Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER

SEKOLAH BERWAWASAN GENDER

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

Position Paper Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

ANALISIS SITUASI PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

PARTISIPASI KASAR ( APK ) MENURUT JENJANG PENDIDIKAN, JENIS KELAMIN DAN KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

Strategi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Tahun 2016

Tingkat Kemiskinan Kabupaten Pasaman Barat dan Propinsi Sumatera Barat Tahun

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dilakukan dan

PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A,

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro

TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

HASIL CAPAIAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

Indikator Kinerja Program. A. Standar Pelayanan Minimal (SPM)

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

KONDISI AWAL TAHUN % 62.00% 50.00% 55.00% 98.40% % % 97.00%

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

Gender, Social Inclusion & Livelihood

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB IV PRIORITAS INTERVENSI KEBIJAKAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI :

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

KATA PENGANTAR DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

ANALISIS HASIL PENELITIAN

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

KATA PENGANTAR ±±. DAFTAR ISI vii ^

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELUARGA TAHUN 2017

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB 5. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

KONSEP GENDER & DATA TERPILAH MENURUT JENIS KELAMIN


KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LANDAK TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

Transkripsi:

Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Wagiran Pokja Gender Bidang Pendidikan DIY Disampaikan dalam Acara Sosialisasi Sekolah Berwawasan Gender bagi Kepala Sekolah di Wisma LPP Tanggal 14 Oktober 2010

PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN Merupakan strategi dasar untuk mencapai keadilan dan dan kesetaraan gender yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan permasalahan gender ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan program, pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan nasionaldi berbagai bidang

INDIKATOR KESETARAAN GENDER Akses dan Pemerataan Pendidikan Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7 12 th, 13 15 th, 16 18 th, 19 24 th Angka Partisispasi Kasar (APK) SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA, PT Angka Partsispasi Murni (APM) SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA, PT Angka Putus Sekolah Angka Buta Aksara penduduk dewasa (15 tahun ke atas) Angka mengulang kelas Angka putus sekolah Angka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi Angka penyelesaian sekolah Angka bertahan Lain-lain isu gender local spesific

PENINGKATAN MUTU DAN RELEVANSI Proporsi peserta didik perempuan terhadap peserta didik laki-laki menurut program studi pada jenis pendidikan kejuruan Hasil akhir Ujian Akhir Nasional dan ujian sekolah masing-masing mata pelajaran yang diujikan Kualifikasi guru berdasarkan jenis kelamin Proporsi guru laki-laki dan perempauan dari SD sampai PT Materi bahan ajar Proses pembelajaran

MANAJEMEN PENDIDIKAN Proporsi perempuan dan laki-laki sebagai tenaga pendidik Proporsi perempuan terhadap laki-laki dalam perumusan kebijakan (pimpinan) dalam lingkup Dinas Pendidikan

1. Mulai munculnya kecenderungan bahwa siswa laki-laki agak tertinggal dibandingkan dengan perempuan baik akses maupun prestasi akademiknya perlu menjaga bahwa anak perempuan tetap bersekolah dan memastikan bahwa anak laki-laki tidak drop out dari sistem persekolahan perlu memastikan agar anak laki-laki maupun perempuan dari kelompok Q1 dan Q2 untuk dapat bersekolah perlu memberi perhatian khusus agar anak laki-laki dan perempuan di desa untuk mendapat akses pendidikan yang makin serupa dengan akses sebayanya di daerah perkotaan perlu dicari sebab tertinggalnya anak laki-laki dalam mengakses pendidikan (faktor budaya atau kemiskinan???)

2. Mulai terlihat kecenderungan prestasi akademik anak laki laki tertinggal dari anak perempuan perlu diperhatikan proses belajar mengajar yang memotivasi anak laki laki untuk belajar dengan lebih sungguh sungguh perlu diperhatikan kemampuan guru dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas pembelajaran termasuk pemahaman mengenai perbedaan kebutuhan secara spesifik siswa perempuan dan laki-laki 3. Masih tingginya buta aksara penduduk perempuan dibanding laki laki perlu dilanjutkan pemihakan peny ediaan pendidikan keaksaraan bagi perempuan buta aksara yang berusia 15 tahun priotitas pada kelompok penduduk usia 25 44 tahun

FENOMENA Laki-laki berjuang mencari nafkah demi anak istri Pilihan keluarga kurang beruntung memberikan prioritas bagi anak laki-laki untuk sekolah (rate of return lebih tinggi) Penghasilan pekerja perempuan berada pada persentile ke 69 terhadap laki-laki Semakin tinggi jenjang pendidikan pekerja semakin sempit perbedaan rata-rata penghasilan/upah perempuan dan laki-laki

Laki-laki banyak berkeahlian bidang teknologi dan industri yang nyata-nyata lebih produktif, sedangkan perempuan lebih memilih bidang-bidang kurang produktif (psikologi, administrasi, tatausaha, dan bidang sosial lainnya)

Upah pekerja perempuan lebih rendah dari laki-laki, kecuali pada pegawai negeri Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sempit kesenjangan dalam sistem pengupahan Sektor seperti angkutan, komunikasi, listrik, gas dan air bersih serta bangunan pengupahan sudah sensitif gender. Sektor yang masih bias gender adalah pertanian dan industri pengolahan (upah perempuan hampir setengah dari upah laki-laki)

Angka melanjutkan lulusan SLTP ke SMK menunjukkan kesenjangan yang tinggi di pihak perempuan (stereotype keahlian teknologi lebih cocok untuk laki-laki) Angka melanjutkan ke PT: perempuan lebih suka ke LPTK sedangkan laki-laki di non LPTK Jurusan yang dipilih perempuan merupakan jurusan berkaitan dengan sektor domestik seperti tata boga, tata busana, tata rias dan yang sejenisnya

Proporsi jumlah peserta didik tidak seimbang menurut jurusan atau program studi pada jenjang menengah dan pendidikan tinggi (Ace Suryadi, 2004) Laki-laki diasumsikan lebih kuat sehingga cocok masuk jurusan sains dan teknologi Pemilihan program khusunya di SMK dikaitkan dengan pandangan masyarakat yang diasumsikan berdasarkan kecocokan antara program studi dengan jenis kelamin (pantas-tidak pantas)

Program studi yang dipersepsikan masyarakat kurang pantas untuk perempuan didominasi laki-laiki seperrti pertanian dan teknologi. Siswa perempuan lebih memilih jurusan Bisnis dan Manajemen meskipun jurusan tersebut jenuh dan tidak banyak dibutukan tenaga profesional dibidang tersebut Hal yang sama terjadi dalam lingkup perguruan tinggi. Mahasiswi lebih memilih jurusan-jurusan manajemen, jasa dan transportasi, bahasa dan sastra serta psikologi

Suatu sekolah yang baik aspek akademik, sosial, lingkungan fisik maupun lingkungan masyarakatnya memperhatikan secara seimbang baik kebutuhan spesifik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan

ASPEK AKADEMIK SEKOLAH RESPONSIF GENDER ASPEK SOSIAL ASPEK LINGKUNGAN FISIK MEMPERHATIKAN SECARA SEIMBANG KEBUTUHAN SPESIFIK ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN ASPEK LINGKUNGAN MASYARAKAT 15

Sistim Pengelolaan MANAJEMEN SEKOLAH Penataan Ruang Pengelolaan Sarpras SEKOLAH BERWAWASAN GENDER PROSES PEMBELAJARAN Pembelajaran Perencanaan Pembelajaran Materi Pembelajaran Penggunaan Bahasa Interaksi Kelas PERAN SERTA MASYARAKAT Komite Sekolah Hubungan Guru dng Ortusis Pengelolan Pubertas Pelecehan Seksual

Pembelajaran Berwawasan Gender Perencanaan Pembelajaran Berwawasan Gender Materi Pembelajaran Responsif Gender Penggunaan Bahasa Responsif Gender Interaksi Kelas

Proses pembelajaran yang senantiasa memberikan perhatian seimbang bagi kebutuhan khusus baik bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. Guru harus memperhatikan berbagai pendekatan belajar yang memenuhi kaidah kesetaraan dan keadilan gender, baik melalui proses perencanaan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, pengelolaan kelas, maupun dalam evaluasi hasil belajar

Adalah rencana mengajar yang memperhitungkan kebutuhan khusus yang dimiliki oleh peserta didik laki-laki dan perempuan dalam proses pembelajaran

Materi atau konten pembelajaran :apakah materi yang disusun benar-benar mengandung stereotipi gender? Metodologi dan Pendekatan Mengajar. Guru harus memilih metode belajar-mengajar yang dapat memastikan partisipasi yang setara dan seimbang antara peserta didik laki-laki dan perempuan.

Kegiatan Pembelajaran. Rencana pembelajaran harus dapat menjamin agar semua siswa dapat berpartisipasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran Tata letak Ruang Kelas dan Interaksi. Guru harus merencanakan tata letak ruang kelas yang memungkinkan agar pola interaksi antara guru dengan peserta didik memungkinkan terjadinya partisipasi yang seimbang antara peserta didik laki-laki dan perempuan

Perencanaan untuk mengelola kesetaraan dan keadilan gender dalam kelas. Guru perlu menyediakan waktu untuk membicarakan mengenai masalah gender yang lain, jika ada, seperti anak perempuan tidak tertinggal pelajaran karena menstruasi atau karena harus membantu pekerjaan rumah tangga, karena ejekan dari teman-temannya, atau bahkan masalah-masalah lain yang masih dianggap tabu seperti pelecehan sexual, menstruasi dan sebagainya

Umpan balik dan Penilaian. Guru harus merencanakan bagaimana mereka menjamin adanya umpan balik dari siswa laki-laki dan perempuan dan mengetahui bagaimana siswa-siswa memahami pelajaran yang diberikan

Penyusunan materi pembelajaran perlu dibentuk dalam kaitan dengan pola hubungan gender (gender relation) yang seimbang antara laki-laki dan perempuan Guru perlu membuat contoh-contoh yang lebih seimbang. Jika dalam buku IPA hanya tercantum ahli-ahli laki-laki, guru perlu menambahkan ahli-ahli perempuan. Begitu juga aktivitas yang digambarkan untuk anak laki-laki dan perempuan juga perlu dibuat seimbang.

Guru tetap menggunakan buku pelajaran yang ada tetapi dengan melakukan beberapa penyesuaian sehingga materi pembelajaran yang disampaikan menjadi lebih memperhatikan wawasan kesetaraan gender.

Penggunaan bahasa yang salah dapat menyampaikan pesan yang negatif dan mengganggu pembelajaran. Sebagai contoh, apabila guru yang secara terus menerus mengatakan pada seorang siswa kamu memang bodoh, siswa tersebut mungkin menjadi percaya bahwa hal tersebut memang benar dan hal ini akan berdampak buruk pada kinerja akademiknya

Bahasa juga dapat mendorong terjadinya ketidaksetaraan. Sebagai contoh, bahasa yang digunakan di kelas seringkali merefleksikan dominasi siswa laki-laki di kelas dan melemahkan perempuan untuk memiliki posisi yang lebih rendah. Penggunaan bahasa yang responsif gender di ruang kelas berarti memperlakukan anak laki-laki dan perempuan sebagai mitra sejajar dan mendorong tumbuhnya lingkungan yang lebih kondusif bagi siswa laki-laki dan perempuan untuk belajar dengan baik.

Bentuk-bentuk bahasa lain termasuk juga bahasa tubuh dan tindak tanduk yang dapat ditauladani siswa perlu pula dijaga. Main mata, mengelus, memegang, atau cara memandang seringkali sangat mengganggu partisipasi di kelas khususnya bagi siswa yang dijadikan target.

Guru perlu menyadari bahwa siswa laki-laki dan perempuan membutuhkan perhatian yang berlainan. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menciptakan interaksi kelas yang benar-benar menggambarkan adanya kesetaraan dan keadilan gender. Guru yang responsif gender adalah guru yang memperlakukan anak laki-laki dan perempuan dengan penghargaan yang sama agar mampu mendorong setiap anak untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembelajaran, seperti menyampaikan pendapatnya

Perlakukan yang sama akan memberi kesan bahwa setiap peserta didik adalah berharga dan bernilai, terlepas dari apakah mereka laki-laki atau perempuan atau karena perbedaan lainnya. Jika guru memperlakukan setiap anak secara baik, akan memudahkan bagi anak untuk mendengarkan dan akibatnya menghargai satu sama lain, atau bahkan berbagi dan bermain secara rukun dan damai

Guru yang inovatif perlu mencari cara untuk mengelola tata letak ruang kelas untuk menjadi lebih kondusif bagi tumbuhnya partisipasi belajar baik bagi peserta didik laki-laki maupun perempuan Tata letak ruang tradisional yaitu semua siswa menghadap ke depan, tidak mendorong lingkungan pembelajaran yang berpusat ke anak (student centered learning) dan kurang memberi ruang tumbuhnya partisipasi secara seimbang antara peserta didik laki-laki dan perempuan

Mencampur anak laki-laki dan perempuan (kecuali untuk sekolah-sekolah khusus) Mendorong partisipasi baik anak laki-laki maupun perempuan Tata letak tempat duduk mendorong anak laki-laki dan perempuan menyampaikan pendapat dan menghilangkan rasa malu

Gambar dan ilustrasi di dinding yang seimbang antara laki-laki dan perempuan (misalnya: gambar pahlawan) Ukuran, bentuk, dan berat meja dan kursi yang sesuai