2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau"

Transkripsi

1 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut ia tidak akan menderita penyakit tersebut (Depkes RI, 2004). Imunisasi atau vaksinasi adalah suatu tindakan pemberian vaksin terhadap penerima vaksin (resipien) yang bertujuan untuk membentuk kekebalan terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 2005). Menurut Handayani (2005), imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen dengan tujuan mencegah penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok orang, atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia seperti misalnya penyakit cacar. Imunisasi dibedakan menjadi imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang tubuh untuk memproduksi antibodinya sendiri, seperti imunisasi campak, polio, dan lain-lain. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadarnya dalam tubuh meningkat. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka akibat kecelakaan (Hartati, 2008). 2.2 Jenis-Jenis Imunisasi Menurut Depkes RI (2004) dalam Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, pokok-pokok kegiatan imunisasi meliputi imunisasi rutin, imunisasi tambahan, 7

2 8 imunisasi dalam penanganan KLB, dan imunisasi massal dalam rangka pemutusan mata rantai penyakit Imunisasi Rutin Imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara rutin dan terus-menerus pada periode waktu yang telah ditetapkan. Menurut Muchlastriningsih (2005a), berdasarkan kelompok sasarannya, imunisasi rutin dibedakan menjadi : 1. Imunisasi dasar pada bayi umur 0-11 bulan meliputi BCG (1 kali pemberian), DPT (3 kali), Polio (4 kali), hepatitis B (3 kali), dan campak (1 kali) 2. Imunisasi lanjutan pada anak sekolah yaitu imunisasi DT (1 kali) dan TT (2 kali) 3. Imunisasi lanjutan pada wanita usia subur (WUS) yaitu TT (5 kali pemberian) Pada imunisasi rutin juga terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi pada bayi dan WUS yaitu kegiatan sweeping pada bayi dan akselerasi Maternal Neonatal Tetabus Elimination (MNTE) pada WUS (Depkes RI, 2004) Imunisasi Tambahan Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilaksanakan tidak rutin, hanya dilaksanakan atas dasar penemuan masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Beberapa kegiatan imunisasi tambahan adalah backlog fighting dan crash program. Backlog fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 1-3 tahun pada desa non UCI setiap 2 tahun sekali. Sedangkan crash program ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat karena adanya masalah khusus seperti angka kematian bayi yang tinggi atau angka PD3I

3 9 yang tinggi. Karena crash program menggunakan biaya dan tenaga yang banyak dengan waktu relatif panjang, maka pemantauan, supervisi, dan evaluasi sangat diperlukan (Depkes RI, 2004) Imunisasi dalam Penanganan KLB Imunisasi dalam penanganan KLB adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan sebagai respon terjadinya KLB atau outbreak PD3I di mana pedoman pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit (Depkes RI, 2004) Imunisasi Massal dalam Rangka Pemutusan Mata Rantai Penyakit Kegiatan imunisasi ini biasanya dilakukan secara massal untuk antigen tertentu dalam skup wilayah yang luas dan waktu tertentu. Adapun kegiatan imunisasi yang termasuk adalah kegiatan PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub PIN, dan catch up campaign campak. PIN merupakan upaya mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio importasi dengan memberikan vaksin polio kepada setiap balita termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi dilakukan 2 kali masing-masing 2 tetes dengan selang waktu 1 bulan. Pemberian imunisasi polio pada saat PIN selain untuk memutuskan rantai penularan juga berfungsi sebagai booster atau imunisasi ulangan polio. Sub PIN merupakan upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan 1 kasus polio dalam wilayah terbatas, misalnya kabupaten, dengan pemberian 2 kali imunisasi polio dalam interval waktu 1 bulan secara serentak pada seluruh sasaran berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan catch up campaign campak merupakan upaya pemutusan transmisi penularan virus campak pada anak sekolah dan balita dengan melakukan imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar dari kelas I sampai kelas VI tanpa mempertimbangkan status imunisasi

4 10 sebelumnya. Sama seperti PIN, kegiatan ini selain untuk memutus rantai penularan virus juga berfungsi sebagai booster campak (Depkes RI, 2004). 2.3 Pengertian Vaksin Vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang (Depkes RI, 2004). Vaksin adalah produk biologis yang diberikan untuk membentuk kekebalan dalam tubuh terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 2005). Pengertian lainnya menurut Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI (2005), vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman maupun komponen kuman (bakteri, virus, atau riketsia) ataupun racun kuman (toxoid) yang telah dilemahkan atau dimatikan dan akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Menurut Kristini dkk (2007), vaksin merupakan produk biologis yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu, bersifat rentan dan memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan penanganan khusus. Vaksin merupakan kumpulan molekul yang kompleks, mengandung substansi imun yang mampu mempengaruhi imunitas spesifik, aktif, dan protektif seseorang untuk melawan penyakit menular. Vaksin terdiri dari campuran kompleks antara protein, karbohidrat, lipid, mikroorganisme mati atau mikroorganisme yang telah dilemahkan serta stabilisator, adjuvants, pengawet, dan zat lainnya yang mempengaruhi efikasi dan keamanan vaksin di mana efektivitasnya sangat rentan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. (WHO, 2006).

5 Karakteristik Vaksin Pada awal pengembangan program imunisasi, penyediaan vaksin di Indonesia dibantu oleh UNICEF melalui pengadaan vaksin dari luar negeri. Seiring dengan kemampuan keuangan pemerintah dan kemampuan produksi vaksin, maka kini kebutuhan vaksin dalam negeri dipenuhi oleh PT. Bio Farma. Vaksin yang diproduksi oleh PT. Bio Farma meliputi vaksin BCG, DPT, polio, campak, TT (Tetanus Toxoid), DT (Difteri Tetanus), Hepatitis B, dan DPT-HB (Difteri, Pertusis, Tetanus, dan Hepatitis B) (Handayani, 2005). Umumnya, semua vaksin akan rusak bila terpapar sinar matahari langsung serta sinar ultra violet (lampu neon, lampu halogen). Namun, berdasarkan tingkat kepekaan vaksin terhadap paparan suhu, vaksin dibedakan menjadi vaksin yang sensitif terhadap panas (heat sensitive) dan vaksin yang sensitif terhadap pembekuan (freeze sensitive). Vaksin sensitif terhadap panas adalah golongan vaksin yang potensinya akan rusak terhadap paparan panas yaitu vaksin Polio, Campak, dan BCG. Vaksin yang sensitif terhadap pembekuan adalah golongan vaksin yang potensinya akan rusak jika terpapar suhu dingin di bawah 0 o C (beku). Golongan vaksin ini antara lain vaksin Hepatitis B, DPT-HB, DT, dan TT. (Depkes RI, 2004, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005, Nelson et al, 2004). Hal ini diakibatkan karena bila vial vaksin beku, retakan yang terbentuk akan memudahkan kontaminasi bakteri sehingga vaksin yang terpapar suhu di bawah 0 o C harus dibuang (Gazmararian et al, 2002). Sedangkan menurut Depkes RI (2004), bila terpapar suhu beku vaksin freeze sensitive akan rusak akibat meningkatnya konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Setiap vaksin memiliki karakteristik spesifik masing-masing. Adapun karakteristik setiap vaksin dapat dilihat pada tabel berikut.

6 12 Tabel 2.1 Karakteristik Vaksin serta Rekomendasi Suhu Penyimpanannya Jenis Vaksin Campak BCG Polio DPT TT Kemasan/Warna Kemasan Vial/ Coklat atau gelap Ampul/ Coklat atau gelap Vial/ Putih bening Vial/ Bening Vial/ Bening Bentuk Vaksin Beku kering Beku kering Cairan Cairan Cairan Dosis Vaksin 10 0,5 ml 20 0,5 ml 10 0,5 ml 10 0,5 ml 10 0,5 ml Sifat Vaksin Mudah rusak bila terkena sinar matahari langsung dan panas, tidak rusak karena pembekuan, dapat bertahan hingga 7 hari pada suhu ambient (34 o C) Mudah rusak bila terkena sinar matahari langsung, tidak rusak karena pembekuan, dapat bertahan hingga 7 hari pada suhu ambient (34 o C) Mudah rusak bila terkena sinar matahari langsung dan panas, tidak rusak karena pembekuan, dapat bertahan hingga 2 hari pada suhu ambient (34 o C) Rusak terhadap suhu < 0 o C dan bila terkena sinar matahari langsung, dapat bertahan hingga 14 hari pada suhu ambient (34 o C) dan dapat bertahan maksimal 1,5-2 jam pada suhu -5 sampai -10 o C sebelum VVM menunjukkan vaksin rusak Rusak terhadap suhu < 0 o C dan bila terkena sinar matahari langsung, stabil terhadap panas, dapat bertahan hingga 30 hari pada suhu ambient (34 o C) dan dapat bertahan maksimal 1,5-2 jam pada suhu -5 sampai -10 o C sebelum VVM menunjukkan vaksin rusak Suhu Penyimpanan Vaksin -15 sampai -25 o C atau 2-8 oc -15 sampai -25 o C atau 2-8 oc -15 sampai -25 o C atau 2-8 oc Pelarut Vaksin Aquabid es (5 ml) NaCl 0,9% (4ml) Suhu Penyimpanan Pelarut 2-25 o C, dapat disimpan pada lemari pendingin atau suhu kamar oc oc - -

7 13 (lanjutan Tabel 2.1) Jenis Vaksin DT Hepatitis B DPT-HB Kemasan/Warna Kemasan Vial/ Putih bening Uniject/ Putih bening Vial/ Putih keruh Bentuk Vaksin Cairan Cairan Cairan Dosis Vaksin 10 0,5 ml 1 0,5 ml 5 0,5 ml Sifat Vaksin Rusak terhadap suhu < 0 o C dan bila terkena sinar matahari langsung, stabil terhadap panas, dapat bertahan hingga 14 hari pada suhu ambient (34 o C) dan dapat bertahan maksimal 1,5-2 jam pada suhu -5 sampai -10 o C sebelum VVM menunjukkan vaksin rusak Rusak terhadap suhu < 0 o C dan bila terkena sinar matahari langsung, stabil terhadap panas, dapat bertahan hingga 30 hari pada suhu ambient (34 o C) dan dapat bertahan maksimal ½ jam pada suhu -0,5 o C sebelum VVM menunjukkan vaksin rusak Rusak terhadap suhu < 0 o C dan bila terkena sinar matahari langsung, stabil terhadap panas, dapat bertahan hingga 14 hari pada suhu ambient (34 o C) dan dapat bertahan maksimal ½ jam pada suhu -0,5 o C sebelum VVM menunjukkan vaksin rusak Suhu Penyimpanan Vaksin Pelarut Vaksin Suhu Penyimpanan Pelarut 2-8 oc oc oc - - Sumber : CDC, 2011, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005, Nelson et al, 2004

8 Pengertian Pengelolaan Vaksin Pengelolaan vaksin merupakan upaya untuk menata vaksin untuk kebutuhan imunisasi meliputi proses pembuatan di pabrik, distribusi, penyimpanan, penggunaan di unit pelayanan, serta pencatatan dan pelaporan di semua tingkat administrasi. Dalam hal ini pembuatan vaksin di pabrik tidak dimasukkan dalam pengelolaan vaksin karena terdapat prosedur tersendiri di pabrik sesuai dengan ketentuan WHO dan persyaratan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005). Sistem cold chain atau sistem rantai dingin adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat pemberiannya kepada sasaran imunisasi sehingga terjaga kualitasnya. Vaksin harus disimpan dalam cold chain karena vaksin merupakan produk biologis yang sangat peka terhadap sinar matahari, panas, dan pembekuan (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005). 2.6 Tahap-Tahap Pengelolaan Vaksin Tahap-tahap pengelolaan vaksin meliputi penerimaan vaksin, penyimpanan, pemantauan suhu, penanganan vaksin yang rusak, dan penanganan sisa vaksin Pengambilan Vaksin/Penerimaan Vaksin 1. Pencatatan persediaan vaksin di sarana pelayanan dilakukan minimal sebulan sekali. Sebaiknya pencatatan dilakukan sebelum pemesanan vaksin untuk mengetahui persediaan vaksin yang masih tersisa. 2. Pengambilan vaksin dari puskesmas ke kabupaten/kota dengan menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan (cold box

9 15 atau vaccine carrier) yang disesuaikan dengan jumlah vaksin yang akan diambil 3. Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat pembawa, lakukan pemeriksaan indikator VVM, kecuali BCG. Vaksin yang boleh diterima dan digunakan adalah yang indikator VVM-nya berada pada tingkat A dan B. 4. Masukkan cool pack ke dalam vaccine carrier dan letakkan termometer muller di bagian tengah 5. Selama perjalanan vaccine carrier yang sudah berisi vaksin tidak boleh dibuka dan hindarkan dari sinar matahari langung (Departement of Health and Human Services CDC, 2011, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005) Penyimpanan Vaksin 1. Penempatan Lemari Es Sebelum menyimpan vaksin pada lemari es, pastikan penempatan lemari es sebagai berikut : a. Jarak minimal lemari es dengan dinding belakang cm atau sampai pintu lemari es dapat dibuka maksimal sehingga pengambilan vaksin dapat dilakukan dengan cepat b. Jarak minimal antara lemari es yang satu dengan lemari es lainnya adalah 15 cm c. Tempatkan lemari es sehingga tidak terkena sinar matahari langsung d. Ruangan penyimpanan vaksin memiliki sirkulasi udara yang cukup atau dapat juga menggunakan exhaust fan e. Setiap unit lemari es/freezer menggunakan hanya 1 stop kontak listrik

10 16 2. Penyimpanan Vaksin pada Lemari Es a. Segera setelah vaksin sampai di sarana pelayanan (puskesmas) dari kabupaten/kota, semua vaksin disimpan pada lemari es dengan suhu 2-8 o C b. Letakkan cool packs atau botol-botol berisi air dingin pada bagian dasar pendingin serta pintu lemari es (untuk lemari es pintu buka dari depan) dan pada dinding lemari es yang jauh dari evaporator (untuk lemari es pintu buka dari atas). Hal ini akan membantu menahan dingin dan menjaga kestabilan suhu dalam lemari es pada saat terjadi mati listrik maupun pada saat pintu lemari es dibuka c. Pisahkan letak vaksin sesuai peruntukannya yaitu vaksin untuk anakanak, remaja, dan orang dewasa. Simpan masing-masing vaksin pada kontainer dan beri label sesuai dengan jenis vaksinnya. Jangan menyimpan vaksin pada pintu atau bagian paling dasar lemari es d. Atur penempatan vaksin-vaksin heat sensitive (BCG, Campak, dan Polio) dekat evaporator, sedangkan vaksin-vaksin freeze sensitive (DPT-HB, TT, DT, dan Hepatitis B) diletakkan lebih jauh dari evaporator e. Atur penempatan vaksin dari depan ke belakang untuk lemari es pintu buka dari depan dan dari atas ke bawah untuk jenis lemari es pintu buka dari atas berdasarkan tanggal kadaluarsa terpendek. Hal ini bertujuan untuk memastikan vaksin dengan tanggal kadaluarsa paling pendek dikeluarkan dan digunakan terlebih dahulu.

11 17 f. Vaksin selalu disimpan dalam kotak kemasan aslinya sampai tiba waktunya penggunaan. Hal ini bertujuan agar vaksin tidak terpapar sinar ultra violet g. Berikan jarak antar kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari tangan agar terjadi sirkulasi udara yang baik. Berikan juga jarak yang sama dengan dinding lemari es h. Letakkan 1 buah termometer muller di bagian tengah lemari es dan letakkan 1 buah freeze tag di antara vaksin Hepatitis B dan DPT i. Pelarut campak dan BCG disimpan pada suhu kamar. Sehari sebelum pemakaian, pelarut disimpan di lemari es agar suhunya sama dengan suhu vaksin dengan catatan pelarut tidak boleh beku j. Jangan menyimpan bahan makanan, minuman, maupun obat-obatan lainnya pada lemari es tempat penyimpanan vaksin agar tidak terjadi kontaminasi dan mempengaruhi frekuensi buka-tutup pintu lemari es yang tidak perlu (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005, Immunization Branch of California Departement of Public Health, 2009, Mavimbe dan Gunnar Bjune, 2007) Pemantauan Suhu Suhu pada lemari es cenderung mengalami fluktuasi sepanjang hari. Suhu pada lemari es harus dipantau pada awal dan akhir jam kerja untuk mengetahui apakah suhu lemari es terlalu dingin atau terlalu hangat. Pemantauan suhu bertujuan untuk mengetahui suhu vaksin selama pendistribusian dan penyimpanan serta memastikan apakah vaksin pernah terpapar atau terkena sinar berlebihan ataupun suhu yang terlalu dingin (beku) sehingga petugas dapat mengetahui kondisi vaksin

12 18 yang digunakan dalam keadaan baik atau tidak (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005). Menurut Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI (2005), di tingkat puskesmas terdapat beberapa alat pemantau suhu untuk mengetahui kondisi vaksin, yaitu : 1. VVM (Vaccine Vial Monitor) VVM adalah alat pemantau paparan suhu panas (tidak dapat memantau paparan suhu dingin), berbentuk lingkaran dengan segi empat pada bagian dalamnya dengan diameter 0,7 cm yang ditempelkan pada setiap vaksin. VVM berfungsi memantau suhu vaksin selama distribusi dan penyimpanan, tidak dapat mengukur potensi vaksin secara langsung namun dapat memberikan informasi layak tidaknya suatu vaksin digunakan. Setiap jenis vaksin kecuali BCG mempunyai karakteristik VVM yang spesifik. Karena bentuknya sangat kecil, maka petugas harus teliti dalam pembacaannya. Cara membaca VVM dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2 Cara Membaca VVM Simbol Kondisi VVM Kondisi A Kondisi B Kondisi C Kondisi D Keterangan Warna segi empat lebih terang dari warna gelap di sekelilingnya Warna segi empat mulai berwarna gelap namun masih lebih terang dari warna di sekelilingnya Warna segi empat sama dengan warna gelap di sekelilingnya Warna segi empat lebih gelap daripada warna gelap di sekelilingnya Tindakan Vaksin dapat digunakan Vaksin segera digunakan Vaksin jangan digunakan lagi Vaksin jangan digunakan lagi Sumber : Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005

13 19 2. Termometer muller Termometer muller adalah alat pengukur suhu tanpa menggunakan sensor pengukur yang diletakkan di dalam lemari es di antara kemasan vaksin. Jarum pada termometer muller akan menunjukkan suhu di dalam lemari es (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005). Idealnya lemari es dilengkapi termometer yang mengukur suhu dalam lemari es sepanjang hari. Selain termometer muller, termometer maksimum-minimum merupakan termometer yang bagus untuk memantau suhu tempat penyimpanan vaksin. Akan lebih baik lagi jika pemantauan suhu dilakukan secara rutin dan selalu dicatat pada temperature log dengan mengisi waktu pengecekan suhu, petugas yang melakukan pengecekan, dan pemberian tanda X pada kolom suhu sesuai dengan yang ditunjukkan termometer pada lemari es. Temperature log sudah diformat khusus dengan zona putih untuk rentang suhu yang ideal (2-8 o C) serta zona berwarna pada temperature log mengindikasikan suhu lemari es di luar rentang yang diperbolehkan. Apabila suhu yang tercatat berada pada zona merah, harus dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Lakukan pngecekan kondisi lemari es. Apakah suhu yang tercatat di luar rentang karena pintu lemari es tidak ditutup rapat, pintu lemari es tidak dapat tertutup rapat karena terhalang debu, atau termometer rusak sehingga suhu yang ditunjukkan lebih tinggi atau rendah dari yang seharusnya. Jika hal tersebut terjadi, catat tanggal, waktu, suhu, dan masalah yang ditemukan pada lemari es, tindakan yang diambil, serta hasilnya. Cek kembali suhu tiap 2 jam. Apabila suhu masih tetap

14 20 berada di luar rentang ideal, hubungi teknisi untuk melakukan pengecekan. b. Simpan vaksin pada kondisi yang tepat sesegera mungkin c. Untuk sementara berikan label jangan digunakan sampai dapat dipastikan apakah vaksin tersebut masih layak digunakan atau tidak. d. Hubungi pengelola program imunisasi pada dinas kesehatan setempat atau produsen vaksin untuk memastikan apakah vaksin masih dapat digunakan (Departement of Health and Human Services CDC, 2011). Temperature log sebaiknya diarsipkan dengan baik minimal 3 tahun ke belakang. Hal ini akan sangat membantu mengetahui pola seberapa lama dan seberapa sering temperatur lemari es berada di luar rentang ideal, tindakan apa yang tepat untuk mengatasinya, serta dapat pula dimanfaatkan untuk merencanakan pengadaan lemari es baru (Departement of Health and Human Services CDC, 2011). 3. Freeze Watch/Freeze Tag Freeze watch/freeze tag adalah alat untuk memantau suhu dingin di bawah 0 o C (paparan beku) yang diletakkan di antara kemasan vaksin bersifat freeze sensitive. Freeze watch menggunakan indikator cairan putih yang akan berubah menjadi biru bila terpapar suhu beku, sedangkan freeze tag menggunakan sistem elektronik dengan indikator tanda rumput ( ) yang akan berubah menjadi tanda silang (X) bila terpapar suhu beku lebih dari 1 jam. Jika indikator freeze watch/freeze tag berubah, maka harus dilakukan uji kocok pada vaksin freeze sensitive untuk memastikan apakah vaksin masih layak digunakan atau sudah rusak. Uji kocok dilakukan sebagai berikut :

15 21 a. Pilih satu contoh dari tiap jenis vaksin yang dicurigai pernah beku, utamakan yang letaknya paling dekat dengan evaporator, beri label tersangka beku. Bekukan dengan sengaja satu contoh dari tiap jenis vaksin hingga padat seluruhnya, beri label dibekukan b. Biarkan contoh dibekukan dan tersangka beku mencair seluruhnya, kocok secara bersamaan, kemudian amati bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan (5-30 menit) c. Bila pengendapan vaksin tersangka beku lebih lambat dari contoh dibekukan, maka vaksin dapat digunakan. Bila pengendapan vaksin tersangka beku sama atau lebih cepat dari contoh dibekukan, maka vaksin jangan digunakan lagi karena sudah rusak d. Lakukan uji kocok untuk setiap jenis vaksin freeze sensitive (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005) Penanganan Vaksin Rusak Vaksin disebut rusak apabila VVM (Vaccine Vial Monitor) berada pada tingkat C dan D, vaksin telah lewat tanggal kadaluarsanya (expiry date), vaksin beku (cairan pada freeze watch berwarna biru atau freeze tag menampilkan tanda silang (X)), atau vaksin dalam keadaan pecah. Penanganan untuk vaksin yang rusak adalah dikeluarkan dari lemari es, dilaporkan kepada atasan petugas, dan dicatat pada buku stok pada kolom penyesuaian. Bila vaksin yang rusak jumlahnya hanya sedikit dapat dimusnahkan oleh pihak puskesmas dengan cara membakar atau mengubur. Bila jumlah vaksin yang rusak banyak, maka vaksin yang rusak dikumpulkan di tempat yang aman (dapat dikumpulkan di kabupaten/kota), kemudian dibuatkan berita acara pemusnahannya (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005).

16 Penanganan Sisa Vaksin Sisa vaksin yang sudah dibawa ke lapangan namun belum dibuka harus segera digunakan pada pelayanan berikutnya sedangkan vaksin yang telah dibuka pada pelayanan imunisasi di posyandu tidak boleh dipergunakan lagi (Depkes RI, 2004, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005). Vaksin yang telah dibuka pada pelayanan imunisasi statis yang dilakukan di puskesmas maupun poliklinik dapat dipergunakan lagi dengan ketentuan : 1. Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa 2. Tetap disimpan pada suhu 2-8 o C 3. Vial vaksin tidak pernah tercampur atau terendam air 4. VVM masih menunjukkan kondisi A atau B 5. Pada label ditulis tanggal pada saat vial pertama kali digunakan atau dibuka untuk memastikan waktu di mana vaksin masih boleh dipergunakan yaitu vaksin DPT, DT, TT, Hepatitis B, dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka, vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka, sedangkan vaksin campak karena tidak mengandung pengawet hanya boleh digunakan maksimal 8 jam sejak dilarutkan, dan vaksin BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan (Depkes RI, 2004, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005) 2.7 Perencanaan Kebutuhan Vaksin Perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin direncanakan oleh unit pelayanan imunisasi di Puskesmas. Perhitungan jumlah vaksin biasanya berdasarkan jumlah

17 23 sasaran imunisasi, target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi, serta index pemakaian vaksin pada tahun sebelumnya (Depkes RI, 2004, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005). Untuk menghitung kebutuhan vaksin target cakupan harus diterjemahkan secara rinci sampai ke masing-masing kontak antigen. Target cakupan untuk vaksin BCG, DPT1, dan Polio1 sama dengan cakupan kontak pertama, sedangkan cakupan imunisasi lengkap sama dengan DPT3, Polio4, dan Campak. Untuk kontak kedua DPT dan Polio dapat didasarkan pada pengalaman cakupan tahun sebelumnya atau dengan membagi rata-rata angka drop out. Dari perhitungan tersebut akan diperoleh jumlah dosis bersih masing-masing antigen yang diperlukan untuk mencapai target. Untuk menjaga mutu pelayanan program terdapat kebijakan untuk membuka vial/ampul baru meskipun sasaran yang datang hanya 1 bayi sehingga sisa vaksin akan dibuang. Karena itu, dosis bersih harus dibagi dengan indeks pemakaian vaksin (IP) tahun sebelumnya (Depkes RI, 2004). Kemungkinan timbulnya kesenjangan dengan jumlah vaksin yang telah direncanakan dapat terjadi jika banyak sasaran datang dari luar wilayah ataupun banyak sasaran yang pergi ke wilayah lain. Untuk menghindari penumpukan vaksin, maka jumlah kebutuhan akan dikurangi sisa vaksin tahun sebelumnya. Selain itu kebutuhan dalam satuan jumlah kemasan vial/ampul harus diterjemahkan ke dalam satuan dosis dan volume vaksin. Pada saat ini dilakukan pembulatan ke atas dari jumlah kemasan vaksin setelah sebelumnya disesuaikan dengan volume penyimpanan vaksin setempat (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005).

18 Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold chain/rantai Dingin Vaksin Setiap obat yang berasal dari bahan biologis harus terlindung dari sinar matahari langsung sehingga diperlukan kemasan berwarna untuk melindunginya, misalnya ampul berwarna cokelat untuk melindungi vaksin BCG dan campak di samping menggunakan kemasan luar (box). Vaksin yang sudah dilarutkan tidak dapat disimpan terlalu lama karena potensi vaksin akan berkurang. Karena itu, vaksin beku kering harus disimpan dalam kemasan tertutup rapat/kedap (hermetically sealed). Ketentuan-ketentuan tersebut harus dipenuhi untuk menjaga kualitas vaksin. Sarana cold chain khusus digunakan untuk menjaga potensi vaksin. Di puskesmas terdapat beberapa sarana cold chain yang biasa digunakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing (Depkes RI, 2004). Pengelolaan cold chain sesuai dengan prosedur bertujuan menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang ditetapkan mulai dari distribusi setelah proses produksi hingga sampai ke sasaran imunisasi (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005) Lemari Es Setiap puskesmas harus memiliki 1 lemari es sesuai standar program. Pustu yang potensial atau aktif melakukan kegiatan imunisasi juga harus dilengkapi dengan lemari es. Berdasarkan jenis pintunya, lemari es dibedakan menjadi lemari es dengan pintu buka dari depan dan lemari es dengan pintu buka dari atas. Perbedaan antara kedua lemari es tersebut adalah sebagai berikut.

19 25 Tabel 2.3 Perbedaan Lemari Es Bentuk Pintu Buka dari Depan dan dari Atas No. Bentuk Buka dari Depan Bentuk Buka dari Atas 1. Suhu tidak stabil pada saat pintu lemari es dibuka karena suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan keluar Suhu lebih stabil pada saat pintu lemari es dibuka karena suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan tertampung 2. Suhu relatif tidak dapat bertahan lama bila listrik padam Jumlah vaksin yang dapat ditampung 3. sedikit 4. Penyusunan vaksin mudah dan terlihat jelas dari samping depan 5. Banyak digunakan dalam rumah tangga atau pertokoan untuk menyimpan makanan, minuman, dan buah-buahan dengan sifat penyimpanan terbatas. Sudah tidak dianjurkan untuk penyimpanan vaksin Suhu relatif dapat bertahan lama bila listrik padam Jumlah vaksin yang dapat ditampung lebih banyak Penyusunan vaksin agak sulit karena vaksin bertumpuk dan tidak jelas terlihat dari atas Biasanya digunakan untuk menyimpan bahan makanan, ice cream, daging. Lebih dianjurkan digunakan untuk menyimpan vaksin Sumber : Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, Kotak Dingin (Cold Box) Cold box adalah wadah dengan insulasi/isolator tebal untuk menyimpan vaksin sementara (dalam keadaan darurat saat listrik padam) atau untuk membawa vaksin. Cold box ada yang terbuat dari plastik dengan insulasi polyuretan dan terbuat dari kardus dengan insulasi polyuretan. Bila penyimpanan vaksin dilakukan sesuai dengan ketentuan dan cold box tidak dibuka-buka, maka vaksin dapat bertahan selama 2 hari Vaccine Carrier/Thermos Vaccine carrier/thermos adalah alat yang dapat mempertahankan suhu 2-8 o C untuk mengirim atau membawa vaksin dari puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan lainnya. Khusus untuk thermos, karena kemampuan mempertahankan suhunya kurang lebih 10 jam, maka thermos lebih cocok digunakan untuk daerah pelayanan dengan transportasi mudah dijangkau.

20 Kemasan Dingin Kemasan dingin adalah wadah plastik berbentuk segi empat berukuran besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan. Bila kemasan dingin tidak ada, maka dapat dibuat dengan kantong plastik bening. Kemasan dingin dibedakan menjadi kemasan dingin cair (cool pack) dan kemasan dingin beku (cold pack). Kemasan dingin cair adalah wadah plastik berbentuk segi empat berisi air yang kemudian didinginkan pada suhu 2 o C selama 24 jam dalam lemari es. Sedangkan kemasan dingin beku adalah wadah plastik berbentuk segi empat berisi air yang kemudian dibekukan pada suhu -5 sampai -15 o C selama 24 jam dalam freezer. 2.9 Perawatan Lemari Es atau Lemari Pendingin Perawatan lemari es atau lemari pendingin bertujuan menjaga suhu tetap stabil sehingga vaksin tidak rusak. Perawatan lemari es atau lemari pendingin dilakukan secara teratur baik harian, mingguan, maupun tiga bulanan Perawatan Harian 1. Pemeriksaan suhu lemari es 2 kali sehari yaitu setiap pagi dan sore serta pencatatan suhu pada buku grafik suhu atau log. 2. Menghindari seringnya frekuensi membuka dan menutup lemari es karena akan mempengaruhi fluktuasi suhu pada lemari es dan mempertebal pembentukan bunga es sehingga fungsi pendinginan akan menurun. Waktu membuka lemari es tidak boleh lebih dari 5 menit. 3. Tidak mengubah posisi thermostat apabila suhu lemari es sudah stabil 2-8 o C. (CDC, 2011, Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005)

21 Perawatan Mingguan 1. Membersihkan bagian luar lemari es sehingga tidak berkarat. 2. Memastikan kontak listrik pada stop kontak tidak kendor. (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005) Perawatan Tiga Bulanan 1. Membersihkan bagian luar dan bagian dalam lemari es/freezer. 2. Membersihkan dan memeriksa kerapatan karet seal pintu lemari es. Apabila diperlukan, berikan bedak atau talk. Pemeriksaan kerapatan dilakukan dengan meletakkan kertas HVS pada karet pintu. Apabila saat pintu tertutup kertas susah ditarik, berarti kerapatan pintu masih berfungsi dengan baik. Jika sebaliknya, maka pintu mulai renggang dan kemungkinan suhu di bagian dalam lemari es tidak stabil. 3. Memeriksa engsel pintu lemari es dan memberikan pelumas jika diperlukan. 4. Memperhatikan timbulnya bunga es pada dinding yang telah dilapisi lempeng aluminium atau acrylic atau multiplex. Bila telah timbul bunga es, segera lakukan pencairan. Sebelum proses pencairan, vaksin disimpan dalam kotak dingin. Matikan lemari es dengan mencabut kontak listrik, bukan dengan memutar thermostat. Biarkan pintu lemari es terbuka. Pencairan dapat dipercepat dengan menyiramkan air hangat, namun jangan menggunakan pisau atau benda tajam untuk mencongkel bunga es. Bersihkan air yang menempel pada dinding dalam lemari es dan hidupkan kembali lemari es dengan memasang kontak listrik. Setelah suhu lemari es stabil (2-8 o C), masukkan kembali vaksin. (Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI, 2005)

22 Standar Tenaga di Tingkat Puskesmas dan Pelatihan Teknis Menurut Depkes RI (2004) terdapat beberapa kualifikasi yang harus dimiliki oleh pengelola program imunisasi termasuk petugas yang melakukan kegiatan imunisasi maupun dalam melaksanakan pengelolaan cold chain Petugas Imunisasi Petugas yang melakukan kegiatan imunisasi minimal merupakan tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan. Selain memberikan pelayanan imunisasi, petugas imunisasi juga bertugas memberikan penyuluhan Pelaksana Cold Chain Di puskesmas pelaksana cold chain biasanya langsung dilakukan oleh penanggung jawab program imunisasi. Namun, bila pengelolanya berbeda, maka minimal berpendidikan SMA atau SMK dan telah mengikuti pelatihan cold chain. Tugasnya antara lain mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin, serta mengambil vaksin di Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan per bulan Pengelola Program Imunisasi Pengelola program imunisasi merupakan petugas imunisasi, pelaksana cold chain, atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelolaan program imunisasi dengan tugas membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke Kabupaten/Kota, membuat dan menganalisa PWS bulanan, serta merencanakan tindak lanjut.

INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014

INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014 INSTRUMEN PENELITIAN PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN 2014 No. Responden : (Diisi oleh peneliti) A. Data Karakteristik Responden Petunjuk

Lebih terperinci

Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C.

Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C. Why.. RANTAI DINGIN Kerusakan vaksin pada suhu dibawah 0 O C. Hep B - 0,5 o C Maks ½ jam DPT, TT & DT - 5 C s/d 10 o C Maks 1,5 2 jam (Thermostability of Vaccines, WHO, 1998) Stabilitas vaksin di luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program imunisasi merupakan program yang memberikan sumbangan yang sangat bermakna dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan atau hasil tahu seseorang dan terjadi terhadap objek melalui indra yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jadwal Penelitian. Bulan Maret April Mei Juni Juli

Lampiran 1. Jadwal Penelitian. Bulan Maret April Mei Juni Juli 66 Lampiran 1. Jadwal Penelitian Jenis kegiatan Pelaksanaan seminar proposal 1 penelitian Pengurusan surat pengantar penelitian dari jurusan Farmasi UII Pengurusan surat perijinan penelitian ke 3 Dinas

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi merupakan cara meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar penyakit tersebut

Lebih terperinci

PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG

PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG PROFIL PENYIMPANAN VAKSIN DI PUSKESMAS DI KOTA KUPANG Jefrin Sambara 1, Ni Nyoman Yuliani 2, Maria Lenggu 3, Yohana Ceme 4 Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang Email : y.ninyoman@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Vaksin Vaksin merupakan suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi banyak masalah kesehatan yang cukup serius terutama dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Salah satu faktor penting dalam penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

Lebih terperinci

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II

PELAYANAN IMUNISASI PANDUAN BAB I DEFINISI BAB II PELAYANAN IMUNISASI No. Kode : Terbitan : No. Revisi : PEMERINTAH KAB. BANJARNEGARA PANDUAN Tgl. : MulaiBerlaku Halaman : / Tanda tangan UPT PUSKESMAS PURWAREJA KLAMPOK 1 Ditetapkan oleh : Kepala Puskesmas

Lebih terperinci

MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN

MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN MENJAMIN KUALITAS VAKSIN DENGAN MANAJEMEN RANTAI DINGIN RINANSITA WARIHWATI Fakultas Kedokteran uiversitas Gadjah Mada Yogyakarta Email: rinansita.warihwati@gmail.com ABSTRAK Kemajuan Konsep paradigma

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK

HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK HUBUNGAN PENYIMPANAN VAKSIN DENGAN KERUSAKAN VAKSIN DI PUSKESMAS SE-KOTA MADYA SIBOLGA TAHUN 2015 ELSARIKA DAMANIK ABSTRAK Vaksin merupakan bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang

Lebih terperinci

SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI

SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI SOP PENYELENGGARAAN IMUNISASI Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. Tahun 2012 SOP

Lebih terperinci

BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS. Tenaga Kesehatan di Lapangan

BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS. Tenaga Kesehatan di Lapangan BUKU SAKU PETUNJUK TEKNIS Tenaga Kesehatan di Lapangan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio 8-15 Maret 2016 Buku petunjuk teknis ini merupakan panduan bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan Pekan Imunisasi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM KIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI GRESIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan

Lebih terperinci

PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014

PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014 PERILAKU BIDAN TENTANG PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2014 NOVITA SAFITRI JAMBAK 135102100 KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Kepatuhan Petugas Kesehatan dalam Mengelola Vaksin di Kabupaten Labuhanbatu Selatan Identitas Responden

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun)

GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun) GAMBARAN PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI DASAR (Studi di 12 Puskesmas Induk Kabupaten Sarolangun) Kairul, Ari Udiyono, Lintang Dian Saraswati Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Julita/095102081 adalah mahasiswa Program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang Pengetahuan

Lebih terperinci

SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi

SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi SOP ( Standar Operasional Prosedur ) Imunisasi Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pengertian Imunisasi adalah suatu upaya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Program imunisasi merupakan sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Program imunisasi merupakan sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program imunisasi merupakan sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif, selain itu imunisasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Karromna (2014) yang berjudul Persepsi Orang Tua Tentang Imunisasi Tambahan pada Bayi di BPS Ny. M Amd.Keb Desa Kalirejo

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti 19 BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Salah satu faktor kunci dari keberhasilan suatu bisnis dan merupakan inti dari suatu akifitas bisnis adalah pemasaran. Pemasaran

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN FLYING DOCTOR HEALTH CARE DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 PROGRAM : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 1. KEGIATAN : IMUNISASI 1. Imunisasi Bayi : HB0, BCG,DPT,POLIO,Campak

Lebih terperinci

Pengelolaan Program Imunisasi

Pengelolaan Program Imunisasi Pengelolaan Program Imunisasi 1. Upaya Pencegahan PD3I a. Sasaran - Bayi - Ibu Hamil, Wanita Usia Subur (WUS) - Anak Sekolah b. Standar Program Imunisasi b.1 Standar Logistik Pengertian logistik imunisasi

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

IMUNISASI. 1. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

IMUNISASI. 1. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) IMUNISASI Adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengelolaan Vaksin Perencanaan nasional penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh Pemerintah berdasarkan perencanaan yang disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas,

Lebih terperinci

CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG

CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG 84 Lampiran 1 CHECK LIST OBSERVASI LANGSUNG GAMBARAN TENTANG SISTEM COLD CHAIN DIHUBUNGKAN DENGAN PELAKSANAAN IMUNISASI DASAR LENGKAP DI PUSKESMAS CIPAGERAN KELURAHAN CITEURERUP KOTA CIMAHI PENGAMATAN

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Gambaran Penerapan Rantai Dingin Vaksin Imunisasi Dasar di Purwakarta Tahun 2017 (Studi yang dilakukan di seluruh Puskesmas Kabupaten Purwakarta) Gantinia Aditiyana

Lebih terperinci

Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya

Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya PEDOMAN PELAKSANAAN PIN POLIO Seksi Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Surabaya Persiapan Pos PIN Polio Logistik : - Meja dan kursi - Vaksin Polio dan penetes/dropper - Vaccine carrier/termos - Cool

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan di Indonesia periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PERBEDAAN PENGELOLAAN VAKSIN TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM DAN KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PERBEDAAN PENGELOLAAN VAKSIN TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM DAN KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PERBEDAAN PENGELOLAAN VAKSIN TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM DAN KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 OLEH NI KADEK ASTITI MULIANTARI NIM. 0820025025 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG

EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS WENANG 1) Gebbie Prisili Lumentut 1), Nancy C. Pelealu 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi merupakan program pemerintah yang senantiasa digalakkan dalam upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit dengan melakukan vaksinasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS KESEHATAN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR

PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS KESEHATAN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYIMPANAN VAKSIN UPT KESEHATAN MASYARAKAT SE-KABUPATEN GIANYAR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGELOLAAN BARANG JASA

Lebih terperinci

PEDOMAN INTERNAL IMUNISASI UPTD PUSKESMAS LANGKAPLANCAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANGANDARAN

PEDOMAN INTERNAL IMUNISASI UPTD PUSKESMAS LANGKAPLANCAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANGANDARAN PEDOMAN INTERNAL IMUNISASI UPTD PUSKESMAS LANGKAPLANCAR DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANGANDARAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal dibidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan dan sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)

Lebih terperinci

5 Imunisasi Dasar Lengkap Terbaru Untuk Bayi Beserta Jadwal Pemberiannya

5 Imunisasi Dasar Lengkap Terbaru Untuk Bayi Beserta Jadwal Pemberiannya 5 Imunisasi Dasar Lengkap Terbaru Untuk Bayi Beserta Jadwal Pemberiannya masbidin.net /imunisasi-dasar-lengkap/ masbidin harnas.co Imunisasi Dasar Lengkap Imunisasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian. Vaksin merupakan material biologis yang sangat mudah kehilangan potensinya. Bila ini terjadi maka akan terjadi kegagalan vaksin untuk menstimulasi respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

Lebih terperinci

UCI? TARGET: 139 desa minimal 80 % mencapai semua indikator Imunisasi ( HB-0, POL, DPT-KOMBO, DAN CAMPAK )

UCI? TARGET: 139 desa minimal 80 % mencapai semua indikator Imunisasi ( HB-0, POL, DPT-KOMBO, DAN CAMPAK ) C3-1 KAB.LOTENG TH 2015 JUMLAH PENDUDUK 900,120 jiwa SASARAN IMUNISASI BAYI : 19.623 bayi BUMIL: 21.585 orang UCI? TARGET: 139 desa minimal 80 % mencapai semua indikator Imunisasi ( HB-0, POL, DPT-KOMBO,

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG UPT PUSKESMAS PANUNGGANGAN Jl. Kyai Maja No. 2 Panunggangan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang Telp. (021) 22353600 KERANGKA ACUAN KEGIATAN IMUNISASI PUSKESMAS PANUNGGANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Imunisasi. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada programprogram yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Difteri, Pertusis dan Hepatitis B merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular namun apabila

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI

KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI KERANGKA ACUAN PELAYANAN IMUNISASI PROGRAM IMUNISASI A. PENDAHULUAN Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT

EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KAB.MAJENE SULAWESI BARAT UMMU KALSUM T, S.Farm,Apt,MPH MANAJEMEN KEBIJAKAN OBAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa imunisasi sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Definisi Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KUALITAS PENGELOLAAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI YANG BURUK DI UNIT PELAYANAN SWASTA ( Studi Kasus di Kota Semarang)

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KUALITAS PENGELOLAAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI YANG BURUK DI UNIT PELAYANAN SWASTA ( Studi Kasus di Kota Semarang) FAKTOR-FAKTOR RISIKO KUALITAS PENGELOLAAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI YANG BURUK DI UNIT PELAYANAN SWASTA ( Studi Kasus di Kota Semarang) Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S-2 Magister

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut : Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGOPERASIAN

PETUNJUK PENGOPERASIAN PETUNJUK PENGOPERASIAN LEMARI PENDINGIN MINUMAN Untuk Kegunaan Komersial SC-178E SC-218E Harap baca Petunjuk Pengoperasian ini sebelum menggunakan. No. Pendaftaran : NAMA-NAMA BAGIAN 18 17 16 1. Lampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional dalam Millenium Development Goal s (MDG s). Salah satu tujuan MDG s adalah menurunkan 2/3

Lebih terperinci

Merindani, et al, Kajian Manajemen Penyelenggaraan Program Imunisasi Difteri...

Merindani, et al, Kajian Manajemen Penyelenggaraan Program Imunisasi Difteri... Kajian Manajemen Penyelenggaraan Program Imunisasi Difteri Di Puskesmas Suboh Kabupaten Situbondo (Management of Diphtheria Immunization Program Implementation at Suboh Public Health Center, Situbondo)

Lebih terperinci

No. Dok UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG. Revisi KERANGKA ACUAN IMUNISASI. Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN

No. Dok UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG. Revisi KERANGKA ACUAN IMUNISASI. Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN UPT.PUSKESMAS RANGKASBITUNG KERANGKA ACUAN IMUNISASI No. Dok Revisi Tanggal Halaman A. PENDAHULUAN Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Definisi Imunisasi Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN KARAKTERISTIK KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK PADA SALAH SATU DESA DI KABUPATEN PESAWARAN PROPINSI LAMPUNG Nurlaila*, Nur Hanna* Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan perlindungan atau kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Tujuan pemberian imunisasi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI PUSKESMAS TANJUNGSARI SURABAYA KATA PENGANTAR

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI PUSKESMAS TANJUNGSARI SURABAYA KATA PENGANTAR PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI PUSKESMAS TANJUNGSARI SURABAYA KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai

Lebih terperinci

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN II.1 Definisi Vaksinasi Vaksinasi merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan pemberian vaksin kepada tubuh manusia atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama dan dalam melaksanakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), imunisasi merupakan salah

Lebih terperinci

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif NBID42 Untuk Penggunaan Rumah Tangga Mohon agar Buku Petunjuk Pemakaian ini dibaca dengan baik sebelum pemakaian, dan pakailah peralatan dengan benar.

Lebih terperinci

DRAFT SUPERVISI PROGRAM IMUNISASI DI INDONESIA

DRAFT SUPERVISI PROGRAM IMUNISASI DI INDONESIA DRAFT SUPERVISI PROGRAM IMUNISASI DI INDONESIA SUBDIT IMUNISASI DITJEN PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN RI TAHUN 2006 1 I. Pendahuluan Program imunisasi dimulai secara nasional sejak tahun 1977 dan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.7. LATAR BELAKANG Cakupan imunisasi secara global pada anak meningkat 5% menjadi 80% dari sekitar 130 juta anak yang lahir setiap tahun sejak penetapan The Expanded Program on Immunization

Lebih terperinci

KONSEP DASAR IMUNISASI. By Dwi Sapta Aryantiningsih

KONSEP DASAR IMUNISASI. By Dwi Sapta Aryantiningsih KONSEP DASAR IMUNISASI By Dwi Sapta Aryantiningsih 2006 IMUNISASI PADA BAYI DAN BALITA Pendahuluan MENJELASKAN Pengertian imunisasi PENGERTIAN Tujuan Imunisasi Macam-macam Imunisasi TUJUAN MACAM-MACAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9 bulan. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan hal terpenting dalam usaha melindungi kesehatan anak. Imunisasi merupakan suatu cara efektif untuk memberikan kekebalan khususnya terhadap seseorang

Lebih terperinci

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini juga menjadi fokus dalam pencapaian Millenium Development Goals

Lebih terperinci

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK TENTANG UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK DI SUSUN OLEH : 1. ULVAH HASANAH 2. NUR JANAH 3. NUR ANITA 4. NURBIATI 5. FENI RAHMAWATI 6. FARIDAH SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YAHYA

Lebih terperinci

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017 IMUNISASI Dr. dr. Fx. Wikan Indrarto, SpA SWIM 2017 FK UII (Simposium & Workshop Imunisasi) Sabtu, 14 Oktober 2017 Di Hotel Eastparc Jl. Laksda Adisucipto Km. 6,5, Yogyakarta IMUNISASI Cara meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Vaksin

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Vaksin BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini dibuktikan dengan salah satu indikator ketiga dari 17 indikator dalam Sustainable Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan, sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun diseluruh dunia, ratusan ibu, anak anak dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.559, 2017 KEMENKES. Penyelenggaraan Imunisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN IMUNISASI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kepatuhan (bahasa Inggris: compliance) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kepatuhan (bahasa Inggris: compliance) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut kamus umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin. Kepatuhan berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tetanus maternal dan neonatal merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu dan neonatal akibat persalinan dan penanganan tali pusat yang tidak bersih. Tetanus Neonatorum

Lebih terperinci

PENINGKATAN CAKUPAN SERTA MUTU PELAYANAN IMUNISASI

PENINGKATAN CAKUPAN SERTA MUTU PELAYANAN IMUNISASI PENINGKATAN CAKUPAN SERTA MUTU PELAYANAN IMUNISASI DIREKTORAT SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT Rakerkesda Provinsi Kalimantan Tengah, April 2018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terlaksana di Indonesia dimulai tahun 1956. Melalui program ini, Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi hepatitis B merupakan masalah global, diperkirakan 6% atau 387 juta dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et al., 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi (infant mortality rate) merupakan salah satu aspek penting dalam menggambarkan tingkat pembangungan sumber daya manusia di sebuah Negara, juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada balita dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat antibodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan kesehatan periode 5 tahun ke depan (2010-2014) diarahkan pada tersedianya akses kesehatan dasar yang murah dan terjangkau terutama pada kelompok

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN CHEST FREEZER DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN CHEST FREEZER DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN CHEST FREEZER DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian ini dengan

Lebih terperinci

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion NACC10 Untuk Penggunaan Rumah Tangga Mohon agar Buku Petunjuk Pemakaian ini dibaca dengan baik sebelum pemakaian, dan pakailah peralatan dengan

Lebih terperinci

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked Authors : Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Universal Child Immunization Pendahuluan Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunisasi 2.1.1 Definisi Imunisasi yaitu pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh. 7 2.1.2 Imunisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Esti Ratnasari dan Muhammad Khadziq Abstrak

Lebih terperinci