BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

ANALISIS LAYANAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

A. Pentingnya Perencanaan

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SDN TAWANGSARI 01 PUJON TESIS

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

Kata Kunci: Aksesibilitas dan Partisipasi Masyarakat, Pendidikan Dasar 9 Tahun, dan Daerah Perbatasan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan. sumber daya manusia. Karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan

RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORA AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 (LAKIP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. usaha manusia dalam rangka memajukan aktivitas. Pendidikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

Pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

BAB I PENDAHULUAN. tersebut pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

INDIKATOR KINERJA UTAMA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

PENYUSUNAN PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2015/2016

BAB II KEADAAN UMUM INSTANSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU

KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A,

RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 ESELON III BIDANG PAUDNI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2017 Pusat Data Dan Statistik Pendidikan Dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 DINAS PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. makhluk manusia saja di dalam hidup dan kehidupannya mempunyai masalah

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini.

Bab III Akuntabilitas Kinerja

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Misi 4. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang Berkualitas tanpa Meninggalkan Kearifan Lokal

dari target 28,3%. dari target 25,37%. dari target 22,37%. dari target 19,37%.

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2016

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN KEBUDAYAAN PEMUDA DAN OLAH RAGA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

kualifikasi S1/D IV,S2 atau lebih. guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dasar favorit. Pada lembaga persekolahan ini tidak cukup ruang bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur KATA PENGANTAR

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2015

KINERJA PENDIDIKAN KESETARAAN SEBAGAI SALAH SATU JENIS PENDIDIKAN NONFORMAL *) THE PERFORMANCE OF EQUALITY EDUCATION AS A TYPE OF NON FORMAL EDUCATION

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) & INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI)

Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012

ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

DR. H. Sofyan Sauri, M.Pd (Ketua) Anggota : 1. Drs. H. Ade Sadikin Akhyadi, MSi 2. Drs. Yadi Ruyadi, MSi

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan bagi masyarakat oleh pemerintah ditandai dengan dicanangkannya program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun. Pelaksanaan program Wajar Dikdas sembilan tahun ditargetkan tuntas pada akhir tahun 2008 melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas Sembilan Tahun. Namun, kebijakan ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar yang kemudian dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemendinas 2010 2014 untuk dijadwal ulang dan ditargetkan tuntas pada tahun 2014. Indikator yang digunakan adalah Angka Partisipasi Murni (APM) untuk tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara nasional telah mencapai lebih dari 96 %, dan untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP/MTs) menggunakan Angka Partisipasi Kasar (APK) secara nasional telah mencapai lebih dari 110 %. Realisasi perencanaan dan pelaksanaan program Wajar Dikdas berpedoman dan disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005 20025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yakni Renstra Kemendiknas Tahun 2005 2009, selanjutnya dijabarkan kembali ke dalam Renstra Kemendinas 2010 2014. Renstra Kemendinas ini menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan di pusat maupun 1

daerah dalam merencanakan dan melaksanakana serta mengevaluasi program dan kegiatan pembangunan pendidikan. Pencapaian target penuntasan Wajar Dikdas secara nasional pada tahun 2008 secara nasional yang ditunjukkan oleh data yakni APM SD/MI 94,9 %, dan APK SMP/MTs 92,52 % (Balitbang Depdiknas, 2008). Pencapaian target secara nasional dapat dikatakan hampir tuntas, namun kesenjangan masih diketemukan di beberapa propinsi, dan terlebih di kabupaten/kota yang capaian APK/APM berada dibawa capaian nasional. Hal ini menggambarkan bahwa di propinsi maupun kabupaten/kota tersebut belum mencapai target tuntas Wajar Dikdas nasional. Capaian APK/APM pendidikan dasar di beberapa propinsi maupun kabupaten/kota tersebut juga menggambarkan bahwa belum semua anak usia Wajar Dikdas di wilayah itu memperoleh layanan pendidikan dasar. Anak usia Wajar Dikdas 7 15 tahun yang belum terlayani pendidikan dasar ini dapat tersebar diberbagai tempat seperti wilayah pedesaan, daerah terpencil dan terisolir maupun di wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2009) bahwa kelompok anak usia Wajar Dikdas yang belum terlayani pendidikan dasar umumnya anak usia 13 15 tahun dan kelompok anak ini lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan sebesar 28,64 % sedangkan di wilayah perkotaan 22,04 %. Ada berbagai sebab seperti rendahnya motivasi bersekolah sehingga anak dapat sekolah, mahalnya biaya pendidikan, yang harus ditanggung oleh anak, pilihan anak untuk bekerja agar dapat membantu ekonomi keluarga (Meydianawati, 2009) yang membuat anak usia Wajar Dikdas tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh 2

pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal, serta berbagai jenis layanan pendidikan alternatif yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Banyak faktor yang saling terkait yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor seperti anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, tingkat kesadaran masyarakat, dan kesehatan (Suyanto, 2001), tingginya biaya yang dibebani berupa biaya-biaya langsung pendidikan individual (ongkos, buku, pakaian seragam dll) dan biaya-biaya tidak langsung lainnya (Todaro, 2000), tidak tersedianya sekolah yang mudah terjangkau oleh masyarakat (Oey dalam Pertiwi, 2009) termasuk ketersediaan tenaga pendidik, baik dari segi jumlah maupun spesifikasinya agar dapat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas maka kajian kebijakan dalam penelitian ini lebih diarahkan pada bagaimana pemerintah Kabupaten Ende mengimplementasikan kebijakan Wajar Dikdas dalam upaya peningkatan partisipasi sekolah pada kelompok anak usia 7 15 tahun yakni, kelompok anak usia 7 12 tahun, dan kelompok anak usia sekolah menengah pertama 13-15 tahun atau yang sudah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar yang melanjutkan ke tingkat sekolah menengah pertama. Dengan demikian, diharapkan dapat memperoleh gambaran secara mendalam mengenai pelaksanaannya di lapangan, permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan kebijakan, dan strategi yang dilakukan sebagai solusi agar anak yang sudah tamat dari 3

sekolah dasar mempunyai kesempatan dalam memperoleh layanan pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama. Pelaksanaan program Wajar Dikdas sembilan tahun di Kabupaten Ende berdasarkan data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dinas PPO) pemerintah Kabupaten Ende bahwa partisipasi sekolah pada kelompok anak usia sekolah dasar (7 12 tahun) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kolompok anak usia sekolah menengah pertama (13 15 tahun). Hal ini dapat dilihat dari data pencapaian APM/APK dalam dua tahun terakhir yakni APK untuk tingkat sekolah dasar (SD/MI) mencapai 118,48 % pada tahun 2009, dan 125,35 % pada tahun 2010. APK tingkat sekolah menengah pertama (SMP/MTs) mencapai 73,72 % tahun 2009, dan 84 % pada tahun 2010. Sementara APM di tingkat sekolah dasar tahun 2009 dan 2010 berturut-turut adalah 97,72 % dan 124,34 % sedangkan untuk tingkat SMP/MTs 56,25 % dan 64,33 %. APM SMP 64,33 % artinya, bahwa anak usia 13 15 tahun yang sudah terserap masuk SMP/MTs sudah sebanyak 64,33 %, dan 35,67 % anak yang belum mendapat layanan pendidikan tingkat SMP/MTs dari total jumlah penduduk usia 13-15 tahun. Keberhasilan dan tingginya partisipasi sekolah pada tingkat SD/MI disebabkan tingginya minat orangtua untuk menyekolahkan anak usia 7 12, tersedianya dana BOS, dan dibukanya unit sekolah baru (USB) di beberapa kecamatan seperti di kecamatan Maukaro, Nangapanda, Weweria, dan kecamatan Ende. Peningkatan partisipasi sekolah pada SD/MI tidak sebanding tingkat sekolah menegah pertama, artinya bahwa di wilayah ini masih ada anak usia Wajar Dikdas yang lulus SD/MI yang tidak melanjutkan sekolah atau dropout. 4

Untuk melihat seberapa jauh upaya pemerintah Kabupaten Ende dalam melaksanakan kebijakan Wajar Dikdas untuk membuka kesempatan bagi anak usia 7 15 tahun dalam memperoleh layanan pendidikan dasar peneliti menggunakan APM atau Net Enrolment Rate (NER) untuk tingkat sekolah dasar dan APK atau Gross Enrolment Rate (GER) untuk tingkat sekolah menengah pertama. APM merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan partisipasi pada tingkat sekolah dasar, dan APK adalah indikator untuk menentukan tingkat keberhasilan partisipasi pada tingkat sekolah menengah pertama. APK itu sendiri merupakan rasio jumlah siswa, tanpa memandang batas usia anak yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut, sedangkan APM adalah perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase (Statistik Pendidikan, 2009). Kajian implementasi kebijakan ini menggunakan APM untuk tingkat sekolah dasar hal ini disebabkan APM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan partisipasi sekolah pada tingkat sekolah dasar, dan APK digunakan pada tingkat sekolah menengah pertama. Keberhasilan capaian APM di tingkat sekolah dasar semestinya dapat meningkatkan partisipasi sekolah di tingkat sekolah menengah pertama. Hal ini disebabkan bahwa anak usia sekolah yang dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat sekolah menengah pertama adalah anak yang telah menamatkan pendidikannya di tingkat sekolah dasar. Selain itu APM dan APK adalah merupakan indikator yang digunakan untuk 5

menilai tingkat keberhasilan setiap daerah dalam melaksanakan program pendidikan dasar dan yang telah dimasyarakatkan oleh badan dunia UNESCO (Suyono, 2000). 1.2. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka fokus penelitian ini lebih diarahkan pada kajian implementasi kebijakan Wajar Dikdas dalam upaya peningkatan partisipasi sekolah pada tingkat sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama. Untuk menilai keberhasilan implementasi kebijakan Wajar Dikdas pada tingkat sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama peneliti menggunakan APM ditingkat sekolah dasar dan pada tingkat sekolah menengah pertama menggunakan indikator APK. Kajian kebijakan ini dilakukan di Dinas PPO pemerintah Kabupaten Ende, dan masalah yang akan diteliti meliputi: 1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah Kabupaten Ende? 2. Bagaimana gambaran kendala pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah Kabupaten Ende? 3. Bagaimana Strategi menghadapi kendala pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah Kabupaten Ende? 6

1.3. Tujuan Penelitian Mengacuh pada rumusan masalah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara mendalam beberapa hal yang ingin dicapai sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis implementasi kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah kabupaten Ende 2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah kabupaten Ende 3. Untuk mennganalisis strategi yang telah dilakukan pemerintah dalam menghadapi kendala pelakasanaan kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun sebagai upaya peningkatan APM/APK pada sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama di pemerintah kabupaten Ende 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis bagi semua elemen dan stakeholder pendidikan di pemerintah kabupaten Ende, terutama bagi para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan membuat kebijakan peningkatan partisipasi dalam bidang pendidikan dasar. Adapun manfaat yang diharapkan adalah: 7

1.4.1. Manfaat secara teoritis: a. Kontribusi akademis dalam mengembangkan konsep teori kebijakan pendidikan, yang berkaitan dengan kebijakan Wajar Dikdas dalam upaya peningkatan partisipasi sekolah b. Sebagai input bagi para pengambil kebijakan pendidikan agar dapat dijadikan bahan untuk evaluasi dan kajian terhadap kebijakan Wajar Dikdas yang telah dilaksaknakan c. Sebagai input bagi para perumus dan pengambil kebijakan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam merumuskan kebijakan Wajar Dikdas yang berkaitan dengan peningkatan partisipasi sekolah 1.4.2. Manfaat secara praktis: a. Memberikan kontribusi praktis bagi para perumus dan pengambil kebijakan Wajar Dikdas di pemerintah kabupaten Ende melalui Dinas PPO agar dapat dijadikan landasan dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan kebijakan pendidikan dasar b. Penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pemerintah kebupaten Ende, dalam rangka pengembangan kebijakan Wajar Dikdas c. Bagi peneliti sebagai bahan untuk mengetahui dan memahami secara khusus mengenai kebijakan Wajar Dikdas, di pemerintah kabupaten Ende. 8

1.5. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan persepsi judul, permasalahan dan maksud dari penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut: 1. Implementasi kebijakan Implementasi merupakan pelaksanaan suatu kebijakan dilapangan. Putt dan Springer dalam Syafaruddin (2008:86) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan keputusan yang memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi terwujud dalam praktik organisasi. Mustofa (2008) mengatakan bahwa implementasi kebijakan menyangkut masalah sosialisasi kebijakan, persepsi masyarakat terhadap kebijakan yang dilaksanakan, kepatuhan terhadap kebijakan, dan dampak dari pelaksanaan suatu kebijakan. 2. Partisipasi sekolah jenjang pendidikan dasar Partisipasi sekolah jenjang pendidikan dasar adalah program pemerintah yang terdiri dari pernyataan tentang tujuan dan sasaran untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan, dan digunakan untuk memantau pencapaian tujuan program wajib belajar pendidikan dasar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masih sekolah pada usia 7 15 tahun (BPS, 2009). Tingkat partisipasi sekolah pada pendidikan dasar adalah tingkat partisipasi anak usia sekolah dasar yang dihitung melalui APM tingkat SD/MI (7 12 tahun), dan anak usia sekolah menengah pertama SMP/MTs (13 15 tahun) yang dihitung melalui APK yang akan 9

memberikan gambaran rasio anak usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk pada masing-masing kelompok jenjang pendidikan dasar. 3. Kebijakan Wajar Dikdas sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama Kebijakan wajib belajar sembilan tahun dalam upaya peningkatan APM/APK dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama dimaksudkan adalah bahwa anak usia sekolah dasar yang telah menamatkan pendidikan di SD/MI, dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat sekolah menengah pertama SMP/MTs sampai tamat. Jadi tidak ada yang berhenti sekolah atau putus sekolah sebelum waktunya baik secara sengaja yang dilakukan oleh siswa sendiri (tidak mau sekolah) maupun secara tidak sengaja karena kemampuan finansiil orangtua yang rendah sehingga menyebabkan seorang siswa terpaksa berhenti bersekolah. Suryadi (2002) mengatakan bahwa keterbatasan kesempatan pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu adalah rendahnya status ekonomi keluarga atau faktor kemiskinan. 10