KONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAD V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pengelompokkan Kecamatan berdasarkan nilai skor faktor dinilai cukup

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Identifikasi Panjang Perjalanan Siswa Sekolah Dasar di Kota Surabaya

GAMBARAN UMUM INDUSTRI KOTA SURABAYA DAN TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENCEMARAN ATMOSFER

,076,137, ,977,912,386 1,416,054,050,351 1,010,861,076, ,424,923,013 1,526,285,999, ,231,948,775 7.

Persentase guru SD adalah perbandingan antara jumlah

PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA

PENGARUH URBAN COMPACTNESS TERHADAP TINGKAT EMISI KARBON PADA SEKTOR TRANSPORTASI BERBASIS RUMAH TANGGA DI KOTA SURABAYA

2009/ / /2012 (1) (2) (3) (4) 01. Sekolah/ Schools. 02. Kelas/ Classes

POLA SPATIAL PERSEBARAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN DI SURABAYA BERDASARKAN PROBABILITAS KUNJUNGAN

TENTANG WALIKOTA SURABAYA,

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012

KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /104/ /2014 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

Ruang Jenis & Status/ Sekolah/ Belajar/ Kelas/ Guru/ Murid/ Levels and Status Schools Classrooms Class Teachers Pupils (1) (2) (3) (4) (5) (6)

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS BINA PENGELOLAAN SEKOLAH PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

Ruang Jenis & Status/ Sekolah/ Belajar/ Kelas/ Guru/ Murid/ Levels and Status Schools Classrooms Class Teachers Pupils (1) (2) (3) (4) (5) (6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banyaknya Industri dan Pekerja menurut Sub Sektor Number of Industries and Workers by Sub Sectors

STUDI DEMAND AND SUPPLY BUS SEKOLAH RUTE DUKUH MENANGGAL - SMA KOMPLEKS SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 71 TAHUN 2006

Arrowiyah Pembimbing: Dr. Sutikno S.Si M.Si. Seminar Tugas Akhir SS091324

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

1,526 1, ,024 Sumber : Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Surabaya Source : Scout Associations, Branch of Surabaya City

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG

Jenis Industri/Type of Industries Sub-District

Tabel : Banyaknya Industri dan Pekerja menurut Sub Sektor Number of Industries and Workers by Sub Sectors (1) (2) (3)

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

PENGARUH PERKEMBANGAN PERUMAHAN TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Banyaknya Gugus Depan dan Anggota Pramuka per Kecamatan Number of Local Scout Organization and Scout Members by Sub District ###

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PROGRAM DAN KEGIATAN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA (Studi Kasus Di Kecamatan Tambaksari Surabaya)

SIDANG TUGAS AKHIR. Oleh : Herry Purnama Sandy ( )

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Kenaikan jumlah lansia: 1990 ke tahun 2000 = 34,5% 2000 ke tahun 2010 = 32,8%

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEMUNGUTAN PAJAK PADA DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

Oleh : Fanial Farida Dosen Pembimbing : Santi Wulan Purnami, M.Si. Ph.D

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II GAMBARAN UMUM. merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. II-1

BAB III METODE PENELITIAN. Keterangan Tinggal Sementara dengan menggunakan model End User Computing. 1. Identifikasi permasalahan, tujuan dan manfaat

TENTANG TIM PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

Pemodelan Kasus Tindak Pidana di Kota Surabaya dengan Pendekatan Regresi Spasial

TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

8, ,403 Sumber : Kantor BAPEMAS dan KB Kota Surabaya Source : National Family Planning Coordinating Board Office of Surabaya City

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Surabaya Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

PEMODELAN KASUS TINDAK PIDANA DI KOTA SURABAYA DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL 1 Defi Mustika Sari, 2 Dwi Endah Kusrini dan 3 Suhartono

Rendra Suprobo aji

STUDI PERENCANAAN KEBUTUHAN TRANSFORMATOR dan PROTEKSINYA di GARDU INDUK 150 kv/120 MVA BUDURAN II/SEDATI. Arif Kurniadhi ( )

Gambaran umum Surabaya Barat

KECAMATAN KELURAHAN JUMLAH SEMAMPIR WONOKUSUMO 7,664 TAMBAK SARI KAPASMADYA BARU. REKAPITULASI BELUM REKAM ektp PERKELURAHAN

JADWAL PELAKSANAAN PEMOTRETAN KEPLEK / PENGAMBILAN FOTO TANDA PENGENAL PEGAWAI HARI / TANGGAL PELAKSANAAN PUKUL

Daftar Alamat & Nama SMPN dan SMAN se Surabaya

Wanita Tuna Susila Number of Localized Prostitution Complex, Pimpsand Prostitutes Localized Mucikari/ Wanita Tunasusila

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PESERTA PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 SEKOLAH MANDIRI JENJANG SD THN 2016 ( Guru kelas I, IV dan Agama )

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Banyaknya Pasar, Pedagang dan Luas Pasar Menurut Jenisnya *) Number of Markets, Merchants and Marked Areas by Type of Markets *)

BAB III SETTING PENELITIAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LAMPIRAN Nomor : 005/ / /2012 Tanggal : 04 Mei NO NAMA SEKOLAH KECAMATAN Tanggal/Waktu

Tabel 2.4 Evaluasi Pelaksanaan RKPD Tahun 2017 sampai dengan Triwulan II. Realisasi Kinerja Pada Triwulan. Target Kinerja dan Anggaran RKPD Tahun 2017

Wanita Tuna Susila Number of Localized Prostitution Complex, Pimpsand Prostitutes

ANALISIS PEMETAAN DAERAH RAWAN PETIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) DI WILAYAH SURABAYA

BAB III HASIL PENELITIAN A. DESKRIPSI SUBYEK DAN LOKASI PENELITIAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

Lampiran Surat Nomor : 005/ / /2014 Tanggal :

BAB II TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Pola Distribusi Hujan Kota Surabaya

FINAL PROJECT RESEARCH

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : / 357 / / 2008 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

KOTA SURABAYA A. KONDISI UMUM. 1. Kondisi Geografis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kendaraan Siswa SMA Negeri 5 Surabaya Ke Sekolah

Pemetaan Wilayah Berdasarkan Tindak Kriminalitas Dengan Pendekatan Analisis Korespondensi di Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR INSTANSI GURU TENAGA HONORER KATEGORI II Lampiran Surat : Nomor : 800 / 3013 / /2013 Tanggal : 2 JULI 2013

Pemodelan Jumlah Kasus Hiv dan Aids di Kota Surabaya Menggunakan Bivariate Generalized Poisson Regression

Simokerto Surabaya Utara Krembangan

Faktor-Faktor Pengaruh Ukuran Urban Compactness di Kota Denpasar, Bali

Spatial Pattern Analysis Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk Informasi Early Warning Bencana di Kota Surabaya

Sistem Informasi Geografis Potensi Produktivitas Pertambakan Di Kota Surabaya

TENTANG KODE WILAYAH UNTUK TATA KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA.

BAB III PRAKTIK JUAL BELI ROTI SEMI KEDALUWARSA DI CV. SURYA GLOBAL SURABAYA. berikut akan dipaparkan profil CV. Surya Global sebagai berikut:

STRATEGI DAN PROGRAM STRATEGIS PADA KAWASAN ASSET NEGARA 1.1

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA SURABAYA TAHUN 2014 WALIKOTA SURABAYA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012

Transkripsi:

KONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA Ardy Maulidy Navastara 1*, Muhd. Zia Mahriyar 2, Cihe Aprilia Bintang 3 Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya 1* ardy.navastara@urplan.its.ac.id Asisten Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya 2 Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya 3 Abstrak Fenomena urban sprawl sebenarnya merupakan suatu proses alami yang terjadi akibat pertumbuhan penduduk di suatu kota itu sendiri. Hal ini berarti direncanakan atau tidak, penduduk kota akan terus bertambah dan fenomena urban sprawl akan terjadi dengan sendirinya. Pentingnya hal ini untuk diperhatikan adalah karena fenomena urban sprawl dapat membawa berbagai dampak negatif bagi perkembangan suatu kota, mulai dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan perkotaan. Sehingga sejatinya diperlukan suatu konsep penataan ruang yang inovatif yang dapat diterapkan dalam proses perencanaan kota dalam mereduksi perkembangan kota yang semakin meluas. Salah satu konsep perencanaan tata ruang yang inovatif yang dapat diterapkan dalam mereduksi permasalahan urban sprawl ini adalah konsep compact city. Konsep ini telah berhasil diterapkan di beberapa kota di negara maju. Contohnya di Kota Tokyo dan Kobe di Jepang. Di kota-kota tersebut telah dibuktikan bahwa untuk satu node compact city dapat direduksi sekitar 30 persen dampak dari permasalahan urban sprawl. Konsep seperti ini seharusnya dapat diadopsi dalam proses perencanaan kota-kota di Indonesia. Makalah ini membahas bagaimana potensi penerapan konsep compact city ini di Kota Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang telah mengalami permasalahan urban sprawl. Katakunci: compact city, urban sprawl, tata ruang 1. Pendahuluan Tingginya angka pertumbuhan penduduk dikawasan perkotaan merupakan suatu hal yang secara umum terjadi. Direncanakan atau tidak, pada umumnya jumlah penduduk akan terus meningkat baik dari kelahiran maupun tingkat in-migrasi ke kawasan perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mengakibatkan kebutuhan akan pemukiman, tempat bekerja, tempat berbelanja, rekreasi, serta sarana dan prasarana lainnya ikut meningkat. Pembangunan yang dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan penduduk ini jika tidak dikendalikan akan membuat perkembangan suatu kota menjadi semakin meluas sampai kedaerah sub-urbannya. Perkembangan kota yang semakin meluas dan tumbuh secara acak ini sering dikenal dengan istilah urban sprawl. Pengendalian tingkat urban sprawl ini menjadi peran perencanaan kota yang sangat penting, mengingat fenomena urban sprawl di kawasan perkotaan telah mengakibatkan tingginya mobilisasi penduduk dengan jarak yang jauh dari kawasan sub-urban menuju ke pusat kegiatan penduduk yang seringkali terdapat pada kawasan pusat kota. Tingginya angka mobilisasi inilah yang akhirnya dapat menyebabkan semakin besarnya penggunaan energi, peningkatan jumlah emisi polutan, dan berbagai permasalahan lainnya yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Berkaitan dengan permasalahan tersebut maka perlu diidentifikasi solusi permasalahan urban sprawl yang berbasis perencanaan tata ruang. Dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai fenomena urban sprawl sebagai permasalahan umum perkotaan, dan kasus studinya di Kota Surabaya. Kemudian sebagai solusi, akan direkomendasikan konsep compact 1

city yang akan dibahas mengenai bagaimana potensi penerapannya di Kota Surabaya sebagai representasi kota yang telah mengalami fenomena urban sprawl di Negara berkembang. 2. Fenomena Urban Sprawl Sebagai Permasalahan Umum Kawasan Perkotaan Pertumbuhan penduduk merupakan suatu fenomena klasik dan umum terjadi pada kota-kota baik di Negara maju maupun di Negara berkembang di seluruh dunia. Begitu pula di Kota Surabaya, sebagai kota terbesar kedua di Indonesia setelah ibu kota Jakarta. Pertumbuhan penduduk Kota Surabaya termasuk tingkat yang tinggi di Indonesia. Pertumbuhan penduduk secara keseluruhan terlihat linier di Kota Surabaya, dimana berdasarkan RTRW Kota Surabaya 2003-2013, pada tahun 2000 penduduk kota sudah mencapai 2.444.956 jiwa. Gambaran pertumbuhan penduduk di Kota Surabaya yang terus meningkat dapat dilihat pada Gambar 1. Total Pendudu 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Tahun Sumber : RTRW Surabaya 2000-2013 Series1 Series2 Gambar 1.Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun 1992/2000 Berdasarkan grafik tersebut, secara keseluruhan pertumbuhan penduduk bertambah secara linier. Hal ini pada umumnya terjadi pada tahap-tahap awal pertumbuhan kota. Jika dilihat secara lebih rinci pertumbuhan penduduk di Kota Surabaya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1: Pertumbuhan penduduk Kota Surabaya 1971-1999 dalam persen (%) WILAYAH 1971-1980 1980-1990 1990-1999 Surabaya pusat 0.0089-0.0129-0.0336 Surabaya utara 0.0489 0.0062-0.0064 Surabaya timur 0.0502 0.0423 0.0454 Surabaya selatan 0.0191 0.0194 0.0049 Surabaya barat 0.1455 0.0704 0.0516 SURABAYA 0.0333 0.0206 0.0164 Sumber: RTRW Surabaya 2000-2013 Dari data yang terdapat pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa ternyata memang terjadi pertumbuhan penduduk pada periode 1971-1980. Namun, pada tahap selanjutnya penduduk di pusat kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 0,0129%. Penurunan ini terus meningkat menjadi 0,036% pada periode berikutnya. Begitu pula dengan daerah Surabaya utara yang mengalami penurunan sebesar 0,64%. Jumlah penduduk yang meningkat adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan sub-urban, sedangkan jumlah penduduk yang mengalami penurunan adalah daerah-daerah yang berada di pusat Kota Surabaya. hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan Surabaya akan semakin menyebar. Tahap pertumbuhan seperti ini dapat terjadi karena semakin terbatasnya lahan, sedangkan permintaan akan lahan tersebut semakin meningkat. Di Kota Surabaya sendiri 90% lebih lahan sudah merupakan lingkungan terbangun dengan persentase 50% permukiman, 20% industri, 20% fasilitas umum dan hanya 10% sisanya yang merupakan kawasan belum terbangun (RTRW Surabaya, 2000). Hal tersebut mengakibatkan semakin meningkatnya harga lahan, dan penduduk mulai merubah preferensinya untuk tinggal di kawasan sub-urban. Tahap-tahap ini terjadi di banyak kota di seluruh dunia, baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Setelah tahap mulai berpindahnya penduduk ke kawasan sub-urban ini terjadi, maka dapat dikatakan fenomena urban sprawl telah terlihat di kota tersebut. Tingkat urban sprawl secara sederhana menurut Staley (1999) dapat diindikasikan melalui sprawl index. Apabila nilai sprawl index suatu wilayah lebih besar daripada wilayah yang lainnya, maka hal tersebut 2

merupakan indikasi bahwa perkembangan lahan di wilayah tersebut lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penduduknya. Kondisi Kota Surabaya sendiri pada saat ini, 90% lebih lahan yang ada sudah merupakan kawasan terbangun (Dewi, 2006), sedangkan kepadatan penduduk rata-rata tergolong dalam kategori rendah dengan jumlah 72,79 jiwa/ha. Kepadatan penduduk yang rendah terdapat pada hampir seluruh bagian Kota Surabaya, yaitu Unit Pengembangan (UP) I, II, III, VIII, IX, X, XI, dan XII (Sadikin, 2009). Fakta empiris tersebut mengindikasikan bahwa fenomena urban sprawl telah terjadi pada hampir seluruh bagian Kota Surabaya. Ekspansi kegiatan terus terjadi dari Kota Surabaya sebagai inti menuju Kabupaten Sidoarjo, Bangkalan, dan Gresik sebagai wilayah pinggirannya (LPPM ITS, 2007). Dampak dari fenomena urban sprawl yang telah terjadi di Kota Surabaya dapat dilihat melalui tingginya volume transportasi dari kawasan sub-urban menuju pusat Kota Surabaya maupun sebaliknya. Pada saat ini jumlah pergerakan dari kawasan sub-urban sendiri sudah melebihi jumlah pergerakan yang terjadi di dalam Kota Surabaya (Rachmadita, 2009). Jumlah pergerakan dari daerah pinggiran yang masuk ke Kota Surabaya melalui Jalan Ahmad Yani mencapai 1.481.344 satuan mobil penumpang (smp) setiap harinya. Pergerakan ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan koridor-koridor jalan dalam kota, seperti Jalan Pemuda yang hanya dilalui 79.936 smp setiap harinya (Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, 2005). Tingginya volume transportasi ini membawa berbagai dampak turunan yang buruk bagi sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan perkotaan. Salah satu contoh dampak turunannya adalah meningkatnya angka pencemaran udara. Berdasarkan Laporan Hasil Monitoring Hutan Kota Surabaya, transportasi menyumbang 5.480.000 ton per tahun emisi Karbon Monoksida (CO) atau sekitar 96% dari total emisi udara di Kota Surabaya (Rismanda, 2001). Dampak negative tersebut mengindikasikan fenomena urban sprawl telah menjadikan pembangunan Kota Surabaya menjadi tidak berkelanjutan. 3. Konsep Compact City Sebagai Solusi Inovatif Permasalahan Pembangunan Berbasis Penataan Ruang Ketika fenomena urban sprawl yang berdampak negative terhadap kawasan perkotaan terjadi, peran perencanaan tata ruang menjadi sangat krusial dalam mengendalikan pertumbuhan kawasan perkotaan tersebut. Kawasan yang mengalami urban sprawl seharusnya direncanakan untuk dikendalikan perluasan kawasannya, bukan dibiarkan tumbuh mengikuti kekuatan pasar (market force) seperti yang terjadi di banyak kota baik di Negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Salah satu contohnya, untuk saat ini, konsep inovatif yang dicetuskan sebagai solusi dari fenomena pembangunan kota acak ( urban sprawl development) adalah konsep compact city (Roychansyah, 2006). compact city telah dicoba untuk diterapkan dalam konsep operasional yang sangat beragam di berbagai kota. Strategi compact city juga telah dipandang sebagai alternatif utama ide pengimplementasian pembangunan berkelanjutan dalam sebuah kota (Roychansyah, 2006). Bentuk kota yang kompak akan mampu mereduksi jarak tempuh perjalanan sehingga dapat menurunkan tingkat mobilisasi penduduk. Tingkat kepadatan yang tinggi dari compact city juga akan memberikan keuntungan dalam penyediaan pelayanan, transportasi umum, pengelolaan sampah, pelayanan kesehatan dan pendidikan (Jenks, 2000). Barret (1996) dalam Jenks (2000) menyatakan melalui surveynya mengenai tingkat kepadatan sebagai salah satu dimensi dari konsep compact city terhadap transportasi di Inggris, semakin tinggi tingkat kepadatan, maka akan semakin kecil jumlah pergerakan dan semakin banyak penggunaan kendaraan umum atau berjalan kaki. Berdasarkan hasil penelitiannya, didapatkan bahwa kawasankawasan yang paling padat memiliki jumlah pergerakan yang mencapai 19,05% lebih sedikit dari jumlah pergerakan keseluruhan, dengan jumlah total pergerakan pada kawasan tersebut adalah 129,2 Km per-orang perminggu. Tingkat efektivitas urban compactness yang akan diterapkan pada kota-kota di Negara berkembang seperti Surabaya, diharapkan dapat memiliki nilai yang sama, sehingga dapat mereduksi permasalahan transportasi yang terjadi akibat fenomena urban sprawl. Untuk mengetahui potensi penerapan konsep compact city di Kota Surabaya dapat dilihat dari tingkat urban compactness masing- 3

masing kawasannya. Semakin tinggi tingkat urban compactness, maka akan semakin potensial kawasan menjadi suatu node compact city, dengan artian semakin banyak tingkat perjalanan yang dapat direduksinya. Tingkat urban compactness ini dapat dilihat dari 12 variabel utama yaitu: kepadatan penduduk, kepadatan terbangun, kepadatan permukiman, persentase ketesediaan fasilitas SD, persentase ketersediaan SMP, persentase ketersediaan SMA, persentase ketersediaan Puskesmas, jumlah ketersediaan dokter umum, gigi, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya, persentase penggunaan lahan perkantoran, persentase penggunaan lahan rekreasi atau ruang terbuka hijau, persentase in-migrasi, dan persentase pertumbuhan penduduk. Secara keseluruhan, tingkat urban compactness yang didapat di Kota Surabaya berdasarkan variabel-variabel tersebut, yang dianalisis dengan analisis cluster dan multi-dimensional scalling, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2: Tingkat Urban Compactness di Kota Surabaya ANGGOTA CLUSTER EUCLID (ANALISIS CLUSTER) Compact NILAI POINT URBAN COMPACTNESS (OVERLAY POINT ARC-GIS) Compact Genteng 33 Simokerto 33 Sawahan 33 Bubutan 30 Semampir 29 Wonokromo 28 Tegalsari 27 Tambaksari 27 Gubeng 27 Sukomanunggal 27 Kenjeran 25 Krembangan 24 Pabean Cantikan 22 Sedang Sedang Tandes 29 Sprawl Sprawl Lakarsantri 31 Pakal 30 Asemrowo 29 Bulak 28 ANGGOTA CLUSTER EUCLID (ANALISIS CLUSTER) NILAI POINT URBAN COMPACTNESS (OVERLAY POINT ARC-GIS) Sukolilo 28 Sambikerep 28 Jambangan 27 Benowo 27 Tenggilis Mejoyo 26 Gunung Anyar 26 Wonocolo 26 Gayungan 26 Rungkut 25 Karangpilang 24 Mulyorejo 23 Wiyung 22 Dukuh Pakis 21 Sumber: Mahriyar, 2010 Dari hasil analisis yang terdapat pada tabel 2, didapatkan 13 kecamatan di Kota Surabaya sudah merepresentasikan kondisi yang compact, dimana kawasan yang paling compact adalah Kecamatan Simokerto, kemudian terdapat 1 kecamatan dengan tingkat urban compactness sedang yaitu Kecamatan Tandes, dan 17 kecamatan dengan pola sprawl. Dimana kawasan yang merepresentasikan kondisi sprawl ini adalah Dukuh Pakis. Berdasarkan hasil analisis didapatkan jarak perjalanan rata-rata masyarakat di kawasan yang compact di Kota Surabaya ini adalah 37,37% lebih sedikit dari jarak perjalanan rata-rata masyarakat di kawasan yang sprawl. Hal ini menunjukkan bahwa konsep compact city sangat efektif untuk diterapkan di kota-kota di Negara berkembang, khususnya Kota Surabaya (Mahriyar, 2010). Kondisi terdapatnya 13 kecamatan dengan pola yang compact ini juga menunjukkan bahwa penerapan konsep compact city secara keseluruhan sangat potensial di Kota Surabaya. Pada 13 kecamatan ini hanya perlu ditingkatkan beberapa bagian dari variabel urban compactness, karena secara keseluruhan ratarata sudah memiliki nilai yang tinggi. Pada kawasan yang compact di Kota Surabaya direkomendasikan pengendalian kepadatan agar bernilai tetap serta peningkatan pada sisi tata guna lahan yang mixed use. Sedangkan untuk 1 kecamatan yang berpola sedang dan 17 kecamatan yang berpola sprawl, dapat diterapkan peningkatan pada tiga indikator utama compact city, yaitu intensitifikasi, mixed- 4

use, dan peningkatan kepadatan karena penduduknya masih memungkinkan untuk ditambah. Hal yang kemudian perlu diperhatikan adalah penyebaran kepadatan yang ada untuk tujuan utama efisiensi. Sehingga, diutamakan mereka yang tinggal pada suatu kawasan, juga melakukan aktivitas-nya sebagian besar pada kawasan tersebut. Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung efektivitas urban compactness di Kota Surabaya ini adalah transit oriented development, public transport priority, dan cordon-line (Mahriyar, 2010). Pada akhirnya dengan diimplementasikannya konsep compact city ini di Kota Surabaya, diharapkan permasalahan pencemaran udara, peningkatan penggunaan BBM, serta permasalahan lainnya yang timbul akibat fenomena urban sprawl, dapat terselesaikan dan pembangunan Kota Surabaya yang berkelanjutan dapat terwujud. 4. Kesimpulan Urban sprawl merupakan fenomena alami yang terjadi di perkotaan. Adanya dampak urban sprawl terhadap perkembangan kota dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan perkotaan mendorong menerapkan konsep compact city sebagai salah satu solusi yang inovatif dalam perencanaan tata ruang kota. Berdasarkan studi ini, konsep compact city sangat efektif untuk diterapkan pada kotakota di negara berkembang, seperti Surabaya. Hasil studi menunjukkan tiga kondisi tingkat urban compactness, yaitu compact, sedang dan sprawl. Walaupun kondisi kota Surabaya cenderung sprawl, namun tingkat urban compactness-nya sangat tinggi, sehingga sangat potensial diterapkannya konsep tersebut. Untuk mendukung efektivitas urban compactness di Kota Surabaya diperlukan strategi pengembangan yang tepat. Jenks, Mike dan Rod Burgess. 2000. Compact Cities: Sustainable Urban Forms for Developing Countries. Spon Press, London. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyrakat (LPPM -ITS). 2007. Proposal Peneltian Fenomena Urban sprawl di Surabaya Metropolitan Area. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Mahriyar, Muhammad. 2010. Perumusan Konsep Peningkatan Efektivitas Urban Compactness di Kota Surabaya. Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota- ITS, Surabaya. Rachmadita, S.O. 2009. Arahan Kebijakan Modal Shift Kendaraan Pribadi Ke Bus Kota Untuk Pekerja Ulang-Alik Sidoarjo- Surabaya di Kecamatan Waru. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota-ITS. Rismanda, Erik. 2001. Hasil Laporan Monitoring Hutan Kota Surabaya. Program Divisi Kampanye ECOTON. Roychansyah, M, S, 2006, Paradigma Kota kompak: Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota?. INOVASI, Vol.7/XVIII/Juni 2006. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang Staley, Samuel R. 1999. The Sprawling of America: In Defence of the Dynamic City. Reason Public Policy Institute. Los Angeles, California. Sadikin, Alie. 2009. Konsep Penataan Spasial Pelayanan Pendidikan Untuk Jenjang SMP di Surabaya Berdasarkan Indikator Kota kompak. Surabaya: Thesis Program Magister Manajemen Pembangunan Kota- ITS 5. Referensi Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya 2000-2013. Surabaya Dewi, Myrna. 2006. Penataan ruang berbasis ekologi: konsep roof garden dan urban farming dalam memperbaiki kualitas udara di surabaya. Planologi ITS. 5