BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia diberikan kebebasan untuk memeluk salah satu agama. Terdapat enam. Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dam Suroso, 1995)

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan agama adalah dari

BAB I PENDAHULUAN. melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Budaya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan lingkunganya. Agama berhubungan dengan Allah pencipta, sesama,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

BAB I PENDAHULUAN. Secara horizontal ditandai oleh kenyataanya adanya kesatuan-kesatuan sosial

BAB I PENDAHULUAN. ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dinyatakan di dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama adalah hal yang penting sehingga harus tertanam kuat

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan menjadi faktor paling penting bagi karakteristik dan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai agama Kristen. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern seperti ini, kekayaan, kedudukan dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia marak beredar buku-buku filsafat yang

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah fenomena keberagamaan (religiousity). Harun Nasution (dalam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BABI PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan persoalan-persoalan yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Oleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

ANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

BAB I PENDAHULUAN. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta, agama yang berarti "tradisi".

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu

KUISIONER PENELITIAN METODE CART DAN CHAID UNTUK MENELUSURI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA STAKPN TARUTUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hari Sabat. Hari Perhentian yang Kudus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK

BAB I PENDAHULUAN. sikap ( attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations) dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. (Soerjono Soekanto, 1990:268). Berdasarkan pendapat tersebut peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

B. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

PENGEMBANGAN MEDIA LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK BERBASIS LANDASAN HIDUP RELIGIUS BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Santy Andrianie, M.

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sendiri. Apabila seorang remaja telah merasa dapat bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan manusia di dunia ini tidak dapat terlepas dari fenomena keberagamaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung

t u j u a n berpengaruh potensi menghargai

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal ini terlihat dari Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama ke Tuhanan Yang Maha Esa. Selain itu pemerintah juga memberikan aturan untuk seluruh warga negara Indonesia memeluk salah satu agama, yang diatur dalam UUD 1945 ayat 1 yang menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan pada UUD 1945 ayat 2 yang menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pemerintah mengakui 6 agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Dari data tahun 2010, kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 9,2%Protestan, 3,5% Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% Buddha, (http://statistik.ptkpt.net) Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Sedangkan Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 1995) mengungkapkan bahwa agama merupakan suatu simbol, keyakinan, nilai, dan perilaku yang terlembagakan yang semuanya terpusat pada 1

2 persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Secara umum agama Kristen merupakan sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Agama Kristen meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Umat Kristen beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia. Agama Kristen mulai masuk ke Indonesia sejak zaman penjajahan, melalui zending yaitu misionaris dari Belanda yang datang ke Indonesia. Saat ini agama Krsiten sudah mulai menyebar ke penjuru Indonesia dan banyak dari gereja-gereja yang ada membuat pelayanan dibidang pendidikan salah satunya adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Gereja Kristen Pasundan (GKP) yang menaungi Universitas x, yaitu salah satu Universitas yang berlatarbelakang agama Kristen. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Administrasi Akademis (BAA), pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah mahasiswa aktif di Universitas X adalah 10.436 mahasiswa. Dengan rincian terdapat 5.114 mahasiswa beragama Kristen (49%), 1.962 mahasiswa beragama Katolik (18,55%), 2.543 mahasiswa beragama Islam (24,36%), 637 mahasiswa beragama Budha (6,10%), 74 mahasiswa beragama Hindu (0,70%), dan 70 mahasiswa mengisi lain-lain (0,67%). Dengan mayoritas mahasiswa beragama Kristen serta visi serta misi dari Perguruan Tinggi X yang berlandaskan iman Kristen, diharapkan perilaku mahasiswa dapat mencerminkan nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran agama Kristen.

3 Dari 5.114 mahasiswa Kristen yang ada di Universitas X, ada kurang lebih 400 mahasiswa yang mengikuti Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) ( 7,8% ). Ini merupakan angka yang sangat kecil karena dengan latar belakang agama Kristen yang ada di Universitas X diharapkan para mahasiswa Kristen dapat berkumpul bersama untuk saling bertumbuh satu dengan yang lain. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, data yang diterima dari Badan Pelayanan Kristen (BPK) pada tahun ajaran 2008 2009 jumlah mahasiswa Kristen adalah 1.865 orang sedangkan jumlah mahasiswa yang mengikuti PMK kurang lebih 400 orang (21,4%). Padahal seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa Kristen yang ada di Universitas X seharusnya terjadi juga peningkatan anggota PMK pada tahun ini. Tetapi yang terjadi adalah walaupun jumlah mahasiswa Kristen di Universitas X hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun ajaran 2008 2009, jumlah anggota PMK pada tahun ajaran 2010-2011 tetap kurang lebih 400 orang. Sehinnga bisa disimpulkan tidak terjadi peningkatan mahasiswa Kristen yang menjadi anggota PMK. Didalam PMK terdapat Kelompok Kecil, yaitu sebuah kelompok yang terdiri atas 2-4 orang anggota PMK dan seorang pembimbing. Dalam menjalankan kegiatannya, setiap kelompok kecil menggunakan sebuah buku panduan yang dirancang dengan baik agar setiap orang yang tergabung kedalam kelompok kecil dapat bertumbuh setahap demi setahap sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan Kelompok Kecil adalah saling sharing tentang kehidupan masing-masing, saling mendoakan, berdiskusi tentang ajarang

4 yang ada di Alkitab. Setelah mengikuti kelompok kecil para anggota PMK diharapkan dapat mengaplikasikan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Haryanto (2010) diketahui bahwa, mahasiswa yang mengikuti Kelompok Kecil di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Universitas X Bandung lebih banyak jumlah mahasiswa yang berada pada kategori rendah, yaitu dimensi ideologis mayoritas besar response pada kategori rendah (53.3%), menunjukan sebagian besar mahasiswa cenderung meragukan ajaran agama yang diajarkan dalam kelompok kecil, mayoritas responden (58.3%) menunjukan kurang rutin menjalankan praktek agama yang seharusnya dilakukan, mayoritas responden (51.7%) menunjukan bila mahasiswa belum memiliki perasaan sukacita ketika mengikuti ritual keagamaan, mayoritas (50.8%) menunjukan sebagian besar mahasiswa kurang mengetahui dan kurang memahami mengenai ajaran pokok agama, dan mayoritas (55%) menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa kurang dapat mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan bahwa sebagian besar responden mahasiswa penelitian itu belum menunjukkan sikap penyerahan diri kepada suatu kekuatan yang ada di luar dirinya yang diwujudkan dalam aktivitas sehari-hari, yang diungkapkan dengan lima dimensi religiusitas yang ada. Survei awal ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 10 orang mahasiswa yang mengikuti PMK dan 10 orang mahasiswa Kristen yang tidak mengukuti PMK. Dari hasil survei awal terlihat bahwa dari 10 orang yang mengikuti PMK, semua responden (100%) meyakini mengenai ajaran agama yang

5 bersifat dogmatis/doktrin. begitu pula 10 mahasiswa yang tidak mengikuti PMK, semua responden (100%) mahasiswa meyakini mengenai ajaran agama yang bersifat dogmatis/doktrin. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara mahasiswa yang mengikuti PMK dengan mahasiswa yang tidak mengikuti PMK dalam hal meyakini ajaran agama. Dalam sisi praktik, mayoritas (70%) mahasiswa yang mengikuti PMK melakukan praktik keagamaan yang diajarkan di PMK seperti melakukan saat teduh, mengikuti kebaktian pada hari Minggu, dan melakukan doa syafaat. Sedangkan minoritas (30%) mahasiswa kurang melakukan praktik keagamaan yang diajarkan di PMK. Disisi lain, semua responden (100%) mahasiswa yang tidak mengikuti PMK melakukan praktik keagaamaan. Untuk dimensi melakukan praktik keagamaan, jumlah mahasiswa yang mengikuti PMK yang memiliki skor tinggi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang memiliki skor tinggi pada kelompok yang tidak mengikuti PMK. Mayoritas (60%) mahasiswa yang mengikuti PMK bisa merasakan pengalaman berelasi dengan Tuhan, mereka merasa kedamaian, sukacita, dan merasa memiliki ketenangan. Sedangkan minoritas (40%) mahasiswa kurang bisa merasakan merasakan pengalaman saat berelasi dengan Tuhan. Di sisi lain, mayoritas (80%) mahasiswa yang tidak mengikuti PMK bisa merasakan pengalaman berelasi dengan Tuhan dan minoritas (20%) mahasiswa kurang bisa merasakan pengalaman berelasi dengan Tuhan. Pada sisi pengamalan mahasiswa yang tidak mengikuti PMK lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengkuti PMK

6 Mayoritas (80%) mahasiswa yang mengikuti PMK menghayati dirinya mengetahui dan memahami ajaran agama dan isi Alkitab. Sementara minoritas (20%) mahasiswa yang mengikuti PMK menghayati dirinya kurang mengetahui dan belum memahami mengenai ajaran agama dan isi Alkitab. mayoritas (90%) mahasiswa yang tidak mengikuti PMK menghayati dirinya mengetahui dan memahami mengenai ajaran agama dan isi Alkitab. Sementara minoritas (10%) mahasiswa yang menghayati dirinya mengetahui tetapi belum memahami mengenai ajaran agama dan isi Alkitab. Dalam dimensi penghayatan jumlah mahasiswa yang tidak mengikuti PMK memiliki skor tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti PMK memiliki skor tinggi. Mayoritas (70%) mahasiswa yang mengikuti PMK mengaplikasikan ajaran Kristen dalam kehidupan sehari hari, yaitu dengan saling mengasihi, menyayangi, bersabar, dan bersikap jujur. Minoritas (30%) mahasiswa yang kurang mampu mengaplikasikan Kristen dalam dalam kehidupan sehari hari. Mayoritas 70% mahasiswa yang tidak mengikuti PMK mengaplikasikan ajaran kehidupan sehari hari, yaitu dengan saling mengasihi, menyanyagi, bersabar, dan bersikap jujur, saling memberi, belajar menghormati. Sedangkan minoritas (30%) mahasiswa yang tidak mengikuti PMK kurang mampu mengaplikasikan ajaran ke Kristennan dalam kehidupan sehari hari. Dalam dimensi aplikasi, antara mahasiswa yang mengiktui PMK dengan mahasiswa yang tidak mengikuti PMK memiliki jumlah mahasiswa yang sama. Dari hasil perbandingan survei awal yang dilakukan, jumlah mahasiswa yang tidak mengikuti PMK memiliki skor yang tinggi lebih banyak dibandingkan

7 mahasiswa yang tidak mengikuti PMK yang memiliki skor tinggi dalam dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dan dimensi pengamalan. Sedangkan pada dimensi keyakinan dan pengetahuan agama antara jumlah mahasiswa yang mengikuti PMK tidak mengikuti PMK terdapat skor yang tinggi sama banyak. Menurut Glock dan Strak (dalam Ancok dan Suroso 1995), terdapat lima macam dimensi dalam keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan dan praktik agama (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual). Dimensi Keyakinan adalah pengharapan pengharapan yang dipegang teguh oleh seseorang mengenai pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Dimensi Praktik Agama mencakup pemujaan, ketaatan, dan hal hal yang dilakukan orang unuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dimensi Pengalaman adalah berisikan dan memperhatikan bahwa agama mengandung pengharapan pengharapan tertentu, meski tidak tepat dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung menemui kenyataan terakhir (kenyataan terakhir ketika ia akan mencapai suatu kontak dengan supranatural). Dimensi Pengetahuan ini mengacu kepada harapan bahwa orang orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar dasar keyakinan, ritus ritus, kitab suci, dan tradisi tradisi. Dimensi pengamalan adalah konsekuensi dari komitmen agama dari keempat dimensi yang ada diatas.

8 Selain itu, jika dibandingkan secara individual baik yang mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dengan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK tidak memperlihatkan perilaku yang berbeda dengan jelas. Ada mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK yang sering bolos perkuliahan, jarang menjalankan saat teduh, kurang mengetahui ajaran Agama Kristen, berbicara kasar. Hal ini sama dengan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK, mereka kurang mengetahui isi Alkitab, membuang sampah sembarangan, tidak menjalankan saat teduh, merokok, dan berbicara kasar. Bedasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui perbandingan derajat religiusitas pada mahasiswa yang mengikuti PMK dengan mahasiswa yang tidak mengikuti PMK di Universitas X di kota Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana perbandingan dimensi-dimensi religiusitas pada mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dengan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan dimensi-dimensi religiusitas yang dimiliki mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dengan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung.

9 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dimensi-dimensi religiusitas yang dimiliki pada mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dengan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Untuk memberi informasi tentang dimensi dimensi religiusitas pada mahasiswa bagi bidang ilmu Psikologi Agama dan Psikologi Integratif dengan kajian Religiusitas. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti tentang dimensi dimensi religiusitas dan mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan religiusitas, khususnya religiusitas Kristen. 1.4.2 Kegunaan Praktis Untuk memberikan informasi kepada Tim Pelayanan Mahasiswa (TPM), Pelayanan Mahasiswa Kristen, Badan Pelayanan Kristen (BPK) mengenai perbedaan derajat dimensi religiusitas pada mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dengan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X di kota Bandung sebagai pembuat kebijakan untuk mengembangkan pelayanan dan pembinaan agama Kristen baik di ruang lingkup Universitas secara umum dan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) secara khusus.

10 Memberikan masukan kepada semua anggota PMK agar bisa menjadi contoh yang tepat bagi mahasiswa Kristen lainnya untuk berperilaku sesuai dengan dimensi-dimensi Religiusitas. 1.5 Kerangka Pikir Dimensi-dimensi Religiusitas yang dimiliki oleh mahasiswa Kristen di Universitas X Bandung dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan penerapan student involvement yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa. Faktor internal yang mendorong derajat dimensi religiusitas pada mahasiswa Kristen adalah usia dan kepribadian sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi derajat religiustas pada mahasiswa Kristen di Universitas X Bandung adalah lingkungan keluarga, lingkungan institusional, dan lingkungan masyarakat. Derajat religiusitas pada mahasiswa Kristen baik yang mengikuti PMK dengan mahasiswa yang tidak mengikuti PMK di Univeristas X di kota bandung secara menyeluruh perlu memahami dimensi dimensi religiusitas. Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 1995) terdapat lima dimensi religiusitas yaitu, dimensi ideologis (religious belief), dimensi praktik agama (religious practice), dimensi pengalaman dan penghayatan (religious feeling), dimensi pengetahuan agama (knowledge), dan dimensi pengamalan dan konsekuensi (religious effect). Pertama, dimensi ideologis (religious belief) melibatkan proses kognitif yang berisi keyakinan mahasiswa Kristen baik yang mengikuti PMK maupun mahasiswa Kristen

11 yang tidak mengikuti PMK Universitas X Bandung terhadap kebenaran ajaran ajaran agama yang bersifat mendasar dan aturan-aturan. Mahasiswa yang memiliki derajat dimensi ideologis yang tinggi maka akan memiliki keyakinan dan kepercayaan yang kuat terhadap ajaran agama, seperti mengenai Doktrin Allah, Doktrin manusia dan dosa, Doktrin Yesus, dan Doktrin Keselamatan. Sementara mahasiswa yang memiliki profil dimensi ideologis yang rendah cenderung meragukan mengenai ajaran agama yang diajarkan di Kelompok Kecil, seperti Doktrin tentang Allah, Doktrin tentang manusia dan dosa, Doktrin tentang Yesus, dan Doktrin tentang Keselamatan. Kedua, dimensi praktik agama (religious practice) merupakan aspek konatif yang mengacu pada tingkat kepatuhan mahasiswa Kristen baik yang mengikuti PMK maupun mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK Universitas X Bandung dalam mengerjakan kegiatan kegiatan ritual sebagaimana yang dianjurkan oleh agamanya. Bandung dalam mengerjakan kegiatan kegiatan ritual sebagaimana yang dianjurkan oleh agamanya Mahasiswa yang memiliki dimensi praktik agama dalam derajat tinggi akan rutin melakukan saat teduh, berdoa syafaat pribadi, dan membaca Alkitab setiap harinya serta rutin untuk mengikuti ibadah minggu dan persekutuan mahasiswa setiap minggunya. Sementara mahasiswa yang memiliki derajat dimensi praktik agama yang rendah tidak rutin melakukan saat teduh, berdoa syafaat, dan membaca Alkitab setiap harinya serta tidak rutin untuk mengikuti ibadah minggu. Ketiga, dimensi pengalaman dan penghayatan (religious feeling) mengacu pada aspek afektif yang berkaitan dengan perasaan-perasaan dan pengalamanpengalaman keagamaan yang dialami mahasiswa Kristen baik yang mengikuti PMK maupun mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK Universitas X

12 Bandung. Mahasiswa yang memiliki dimensi dimensi pengalaman dan penghayatan yang tinggi sering merasakan sukacita saat melakukan ritual keagamaanya, memiliki perasaan dekat dengan Tuhan, merasa tenang dalam menghadapai persoalan hidup, dan merasa bersyukur saat mendengar kesaksian yang orang lain ceritakan. Sementara mahasiswa yang memiliki profil dimensi pengalaman dan penghayatan yang rendah belum memiliki perasaan sukacita saat melakukan ritual keagamaannya, belum memiliki perasaan dekat dengan Tuhan, belum merasa tenang dalam menghadapai persoalan hidup, dan belum merasa bersyukur saat mendengar kesaksian yang orang lain ceritakan. Keempat, dimensi pengetahuan agama (religious knowledge) melibatkan proses kognitif yang merujuk pada tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa Kristen baik yang mengikuti PMK maupun mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK Universitas X Bandung terhadap ajaran pokok agama yang diajarkan. Mahasiswa yang memiliki derajat dimensi pengetahuan agama yang tinggi mengetahui dan memahami mengenai ajaran pokok agama secara keseluruhan, seperti isi Alkitab, hari raya umat Kristen dan tradisi umat Kristen. Sementara mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah cenderung kurang mengetahui dan kurang memahami mengenai ajaran pokok agama secara keseluruhan, seperti isi isi Alkitab, hari raya umat Kristen dan tradisi umat Kristen. Terakhir dimensi pengamalan dan konsekuensi (religious effect) menunjukkan aspek konatif lain yang terjadi pada mahasisewa Kristen baik yang mengikuti PMK maupun mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti di Universitas X

13 Bandung dalam berperilaku sehari-hari dimotivasi oleh ajaran agamanya. Mahasiswa yang memiliki derajat dimensi pengamalan dan konsekuensi yang tinggi dapat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari seperti mengasihi dan menolong sesama, peka terhadap lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak titip absen saat kuliah, tidak bolos kuliah. Sementara mahasiswa yang memiliki profil dimensi pengamalan dan konsekuensinya rendah kurang dapat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, seperti kurang peduli pada sesama, membuang sampah sembarangan, berbohong, menunjukkan sikap saling bermusuhan dan tidak bertegur sapa dengan teman dalam beberapa hari, menitip absen saat kuliah. Menurut Astin (1984) keterlibatan mahasiswa merujuk pada kuantitas dan kualitas psikologis yang mahasiswa tanamkan dalam pengalaman perkuliahan. Keterlibatan ini memiliki banyak wujud, seperti penyerapan dalam tugas akademis, partisipasi, dan kegiatan ektrakulikuler. PMK bisa dikatakan sebagai kegiatan ekstrakulikuler yang ada di kampus. Mahasiswa yang mengikuti PMK, berarti memilih ektrakulikuler dalam bidang kerohanian agar dapat mengembangkan diri mereka dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan. Sedanngkan mahasiswa yang tidak mengikuti PMK ada kemungkinan mereka memilih unit kegatan lain sebagai ektrakulikuler yang sesuai dengan diri mereka. Sehingga didalam unit kegiatan yang sebagai ektrakulikuler dalam perkuliahan mereka mampu mengembangkan diri dan talenta mereka yang nantinya akan membantu mereka dapat berprestasi dalam bidang non akademik.

14 Usia dapat mempengaruhi agama pada tingkat usia yang berbeda. Pada tingkat usia yang berbeda terlihat adanya perbedaan pemahaman agama. Perkembangan usia dalam memahami agama sejalan dengan perkembangan kognitif yang semakin berkembang. Pemahaman agama pada usia yang berbeda dipengaruhi juga dengan perkembangan kognitifnya. Pada mahasiswa cara berpikirnya sudah mulai muncul sifat kritis terhadap ajaran agama yang sudah diperolehnya sejak anak-anak. Semakin dewasa usia mahasiswa maka mahasiswa semakin kritis pula dalam memahami ajaran agamanya, baik dalam memahami ajaran agama yang bersifat doktrin, praktik agama, pengalamannya berelasi dengan Tuhan, pengetahuan agamanya, dan saat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Kepribadian merupakan gabungan antara unsur hereditas dan pengaruh lingkungan sehingga mahasiswa akan memiliki kepribadian yang bersifat individu dan unik yang menjadi identitas dirinya. Tipe kepribadian menurut Myers Briggs terdiri dari empat aspek, yaitu pertama dorongan untuk bertingkah laku yang terdiri dari ekstorvert dan introvert. Kedua, cara memperoleh informasi yang terdiri dari sensing dan intuition. Ketiga, cara mengolah informasi dan mengambil keputusan yang terdiri dari thinking dan feeling. Terakhir, gaya hidup yang terdiri dari Judging dan Perceiving Perbedaan tipe kepribadian yang dimiliki mahasiswa mempengaruhi terhadap cara mahasiswa menghayati dan menjalani ajaran agamanya. Mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dorongan untuk bertingkah lakunya berasal dari lingkungan, artinya mahasiswa lebih senang

15 berdiskusi dalam menjalankan ajaran agamanya dan menjalin hubungan baik dengan sesamanya. Sementara mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert dorongan untuk bertingkah lakunya berasal dari dalam diri, artinya mahasiswa lebih senang merenung dan menyendiri dalam menjalankan dan menghayati ajaran agama yang diyakininya. Mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian Sensing cara memperoleh informasinya berdasarkan dari kelima indera yang dimiliki, artinya mahasiswa akan mencari fakta-fakta yang nyata, konkrit, dan detail mengenai ajaran agamanya secara runtut dari awal sampai akhir dengan cara membaca Alkitab, membaca buku rohani, mendengarkan khotbah, bertanya pada pemuka agama, dan mendengar kesaksian hidup dari temannya sebelum meyakini ajaran agamanya itu. Sementara mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian Intuition cara memperoleh informasinya berdasarkan dari indera keenam atau firasat. Mahasiswa menggunakan dugaan-dugaannya di dalam memahami dan menghayati ajaran agamanya. Misalnya mahasiswa memahami ajaran agama yang ada di Alkitab berdasarkan dugaannya. Mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian Thinking akan mengolah informasi dan mengambil keputusan berdasarkan pemikiran atau rasio, artinya mahasiswa akan berpikir menggunakan logikanya, menganalisis, mencari pembuktian mengenai ajaran agamanya, dan memberi kritik secara spontan apabila ada ajaran agama yang dipikirnya kurang sesuai sebelum mahasiswa mengambil keputusan mengenai keyakinan agamanya, dalam menjalankan praktik ritual agama, dan saat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara

16 mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian Feeling akan mengolah informasi dan mengambil keputusan berdasarkan perasaan, artinya mahasiswa akan melibatkan emosi dan perasaannya dalam mempelajari ajaran agamanya sebelum mahasiswa mengambil keputusan mengenai keyakinan agamanya, dalam menjalankan praktik ritual agama, dan saat mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan seharihari. Mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian Judging memiliki gaya hidup yang pasti, teratur, dan terencana. Hal ini berkaitan dengan dimensi praktik agama. Mahasiswa memiliki prinsip yang tegas, teguh, dan pasti dalam menjalankan praktik ritual agamanya. Misalnya mahasiswa memiliki jadwal yang rutin untuk melakukan saat teduh, berdoa syafaat pribadi, dan membaca Alkitab serta akan mematuhi jadwalnya itu sehingga cenderung kaku dalam melaksanakannya. Sementara mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian Perceiving lebih fleksibel, artinya mahasiswa lebih fleksibel dalam menjalankan praktik ritual agamanya. Misalnya mahasiswa dapat melakukan saat teduh, berdoa syafaat pribadi, dan membaca Alkitab dimana saja, kapan saja dengan waktu yang tidak tentu dan memiliki kecenderungan untuk menunda melakukannya karena kesibukannya melakukan aktivitas dan kegiatannnya. Faktor ekstern meliputi lingkungan keluarga, lingkungan institusional, dan lingkungan masyarakat. Pertama, lingkungan keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh mahasiswa. Jalaludin (2002) mengungkapkan bahwa keluarga merupakan faktor dominan yang meletakan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan. Proses pembentukan agama di lingkungan

17 keluarga pada mahasiswa dimulai sejak ia dilahirkan, orang tua mengajarkan dan mengenalkan mengenai nilai-nilai iman yang baik dan tidak baik yang sesuai dengan ajaran agama, seperti diajarkan untuk berdoa, beribadah minggu di gereja, tidak berbohong sehingga mahasiswa melakukan proses imitasi dari tingkah laku agama yang dilakukan oleh orang tuanya dan cenderung memiliki keyakinan yang sama dengan orang tuanya. Perilaku mahasiswa tersebut akan diulang jika mendapatkan penguatan dari orang tuanya berupa reward, seperti pujian, atau sebaliknya perilaku tidak akan diulang jika mendapat punishment dari orang tua. Pengajaran agama yang diberikan orang tua sejak kecil pada mahasiswa yang menjadi dasar bagi perkembangan religiusitas, proses imitasi yang dilakukan mahasiswa pada orang tua, dan keyakinan yang sama antara orang tua dan mahasiswa berpengaruh terhadap pemahaman mengenai ajaran agama dan perkembangan religiusitas mahasiswa. Kedua, lingkungan institusional berupa institusi formal maupun nonformal, seperti sekolah, perkumpulan, dan organisasi yang mempengaruhi jiwa keagamaan mahasiswa. Mahasiswa yang mendapatkan ajaran agama dari orang tuanya akan dilanjutkan dan diperkuat dengan ajaran agama dari sekolah. Salah satunya adalah sekolah yang berbasis agama Kristen/Protestan, melalui kurikulum, yang berisi materi pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan religiusitas

18 mahasiswa. Selain itu Kelompok Kecil pun dapat menjadi sarana untuk diwujudkannya perilaku religiusitas mahasiswa dalam kehidupan pribadinya. Yang terakhir adalah lingkungan masyarakat, lingkungan ini merupakan lingkungan yang dibatasi oleh norma dan nilai-nilai yang didukung oleh warganya sehingga setiap mahasiswa berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Mahasiswa yang tinggal di lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan religiusitas mahasiswa dan menuntut mahasiswa untuk memiliki kehidupan pribadi yang sesuai dengan ajaran agamanya, seperti menolong sesama yang membutuhkan, melakukan praktik ritual agama secara rutin, titip absen saat kuliah, dan dapat menjadi teladan yang baik bagi temantemannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara mahasiswa yang tinggal di lingkungan masyarakat yang lebih cair atau bahkan cenderung sekuler, kehidupan keagamaannya cenderung lebih longgar yang tidak dibatasi oleh norma dan nilainilai yang mengikat akan cenderung berperilaku tidak sesuai dengan ajaran agamanya, seperti cenderung menunda untuk melakukan praktik ritual agamanya, berbohong, bolos atau titip absen saat kuliah, dan kurang dapat menjadi teladan bagi teman-temannya dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa yang memiliki derajat dimensi-dimensi religiusitas yang tinggi adalah mahasiswa yang sudah dari sudah mendapatkan pendidikan keagamaan sejak dari kecil, dimana orang tua dari mahasiswa tersebut mengenalkan ajaranajaran agama, nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga didukung oleh lingkungan institusional dimana anak tersebut dimasukan ke

19 sekolah yang memiliki landasan agama yang sama dengan agama yang dianut oleh siswa tersebut. Sehingga anak memiliki pengetahuan agama yang lebih baik dan membentuk moral anak tersebut sessuai dengan ajaran agama yang diajarkannya. Lingkungan masyarakat pun berperan dalam mendukung perkembangan religiusitas, jika seseorang memiliki agama yang sesuai dengan dirinya maka akan timbul interkasi yang baik sehingga nilai-nilai keagamaan yang dimiliki oleh orang tersebut akan menjadi lebih baik lagi. Sedangkan mahasiswa yang memiliki derajat dimensi-dimensi religiusitas yang rendah adalah mahasiswa yang sejak kecil kurang mendapatkan pendidikan agama dan orang tua tidak memberikan perhatian khusus kepada nilai-nilai keagamaan yang seharusnya bisa menjadi arahan agar nantinya anak bisa memiliki moral yang baik. Selain itu ketika memasuki usia sekolah anak masuk kedalam sekolah umum yang kurang memperhatikan sisi keagamaan karena pada dasarnya sekolah umum berorientasi pada pelajaran yang umum seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris. Ketika sudah memasuki dunia perguruan tinggi, anak bergaul dengan teman-teman yang tidak memiliki fondasi agama yang kuat. Sehingga perilaku yang ditampilkan akan menjadi buruk seperti mencontek, merokok, bolos kuliah.

20 Faktor Internal : Usia Kepribadian Mahasiswa Kristen di Universitas X dikota Bandung Faktor External : Lingkungan Keluarga Lingkungan Institusional Student Involvement Mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK di Universitas X di kota bandung Mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X kota Bandung DIMENSI RELIGIUSITAS Dimensi Keyakinan Dimensi Praktik Agama Dimensi Pengamalan Dimensi Pengetahuan Dimensi Pengalaman Derajat religiusitas masing masing dimensi Derajat Religiusitas tinggi Derajat Religiusitas Rendah Lingkungan Masyarakat

21 Asumsi 1. Keterlibatan mahasiswa dipengaruhi oleh dimensi-dimensi religiusitas 2. Dimensi-dimensi religiusitas terdiri dari, dimensi ideologis (religious belief), dimensi praktik agama (religious practice), dimensi pengalaman dan penghayatan (religious feeling), dimensi pengetahuan agama (knowledge), dan dimensi pengamalan dan konsekuensi (religious effect). 3. Derajat religiusitas akan ditentukan bedasarkan faktor internal (usia dan kepribadian) dan eksternal (lingkungan keluarga, lingkungan institusional, dan lingkungan masyarakat). 1.7 Hipotesa Penelitian Terdapat perbedaan dimensi Ideologis religiusitas antara mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung. Terdapat perbedaan dimensi Praktik Agama religiusitas antara mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung. Terdapat perbedaan dimensi pengalaman religiusitas antara mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung. Terdapat perbedaan dimensi pengetahuan religiusitas antara mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung.

22 Terdapat perbedaan dimensi pengamalan religiusitas antara mahasiswa Kristen yang mengikuti PMK dan mahasiswa Kristen yang tidak mengikuti PMK di Universitas X Bandung.