BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)"

Transkripsi

1 BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) Perancangan kebijakan otomotif nasional diturunkan berdasarkan visi dan misi pembangunan industri yang tercantum dalam tugas pokok dan fungsi direktorat IATDK Ditjen ILMEA Departemen Perindustrian. Berikut ini akan diuraikan karakteritik, visi, misi serta sasaran direktorat IATDK dengan fokus pada industri otomotif. V.1.1 Karakteristik Direktorat IATDK IATDK memiliki beberapa karakteristik, yaitu: a. Mempunyai keterkaitan yang luas, baik terhadap industri penghasil bahan baku, industri komponen, dan industri/sektor pemakai. b. IATDK adalah industri yang didukung oleh teknologi yang sudah mapan sehingga lebih bersifat market driven. Usaha-usaha yang umumnya dilakukan adalah modifikasi teknologi. c. Pendapatan per kapita merupakan indikator penting dalam strategi pengembangan IATDK. d. Secara geografis, didapatkan kecenderungan terjadinya konsentrasi perusahaan di sekeliling fasilitas produksi CBU manufacturer. V.1.2 Visi Direktorat IATDK Visi ke depan IATDK adalah mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang dapat menghasilkan industri transportasi yang cukup kuat dan berdaya saing tinggi. V-1

2 V.1.3 Misi Direktorat IATDK Misi yang diemban IATDK adalah mewujudkan industri transportasi yang handal dan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan, penyebaran pembangunan dan dapat menembus isolasi dan keterbelakangan. V.1.4 Sasaran Direktorat IATDK Sasaran IATDK, yaitu: 1. Tumbuhnya daya saing industri melalui penguatan dan pendalaman struktur industri. 2. Tumbuhnya industri yang belum berkembang yang sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan infrastruktur teknologi. 3. Tumbuhnya rancang bangun dan perekayasaan. 4. Semakin meningkatnya penggunaan produk industri alat transportasi darat dan kedirgantaraan di dalam negeri dan ekspor. 5. Meningkatnya keterkaitan antara industri yang mendorong perkembangan industri berskala kecil dan menengah. 6. Memberi perlakuan perpajakan yang sama antara semua jenis usaha/industri sejenis. V.2 Ukuran Performansi Industri Berdasarkan visi dan misi yang tertuang dalam Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan yang berdasarkan Kebijakan Pembangunan Industri (Depperin, 2005) dapat dirumuskan hal-hal yang ingin dicapai dalam pembangunan industri, yaitu: Tingkat pertumbuhan yang tinggi Daya saing yang tinggi baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri Perluasan pasar baik di dalam maupun luar negeri Memiliki kontribusi dalam pembentukan neraca perdagangan nasional V-2

3 Tingkat pertumbuhan yang tinggi akan diukur dengan indikator nilai output industri yang mampu dilempar ke pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. Nilai output industri yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan suatu tingkat pertumbuhan yang tinggi. Daya saing produk dan perluasan pasar akan ditunjukkan oleh permintaan pasar domestik dan pasar luar negeri atas produk nasional. Sedangkan kontribusi industri dalam neraca perdagangan nasional diukur dengan neraca perdagangan komoditi. Dengan demikian pada penelitian ini ukuran performansi industri ditunjukkan oleh variabel-variabel: Nilai output industri Total Permintaan pasar Permintaan domestik Permintaan ekspor Neraca perdagangan komoditi V.3 Instrumen Kebijakan Pada bagian ini akan dilakukan berbagai penerapan skenario dengan menggunakan instrumen kebijakan yang mungkin dilakukan oleh Direktorat IATDK. Instrumen kebijakan yang akan digunakan dalam model didasarkan hasil analisa sebab-sebab rendahnya tingkat produktivitas dan efisiensi industri komponen otomotif adalah: Penurunan tarif Skenario penurunan tarif impor digunakan karena sebagaimana diketahui Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka dan telah menandatangani perjanjian kerjasama perdagangan dunia. Akibat dari perjanjian kerjasama perdagangan tersebut, proteksi dalam bentuk tarif dan kuota produk terhadap produk nasional harus dihilangkan. Skenario penurunan impor akan diimplementasikan pada model. Sedangkan tarif impor yang digunakan adalah tarif impor sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 344/KMK.01/1999 tentang V-3

4 Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 440/KMK.05/1996 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Besarnya bea masuk untuk semua jenis komponen otomotif maksimal sebesar 15%. Jadwal penurunan tarif yang akan diimplementasikan pada model dapat dilihat pada Tabel V.1. Tabel V.1. Jadwal penurunan tarif (Depperin, 2006) Tahun Jenis tarif Tarif impor 15% 5% Penyediaan bahan baku substitusi impor Meningkatnya proporsi penggunaan bahan baku substitusi impor mengakibatkan ongkos produksi menjadi naik. Dalam analisis perangkat kebijakan penyediaan bahan baku, akan dilihat pengaruh yang terjadi terhadap performansi industri jika proporsi penggunaan bahan baku impor dapat ditekan. Untuk itu akan dilakukan eksperimen dengan mengurangi proporsi penggunaan bahan baku impor dari 45% menjadi 36% (turun sebesar 20%). Peningkatan efisiensi kegiatan industri Kebutuhan produksi akan mengakibatkan kebutuhan terhadap kapasitas yang diwujudkan dalam pemesanan barang kapital. Kapital dengan tingkat teknologi yang lebih tinggi akan mengurangi ongkos produksi. Untuk melihat pengaruh kebijakan pemerintah dalam hal peningkatan efisiensi kegiatan industri, akan dilakukan perubahan parameter proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total dari 0,88 menjadi (turun sebesar 10%) Penyediaan tenaga kerja terampil Tenaga kerja di industri berperan untuk mengoperasikan barang kapital yang dimiliki industri sehingga kapasitas terpasang yang ada dapat memberikan hasil sesuai dengan nilai output potensialnya. Tenaga kerja terampil diperoleh dengan proses pelatihan dan output potensial tenaga kerja ditentukan oleh produktivitasnya yang dicerminkan pada variabel kebutuhan tenaga kerja per V-4

5 satu unit output kapasitas (KbthnTKperKptl). Pada bagian ini, akan dilakukan eksperimen dengan mengubah waktu pelatihan tenaga kerja dari 1 tahun menjadi 0,25 tahun dan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas menjadi 1.83e-9 orang/rupiah/tahun (turun 5% dari produktivitas tenaga kerja terendah pada tahun yaitu 1.94e-9 orang/rupiah/tahun). V.4 Skenario Perancangan Kebijakan Pada bagian ini akan dilakukan analisis atas pengaruh yang ditimbulkan oleh instrumen kebijakan. Berdasarkan dari penjelasan di atas maka model pada tesis ini akan diimplementasikan pada tahun 2010, dengan dasar bahwa pada tahun 2009 diasumsikan terjadi perubahan proses politik dimana akan dirumuskan kebijakan-kebijakan yang baru dan dasar diberlakukannya tarif impor sebesar lima persen. Tabel V.2. Skenario instrumen kebijakan pada industri komponen otomotif Parameter Skenario Tarif impor Proporsi bahan baku impor Proporsi ongkos variabel Produktivitas tenaga kerja Waktu pelatihan Jadwal penurunan Model Dasar tarif 36% 79.2% 1.83e-9 orang/rupiah/tahun 0,25 tahun V-5

6 V.5 Hasil dan Analisis Penerapan Instrumen Kebijakan Berdasarkan skenario instrumen kebijakan pada Tabel V.2, pertama, akan dilakukan simulasi dan analisa dengan membandingkan antara model dasar dengan skenario penurunan harga, skenario penurunan tarif dan gabungan berdasarkan kriteria performansi industri yaitu nilai output industri, total permintaan pasar, permintaan pasar domestik, permintaan pasar ekspor dan neraca perdagangan komoditi. Berikut ini adalah hasil output simulasi dan analisanya. Nilai Output Industri OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun] 1. Model dasar 2. Skenario kebijakan penurunan tarif Gambar V.1. Output simulasi model dasar : nilai output industri Output simulasi penerapan instrumen kebijakan dengan kriteria nilai output industri menunjukkan bahwa nilai output industri mengalami penurunan. V-6

7 Permintaan Pasar TotPrmtn : total permintaan pasar [rupiah per tahun] Permintaan Pasar Domestik 1. Model dasar 2. Skenario kebijakan penurunan tarif Gambar V.2. Output simulasi model dasar : kriteria total permintaan pasar PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun] 1. Model dasar 2. Skenario kebijakan penurunan tarif Gambar V.3. Output simulasi model dasar : kriteria permintaan pasar domestik V-7

8 Permintaan Pasar Ekspor Neraca Perdagangan PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun] 1. Model dasar 2. Skenario kebijakan penurunan tarif Gambar V.4. Output simulasi model dasar : kriteria permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun] NrcPrdgn : neraca perdagangan [rupiah per tahun] 1. Model dasar 2. Skenario kebijakan penurunan tarif Gambar V.5. Output simulasi model dasar : kriteria neraca perdagangan V-8

9 Permintaan pasar hasil penerapan skenario menunjukkan penurunan dibandingkan dengan model dasar. Penurunan ini disebabkan produk domestik baik di dalam negeri maupun di luar negeri tidak mampu bersaing dengan produk buatan negara lain. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa output simulasi hasil penerapan skenario penurunan tarif menghasilkan perilaku tidak lebih baik dari model dasar. Untuk selanjutnya, hasil output simulasi penerapan skenario penurunan tarif ini akan dijadikan model dasar untuk perbandingan perancangan kebijakan selanjutnya. Berdasarkan skenario instrumen kebijakan pada Tabel V.2. Selanjutnya, akan dilakukan simulasi dan analisa dengan membandingkan antara model dasar skenario penurunan tarif dengan skenario kebijakan penyediaan bahan baku, skenario kebijakan efisiensi kegiatan industri, skenario kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil, dan gabungan berdasarkan kriteria performansi industri yaitu nilai output industri, total permintaan pasar, permintaan pasar domestik, permintaan pasar ekspor dan neraca perdagangan komoditi. Berikut ini adalah hasil output simulasi dan analisanya. V-9

10 Nilai Output Industri OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun] 1. Skenario model dasar 2. Skenario kebijakan penyediaan bahan baku 3. Skenario kebijakan peningkatan efisiensi kegiatan industri 4. Skenario kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil 5. Skenario kebijakan gabungan Gambar V.6. Output simulasi model dasar gabungan : kriteria nilai output industri [rupiah per tahun] Kebijakan penyediaan bahan baku mampu memberikan perilaku nilai output industri lebih baik dibandingkan dengan model dasar dan peningkatan efisiensi kegiatan industri. Dengan dikuranginya proporsi penggunaan bahan baku impor oleh industri, ongkos produksi menjadi berkurang sehingga produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif. Dengan kompetitifnya produk dalam negeri, akan meningkatkan permintaan pasar yang akhirnya memacu industri untuk melakukan kegiatan produksi sehingga nilai output industri mengalami peningkatan. Kebijakan efisiensi kegiatan industri juga memberikan perilaku peningkatan nilai output industri lebih baik dibandingkan perilaku model dasar Efisiensi kegiatan produksi memberikan keuntungan bagi industri, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. V-10

11 Kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil menghasilkan nilai output produksi sedikit lebih baik daripada model skenario dasar. Nilai output industri yang meningkat ini disebabkan oleh meningkatknya output potensial tenaga kerja atas pengaruh kebijakan peningkatan produktivitas tenaga kerja dan waktu pelatihan. Sementara itu, kebijakan integrasi memberikan perilaku nilai output industri paling baik diantara lima kebijakan lainnya. Dengan dilakukannya semua kebijakan secara simultan, menunjukkan perilaku nilai output yang paling baik. Peningkatan perilaku nilai output industri juga tidak lepas dari meningkatnya produktivitas tenaga kerja yang terampil. Permintaan Pasar TotPrmtn : total permintaan pasar [rupiah per tahun] 1. Skenario model dasar 2. Skenario kebijakan penyediaan bahan baku 3. Skenario kebijakan peningkatan efisiensi kegiatan industri 4. Skenario kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil 5. Skenario kebijakan gabungan Gambar V.7. Output simulasi model dasar gabungan : kriteria total permintaan pasar V-11

12 Permintaan Pasar Domestik PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun] 1. Skenario model dasar 2. Skenario kebijakan penyediaan bahan baku 3. Skenario kebijakan peningkatan efisiensi kegiatan industri 4. Skenario kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil 5. Skenario kebijakan gabungan Gambar V.8. Output simulasi model dasar gabungan : kriteria permintaan pasar domestik V-12

13 Permintaan Pasar Ekspor PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun] 1. Skenario model dasar 2. Skenario kebijakan penyediaan bahan baku 3. Skenario kebijakan peningkatan efisiensi kegiatan industri 4. Skenario kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil 5. Skenario kebijakan gabungan Gambar V.9. Output simulasi model dasar gabungan : kriteria permintaan pasar ekspor Kebijakan penyediaan bahan baku dan peningkatan efisiensi kegiatan industri, mampu meningkatkan total permintaan pasar daripada model dasar. Dengan diterapkannya kebijakan ini, ongkos produksi menjadi lebih murah sehingga produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif, yang selanjutnya dapat meningkatkan permintaan pasar. Kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil memberikan perilaku permintaan pasar yang lebih baik daripada model dasar. Hal ini disebabkan oleh tenaga kerja terampil yang dimiliki industri membuat industri mampu memenuhi permintaan pasar sehingga meningkatkan daya tarik produk nasional dalam hal ketersediaan produk di pasaran. Akhirnya peningkatan daya tarik produk di pasar ini akan meningkatkan permintaan pasar terhadap produk nasional. V-13

14 Sementara itu, kebijakan integrasi secara keseluruhan memberikan perilaku permintaan domestik paling baik dibandingkan dengan kebijakan lainnya. Fluktuasi yang terjadi pada total permintaan pasar disebabkan berfluktuasinya permintaan ekspor yang disebabkan ketidakmampuan industri dalam memenuhi tuntutan pasar yang terus meningkat. Dampak dari penurunan permintaan ekspor akan menurunkan total permintaan pasar. Neraca Perdagangan NrcPrdgn : neraca perdagangan [rupiah per tahun] 1. Skenario model dasar 2. Skenario kebijakan penyediaan bahan baku 3. Skenario kebijakan peningkatan efisiensi kegiatan industri 4. Skenario kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil 5. Skenario kebijakan gabungan Gambar V.10. Output simulasi model dasar gabungan : kriteria neraca perdagangan Penerapan kebijakan penyediaan bahan baku dan efisiensi kegiatan industri memberikan perilaku yang baik pada neraca perdagangan. Makin efisiennya kegiatan produksi mengakibatkan harga produk nasional menjadi kompetitif karena biaya produksi yang semakin kecil. Kondisi inilah yang menjadikan neraca perdagangan komoditi mengalami peningkatan dibandingkan dengan skenario model dasar. V-14

15 V.6 Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi kebijakan di atas, terlihat bahwa dalam menghadapi persaingan global di pasar internasional, kebijakan penyediaan bahan baku, kebijakan peningkatan efisiensi kegiatan industri, kebijakan penyediaan tenaga kerja terampil mampu meningkatkan pertumbuhan industri, permintaan pasar dan neraca perdagangan. Secara keseluruhan, kebijakan gabungan memberikan perilaku yang paling baik daripada kebijakan yang lain. Hal ini dikarenakan adanya kontribusi dari kebijakan penyediaan bahan baku, peningkatan efisiensi kegiatan industri, penyediaan tenaga kerja terampil yang dilakukan secara simultan dimana mampu memberikan peningkatan pertumbuhan industri, total permintaan pasar baik permintaan pasar domestik dan pasar ekspor. Sehingga pemerintah Indonesia sebaiknya mempertimbangkan peningkatan kebijakan dalam bidang sektor riil dalam mengatasi distorsi ekonomi yang terjadi. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 pada awalnya disebabkan oleh terjadinya krisis di sektor perbankan. Setelah perbankan mengalami krisis, secara cepat kemudian masalahnya menjalar ke sektor riil dalam perekonomian sehingga terjadi krisis ekonomi (produksi dan perdagangan terganggu dan kemudian lumpuh). Jika dari gejolak pasar uang timbul krisis perbankan karena lemahnya perbankan, maka dari krisis perbankan timbul krisis ekonomi disebabkan oleh lemahnya sektor riil dan perekonomian nasional. Karena itu, sebaiknya pemerintah mulai memperhatikan kebijakan di sektor riil. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa penerapan kebijakan dari sisi sektor riil secara simultan memberikan perilaku performansi industri yang baik. V.7 Implikasi Kebijakan Dilaksanakannya instrumen-instrumen kebijakan seperti yang telah dibahas di atas membawa berbagai implikasi dalam dunia nyata. Kebijakan penyediaan bahan baku dapat dilakukan untuk memperkuat struktur industri nasional dengan cara pembangunan industri penunjang. Industri-industri penunjang yang mengolah V-15

16 bahan mentah menjadi bahan baku untuk keperluan industri, selain dapat memperkuat struktur industri nasional juga akan menjamin ketersediaan bahan baku untuk keperluan industri bagi industri komponen otomotif. Selain itu, pembangunan industri penunjang ini akan mengurangi ketergantungan industri pada bahan baku impor. Kebijakan mempertinggi efisiensi kegiatan industri oleh industri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: Mempelajari teknik produksi yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sistem pendidikan nasional sehingga pendidikan di Indonesia mampu menghasilkan angkatan kerja dengan kualitas tinggi. Melakukan kerjasama dalam pengembangan produk komponen otomotif misalnya melalui reverse engineering. Menerapkan QMS (Quality Management System). Mengakuisisi barang modal yang lebih tinggi produktivitasnya. Langkah ini perlu memperhitungkan ketersediaan dana bagi investasi kapital. Mengalokasikan dana untuk membuat penelitian dan pengembangan yang dapat memperbaiki mutu barang yang dihasilkan. Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan kerjasama dengan institusi-institusi pendidikan tinggi. Kebijakan pemerintah dalam hal penyediaan tenaga kerja terampil membutuhkan kerjasama yang erat antara pemerintah dengan lembaga pendidikan. Selain memperbaiki kualitas sistem pendidikan nasional, peningkatan produktivitas tenaga kerja juga dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh lembaga pendidikan maupun industri. Proses pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia ini memegang peranan penting dalam produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan performansi industri. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan maka apabila kebijakankebijakan di atas dilakukan secara simultan akan meningkatkan performansi industri. Dengan kuatnya struktur industri melalui pembangunan industri V-16

17 penunjang akan menjamin ketersediaan bahan baku untuk keperluan industri dan akan mengurangi ketergantungan industri bahan baku impor. Selain itu dilakukan pula efisiensi kegiatan produksi oleh industri dengan mempelajari teknologi manufaktur dan teknologi produk dengan menerapkan QMS serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Kegiatan penelitian dan pengembangan ditujukan untuk meningkatkan kualitas, efisiensi dan produktivitas terhadap sumber daya yang ada. Sehingga diperlukan adanya kerja sama antara pemerintah (Departemen Perindustrian), prinsipal dan lembaga pendidikan yang pada akhirnya akan menentukan performansi industri. V-17

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Globalisasi Ekonomi Adalah suatu kehidupan ekonomi secara global dan terbuka, tanpa mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan daerah Propinsi Lampung

Lebih terperinci

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena itu semua wilayah mencanangkan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-Langkah Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Langkah-Langkah Penelitian Untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan kemudian disusun metodologi penelitian yang terdiri dari langkah-langkah

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. pendapatan perkapita antar provinsi. Hal ini ditunjukkan oleh tanda dan tingkat signifikansi

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. pendapatan perkapita antar provinsi. Hal ini ditunjukkan oleh tanda dan tingkat signifikansi BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Simpulan Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis konvergensi sigma dan konvergensi beta. Hasil analisis konvergensi sigma menunjukkan bahwa tidak terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia selalu berubah, dikarenakan adanya dampak dari efek

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia selalu berubah, dikarenakan adanya dampak dari efek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia selalu berubah, dikarenakan adanya dampak dari efek globalisasi yang mempengaruhi negara-negara untuk bersaing satu sama lain. Globalisasi dalam sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 mengamanatkan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 mengamanatkan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 mengamanatkan bahwa pengembangan perekonomian yang kompetitif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang cukup berpotensi untuk menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Adanya kebijakan otonomi daerah memberikan perubahan yang sangat mendasar bagi dunia usaha dalam menunjang pembangunan perekonomian daerah. Salah satu unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya persaingan di era globalisasi saat ini, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya persaingan di era globalisasi saat ini, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan meningkatnya persaingan di era globalisasi saat ini, maka tantangan terbesar bagi suatu lembaga baik itu dari pihak swasta ataupun lembaga pemerintahan negeri

Lebih terperinci

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional ekonomi KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 01 Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR Perdagangan internasional merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan antara negara satu dengan negara lainnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Hasalah

1.1 Latar Belakang Hasalah 1.1 Latar Belakang Hasalah Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur produksi yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Neraca kebutuhan aluminium ingot (batangan) di dalam negeri hingga kini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Neraca kebutuhan aluminium ingot (batangan) di dalam negeri hingga kini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neraca kebutuhan aluminium ingot (batangan) di dalam negeri hingga kini masih timpang karena produksi tak mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi yang terus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia semakin terintegrasi sebagai konsekuensi dari sistem perekonomian terbuka yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF TESIS. M U R S I T I NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen Industri

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF TESIS. M U R S I T I NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen Industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master dari Institut Teknologi Bandung Oleh: M U R S I T I NIM : 23406046 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7, No.1, (Juli 2013), 2. (Bogor, Ghalia Indonesia, 2005), 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7, No.1, (Juli 2013), 2. (Bogor, Ghalia Indonesia, 2005), 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian terbuka dalam arus perdagangan internasional adalah suatu fakta yang tidak mungkin dihindari. Perdagangan internasional sangat diperlukan oleh sebuah

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3274 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR

BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR 5.1 Analisa Perilaku Model Dasar Pada bagian ini akan dianalisa perilaku dari variabel-variabel yang menjadi indikator kinerja sistem industri tepung tapioka. Variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi global mempengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh Danareksa

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC)

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC) There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC) PERANAN PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN Harianto KARAKTERISTIK PERTANIAN A. Petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada sisi ekspor perekonomian indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kepada sisi ekspor perekonomian indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi global yang sedang dihadapi dunia memberikan dampak kepada sisi ekspor perekonomian indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di berbagai daerah dan di segala bidang. Pembangunan ini sendiri bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global, tidak terkecuali Indonesia ikut merasakan dampak tersebut. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. global, tidak terkecuali Indonesia ikut merasakan dampak tersebut. Pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Krisis yang terjadi pada tahun 2008 berdampak besar bagi perekonomian global, tidak terkecuali Indonesia ikut merasakan dampak tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

INDUSTRI.

INDUSTRI. INDUSTRI INDUSTRI Istilah industri mempunyai 2 arti: Himpunan perusahaan2 sejenis Suatu sektor ekonomi yg didalamnya terdapat kegiatan produktif yg mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau ½ jadi.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi 1.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia PT Leoco Indonesia didirikan pada tahun 1981, Leoco adalah produsen kelas dunia interkoneksi dan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubikayu merupakan komoditi pertanian terbesar di Propinsi Lampung dibanding padi dan jagung dilihat dari nilai produksinya. Nilai produksi ubikayu pada tahun 2005 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci