BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Hengki Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia di tahun 2035 mencapai jiwa (BPS, 2013). Jumlah yang besar tersebut memiliki dampak positif bagi penduduk Indonesia dalam pembangunan yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi karena penduduk usia produktif yang menanggung penduduk usia nonproduktif sangat rendah. Di sisi lain, penduduk usia produktif yang tidak berkualitas justru akan menjadi ancaman dan beban bagi negara. Langkah yang dilakukan untuk menyiapkan tantangan bonus demografi salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan menjadi salah satu pilar dalam menghadapi tantangan-tantangan yang akan datang. Selain itu, pendidikan juga menjadi hal penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan sebuah investasi yang dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja serta sebagai modal bekerja lebih produktif yang nantinya dapat meningkatkan penghasilan (Prihastuti, 2007). Dewasa ini, pendidikan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan nasional merupakan upaya dari seluruh komponen pemerintah dan masyarakat yang dilakukan terencana dan sistematis. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri (Irianto, 2012). Pembangunan akan tumbuh dengan baik yang diikuti juga peningkatan kualitas pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan memegang peran dalam proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia (Shofan, 2007). 1
2 Peningkatan kualitas pendidikan akan menciptakan SDM yang berkualitas nantinya dapat membantu dalam pertumbuhan ekonomi. Konsep investasi sumberdaya manusia (invest in human capital) dalam pidato Theodore Schultz (1960) adalah proses perolehan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi, tetapi sebuah investasi. Pembangunan dalam sektor pendidikan telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Asumsi dasar Teori Human Capital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan (Atmanti, 2005). Pendidikan akan dipandang sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian. Pencapaian pendidikan dasar merupakan salah satu dari target Millennium Development Goals (MDG s). Pendidikan merupakan tantangan utama dalam pencapaian MDG s. Berbagai kebijakan dan program pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut adalah (1) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya masyarakat miskin; (2) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; (3) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan. Pemerataan pendidikan merupakan masalah yang sampai sekarang dihadapi oleh negara berkembang terutama Indonesia. Pendidikan merupakan kunci pembangunan, untuk itu perlu mempersiapkan generasi masa depan yang berkualitas, salah satunya adalah dengan mempersiapkan penduduk usia tahun (usia sekolah menengah pertama). Harapannya adalah para generasi muda dapat berkembang menjadi lebih produktif dan dapat membuka peluang bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas SDM. Adapun dasar hukum mengenai setiap individu memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan, seperti yang tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dasar hukum yang serupa juga tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2
3 dan pasal 11 ayat (1) menyatakan Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Adanya dasar hukum tersebut dapat terlihat jelas bahwa pendidikan merupakan sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Upaya pemerintah dalam mencapai peningkatan mutu pendidikan adalah dengan pemerataan dan perluasan pendidikan serta membuka kesempatan kepada penduduk usia sekolah untuk dapat mengenyam pendidikan dengan didukung sarana prasarana pendidikan yang lebih baik. Langkah tersebut bertujuan agar setiap individu memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Salah satu indikator untuk menggambarkan partisipasi pendidikan adalah dengan angka partisipasi murni (APM). APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Adapun data yang menunjukkan APM nasional seperti yang terdapat pada Tabel 1.1. APM di setiap propinsi sangat bervariasi. Aceh memiliki APM tertinggi pada tahun 2014 sebesar 85,20 dan Papua memiliki APM terendah sebesar 53,68. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu penyebab disparitas APM adalah letak geografis. D.I.Yogyakarta sebagai kota pendidikan atau barometer nasional memiliki APM sebesar 82,20% pada tahun Angka tersebut di bawah APM Aceh dan Kepulauan Riau. Tabel 1.1 Angka partisipasi murni (APM) Nasional Tahun Provinsi Angka Partisipasi Murni (APM) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau
4 Provinsi Angka Partisipasi Murni (APM) Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat 62, Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Respon pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menghadapi bonus demografi dan arus globalisasi saat ini adalah dengan mengadakan beberapa program bantuan. Program bantuan dari pemerintah berupa bantuan operasional sekolah (BOS) sebagai wujud pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun dan program beasiswa bagi kalangan masyarakat tidak mampu. Program bantuan tersebut ditujukan kepada masyarakat agar penduduk usia sekolah mendapatkan haknya untuk dapat mengenyam pendidikan. Kota Yogyakarta sudah memiliki APM 100%, artinya adalah anak usia sekolah di Kota Yogyakarta dapat bersekolah dengan tepat waktu. Namun, tahun 2014 Kabupaten Gunungkidul memiliki APM lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, meskipun mengalami peningkatan pada tahun 2014, seperti yang terdapat pada Tabel 1.2. Bervariasinya nilai APM di DIY menunjukkan bahwa program pemerintah wajib belajar (WAJAR) 9 tahun belum terselesaikan secara tuntas. 4
5 Tabel 1.2. Angka Partisipasi Murni (APM) Jenjang SMP/MTs (usia tahun) Kabupaten/Kota di DIY Tahun 2013 dan No. Kabupaten/Kota APM Tahun 2013 APM Tahun Kota Yogyakarta 100,00 100,00 2. Kabupaten Bantul 77,05 86,69 3. Kabupaten Kulon Progo 82,41 87,49 4. Kabupaten Gunungkidul 78,09 79,92 5. Kabupaten Sleman 82,62 88,22 Sumber:Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015 Dengan demikian, penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka partisipasi murni di Kabupaten Gunungkidul menjadi penting. Pendekatan geografi menjadi penting juga untuk menjawab tujuan penelitian. Pendekatan geografi yang digunakan adalah pendekatan keruangan, hal ini dikarenakan ruang menjadi penting sebab Gunungkidul memiliki kondisi topografi yang beragam dan sangat berimplikasi terhadap akses yang berbeda-beda Rumusan Masalah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemerataan pendidikan adalah angka partisipasi murni (APM) (Depdiknas, 2002). Tingkat pemerataan pendidikan di Indonesia pada tahun 2013 hingga 2014 dapat terlihat bahwa adanya perbedaan yang sangat mencolok di wilayah Indonesia bagian barat dan timur, terutama di provinsi Aceh dan Papua. Salah satu faktor penyebabnya adalah kondisi geografis. Hal serupa juga terjadi di D.I.Yogyakarta yang merupakan kota pendidikan atau barometer nasional memiliki APM yang bervariasi di tingkat kabupaten/kota. Pada tabel 1.2 APM di Gunungkidul paling rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya pada tahun 2014, yaitu sebesar 79,92%. Menurut Dewi, dkk (2014), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi angka partisipasi murni (APM) adalah faktor lokasi. Penelitian ini hendak mengkaji variasi APM di daerah yang memiliki tantangan fisik geografis. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah: 5
6 1. Bagaimana variasi keruangan angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama di Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama di Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis variasi keruangan angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama menurut kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama menurut kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan khususnya dalam hal pembangunan sumberdaya manusia (PSDM). 2. Bagi pemerintah, nantinya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam menentukan kebijakan yang menyangkut tentang pendidikan. 3. Bagi masyarakat yaitu membantu meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap pentingnya pendidikan Keaslian Penelitian Peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan partisipasi pendidikan. Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah mengkaji tentang angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK). Sasaran penelitian tersebut pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah. Pertama, penelitian tentang Variasi Spasial Angka Partisipasi Sekolah Usia Pendidikan Dasar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kabupaten Bantul oleh Triyanto (2009). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif 6
7 rasionalistik dengan metode deduktif. Variasi APS usia pendidikan dasar merupakan variabel dependen dan aksesibilitas, jumlah fasilitas sekolah, status pekerjaan orangtua, tingkat kemampuan keluarga, serta tingkat pendidikan orangtua merupakan variabel independen pada penelitian tersebut. Penelitian kedua berjudul Pengaruh Dimensi Keruangan Terhadap Variasi Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Sekolah Menengah di Kabupaten Gunungkidul oleh I Wayan Suartika (2008). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan rasionalistik dengan metode deduktif. Variabel dependen penelitian tersebut adalah APK jenjang SMU/SMK. Aksesibilitas (jumlah sekolah menengah, fasilitas transportasi) dan pendapatan rata-rata kepala keluarga merupakan variabel independen. Penelitian ketiga berjudul Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah serta Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama: Data Panel 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2006 Hingga 2011 oleh Niken Ajeng Lestari (2014). APK tingkat SD dan SMP, APS tingkat SD dan SMP merupakan variabel dependen penelitian tersebut dan persentase belanja pendidikan terhadap PDRB, rasio guru-murid, jumlah sekolah, populasi, jumlah orang miskin, angka pengangguran terbuka, PDRB per kapita, tingkat melek huruf usia dewasa, dummy jawa/non-jawa, variabel interaksi merupakan variabel independen. Terakhir adalah penelitian oleh Purnowati (2007) dengan judul Analisis Ketimpangan tingkat partisipasi sekolah jenjang SLTP dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Sekolah antar Kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitiannya adalah: (1) ketimpangan tingkat partisipasi sekolah jenjang SLTP dan sederajat di Kabupaten Kebumen masih tinggi dengan nilai Index Williamson sebesar 0, untuk skala 0 sampai dengan 1, di mana 0 untuk merata sempurna dan 1 untuk ketimbapangan sempurna; (2) Pendidikan KK yang rendah (SD ke bawah) dan KK miskin berpengaruh negatif; (3) Beberapa kecamatan selalu masuk dalam klasifikasi di mana pendidikan KK yang lebih baik, persentase KK miskinnya rendah dan tingkat partisipasi sekolahnya tinggi. 7
8 Tabel 1.3. Penelitian Terdahulu No. Penulis Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil 1. Triyanto Variasi Spasial Angka Partisipasi Sekolah Usia Pendidikan Dasar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kabupaten Bantul Tesis (2009) UGM. Mendeskripsikan perbedaan (variasi) spasial APS usia pendidikan dasar serta mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif rasionalistik dengan metode deduktif. 1. Variasi spasial APS usia pendidikan dasar cenderungmengelompok sesuai dengan klasifikasi capaian APS usia pendidikan dasar. 2. Faktor yang paling berpengaruh ialah jumlah KK miskin, prosentase KK tidak tamat SD, prosentase KK tidak bekerja, jumlah fasilitas sekolah dikdas, dan ratio kepadatan jalan diabaikan. 3. Alokasi bantuan dana pendidikan yang disalurkan Pemerintah Kabupaten Bantul belum mengacu pada perbedaan pencapaian APS sehingga hasil kurang optimal. 2. Suartika, I Wayan Pengaruh Dimensi Keruangan Terhadap Variasi Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Sekolah Menengah di Kabupaten Gunungkidul 1. Mendeskripsikan variasi secara spasial APK jenjang sekolah menengah dan pola keruangan di Kabupaten Gunungkidul. 2. Menentukan faktor keruangan (spasial) yang paling berpengaruh terhadap variasi APK jenjang sekolah menengah di Kabupaten Gunungkidul Metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan rasionalistik dengan metode deduktif. Adanya variasi APK antar bagian wilayah zona tengah cenderung memiliki APK tinggi, dibandingkan zona utara dan selatan. Faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat variasi APK di Gunungkidul adalah jumlah sekolah menengah di setiap wilayah. 8
9 3. Lestari, Niken Ajeng Tesis (2008) UGM. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah serta Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama: Data Panel 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2006 Hingga Mendeskripsikan respon masyarakat yang menyekolahkan anak jenjang SLTA maupun yang tidak menyekolahkan anak jenjang SLTA terhadap variasi keruangan wilayah. 1. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi angka partisipasi sekolah tingkat SD dan SMP 2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi angka putus sekolah tingkat SD dan SMP. Penelitian ini menggunakan paradigma positivism yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif Tidak semua aspek yang berupa pemerintah, sekolah, rumah tangga, dan karakteristik daerah mempengaruhi perubahan APK maupun APS (angka putus sekolah) tingkat SD dan SMP. Namun, aspek sekolah yaitu rasio guru murid dan jumlah sekolah, dan juga aspek karakteristik daerah ternyata menunjukkan signifikansi terhadap APK dan APS semua jenjang Tesis (2014) UGM 4. Purnowati Analisis Ketimpangan tingkat partisipasi sekolah jenjang SLTP dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Sekolah antar 1. Menganalisis ketimpangan tingkat partisipasi sekolah jenjang SLTP sederajat di Kabupaten Kebumen 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi sekolah jenjang SMP sederajat di Kabupaten Kebumen Kuantitatif 1. ketimpangan tingkat partisipasi sekolah jenjang SLTP dan sederajat di Kabupaten Kebumen masih tinggi dengan nilai Index Williamson sebesar 0, untuk skala 0 sampai dengan 1, di mana 0 untuk merata 9
10 5. Nurul Kumala Sari Kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah Tesis (2007) UGM Distribusi Spasial Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta 3. Mengklasifikasikan kecamatankecamatan di Kabupaten Kebumen berdasarkan APK dan variabel lainnya. 1. Menganalisis variasi keruangan angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama di Kabupaten Gunungkidul, DIY. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. sempurna dan 1 untuk ketimbapangan sempurna. 2. Pendidikan KK yang rendah (SD ke bawah) dan KK miskin berpengaruh negatif. 3. Beberapa kecamatan selalu masuk dalam klasifikasi di mana pendidikan KK yang lebih baik, persentase KK miskinnya rendah dan tingkat partisipasi sekolahnya tinggi. 1. Kondisi geografis di Kabupaten Gunungkidul mempengaruhi nilai APM. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi APM di Kabupaten Gunungkidul adalah ekonomi, budaya, dan fasilitas sekolah. Adapun persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya, yaitu meneliti terkait partisipasi pendidikan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP/MTs), yang membedakan dari penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan indikator Angka Partisipasi Murni (APM) sebagai variabel dependen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis variasi keruangan APM SMP/sederajat dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi APM SMP/sederajat di Gunungkidul, DIY. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. 10
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk
Lebih terperinciNusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.
LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan
Lebih terperinciBAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan
Lebih terperinciBPS PROVINSI SUMATERA SELATAN
BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN
BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016
No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan
Lebih terperinciPopulasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses terciptanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada dapat dikelola untuk
Lebih terperinciTABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011
TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN
No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
Lebih terperinciMengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data
Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN
No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciRUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN
Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN
No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017
No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016
BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi penduduk menurut umur sebagai akibat dari penurunan angka fertilitas dan peningkatan angka harapan hidup
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciFungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154
ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.
No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT
BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada
Lebih terperinciPROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT
No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan harus merepresentasikan perubahan suatu masyarakat secara menyeluruh yang bergerak dari kondisi yang
Lebih terperinci- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018
- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong
Lebih terperinciTUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
TUJUAN 2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 35 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3: Memastikan pada 2015 semua anak-anak di mana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan
Lebih terperinciEVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk
EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk Afid Nurkholis Email: afidnurkholis@gmail.com ABSTRAK Pengukuran terhadap karakteristik
Lebih terperinciIPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014
IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciDINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan
Lebih terperinci- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
- 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 123 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN
Lebih terperinciTabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan
Pembangunan Bidang Pendidikan : Perencanaan Yang Lebih Fokus dan Berorientasi Ke Timur Indonesia Merupakan Solusi Atasi Kesenjangan dan Percepat Pencapaian Target Nasional Abstrak Kesenjangan input pendidikan
Lebih terperinciTabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi
Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86
Lebih terperinciii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA
ii Kata Pengantar i DAFTAR ISI Kata Pengantar...i Daftar Isi... iii Daftar Tabel...v Daftar Gambar...xi Bab I KEPENDUDUKAN... 1 Bab II INDIKATOR GENDER... 9 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.
No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK
No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau
Lebih terperinciKEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017
KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018
Lebih terperinci2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh
No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG
Lebih terperinciPREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi
LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan
Lebih terperinciC UN MURNI Tahun
C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan. dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan publik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN
No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. survei yang dilakukan BPS pada 31 Oktober Langkah selanjutnya yang
BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam skripsi ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari buku saku Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2016/2017. Data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Data
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,
www.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER- 786/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-58/K/SU/2011
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara (World Bank, 1980; Barro, 1998; Barro dan Sala-i-Martin, 2004). Beberapa peneliti
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak
Lebih terperinci2
2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH
Lebih terperinciTUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011
No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Kenyataannya,
Lebih terperinciJUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015
JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa akan datang banyak
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciMeluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun
Cluster 1 Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun Oleh: Jumono, Abdul Waidil Disampaikan pada kegiatan Simposium Pendidikan 23 Febuari 2015 Ki Hadjar Dewantara: Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG KOMPONEN DALAM PENGHITUNGAN HARGA ECERAN TERTINGGI BUKU TEKS PELAJARAN MILIK KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
Lebih terperinciDRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Cutoff data tanggal 30-Nov-2017 PDSPK, Setjen Kemendikbud Jakarta, 11 Desember 2017 DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN AJARAN 2017/2018
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Lebih terperinciKINERJA PENDIDIKAN BERDASARKAN INDEKS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA DAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM TAHUN 2011/2012
Ida Kintamani, Kinerja Pendidikan Berdasarkan Indeks Pengembangan Pendidikan untuk Semua dan Tujuan Pembangunan Milenium Tahun 2011/2012 KINERJA PENDIDIKAN BERDASARKAN INDEKS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UNTUK
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten
Lebih terperinciSOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial
SEMINAR 20 Agustus 2015 S. 401 SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial Tadjuddin Noer Effendi Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah
Lebih terperinciBAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir
Lebih terperinciINFOGRAFI PENDIDIKAN Tahun 2011/2012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN TAHUN 2013
INFOGRAFI PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Infografi Pendidikan ini merupakan salah satu bentuk pendayagunaan data pendidikan
Lebih terperinciVisi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT
Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas
Lebih terperinciDATA MENCERDASKAN BANGSA
Visi BPS Pelopor Data Statistik Terpercaya untuk Semua Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 237,6 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun DATA MENCERDASKAN
Lebih terperinciΛ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )
Indeks XB (Xie Beni) Penggerombolan Fuzzy C-means memerlukan indeks validitas untuk mengetahui banyak gerombol optimum yang terbentuk. Indeks validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks
Lebih terperinci