BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Sudirman Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri Kontrol diri perlu dimiliki oleh setiap orang yang akan mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Setiap lingkungan memiliki norma-norma yang perlu dipatuhi oleh setiap individu, dan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kontrol diri, maka akan dijelaskan pengertian, fakror-faktor yang mempengaruhi dan aspek-aspek kontrol diri. 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri menurut Lazarus (1976) menggambarkan keputusan individu yang muncul melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang disusun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu yang diinginkan. Kontrol diri juga berarti proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Menurut Goldfiled dan Merbaum (Muharsih, 2008), kontrol diri diartikan sebagai kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa 9
2 10 individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai perasaan bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. Chaplin (2002) menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impulsimpuls atlau tingkah laku impulsif. Menurut Harter (dalam Muharsih, 2008), bahwa dalam diri seseorang terdapat suatu sistem pengaturan diri (self regulation) yang memusatkan diri pada pengontrolan diri (self control). Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri (self) mengatur dan mengendalikan perilaku dalam menjalankan kehidupan sesuai kemampuan individa dalam mengendalikan perilaku. Jika individu mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka ia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik. Terdapat dua alasan yang mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, Individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, Masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses
3 11 pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang (Calhoun dan Acocella, 1990). Individu dalam mengontrol perilaku melibatkan tiga hal yaitu: a. Memilih dengan sengaja. b. Pilihan antara dua perilaku yang bertentangan, dalam artian satu pihak perilaku menawarkan kepuasan dengan segera, sedangkan perilaku yang lain menawarkan ganjaran jangka panjang. c. Memanipulasi stimulus, agar satu perilaku yang kurang mungkin dilakukan dapat dilakukan dengan perilaku lain yang lebih mungkin dilakukan (Calhoun dan Acocella, 1990). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah konsekuensi positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan aturan atau norma sosial. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya dengan menggunakan sikap yang rasional sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri Menurut Daradjat (1978), Hurlock (1980), Elkind&Weiner (1978) : ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan mengontrol diri yaitu orientasi religius, pola asuh orang tua, dan faktor kognitif, sebagai penjelasannya adalah sebagai berikut :
4 12 a. Orientasi religius Bergin (1987) berpendapat bahwa orientasi religius dapat memilahkan beberapa konsekuensi positif termasuk variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat kepribadian lain. Hasil penelitian Mc Clain (dalam Bergin, 1987) menunjukkan bahwa orientasi religius berkorelasi positif dengan kontrol diri, disamping adanya hubungan antara orientasi religius dan kepribadian positif. Menurut Daradjat (1978) agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan mempengaruhi kepribadiannya, akan bertindak sebagai pengontrol dalam menghadapi segala keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama tersebut akan mengatur sikap dan tingkah laku secara otomatis dari dalam diri seseorang. b. Pengaruh pola asuh orang tua Banyak ahli mengatakan bahwa terdapat hubungan antara orang tua terhadap kontrol diri anak. Kecuali itu Hurlock (1980) menyatakan bahwa disiplin yang diterapkan orang tua merupakan hal yang penting dalam kehidupan karena dapat mengembangkan self control dan self direction sehingga seseorang dapat menunjukkan dengan baik segala tindakan yang dilakukannya. c. Faktor kognitif Elkind&Weiner (1978) mengemukakan bahwa individu tidak dilahirkan dalam konsep benar dan salah atau dalam suatu pemahaman tentang
5 13 diperbolehkan atau dilarang. Kemasakan kognitif terjadi selama masa prasekolah dan masa kanak-kanak, secara bertahap dapat meningkatkan kapasitas individu untuk membuat pertimbangan-pertimbangan sosial:dan mengontrol perilakunya. Cara berpikir individu terhadap stimulus dapat membedakan kemampuan mereka dalam mengontrol diri. Individu yang mempunyai kemampuan berpikir positif dalam menghadapi suatu situasi dan stimulus tertentu, akan lebih mampu mengendalikan dirinya dan dapat meneruskan kegiatannya dalam situasi tersebut. Melalui berpikir positif muncul ide-ide dan kreativitas termasuk ide individu dalam membuat perencanaan ketika bertindak. Inteligensi adalah salah satu kemampuan yang sangat penting dan akan muncul dalam bentuk tingkah laku. Steinberg (dalam Hetherington & Parke, 1999) dengan thriartic theory of intelligence lebih menekankan proses berpikir yang biasa dilakukan oleh orang. Inteligensi merupakan kemampuan orang untuk mengetahui bagaimana menerapkan informasi baru dan lama pada lingkungan dan suasana baru termasuk mengkombinasikan informasi untuk mencari pemecahan masalah dengan segera. Menurut Husaini dan Nor (1978) kognisi merupakan fungsi intelek, berarti kognisi berkaitan dengan inteligensi seseorang. Pandangan ini sesuai dengan pendapat David Perkins (dalam Hetherington & Parke, 1999) dengan teori learnable intelligence yang menyatakan bahwa inteligensi merupakan mindware yang membuat orang dapat belajar memecahkan masalah membuat keputusan,
6 14 memahami konsep sulit dan mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. 3. Aspek-aspek Kontrol Diri Berdasarkan konsep Averill (Gufron, 2010) terdapat tiga jenis kontrol diri, yaitu: a. Kemampuan mengontrol perilaku (Behavioral Control) Kemampuan mengontrol perilaku didefinisikan sebagai kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen: 1) Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated administration), yaitu kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Anggota intelkam dapat mengendalikan emosinya pada saat bekerja dan tidak mudah terpengaruh dengan rekan sekerja yang mengajak berbuat tidak baik. 2) Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Anggota berusaha untuk menghindari persoalan dengan rekan sekerja.
7 15 b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control) Kontrol kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen: 1) Kemampuan memperoleh informasi (information gain), dengan informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan secara relatif objektif. Anggota menghargai sikap dan pendapat rekan sekerja yang berbeda-beda dan berusaha bersikap profesional tanpa emosi. 2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara objektif. Anggota dapat melihat persoalan secara obyektif dan memahami setiap kelebihan dan kelemahan diri maupun orang lain. c. Kemampuan Mengontrol Keputusan (Decisional Control). Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Anggota berusaha untuk menjalankan tugasnya dengan baik, tidak menolak tugas yang diberikan oleh atasan dan memikirkan setiap akibat dari sikap dan perbuatannya.
8 16 B. Religiusitas Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah perjalanan umat manusia adalah fenomena keberagamaan. Sepanjang itu pula, bermunculan beberapa konsep religiusitas. Agama memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku seseorang. Untuk mengetahui lebih jauh tentang religiusitas, akan dijelaskan tentang pengertian, dimensi, fungsi dan faktorfaktor yang mempengaruhi religiusitas. 1. Pengertian Religiusitas Hawari menyatakan bahwa religiusitas merupakan penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa dan membaca kitab suci. Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan berupa aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, serta aktivitas yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang (Ancok dan Suroso, 2005). Menurut Glock dan Stark religiusitas merupakan sistem timbul, nilai, keyakinan dan sistem perilaku yang terlembaga yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (Ancok dan Suroso, 2005). Istilah religion (agama) berasal dari dua kata dalam bahasa latin, yaitu legare dan religio. Legare berarti proses pengikatan kembali atau penghubungan kembali. Religiusitas adalah sikap batin pribadi (personal) setiap manusia di hadapan Tuhan yang sedikit banyak merupakan misteri
9 17 bagi orang lain, yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia (Dister, 1988). Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah tidak menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilakunya tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Mereka memiliki religiusitas yang rapuh sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan yang ada pada wilayah seksual. Maka dengan demikian, seseorang akan dengan mudah melanggar ajaran agamanya misalnya dengan melakukan perilaku seks bebas sebelum menikah (Kapinus dan Gorman, 2004). Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan memandang agamanya sebagai tujuan utama hidupnya, sehingga ia berusaha menginternalisasikan ajaran agamanya dalam perilakunya seharihari. Berarti religiusitas yang ada dalam dirinya memiliki batas yang kuat sehingga dorongan seksual berupa penyaluran hasrat seksual tidak dapat menembus wilayah religiusitas yang ada dalam dirinya (Maria, 2001). Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah ketaatan, kesolehan perilaku dan keyakinan seseorang di dalam menjalankan ajaran-ajaran agamanya, yang diwujudkan dalam kehidupan manusia sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah.
10 18 2. Dimensi-dimensi Religiusitas Religiusitas menurut Glock dan Stark memiliki lima dimensi, yaitu: a. Ideologis atau keyakinan (Religious Belief) Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Indikatornya antara lain: yakin dengan adanya Tuhan, mengakui kebesaran Tuhan, pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan ikhlas, selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan atas ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama Tuhan. Keimanan terhadap Tuhan akan mempengaruhi terhadap keseluruhan hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan perbuatannya. Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan emosional, sentimen dan akal, serta selalu memelihara hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat berpikir logis dan positif dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya. Anggota intelkam memiliki keyakinan yang tinggi tentang adanya Allah yang menguasai alam seisinya. Setiap perbuatan diyakini akan mendapatkan balasan, yaitu perbuatan baik mendapatkan pahala dan perbuatan tidak baik akan mendapatkan dosa.
11 19 b. Ritualistik atau peribadatan (Religious Practice) Dimensi ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang diperintahkan oleh agamanya. Kepatuhan ini ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara konsisten. Apabila jarang dilakukan maka dengan sendirinya keimanan seseorang akan luntur. Praktek-praktek keagamaan yang dilakukan individu meliputi dua hal, yaitu: 1) Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diperintahkan oleh agama yang diyakininya dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah ditetapkan. Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan. 2) Ketaatan yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan frekuensi dan intensitas dalam beribadah.
12 20 Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang tenang, aman dan merasa memperoleh bimbingan serta perlindungan-nya. Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang membuat dirinya tertekan. Anggota intelkam tekun dalam menjalankan shalat lima waktu, bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai bagian dari ibadah dan menjalankan puasa terutama puasa wajib. c. Eksperiensial atau pengalaman (Religious Feeling). Dimensi pengalaman menunjukkan seberapa jauh tingkat kepekaan seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaanperasaan atau pengalaman-pengalaman religiusnya. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh dan dirasakan individu selama menjalankan ajaran agama yang diyakini. Pengalaman spiritual akan memperkaya batin seseorang sehingga mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam cobaan dalam kehidupan. Sehingga individu akan lebih berhati-hati dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang membuat dirinya
13 21 merasa tertekan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang. Indikatornya antara lain: sabar dalam menghadapi cobaan, menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan. Anggota berusaha untuk bersikap profesional dengan tidak membawa persoalan pribadi ke kantor, tidak mudah terpancing emosinya pada saat bekerja, termasuk selalu berusaha bekerja dengan sebaik mungkin sesuai dengan tugasnya. d. Intelektual atau pengetahuan (Religious Knowledge) Dimensi ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya. Bagi individu yang mengerti, menghayati dan mengamalkan kitab sucinya akan memperoleh manfaat serta kesejahteraaan lahir dan batin. Untuk menambah pemahaman tentang agama yang diyakini, maka seseorang perlu menambah pengetahuan dengan mengikuti ceramah keagamaan atau membaca buku agama sehingga wawasan tentang agama yang diyakini akan semakin luas dan mendalam. Pemahaman seseorang yang baik tentang ajaran agama yang diyakininya, maka individu cenderung menghadapi tekanan dengan berusaha menyelesaikan masalahnya langsung pada penyebab
14 22 permasalahan dengan membuat suatu rencana dan membuat keputusan. Indikatornya antara lain: mendalami agama dengan membaca kitab suci, membaca buku-buku agama, perasaan yang tergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci, dan memperhatikan halal dan haramnya makanan. Anggota intelkam menyisihkan waktunya untuk memperdalam agamanya dengan membaca Al Qur an, membaca buku-buku keagamaan dan menghindari mendapatkan uang dari sumber yang tidak jelas. e. Konsekuensial atau penerapan (Religious Effect) Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh kebermaknaan spiritual seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan seseorang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya antara lain: perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling mengasihi, selalu optimis dalam menghadapi persoalan, tidak mudah putus asa, fleksibel dalam mengahadapi berbagai masalah, bertanggung
15 23 jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan menjaga kebersihan lingkungan (Ancok dan Suroso, 2005). Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan di atas maka skala regiliusitas mencakup lima dimensi yang mendasari individu dalam religiusitas. Dimensi tersebut meliputi: ideologis atau keyakinan (religious belief), ritualistik atau peribadatan (religious practice), eksperiensial atau pengalaman (religious feeling), intelektual atau pengetahuan (religious knowledge), dan konsekuensial atau penerapan (religious effect). Anggota Intelkam berusaha untuk selalu siap dalam membantu kesulitan rekan sekerja, selalu mengingat kebaikan orang lain, tidak membesar-besarkan masalah yang dihadapi dan menyelesaikan setiap persoalan dengan bijaksana. 3. Fungsi Religiusitas Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama. Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan kebutuhan alamiah. Adapun fungsi agama bagi manusia meliputi: a. Agama sebagai sumber ilmu dan sumber etika ilmu. Manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang mencakup tugas mengajar dan membimbing. Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup unsur-unsur pengalaman, pendidikan dan keyakinan yang didapat sejak kecil.
16 24 Keberhasilan pendidikan terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama. b. Agama sebagai alat justifikasi dan hipotesis Ajaran-ajaran agama dapat dipakai sebagai hipotesis untuk dibuktikan kebenarannya. Salah satu hipotesis ajaran agama Islam adalah dengan mengingat Allah (dzikir), maka hati akan tenang. Maka ajaran agama dipandang sebagai hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya secara empirik, artinya tidaklah salah untuk membuktikan kebenaran ajaran agama dengan metode ilmiah. Pembuktian ajaran agama secara empirik dapat menyebabkan pemeluk agama lebih meyakini ajaran agamanya. c. Agama sebagai motivator Agama mendorong pemeluknya untuk berpikir, merenung, meneliti segala yang terdapat di bumi, di antara langit dan bumi juga dalam diri manusia sendiri. Agama juga mengajarkan manusia untuk mencari kebenaran suatu berita dan tidak mudah mempercayai suatu berita yang belum terdapat kejelasannya. d. Fungsi pengawasan sosial Agama ikut bertanggungjawab terhadap norma-norma sosial sehingga agama mampu menyeleksi kaidah-kaidah sosial yang ada, mengukuhkan kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk agar ditinggalkan dan dianggap sebagai larangan. Agama memberi sanksi bagi yang melanggar larangan agama dan memberikan imbalan pada
17 25 individu yang mentaati perintah agama. Hal tersebut membuat individu termotivasi dalam bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga individu akan melakukan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan (Ancok dan Nashori, 2005). 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas Thouless membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan menjadi empat macam, yaitu: a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial) ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan itu, termasuk pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu. b. Berbagai pengalaman yang dialami oleh seseorang dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman-pengalaman seperti: keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor alamiah) seperti menjalin hubungan yang baik pada sesama dengan saling tolong menolong, adanya konflik moral (faktor moral) seperti mendapatkan tekanantekanan dari lingkungan, dan pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif) seperti perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Tuhan.
18 26 c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhankebutuhan yang tidak terpenuhi terutama terhadap kebutuhan terhadap keagamaan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian. d. Berbagai proses pemikiran verbal atau proses intelektual dimana faktor ini juga dapat mempengaruhi religiusitas individu. Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, sehingga manusia akan memikirkan tentang keyakinan-keyakinan dan agama yang dianutnya (Yunitasari, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat religiusitas seseorang yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi: pendidikan formal, pendidikan agama dalam keluarga, tradisi sosial yang berlandaskan nilainilai keagamaan, tekanan-tekanan lingkungan sosial dalam kehidupan seseorang. Faktor internal sendiri meliputi: pengalaman-pengalaman emosional keagamaan, kebutuhan seseorang yang mendesak untuk dipenuhi seperti kebutuhan akan rasa aman, harga diri dan cinta kasih. C. Kerangka Berpikir Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah tidak menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilakunya tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Orang yang seperti ini memiliki religiusitas yang rapuh sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan yang ada pada wilayah seksual. Maka dengan demikian, seseorang akan dengan mudah melanggar ajaran agamanya (Kapinus dan Gorman, 2004).
19 27 Melemahnya religiusitas anggota Intelkam dapat menyebabkan kontrol diri anggota menjadi kurang baik. Berbagai perilaku indisipliner yang dilakukan oleh anggota Intelkam tidak terlepas dari menurunnya religiusitas anggota. Anggota yang religiusitasnya rendah akan berani melanggar normanorma agamanya. Anggota yang religiusitasnya tinggi ditandai dengan kemauan yang tinggi dari anggota untuk menjalankan ajaran agamanya. Sikap dan perilaku yang dilarang oleh agama akan dihindari. Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya. Kemampuan mengontrol diri memungkinkan seseorang berperilaku yang lebib terarah dan dapat menyalurkan dorongan-dorongan dalam diri secara benar, tidak menyimpang dari norma-norma agama. Pengetahuan dan perilaku beragama yang tertanam sejak kecil dapat menjadi pengendali otomatis bagi seseorang dalam berperilaku, karena adanya keyakinan bahwa setiap bentuk perilaku manusia baik maupun buruk senantiasa diawasi oleh Tuhan. Adanya keyakinan tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri seseorang untuk dapat mengontrol perilakunya dengan baik. Menurut Daradjat (1978), bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil akan mempengaruhi kepribadiannya, akan bertindak sebagai pengontrol dalam menghadapi segala keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama tersebut akan mengatur sikap dan tingkah laku secara otomatis dari dalam diri seseorang.
20 28 Bergin (1980) berpendapat bahwa orientasi religius dapat memilahkan beberapa konsekuensi positif termasuk variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat kepribadian lain. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Anggota Intelkam Polres Cilacap Kontrol Diri 1. Kemampuan mengontrol perilaku 2. Kontrol kognitif 3. Kemampuan mengontrol keputusan Religiusitas 1. Ideologis atau keyakinan 2. Ritualistik atau peribadatan 3. Eksperiensial atau pengalaman 4. Intelektual atau pengetahuan 5. Konsekuensial atau penerapan Gambar 1. Kerangka Penelitian D. Hipotesis Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti kurang dari dan thesa yang berarti pendapat atau teori, sehingga hipotesis diberi pengertian pendapat yang belum final dan masih harus dibuktikan kebenarannya (Nawawi, 2001).
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KONTROL DIRI PADA ANGGOTA INTELKAM POLRES CILACAP. Oleh : Fajar Kurniawan*) Retno Dwiyanti**) ABSTRAK
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KONTROL DIRI PADA ANGGOTA INTELKAM POLRES CILACAP Oleh : Fajar Kurniawan*) Retno Dwiyanti**) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara religiusitas dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela
BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness 2.1.1. Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin
Lebih terperinciBAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelecehan Seksual 1. Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu lembaga yang terbentuk akibat adanya interaksi terpola secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan potensi beragama. Potensi ini berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu yang adikodrati (supernatural)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa kecenderungan untuk Kepercayaan pada suatu kekuatan Transenden yang menimbulkan cara hidup
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata re dan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Religiusitas Secara bahasa, kata religiusitas adalah kata kerja yang berasal dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang sedang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini bukan hanya mengenai ekonomi, keamanan dan kesehatan, tetapi juga menurunnya kualitas sumber daya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS. Dalam teori Averil (1973) dijelaskan secara terperinci jenis-jenis self
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Dalam teori Averil (1973) dijelaskan secara terperinci jenis-jenis self control dan proses psikologis dari self control (behavior control, cognitive
Lebih terperinciHAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi
HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi 1. Pengertian Religiusitas Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius.
Lebih terperinciHUBUNGAN RELIGIUSITAS TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS XII SMA N 2 BOYOLALI TAHUN 2011/ 2012 SKRIPSI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS XII SMA N 2 BOYOLALI TAHUN 2011/ 2012 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: AAN SYAIFUL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan hasil budaya yang diciptakan manusia untuk melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis
Lebih terperinciPERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS
PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)
BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Sebelum dilakukan analisis statistik dengan menggunakan product moment dari Pearson, maka dilakukan uji asumsi normalitas dan linearitas. 1. Uji Asumsi Uji
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Berpikir Positif. kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif. Dengan
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Positif 1. Pengertian berpikir positif Menurut Najati (2005 ), kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia akan membantunya dalam mengkaji dan meneliti berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cushway, 2002).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,
Lebih terperinciMATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL
MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Disiplin Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan
30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Koping Religius A. Koping Religius Proses yang digunakan seseorang untuk menangani tuntutan yang menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan mengatasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Definisi Produktivitas Kerja Pengertian Produktivitas Akhir-akhir ini merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena produktivitas mempunyai
Lebih terperinciKONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SELF-CONTROL IN STUDENTS IN SMP STATE 2 KUTASARI, PURBALINGGA LESSONS YEAR 2012/2013 Oleh : Destri Fajar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X 1 Rizkia Alamanda Nasution, 2 Temi Damayanti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia diberikan kebebasan untuk memeluk salah satu agama. Terdapat enam. Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dam Suroso, 1995)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk beragama). Pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal ini terlihat dari Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama ke Tuhanan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan agama adalah dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama adalah sebuah istilah yang diambil dari bahasa Sanskerta yaitu Āgama yang memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MASALAH. 4.1 Analisis Tentang Kepercayaan Diri Anak Tuna Netra di Balai
69 BAB IV ANALISIS MASALAH 4.1 Analisis Tentang Kepercayaan Diri Anak Tuna Netra di Balai Rehabilitasi Data hasil penelitian lapangan memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa pada awal anak tuna netra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, ras, golongan dan agama. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan menjadi faktor paling penting bagi karakteristik dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi faktor paling penting bagi karakteristik dan pengaruhnya bagi suatu bangsa. Tanpa adanya pendidikan, maka bangsa tersebut akan tertinggal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja Karyawan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Kinerja A. Kinerja Karyawan Menurut Waldman, (Koesmono, 2005) kinerja merupakan gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Gerakan modernisasi yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia menimbulkan terjadinya pergeseran pada pola interaksi antar manusia dan berubahnya nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan
Lebih terperinciRELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG
Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG 1 Yunita Sari, 2 Rd. Akbar Fajri S., 3 Tanfidz Syuriansyah 1,2,3 Jurusan Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
1. Perkembangan Sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan a. Pengertian Perkembangan Sosial Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010 SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Sang Maha Kuasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Data Dan Uji Hipotesa Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara religiusitas dan well-being pada komunitas salafi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MEDIA LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK BERBASIS LANDASAN HIDUP RELIGIUS BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Santy Andrianie, M.
PENGEMBANGAN MEDIA LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK BERBASIS LANDASAN HIDUP RELIGIUS BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Santy Andrianie, M.Pd Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Nusantara PGRI
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN. A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim
69 BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim Dengan berdirinya komplek Perumahan Villa Citra Bandar Lampung, terbentuklah PKK
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini menggunakan pendekatan korelasional
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL
71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
65 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas, dan tidak mau mendayagunakan seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian. ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Menghadapi Kematian 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan didefinisikan oleh Kartono (2005) sebagai suatu kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam
204 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah aktualisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Memaafkan 2.1.1 Pengertian Memaafkan Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan atau menolak kebencian, kemarahan akibat perselisihan, pelanggaran yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja. Jurnal Al-Qalamvol 15.no Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1966), hal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku religiusitas adalah perilaku yang berdasarkan keyakinan suara hati dan keterikatan kepada Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk kuantitas dan kualitas peribadatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran. meningkatkan kesadaran beribadah siswa di ke dua SMP tersebut yaitu
BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Temuan Penelitian 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran beribadah siswa Perencanaan yang dilakukan guru Pendidikan agama Islam dalam meningkatkan kesadaran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Kata konsumtif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia dan negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Wanita Tuna Susila. Ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Budaya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dan agama adalah pasangan kata yang lazim ditemukan. Agama merupakan hasil dari budaya yang diciptakan manusia itu sendiri untuk melepaskan diri
Lebih terperinci