6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN"

Transkripsi

1 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar sektor dapat dianalisis dari tabel input-output, analisis keterkaitan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh suatu sektor pariwisata terhadap sektor industri, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor pertanian dan sektor lainnya dalam sistem perekonomian. Dengan demikian dapat diukur tingkat ketergantungan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian serta sejauh mana pertumbuhan suatu sektor dipengaruhi oleh sektor-sektor lainnya. Analisis keunggulan kompetitif menggunakan Input-Output memberikan gambaran tentang hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antar satu sektor dalam perekonomian suatu wilayah secara menyeluruh pada satu tahun tertentu. Dasar penyusunan tabel dalam penelitian ini adalah Tabel Input-Output Kabupaten Serang, Banten 6 Updating yang terdiri atas 9 sektor yang dikeluarkan oleh BPS yang di dikelompokan menjadi sektor, hasil analisis input-output disajikan selengkapnya pada Lampiran. Selanjutnya dengan menggunakan tabel hasil analisis input-output dapat dilakukan beberapa analisis yang berkaitan dengan tujuan penelitian antara lain: () keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkages) dan keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkages), () pengganda pendapatan (income multiplier) dan pengganda tenaga kerja (employment multiplier), pengganda ekologi/lingkungan (air bersih) dan () Kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. ) Keterkaitan Langsung ke Depan dan ke Belakang Keterkaitan langsung ke depan (KLD) menunjukan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor industri, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor pariwisata dan sektor pertanian yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke belakang (KLB) menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang

2 menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektorsektor yang mensuplai atau menyediakan bahan baku sebagai inputnya. Seberapa besar dampaknya terhadap sektor-sektor yang mensuplai disebut sebagai keterkaitan ke belakang. Koefisien keterkaitan ke belakang baik langsung maupun tidak langsung dari sektor kegiatan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel. Berdasarkan hasil analisis dapat diartikan bahwa koefisien keterkaitan langsung ke belakang sektor pariwisata adalah,6 angka ini menunjukan bahwa dengan adanya kenaikan satu unit output pada sektor pariwisata membutuhkan output sektor lain sebesar,6 unit, atau dengan kata lain output tersebut akan digunakan oleh sektor pariwisata sebagai input dalam proses pengembangannya Selanjutnya hasil analisis keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang terlihat bahwa sektor yang memiliki nilai KLD yang tergolong tinggi adalah jasa, perdagangan, dan industri. Tingginya nilai KLD menunjukkan bahwa sektorsektor tersebut berperan penting terhadap sektor-sektor lain yang menggunakan output-nya secara langsung dalam perekonomian Kabupaten Serang. Berdasarkan nilai koefisien input setiap sektor, diketahui bahwa sektor yang paling banyak menggunakan output dari sektor pariwisata adalah jasa (,6), perdagangan (,7), industri (,78), pariwisata (,8), dan pertanian (,). Sektor yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang (KLB) yang tergolong tinggi berturut-turut adalah sektor pertanian, pariwisata, perdagangan, jasa dan industri. Tingginya nilai KLB menunjukan bahwa tingginya pengaruh sektor tersebut terhadap sektor-sektor yang menyediakan input, baginya secara langsung dalam perekonomian Kabupaten Serang. Sektor yang paling banyak menyediakan input bagi sektor pariwisata adalah sektor pertanian sebesar (,68), sektor pariwisata (,6), sektor perdagangan (,7), sektor jasa (,8) dan sektor industri sebesar (,9), selanjutnya disajikan selengkapnya pada Tabel sebagai berikut:

3 Tabel Keterkaitan Langsung ke Depan Dan ke Belakang Masing-masing Sektor di Kabupaten Serang Keterkaitan Sektor Ke Depan Ke Belakang Industri,78677,9889 Jasa,69898,779 Perdagangan,7689,76 Pariwisata,867,6977 Pertanian,9669, Sumber: Hasil analisis, 6 Nilai koefisien input dari masing-masing sektor dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung ke belakang dari masing-masing sektor. Keterkaitan langsung ke depan mengindikasikan dampak dari suatu sektor terhadap sektor lainnya yang menggunakan output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke belakang mengindikasikan akibat dari suatu output terhadap sektorsektor lainnya yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung ke depan yang paling tinggi sektor jasa dan ke belakang sektor pertanian merupakan keterkaitan yang saling mempengaruhi antar sektor pariwisata dengan sektor-sektor lainya. Hasil analisis koefisien keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang selengkapnya disajikan pada Tabel sebagai berikut: Tabel Koefisien Keterkaitan Langsung ke Depan dan ke Belakang masingmasing sektor di Kabupaten Serang Kode Sektor,79788,688,6,6E-,688,89,86,6,96,6778,,79,977,6,89,78,6,9,96,7866,9,7,768,86,96669 Sumber: Hasil Analisis 6 Keterangan: () Industri, () Jasa, () Perdagangan, () Pariwisata, () Pertanian

4 6 6.. Daya penyebaran Daya penyebaran (power of dispersion) merupakan ukuran tentang pengaruh relatif dari peningkatan output suatu sektor terhadap perkembangan semua sektor lainnya, baik melalui keterkaitan input (pasar input yang disebut koefisien penyebaran) maupun melalui keterkaitan output (pasar output yang disebut sebagai kepekaan penyebaran). Koefisien penyebaran menunjukan pengaruh suatu sektor terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah, sedangkan kepekaan penyebaran menggambarkan kepekaan sektor dalam menerima pengaruh pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya secara rinci bahwa sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran yang tergolong tinggi adalah jasa (,7), perdagangan (,6), industri (,987), pariwisata (,97) dan pertanian (,7). Tingginya nilai kepekaan penyebaran menunjukan bahwa sektor-sektor tersebut sangat peka dalam menerima pengaruh pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian wilayah Kabupaten Serang, Banten. Sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran yang tergolong tinggi berturut-turut adalah pertanian (,8), pariwisata (,786), perdagangan (,968), jasa (,967) dan industri (,868). Tingginya nilai koefisien penyebaran ini menunjukan besarnya pengaruh sektor tersebut dalam perekonomian wilayah Kabupaten Serang, Banten. Pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian karena menyangkut aktivitas masyarakat luas di pedesaan, secara rinci kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran disajikan pada Tabel sebagai berikut: Tabel Kepekaan Penyebaran dan Koefisien Kepekaan Masing- masing Sektor di Kabupaten Serang Sektor Kepekaan P Koefisien P Penyebaran Penyebaran Industri,987,868 Jasa,7,967 Perdagangan,6,968 Pariwisata,97,786 Pertanian,7,8 Sumber: Hasil Analisis, 6 Keterangan: (P) Peringkat.

5 7 Hasil analisis Input-Output pada sektor pariwisata cukup relevan dengan kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Serang, Provinsi Banten yakni sektor pariwisata mengalami fluktuasi perkembangan. Total nilai input pariwisata meningkat sebesar,8% pada tahun 6 demikian juga nilai investasinya meningkat sebesar,% (BPS Banten, 7), sedangkan nilai output pariwisata Kabupaten Serang, Provinsi Banten mengalami penurunan sebesar,6% pada tahun 6 (BPS Banten, 7). Sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran yang lebih besar dari satu adalah jasa, perdagangan dan koefisien penyebaran adalah pertanian dan pariwisata. Hal tersebut menunjukan bahwa jasa dan perdagangan merupakan sektor kunci dalam perekonomian Kabupaten Serang. Koefisien penyebaran pariwisata (,786) lebih besar dari kepekaan penyebaran (,97), dengan demikian sektor pariwisata lebih kuat dipengaruhi oleh sektor-sektor penyedia output daripada pengguna input yang bersangkutan. Dengan kata lain sektor pariwisata lebih besar dipengaruhi oleh sektor-sektor lain dari pada mempengaruhi sektor itu sendiri. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa sektor pariwisata dan sektor pertanian termasuk pada kondisi kurang berkembang. Agar kedua sektor tersebut lebih berperan maka perlu dilakukan berbagai kebijakan yang dapat mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi, dengan demikian sektor pariwisata dapat mencapai kategori sektor andalan. Gambar 6 memberikan ilustrasi pengelompokkan sektor ekonomi di Kabupaten Serang, Provinsi Banten berdasarkan kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sebagai berikut:

6 8 Potensial Gambar 6 Pengelompokan Sektor Ekonomi di Kabupaten Serang berdasarkan Daya Penyebaran dan Koefisien Penyebaran Keterangan (Sd) Sektor Industri, (Sd) Sektor Jasa, (Sd) Sektor Perdagangan, (Sd) Sektor Pariwisata, (Sd) Sektor Pertanian Berdasarkan analisis keterkaitan kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sebagaimana terlihat pada Gambar 6 sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Serang, Banten dapat dikelompokkan ke dalam kelompok sebagai berikut: Kelompok I : adalah sektor-sektor yang mempunyai kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran tinggi disebut sebagai sektor Andalan, artinya sektor-sektor tersebut mempunyai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran lebih besar dari rata-rata semua sektor, sehingga sektor ini mempunyai peranan yang sangat menentukan terhadap perekonomian wilayah. Dari hasil analisis tersebut tidak terdapat sektor ekonomi yang dianggap sebagai sektor andalan. Kelompok II : adalah sektor-sektor yang mempunyai kepekaan penyebaran tinggi dan koefisien penyebaran rendah disebut sebagai sektor Potensial, artinya sektor-sektor tersebut mempunyai koefisien penyebaran yang lebih kecil dari rata-rata semua sektor, tetapi mempunyai kepekaan penyebaran yang lebih besar dari rata-rata semua sektor. Sektor ekonomi yang

7 9 termasuk kelompok II adalah sektor jasa (Sd), dan sektor perdagangan (Sd) dan sektor industri (Sd). Kelompok III : adalah sektor-sektor yang mempunyai kepekaan penyebaran rendah dan koefisien penyebaran rendah disebut sebagai sektor Jenuh, artinya sektor-sektor tersebut mempunyai koefisien penyebaran yang lebih besar dari rata-rata semua sektor, tetapi kepekaan penyebaran lebih kecil dari rata-rata semua sektor. Dari hasil analisis tersebut tidak terdapat sektor ekonomi yang dianggap sebagai sektor jenuh. Kelompok IV : adalah sektor-sektor yang mempunyai kepekaan penyebaran rendah dan koefisien penyebaran yang tinggi disebut sebagai sektor Kurang Berkembang, artinya sektor-sektor tersebut mempunyai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu sehingga memiliki dampak ekonomi yang besar namun memiliki kepekaan penyebaran yang kurang dari satu. Sektor-sektor yang termasuk kelompok ini adalah sektor pariwisata (Sd) dan sektor pertanian (Sd), sehingga sektor-sektor tersebut memiliki peluang yang besar untuk menjadi sektor andalan apabila dilakukan intervensi kebijakan yang tepat. 6.. Dampak Pengganda Dampak pengganda adalah dampak yang terjadi secara langsung terhadap berbagai kegiatan ekonomi wilayah sebagai akibat adanya perubahan pada variabel eksogen perekonomian wilayah tersebut. Dampak pengganda yang dianalisis dalam penelitian ini adalah dampak pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja. Perhitungan koefisien pengganda pendapatan bertujuan untuk mengetahui pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor dalam sistem perekonomian terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di sektor tersebut. Semakin besar nilai pengganda pendapatan suatu sektor semakin besar pula peningkatan pendapatan masyarakat yang diperoleh dari sektor tersebut akibat kenaikan permintaan akhir. Pengganda Pendapatan Tipe I (PP I) merupakan nilai koefisien PP I menunjukkan perubahan pendapatan akibat peningkatan nilai output seluruh sektor. Tabel menunjukkan bahwa sektor yang memiliki nilai koefisien PP I

8 yang tergolong tinggi adalah pariwisata (,6E-6), perdagangan (7,689E- 7), pertanian (,768E-7), jasa (,E-7), industri (,87E-7). Tingginya nilai koefisien PP I tersebut menunjukkan bahwa sektor pariwisata dapat diandalkan dalam peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam rangka mendukung sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, maka sektor lain yang perlu dikembangkan adalah sektor-sektor perdagangan dan pertanian. Hasil analisis pengganda pendapatan tipe I disajikan secara rinci pada Tabel sebagai berikut: Tabel Pengganda Pendapatan Tipe I per Sektor di Kabupaten Serang Kode Sektor (PP I) P Industri,87E-7 Jasa,E-7 Perdagangan 7,689E-7 Pariwisata,6E-6 Pertanian,768E-7 Sumber: Hasil Analisis 6 Keterangan: P : Peringkat PP I : Pengganda Pendapatan Tipe I Pengganda tenaga kerja (employment multiplier) adalah besarnya kesempatan kerja yang tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah. Hasil perhitungan pengganda tenaga kerja adalah untuk mengetahui pengaruh langsung setiap unit permintaan akhir suatu sektor terhadap kesempatan kerja yang diciptakan output sektor bersangkutan. Mekanisme pengganda tenaga kerja sama halnya dengan mekanisme yang terjadi pada pengganda pendapatan. Nilai koefisien Pengganda Tenaga Kerja Tipe I (PTK I) menunjukan perubahan langsung jumlah tenaga kerja akibat peningkatan nilai output seluruh sektor, dan pengaruh terhadap pendorong perubahan jumlah tenaga kerja. Tabel 6 menunjukan bahwa sektor yang memiliki nilai koefisien PTK I yang tinggi berturut-turut adalah pariwisata sebesar (9,6), pertanian sebesar (,6), perdagangan sebesar (,67), jasa sebesar (,79) dan industri sebesar (,89). Tingginya nilai koefisien PTK I untuk pariwisata tersebut menunjukan bahwa sektor-sektor tersebut dapat diandalkan dalam peningkatan penyerapan

9 tenaga kerja atau kesempatan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperluas kesempatan kerja di Kabupaten Serang, maka prioritas sektor yang perlu dikembangkan adalah sektor-sektor pariwisata dan pertanian. Selanjutnya hasil analisis pengganda tenaga kerja tipe I secara rinci disajikan pada Tabel sebagai berikut: Tabel Pengganda Tenaga Kerja Tipe I per Sektor di Kabupaten Serang, Provinsi Banten Kode Sektor (PTK I) P Industri.89 Jasa.798 Perdagangan.677 Pariwisata Pertanian.96 Sumber: Hasil Analisis 6 Keterangan: P : Peringkat, PTK I : Pengganda Tenaga Kerja Tipe I 6.. Pengganda Input- Output Lingkungan Dasar perhitungan pengganda lingkungan yang di analisis adalah air bersih yang digunakan untuk berbagai sektor (PAB I), pendekatan input-output lingkungan ini hampir mirip perhitungan pengganda tenaga kerja. Pengganda lingkungan ini mengukur perubahan kebutuhan air bersih (liter/tahun) oleh semua sektor yang disebabkan oleh peningkatan output atau permintaan akhir suatu sektor sebesar satu satuan (dalam juta rupiah). Tabel menunjukkan bahwa sektor industri memiliki nilai pengganda air bersih yang tertinggi yakni jasa (99,6), industri (,) dan selanjutnya diikuti oleh sektor, perdagangan (,99), pertanian (97,77), pariwisata (,9). Selanjutnya hasil analisis pengganda kebutuhan air bersih secara lengkap disajikan pada Tabel sebagai berikut: Tabel Pengganda Air Bersih Tipe I per Sektor di Kabupaten Serang Kode Sektor (PAB I) P Industri, Jasa 99, 6986 Perdagangan 9, 9877 Pariwisata,99 Pertanian 97, Sumber: Hasil Analisis 6 Keterangan: P : Peringkat, PAB I : Pengganda Air Bersih Tipe I

10 Ditinjau dari aspek lingkungan (kebutuhan air bersih) maka jumlah kebutuhan aktivitas pariwisata relatif kecil dibanding industri, pertanian maupun jasa dan perdagangan. 6.. Implikasi Kebijakan dari Analisis Input-Output Hasil analisis Input-Output menunjukan bahwa berbagai potensi keunggulan sektor-sektor yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun kebijakan adalah: () sektor yang memiliki nilai KLD tinggi berturut-turut adalah jasa, perdagangan, industri, pariwisata dan pertanian. Sektor yang memiliki nilai KLB tinggi berturut-turut adalah pertanian, pariwisata, perdagangan, jasa dan industri. () sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran tinggi secara berurutan adalah jasa, perdagangan, industri, pariwisata dan pertanian. Sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran tinggi berturut-turut adalah pertanian, pariwisata, perdagangan, jasa dan industri. Sektor Kunci dalam perekonomian wilayah Kabupaten Serang yakni memiliki nilai kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran yang lebih besar dari adalah jasa dan perdagangan serta pertanian dan pariwisata () sektor yang memiliki nilai koefisien pengganda pendapatan tipe I tinggi secara berturut-turut adalah pariwisata, perdagangan, pertanian, jasa, industri, () Sektor yang memiliki nilai koefisien pengganda tenaga kerja tipe I tinggi secara berturut-turut adalah pariwisata, pertanian, perdagangan, jasa dan industri. () sektor yang memiliki nilai kebutuhan air bersih tinggi berturut-turut adalah jasa, industri, perdagangan, pertanian dan pariwisata. Hal tersebut menunjukan bahwa sektor pariwisata dan pertanian dapat diandalkan dalam peningkatan pendapatan dan penyerapan lapangan kerja serta relatif ramah lingkungan. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dirumuskan kebijakan pengembangan pariwisata serta keterkaitannya dengan sektor ekonomi lainnya di Kabupaten Serang sebagai berikut:. Kebijakan pengembangan sektor pariwisata memberikan dampak yang besar pada pendapatan masyarakat, penyerapan lapangan kerja dan relatif lebih ramah lingkungan karena kebutuhan air yang lebih sedikit. Sektor-sektor

11 ekonomi yang mendukung pengembangan pariwisata adalah sektor perdagangan, jasa dan pertanian.. Kebijakan mendorong sektor jasa, perdagangan dan industri memberikan dampak kepada peningkatan output yang relatif lebih besar dibanding sektor lainnya karena memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang yang relatif lebih tinggi.. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi relatif lebih besar di arahkan pada sektor jasa, perdagangan, pariwisata dan pertanian. Peningkatan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai kebijakan diantaranya adalah meningkatkan investasi, peningkatan pengeluaran pemerintah maupun efisiensi dalam program-program pembangunan. 6. Analisis Pemodelan Dinamik Sistem dinamik dapat memberikan suatu pemahaman dan gambaran bagaimana suatu sumberdaya harus dikelola secara benar agar tercipta keseimbangan ekosistem di masa depan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan skenario dengan menggunakan model simulasi dinamik dalam rentang waktu tahun (-). Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kecenderungan sistem saat ini akan terus berlanjut di masa yang akan datang dan selanjutnya dilakukan beberapa skenario sebagai berikut: 6.. Perilaku Dasar (Model Eksisting) Skenario ini disebut skenario dasar atau model eksisting, menggambarkan dinamika pengembangan pariwisata pesisir di kawasan barat Kabupaten Serang, Banten khususnya Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka seandainya kondisi-kondisi awal pada kurun waktu tahun - terus berlanjut sampai tahun. Kunjungan wisatawan untuk wisata dengan kategori rekreasi dan kunjungan wisatawan yang menginap hanya meningkat pada tahun-tahun awal kemudian pada tahun kelima () mulai tejadi penurunan. Rasio daya dukung atau DCR (Demand Capacity Ratio) juga terjadi penurunan pada tahun yang sama () hingga kurun waktu tahun ke depan. Perilaku pertumbuhan pariwisata,

12 dan pendapatan perkapita, investasi pariwisata dan tenaga kerja mencerminkan penurunan yang sangat tajam, dan pada akhir tahun simulasi stagnan. Dengan asumsi bahwa pariwisata di kawasan Kabupaten Serang, dari tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan akibat rendahnya kunjungan wisata baik domestik maupun mancanegara. Pertumbuhan pariwisata mulai menunjukkan peningkatan pada tahun ke tujuh (7) kemudian menurun perlahan-lahan sampai akhir tahun simulasi hingga konstan. Pertumbuhan PDRB pariwisata pada tahun ke yakni Rp..6,87 (milyar), DCR terjadi penurunan yang diakibatkan oleh adanya trend kunjungan wisata. PDRB pariwisata perkapita sebesar Rp.., investasi pariwisata sebesar Rp.,8 (milyar) dan penyerapan tenaga kerja sebesar 6. orang, sampai akhir kurun simulasi tahun ke, seperti terlihat pada Gambar 7 sebagai berikut: : : : : : PDRB Prwst : DCR PDRB Perkapita : Inv Prwst : Tenaga Kerja : : : : : : : : Page..... Time :6 PM Mon, Feb, MODEL EKSISTING FEB Gambar 7 Perilaku Model Eksisting Dari model eksisting terlihat bahwa tanpa intervensi kebijakan maka sektor pariwisata kurang berkembang, sehingga agar faktor pariwisata dapat lebih berperan perlu dilakukan berbagai kebijakan diantaranya peningkatan bangkitan hari puncak kunjungan inap, peningkatan laju pengeluaran pemerintah, peningkatan laju pertumbuhan investasi dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja.

13 6.. Perilaku Model Eksisting dengan Skenario Skenario adalah model eksisting yang diikuti dengan kebijakan meningkatkan Bangkitan Hari Puncak Kunjungan Inap (BHPKI) yaitu mengarahkan pariwisata yang ada ke arah pariwisata yang berkelanjutan. Kebijakan ini dilakukan dengan cara mengubah beberapa komponen yang berhubungan dengan industri pariwisata seperti: () menggeser DCR dari -% dengan asumsi bahwa dengan mengembangkan kawasan wisata dan fasilitas wisata (seperti bertambahnya hotel bertingkat) maka jumlah wisatawan dapat ditingkatkan. () mengubah laju produktivitas tenaga kerja dari % menjadi 7% per tahun, dengan asumsi industri pariwisata memiliki kinerja produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi dibanding pada kondisi awal/eksisting. Gambar 8 memperlihatkan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan kunjungan wisatawan yang diikuti oleh peningkatan PDRB pariwisata, investasi pariwisata, PDRB pariwisata per kapita serta rasio daya dukung (DCR) yang masih memenuhi syarat keberlanjutan peningkatan. Selanjutnya pada tahun ke () (akhir tahun simulasi) DCR mencapai kisaran,6% dengan asumsi bahwa rasio daya dukung kawasan tetap dipertahankan sesuai dengan kapasitas yang ditetapkan sehingga tidak terjadi kerusakan wilayah pesisir. PDRB pariwisata perkapita meningkat menjadi Rp, juta per tahun, investasi pariwisata juga terjadi peningkatan menjadi Rp milyar dan PDRB pariwisata sebesar Rp..7 milyar. Lebih lanjut diikuti dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja mencapai sebesar orang/tahun (), perubahan perilaku model tersebut disajikan pada Gambar 8 sebagai berikut: : : : : : : : : : PDRB Prwst : DCR PDRB Perkapita : Inv Prwst : Tenaga Kerja : : : : Page Time 8: AM Tue, Feb 6, MODEL HPKI FEB Gambar 8 Perubahan Perilaku Model Eksisting Dilakukan Kebijakan Bangkitan Hari Puncak Kunjungan Menginap Terhadap Tenaga Kerja. Yang Dikehendaki

14 6 6.. Perilaku Model Skenario Skenario adalah model dasar dan skenario yang diikuti kebijakan peningkatan laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan diperkuat dengan laju pertumbuhan investasi. Kebijakan meningkatkan laju investasi pada tingkat nilai rata-rata laju pertumbuhan investasi sektor industri adalah sebesar 7,8% (diperoleh berdasarkan data historis statistik Kabupaten Serang) dilakukan pada simulasi skenario serta diperkuat dengan laju pertumbuhan investasi sektor jasa yang ditingkatkan menjadi % per tahun. Simulasi tersebut memperlihatkan bahwa parameter bangkitan hari puncak kunjungan inap wisata berdampak secara signifikan terhadap pendapatan per kapita, investasi dan DCR yang meningkat dari tahun ke dua hingga akhir tahun simulasi (tahun ke ) terhadap tenaga kerja yakni dari 6. orang menjadi orang per tahun pada tahun (tahun akhir simulasi). Setelah dilakukannya kebijakan pengeluaran pemerintah dan investasi maka PDRB per kapita menjadi Rp.,9 juta pertahun hingga akhir kurun waktu simulasi atau tahun kedepan. Dengan dilakukannya kebijakan peningkatan laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah pada tahun ke, PDRB pariwisata meningkat dari Rp. 7. milyar menjadi Rp.., milyar dan pada akhir kurun waktu simulasi sebesar Rp..889 milyar, DCR berkisar dari -,6%, PDRB pariwisata per kapita menjadi Rp.,9 juta sedangkan investasi pariwisata meningkat dari Rp milyar menjadi Rp milyar pada tahun ke () serta terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja dari orang menjadi orang pada akhir tahun simulasi. Secara keseluruhan dari lima parameter penting dalam pengembangan pariwisata mengalami peningkatan yang signifikan, seperti disajikan pada Gambar 9.

15 7 : : : : : : : : : PDRB Prwst : DCR PDRB Perkapita : Inv Prwst : Tenaga Kerja 9 8 : : : : Page Time : PM Mon, Feb, MOOEL PERT'AN PENGELUARAN PEMERINTAH FEB Gambar 9 Perubahan Perilaku Model Laju Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pariwisata Dampak kebijakan peningkatan laju pertumbuhan investasi pada wilayah Kabupaten Serang, berdampak pada terjadinya kenaikan perekonomian yang signifikan, dengan peningkatan laju pertumbuhan investasi maka DCR pada tahun menjadi,9% dan investasi pariwisata terjadi peningkatan Rp.7.7 milyar sedangkan penyerapan tenaga kerja sebesar orang (), secara rinci dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut: : : : : : : : : : PDRB Prwst : DCR PDRB Perkapita : Inv Prwst : Tenaga Kerja 9 8 : : : : Page Time : PM Mon, Feb, MODEL PERT'AN INVESTASI SEKTOR PRWST FEB Gambar Perubahan Perilaku Model Laju Pertumbuhan Investasi Terhadap Pariwisata

16 8 6.. Perilaku Model Skenario Skenario adalah kebijakan skenario dasar dan skenario, skenario dan dilakukan peningkatan kebijakan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja. Hasil simulasi menunjukan perilaku yang relatif sama dengan kebijakan peningkatan laju pertumbuhan investasi pariwisata yakni PDRB pariwisata sebesar Rp..6 milyar, DCR berkisar dari,-,9%, PDRB pariwisata per kapita berkisar Rp., juta serta investasi pariwisata dan penyerapan tenaga kerja relatif sama. Namun demikian terjadi percepatan peningkatan tenaga kerja pada tahun ke dari 8.68 hingga orang sampai akhir kurun waktu simulasi pada tahun ke (tahun ), perilaku kebijakan skenario selengkapnya disajikan pada Gambar sebagai berikut: : : : : : : : : : PDRB Prwst : DCR PDRB Perkapita : Inv Prwst : Tenaga Kerja 9 8 : : : : Page Time : PM Mon, Feb, MODEL LJ PERTUMH RODV TK YDKH FEB Gambar Perubahan Perilaku Model Laju Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Terhadap Pariwisata 6.. Perilaku Model Skenario Gabungan Perubahan perilaku model skenario gabungan (skenario dasar dengan skenario,, dan, terdiri dari parameter ekologi, ekonomi dan sosial). Kebijakan tersebut meliputi peningkatan bangkitan kunjungan wisata, laju pengeluaran pemerintah dan peningkatan laju investasi serta diikuti dengan meningkatnya produktivitas tenaga kerja. Dampak dari kebijakan dengan skenario gabungan yakni ekologi, ekonomi dan sosial berdampak positif pada jumlah wisatawan yang berkunjung sampai pada kapasitas kawasan secara optimal yakni meningkat dari 8% sampai % per tahun. Hal ini mencerminkan terjadinya kenaikan yang sangat signifikan dari tahun pertama sampai akhir kurun waktu

17 9 simulasi tahun serta memperlihatkan bahwa pengembangan wisata secara optimal tercapai pada tingkat kunjungan wisata tersebut. Berdasarkan hasil simulasi skenario gabungan (ekologi, ekonomi dan sosial) tersebut pada akhir tahun ke terjadi peningkatan investasi pariwisata yang signifikan Rp..77 milyar serta meningkatnya PDRB pariwisata Rp. 77. milyar. DCR meningkat sampai % yang berarti tidak melebihi % karena apabila melebihi nilai % maka meningkatnya kunjungan wisata akan berdampak negatif terhadap kelestarian. Nilai PDRB pariwisata per kapita meningkat menjadi Rp. juta per tahun serta tenaga kerja yang diserap mencapai orang pada akhir kurun waktu simulasi tahun ke (), seperti terlihat pada Gambar sebagai berikut : : : : : : : : : : PDRB Prwst : DCR PDRB Perkapita : Inv Prwst : Tenaga Kerja 9 8 : : : : Page Time :6 PM Mon, Feb, MODEL GABUNGAN (EKO,EKON,SOS) FEB Gambar Perubahan Perilaku Model Gabungan Ekologi, Ekonomi dan Sosial di Kawasan Barat Kabupaten Serang Dari analisis kebijakan tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan skenario gabungan menunjukkan hasil yang terbaik. Pola pemanfaatan ruang optimal dapat tercapai dan menghasilkan tingkat PDRB yang tertinggi, DCR masih dibawah %, PDRB pariwisata per kapita, investasi dan PDRB meningkat signifikan dibanding skenario sebelumnya. Berdasarkan analisis tersebut kebijakan skenario gabungan memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan kebijakan lainnya.

18 6..6 Verifikasi Struktur Model Model telah menunjukkan kondisi yang sesuai dengan konsep keberlanjutan pembangunan yakni keberlanjutan pengembangan pariwisata dengan menggabungkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam struktur model. Dari hasil output menunjukan bahwa pengembangan pariwisata dibatasi oleh kesesuaian dan daya dukung sumber daya, hal tersebut menunjukan bahwa struktur model yang dibangun dapat menggambarkan keberlanjutan pengembangan pariwisata harus mempertimbangkan daya dukung ekosistem. Struktur model yang dibangun mampu menggambarkan bahwa interaksi antar aspek ekologi, eknomi, dan sosial. Peningkatan aktivitas pariwisata melalui kebijakan peningkatan investasi maupun kebijakan ekonomi lainnya mampu mendorong pertumbuhan PDRB dan mampu menyerap lapangan kerja. Namun peningkatan kedua aspek tersebut dibatasi oleh aspek ekologi Validasi Perilaku Model Berdasarkan hasil validasi lima komponen yang terakumulasi dalam kriteria PDRB pariwisata, daya dukung, PDRB per kapita, investasi pariwisata dan tenaga kerja yang termasuk dalam tiga aspek yakni ekologi, sosial dan ekonomi di kawasan pesisir barat Serang, Banten dapat berkelanjutan. Dari model tersebut dicapai peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya pesisir. Pengujian validasi model dalam penelitian ini lebih difokuskan pada uji prediksi perilaku model di masa depan. Uji prediksi dilakukan dengan mengamati suatu kecenderungan model atas perubahan-perubahan variabel. Prediksi hasil perilaku simulasi menunjukan kemiripan dengan kondisi eksisting.

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL Sektor ekonomi kakao yang sebenarnya merupakan bagian dari sub sektor perkebunan dan bagian dari sektor pertanian dalam arti luas mempunyai pangsa

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 37 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kesesuaian lahan secara spasial merupakan unsur penting dalam pengembangan sumberdaya pesisir agar pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja Para pakar ekonomi dan perencanaan pembangunan cenderung sepakat dalam memandang pembangunan ekonomi sebagai suatu kebutuhan bagi suatu

Lebih terperinci

BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL

BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL 112 BAB 6 PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL 6.1. Pendahuluan Setelah suatu struktur model dibangun dan divalidasi, model tersebut sudah dapat dipergunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Tugas Akhir- TI 9 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Oleh : Dewi Indiana (576) Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

APLIKASI INPUT OUTPUT

APLIKASI INPUT OUTPUT APLIKASI INPUT OUTPUT Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

Simulasi Dan Analisis Kebijakan Bab VI. Simulasi Dan Analisis Kebijakan Dalam bab ini akan dipaparkan skenario-skenario serta analisis terhadap perilaku model dalam skenario-skenario. Model yang disimulasi dengan skenario-skenario terpilih

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG. Oleh : NI LUH PUTU APRIANI NIM :

KETERKAITAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG. Oleh : NI LUH PUTU APRIANI NIM : KETERKAITAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG Oleh : NI LUH PUTU APRIANI NIM : 0806105068 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 KETERKAITAN SEKTOR PARIWISATA DAN SEKTOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan adalah suatu proses yang mengalami perkembangan secara cepat dan terus-merenus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu: (1) struktur perekonomian, (2) identifikasi sektor unggulan dalam perspektif internal Kabupaten Bandung Barat (sector-based inward

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG

BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG V.1 Kerangka Kerja Pemodelan Untuk pemodelan yang dilakukan dalam tesis ini, kerangka kerja yang dilakukan adalah dengan mengacu kepada pendekatan pemodelan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci