BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014

Lampiran 1. Jadwal Penelitian. Bulan Maret April Mei Juni Juli

BAB II STUDI PUSTAKA

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C.

MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau

CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II

PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang

HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK

Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian

KONSEP DASAR IMUNISASI. By Dwi Sapta Aryantiningsih

BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS. Tenaga Kesehatan di Lapangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN

SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG

BAB I PENDAHULUAN. mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang

Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) a. Pengertian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KUALITAS PENGELOLAAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI YANG BURUK DI UNIT PELAYANAN SWASTA ( Studi Kasus di Kota Semarang)

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Vaksin

GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS KESEHATAN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN PESURUNGAN KIDUL KOTA TEGAL

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

IMUNISASI. 1. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUKU PANDUAN PROSEDUR VAKSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

11 Vaksinasi. Pencapaian kompetensi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kepatuhan (bahasa Inggris: compliance) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar,

BAB II TINJAUAN TEORI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu. terbentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai mengancam jiwa (Ranuh, dkk., 2001, p.37). dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari 7-10 sesudah imunisasi dan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

MAKALAH PCD IMUNISASI

GUBERNUR SUMATERA BARAT

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI

ABSTRAK. Lauren Kurniawati, Pembimbing : Felix Kasim, dr, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20

Macam kekebalan : (cara timbul) 1.Aktif -Dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen, mis: imunisasi aktif, terpajan secara alamiah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT

PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

PEDOMAN INTERNAL IMUNISASI UPTD PUSKESMAS LANGKAPLANCAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANGANDARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resipien).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV MENGENAL FISIK LEMARI ES

MANIPULASI RESPONS IMUN DEBBIE S. RETNONINGRUM SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PENYELESAIAN MASALAH CHEST FREEZER AQUA

KEGIATAN BELAJAR 2: PENYIMPANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB VII PEMELIHARAAN RUTIN PADA LEMARI ES

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

Konsep dan Aplikasi Imunisasi. dr. Riska Yulinta Viandini

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk sikap seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa sikap yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada sikap yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. a. Tahu (know). Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. b. Memahami (comprehension). Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan. c. Aplikasi/ penerapan (application). Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi nyata. d. Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam bagianbagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan. e. Sintesis (synthesis). Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Sebagai contoh, dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada. C. Konsep Dasar Imunisasi 1. Pengertian imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Ranuh. et. all, 2008:40).

Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari beberapa penyakit tertentu (Wahab, A. Samik, 2002: 22). Imunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respon memori terhadap pathogen tertentu/toksin dengan menggunakan preparat antigen non virulen/non toksik (Wong. DL, 2008: 28). 2. Jenis Vaksin Pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a Live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan) b Inactivated (kuman, virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif). Sifat vaksin attenuated dan inactivated berbeda sehingga hal ini menentukan bagaimana vaksin ini digunakan. a Vaksin hidup attenuated Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan pembiakan berulang-ulang. Vaksin hidup yang tersedia: berasal dari virus hidup yaitu vaksin campak, gondongan (parotitis), rubella, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever). Berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan demam tifoid. b Vaksin inactivated Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan penanaman bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin komponen, organisme tersebut dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang

dimasukkan dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini selalu membutuhkan dosis multipel, pada dasarnya dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. c Vaksin polisakarida Vaksin polisakarida adalah vaksin sub-unit yang inactivated dengan bentuknya yang unik terdiri atas rantai panjang molekul-molekul gula yang membentuk permukaan kapsul bakteri tertentu. Vaksin ini tersedia untuk tiga macam penyakit yaitu pneumokokus, meningokokus, dan haemophillus influenzae type b. d Vaksin rekombinan Terdapat tiga jenis vaksin rekombinan yang saat ini telah tersedia : 1. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen gen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi. 2. Vaksin tifoid (Ty21a) adalah bakteri salmonella typhi yang secara genetik diubah sehingga tidak menyebabkan sakit. 3. Tiga dari empat virus yang berada di dalam vaksin rotavirus hidup adalah rotavirus kera rhesus yang diubah secara genetik menghasilkan antigen rotavirus manusia apabila mereka mengalami replikasi. 3. Penyimpanan dan transportasi vaksin Secara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati yang mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu.

Syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin harus diperhatikan untuk menjamin potensinya ketika diberikan kepada seorang anak. a. Rantai vaksin Adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses penyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari pendingin, di dalam alat pembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu. Dampak perubahan suhu pada vaksin hidup dan mati berbeda. Untuk itu harus diketahui suhu optimum untuk setiap vaksin sesuai petunjuk penyimpanan dari pabrik masing-masing. b. Suhu optimum untuk vaksin hidup Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2 C sampai dengan +8ºC, diatas suhu +8ºC vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan dua hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam tujuh hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang dari 2ºC sampai dengan beku. Vaksin oral polio yang belum dibuka lebih bertahan lama (2 tahun) bila disimpan pada suhu -25ºC sampai dengan -15ºC, namun hanya bertahan enam bulan pada suhu +2 C sampai dengan +8ºC. Vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25ºC sampai dengan - 15ºC, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2 C sampai dengan +8ºC, yaitu BCG tetap satu tahun dan campak tetap dua tahun. Oleh karena itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu -25ºC sampai dengan -15ºC atau didalam freezer. c. Suhu optimum untuk vaksin mati

Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2 C sampai dengan +8ºC juga, pada suhu dibawah +2ºC (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0.5ºC vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam ½ jam, tetapi dalam suhu diatas 8ºC vaksin hepatitis B bias bertahan sampai tiga puluh hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai empat belas hari. Dibekukan dalam suhu -5ºC sampai dengan -10ºC vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua jam, tetapi bisa bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di atas 8ºC. d. Kamar dingin dan kamar beku Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya berada dipabrik, distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang yang besar dengan kapasitas 5-100 m³, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar. Suhu kamar dingin berkisar +2 C sampai dengan +8ºC, terutama untuk menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar antara -25ºC sampai dengan -15ºC, untuk menyimpan vaksin yang boleh beku, terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus menerus, menggunakan dua alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran listrik tidak boleh terputus sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit listrik yang secara otomatis akan berfungsi bila listrik mati. Suhu ruangan harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara otomatis. Pintu tidak boleh sering dibuka tutup. e. Lemari es dan freezer Setiap lemari es sebaiknya mempunyai satu stop kontak tersendiri. Jarak lemari es dengan dinding belakang 10-15 cm, kanan kiri 15 cm, sirkulasi udara disekitarnya harus baik. Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

Suhu didalam lemari es harus berkisar +2 C sampai dengan +8ºC, digunakan untuk menyimpan vaksin-vaksin hidup maupun mati, dan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair). Sedangkan suhu di dalam freezer berkisar antara -25ºC sampai dengan -15ºC, khusus untuk menyimpan vaksin polio dan pembuatan cold pack (kotak es beku). Termostat di dalam lemari es harus diatur sedemikian rupa sehingga suhunya berkisar antara +2 sampai dengan +8ºC dan suhu freezer berkisar -15ºC sampai dengan -25ºC. Di dalam lemari es lebih baik bila dilengkapi freeze watch atau freeze tag pada rak ke-3, untuk memantau apakah suhunya pernah mencapai di bawah 0 derajat. Sebaiknya pintu lemari es hanya dibuka dua kali sehari, yaitu ketika mengambil vaksin dan mengmbalikan sisa vaksin, sambil mencatat suhu lemari es. Lemari es dengan pintu membuka ke atas lebih dianjurkan untuk penyimpanan vaksin. Karet-karet pintu harus diperiksa kerapatannya, untuk menghindari keluarnya udara dingin. Bila pada dinding lemari es telah terdapat bunga es, atau di freezer telah mencapai tebal 2-3 cm harus segera dilakukan pencairan (defrost). Sebelum melakukan pencairan, pindahkan vaksin ke cool box atau lemari es yang lain. Cabut kontak listrik lemari es, biarkan pintu lemari es dan freezer terbuka selama 24 jam, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, pasang kembali kontak listerik, tunggu sampai suhu stabil. Setelah suhu lemari sedikitnya mencapai +8ºC dan suhu freezer-15ºc, masukkan vaksin sesuai tempatnya. f. Susunan vaksin di dalam lemari es Karena vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda terhadap suhu dingin, maka kita harus mengenali bagian yang paling dingin dari lemari es. Letakkan vaksin hidup dekat dengan bagian yang paling dingin,

sedangkan vaksin mati jauh dari bagian yang paling dingin. Di antara kotakkotak vaksin beri jarak selebar jari tangan (sekitar 2 cm) agar udara dingin bias menyebar merata ke semua kotak vaksin. Bagian paling bawah tidak untuk menyimpan vaksin tetapi khusus untuk meletakkan cool pack, untuk mempertahankan suhu bila listerik mati. Pelarut vaksin jangan disimpan di dalam lemari es atau freezer, karena akan mengurangi ruang untuk vaksin, dan akan pecah bila beku. Penetes (dropper) vaksin polio juga tidak boleh di letakkan di lemari es atau freezer karena akan menjadi rapuh, mudah pecah. Tidak boleh menyimpan makanan, minuman, obat-obatan atau benda-benda lain di dalam lemari es vaksin, karena mengganggu stabilitas suhu karena sering di buka. g. Lemari es dengan pintu membuka ke depan Bagian yang paling dingin lemari es ini adalah di bagian paling atas (freezer). Di dalam freezer disimpan cold pack, sedangkan rak tepat di bawah freezer untuk meletakkan vaksin-vaksin hidup, karena tidak mati pada suhu rendah. Rak yang lebih jauh dari freezer (rak ke 2 dan 3) untuk meletakkan vaksin-vaksin mati (inaktif), agar tidak terlalu dekat freezer, untuk menghindari rusak karena beku. Thermometer Dial atau Muller diletakkan pada rak ke-2, freeze watch atau freeze tag pada rak ke 3. h. Lemari es dengan pintu membuka ke atas Bagian yang paling dingin dalam lemari es ini adalah bagian tengah (evaporator) yang membujur dari depan ke belakang. Oleh karena itu vaksin

hidup diletakkan di kanan-kiri bagian yang paling dingin (evaporator). Vaksin mati diletakkan dipinggir, jauh dari evaporator. Beri jarak antara kotak-kotak vaksin selebar jari tangan (sekitar 2 cm). Letakkan termometer Dial atau Muller atau freeze watch/freeze tag dekat vaksin mati. i. Wadah pembawa vaksin Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh dapat menggunakan cold box (kotak dingin) atau vaccine carrier (termos). Cold box berukuran lebih besar, dengan ukuran 40-70 liter, dengan penyekat suhu dari poliuretan, selain untuk transportasi dapat pula untuk menyimpan vaksin sementara. Untuk mempertahankan suhu vaksin di dalam kotak dingin atau termos dimasukkan cold pack atau cool pack. j. Cold pack dan cool pack Cold pack berisi air yang dibekukan dalam suhu -15ºC sampai dengan -25ºC selama 24 jam, biasanya di dalam wadah plastik berwarna putih. Cool pack berisi air dingin (tidak beku)yang didinginkan dalam suhu +2 C sampai dengan +8ºC selama 24 jam, biasanya di dalam wadah plastik berwarna merah atau biru. Cold pack (beku) dimasukkan ke dalam termos untuk mempertahankan suhu vaksin ketika membawa vaksin hidup sedangkan cool pack (cair) untuk membawa vaksin hidup dan vaksin mati (inaktif). k. Menilai kualitas vaksin Vaksin hidup akan mati pada suhu di atas batas tertentu, dan vaksin mati akan rusak di bawah suhu tertentu.

1.) Kualitas rantai vaksin dan tanggal kadaluwarsa Untuk mempertahankan kualitas vaksin maka penyimpanan dan transportasi vaksin harus memenuhi syarat rantai vaksin yang baik, antara lain : disimpan di dalam lemari es atau freezer dalam suhu tertentu, transportasi vaksin di dalam kotak dingin atau termos yang tertutup rapat, tidak terendam air, terlindung dari sinar matahari langsung, belum melewati tanggal kadaluarsa, indikator suhu berupa VVM (vaccine vial monitor) atau freeze watch/tag belum melampaui batas suhu tertentu. 2.) VVM (vaccine vial monitor) Untuk menilai apakah vaksin sudah pernah terpapar suhu di atas batas yang dibolehkan, dengan membandingkan warna kotak segi empat dengan warna lingkaran di sekitarnya. Bila waran kotak segi empat lebih muda daripada lingkaran dan sekitarnya (disebut kondisi VVM A atau B) maka vaksin belum terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan. Vaksin dengan kondisi VVM B harus segera dipergunakan. Bila warna kotak segi empat sama atau lebih gelap daripada lingkaran dan sekitarnya (disebut kondisi VVM C atau D) maka vaksin sudah terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan, tidak boleh diberikan pada pasien. 3.) Freeze watch dan freeze tag Alat ini untuk mengetahui apakah vaksin pernah terpapar suhu dibawah 0 C. Bila dalam freeze watch terdapat warna biru yang melebar ke sekitarnya atau dalam freeze tag ada tanda silang (X), bearti vaksin pernah terpapar suhu di

bawah 0 C yang dapat merusak vaksin mati. Vaksin-vaksin tersebut tidak boleh diberikan kepada pasien. 4.) Warna dan kejernihan vaksin Warna dan kejernihan beberapa vaksin dapat menjadi indikator praktis untuk menilai stabilitas vaksin. Vaksin polio harus berwarna kuning oranye. Bila warnanya berubah menjadi pucat atau kemerahan berarti phnya telah berubah, sehingga tidak stabil dan tidak boleh diberikan kepada pasien. Vaksin toksoid, rekombinan dan polisakarida umumnya berwarna putih jernih sedikit berkabut. Bila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah pernah beku, tidak boleh digunakan karena sudah rusak. Untuk meyakinkan dapat dilakukan uji kocok seperti dibawah ini. Bila vaksin setelah dikocok tetap menggumpal atau mengendap maka vaksin tidak boleh digunakan karena sudah rusak. 5.) Pemilihan vaksin Vaksin yang harus segera dipergunakan adalah : vaksin yang belum dibuka tetapi telah dibawa ke lapangan, sisa vaksin telah dibuka (dipergunakan), vaksin dengan VVM B, vaksin dengan tanggal kadaluarsa sudah dekat (EEFO = Early Expire First Out), vaksin yang sudah lama tersimpan dikeluarkan segera (FIFO = First In First Out).