PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo"

Transkripsi

1 PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi S A R I Pendistribusian bahan bakar minyak, khususnya solar dan premium di Indonesia mempunyai keunikan tersendiri, karena letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Apabila terjadi gangguan teknis dan atau gangguan alam, hal ini berpotensi terjadi kelangkaan bahan bakar minyak. Gangguan-gangguan tersebut dapat menyebabkan pengadaan dan pendistribusian bahan bakar minyak terganggu, sehingga diperlukan cadangan bahan bakar minyak nasional. Pemerintah telah menetapkan adanya cadangan bahan bakar minyak sebagai prioritas nasional. Namun yang terjadi sesungguhnya di lapangan adalah bahwa sampai saat ini belum ada pengaturan terkait penetapan : jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan bahan bakar minyak nasional oleh pemerintah, sehingga apabila terjadi kelangkaan bahan bakar minyak akan sulit penanganannya dan pemerintah tidak bisa berbuat banyak, hanya bergantung terhadap kemampuan PT. Pertamina. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan masukan pada pemerintah dalam mewujudkan cadangan bahan bakar minyak nasional sebagaimanai diamanatkan peraturan perundang-undangan yang ada, dengan tidak terlalu membebani pemerintah dan badan usaha. Kata kunci : cadangan bahan bakar minyak nasional, pengadaan, pendistribusian 1. PENDAHULUAN Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 60/SJI/2014 tanggal 17 November 2014 tentang Penyesuaian Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi, menunjukkan isu penting dua jenis bahan bakar minyak bersubsidi, yaitu solar dan premium, baik untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak untuk rakyat, maupun menjaga kemampuan keuangan pemerintah untuk subsidi BBM. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan solar dan premium untuk masyarakat Indonesia yang memiliki keunikan geografi, mempunyai potensi terjadi kelangkaan BBM apabila terjadi gangguan teknis maupun gangguan alam dalam pengadaan dan pendistribusian. Permasalahan pengadaan tersebut BBM, antara lain: cuaca buruk/kondisi alam alat transportasi terlambat (tanker, kereta api, pipa dll.) kilang tidak berproduksi (karena terjadi kerusakan, perawatan dll.) impor terlambat infrastruktur rusak (banyak yang sudah tua) permintaan kebutuhan melonjak tinggi stok menipis Untuk menghindari terjadinya gangguan dalam penyediaan dan pendistribusian BBM, maka diperlukan pengaturan cadangan yang dapat dibedakan menjadi cadangan BBM operasional dan cadangan BBM nasional. 54

2 Arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun Terkait Energi dan Sumbar Daya Mineral (ESDM), untuk Ketahanan Energi dan Infrastruktur adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan produksi energi primer 2) Meningkatkan cadangan penyangga dan operasional energi 3) Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi 4) Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi 5) Meningkatkan pengelolaan subsidi BBM yang lebih tepat sasaran 6) Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk pembangkit listrik tenaga air Butir 2 tersebut di atas menunjukkan bahwa pemerintah menjadikan adanya cadangan bahan bakar minyak sebagai prioritas nasional. Namun apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan adalah bahwa sampai saat ini belum ada pengaturan terkait penetapan: jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan bahan bakar minyak nasional oleh pemerintah, sehingga apabila terjadi kelangkaan BBM akan sulit penanganannya dan pemerintah tidak bisa berbuat banyak, hanya bergantung terhadap kemampuan PT. Pertamina. Tulisan ini memberikan masukan kepada pemerintah dalam membuat kebijakan tentang cadangan bahan bakar nasional sesuai amanat perundang-undangan yang ada dengan tidak terlalu membebani pemerintah dan badan usaha. Metodologi yang digunakan dalam studi ini adalah pengambilan data dari berbagai sumber, mengadopsi dari peraturan perundangundangan terkait dan melakukan analisis dengan menggunakan regresi linier serta membuat kesimpulan dan saran sebagai rekomendasi. 2. ATURAN TERKAIT CADANGAN BBM NASIONAL Peraturan perundang-undangan yang mengarah kepada cadangan BBM nasional, antara lain: a. Pasal 46 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yaitu pengaturan dan penetapan cadangan BBM merupakan tugas Badan Pengatur. b. Bab IX Cadangan BBM Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yaitu penetapan kebijakan cadangan BBM nasional oleh Menteri, pengaturan dan pengawasan cadangan BBM nasional oleh Badan Pengatur. c. Pasal 30 huruf d Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0007 tahun 2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yaitu Badan Usaha Penyimpanan wajib menerima penugasan cadangan BBM nasional. d. Bagian kedua, Cadangan Energi Nasional Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi, yaitu penerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi nasional dan penetapannya oleh Dewan Energi. e. Paragraf 4, Cadangan Energi Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional, yaitu perlunya cadangan energi untuk mengatasi kondisi krisis dan darurat energi. Kelima butir peraturan di atas mengamanatkan bahwa pengaturan pengadaan dan pemakaian cadangan bahan bakar minyak nasional oleh Pemerintah, sementara pelaksanaan pengadaan dan operasional cadangan bahan bakar minyak nasional oleh Badan Usaha, sedangkan pembiayaannya ditanggung dan atau diganti oleh pemerintah, di mana mekanismenya masih perlu pengaturan yang lebih rinci oleh pemerintah. 3. BESARAN CADANGAN BBM NASIONAL Saat ini kondisi penyangga energi nasional masih sangat mengkhawatirkan, yakni dengan ditandai bahwa minyak dan gas bumi masih menjadi tumpuan utama dalam penyediaan energi di Indonesia, di mana saat ini kondisi penyediaan BBM defisit sekitar 40% dari kebutuhan BBM Penelaahan Prioritas Besaran Cadangan Bahan Bakar Nasional ; Agus Nurhudoyo 55

3 nasional; dibutuhkan infrastruktur kilang baru untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Pemerintah diharapkan dapat mengatasi kendala pembangunan kilang dalam negeri tersebut secara terintegrasi. Peningkatan pemanfaatan bahan bakar lain yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, perlu dilakukan dalam rangka penghematan BBM. Pengurangan subsidi BBM perlu dilakukan secara bertahap untuk menghindari disparitas harga BBM, dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan BBM. Untuk mengurangi seringnya terjadi kelangkaan BBM, perlu dibuat sistem penyangga atau cadangan BBM. Dalam dunia perminyakan terkait cadangan BBM dikenal dua istilah, yaitu cadangan BBM operasional dan cadangan BBM nasional. a. Cadangan BBM Operasional Dalam kegiatan penyediaan dan distribusi BBM terkait cadangan BBM operasional, biasanya dilakukan oleh Badan Usaha Penyediaan BBM dengan batasan sebagai berikut : 1) Cadangan BBM operasional adalah sejumlah volume BBM yang harus tersedia pada depot distribusi untuk mengatasi adanya gangguan dari sisi penyediaan dan pendistribusian. 2) Cadangan operasional terdiri dari Demand Side Safety Stock ditambah Supply Side Safety Stock dan Dead Stock. 3) Badan Usaha wajib menambah volume BBM dalam tangki sebelum jumlah volume BBM dalam tangki mencapai tingkat cadangan operasional. 4) Pengelolaan cadangan BBM operasional dilaksanakan sebagai berikut: a) Cadangan BBM operasional diadakan dan dimiliki oleh Badan Usaha. b) Cadangan BBM operasional hanya dipergunakan pada saat terjadinya krisis BBM yang pengaturannya dilaksanakan oleh Badan Usaha dan penetapan besarannya dilaksanakan oleh Pemerintah. c) Badan Usaha wajib mengembalikan kondisi normal cadangan BBM operasional yang telah digunakan untuk mengatasi krisis. d) Cadangan BBM operasional yang digunakan oleh Badan Usaha untuk kegiatan operasional wajib dilaporkan kepada Pemerintah. b. Cadangan BBM Nasional Dalam kegiatan penyediaan dan distribusi BBM terkait cadangan BBM Nasional biasanya dilakukan oleh Badan Usaha Penyediaan BBM dengan batasan sebagai berikut: 1) Cadangan BBM nasional adalah sejumlah volume BBM yang tersedia dalam tangki depot distribusi BBM yang dapat digunakan untuk mengatasi kelangkaan. 2) Besaran cadangan BBM nasional sangat bergantung pada kondisi dan kemampuan keuangan pemerintah. 3) Pengelolaan cadangan BBM nasional adalah sebagai berikut: a) Cadangan BBM nasional diadakan oleh Pemerintah dan merupakan milik Pemerintah. b) Cadangan BBM nasional hanya dipergunakan pada saat terjadinya kelangkaan BBM yang pengaturan dan penetapannya dilaksanakan oleh Pemerintah. c) Badan Usaha Wajib mengembalikan kondisi volume cadangan BBM nasional yang telah digunakan untuk mengatasi kelangkaan. d) Cadangan BBM nasional yang digunakan oleh Badan Usaha untuk kegiatan operasianal wajib diberitahukan dan memperoleh persetujuan sebelum digunakan kepada Pemerintah dan dilaporkan. e) Badan Usaha dikenakan biaya atas penggunaan BBM untuk kegiatan operasional dari cadangan BBM nasional, yang besarannya ditentukan oleh Pemerintah. 56

4 Secara umum kondisi cadangan BBM pada depot BBM khususnya depot BBM milik PT. Pertamina belum menggambarkan adanya cadangan BBM operasional dan cadangan BBM nasional. Sebagai contoh, Depot BBM Ampenan (Gambar 1) melayani pemenuhan kebutuhan BBM solar untuk wilayah Pulau Lombok sebesar 504 KL/hari. Gambar 1 memperlihatkan bahwa volume BBM solar di Depot Ampenan hanyalah merupakan cadangan volume bongkar kapal, di mana sangat bergantung pada besarnya kapal pemasok BBM solar. Besaran volume bongkar kapal adalah KL atau setara dengan pemenuhan kebutuhan 10 hari. Kapasitas total depot untuk BBM solar adalah KL atau setara untuk pemenuhan kebutuhan 21,5 hari, sehingga masih ada volume kosong (ullage) sebesar KL atau setara untuk pemenuhan kebutuhan 10,8 hari, juga terdapat sejumlah kecil volume dead stock (sesuai standar teknis tangki) yang tidak dapat diambil sejumlah 367 KL atau setara untuk pemenuhan kebutuhan 0,7 hari. Kondisi tersebut belum menggambarkan adanya cadangan BBM operasional, apalagi cadangan BBM nasional. Sesuai dengan amanat perundang-undangan yang ada, maka kondisi tersebut perlu direkondisi terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 menggambarkan bahwa kapasitas tangki BBM solar yang ada (sejumlah KL atau setara untuk pemenuhan kebutuhan 21,5 hari) diperuntukkan untuk volume dead stock, cadangan BBM nasional, cadangan BBM operasional (supply side safety dan demand side safety), cadangan volume bongkar kapal ullage. Dead Stock adalah sejumlah kecil volume di dasar tangki yang dikhawatirkan apabila dipompa kotoran/endapan akan terikut dari dasar tangki dan dapat merusak kualitas BBM. Jumlahnya 367 KL atau setara untuk pemenuhan kebutuhan 0,7 hari. Cadangan BBM nasional adalah sejumlah volume BBM yang tersedia dalam tangki depot distribusi BBM yang dapat digunakan untuk mengatasi kelangkaan, jumlahnya KL atau setara pemenuhan kebutuhan 3 hari (asumsi Gambar 1. Kondisi cadangan pada depot BBM (Survei Depot Ampenan, 2009) Penelaahan Prioritas Besaran Cadangan Bahan Bakar Nasional ; Agus Nurhudoyo 57

5 Gambar 2. Konsep pengaturan cadangan BBM ditetapkan pemerintah). Cadangan BBM operasional adalah sejumlah volume BBM yang harus tersedia pada depot distribusi untuk mengatasi adanya gangguan dari sisi penyediaan dan pendistribusian. Sisi penyediaan sejumlah 403 KL atau setara pemenuhan kebutuhan 0,8 hari (2x waktu tempuh pengiriman BBM dari Depot Manggis Bali ke Depot Ampenan Lombok, dengan waktu tempuh termasuk bongkar muat adalah 9,6 jam). Sisi pendistribusian sejumlah 504 KL atau setara pemenuhan kebutuhan 1 hari (2x waktu tempuh pengiriman dari Depot Ampenan Lombok ke titik terjauh/spbu terjauh, dengan waktu tempuh termasuk bongkar muat adalah 12 jam). Cadangan volume bongkar kapal adalah sejumlah BBM yang dapat diangkut oleh kapal sejumlah KL (tergantung kapasitas kapal yang tersedia) atau setara dengan pemenuhan kebutuhan 10 hari. Ullage adalah sejumlah volume kosong dalam tangki yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk diisi BBM sebesar KL atau setara untuk pemenuhan kebutuhan 6 hari. Sebagai gambaran operasionalisasi cadangan BBM tergambar dalam Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa cadangan BBM nasional dan cadangan BBM operasional merupakan parameter kunci yang kondisinya harus dijaga, tidak boleh turun, kecuali dalam kondisi yang perlu penanganan khusus, sedangkan cadangan volume bongkar kapal merupakan parameter yang berfluktuasi secara berkala. Ruang yang cukup dari ullage untuk dijadikan ruang cadangan BBM nasional hampir dapat dialokasikan untuk semua depot BBM di Indonesia. Sebagai tuntutan adanya besaran jumlah cadangan BBM nasional perlu kiranya dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Jumlah cadangan BBM nasional idealnya 1/3 dari kebutuhan nasional satu tahun atau 120 hari yang harus disediakan secara bertahap selama 40 tahun. Hal ini didasarkan 58

6 Gambar 3. Cadangan BBM operasional pada depot jumlah BBM impor yang sudah akan mencapai 1/3 dari kebutuhan BBM nasional. Pengadaan cadangan BBM nasional diadakan secara bertahap mulai dari 3 hari pada tahun pertama dan meningkat pada tahun berikut (pada tahun kedua menjadi 6 hari, tahun ketiga menjadi 9 hari, dst.) Besarnya cadangan BBM nasional apabila didasarkan dari kuota BBM subsidi premium dan solar untuk PT. Pertamina tahun 2013 masing-masing 32,32 juta KL dan 14,13 juta KL, maka untuk 3 hari Cadangan BBM nasional diperlukan sejumlah KL untuk premium dan KL untuk solar. Apabila pemerintah ingin segera mewujudkan adanya cadangan BBM nasional, maka besarannya untuk 10 tahun pertama disajikan pada Gambar BIAYA CADANGAN BBM NASIONAL Untuk mewujudkan adanya cadangan BBM nasional dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Besaran pengadaan cadangan BBM nasional sangat bergantung pada kondisi dan kemampuan keuangan pemerintah, sehingga perlu ditetapkan prioritas jenis dari cadangan bahan bakar nasional, yaitu premium dan solar. Biaya cadangan bahan bakar nasional bukan hanya terdiri dari biaya pengadaan bahan bakar saja, tetapi termasuk biaya handling dan biaya penyimpanan (sewa storage). Biaya Pengadaan Cadangan BBM Nasional Berdasarkan harga rata-rata lima tahun terakhir, diasumsikan harga premium Rp ,-/liter dan solar Rp. 9,500,-, maka biaya pengadaan cadangan BBM nasional selama 10 tahun sebesar Rp. 34 triliun (Gambar 5). Biaya handling dan penyimpanan cadangan BBM nasional (Referensi Depot BBM milik PT. Maspion di Gresik Jawa Timur). Biaya handling 2 $ US/KL Biaya penyimpanan 7 $ US/KL/bulan Biaya yang diperlukan untuk penanganan cadangan BBM nasional per tahun Penelaahan Prioritas Besaran Cadangan Bahan Bakar Nasional ; Agus Nurhudoyo 59

7 Gambar 4. Besaran cadangan BBM nasional (hasil perhitungan) Gambar 5. Biaya pengadaan cadangan BBM nasional (hasil perhitungan) 60

8 = Biaya handling + biaya penyimpanan = ( KL x 2 $ US/KL) + ( KL x 12 bulan x 7 $ US/KL/bulan) = 763,560 $ US $ US = $ US = Rp ,- (Rp ,-/ $ US) Biaya cadangan BBM nasional = biaya pengadaan + biaya handling & penyimpanan. Besarnya biaya tersebut mulai tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-10 ditunjukkan pada Gambar ANALISIS Berdasarkan data besaran cadangan BBM nasional (Gambar 4) terlihat bahwa apabila pemerintah merencanakan pengadaan cadangan BBM nasional, untuk tahun pertama dengan volume untuk 3 hari pemenuhan kebutuhan BBM subsidi premium dan solar dengan jumlah volume sebesar KL, maka dilihat dari kondisi rata-rata ullage (Gambar 3), juga pada tangki-tangki depot BBM seluruh Indonesia, masih mencukupi untuk penambahan cadangan BBM nasional sampai 2 tahun mendatang atau volume untuk 6 hari pemenuhan kebutuhan BBM subsidi premium dan solar. Bagaimana setelah 2 tahun? Setelah 2 tahun diperlukan pembangunan infrastruktur tangki BBM yang baru yang harus dibangun oleh Badan Usaha Penyedia BBM. Hal tersebut pasti menarik bagi Badan Usaha Penyedia BBM, karena apabila Badan Usaha Penyedia BBM mengelola cadangan BBM nasional, hal ini akan mendapat penggantian biaya handling dan biaya penyimpanan (Gambar 6). Besarnya biaya pengadaan cadangan BBM nasional yang akan ditanggung pemerintah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5. Total biaya cadangan untuk 3 hari dan penanganannya adalah: Rp ,- + Rp ,- = Rp ,- Biaya cadangan BBM nasional untuk 3 hari sebesar Rp ,-. Biaya ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan negara dari sektor migas sebesar Rp 350 triliun. Gambar 6. Besaran biaya cadangan BBM nasional (hasil perhitungan) Penelaahan Prioritas Besaran Cadangan Bahan Bakar Nasional ; Agus Nurhudoyo 61

9 5.1. Alternatif Pembiayaan a. Biaya Pengadaan Cadangan BBM Asumsi pengadaan BBM dibiayai oleh Badan Usaha dengan cost of money dibebankan ke pemerintah (suku bunga BI 7,5%), karena cadangan BBM dikuasai pemerintah, tidak dikomersialkan, namun menguntungkan Badan Usaha. Biaya yang diperlukan untuk cost of money pengadaan cadangan BBM nasional per tahun = Biaya pengadaan BBM x 7,5% = Rp ,- x 7,5% = Rp ,- b. Biaya handling dan penyimpanan cadangan BBM Asumsi biaya handling dan penyimpanan Rp. 165,12,-/liter/tahun (16% dari biaya komersial), karena cadangan BBM tidak dikomersialkan dan menguntungkan Badan Usaha. Biaya yang diperlukan untuk penanganan cadangan BBM nasional per tahun = Biaya handling dan penyimpanan = KL x Rp /KL = Rp ,- Biaya cadangan BBM nasional untuk 1 tahun pertama yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp ,- + Rp ,- = Rp ,-. Biaya ini masih lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan iuran BPH Migas dari BBM sebesar Rp. 350 miliar, sehingga dimungkinkan dibiayai dari anggaran BPH Migas. Juga masih lebih kecil dibanding biaya yang harus dikeluarkan apabila ada kenaikan biaya impor BBM secara mendadak yang mencapai 30 US$/ BBL atau Rp ,-/liter (sekitar Rp. 850 miliar). Bagaimana untuk tahun berikutnya? Jawabannya dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 memperlihatkan bahwa pembiayaan BBM nasional dengan investasi pengadaan BBM oleh Pemerintah, biaya handling dan penyim- Gambar 7. Pembiayaan oleh Pemerintah dan Badan Usaha (hasil perhitungan) 62

10 panan sesuai rule of thumb jauh lebih besar daripada dana yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah, dibanding dengan pembiayaan cadangan BBM nasional dengan investasi pengadaan BBM oleh Badan Usaha (pemerintah mengganti cost of money), biaya handling dan penyimpanan (16% dari biaya komersial), karena cadangan BBM tidak dikomersialkan dan menguntungkan Badan Usaha. Investasi untuk cadangan BBM nasional di tahun pertama apabila investasi oleh pemerintah, maka diperlukan anggaran Rp ,- termasuk biaya handling dan penyimpanan Rp ,-. Investasi untuk cadangan BBM nasional di tahun pertama apabila investasi oleh Badan Usaha, maka diperlukan anggaran yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp ,- Terjadi gap pilihan pembiayaan cadangan BBM nasional yang cukup besar antara investasi oleh Pemerintah dengan Investasi oleh Badan Usaha. Makin bertambah tahun selisih pembiayaan makin besar, apabila investasi oleh pemerintah, maka beban pemerintah menjadi sangat besar, juga beban pekerjaan pengadaan oleh pemerintah sangat besar, dibanding apabila investasi oleh Badan Usaha, pemerintah cukup melakukan pengaturan dan pengawasan. 6. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan 1) Pengalokasian cadangan BBM nasional dapat dilakukan, pertama: memanfaatkan ruang kosong pada tangki (ullage) pada masing-masing depot distribusi, kedua: melakukan pembangunan atau peningkatan kapasitas infrastruktur depot distribusi BBM. 2) Keuntungan dan kerugian adanya cadangan BBM nasional. Keuntungan: aset milik/dikuasai pemerintah yangdapat digunakan oleh semua badan usaha. Menguntungkan Badan Usaha karena dapat mengatasi kekurangan pasok BBM yang dibutuhkan. Biaya yang disediakan Pemerintah setiap tahun relatif konstan untuk penyediaan cadangan nasional selama 3 hari, sehingga mudah dalam penganggarannya. Memberikan PNBP bagi negara, apabila cadangan BBM dipakai oleh Badan Usaha. Kerugian: diperlukan dana penyediaan yang cukup besar, memerlukan dana pemeliharaan, dan memerlukan kapasitas tambahan pada tangki BBM. 3) Sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada, Pemerintah diharapkan dapat segera menetapkan besaran cadangan BBM nasional, jenis dan lokasinya, serta jenis pembiayaannya, apakah investasi oleh Pemerintah atau Badan Usaha. b. Saran Pemerintah perlu segera melakukan langkah-langkah penentuan besaran cadangan BBM operasional dan cadangan BBM nasional pada depot distribusi BBM dengan urutan kegiatan sebagai berikut: 1) Penetapan penggunaan metode penentuan besaran cadangan BBM operasional dan cadangan BBM nasional pada suatu Depot Distribusi BBM. 2) Melakukan kunjungan pada suatu Depot Distribusi BBM, diskusi lapangan untuk menentukan besaran parameter yang akan digunakan untuk menghitung besaran cadangan operasional dan cadangan BBM nasional untuk selanjutnya dilakukan analisis dan evaluasi serta pelaporan hasil diskusi lapangan. Penelaahan Prioritas Besaran Cadangan Bahan Bakar Nasional ; Agus Nurhudoyo 63

11 3) Penetapan besaran cadangan BBM operasional dan cadangan BBM nasional pada suatu depot distribusi BBM. DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0007 tahun 2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Izin Usaha dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Peraturan Menteri Keuangan No. 217/PMK.02/ 2011 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0219/MEM/2010 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Minyak dan Harga Indeks Pasar. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014, Siaran Pers Nomor: 60/Sji/2014 Tanggal : 17 Nopember 2014 Tentang Penyesuaian Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi. 64

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id, agusnurhudoyo@ymail.com

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 07/P/BPH MIGAS/IX/2005 TENTANG

BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 07/P/BPH MIGAS/IX/2005 TENTANG BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 07/P/BPH MIGAS/IX/2005 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2016 ENERGI. Darurat. Krisis. Penanggulangan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1354, 2015 BPH Migas. Badan Usaha. Penyediaan. Pendistribusian. Bahan Bakar Minyak Tertentu. Bahan Bakar Minyak Khusus. Penugasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGATUR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2014 BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Melalui pembahasan dari Bab I sampai dengan pembahasan Bab IV dan sejumlah 5 (lima) pertanyaan yang dilampirkan pada rumusan masalah, maka kami dapat memberikan

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Dasar Hukum BPH Migas

BAB I PENDAHULUAN Dasar Hukum BPH Migas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BPH Migas 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM)

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) No. FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DASAR FUNGSI 1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. No.555, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN INDIKATOR KINERJA UTAMA 1. Nama Organisasi :

Lebih terperinci

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi Sekretariat Jenderal 1.1. Formasi CPNS KESDM yang telah ditetapkan 1.2. Penerimaan CPNS 1.3. Pengangkatan CPNS 1.4. Penempatan CPNS 1.5. Pelantikan Pejabat Struktural

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan makin berkembang kegiatan ekonomi dan makin bertambah jumlah penduduk. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah mengurangi beban subsidi Pemerintah terhadap minyak tanah, mengalokasikan kembali minyak

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved 2 A. KUOTA JENIS BBM TERTENTU TAHUN 2014 Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) sesuai dengan APBN Tahun 2014 sebesar 48,00 Juta KL, dan Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) sesuai dengan

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDISTRIBUSIAN DAN PENJUALAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI DI KABUPATEN KOTAWARINGINN BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK)

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK) Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK) 1 1 LANDASAN HUKUM UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 6 Pasal 12

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PMK.010/2018 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PMK.010/2018 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PMK.010/2018 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18, 2015 KEMENKEU. Penyediaan Anggaran. Perhitungan. Pembayaran. Pertanggungjawaban Subsidi. Bahan Bakar Minyak. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK TRANSPORTASI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Ne

2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2015 KEMEN-ESDM. Harga Jual Eceran. BBM. Perhitungan. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA SEKTOR ESDM Jakarta, 17 Januari 2018 PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 KEGIATAN UTAMA BIDANG PENGELOLAAN DATA 2 I. KEGIATAN UTAMA BIDANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Oleh: Hadi Setiawan 1 Pendahuluan Kekayaan gas alam Indonesia yang besar dan melimpah, jumlah subsidi bahan bakar minyak (BBM)/energi yang sangat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Kilang Minyak. Dalam Negeri. Pembangunan. Pengembangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TAHUN 2015

PENCAPAIAN TAHUN 2015 ESDM Dalam Angka PENCAPAIAN TAHUN 2015 Jakarta, 29 Desember 2015 1 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Daftar Isi 3 4-5 6-8 9-11 12 13 14 15 16 17-18 7 Perubahan Sistemik Energi Baru, Terbarukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rantai pasok Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan kumpulan proses bisnis kompleks, tersebar mulai dari penyedia minyak, pengolahan minyak, pengangkutan minyak, pengecer

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI

BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI BAB II GAMBARAN UMUM ORGANISASI Organisasi Inspektorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 0030 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0044 TAHUN 2005.

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0044 TAHUN 2005. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0044 TAHUN 2005 Tentang PENYELENGGARAAN PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR

Lebih terperinci

2 Koordinator Bidang Perekonomian, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Har

2 Koordinator Bidang Perekonomian, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Har BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.241, 2014 KEMEN ESDM. Harga Jual. Eceran. BBM. Konsumen Tertentu. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2014

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR SEMINAR KONVERSI BBG UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEMBAGA PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN ITB Bandung, 23 Februari 2012 KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR Dr. Retno Gumilang

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818,2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 208/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi Program ICCTF 2010-2011 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 233/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia

Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Oleh: Riza Azmi dan Hidayat Amir Ketahanan energi kembali menjadi topik pembicaraan yang hangat. Belum lama ini Pemerintah mengabarkan stok

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban. Fasilitas Dana. Geothermal. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PMK.011/2012

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN Nomor 11 Tahun 2014 WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

Oleh Kamis, 19 Oktober :36 - Update Terakhir Kamis, 02 November :21

Oleh Kamis, 19 Oktober :36 - Update Terakhir Kamis, 02 November :21 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro hari Rabu (18/10) memaparkan kesiapan sektor ESDM terutama bidang listrik, migas dan geologi menghadapi Hari Raya Idul Fitri 1427 Hijriyah.

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Kondisi yang memungkinkan dilakukan penyesuaian APBN melalui mekanisme APBN Perubahan atau pembahasan internal di Badan Anggaran berdasarkan UU No. 27/2009 1. Pasal 14 Undang-Undang No.47 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III Pemerintah kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid II dan III, Rabu (7/10/2015). Dalam paket tersebut, berbagai kebijakan yang dikeluarkan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM. Kenaikan harga BBM rata-rata sebesar 40% yaitu premium dari Rp 4500

BAB I PENDAHULUAN. BBM. Kenaikan harga BBM rata-rata sebesar 40% yaitu premium dari Rp 4500 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terhitung mulai tanggal 22 Juni 2013, pemerintah menetapkan kenaikan tarif BBM. Kenaikan harga BBM rata-rata sebesar 40% yaitu premium

Lebih terperinci

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2015 KEMEN ESDM. Bahan Bakar Nabati Pembiayaan Badan Pengelola. Kelapa Sawit. Pemanfaatan. Penyediaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro SIMULASI SEDERHANAA : PERHITUNGAN HARGA SUBSIDI BBM BERSUBSIDI Pendahuluan Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga subsidi. Harga keekonomian dipengaruhi oleh besaran ICP

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi DASAR HUKUM UU No. 22/2001 PP 36 / 2004 Permen 0007/2005 PELAKSANAAN UU NO. 22 / 2001 Pemisahan yang jelas antara

Lebih terperinci

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Oleh : Kunaefi, ST, MSE

Lebih terperinci

BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI. PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 18/P/BPH Migas/V/2009 TENTANG

BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI. PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 18/P/BPH Migas/V/2009 TENTANG BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 18/P/BPH Migas/V/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DALAM RANGKA OTONOMI KHUSUS DI PROVINSI PAPUA

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI MIGAS

DATA DAN INFORMASI MIGAS DATA DAN INFORMASI MIGAS A. BAHAN BAKAR MINYAK/BBM Foto kesiapan penyediaan BBM/foto pengeboran minyak lepas pantai Foto kapal tangker pertamina Foto depot pertamina dan truk tangki Jumlah lembaga penyalur

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DI KABUPATEN ALOR DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser No.188, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Pemanfaatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK

Lebih terperinci