BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODE PENELITIAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV INTEPRETASI DATA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. antara dan bujur timur dengan luas 44,91 km². Kecamatan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Validitas Variabel. Sumber : data primer diolah (Lampiran 1)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN SIKAP RESPONDEN TERHADAP PRODUK OREO SETELAH ADANYA ISU MELAMIN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. penelitian yang dilakukan terhadap 50 orang karyawan pada perusahaan Filter PT.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai gambaran umum

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Demografi Responden Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sakit At-Turrots Al-Islamy, PKU Muhammadiyah Gamping, Puskesmas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK PADA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI WANITA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Untuk memperoleh data dalam pengujian ini, penulis telah membagikan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. mahasiswa. Setiap responden mempunyai karakteristik yang berbeda. Oleh

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat penelitian berlangsung. Terdapat 3 karakteristik responden yang. Tabel 5.1

BAB V DESKRIPSI DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. analisis kuantitaif data penelitian. Identitas responden meliputi jenis kelamin,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Dalam penelitian ini penentuan tempat penelitian secara purpose

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai gambaran umum subjek, hasil

BAB V ANALISIS DATA. pendapatan usaha kecil dan menengah (UKM) yang telah dilakukan dapat

BAB VII HUBUNGAN BAURAN PROMOSI TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMASARAN HONEY MADOE

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. adalah 1397 orang yang terdiri dari petugas Aviation Security (Avsec), petugas

ponsel, purposive sampling, regresi logistik politomus

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN. buah. Dari 105 kuesioner yang dikirimkan kepada seluruh

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA. subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah konsumen yang pernah

BAB IV HASIL PENELITIAN. salah satunya menggambarkan karakteristik responden yaitu : Jenis kelamin, usia,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Online shop atau Toko online adalah sebuah toko yang menjual barang-barang

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. dari karyawan koperasi pondok pesantren Az-Zahra Pedurungan Semarang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Responden Penelitian. Jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian survei ini

V. FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

VI. METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN Identifikasi Pengetahuan Masyarakat Mengenai Adanya Dampak

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengelompokan Responden Berdasarkan Usia. Salam Sari dapat dilihat pada tabel 3.1 adalah sebagai berikut :

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. pola asuh orang tua, motivasi belajar dan prestasi belajar IPS. 1. Pola asuh orang tua

III. METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kesadaran masyarakat dalam membayar PBB di Desa Kadirejo.

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. manufaktur OEM. Mobil ini ditampilkan pertama kali di Indonesia pada

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya dilakukan pengujian terlebih dahulu

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%.

BAB III METODE PENELITIAN. dipilih karena sektor tersebut rawan terhadap kasus financial distress. Selain

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

V. KARAKTERISTIK, MOTIVASI KERJA, DAN PRESTASI KERJA RESPONDEN

BAB IV ANALISIS DATA. telah ada pada pokok bahsan bab awal. Hipotesa penulis adalah : Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menjadi sampel dalam penelitian mengenai pengaruh harga, kualitas produk, citra merek

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner. Data yang digunakan untuk mengukur pengaruh persepsi Wajib Pajak atas

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT. 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. wisata tirta. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Berikut adalah analisis korelasi terangkum pada Tabel 5.1 berikut ini. Model Summary b

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. sesuatunya yang mudah dan praktis. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh produsen

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. gerakan dakwah amar ma ruf nahi munkar yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD

BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kualitas Jasa Terhadap Loyalitas Pelanggan Logistik Pada

Transkripsi:

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta (perumahan di Bogor Utara) dan di pusat perbelanjaan (Botani Square) yang berada di Jalan Pajajaran. Karakteristik umum responden ini berdasarkan mobil pribadi yang dimiliki sejak tahun 2000 ke atas. Selain itu, responden dinilai dari berbagai variabel, antara lain: jenis kelamin (JK), usia (U), jumlah tanggungan responden (JT), tingkat pendidikan (P), tingkat pendapatan responden (I), tingkat pendapatan anggota keluarga lain (IL), kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium (W), perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium (H), tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan (KP) dan CC mobil (CC). Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Fakt or Signifi kan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Df Chi Square Hitung Chi Square Tabel Korelasi Rank Spearman JK 0,233 1 1,425 3,841-0,154 Keterangan Tidak berhubungan nyata U 0,041 26 39,777 38,885-0,382 Berhubungan nyata JT 0,000 6 33,975 12,592-0,434 Berhubungan nyata P 0,991 2 0,018 5,991 0,000 Tidak berhubungan nyata I 0,050 25 37,634 37,652 0,099 Tidak berhubungan nyata IL 0,054 18 28,536 28,869 0,162 Tidak berhubungan nyata W 0,009 3 11,662 7,815 0,410 Berhubungan nyata Tidak berhubungan H 0,391 2 1,880 5,991 0,048 nyata KP 0,198 21 26,218 32,671 0,250 CC 0,857 8 3,999 15,507 0,031 Tidak berhubungan nyata Tidak berhubungan nyata

32 4.1.1 Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor pembeda dasar dari responden yang ditemui. Dari 60 responden yang ditemui, terdapat perbedaan rasio jenis kelamin yang telah diolah dalam Gambar 5 65% 35% W P Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Jenis Kelamin di Bogor (2012) Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa rasio pria lebih besar dibandingkan dengan rasio wanita. 65 persen responden berjenis kelamin pria dan sisanya sebesar 35 persen berjenis kelamin wanita. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pria cenderung memiliki dan mengendarai mobil pribadi daripada wanita. Tabel 8. Deskripsi Respon Berdasarkan Jenis Kelamin di Bogor (2012) Jenis Kelamin Setuju Respon (Jumlah) Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju Pria 16 23 0,69 Wanita 12 9 1,33 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa ada variasi respon antara pria dan wanita. Rasio respon wanita untuk setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium adalah dua kali lebih besar dibandingkan rasio respon pria untuk setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Sebanyak 14 pria setuju jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 25 pria lainnya tidak setuju. Lalu, sebanyak 11 wanita setuju jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 10 wanita lainnya tidak setuju. Pengujian dua variabel dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh atau terdapat hubungan nyata antara faktor pribadi dengan respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium (Tabel 7).

33 Hubungan antara jenis kelamin dengan respon yang diperoleh dari Chi Square Test menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Asymp. Sig (2-sided) Pearson Chi Square adalah 0,233 yang nilainya lebih besar daripada alpha (α=0,05) dan nilai Chi Square hitung sebesar 1,425 (df=1) atau lebih kecil dari Chi-Square tabel sebesar 3,841. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah jenis kelamin tidak berhubungan terhadap respon pengendara mobil pribadi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dengan kata lain jenis kelamin seseorang tidak memiliki hubungan nyata terhadap respon, hal ini mungkin terjadi karena pengendara mobil pribadi dengan jenis kelamin apapun tetap peduli dengan rencana kenaikan harga BBM jenis premium dan respon mereka tidak dibatasi oleh jenis kelamin. 4.1.2 Usia Tingkat umur responden cukup bervariasi, mulai dari 20 tahun ke bawah sampai dengan di atas 50 tahun. Distribusi tingkat umur responden tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. 2% 15% 20 35% 21-30 31-40 33% 41-50 >50 15% Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia (Tahun) di Bogor (2012) Dari Gambar 6 terlihat bahwa responden terbanyak berada pada rentang umur 21-30 tahun yaitu sejumlah 21 orang atau 35 persen dari keseluruhan responden, dan pada rentang umur 41-50 tahun sebanyak 20 orang atau 33 persen dari keseluruhan responden. Responden yang berada pada rentang umur 31-40 tahun berjumlah sembilan orang dengan persentasi 15 persen dari keseluruhan responden, responden yang berusia lebih dari 50 tahun juga memiliki persentasi

34 sebesar 15 persen atau sembilan orang. Responden yang berusia kurang dari 20 tahun yaitu satu orang atau dua persen dari keseluruhan responden. Kesimpulan dari data di atas adalah pengendara mobil pribadi pada usia dewasa (di atas 20 tahun) hingga usia 50 tahun merupakan mayoritas pemilik dan pengguna mobil pribadi. Tabel 9. Deskripsi Respon Berdasarkan Usia di Bogor (2012) Usia Respon (Jumlah) Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju 20 1 0-21-30 15 6 2,50 31-40 2 7 0,29 41-50 8 12 0,67 >50 2 7 0,29 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa responden pada rentang usia antara 20 tahun hingga 30 tahun memiliki nilai rasio (setuju/tidak setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium) yang paling besar. Pada rentang usia 31-40 tahun nilai rasionya paling kecil, berarti pada rentang usia ini responden paling tidak setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan alat analisis Chi Square Test pada Tabel 7, terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara respon pengendara mobil pribadi dengan usia mereka. Chi Square Test yang dilakukan menghasilkan nilai signifikan 0,041 lebih kecil dari alpha (α=0,05) dan nilai Chi Square hitung sebesar 39,777 (df=26) lebih besar dari nilai Chi Square tabel sebesar 38,885. Nilai korelasi Rank Spearman yang diperoleh adalah -0,382 yang lebih besar daripada alpha (α=0,05). Artinya, variabel usia memiliki hubungan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium, tetapi tidak ada pengaruh di antara keduanya. 4.1.3 Jumlah Tanggungan Responden Jumlah tanggungan responden merupakan jumlah anak yang dimiliki oleh responden. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa sebesar 30 persen dari total responden tidak memiliki anak atau sebanyak 18 responden dari total 60 responden. Responden lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut: responden yang memiliki

35 dua anak berjumlah 12 responden atau 20 persen dari keseluruhan responden, responden yang memiliki tiga anak berjumlah 11 responden dengan persentasi 18 persen dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki satu anak berjumlah delapan responden atau 13 persen dari keseluruhan responden. Lalu responden yang memiliki empat anak berjumlah enam responden atau 10 persen dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki lima anak berjumlah empat responden atau dengan persentasi sebesar tujuh persen dari keseluruhan responden. Terakhir, responden yang memiliki enam anak berjumlah satu responden dengan persentasi dua persen dari total keseluruhan responden. Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Bogor (2012) Jumlah Tanggungan (Orang) Frekuensi Rasio (%) 0 18 60 1 8 13 2 12 20 3 11 18 4 6 10 5 4 7 6 1 2 Respon dari responden terhadap rasio setuju atau tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM memiliki nilai yang berbeda-beda. Tetapi dapat dilihat pada Tabel 11, untuk responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang memiliki nilai rasio sebesar nol yang berarti responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Hal tersebut juga terjadi untuk responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak enam orang.

36 Tabel 11. Deskripsi Respon Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Bogor (2012) Jumlah Tanggungan (Orang) Respon Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju 0 18 0-1 0 8 0,00 2 2 10 0,20 3 5 6 0,83 4 2 4 0,50 5 1 3 0,33 6 0 1 0,00 Terlihat pada Tabel 7, responden yang berada di Bogor memiliki nilai Chi- Square hitung 33,975 yang lebih besar dari nilai Chi-Square tabel 12,592 dengan df=6. Signifikansi dari uji ini adalah 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α=0,05). Dengan demikian, jumlah tanggungan yang dimiliki responden berhubungan nyata dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai -0,434 lebih besar dari alpha(α=0,05) sehingga ada hubungan antara jumlah tanggungan responden dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium, akan tetapi tidak ada pengaruh antara keduanya. 4.1.4 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masing-masing responden bervariasi. Sebaran tingkat pendidikan masing-masing responden dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. 3% 0% SD 57% 40% SMP SMA PT Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendidikan di Bogor (2012)

37 Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden umumnya merupakan lulusan perguruan tinggi. Sebanyak 57 persen responden atau sebanyak 34 responden dari total keseluruhan responden merupakan lulusan dari perguruan tinggi. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA atau sederajat sejumlah 24 orang atau sebesar 40 persen dari keseluruhan responden. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SD sejumlah dua responden atau tiga persen dari total responden. Kesimpulan dari data di atas adalah, semakin tinggi pendidikan seseorang maka kecenderungan mereka untuk memiliki dan menggunakan mobil pribadi menjadi semakin besar pula. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa mayoritas dari responden adalah lulusan perguruan tinggi. Sebanyak dua orang yang pendidikan terakhirnya SD, tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Sebanyak 15 orang lulusan SMA setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 11 orang lainnya tidak setuju. Lalu sebanyak 10 orang lulusan perguruan tinggi setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 22 orang lainnya tidak. Tabel 12. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Bogor (2012) Tingkat Pendidikan Respon (Jumlah) Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju SD 1 1 1,00 SMA 11 13 0,85 PT 16 18 0,89 Sebagian besar responden telah menyadari pentingnya manfaat dari BBM jenis premium sehingga mereka peduli terhadap rencana tentang kenaikan BBM jenis premium. Berdasarkan uji dua variabel (respon dengan tingkat pendidikan) pada Tabel 7, terlihat bahwa nilai Chi-Square hitung sebesar 0,018 (df=2) lebih kecil dari Chi-Square tabel sebesar 5,991 dan memiliki signifikansi sebesar 0,991 yang lebih besar dari nilai selang kepercayaan sebesar 95 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara respon pengendara mobil pribadi dengan tingkat pendidikan. 4.1.5 Tingkat Pendapatan Responden Tingkat pendapatan responden bervariasi mulai dari kurang dari Rp 1.000.000 hingga lebih dari Rp 10.000.000. Hal ini dikarenakan karena ada yang

38 masih merupakan mahasiswa dan ada yang berwirausaha. Variasi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 8. 22% 38% 40% 1jt-5jt 5,1jt-10jt >10jt Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendapatan (Rupiah) di Bogor (2012) Responden yang memiliki pendapatan masing-masing (per bulan) sebesar kurang dari Rp 1.000.000 hingga Rp 5.000.000 berjumlah 24 responden dan memiliki persentasi terbesar yakni 40 persen dari keseluruhan responden. Lalu responden yang memiliki pendapatan dengan rentang antara Rp 5.100.000 Rp 10.000.000 berjumlah 23 responden atau 38 persen dari keseluruhan responden. Terakhir, responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 10.000.000 berjumlah 13 responden atau 22 persen dari keseluruhan responden. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun pendapatan mereka termasuk rendah dari kategori di atas, tapi itu tidak menjadi alasan untuk tidak menggunakan mobil pribadi. Berarti, menggunakan kendaraan pribadi merupakan salah satu kebutuhan (dengan jenis dan merk mobil yang berbeda-beda). Tabel 13. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Bogor (2012) Tingkat Pendapatan Respon Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju 1juta-5juta 13 11 1.18 5,1juta-10juta 10 16 0.63 >10juta 8 5 1.60 Pengendara mobil pribadi dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp 10.000.000 memiliki rasio respon setuju/tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium yang paling besar, yakni 1,60. Berarti pengendara mobil

39 pribadi dengan tingkat pendapatan yang lebih dari Rp 10.000.000 cenderung setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan analisis Chi Square Test pada Tabel 7, terlihat bahwa pada pendapatan berapapun, responden memiliki respon masing-masing terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Chi Square Test yang dilakukan menghasilkan nilai Chi-Square hitung sebesar 37,634 (df=25) yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 37,652. Uji ini juga menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen. 4.1.6 Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain Besarnya pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi besarnya jumlah pendapatan keluarga secara total. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa mayoritas anggota keluarga lain memiliki pendapatan total (per bulan) sebesar Rp 1.000.000 hingga Rp5.000.000 dengan persentasi sebesar 62 persen atau 37 responden dari keseluruhan responden. 25% 13% 62% 0-5jt 5,1jt-10jt >10jt Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain (Rupiah) di Bogor (2012) Lalu sebanyak 15 responden atau 25 persen dari keseluruhan responden memiliki pendapatan anggota keluarga lain total (per bulan) sebesar Rp 5.100.000 hingga Rp 10.000.000. Selanjutnya, 13 persen atau sebanyak delapan responden mengatakan bahwa pendapatan anggota keluarga lainnya sebesar lebih dari Rp 10.000.000.

40 Tabel 14. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain di Bogor (2012) Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain Respon Rasio Setuju/Tidak Setuju Setuj u Tidak Setuju 0-5juta 10 27 0,37 5,1juta-10juta 13 5 2,60 >10juta 7 1 7,00 Responden dengan tingkat pendapatan anggota keluarga lain di atas Rp 10.000.000 memiliki nilai rasio setuju/tidak setuju yang paling besar dengan nilai 7,00. Hal ini membuktikan bahwa seseorang yang anggota keluarga lainnya memiliki pendapatan lebih dari Rp 10.000.000 cenderung setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Berdasarkan hasil wawancara maupun dengan menggunakan penyebaran kuisioner, sebagian besar responden memiliki anggota keluarga lainnya yang memiliki pendapatannya sendiri. Selain itu, secara statistik melalui alat analisis Chi Square Test pada Tabel 7, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,054 yang lebih besar dari taraf nyata 0,05. Dengan derajat bebas sebesar 18, diperoleh nilai Chi-Square hitung sebesar 28,536 yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 28,869. Artinya, tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendapatan anggota keluarga lain dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen. 4.1.7 Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Variabel ini merupakan variabel independen kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium menurut persepsi mereka masing-masing. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Kesediaan Membayar (Rupiah) Frekuensi Rasio (%) 5000 31 52 5500 7 11 6000 22 37 Dari hasil pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa mayoritas responden, yakni 31 responden atau 52 persen dari keseluruhan responden menyatakan bersedia

41 membayar Rp 5.000 untuk satu liter BBM jenis premium jika harus terjadi kenaikan harga. Lalu sebanyak 22 responden atau 37 persen dari keseluruhan responden menyatakan bersedia membayar Rp 6.000 untuk satu liter BBM jenis premium. Sebanyak tujuh responden atau 12 persen responden menyatakan bersedia membayar sebesar Rp 5.500 untuk satu liter BBM jenis premium. Hal ini menunjukkan bahwa kesediaan pengendara mobil pribadi untuk membayar jika terjadi kenaikan harga adalah sebesar harga yang tidak terlalu jauh dari harga jual BBM jenis premium pada masa sekarang. Dari deskripsi pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa lebih dari 31 orang memilih Rp 5.000 sebagai kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Sebanyak delapan orang dengan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium sebesar Rp 5.000 setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 23 lainnya tidak setuju. Lalu sebanyak lima orang dengan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium sebesar Rp 5.500 setuju dengan kenaikan harga BBM jenis premium, sementara tiga lainnya tidak setuju. Lalu, sebanyak 15 orang dengan kesediaan membayar Rp 6.000 setuju dengan kenaikan harga BBM jenis premium, sementara tujuh lainnya tidak setuju. Tabel 16. Deskripsi Respon Berdasarkan Kesediaan Membayar di Bogor (2012) Respon Rasio Kesediaan Membayar (Rupiah) Setuju/Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju 5.000 8 23 0,35 5.500 5 3 1,67 6.000 15 7 2,14 Umumnya, kesediaan membayar pengendara mobil pribadi berada pada tingkat terendah dari pilihan yang ditawarkan. Hal ini dibuktikan oleh jawaban responden yang memilih Rp 5.000 sebagai kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Chi SquareTest pada Tabel 7 memperlihatkan Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0,009 (lebih kecil dari selang kepercayaan 95 persen) yang menyatakan bahwa kesediaan membayar masyarakat berhubungan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM

42 jenis premium. Dapat dilihat juga pada nilai Chi-Square hitung yang diperoleh sebesat 11,662 pada derajat bebas 3 yang lebih besar dari Chi-Square tabel yang bernilai 7,815. Hal ini menunjukkan bahwa respon dan kesediaan membayar memiliki hubungan yang nyata. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai 7,815 yang lebih besar dari alpha (α=0,05) sehingga tidak ada pengaruh antara keduanya. 4.1.8 Perilaku Menghemat jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium Perilaku menghemat yang dimaksud adalah apakah responden akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 10. 12% 88% Hemat Tidak Hemat Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Perilaku Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Pada dasarnya, rencana untuk menaikkan harga BBM jenis premium dilakukan oleh pemerintah untuk menekan pengeluaran negara akibat tingginya konsumsi premium oleh masyarakat di Indonesia. Dari hasil kuisioner, ternyata 88 persen responden atau sebanyak 53 responden dari keseluruhan responden menyatakan bahwa tidak akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga. Sementara hanya tujuh responden atau 12 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga. Hal ini berarti tingkat mobilitas responden yang menggunakan mobil pribadi cukup tinggi dan ada keengganan dari mereka untuk menggunakan kendaraan umum.

43 Tabel 17. Deskripsi Respon Berdasarkan Perilaku Menghemat di Bogor (2012) Perilaku Menghemat Respon (Jumlah) Setuju Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju Hemat 4 3 1,33 Tidak Hemat 24 29 0,83 Responden yang akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium memiliki nilai rasio respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio respon dari responden yang tidak akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Mayoritas dari responden yang mewakili pengendara mobil pribadi memilih akan tetap mengonsumsi BBM jenis premium tanpa melakukan penghematan jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium tersebut. Hal ini disebabkan oleh tingkat mobilitas mereka yang rutin. Mereka lebih cenderung untuk bekerja lebih keras atau melakukan penghematan dalam konsumsi barang lainnya. Hasil Chi Square Test pada Tabel 7 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,391 yang lebih besar dari alpha (α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dengan perilaku menghemat yang akan dilakukan masyarakat. Nilai Chi-Square hitung sebesar 1,880 yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 5,991 dengan derajat bebas dua. Kesimpulan dari uji ini adalah tidak ada hubungan yang nyata antara respon pengendara mobil pribadi dengan perilaku menghemat. 4.1.9 Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan Mayoritas responden memiliki jumlah konsumsi BBM jenis premium kurang dari Rp 1.000.000 per bulan. Sebanyak 47 responden atau 78 persen dari keseluruhan responden mengonsumsi BBM jenis premium untuk mobilitasnya dengan jumlah kurang dari Rp 1.000.000 per bulan. Sementara itu, 20 persen responden atau sebanyak 12 responden mengonsumsi BBM jenis premium sebesar Rp 1.100.000 Rp 2.000.000 dan sisanya sebesar dua persen atau satu responden mengonsumsi BBM jenis premium per bulan lebih dari Rp 2.000.000.

44 2% 20% 78% 1jt 1,1jt-2jt 2,1-3jt Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Konsumsi BBM Jenis Premium Per Bulan (Rupiah) di Bogor (2012) Tingginya konsumsi BBM jenis premium ditentukan oleh tingkat mobilitas pengendara mobil pribadi masing-masing. Jika tingkat konsumsi BBM jenis premium tinggi, maka kecenderungan mereka adalah menolak rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Kenaikan harga BBM jenis premium ini akan meningkatkan tingkat pengeluaran mereka secara signifikan dan mengurangi utilitas total mereka jika pendapatan mereka tetap. Dapat dilihat pada Tabel 18, responden dengan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan sebesar Rp 1.100.000 hingga Rp 2.000.000 memiliki rasio respon yang paling besar dengan nilai satu. Berarti, respon yang diberikan pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium yang imbang. Tabel 18. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan di Bogor (2012) Tingkat Konsumsi Premium per Bulan Respon Rasio Setuju/Tidak Setuju Setuj u Tidak Setuju 1juta 21 26 0,81 1,1juta-2juta 6 6 1,00 2,1juta-3juta 1 0 - Dapat dilihat dari nilai Chi-Square hitung yang diperoleh pada Tabel 7 sebesar 26,218 yang lebih kecil dari nilai Chi-Square tabel sebesar 32,671 pada derajat bebas 21. Nilai signifikansi yang didapat sebesar 0,198 yang lebih besar dari alpha (α=0,05).berarti tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

45 4.1.10 CC Mobil Mobil pribadi yang dimiliki oleh reponden bervariasi jenis dan merknya. Dengan demikian, CC mobil pun juga berbeda. Berikut sebaran dari CC mobil yang dimiliki oleh responden. 2% 10% 7% 5% 3% 8% 797cc 1000cc 1100cc 1300cc 23% 1400cc 35% 1500cc 1600cc 7% 1800cc Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi CC Mobil di Bogor (2012) CC mobil yang bervariasi sesuai dengan merk dan tipe mobil yang mereka miliki. Dari hasil wawancara dan angket yang telah dikumpulkan, diperoleh hasil sebaran yang ditunjukkan pada Gambar 12. Sebaran CC mobil tersebut memiliki nilai CC yang paling tinggi sebesar 2000 CC. Hal ini menunjukkan bahwa mobil yang ada merupakan mobil-mobil dengan CC rendah dan menengah. Tabel 19. Deskripsi Respon Berdasarkan CC Mobil di Bogor (2012) CC Mobil Setuju Respon Tidak Setuju Rasio Setuju/Tidak Setuju 1000 2 3 0,67 1100-1500 21 23 0,91 >1500 5 6 0,83 Dari klasifikasi CC mobil pada Tabel 19, terlihat bahwa rasio respon tertinggi adalah rasio respon pengendara mobil pribadi dengan CC mobil antara 1100 CC hingga 1500 CC. Sementara responden yang memiliki mobil ber-cc di bawah atau sama dengan 1000 CC memilik rasio paling rendah, yakni 0,67. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7, nilai Chi-Square hitung yang diperoleh untuk variabel CC mobil adalah 3,999 yang lebih kecil dari nilai Chi- Square tabel sebesar 15,507 pada derajat bebas 8. Nilai signifikansi yang didapat

46 sebesar 0,857 yang lebih besar dari alpha sebesar 0,05.Berarti tidak ada hubungan antara CC mobil dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. 4.2 WTP terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Willingness to pay yang tercermin dari tabel di bawah ini merupakan kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium yang didasarkan pada respon pengendara mobil pribadi sebagai pengguna BBM jenis premium terhadap tarif atas jasa pelayanan dan kebutuhan mereka terhadap BBM jenis premium. Dari data yang dikumpulkan terhadap 60 responden, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 20. Willingness to Pay Pengendara Mobil Pribadi terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Kelas WTP (Rp/Liter) Frekuensi P fi Nilai WTP (Rp) 5000 31 0,52 2.583 5500 7 0,12 641 6000 22 0,37 2.200 Total 60 1,00 5.425 Pada umumnya, responden cenderung untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Tetapi ketika ditanyakan kesediaan membayarnya jika harus terjadi kenaikan harga, jawaban mereka berbeda-beda. Dari hasil olahan menggunakan konsep WTP, diperoleh nilai WTP (kesediaan membayar) sebesar Rp 5.425. Hal ini menggambarkan bahwa secara umum kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium lebih besar daripada harga satu liter BBM jenis premium yang berlaku pada saat sekarang. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM jenis premium yang menjadi wacana dapat direalisasikan karena harga jual saat ini masih berada di bawah kesediaan membayar responden.

47 P (Rp) 6500 6000 5500 5000 Q (responden) 1 7 22 31 Gambar 13. Kurva Permintaan Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa Rp 5.000, harga terendah dari rencana harga BBM yang akan dinaikkan, memiliki jumlah responden yang paling banyak. Sebanyak 31 orang memilih Rp 5.000 sebagai harga jual yang sesuai untuk satu liter BBM jenis premium. Sebanyak 22 orang memilih Rp 6.000 untuk satu liter BBM jenis premium dan tujuh orang memilih Rp 5.500 untuk satu liter BBM jenis premium. Lalu ada satu orang yang memilih Rp 6.500 sebagai kesediaannya untuk satu liter BBM jenis premium. Menurut teori, permintaan untuk Rp 5.500 terhadap satu liter BBM jenis premium seharusnya lebih tinggi daripada Rp 6.000. Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan tingkat pendapatan, jumlah tanggungan dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. Seseorang dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, jumlah tanggungan yang lebih sedikit dan tingkat konsumsi BBM jenis premium memiliki kecenderungan untuk memilih Rp 6.000 sebagai kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium. Dari hasil olahan ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat tidak menolak jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, tetapi harus diiringi dengan peningkatan tingkat pendapatan mereka.

48 Tabel 21. Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membayar Variabel Koefisien Std. Error t-hitung Probabilitas IL 0,014 0,006 2,284 0,027 KP 0,024 0,017 1,437 0,157 JT -0,073 0,056-1,299 0,200 JK 0,145 0,146 0,995 0,324 C 4,932 0,449 10,981 0,000 R-Squared 0,224 F-Stat 1,602 Adj R-Squared 0,084 Prob (F-stat) 0,140 Durbin Watson Stat 1,470 Dengan menggunakan metode OLS diperoleh bahwa tingkat pendapatan anggota keluarga lain (IL) memengaruhi kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium. Tingkat pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga secara total, sehingga semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium juga meningkat. Tingkat konsumsi premium per bulan (KP) juga memengaruhi kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium. Jika seseorang memiliki tingkat konsumsi BBM jenis premium yang cukup tinggi, maka kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium juga meningkat. Hal ini dapat terjadi karena tingkat konsumsi BBM jenis premium yang tinggi mencerminkan tingginya mobilitas seseorang dan memengaruhi produktivitasnya, sehingga kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium menjadi tinggi. BBM jenis premium merupakan komoditas yang penting dalam kehidupannya. 4.3 Hasil Uji Regresi Logistik Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium Uji regresi logistik yang dilakukan adalah uji binomial dengan dua kategori variabel dependen, yakni setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium dan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Uji yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dilakukan dan menggunakan software SPSS 16.0.

49 Dari hasil olahan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 22. Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012) Variabel B P-value Odd Ratio Jenis Kelamin -1,508 0,134 0,221 Usia -0,061 0,237 0,941 Jumlah Tanggungan Responden -0,909 0,051 0,403 Tingkat Pendidikan -0,459 0,500 0,632 Tingkat Pendapatan Responden 0,231 0,099 1,260 Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain -0,043 0,208 0,958 Kesediaan Membayar 2,482 0,011 11,963 Perilaku Menghemat 0,579 0,623 1,784 Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan 0,197 0,049 1,218 CC Mobil 0,001 0,654 1,001 Konstanta -11,247 0,034 0,000 Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik dengan dua pilihan (Binnary Logistic Regression) yaitu regresi logistik dengan dua kategori atau binomial pada variabel dependennya (1 = jika setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, 0 = jika tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium). Dari Tabel 22 dapat dilihat ada empat variabel yang memengaruhi respon responden untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Penjelasan untuk masing-masing variabel (yang memengaruhi respon maupun tidak) adalah sebagai berikut: 4.3.1 Jenis kelamin Pada dasarnya, seharusnya tidak ada batasan atau kecenderungan seseorang untuk mengendarai mobil pribadi dan merespon rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Setelah diuji dengan menggunakan regresi logit, variabel jenis kelamin tidak nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,134. Berarti jenis kelamin tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.2 Usia Di Indonesia, seseorang secara legal boleh mengendarai mobil pribadi jika telah berumur 17 tahun ke atas. Peraturan ini didasarkan pada pemikiran bahwa

50 pada usia 17 tahun, seseorang telah dianggap dewasa dan mampu mengendarai mobil dengan bijaksana. Dengan melakukan regresi logit yang menganalisis faktor-faktor pembeda respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium, diperoleh bahwa variabel usia tidak nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,237. Berarti usia tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.3 Jumlah Tanggungan Responden Jika pemilik/pengendara mobil pribadi menggunakan mobilnya untuk memfasilitasi mobilitas anggota keluarganya, maka semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki akan memengaruhi respon mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis pribadi. Dari hasil regresi logit diperoleh bahwa variabel jumlah tanggunan nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen karena memiliki p-value sebesar 0,051. Variabel ini memiliki nilai koefisien - 0,909. Artinya, yang lebih berpeluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah responden dengan jumlah tanggungan yang lebih sedikit. Variabel jumlah tanggungan ini memiliki nilai odd ratio 0,403. Artinya, seseorang yang memiliki jumlah tanggungan satu orang lebih banyak memiliki peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium 0,403 kalinya dibandingkan dengan peluangnya untuk tidak setuju. Seseorang yang memiliki jumlah tanggungan yang lebih banyak cenderung tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.4 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang bukan hanya memengaruhi pekerjaan yang mereka miliki, tetapi juga pola pikir mereka dalam merespon rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Seharusnya dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, ia dapat lebih bijaksana dan memikirkan lebih lanjut tentang kebijakan kenaikan harga BBM jenis premium yang sedang dicanangkan oleh pemerintah. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,500. Berarti tingkat pendidikan responden tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

51 4.3.5 Tingkat Pendapatan Responden Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, kecenderungan untuk melakukan mobilisasi pun juga meningkat. Jika mobilitas mereka meningkat, pengeluaran untuk membeli BBM jenis premium pun ikut meningkat. Variasi tingkat pendapatan responden dan respon mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium diuji dengan regresi logit. Dari regresi logit, diperoleh bahwa variabel tingkat pendapatan nyata pada selang kepercayaan sebesar 90 persen karena memiliki p-value sebesar 0,099. Variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar 0,231. Artinya, tingkat pendapatan responden dengan respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium memiliki hubungan yang positif. Variabel ini memiliki nilai odd ratio sebesar 1,260. Nilai ini mendeksripsikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendapatan Rp 1.000.000 lebih tinggi memiliki peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium 1,260 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, kecenderungannya adalah setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Jadi masyarakat setuju dengan rencana kenaikan harga BBM jenis premium asal pendapatan mereka juta meningkat. 4.3.6 Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain Seringkali dalam sebuah keluarga, tidak hanya kepala keluarga saja yang bekerja, tetapi anggota keluarga lain juga bekerja dan memperoleh pendapatan masing-masing. Semakin banyak anggota keluarga yang bekerja, maka pendapatan total keluarga itu pun semakin meningkat. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,708. Berarti tingkat pendapatan anggota keluarga lain tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.7 Kesediaan Membayar Responden terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium Kesediaan membayar responden didasarkan ada kemampuannya untuk membayar satu liter BBM jenis premium. Semakin tinggi kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium, maka kemampuannya

52 untuk membayar konsumsi BBM jenis premium yang ia lakukan pun semakin besar. Jika kesediaan membayarnya besar, kecenderungannya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium juga tinggi. Dengan melakukan analisis regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,011. Nilai koefisien dari variabel ini adalah 2,482. Artinya, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium memiliki hubungan yang positif dengan respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini nyata dengan nilai odd ratio 11,963. Artinya, setiap kenaikan kesediaan membayar sebesar Rp 1.000 maka peluangnya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah 11,963 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Dengan kata lain kecenderungan orang yang lebih tinggi kesediaan membayarnya lebih setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.8 Perilaku Menghemat Jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, seseorang bisa melakukan penghematan dalam konsumsi BBM jenis premium, bisa juga tidak menghemat dan mencari alternatif lain. Mayoritas dari responden tidak akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Hal ini bisa dipengaruhi oleh berbagai hal yang subjektif. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,623. Berarti perilaku menghemat responden jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium tidak memengaruhi responnya terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.9 Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan Tinggi atau rendahnya konsumsi BBM jenis premium seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam hal. Hal-hal tersebut juga memengaruhi respon mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Dengan menggunakan metode regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,049. Nilai koefisien dari variabel ini adalah 0,197. Artinya, tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan memiliki hubungan yang positif dengan respon

53 pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini memiliki nilai odd ratio sebesar 1,218. Artinya, jika tingkat konsumsi seseorang Rp 100.000 lebih tinggi maka peluangnya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah 1,218 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. 4.3.10 CC Mobil CC mobil berhubungan dengan kapasitas mesein mobil dan jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menempuh jarak tertentu. Semakin besar CC mobil, semakin besar pula bahan bakar yang diperlukan untuk mendukung kinerja mesin mobilnya. Berdasarkan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,654. Artinya, CC mobil tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Model akhir: Y= 11,247 1,508 JK 0,061 U 0,909 JT 0,459 P + 0,231 I 0,043IL + 2,482 W + 0,579 H + 0,197 KP + 0,001 CC Dan dari hasil regresi logit diperoleh nilai overall percentage sebesar 76,7 persen yang berarti 76,7 persen respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dapat dideskripsikan oleh variabel-variabel penjelas dalam model. 4.4 Rekomendasi untuk Kebijakan Subsidi BBM Jenis Premium di Indonesia Dari hasil-hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pengendara mobil pribadi memiliki willingness to paydi atas harga jual BBM jenis premium per liter pada masa sekarang. Hasil willingness to pay sebesar Rp 5.425 merupakan 90,42 persen dari harga jual BBM jenis premium yang akan (rencana) dinaikkan oleh pemerintah. Jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM jenis premium menjadi Rp 6.000 per liter, maka akan memberatkan dan merugikan para pengendara mobil pribadi. Jika pemerintah memang harus menaikkan harga jual BBM jenis premium, pemerintah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat secara nasional, terutama masyarakat menengah ke bawah. Alternatif lain untuk menekan

54 konsumsi BBM jenis premium adalah dengan merealisasikan konversi bahan bakar gas atau bahan bakar nabati. Menurut Karna (2011), biofuel atau bahan bakar nabati pada umumnya lebih ramah lingkungan, terbarukan dan mudah diproduksi daripada BBM. Jadi, diharapkan dengan kenaikan harga BBM jenis premium akan membangkitkan produksi dan konsumsi bahan bakar gas maupun bahan bakar nabati yang akan memiliki dampak positif terhadap revitalisasi lingkungan. Faktor-faktor yang membedakan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium adalah jumlah tanggungan responden, tingkat pendapatan responden, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. Para pengendara dapat menurunkan konsumsi BBM jenis premium dengan mengurangi atau lebih mengefektifkan mobilitas mereka yang juga harus diiringi dengan perbaikan kendaraan umum massal agar keengganan para pengendara mobil pribadi untuk menggunakan kendaraan umum massal dapat berkurang.