BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN CV TKB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB VI KONFLIK PERAN WANITA BEKERJA

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANALISIS GENDER TERHADAP SUMBER DAYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB VIII SIKAP PEMILIH PEMULA DI PEDESAAN TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2009

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINGKAT KESUKAAN PADA IKLAN MARJAN

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PENDEKATAN LAPANG

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

PENYAJIAN DATA DUA VARIABEL ATAU LEBIH. Disiapkan untuk Materi Perkuliahan Statistik Sosial Program Sarjana Departemen Ilmu Administrasi

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. parameter yang ditanyakan kepada responden yaitu: lama

BAB III METODE PENELITIAN

PENILAIAN TERHADAP PELAYANAN YAYASAN DHARMA BHAKTI ASTRA DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN

Pengujian Korelasi untuk Data Nominal

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

BAB VII HUBUNGAN KARAKTERISTIK SANTRI DENGAN KOMPETENSI WIRAUSAHA SANTRI PADA USAHA SAPI POTONG

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB IV PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh antara

BAB VI. HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

Crosstab dan Chi-Square: Analisis Hubungan Antarvariabel Kategorikal

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

V. KARAKTERISTIK, MOTIVASI KERJA, DAN PRESTASI KERJA RESPONDEN

BAB VIII HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PESERTA POSDAYA DENGAN MOTIVASI BERPERANSERTA PADA POSDAYA MANDIRI TERPADU

METODE Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB 8 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG DENGAN PERILAKU PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. Perilaku Pengunjun g

INDEKS KEBAHAGIAAN DKI JAKARTA TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

METODE PENELITIAN. Keluarga petani yang merupakan anggota Kelompok Tani Padajaya. RW 4 = 7 orang. RW 5 = 23 orang. Gambar 2 Teknik Pengambilan Contoh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. penelitian yang dilakukan terhadap 50 orang karyawan pada perusahaan Filter PT.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Makan Waroeng Steak & Shake

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN REPRESENTASI SOSIAL

KARAKTERISTIK KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI

BAB 4 HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

Persepsi Nelayan Tentang Profesi Nelayan Di Desa Sungai Selodang Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau. Oleh

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Pelaksanaan Survey 1.1. Foto Survey di SMP Yohanes XXIII Semarang

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa hasil perhitungan statistik yang datanya diperoleh dari responden. Hasil

BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis

BAB III METODE PENELITIAN. adalah komorbiditas pada pasien hemodialisa. Kualitas hidup diukur setelah 2

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

BAB VI KESESUAIAN AGENDA RADIO MEGASWARA DENGAN AGENDA PENDENGAR

BAB III METODELOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bentuk observasional atau survey analitik (Setiadi, antara pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non-parametik Chi Square untuk menganalisis hubungan antara data skala nominal dengan data skala ordinal dan Rank Spearman untuk menganalisis hubungan antara data skala ordinal dengan data skala ordinal. Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp Sig. Jika Asymp Sig. (2-sided) atau p-value lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05, maka H 0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan yang nyata antara variabel-variabel yang diuji. Tanda bintang (*) pada koefisien korelasi juga menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang diuji. Semakin banyak jumlah bintang (*), maka semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel yang diuji. Tabel 24 Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara Karakteristik Responden terhadap Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 Karakteristik Responden Koefisien Korelasi Asymp Sig. (2-sided)/ p-value Keterangan Umur (median) -0,392* 0,032 Signifikan Umur (BPS) -0,504** 0,005 Signifikan Status pernikahan 0,105 0,581 Tidak signifikan pendidikan 0,330 0,075 Tidak signifikan Jenis usaha 0,405* 0,027 Signifikan pendapatan 0,291 0,119 Tidak signifikan Tabel 24 menyajikan data mengenai hasil analisis Chi Square dan Rank Spearman antara karakteristik individu peserta dengan dalam BMT Swadaya Pribumi. Dari keenam karakteristik tersebut, tiga variabel

84 signifikan atau memiliki hubungan dengan dalam BMT Swadaya Pribumi, yaitu umur berdasarkan median, umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha. Hal ini ditunjukkan dari hasil p-value ketiga variabel tersebut yang lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05. Nilai koefisien korelasi ketiga variabel tersebut juga memiliki tanda bintang (*) yang menunjukkan adanya hubungan antara umur (median), umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha dengan dalam BMT Swadaya Pribumi. Ketiga variabel lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan dengan dalam BMT Swadaya Pribumi. Umur berdasarkan median dan umur produktif bekerja (BPS) memiliki nilai koefisien korelasi yang negatif dengan sedangkan status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan memiliki nilai koefisien korelasi yang positif dengan. Nilai koefisien korelasi yang positif berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel-variabel yang diuji, misalnya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan memiliki arti, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan peserta maka dalam BMT Swadaya Pribumi semakin setara. Hubungan negatif antara umur dengan memiliki arti, yaitu semakin tinggi umur peserta maka semakin tidak setara. 8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Pengkategorian umur berdasarkan nilai tengah (median) selang umur responden dibagi ke dalam dua kategori, yaitu umur kurang dari 45 tahun dan umur lebih besar sama dengan dari 45 tahun. Responden berumur kurang dari 45 tahun dan responden berumur lebih dari 45 tahun sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender, namun jumlah persentase responden berumur kurang dari 45 tahun yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi lebih banyak daripada persentase responden berumur lebih dari 45 tahun yang menyatakan dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Selisih persentase keduanya adalah 26,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berumur kurang dari 45 tahun lebih merasakan tingginya tingkat kesetaraan

85 gender dalam BMT Swadaya Pribumi daripada responden yang berumur lebih dari 45 tahun. Tabel 25 Jumlah dan Persentase Kesetaraan Gender menurut Umur (Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 < 45 Umur (tahun) 45 Total Tidak setara 0 (0,0) 4 (26,7) 4 (13,3) Setara 15 (100,0) 11 (73,3) 17 (86,7) Total 15 (100,0) 15 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,032 Taraf nyata = 0,05 Peserta yang dominan berumur kurang dari 45 tahun adalah peserta lakilaki sedangkan peserta yang dominan berumur lebih dari 45 tahun adalah peserta perempuan (lihat Tabel 11 pada BAB V). Hubungan antara umur peserta dengan dalam BMT Swadaya Pribumi juga menunjukkan bahwa peserta berumur kurang dari 45 tahun menyatakan dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi tinggi dan persentasenya lebih besar daripada peserta berumur lebih dari 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki memiliki karakteristik umur yang lebih muda daripada peserta perempuan dan persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada peserta perempuan. Selain menggunakan pengkategorian umur berdasarkan median selang umur responden, pengkategorian umur juga dilakukan menurut umur produktif bekerja dari BPS yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori umur, yaitu umur produktif bekerja rendah (15-31 tahun), umur produktif bekerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif bekerja tinggi (49-64 tahun). Berdasarkan Tabel 26, terlihat bahwa responden pada kategori umur produktif kerja rendah (15-31 tahun), umur produktif kerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif kerja tinggi (49-64 tahun) sama-sama menyatakan bahwa dalam BMT Swadaya Pribumi adalah setara gender namun persentase dari ketiga kategori umur tersebut berbeda. Responden pada kategori umur

86 produktif bekerja rendah dan sedang yang termasuk ke dalam kategori umur muda, 100 persen menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender sedangkan responden pada kategori umur produktif bekerja tinggi yang termasuk ke dalam kategori umur tua hanya 60 persen yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pada kategori umur produktif bekerja muda (rendah dan sedang) lebih merasakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender dan peserta yang dominan berumur muda adalah peserta laki-laki (lihat Tabel 12 pada BAB V). Hasil uji korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara umur peserta dengan tingkat dalam pelaksanaan produk pembiayaaan BMT Swadaya Pribumi. Tabel 26 Jumlah dan Persentase Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 15 31 Umur (tahun) 32 48 49 64 Total Tidak setara 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (40,0) 4 (13,3) Setara 4 (100,0) 16 (100,0) 6 (60,0) 26 (86,7) Total 4 (100,0) 16 (100,0) 10 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,005 Taraf nyata = 0,05 8.2 Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Karakteristik responden berikutnya yang dihubungkan dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah status pernikahan. Sebagian besar responden telah berstatus menikah dan hanya dua orang responden perempuan yang berstatus janda. Responden yang berstatus menikah dan responden yang berstatus cerai (janda) sama-sama menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender (lihat Tabel 27). Hasil uji statistik non-parametik Chi Square juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status pernikahan

87 peserta dengan tingkat dalam BMT Swadaya Pribumi. Hal ini terlihat dari nilai Asymp Sig. (2-sided) = 0,581 lebih besar dari 0,05 sehingga tolak H 0, yaitu tidak terdapat hubungan antara status pernikahan peserta dengan dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Tabel 27 Jumlah dan Persentase Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Belum menikah Status pernikahan Menikah Cerai Total Tidak setara 0 (0,0) 4 (14,3) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 0 (0,0) 24 (85,7) 2 (100,0) 26 (86,7) Total 0 (0,0) 28 (100,0) 2 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: Asymp Sig (2-sided) = 0,581 Taraf nyata = 0,05 Baik responden yang berstatus menikah maupun responden yang berstatus janda sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan tidak membeda-bedakan peserta berdasarkan status pernikahan peserta. 8.3 Hubungan Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi pendidikan responden terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah apabila pendidikan terakhir responden adalah tidak tamat atau tamat SD, sedang apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMP, dan tinggi apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMA. Nilai p-value dari uji korelasi Rank Spearman hubungan antar variabel tingkat pendidikan dengan adalah 0,075 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa antara tingkat pendidikan dengan tingkat dalam BMT Swadaya Pribumi tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan. Baik responden pada tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase responden berpendidikan sedang dan tinggi yang menyatakan

88 pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang berpendidikan rendah dengan selisih sebesar 23,5 persen (lihat Tabel 28). Karakteristik responden yang berpendidikan tinggi dominan dimiliki oleh responden laki-laki sedangkan responden perempuan dominan berpendidikan rendah (lihat Tabel 15 pada BAB V). Hasil tersebut menunjukkan bahwa karakteristik dari peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah berpendidikan lebih tinggi daripada peserta perempuan dan memiliki tingkat dalam BMT Swadaya Pribumi yang juga lebih tinggi daripada peserta perempuan. Tabel 28 Jumlah dan Persentase Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Pendidikan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 pendidikan Total Rendah Sedang Tinggi Tidak setara 4 (23,5) 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 13 (76,5) 7 (100,0) 6 (100,0) 26 (86,7) Total 17 (100,0) 7 (100,0) 6 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,075 Taraf nyata = 0,05 8.4 Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi Jenis usaha responden digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu jenis usaha makanan dan jenis usaha non-makanan. Hasil uji non-parametik Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis usaha peserta dengan tingkat dalam BMT Swadaya Pribumi. Baik responden yang menekuni jenis usaha makanan maupun non-makanan samasama menyatakan dalam BMT Swadaya Pribumi adalah telah setara gender, namun persentase responden yang menekuni usaha non-makanan dan menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang menekuni usaha makanan dengan selisih yang cukup besar, yaitu 30,8 persen (lihat Tabel 29). Peserta lakilaki dominan menekuni jenis usaha non-makanan sedangkan peserta perempuan dominan menekuni jenis usaha makanan (lihat Tabel 17 pada BAB V).

89 Karakteristik laki-laki yang lebih cenderung menekuni jenis usaha non-makanan menunjukkan bahwa peserta laki-laki yang cenderung menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Tabel 29 Jumlah dan Persentase Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 Penggolongan jenis usaha Makanan Non-makanan Jumlah Tidak setara 4 (30,8) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 9 (69,2) 17 (100,0) 26 (86,7) Jumlah 13 (100,0) 17 (100,0) 30 (100,0) Keterangan: p-value = 0,027 Taraf nyata = 0,05 8.5 Hubungan Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi pendapatan yang diperoleh responden selama satu bulan dikategorikan ke dalam tiga kateori, yaitu pendapatan Rp400.000,00- Rp4.499.000,00 per bulan, pendapatan Rp4.500.000,00-Rp8.599.000,00 per bulan, dan pendapatan lebih dari Rp8.600.000,00 per bulan. Tabel 30 Jumlah dan Persentase Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi menurut Pendapatan Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 1 pendapatan (Rp) 2 3 Total Tidak setara 4 (21,1) 0 (0,0) 0 (0,0) 4 (13,3) Setara 15 (78,9) 5 (100,0) 6 (100,0) 26 (86,7) Total 19 (100,0) 5 (100,0) 6 (100,0) 30 (100,0) Keterangan : p-value = 0,119 Taraf nyata = 0,05 1 : Pendapatan Rp400.000,00 s.d Rp 4.499.000,00 2 : Pendapatan Rp4.500.000,00 s.d Rp8.599.000,00 3 : Pendapatan Rp8.600.000,00 Uji statistik korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan

90 tingkat dalam BMT Swadaya Pribumi sehingga keduanya tidak saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatan peserta, maka semakin tinggi dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa sebagian besar responden yang berpendapatan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase responden berpendapatan sedang dan tinggi yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada responden yang berpendapatan rendah dengan selisih 21,1 persen. 8.6 Ikhtisar Peserta perempuan dan peserta laki-laki memiliki karakteristik yang berbeda. Dari segi umur, peserta laki-laki berumur produktif bekerja yang lebih muda daripada peserta perempuan sehingga peserta laki-laki cenderung menekuni usaha berdagang pada usia produktif muda sedangkan peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berumur produktif bekerja tua. Peserta berumur muda menyatakan bahwa tingkat dalam BMT Swadaya Pribumi tinggi. Peserta yang berumur muda merupakan karakteristik dari peserta laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki lebih memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati yang lebih besar daripada peserta perempuan. Dari segi pendidikan, peserta perempuan menempuh tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada peserta laki-laki. Peserta perempuan hanya menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) sedangkan peserta lakilaki telah mencapai pendidikan formal pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Perempuan yang berpendidikan rendah cenderung memiliki posisi tawar yang lemah dalam keluarganya sehingga sulit memutuskan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan peserta maka semakin tinggi tingkat dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Pendidikan yang tinggi merupakan karakteristik dari

91 peserta laki-laki sehingga peserta laki-laki memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan. Dari segi status pernikahan, sebagian besar peserta laki-laki maupun peserta perempuan telah berstatus menikah hanya sebagian kecil peserta yang berstatus janda. Peserta yang berstatus menikah tidak memiliki kuasa atau kendali yang bebas seperti pada saat dia berstatus belum menikah atau berstatus cerai. Laki-laki sebagai suami dan kepala keluarga cenderung dominan dalam pengambilan keputusan keluarga. Oleh karena itu, perempuan yang ingin mengajukan pembiayaan kepada BMT Swadaya Pribumi harus memperoleh izin terlebih dahulu dari suami mereka. Peserta perempuan yang berstatus janda memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta yang berstatus berkeluarga. Dari segi jenis usaha, peserta perempuan cenderung menekuni usaha makanan skala kecil yang dapat dikerjakan dirumah sambil mengurusi dan merawat keluarga (domestik) seperti membuka warung di depan rumah, berjualan gado-gado, es campur, dan jenis usaha makanan lainnya di rumah. Berbeda dengan peserta perempuan, peserta laki-laki menekuni jenis usaha yang lebih beragam. Tidak hanya jenis usaha makanan tetapi juga jenis usaha non-makanan, seperti percetakan, mebel, dan lain-lain yang menghasilkan omset lebih besar daripada jenis usaha makanan dalam skala kecil. Peserta laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan cenderung menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling, seperti ketoprak keliling, baso keliling, dan lain-lain. Sehingga peserta laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan dengan cara bekeliling memiliki lebih besar peluang dalam memperoleh pembeli daripada hanya berjualan di depan rumah. Peserta yang menekuni usaha jenis non-makanan menyatakan dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi lebih tinggi daripada peserta yang menekuni jenis usaha makanan. Jenis usaha non-makanan menjadi karakteristik jenis usaha yang ditekuni oleh peserta lakilaki. Hal ini menunjukkkan bahwa peserta laki-laki memiliki akses yang besar

92 terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan. Dari segi pendapatan, peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama berada pada kategori pendapatan yang rendah. Pendapatan tinggi biasa dimiliki oleh peserta yang memiliki usaha dalam skala besar dan memiliki lebih dari satu jenis usaha dengan manajemen keuangan yang baik. Tiga dari enam karakteristik individu peserta yang berbeda memiliki hubungan dengan dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Tiga karakteristik individu peserta tersebut adalah umur berdasarkan median selang umur responden, umur berdasarkan umur produktif bekerja dari BPS, dan jenis usaha yang ditekuni oleh peserta. Umur peserta menunjukkan koefisien korelasi yang negatif, yaitu semakin muda umur peserta maka semakin tinggi dalam BMT Swadaya Pribumi. Sedangkan karakteristik lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan menunjukkan nilai koefisien yang positif.