Bab V Analisis dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

ANALISIS JALUR DISTRIBUSI MINYAK ATSIRI DENGAN MODEL INPUT OUTPUT (STUDI KASUS: IKM MINYAK ATSIRI AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT) TESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sektor industri di Indonesia, industri dapat dikelompokkan menjadi

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

ANALISIS INPUT OUTPUT PENGOLAHAN TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TIMUR. Input Output Analysis of Tobacco Proccessing in Jawa Timur Regency

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

INDUSTRI.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN

APLIKASI INPUT OUTPUT

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

Analisis Input-Output (I-O)

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM

III KERANGKA PEMIKIRAN

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

Peranan Sektor Agroindustri Dalam Pembangunan Nasional Oleh: Iis Turniasih *), Nia Kania Dewi **)

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

3 KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

PENDAHULUAN. budaya masyarakat sudah mulai bergeser dan beralih ke pasar modern ritel

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

PENGANTAR AGRIBISNIS

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pemasaran

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

ANALISIS PERUMUSAN ARAHAN PENGEMBANGAN

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Feni Fasta, SE, M.Si SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

Transkripsi:

Bab V Analisis dan Pembahasan V.1. Analisis Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) dan Kaitan ke Depan (Forward Linkages) Kaitan ke belakang (Backward Linkages) dan kaitan ke depan (Forward Linkages) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dalam jalur distribusi minyak atsiri akar wangi. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan kegiatan terhadap kegiatan lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara kegiatan yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi kegiatan yang berikutnya. Tabel IV-6 menampilkan indeks daya penyebaran (Backward Linkages) dan indeks daya kepekaan (Forward Linkages). Berdasarkan Table IV-6 yang mempunyai indeks daya penyebaran (Backward Linkages) lebih dari satu adalah penyuling sebesar 1.0264 dan distributor 1.4179. Tingginya kaitan ke belakang menunjukkan tingginya penyebaran dampak perubahan dari kegiatan penyulingan akar wangi terhadap kegiatan lainnya yang berada di belakangnya (sebagai input) yaitu kegiatan petani antara lain penanaman, pemupukan pemeliharan dan lainlain (on farm). Output dari kegiatan pertanian ini akan menjadi input bagi penyulingan, pengumpul dan distributor sebagai kegiatan di depannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kegiatan ini tinggi terhadap kegiatan yang lain. Memang pada kenyataannya kegiatan perkebunan akar wangi masih sangat berpengaruh terhadap kegiatan penyulingan, karena kegiatan penyulingan yang kontinu tergantung ketersediaan bahan baku utama yaitu akar wangi. Keadaan ini disebabkan kebutuhan akan input bahan baku utama dari proses penanaman yaitu bibit unggul akar wangi masih menjadi permasalahan oleh petani tanaman akar wangi pada sektor perkebunan. 68

Kegiatan distributor menjadi penting dalam jalur distribusi karena distributor dapat menarik seluruh kegiatan di belakangnya. Output dari petani, penyuling dan pengumpul merupakan input bagi kegiatan distributor. Dari Table IV-6 juga dapat diketahui indeks daya kepekaan (Forward Linkages) lebih dari satu adalah petani sebesar 1.1579 dan pengumpul dengan angka 1.1780. Angka ini menunjukkan bahwa kegiatan petani sensitif terhadap kegiatan penyuling sebagai industri pengolahan akar wangi menjadi minyak atsiri. Pada kondisi di lapangan kegiatan petani yang menghasilkan output akar menjadi input yang penting bagi penyulingan sebagai penghasil bahan mentah. Pedagang pengumpul sensitif karena output dari kegiatannya menjadi input yang penting bagi distributor sebagai ujung pemasaran dari seluruh kegiatan pada jalur distribusi. Jadi dalam jalur distrbusi minyak atsiri akar wangi terdapat keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan yang dapat di plot ke dalam bentuk Gambar V-1. Gambar V-1. Plot Analisis Backward Linkages dan Forward Linkages V.2. Analisis Kebijakan Pengembangan IKM Minyak Atsiri Akar Wangi Berdasarkan analisis jalur distribusi minyak atsiri akar wangi yang digunakan untuk menganalisis Backward Linkages dan Forward Linkages dapat diambil suatu langkah untuk menyusun analisis kebijakan untuk pengembangan IKM 69

minyak atsiri akar wangi. Pada umumnya pelaku kegiatan di sekitar IKM minyak atsiri akar wangi belum mempunyai tingkat keterampilan yang tinggi. Ini diketahui dari hasil wawancara dengan para pelaku industri penyulingan minyak atsiri akar wangi dan juga terbukti pada pengolahan data dimana angka analisis Forward Linkages dibawah angka satu yaitu 0,9687. Hal lain yang belum menunjang pengembangan IKM minyak atsiri juga ketersediaan peralatan untuk meningkatkan produksi dan mutu minyak atsiri sehingga produksi minyak yang diharapkan memenuhi kualitas ekspor belum bisa dihasilkan. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai tambah yang didapat oleh penyuling juga kecil jika dibandingkan dengan petani dan pedagang pengumpul yaitu sebesar 3.203,25 seperti dapat dilihat pada Tabel IV-5. Usaha untuk meningkatkan mutu produksi di sepanjang jalur distribusi akar wangi adalah menyediakan sarana pendidikan untuk para pelaku kegiatan di sepanjang jalur distribusi, menyediakan peralatan penyulingan yang menggunakan teknologi yang tepat guna sehingga kualitas dan nilai tambah menjadi lebih baik. Jalur distribusi yang panjang juga menyebabkan harga minyak atsiri yang fluktuatif, sehingga perbedaan harga antara yang diterima oleh petani akar wangi dengan pelaku kegiatan di depannya seperti pengumpul sangat jauh berbeda. Dari pengolahan data juga dilihat bahwa nilai tambah pengumpul lebih tinggi daripada penyuling yaitu 10.756,80 seperti dapat dilihat pada Tabel IV-5. Untuk mengatasi jalur distribusi yang panjang dibutuhkan suatu kebijakan yang dapat mempertemukan antara kegiatan industri penyulingan dengan pihak konsumen dengan cara menjadi mediator antara industri dengan konsumen. Hal ini sudah dimulai dengan mengadakan sosialisasi dan promosi baik di dalam dan ke luar negeri. Kebijakan untuk meningkatkan mutu dan kualitas produksi minyak atsiri juga sudah dimulai oleh pemerintah dengan mengadakan seminar dengan para pelaku 70

bagian penelitian dan pihak universitas untuk mendapatkan peralatan dan teknologi yang tepat untuk melakukan pengolahan lebih lanjut hasil penyulingan minyak atsiri akar wangi. Kebijakan lain yang dibutuhkan adalah investasi untuk meningkatkan pengolahan minyak atsiri akar wangi dengan harapan industri penyulingan minyak atsiri akar wangi dapat berkembang menjadi industri menengah dan besar. Kaitannya dengan hasil produksi tidak lagi menjual minyak atsiri, akan tetapi diharapkan akan menjadi produk yang lebih hilir lagi yaitu industri produk jadi seperti industri sabun, industri kosmetik dan industri wangi-wangian. Analisis jalur distribusi menggunakan model input output pada penelitian ini akan dibandingkan dengan beberapa metode pendekatan dalam analisis jalur distribusi. Pembandingan dilakukan bukan untuk menyatakan metode yang satu tidak bagus atau tidak bisa digunakan, tetapi lebih ditekankan untuk mengetahui kekhususan dari masing-masing metode tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena pada dasarnya masing-masing metode mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan seperti dapat dilihat pada Tabel V-2. 71

Tabel V-1. Analisis Kebijakan No. Hasil Pengolahan Data Analisis Rancangan Kebijakan 1. Analisis Backward Linkages (1,0264) dan Pelaku kegiatan di sekitar IKM minyak a. Perlu kebijakan untuk melakukan Forward Linkages penyuling minyak atsiri akar wangi (0,9687) atsiri yang kurang terampil pendidikan dan latihan kepada pelaku IKM b. Kerjasama dengan institusi pendidikan untuk melakukan pendidkan kepada pelaku industri Peralatan penyulingan yang belum Memberikan peralatan yang berteknologi mampu untuk meningkatkan kualitas tepat guna untuk meningkatkan mutu minyak minyak atsiri 2. Angka nilai tambah pada tabel input Jalur distribusi yang panjang Menjadi mediator yang mempertemukan output penyuling minyak atsiri akar wangi menyebabkan fluktuasi harga langsung antara pelaku industri dengan (3.203,25) konsumen Kurangnya modal untuk meningkatkan Bekerjasama dengan pihak perbankan untuk industri kecil menuju industri menengah memberi investasi sebagai modal menuju dan besar industri yang lebih hilir seperti industri kosmetik 72

Tabel V-2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pendekatan untuk Analisis Jalur Distribusi Model Kelebihan Kekurangan 1. Dapat memodelkan perencanaan yang lebih baik dalam meningkatkan keuntungan dan efesiensi. 2. Model yang akurat dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana bahan baku diproses menjadi produk akhir, dengan memaksimasi potensial bahan mentah untuk memenuhi ramalan permintaan. Optimisasi (Gresh et al., 2007) 1. Membutuhkan fungsi tujuan yang spesifik, 2. Model optimisasi tidak dapat digunakan oleh penggunanya jika berhubungan dengan non quantifiable cost seperti nilai potensial barang yang akan hilang jika dihadapkan kepada keputusan untuk melakukan substitusi daripada memproduksi dengan mesin sendiri dalam jalur distribusi. Simulasi (Cope et al., 2007) Input output 1. Mampu menangkap informasi dan struktur dari jalur distribusi serta mengimplementasikan dengan cepat. 2. Pengguna tidak perlu seorang ahli di bidang simulasi tetapi dapat menganalisis dan mengevaluasi skenario. 1. Menunjukkan aliran output dari sektor ke sektor lain atau dari produsen ke kosumen akhir pada jalur distribusi. 2. Dapat digunakan sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan situasi dan kebijakan ekonomi. 1. Jika ada salah satu komponen jalur distribusi yang tidak terdefenisi, maka simulasi tidak dapat dijalankan. 1. Aplikasi bersifat terbatas pada sistem yang statis dan struktur tertentu, membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang lama membuatnya. 2. Harus memenuhi konsistensi internal model karena total input dengan total output harus seimbang. 73

Berdasarkan hasil pembandingan di atas, model input output dapat digunakan untuk menggambarkan aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen akhir, serta dapat mendeteksi pengaruh suatu perubahan situasi sehingga dapat digunakan untuk merancang suatu kebijakan ekonomi. V.3. Analisis Simulasi Penggabungan Kegiatan Petani/Penyuling Berdasarkan model jalur distribusi yang telah dibuat dilakukan simulasi penggabungan kegiatan petani dengan penyuling dengan harapan posisi penyuling yang didapatkan pada pengolahan data dan berada pada kuadran III seperti dapat dilihat pada Gambar V-1 dapat didorong ke posisi yang lebih baik. Proses simulasi dimulai dari model jalur distribusi. Kegiatan petani akar wangi digabung dengan kegiatan penyuling minyak atsir akar wangi seperti dapat dilihat pada gambar V-2. Gambar V-2. Jalur Distribusi Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling IKM Minyak Atsiri Pengolahan data berdasarkan data sebelumnya dari tabel IV-4 (lihat pada Lampiran E) dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel V-3, dimana nilai tambah penggabungan petani/penyuling menjadi 94,727.25 yang artinya jika petani juga sekaligus penyuling, maka nilai tambah yang diperoleh akan bertambah besar dibandingkan sebelum simulasi. 74

Tabel V-3. Tabel Input Output Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling Petani/penyuling Pengumpul Distributor Permintaan akhir Tot. Output Petani/penyuling 3,236.40 2,018.25 1,700.00 6,274.00 13,228.65 Pengumpul 0 0 9,396.00 1,368.00 10,764.00 Distributor 0 0 4.64 2,448.00 2,452.64 Nilai tambah 94,727.25 10,756.80 2,443.36 Total Input 97,963.65 12,775.05 13,544.00 Dari tabel input output dilanjutkan dengan pengolahan data untuk analisis Backward Linkages dan Forward Linkages (lihat Lampiran F) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel V-4. Tabel V-4. Indeks Keterkaitan Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling Kegiatan Forward Linkages Kegiatan Backward Linkages Petani/Penyuling 1.1128 Petani/Penyuling 0.4278 Pengumpul 1.5634 Pengumpul 0.4033 Distributor 0.3238 Distributor 2.1689 Pada analisis Backward Linkages dan Forward Linkages sebelumnya diketahui posisi penyuling berada pada kuadran III di Gambar V-1, dengan simulasi penggabungan menjadi bergeser ke kuadran II di Gambar V-2. Hal ini berarti memberikan hasil positif atau lebih baik karena sebelum digabung penyuling tidak termasuk pada sektor kunci tetapi setelah digabung penyuling naik dari kuadran III ke kuadran II dan sekaligus memperpendek jalur distribusi. 75

KAITAN KE BELAKANG Tinggi Rendah KAITAN KE DEPAN Tinggi Rendah Kuadran I Kuadran III Distributor Kuadran II Pengumpul Petani/Penyuling Kuadran IV Gambar V-3. Plot Analisis Backward Linkages dan Forward Linkages Simulasi Penggabungan Petani/Penyuling Berdasarkan analisis di atas, analisis kebijakan yang dibutuhkan dari pemerintah antara lain seperti: 1. Peningkatan Sumber Daya Manusia dengan kegiatan: - Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat menghasilkan minyak atsiri yang sesuai dengan standar standar internasional. - Meningkatan kualitas unit-unit pendidikan dan sekolah kejuruan yang dapat menghasilkan hasil-hasil penelitian yang berguna untuk meningkatkan kualitas minyak dan diharapkan sekaligus menjadi produk yang siap pakai untuk konsumen akhir. 2. Pengembangan teknologi tepat guna: - Memberikan bantuan alat penyulingan yang tepat guna supaya menghasilkan minyak yang sesuai dengan permintaan ekspor dan juga dapat diolah langsung menjadi produk yang lebih hilir yaitu untuk minyak wangi, kosmetik dan sabun. - Memberikan bantuan alat refraksinasi pemurnian minyak atsiri untuk pengolahan lebih lanjut untuk mengaplikasikan kegunaan minyak atsiri sebagai bahan dasar produksi kosmetik, sabun dan wewangian. 76

3. Pemberian subsidi kepada petani/penyuling: - Memberikan subsidi dalam bentuk insentif bagi kelompok-kelompok yang berhasil memproduksi minyak yang siap dipasarkan langsung ke distributor tanpa melalui jalur pengumpul sehingga termotivasi untuk tetap pada kegiatan petani dan penyuling walaupun terjadi fluktuasi harga dipasaran karena ada persaingan dengan produk negara lain. - Memberikan bantuan jaminan sistem kerjasama dengan pihak pihak perbankan yang bersangkutan. 4. Pengusulan kepada Departemen Perkebunan untuk rancangan kebijakan: - Mengadakan sistem penanaman silang dalam rangka menjaga kekontinuan bahan mentah tanaman penghasil minyak atsiri sebagai bahan baku utama proses penyulingan sehingga kestabilan harga tetap terjaga dengan masa panen yang bergantian setiap tahun. - Memberikan bantuan bibit unggul tanaman penghasil minyak atsiri untuk meningkatkan mutu produksi minyak atsiri. 77

Tabel V-5. Analisis Kebijakan Simulasi Penggabungan Kegiatan Petani/Penyuling No. Hasil Pengolahan Data Analisis Rancangan Kebijakan 1. Backward Linkages petani/penyuling Kegiatan petani yang sekaligus menjadi minyak atsiri akar wangi (1.1128) 2. Forward Linkages petani/penyuling minyak atsiri akar wangi (0.4278) penyuling mempunyai angka diatas satu menandakan kegiatan tersebut berada di atas rata-rata berarti dapat menarik kegiatan di belakangnya yaitu kegiatan diperkebunan (on farm) dimana output dari perkebunan adalah input untuk kegiatan petani/penyuling. Forward Linkages masih dibawah satu berarti kegiatan ini masih sentisitf dengan kegiatan di depannya karena masih belum mampu menghasilkan produk yang dapat langsung dipasarkan ke distributor dan konsumen akhir tapi harus melalui kegiatan pedagang pengumpul. a. Memberikan saran untuk Departemen Perkebunan untuk mengadakan sistem penanaman silang sehingga kontiniutas bahan baku dapat terjaga sebagai bahan utama dari proses penyulingan minyak atsiri sehingga ada pergantian masa panen. b. Memberikan bantuan bibit unggul tanaman penghasil minyak atsiri untuk meningkatkan kualitas tanaman sehingga setelah diolah menjadi minyak atsiri yang berkualitas. a. Memberikan subsidi berupa insentif kepada kelompok-kelompok yang berhasil memproduksi minyak yang dapat langsung dipasarkan ke distributor dan konsumen akhir. b. Memberikan jaminan untuk dapat menjalin kerjasama dengan pihak perbankan sehingga dapat menambah investasi dan pada akhirnya sanggup memproduksi minyak atsiri sesuai permintaan konsumen. 78

3. Angka nilai tambah pada tabel input output petani/penyuling minyak atsiri akar wangi (94,727.25) Kenaikan angka nilai tambah dari Meningkatkan Sumber Daya Manusia melalui: sebelumnya memberikan hasil yang a. posisif karena mempunyai angka paling besar dibandingkan dengan kegiatan Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan sehingga dapat mengubah pola pikir yang tradisional kearah yang lebih modern. lainnya yaitu pengumpul dan distributor, jadi disini diperlukan peningkatan dari keadaan yang sudah ada b. Peningkatan kualitas unit-unit pendidikan dan sekolah kejuruan sehingga dapat menghasilkan penelitian yang dapat meningkatkan mutu minyak bahkan diharapkan menjadi produk yang siap dipasarkan langsung ke konsumen akhir. Peralatan penyulingan yang masih Memberikan bantuan peralatan yang sederhana sehingga belum mampu berteknologi tepat guna: untuk meningkatkan kualitas minyak a. Untuk meningkatkan mutu minyak atsiri atsiri sehingga permintaan dari sesuai dengan standar internasional. konsumen belum dapat terpenuhi. b. Untuk refraksinasi minyak atsiri sehingga dapat dilanjutkan kepada pengolahan lebih hilir yaitu industri kosmetik, sabun dan wewangian. 79