MT 33.898.620 25.483.218 45.684.800 226.285,60 Max LPG 11.585.610 6.156.318 19.189.594 398.866,60 Max List 13.466.850 8.288.141 INFINITY 0,00 Max BBt 100.556 90.440 INFINITY 0,00 Max GsK 121.590 118.608 7.979.040 876.653,70 Max KyB 223.060.200 196.130.910 260.775.960 72.127,23 Max IMT 10.169.590 0 INFINITY 0,00 Max ILPG 3.475.682 0 11.079.666 179.132,60 Max NBBt 20.111 0 INFINITY 0,00 Begitu pula interpretasi untuk kendala yang lainnya yang dapat dilihat dari Tabel 13 dan dapat dilihat pada Lampiran 7c atau 7d untuk output lebih lengkapnya. Dari hasil optimasi ini juga diketahui terdapat nilai slack atau surplus yang merupakan besarnya selisih RHS dengan nilai solusinya. Misalnya untuk Maksimum BBt, nilai solusi BBt selisihnya 10.116 SBM dari maksimum penggunaan BBt. Ini menunjukkan masih ada 10.116 SBM sumber daya BBt yang belum digunakan. Sedangkan untuk minimum LPG menunjukkan slack/surplus sebesar 7.123.489 SBM yang berarti penggunaan optimum LPG lebih besar 7.123.489 SBM dari minimum penggunaan. Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Sedangkan untuk analisis sensitivitas RHS optimasi dengan harga riil dapat dilihat pada Lampiran 8b. Simulasi Perubahan Biaya Penggunaan MT pada Optimasi 2008 Dari model optimasi Tahun 2008 dengan MT&List disubsidi, menunjukkan bahwa hasil optimasi akan berubah jika biaya minyak tanah naik menjadi Rp.777.847,31/SBM. Maka dengan biaya MT sebesar ini dilakukan optimasi untuk mengetahui nilai-nilai solusi yang baru. Kemudian selanjutnya akan dilakukan optimasi berikutnya sampai nilai senstivitas fungsi tujuan menunjukkan batas atas MT yang tak terhingga (infinity). Sebab ini berarti, kenaikan biaya MT selanjutnya tidak 14

akan memberikan nilai solusi yang baru (nilai solusi sebelumnya tidak berubah). Ringkasan nilai solusi optimum dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan hasil optimasi masing-masing pada Lampiran 10,11 dan 12. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dengan penurunan persentase subsidi MT minimal 22,28% hasil optimasi akan berubah. Sehingga dengan subsidi MT yang turun menjadi 45,91% atau dengan harga konsumennya Rp. 4.556/ltr akan menghasilkan nilai solusi optimum yang baru. Penggunaan minyak tanah menurun menjadi 25.483.210 SBM yang berarti turun 25% dari optimasi sebelumnya. Penurunan penggunaan MT dialihkan pada penggunaan List. Sebab hasil produksi listrik yang ada masih belum digunakan seluruhnya. Nilai solusi penggunaan List yang baru adalah 13.466.850 SBM atau sama dengan menggunakan seluruh produksi List yang ada. Kemudian analisis sensitivitas optimasi tersebut menunjukkan bahwa jika biaya penggunaan MT naik menjadi lebih dari Rp.920.216,22/SBM maka hasil optimasi akan berubah. Dengan subsidi MT yang kini hanya 35,89% saja menjadikan harga konsumen MT adalah Rp.5400/ltr. Sebagian penggunaan MT yang sebelumnya akan dialihkan pada penggunaan BBt ataupun NBBt. Namun karena produksi BBt dan NBBt masih sangat rendah maka penurunan penggunaan MT pun tidak terlalu besar, bahkan tidak mencapai 1%. Nilai solusi optimasi yang baru untuk MT adalah 25.464.320 SBM, dengan penggunaan BBt menjadi 100.556 SBM dan NBBt sebesar 20.110 SBM. Selanjutnya dilakukan optimasi dengan kenaikan lagi dari biaya penggunaan MT. Dengan biaya penggunaan lebih dari Rp.1.019.446,68/SBM berarti harga konsumen MT adalah Rp.5.989/ltr. Ini juga berarti subsidi pemerintah sudah menjadi 28,91%. Penggunaan MT akan menurun cukup besar yaitu menjadi 15.294.740 SBM. Namun, penurunan penggunaan MT ini dialihkan pada minyak tanah juga, hanya saja berbeda sumber produksinya. Sebagian penggunaan MT ini dialihkan pada IMT sebesar 10.169.590 SBM sehingga penggunaan MT menjadi 15.294.740 SBM. Pengalihan MT ke List, BBt, NBBt, dan IMT ini lebih dikarenakan masih adanya stok energi yang belum digunakan. Jika saja GsK, LPG, dan ILPG masih ada stok untuk digunakan sebagai pengganti penurunan penggunaan MT tersebut, maka pengalihan pada energi tersebut sangatlah tepat. Sebab total biaya penggunaannya akan lebih minim lagi. Analisis Model Optimasi Tahun 2010 dan 2015 Sebagai perencanaan ke depan, berikutnya dilakukan optimasi untuk 10 tahun ke depan yaitu Optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan harga riil semua energi. Dengan harapan penggunaan MT menurun maka produksi energi alternatif harus lebih ditingkatkan lagi dari produksi Tahun 2005, terutama untuk Tahun 2015. Sebab jika pola pengembangan infrastruktur masih seperti sekarang maka pada Tahun 2015 energi alternatif tidak akan dapat mencukupi permintaah akan energi pada tahun tersebut. Dengan LP diperoleh penggunaan energi yang optimum untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2010 dan 2015. Interpretasi Hasil Analisis Model 2010 Urutan energi yang dipilih untuk menghasilkan penggunaan optimum Tahun 2010 ini sama dengan urutan pada optimasi Tahun 2008 dengan harga riil. Dari hasil optimasi Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 14 atau Lampiran 13b, dengan biaya total sebesar 140.678.700 juta rupiah. Penggunaan yang optimal pada Tahun 2010 adalah menggunakan seluruh potensi (hasil produksi) dari GsK, LPG, KyB, ILPG, BBt, IMT dan Listrik. Besarnya masing-masing energi tersebut ditampilkan pada Tabel 14 dibawah. Dimana penggunaan GsK pada Tahun 2010 sudah sebesar 143,52% dari penggunaan Tahun 2005. Kemudian penggunaan optimum LPG pada Tahun 2010 sebesar 16.219.850 SBM atau setara dengan 2.736.419 Ton. Penggunaan LPG meningkat 263,5% dari penggunaan Tahun 2005. Penggunaan LPG juga dipasok dari LPG impor sebesar 4.865.955 SBM atau setara dengan 820.925 Ton. Sehingga total LPG yang digunakan Tahun 2010 adalah 21.085.805 SBM atau sama dengan 472,5% penggunaan LPG Tahun 2005. Selanjutnya, digunakan juga KyB yang sebesar 200.754.200 SBM atau setara dengan 33.868.846,37 Ton. Namun penggunaan optimum kayu bakar Tahun 2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan ketersediaan kayu bakar pada Tahun 2010 menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tetapi berbeda dengan penggunaan BBt. Penggunaan ini meningkat 55,66% dari penggunaan Tahun 2005. Peningkatan yang tidak terlalu tinggi dikarenakan peningkatan produksi BBt ini sendiri sangatlah kecil. Dan penggunaan List Tahun 2010 sudah harus meningkat 17 kali lipat dari penggunaan 15

Tahun 2005. Lalu, dari produksi minyak tanah sebesar 30.508.755 SBM yang digunakan hanya 11.640.390 SBM saja, dan sisanya ditambah dari minyak tanah impor (IMT) yang sebesar 9.152.627 SBM. Ini berarti penggunaan minyak tanah Tahun 2010 idealnya sudah turun 59,24% dari penggunaan Tahun 2005. Tabel 14 Optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan Persentasenya dari Penggunaan Tahun 2005 Penggunaan Optimum (SBM) % dari Penggunaan Tahun 2005 Tahun 2010 2015 2010 2015 MT 11.640.390 10.456.240 22,82% 20,50% LPG 16.219.850 23.171.210 363,50% 519,29% List 18.853.590 26.933.700 1821,41% 2602,02% BBt 140.779 201.112 155,66% 222,37% GsK 170.226 243.180 143,52% 205,03% KyB 200.754.200 178.448.200 90,00% 80,00% IMT 9.152.627 7.118.710 17,94% 13,95% ILPG 4.865.955 6.951.364 109,05% 155,79% Catatan: Persentase impor diperoleh dari persentase penggunaan impor optimum dengan penggunaan Tahun 2005 Dari hasil optimasi diatas diketahui proporsi penggunaan energi optimum pada Tahun 2010 yang ditampilkan pada Gambar 2. Untuk penggunaan MT merupakan kumulatif penggunaan MT dengan IMT. Begitu pula penggunaan LPG merupakan kumulatif LPG dengan ILPG. KyB 76,7% Interpretasi Hasil Analisis Model 2015 Dengan optimasi energi untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2015 diketahui bahwa pada tahun ini penggunaan minyak tanah menurun 65,55% dari penggunaan minyak tanah Tahun 2005. Adapun penggunaannya terdiri dari MT sebesar 10.456.420 SBM atau setara dengan 1.764.051,69 KL dan IMT sebesar 7.118.710 SBM yang setara dengan 1.200.983,6 KL. Penurunan yang tidak terlalu besar dengan optimasi 2010 disebabkan peningkatan produksi energi alternatifnya masih rendah. Akibatnya daya tampung seluruh energi alternatif masih belum dapat mencukupi seluruh kebutuhan energi Tahun 2005. Sehingga terpaksa tetap menggunakan MT untuk menutupi kekurangannya, dan termasuk juga dengan IMT. Sedangkan penggunaan GsK adalah sebesar 243.180 SBM atau sama dengan menggunakan seluruh potensi GsK yang ada. Sehingga pada Tahun 2015 penggunaan sudah menjadi 205% dari penggunaan GsK Tahun 2005. Kemudian dari Tabel 14 juga diketahui, bahwa Tahun 2015 penggunaan LPG akan optimum bila penggunaannya menjadi 5 kali lipat dari Tahun 2005 dan ditambah impor (ILPG) 155,79% dari penggunaan LPG Tahun 2005. Seluruh produksi LPG dan ILPG yang dihasilkan, digunakan seluruhnya agar didapat biaya total yang minimum. Selanjutnya seluruh potensi KyB, BBt, dan List juga digunakan seluruhnya agar didapatkan penggunaan yang optimum. Berturut-turut penggunaan KyB, BBt, dan List yang optimum pada Tahun 2015 adalah 178.448.200 SBM, 201.112 SBM, dan 26.933.700 SBM. GsK 0,1% BBt 0,1% List 7,2% LPG 8,1% MT 7,9% KyB 70,4% Gambar 2 Persentase Penggunaan Optimum Energi Final untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun 2010 Dari Gambar 2, diketahui penggunaan optimum energi final untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2010 masih didominasi oleh kayu bakar (77%). Yang kemudian diikuti oleh LPG (8%). Persentase penggunaan minyak tanah sudah turun menjadi 7,9%. Sedangkan List, BBt, dan GsK sudah mengalami peningkatan dibanding Tahun 2005. GsK 0,1% BBt 0,1% List 10,6% LPG 11,9% MT 6,9% Gambar 3 Persentase Penggunaan Optimum Energi Final untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun 2015 Dari Gambar 3, diketahui bahwa komposisi energi final masih didominasi KyB (70,4%) dan LPG (11,9%). Namun saat ini, dengan skenario produksi yang dibuat, penggunaan 16

List dapat dioptimalkan sehingga posisi ketiga diduduki oleh List yang sebesar 10,6%. Sedangkan proporsi penggunaan minyak tanah pada Tahun 2015 semakin menurun, yaitu sebesar 6,9% saja. Analisis Sensitivitas Optimasi Tahun 2010 dan 2015 Hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan dan RHS untuk optimasi 2010 dapat dilihat pada Lampiran 13b dan untuk optimasi Tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 14b. Tabel 15 Selang sentivitas koefisien fungsi tujuan Optimasi Tahun 2010 dengan harga riil (Rp) Energi Biaya Batas Batas Penggunaan Bawah Atas MT 2.637.806,00 1.510.315,90 Infinity LPG 1.241.226,00 Infinity 3.066.450,30 List 3.272.351,00 Infinity 3.214.826,60 BBt 884.823,30 Infinity 1.236.471,80 GsK 446.334,10 Infinity 2.967.532,60 KyB 263.000,10 Infinity 618.235,80 IMT 1.568.380,00 Infinity 1.978.355,20 ILPG 1.579.378,00 Infinity 3.066.450,00 Untuk optimasi Tahun 2010, terlihat dari Tabel 15 bahwa hasil optimasi jika harga energi selain minyak tanah mengalami penurunan sampai berapapun. Tetapi jika biaya MT menurun yaitu menjadi dibawah 1.510.315,9 SBM maka hasil optimasi akan berubah. Dan jika salah satu biaya dari LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, dan ILPG meningkat maka hasil optimasipun berubah. Faktor penyebabnya tidak jauh berbeda dengan yang telah dijelaskan pada analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan pada Optimasi Tahun 2008 dengan harga riil. Volume Penggunaan (SBM) 250.000.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 50.000.000 0 MT LPG List BBt GsK KyB Jenis Energi 2005 2008 2010 2015 Gambar 4 Pertumbuhan penggunaan energi Tahun 2005 dan penggunaan energi optimum untuk memasak pada rumah tangga Maka dari Gambar 4 diatas, terlihat pertumbuhan penggunaan energi optimum untuk Tahun 2005, 2010, dan 2015 dengan harga riil. Gambar tersebut menunjukkan adanya peningkatan penggunaan LPG, List, BBt, dan GsK. Dan juga menunjukkan adanya penurunan penggunaan MT dan KyB. KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi saat ini maka substitusi minyak tanah sebagai salah satu produknya adalah suatu keharusan. Melalui optimasi energi akan diketahui komposisi optimum masing-masing energi. Sehingga diharapkan penggunaan energi alternatif dapat lebih dioptimalkan lagi, dan masyarakat tidak lagi tergantung pada minyak tanah. Kedua optimasi Tahun 2008 dengan harga minyak tanah nonsubsidi ataupun dengan subsidi, penggunaan LPG, GsK, dan KyB akan optimal ketika masing-masing produksi yang tersedia untuk memasak pada Tahun 2008 digunakan seluruhnya. Dari hasil optimasi harga riil, disimpulkan dengan tidak adanya subsidi minyak tanah, ketergantungan masyarakat pada minyak tanah akan berkurang. Hal ini dikarenakan masyarakat beralih pada energi alternatifnya. Dari hasil optimasi diketahui bahwa biaya yang paling minimum akan diperoleh jika seluruh kebutuhan memasak menggunakan GsK. Namun pada kenyataannya produksi GsK masih sangatlah rendah. Sehingga sebaiknya produksi GsK lebih dikembangkan lagi. Sebab GsK merupakan energi yang paling ekonomis diantara energi lainnya. Selanjutnya sayang sekali jika penggunaan LPG dan listrik tidak digunakan secara optimal. Mengingat tingkat produksi energi tersebut sudah cukup besar, dan didukung pula dengan potensi ketersediaannya di alam yang masih besar. Apalagi penggunaan LPG dan listrik lebih praktis dan memiliki efisiensi kompor yang lebih besar (62% dan 65%) dibanding energi lainnya. Namun tidak hanya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biaya penggunaan LPG pun juga jauh lebih murah. Bahkan tidak sampai setengah dari biaya penggunaan minyak tanah riil. Oleh karena itu, saat ini pemerintah melakukan upaya besar-besaran untuk mengoptimalkan penggunaan LPG pada sektor 17