GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI
|
|
- Liani Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa kesehatan bayi, anak balita, anak dan wanita usia subur merupakan salah satu indikator utama tingkat kesejahteraan suatu bangsa dan daerah yang berkontribusi melalui keluarga sejahtera dengan memberikan perhatian pada investasi sumber daya manusia sejak dini; b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mempertahankan status kesehatan seluruh rakyat diperlukan tindakan imunisasi sebagai tindakan preventif sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. bahwa penyelenggaraan imunisasi adalah bagian dari bidang kesehatan yang merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi yang perlu diatur sehingga tertib, efektif dan tepat sasaran; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Imunisasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerahdaerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi; 2
3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT dan GUBERNUR SUMATERA BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat. 4. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat. 5. Kementerian adalah kementerian yang membidangi bidang kesehatan. 6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 7. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 8. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. 9. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. 10. Penyelenggaraan Imunisasi adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan imunisasi. 11. Imunisasi wajib adalah imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. 3
4 12. Imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu. 13. Auto Disable Syringe yang selanjutnya disingkat ADS adalah alat suntik sekali pakai untuk pelaksanaan pelayanan imunisasi. 14. Safety Box adalah sebuah tempat yang berfungsi untuk menampung sementara limbah bekas ADS yang telah digunakan dan harus memenuhi persyaratan khusus. 15. Cold Chain adalah serangkaian peralatan yang dimaksudkan untuk memelihara dan menjamin mutu vaksin dalam pendistribusian mulai dari pabrik pembuat vaksin sampai pada sasaran yang dilengkapi dengan sistem pengelolaan vaksin yang baik. 16. Perangkat anafilaktik adalah alat kesehatan dan obat untuk penanganan syok anafilaktik. 17. Dokumen pencatatan status imunisasi adalah formulir pencatatan dan pelaporan yang berisikan cakupan imunisasi, laporan KIPI, dan logistik imunisasi. 18. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang selanjutnya disingkat KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek farmakologis maupun kesalahan program, koinsidens, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. 19. Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang selanjutnya disebut Komda PP KIPI adalah komite independen yang melakukan pengkajian untuk penanggulangan kasus KIPI di tingkat daerah provinsi. 20. Kelompok Kerja Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang selanjutnya disebut Pokja PP KIPI adalah komite independen yang melakukan pengkajian untuk penanggulangan kasus KIPI di tingkat daerah kabupaten/kota. 21. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerjanya. 22. Bayi baru lahir atau disebut neonatal adalah anak usia 0 (nol) sampai 28 (dua puluh delapan) hari. 23. Bayi adalah anak usia 0 (nol) sampai dengan 11 (sebelas) bulan 29 (dua puluh sembilan) hari atau sebelum ulang tahun pertama. 24. Batita adalah anak usia 12 (dua belas) bulan sampai dengan 36 (tiga puluh enam) bulan. 25. Balita adalah anak usia 12 (dua belas) bulan sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) bulan. 26. Dewasa adalah orang yang berusia di atas 18 tahun. 4
5 27. Ibu adalah wanita usia subur yang masih dapat hamil, sedang hamil, bersalin, nifas dan menyusui. 28. Wanita usia subur yang selanjutnya disingkat WUS adalah wanita usia tahun. 29. Masyarakat adalah perseorangan, suami, keluarga, kelompok, organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. 30. Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disingkat BIAS merupakan imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah. 31. Bacillus Calmette Guerin yang selanjutnya disingkat BCG merupakan imunisasi untuk mencegah penyakit tuberkulosis. 32. Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B yang selanjutnya disingkat DPT-HB-Hib adalah imunisasi untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, hepatitis B, pneumonia dan meningitis. 33. Hepatitis B pada bayi baru lahir merupakan imunisasi yang diberikan pada bayi baru lahir sampai dengan usia 7 hari untuk mencegah penyakit hepatitis B. 34. Polio merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit polio. 35. Campak merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak. 36. Diphtheria Tetanus yang selanjutnya disingkat DT merupakan imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar untuk mencegah penyakit difteri dan tetanus. 37. Tetanus Diphtheria yang selanjutnya disingkat TD merupakan imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar untuk mencegah penyakit difteri dan tetanus. 38. Tetanus Toxoid yang selanjutnya disingkat TT merupakan imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur untuk mencegah penyakit tetanus pada ibu dan bayi baru lahir. 39. Haemophillus influenza tipe b yang selanjutnya disingkat Hib merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit pneumonia dan meningitis. 40. Measles Mumps Rubellayang selanjutnya disingkat MMR merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak, gondongan dan rubela. 41. Human Papilloma Virusyang selanjutnya disingkat HPV merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit kanker serviks. 42. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki kemampuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 43. Asisten tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan bidang kesehatan dibawah jenjang Diploma Tiga. 5
6 Pasal 2 Peraturan Daerah ini bertujuan : a. menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) di Daerah; b. tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi minimal 80% secara merata di seluruh jorong/kelurahan di Daerah; c. tercapainya imunisasi lanjutan lengkap pada Batita dan anak sekolah. d. tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per kelahiran hidup dalam satu tahun); e. tercapainya eradikasi polio di Daerah; dan f. tercapainya eliminasi campak dan pengendalian penyakit rubela/ Congenital Rubella Syndrome di Daerah. Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini, meliputi: a. jenis Imunisasi; b. penyelenggaraan Imunisasi wajib; c. pencatatan dan pelaporan; d. pemantauan dan penanggulangan KIPI; e. peran serta masyarakat dan kemitraan; f. pembinaan dan pengawasan; dan g. pembiayaan. BAB II JENIS IMUNISASI Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi wajib dan Imunisasi pilihan. (2) Imunisasi wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. 6
7 (3) Imunisasi pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu. (4) Vaksin untuk imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Imunisasi Wajib Paragraf 1 Umum Pasal 5 (1) Imunisasi wajib terdiri atas: a. Imunisasi rutin; b. Imunisasi tambahan; dan c. Imunisasi khusus. (2) Sasaran pelaksanaan Imunisasi program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Bayi; b. Batita; c. anak sekolah dasar kelas 1, 2 dan 3; dan d. WUS. (3) Imunisasi wajib diberikan sesuai jadwal sebagaimana yang ditetapkan dalam pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Paragraf 2 Imunisasi Rutin Pasal 6 (1) Imunisasi rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal. (2) Imunisasi rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Imunisasi dasar; dan b. Imunisasi lanjutan. Pasal 7 (1) Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a diberikan pada Bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. 7
8 (2) Jenis Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Bacilus Calmite Guerin (BCG); b. Diphteri Pertusi tetanus-hepatitis B (DPT-HB) atau Dipteri pertusis Tetatanus- Hepatitis B-Hemophilis Influensa type B (DPT-HB-Hib); c. Hepatitis B pada bayi; d. Polio; e. Tetanus; dan f. Campak. Pasal 8 (1) Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b merupakan Imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa perlindungan. (2) Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada: a. Batita b. anak usia sekolah dasar; dan c. WUS. (3) Jenis Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Batita sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan campak. (4) Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS). (5) Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas Diphteria Tetanus (DT), campak dan Tetatus Diphteria (TD). (6) Jenis Imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa Tetanus Toxoid (TT). Paragraf 3 Imunisasi Tambahan Pasal 9 (1) Imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. (2) Pemberian Imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban pemberian Imunisasi rutin. 8
9 Paragraf 4 Imunisasi Khusus Pasal 10 (1) Imunisasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. (2) Jenis Imunisasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain terdiri atas : a. Imunisasi Meningitis Meningokokus; b. Imunisasi demam kuning; dan c. Imunisasi Anti Rabies (VAR). Bagian Ketiga Imunisasi Pilihan Pasal 11 (1) Imunisasi pilihan dapat berupa Imunisasi terhadap : a. pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus; b. diare yang disebabkan oleh rotavirus; c. influenza; d. varisela,; e. gondongan (mumps); f. campak jerman (rubella); g. demam tifoid; h. hepatitis A; i. kanker mulut rahim yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus; j. japanese enchephalitis; k. herpes zoster; dan l. hepatitis B pada dewasa. (2) Sasaran pelaksanaan Imunisasi pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Bayi; b. anak sampai dengan 18 tahun; dan c. Dewasa. (3) Pelayanan Imunisasi pilihan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta. 9
10 BAB III PENYELENGGARAAN IMUNISASI WAJIB Bagian Kesatu Tanggung Jawab Paragraf 1 Tanggungjawab Pemerintah Daerah Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pendistribusian vaksin, auto disable syringe, safety box, dan dokumen pencatatan status Imunisasi ke seluruh kabupaten/kota di wilayahnya. (2) Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap penyediaan: a. peralatan pendukung cold chain, peralatan anafilaktik, dan dokumen pencatatan status Imunisasi sesuai dengan kebutuhan; dan b. ruang untuk menyimpan vaksin dan logistik Imunisasi lainnya pada instalasi yang memenuhi standar dan persyaratan teknis penyimpanan. (3) Penyediaan logistik untuk Penyelenggaraan Imunisasi wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perencanaan Pasal 13 (1) Perencanaan Penyelenggaraan Imunisasi wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan perencanaan yang dilakukan oleh Puskesmas, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Daerah secara berjenjang. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penentuan sasaran, kebutuhan logistik, dan pendanaan. Pasal 14 (1) Penentuan sasaran Penyelenggaraan Imunisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dihitung berdasarkan angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk serta angka kelahiran dari data yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atau dari hasil pendataan yang dapat dipertanggungjawabkan atau berdasarkan data yang ditetapkan Pusat Data dan Informasi Kementerian. (2) Perhitungan sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menentukan jumlah sasaran imunisasi dalam satu tahun yang dibagi menjadi sasaran Kabupaten/Kota. 10
11 Pasal 15 (1) Untuk mengetahui Vaksin yang dibutuhkan, Pemerintah Daerah menetapkan besar cakupan yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan. (2) Penetapan target cakupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan target yang ditetapkan oleh Kementerian. Pasal 16 (1) Penyedian dan kebutuhan logistik sebagimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) meliputi : a. Vaksin; b. Auto Disable Syringe; c. safety box; d. peralatan cold chain; e. perangkat anafilaktik; f. peralatan pendukung cold chain; dan g. dokumen pencatatan status imunisasi suhu serta pencatatan logistik. (2) Peralatan cold chain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. alat penyimpan vaksin, meliputi cold room, freezer room, vaccine refrigerator,dan freezer; b. alat transportasi vaksin, meliputi cool box, vaccine carrier, cool pack, dan cold pack; dan c. alat pemantau suhu, meliputi termometer, termograf, alat pemantau suhu panas, alat pemantau/mencatat suhu secara terus-menerus, dan alarm. (3) Peralatan pendukung cold chain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Automatic Voltage Stabilizer (AVS); b. standby generator; dan c. suku cadang peralatan cold chain. Bagian Ketiga Penyimpanan dan Pemeliharaan Logistik Pasal 17 (1) Untuk menjaga kualitas, Vaksin harus disimpan pada tempat dengan kendali suhu tertentu. (2) Tempat menyimpan Vaksin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukkan khusus untuk penyimpanan Vaksin. 11
12 Bagian Keempat Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi Wajib Pasal 18 (1) Pelayanan Imunisasi wajib dapat dilaksanakan secara massal dan perseorangan. (2) Pelayanan Imunisasi secara massal dilaksanakan di Puskesmas, Posyandu, sekolah, atau Pos pelayanan Imunisasi lainnya yang telah ditentukan. (3) Pelayanan Imunisasi secara perseorangan dilaksanakan dirumah sakit, puskesmas, klinik, pratek dokter dan dokter spesialis, pratek bidan dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Bagian Kelima Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah wajib melakukan komunikasi, informasi dan edukasi tentang Penyelenggaraan Imunisasi. (2) Sebelum mendapatkan pelayanan Imunisasi, masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai tujuan, manfaat, jenis vaksin yang diberikan, keserentakan program. (3) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara perseorangan maupun massal. (4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat ke dalam media komunikasi massa dalam ruang atau luar ruang. Pasal 20 (1) Dalam hal tertentu, pelaksana Imunisasi melakukan penyaringan terhadap adanya kontraindikasi dari individu yang merupakan sasaran Imunisasi. (2) Terhadap individu yang diduga memiliki kontraindikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan pelayanan Imunisasi dengan memberikan penjelasan : a. jenis Imunisasi; b. manfaat Imunisasi; c. kemungkinan terjadinya KIPI; dan d. jadwal Imunisasi berikutnya. Pasal 21 (1) Tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan wajib melaksanakan program Imunisasi. 12
13 (2) Setiap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan program Imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan / atau c. sanksi kepegawaian lainnya. (3) Sanksi kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Keenam Pemantauan dan Evaluasi Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan Program Imunisasi wajib secara berkala, berkesinambungan, dan berjenjang. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengukur kinerja Penyelenggaraan Imunisasi wajib sebagai masukan dalam penyusunan perencanaan. (3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan instrumen Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), Data Quality Self Assessment (DQS),Effective Vaccine Management (EVM),Supervisi Suportif, Surveilans KIPI, Recording and Reporting (RR), Stock Management System (SMS), Cold Chain Equipment Management (CCEM), Rapid Convinience Assessment (RCA) dan Survei Cakupan Imunisasi. BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 24 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan Imunisasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan secara rutin dan berkala serta berjenjang sesuai peraturan perundang-undangan. 13
14 (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi cakupan Imunisasi, stok dan pemakaian vaksin, monitoring suhu, kondisi peralatan cold chain dan kasus KIPI atau diduga KIPI. Pasal 25 (1) Pelaksana pelayanan Imunisasi harus melakukan pencatatan terhadap pelayanan Imunisasi yang dilakukan. (2) Pencatatan pelayanan Imunisasi rutin dilakukan sesuai peraturan perundangundangan. (3) Pencatatan pelayanan Imunisasi rutin yang dilakukan pada pelayanan kesehatan swasta wajib dilaporkan setiap bulan ke Puskesmas wilayahnya dengan menggunakan format yang berlaku. Pasal 26 (1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkewajiban menyampaikan laporan rekapitulasi pelaksanaan Imunisasi yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas baik secara manual maupun elektronik kepada Dinas Kesehatan. (2) Dinas Kesehatan menyampaikan laporan rekapitulasi pelaksanaan imunisasi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota baik secara manual maupun elektronik kepada pemerintah pusat. BAB V PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI Pasal 27 (1) Dalam rangka pemantauan dan penanggulangan KIPI, Pemerintah Daerah membentuk Komda PP KIPI. (2) Keanggotaan Komda PP KIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur perwakilan dokter spesialis anak, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis forensik, farmakolog, vaksinolog, imunolog. (3) Penanggulangan KIPI harus dilaksanakan melalui kegiatan: a. surveilans KIPI dan website keamanan vaksin; b. pengobatan dan perawatan pasien KIPI; dan c. penelitian dan pengembangan KIPI. (4) Pembiayaan operasional Komda PP KIPI dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (5) Komda PP KIPI ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. 14
15 Pasal 28 (1) Masyarakat yang mengetahui adanya dugaan terjadinya KIPI, harus melapor kepada pelaksana pelayanan Imunisasi, Puskesmas, atau dinas kesehatan setempat. (2) Pelaksana pelayanan Imunisasi, Puskesmas, atau dinas kesehatan setempat yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan investigasi. (3) Hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus segera dilaporkan secara berjenjang kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan yang selanjutnya dilaporkan kepada Komda PP KIPI. (4) Kepala Dinas Kesehatan melalui Kementerian menyampaikan hasil investigasi kepada Komnas PP KIPI untuk dilakukan pengkajian kausalitas KIPI. (5) Hasil kajian kausalitas KIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Kementerian. Pasal 29 (1) Pasien yang mengalami gangguan kesehatan diduga akibat KIPI diberikan pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan pengkajian kausalitas KIPI berlangsung. (2) Dalam hal gangguan kesehatan akibat KIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan gangguan kesehatan berkaitan dengan Vaksin, maka pasien mendapatkan pengobatan dan perawatan. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT DAN KEMITRAAN Bagian Kesatu Peran Serta Masyarakat Pasal 30 (1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab menggerakkan masyarakat agar berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan imunisasi wajib. (2) Penggerakkan peran aktif masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan: a. pemberian informasi melalui media cetak, media elektronik, dan media luar ruang; b. advokasi dan sosialisasi; c. pembinaan kader; d. pembinaan kepada kelompok binaan balita dan anak sekolah; dan/atau e. pembinaan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat. 15
16 Pasal 31 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pelaksanaan Imunisasi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan melalui : a. penggerakan masyarakat; b. sosialisasi Imunisasi; c. dukungan fasilitasi Penyelenggaraan Imunisasi; dan/atau d. turut serta melakukan pemantauan Penyelenggaraan Imunisasi. Bagian Kedua Forum Kemitraan Peduli Imunisasi Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah membentuk Forum Kemitraan Peduli Imunisasi Provinsi. (2) Keanggotaan Forum Kemitraan Peduli Imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi unsur : a. instansi pemerintah yang terkait dengan urusan Kesehatan; b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; c. perguruan tinggi; d. organisasi profesi; e. organisasi agama; f. organisasi kemasyarakatan; g. media massa; dan h. pihak lain yang terkait. (3) Forum Kemitraan Peduli Imunisasi Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. mempersiapkan masyarakat, khususnya tokoh masyarakat, sehingga bersedia mendukung pelaksanaan pelayanan Imunisasi dan membangun dukungan masyarakat; b. menggali peran lintas sektor; c. melakukan kegiatan untuk mengatasi tindakan-tindakan penolakan terkait pelaksanaan Imunisasi dan memberikan dukungan moril maupun material; dan d. membantu meningkatkan cakupan imunisasi wajib. (4) Forum Kemitraan Peduli Imunisasi Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. 16
17 BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 33 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap Penyelenggaraan Imunisasi secara berkala, berjenjang dan berkesinambungan. (2) Pembinaan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. melakukan pelatihan dan bimbingan teknis. b. melakukan monitoring dan evaluasi secara berjenjang. c. memberikan penghargaan terhadap kabupaten/kota yang mencapai target cakupan Imunisasi. (3) Pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan Imunisasi. Pasal 34 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap Penyelenggaraan Imunisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota secara berkala. (2) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Kabupaten/Kota melaporkan Penyelenggaraan Imunisasi di daerahnya kepada Gubernur melalui Dinas Kesehatan. (3) Pengawasan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai tolak ukur kepatuhan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap Penyelenggaraan Imunisasi. (4) Pengawasan Penyelenggraaan Imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan terhadap : a. rencana kerja yang dilaksanakan, jumlah Bayi yang diimunisasi dan kegiatan Imunisasi dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi; b. cakupan program dan drop out; c. Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan; d. Logistik; dan e. kualitas dan keakuratan data Imunisasi mencakup data sasaran, data logistik, data capaian dan data pelaksanaan Imunisasi. 17
18 BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 35 (1) Pembiayaan Penyelenggaraan Imunisasi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Barat dan sumber pembiayaan dari pihak lain yang tidak mengikat; (2) Pemerintah Daerah dapat membantu biaya penyelenggaraan imunisasi. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat. Ditetapkan di Padang pada tanggal 20 Juni 2016 GUBERNUR SUMATERA BARAT, dto IRWAN PRAYITNO Diundangkan di Padang pada tanggal 20 Juni 2016 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT, dto ALI ASMAR LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 NOMOR : 4 NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT : (4/2016) 18
19 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI I. UMUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak. Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B. Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi campak- pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Di samping itu, dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu pelayanan dengan menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) bagi penerima suntikan yang dikaitkan dengan pengelolaan limbah medis tajam yang aman (waste disposal management), bagi petugas maupun lingkungan. Cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata di seluruh wilayah. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Untuk mendeteksi dini terjadinya peningkatan kasus penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, imunisasi perlu didukung oleh upaya surveilans epidemiologi. Masalah lain yang harus dihadapi adalah munculnya kembali PD3I yang sebelumnya telah berhasil ditekan (Reemerging diseases), timbulnya penyakit-penyakit menular baru (Emerging Infectious Diseases) serta penyakit infeksi yang betul-betul baru (new diseases) yaitu penyakitpenyakit yang tadinya tidak dikenal (memang belum ada, atau sudah ada tetapi penyebarannya sangat terbatas; atau sudah ada tetapi tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang serius 19
20 pada manusia). Penyakit yang tergolong ke dalam penyakit baru adalah penyakit-penyakit yang mencuat, yaitu penyakit yang angka kejadiannya meningkat dalam dua dekade terakhir ini, atau mempunyai kecenderungan untuk meningkat dalam waktu dekat, penyakit yang area geografis penyebarannya meluas, dan penyakit yang tadinya mudah dikontrol dengan obat-obatan namun kini menjadi resisten. Seiring dengan kebijakan pemerintah, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berkomitmen untuk menyelenggarakan imusinasi dengan tujuan : a. menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di provinsi Sumatera Barat. b. Tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN. c. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Prosentase minimal 80% bayi yang mendapat IDL di suatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan. d. Tercapainya target imunisasi lanjutan pada batita dan pada anak sekolah. e. Tercapainya validasi Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal f. Tercapainya Eradikasi Polio. g. Tercapainya Eliminasi Campak dan Pengendalian Penyakit Rubela/ Congenital Rubella Syndrome. Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Imunisasi, diharapkan mampu mencegah penularan penyakit menular yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat Sumatera Barat dan tujuan penyelenggaraan imunisasi sebagaimana dimaksud dapat tercapai. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 20
21 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Yang dimaksud dengan kendali suhu tertentu adalah untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan, seperti: a. Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15 C s.d. -25 C pada freeze room atau freezer. b. Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2 C s.d. 8 C pada cold room atau vaccine refrigerator. 21
22 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa kesehatan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Imunisasi. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.559, 2017 KEMENKES. Penyelenggaraan Imunisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk
Lebih terperinciAngka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang
Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini juga menjadi fokus dalam pencapaian Millenium Development Goals
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI
KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI A. PENDAHULUAN Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
Lebih terperinciNo. Dok UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG. Revisi KERANGKA ACUAN IMUNISASI. Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN
UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG KERANGKA ACUAN IMUNISASI No. Dok Revisi Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa
Lebih terperinciDINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG
DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG UPT PUSKESMAS PANUNGGANGAN Jl. Kyai Maja No. 2 Panunggangan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang Telp. (021) 22353600 KERANGKA ACUAN KEGIATAN IMUNISASI PUSKESMAS PANUNGGANGAN
Lebih terperinciSOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi
SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pengertian Imunisasi adalah suatu upaya untuk
Lebih terperinciPEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciIMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017
IMUNISASI Dr. dr. Fx. Wikan Indrarto, SpA SWIM 2017 FK UII (Simposium & Workshop Imunisasi) Sabtu, 14 Oktober 2017 Di Hotel Eastparc Jl. Laksda Adisucipto Km. 6,5, Yogyakarta IMUNISASI Cara meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbaikan kualitas manusia disuatu negara dijabarkan secara international dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah menurunkan angka
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg
No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyakit
Lebih terperincicita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan
cita-cita UUD 1945. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai
Lebih terperinciManfaat imunisasi untuk bayi dan anak
Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak dan teman-teman disekitarnya.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/45/2017 TENTANG PELAKSANAAN KAMPANYE DAN INTRODUKSI IMUNISASI MEASLES RUBELLA DI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cita-cita pembangunan manusia mencakup semua komponen pembangunan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga merupakan tujuan pembangunan Milenium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada programprogram yang mempunyai
Lebih terperinciPEDOMAN INTERNAL IMUNISASI UPTD PUSKESMAS LANGKAPLANCAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANGANDARAN
PEDOMAN INTERNAL IMUNISASI UPTD PUSKESMAS LANGKAPLANCAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANGANDARAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal dibidang kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional dalam Millenium Development Goal s (MDG s). Salah satu tujuan MDG s adalah menurunkan 2/3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi merupakan program pemerintah yang senantiasa digalakkan dalam upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit dengan melakukan vaksinasi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009
LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Vaksin Vaksin merupakan suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi merupakan cara meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar penyakit tersebut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan atau hasil tahu seseorang dan terjadi terhadap objek melalui indra yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama dan dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), imunisasi merupakan salah
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, karena masalah kesehatan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Oleh
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. terbesar kedua dari negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Penyakit hepatitis tersebut terdiri dari hepatitis A, B,
Lebih terperincia. Meningkatkan dan mempertahankan cakupan di atas 80% dan permintaan dengan indikator desa UCI dan desa non UCI b. Upaya mencapai ETN, ERAPO, dan
STRATEGI 1. Sustainability dan desentralisasi Keberhasilan program dalam mempertahankan cakupan yang tinggi di satu wilayah dan meningkatkan yang masih rendah di wilayah yang lain adalah menjadi bagian
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator pelayanan kesehatan dan capaian program kesehatan, yang meliputi indikator angka harapan
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Imunisasi merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan
Lebih terperinciBUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT
BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN
PENELITIAN KARAKTERISTIK KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK PADA SALAH SATU DESA DI KABUPATEN PESAWARAN PROPINSI LAMPUNG Nurlaila*, Nur Hanna* Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan, sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)
Lebih terperinciWALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN
WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi banyak masalah kesehatan yang cukup serius terutama dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Salah satu faktor penting dalam penurunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Difteri, Pertusis dan Hepatitis B merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular namun apabila
Lebih terperinciKata Kunci: Pengetahuan, KIPI
PENGETAHUAN IBU TENTANG KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) DI DESA BULUMARGI KECAMATAN BABAT LAMONGAN Dian Nurafifah Dosen D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Lamongan email: diannurafifah66@yahoo.com
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan di Indonesia periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program imunisasi merupakan program yang memberikan sumbangan yang sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh berbagai
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN STATUS BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU MENJADI RUMAH SAKIT PARU PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional jangka panjang menitikberatkan pada kualitas hidup sumber daya manusia yang prima. Untuk itu kita bertumpu pada generasi muda yang memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya, selain indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk menilai kesejahteraan suatu negara dilihat dari derajat kesehatan masyarakatnya, selain indikator
Lebih terperinciPELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II
PELAYANAN IMUNISASI No. Kode : Terbitan : No. Revisi : PEMERINTAH KAB. BANJARNEGARA PANDUAN Tgl. : MulaiBerlaku Halaman : / Tanda tangan UPT PUSKESMAS PURWAREJA KLAMPOK 1 Ditetapkan oleh : Kepala Puskesmas
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.7. LATAR BELAKANG Cakupan imunisasi secara global pada anak meningkat 5% menjadi 80% dari sekitar 130 juta anak yang lahir setiap tahun sejak penetapan The Expanded Program on Immunization
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
14 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN AKREDITASI PUSKESMAS
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN AKREDITASI PUSKESMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014
Lebih terperinciLEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI DEGAP CIRAP (KADER SIGAP UCI DIGARAP) UPK PUSKESMAS KAMPUNG DALAM Lap. Inpovasi : KOTA PONTIANAK
LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI DEGAP CIRAP (KADER SIGAP UCI DIGARAP) UPK PUSKESMAS KAMPUNG DALAM Lap. Inpovasi : KOTA PONTIANAK Nama Instansi/ SKPD : UPK Puskesmas Kampung Dalam Judul Inovasi
Lebih terperinciG U B E R N U R SUMATERA BARAT
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Akreditasi Puskesmas; No. Urut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional jangka panjang yang didasarkan pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka kematian bayi. Untuk mengatasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2013 : 1). neonatus sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Neonatus disebut juga bayi baru lahir yakni merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.578 2016 KEMKES. Vaksinasi Internasional. Sertifikat. Pemberian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN SERTIFIKAT
Lebih terperinci2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN
BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN II.1 Definisi Vaksinasi Vaksinasi merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan pemberian vaksin kepada tubuh manusia atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polio merupakan (keluarga Picornaviridae), sering disingkat sebagai "Polio" adalah virus yang paling ditakuti abad ke-20 di dunia yang menghasilkan permulaan program
Lebih terperinciUCI? TARGET: 139 desa minimal 80 % mencapai semua indikator Imunisasi ( HB-0, POL, DPT-KOMBO, DAN CAMPAK )
C3-1 KAB.LOTENG TH 2015 JUMLAH PENDUDUK 900,120 jiwa SASARAN IMUNISASI BAYI : 19.623 bayi BUMIL: 21.585 orang UCI? TARGET: 139 desa minimal 80 % mencapai semua indikator Imunisasi ( HB-0, POL, DPT-KOMBO,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terlaksana di Indonesia dimulai tahun 1956. Melalui program ini, Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciChristopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked
Authors : Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Universal Child Immunization Pendahuluan Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunisasi 2.1.1 Definisi Imunisasi yaitu pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh. 7 2.1.2 Imunisasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/117/2017 TENTANG PELAKSANAAN KAMPANYE DAN INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap
16 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada Pasangan Suami Isteri (PASUTRI). Semua pasangan suami isteri mendambakan kehadiran anak ditengah-tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada bayi dengan memberikan vaksin. Dengan imunisasi, seseorang menjadi kebal terhadap penyakit khususnya penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Program imunisasi merupakan sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program imunisasi merupakan sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif, selain itu imunisasi merupakan
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN
HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 Nia¹, Lala²* ¹Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini dibuktikan dengan salah satu indikator ketiga dari 17 indikator dalam Sustainable Development
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa imunisasi sebagai salah
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN
SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada semua kelompok umur. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun. tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih menjadi masalah dan dapat menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan antigen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia ikut andil pembangunan kesehatan dalam rangka merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs). Salah satunya adalah Agenda ke 4 MDGs (Menurunkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PROVINSI JAWA TENGAH DAN SEKRETARIAT KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinci