BAB III SOLUSI BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
Willmott Peter, McCharty Dennis, 2001, TPM A-Route to World Class Perfomance, London, Butterworth Heinmann.

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI DAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

ANALISIS EFEKTIVITAS MANAJEMEN PERAWATAN MESIN (STUDI KASUS PADA MESIN SINCOM E32K DI DIVISI PERMESINAN DAN JASA PT.PINDAD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sistem Manajemen Maintenance

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

BAB III LANDASAN TEORI

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI DEPARTEMEN NON JAHIT PT. KERTA RAJASA RAYA

BAB V ANALISIS HASIL

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

BAB III METODELOGI PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

ANALISA TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DENGAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTION RATIO PADA ALUMUNIUM DIE CASTING DI PT SEMPANA JAYA AGUNG

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah perancangan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: produksi pada departemen plastik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

BAB III METODE PENELITIAN

Kata Kunci Life Cycle Cost (LCC), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Six Big Losses

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada. perusahaan tersebut seperti man, machine, material, methode serta

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB II LANDASAN TEORI

USULAN INTERVAL PERAWATAN KOMPONEN KRITIS PADA MESIN PENCETAK BOTOL (MOULD GEAR) BERDASARKAN KRITERIA MINIMASI DOWNTIME

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai pengolah bahan mentah kelapa sawit untuk menghasilkan minyak

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

Diagram 3.1 Flowchart Metodologi Pemecahan Masalah (Lanjutan)

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Universitas Widyatama

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. ABSTRACT... vii. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

INTERVAL PENGGANTIAN PENCEGAHAN SUKU CADANG BAGIAN DIESEL PADA LOKOMOTIF KERETA API PARAHYANGAN * (STUDI KASUS DI PT. KERETA API INDONESIA)

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

Sumbu X (horizontal) memiliki range (rentang) dari minus takhingga. ( ) hingga positif takhingga (+ ). Kurva normal memiliki puncak pada X

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

PENGUKURAN MANAJEMEN PERAWATAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

2.2.2 Keuntungan TPM Total Effectiveness (Keefektifan Total) Overall Equipment Effectiveness

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peragian yang ada di Brew house depart hingga proses packaging PT. MBI. produktivitas yang diinginkan perusahaan dapat tercapai.

TUGAS AKHIR ANALISIS PERHITUNGAN OEE ( OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS)

OPTIMASI JADWAL PERAWATAN PENCEGAHAN PADA MESIN TENUN UNIT SATU DI PT KSM, YOGYAKARTA

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

BAB 1 PENDAHULUAN. b. Meminimalkan biaya bahan baku dan upah kerja. c. Kecepatan proses produksi dengan basis mess production yang seragam.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diharapkan, membutuhkan informasi serta pemilihan metode yang tepat. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam dunia industri

Universitas Bina Nusantara

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pakan ternak berbentuk mesh, pellet, dan crumble. PT. Gold Coin memiliki

Transkripsi:

BAB III SOLUSI BISNIS Untuk mengatasi permasalahan dalam meningkatkan efektivitas mesin di Departemen Mijas PT. Pindad, maka melakukan perawatan mesin merupakan solusi yang tepat. Cara yang paling efisien untuk mengendalikan efektivitas mesin adalah dengan perawatan (maintenance), karena perawatan dapat mencegah excessive deterioration dari sistem. Sehingga untuk memecahkan masalah di Divisi Mijas harus diterapkan metoda perawatan mesin yang tepat. 3.1. Alternatif Solusi Bisnis Perawatan mesin selama ini masih dianggap sebagai sumber biaya, karena lebih banyak biaya yang keluar dari pada manfaatnya. Menurut survey mengindikasikan biaya perawatan menghabiskan 14% sampai 25% dari biaya produksi 16. Namun saat ini banyak perusahaan yang melakukan peningkatan produktivitas mulai menyadari manfaat dari perawatan mesin, karena 60% dari biaya perawatan tersebut dapat dikontrol 17. Perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen perawatan mesin umumnya melakukan sistem perawatan terdiri dari : 1. Kegiatan perawatan pencegahan (preventive maintenance) Kegiatan perwatan yang dilakukan sebelum terjadinya kerusakan. Tujuan perawatan ini adalah mencegah terjadinya kerusakan yang tidak terduga dan untuk menemukan kondisi yang dapat menyebabkan sistem mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Tindakan perawatan pencegahan dapat diklasifikasikan menurut berbagai metode (Gertsbakh, 1977:12). Salah satu cara mengklasifikasikannya adalah berdasarkan pada sifat statistik dari sistem atau elemen yang menjadi kajian. 16 Bruce Hawkins, Timothy C. Kister, 2006:30 17 William W. Cato, R. Keith Mobley, 2001: 2.

2. Kegiatan Perawatan perbaikan (corrective maintenance) Perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau sistem tidak dapat berfungsi dengan baik.. Tindakan yang diambil tergantung jenis kerusakan mesin seperti : penggantian (correction), perbaikan kecil (repair), perbaikan besar (overhaul). Klasifikasi di atas dapat dikembangkan lagi dalam beberapa jenis, secara jelas dapat dilihat dari skema berikut ini : Perwatan terencana adalah jenis perawatan yang sudah diorganisir, dilakukan sesuai jadwal pengendalian dan pencatatan. Running maintenance adalah perawatan yang dilakukan sementara mesin masih dalam kondisi sedang digunakan. Shoutdown maintenance adalah perawatan yang hanya dilakukan pada saat mesin benar-benar mati karena rusak, akan tetapi kerusakan itu telah diperkirakan sebelumnya. Emergency maintenance adalah jenis perawatan yang bersifat perbaikan terhadap kerusakan yang belum diperkirakan sebelumnya, jenis perawatan ini adalah yang paling mudah karena tidak dilakukan rencana sebelumnya, tetapi perawatan jenis ini akan lebih menimbulkan kesulitan di kemudian hari, baik dari segi biaya dan juga tidak adanya kesiapan data. Klasifikasi di atas dapat dikembangkan lagi dalam beberapa jenis, secara jelas dapat dilihat dari Gambar 3.1. 3. Total Productive Maintenance (TPM) Sistem ini merupakan suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan, mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak dan partisipasi operator produksi. Kata Total dalam Total Productive Maintenance mengandung arti : Total effectiveness, menunjukkan tujuan TPM untul efesiensi ekonomi dan mencapai keuntungan. Total maintenance sistem, meliputi sistem perawatan pada Gambar 3.1. 46

Total participation of all employee,meliputi autonomous maintenance oleh operator melalui small group activities. Gambar 3.1 Klasifikasi Perawatan Mesin Secara sederhana pendekatan ini bertujuan : Maksimasi efektivitas peralatan keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness) Menerapkan sistem perawatan preventif dalam rentang waktu umur suatu peralatan. Melibatkan seluruh personil, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja shop floor. Jenis-jenis perawatan yang telah disebutkan dapat diterapkan perusahaan jika faktorfaktor yang mendukungnya terpenuhi, yaitu : 1. Adanya tenaga pelaksana perawatan yang mempunyai keterampilan cukup. 2. Tersedianya prasarana fasilitas perawatan yang memadai. 3. Adanya ketersediaan komponen pengganti pada saat yang dibutuhkan, baik pada saat perawatan pencegahan ataupun perawatan perbaikan. 47

Deskripsi proses bisnis Divisi Mijas pada bab sebelumnya, memperlihatkan ketiga hal di atas telah terpenuhi walupun dalam pelaksanaannya belum optimal. 3.2 Analisis Solusi Bisnis Berdasarkan pada pendekatan sistem perawatan di atas, maka penulis memilih pendekatan TPM untuk meningkatkan efektivitas mesin di Divisi Mijas karena beberapa alasan, yaitu : 1. Sistem perawatan preventif dan korektif yang telah diterapkan PT. Pindad (Gambar 1.8). 2. Struktur organisasi yang mendukung Hasil restrukturisasi PT. Pindad yang dilakukan sejak tahun 1996 telah merubah struktur organisasi dari pembagian menurut proses menjadi struktur berdasarkan produk (Gambar 1.1). Struktur organisasi ini membuat terjadinya hubungan antara bagian produksi dan pemeliharaan mesin. Gambar 3.2 Hubungan Antara Departemen Produksi dan Pemeliharaan Mesin Hasil wawancara dan pengamatan di Departemen permesinan dan Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas menyimpulkan, struktur organisasi (Gambar 1.2) memberi keuntungan/kemudahan bagi mereka seperti : 1. Teknisi pemeliharaan lebih mudah dihubungi. 2. Waktu untuk inspeksi/traveling mesin lebih sedikit bagi teknisi pemeliharaan mesin. 3. Meningkatnya hubungan antara karyawan produksi dan pemeliharaan mesin. 48

Berdasarkan pendekatan faktor-faktor pendukung diatas, maka dalam melakukan peningkatan efektivitas mesin ini diperlukan langkah-langkah proses penelitian (Gambar 3.3). Gambar 3.3 Digaram Alir Penelitian 3.3. Identifikasi Sistem Perawatan di Divisi Mijas PT. Pindad Sistem konseptual secara teoritis berfungsi sebagai suatu sistem yang ideal dan menjadi acuan analisis sistem nyata di perusahaan. Bab I telah menerangkan kegiatan perawatan di PT. Pindad khususnya Divisi Mijas, dari penggambaran sistem nyata tersebut dapat diketahui perfomansinya dan kendala-kendala aplikasi kegiatan perawatan. Karakteristik failure (kerusakan) dalam kegiatan perawatan di PT. Pindad mempunyai arti keadaan saat mesin tidak dapat atau kurang maksimal melakukan fungsi permesinan dalam waktu yang tidak terencana atau mendadak. Kejadian kerusakan ini dapat disebabkan oleh kualitas produk dan parameter mesin. Kesimpulan karakteristik 49

tersebut didapat dari hasil wawancara dengan staff Departemen permesinan dan Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan mulai tahun 2004 sampai 2006, sesuai dengan perubahan kebijakan perusahaan yaitu 4 tahun sekali yang dituangkan dalam RKAP PT. Pindad tahun 2004-2008. 3.3.1. Identifikasi Objek Penelitian Hasil identifikasi lingkungan Divisi Mijas seperti jumlah dan jenis mesin yang bervariasi serta keterbatasan data, mengakibatkan perlunya pemilihan mesin kritis pada analisis efektivitas manajemen perawatan. Hasil analisis mesin kritis ini nantinya dapat mewakili dan diterapkan pada mesin lainnya, sehingga pada akhirnya mempengaruhi kinerja peroduksi divisi secara keseluruhan. Mesin yang merupakan objek penelitian merupakan mesin CNC Sincom E 32 K (CNC 5 Axis) yang digunakan untuk proses produksi produk jenis logam dengan tingkat kompleksitas dan akurasi yang tinggi. Mesin ini didesain untuk melakukan proses milling, boring, lathe, profiling, tapering dan pocketing pada benda kerja. Di Departemen Permesinan terdapat 3 unit mesin dengan jenis ini. Mesin yang akan diamati adalah mesin CNC Sincom E 32 K yang merupakan mesin yang dianggap kritis oleh pihak perusahaan, dalam hal ini Departemen Permesinan. Dasar pemilihan mesin ini adalah sebagai berikut : 1. Mesin cukup penting dalam lintas produksi. 2. Harga komponen mesin mahal. 3. Saran dari pihak perusahaan untuk meneliti mesin CNC Sincom E 32 K sebagai bahan penelitian. Pihak produksi menggangap akan terjadi hambatan dalam pencapaian target produksi bila mesin ini. 3.3.2. Deskripsi Umum Mesin CNC Sincom E 32 K Mesin CNC ini terpasang di PT. Pindad pada tahun 1989. Mesin jenis CNC saat itu merupakan seseatu yang baru bagi personil perawatan maupun operator maka mesin tidak bisa bekerja secara optimal karena sering mengalami breakdown sementara utilisasi mesin sangat rendah. Selain itu sistem perawatan baru bisa berjalan tahun 90-an, sehingga catatan mengenai sejarah rinci dari mesin pada kurun waktu tersebut tidak ada. 50

Mesin Sincom E32K yang menjadi tinjauan dalam penelitian ini adalah mesin CNC 5 axis yang merupakan gabungan dari dua bagian besar kelas komponen, yaitu : 1. Mekanik Bagian mekanik yang merupakan bagian dari mesin yang melakukan kerja permesinan. Bagian ini merupakan bagian inti yang berasal dari perusahaan Sincom. 2. Kontrol Bagian kontrol terdiri dari alat kontrol dan pemograman mesin yang berasal dari perusahaan Fanuc. Bagian Mekanik memiliki motor penggerak dan bagian-bagian yang berfungsi sebagai proses permesinan. Semua kegiatan tersebut dikontrol dari bagian pemograman. Bagian kontrol ini terdapat alat-alat elektronik yang merupakan bagian dari sistem kontrol otomatis mesin tersebut, pada bagian ini juga terdapat sistem pemograman komputer Sincom E32K. Mesin CNC 5 axis ini secara keseluruhan mempunyai ribu-an komponen baik yang berhubungan dengan fungsi mekanik maupun berhubungan dengan fungsi kontrol. 3.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Mesin CNC Sincom E32K Pengumpulan data dilakukan mulai tahun 2004 sampai 2006 (Lampiran A), yang berasal dari dokumen Departmen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas PT. Pindad. Bagian administrasi melakukan rekapitulasi laporan kegiatan perawatan mesin di lantai produksi setiap satu tahun sekali. Hasil laporan tersebut merupakan bahan evaluasi dan acuan pada bagian produksi dan perawatan. Hasil rekapitulasi ini berupa dokumen perawatan seperti laporan kegiatan perawatan preventif, Work Order (WO). Yang berisi : 1. Jenis mesin Obyek pemecahan masalah dalam penelitian ini merupakan data-data historis dari mesin Mesin Sincom E32K (CNC 5 axis) di Departemen Permesinan. 2. Tanggal dan jam kerusakan mesin. 51

Data ini secara umum menggambarkan waktu berhentinya proses produksi mesin secara mendadak maupun terencana di lantai produksi. 3. Jenis kegiatan perawatan. Kegiatan-kegiatan perawatan yang telah dilakukan seperti perawatan preventif (PM), perawatan korektif (BM). perawatan berdasarkan kondisi peralatan (CM). 4. Kegiatan perawatan Kegiatan ini dilakukan oleh bagian pemeliharaan mesin yang dimulai dari waktu kedatangan teknisi, proses identifikasi sumber kerusakan mesin, persiapan alat bantu dan komponen pengganti, pelaksanaan proses perawatan sampai mesin dapat beroperasi kembali oleh operator. Data-data yang diperoleh dari kegiatan ini terdiri : Tanggal dan jam dilakukan perawatan. Tanggal dan jam selesai perawatan. Tanggal dan jam penerimaan mesin kepada operator. Data-data tersebut menjadi bahan pengolahan dan analisis data, seperti : 1. MTBF (Mean Time Between Failure) diperoleh dari waktu terjadinya kerusakan. 2. MTTR (Mean Time to Repair) diperoleh dari waktu kegiatan repair. 3. MPMT (Mean PM Time) dan MTBPM (Mean Timen Between PM) diperoleh dari waktu kegiatan perawatan PM. Deskripsi dari kegiatan waktu perawatan dapat di lihat pada Gambar 3.4. Gambar 3.4 Waktu Kegiatan-kegiatan Perawatan Data MTBF yang didapat pada Tabel 3.2 perlu dilakukan pengujian statistik, sementara data-data yang lain hanya dilakukan estimasi mean (Tabel 3.1). 52

3.4.1. Penentuan Parameter Distribusi Kerusakan Mesin CNC Sincom E 32 K Data-data yang dikumpulkan tersebut diperlukan untuk analisis kuantitatif kegiatan perawatan, terutama MTBF dengan melakukan Goodness of fit. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data-data tersebut berasal dari satu populasi yang sama dan jenis distribusi dari kerusakan yang terjadi. MTBF pada tabel akan membentuk suatu pola distribusi tertentu, dimana distribusi tersebut dapat menggambarkan frekuensi kemampuannya terhadap waktu operasinya. Distribusi hipotesis dari MTBF dalam goodness of fit adalah distribusi Weibull, dua parameter, distribusi ini dapat mewakili sebagian besar karakteristik peralatan (Jardine, 1973:17). Tabel 3.1 Rekapitulasi Parameter Kerusakan Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Parameter (jam) Mesin Tahun MDT MTBF Frekuensi MTTR F MPMT MTBPM 2004 793,34 537,97 14 7,47 10,13 3459 Ms 1 2005 1390,75 449,64 18 15,04 16,38 4071,83 2006 477,63 487,34 19 3,41 21 5171,94 2004 375,72 375,75 19 2,33 6,90 2207,88 Ms 2 2005 413,75 593,65 15 4,53 8,25 4295,75 2006 882,58 676,23 12 5,13 8,15 5065,83 2004 336,17 966,61 7 7,60 7,00 4200 Ms 3 2005 678,33 1233,57 7 15,62 7,15 2856 2006 333,41 948,54 9 2,81 7,56 2856 Pengujian Goodness of Fit yang digunakan adalah Uji S-Mann yang dikembangkan oleh Mann, dengan rumus : S r 1 r i= + 1 2 = r 1 i= 1 X i+ 1 + X i M X i+ 1 X i M Data kerusakan mesin merupakan distribusi Weibull dua parameter apabila S < S α, dimana S α merupakan indeks dari Tabel S statistik (Lampiran C). i i 53

Tabel 3.2 Data Waktu Antar Kerusakan CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Tahun No Ms 1 Ms 2 Ms 3 2004(jam) 2005(jam) 2006(jam) 2004(jam) 2005(jam) 2006(jam) 2004(jam) 2005(jam) 2006(jam) 1 44,25 47,5 70,9 54 130 105,75 209,5 216 492,5 2 125,5 48 93,75 71,5 137,75 130,25 220,5 336 580,83 3 198 103,5 97 79 157 246 346,25 1008 624,5 4 266 104 108,25 79,75 167 311,75 828,5 1114,67 626 5 343,75 146,5 143,5 96 221 323 986,75 1626,5 791,17 6 350,2 229 144,5 96 264,5 393,5 1346 2136 791,5 7 384 249,75 145 107 431,75 405,5 2828,75 2197,83 984 8 384 359,75 216 142 432,5 497 1440 9 424,25 409 256,75 192 471 1293,75 2206,33 10 430,75 448 288 215 526,5 1775 11 491,5 449,6 296 289,25 529 1957 12 958 485,5 384,5 384 796 13 1241 496 433,6 451,58 875,75 14 1890,33 499,25 588,75 569,5 1267 15 606,9 818,5 594,25 2498 16 743 855,5 646,5 17 1326 1034,5 846,75 18 1342,25 1079,5 954,58 19 2205 1270,5 3.4.2. Penentuan Parameter Distribusi Weibull Berdasarkan hasil kesesuaian distribusi pada proses sebelumnya, maka dapat diketahui parameter distribusi Weibull dua parameter. Distribusi weibull mempunyai parameter yang terdiri parameter skala α yang disebut parameter umur karakteristik, dan parameter bentuk β atau parameter weibull slope. Penaksiran besarnya parameter α dan β dapat dilakukan dengan cara regresi linier (Miller, 1977:465-469), dengan pendekatan metode harga tengah atau median (50%). Pengujian ini merupakan pengembangan metode pengujian chi-square khusus untuk menguji kesesuaian data distribusi weibull dengan dua parameter, dengan karakteristik data dengan sampel yang kecil ( 25 data), data tidak lengkap, dan distribusi yang tidak simetris. Hasil perhitungan parameter α dan β pada tabel 3.3, didapat dari rumus : a r N Y i i= 1 i= 1 = b r N X i 54

b = N r X i. Yi X i i i= 1 i= 1 i= 1 r r 2 2 N X i X i i= 1 i= 1 r r Y Dengan diketahuinya nilai kedua konstanta a dan b maka parameter distribusi Weibull dua parameter dapat ditentukan sebagai berikut : α = exp (a) β = 1/b Parameter α dan β sesuai fungsinya dapat mewakili karakteristik waktu antara kerusakan mesin pada area pekerjaan yang diteliti.hasil perhitungan parameter distribusi weibull dua parameter dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Parameter Distribusi Weibull Mesin Ms 1 Ms 2 Ms 3 tahun α β α β α β 2004 570,5504 1,26598 372,38 1,2284 1010,86 1,1564 2005 481,40 1,204688 597,23 1,4150 1414,72 1,2254 2006 471,03 1,25800 677,70 1,2234 1032,91 2,5800 Tabel 3.3 menunjukkan nilai β> 1 untuk setiap mesin, ini menandakan laju kerusakan meningkat seiring bertambahnya waktu (Jardine, hal.16). Gambar 3.5 memperlihatkan mesin-mesin di Divisi Mijas berada pada wear out region, yang mengisyaratkan berakhirnya masa pakai dari mesin dan kurangnya perawatan. Bila suatu alat telah memasuki tahap ini, maka harus dilakukan perawatan preventif untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang fatal di masa yang akan datang. Sumber : jardine, 1973: 22 Gambar 3.5 Kurva laju kerusakan 55

3.4.3. Penentuan Keefektifan Mesin CNC Sincom E 32 K (OEE) Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan mesin melalui pendekatan kuantitaif. Hasil prosesnya berupa indeks efektivitas mesin yang berfungsi sebagai benchmark untuk memperbaiki dan mendeteksi masalah-masalah yang ada di lantai produksi 18. Masalah-masalah tersebut dikategorikan berdasarkan pengaruhnya pada tiga ukuran perfomansi, seperti : 1. Availability (tingkat pengoprasian) Availability merupakan rasio dari lama waktu suatu mesin benar-benar digunakan terhadap lama waktu mesin tersebut ingin digunakan. Availability berbeda dengan utilitas,karena merupakan suatu ukuran sejauh mana mesin tersebut berfungsi saat diperlukan. 2. Perfomance Rate (tingkat perfomansi) Tingkat perfomansi adalah rasio dari apa yang sebenarnya dengan apa yang seharusnya pada suatu perode tertentu atau dengan kata lain perbandingan tingkat produksi aktual dengan tingkat produksi yang diharapkan (dari desain awalnya). 3. Quality Rate (tingkat kualitas) Tingkat kualitas menunjukkan jumlah produk yang dapat diterima per-total produk yang dihasilkan. Berdasarkan Japan Institute Of Plant Maintenance (JIPM) ke-tiga ukuran di atas diterjemahkan dalam persamaan Overall Equipment Effectiveness (OEE) : Overall Equipment Effectiveness (OEE) = Availability x Performance x Quality Product (Tingkat Efektivitas Fasilitas ) = (Rasio Waktu Operasi) x (Tingkat Kecepatan Operasi ) x (Tingkat Kualitas Produk) JIPM menetapkan batasan ideal dari indeks OEE berdasarkan pengalaman perusahaanperusahaan yang berhasil menerapkan TPM, berupa : Availabilty > 90% Perfomance > 95% Quality Product > 99% 18 Peter Wilmots, Dennis McCrathy, 2001:7 56

Sehingga OEE yang ideal adalah : 0.90 x 0.95 x 0.99 x 100% = 85% Persamaan OEE di atas diperoleh dengan memperhitungkan six big losses seperti pada Gambar 3.6 Loadingtime downtime Availability = x100% Loadingtime Theoreticalcycletime processedamount Perfomance = x100% Loadingtime RateofQual ity Pr oduct processeda mount defectamou = processeda mount nt x100 % Sumber : Siichi Nakajima, 1988 ::25 Gambar 3.6 Perhitungan Tingkat Keefektifan Fasilitas (OEE) Pengolahan data mengenai keefektifan mesin agar dapat diterapkan memerlukan penyesuaian dengan kondisi perusahaan, sehingga untuk memudahkan proses perhitungan diperlukan data-data dari bagian produksi Departemen Permesinan. Datadata tersebut merupakan mengenai produk dari masing-masing mesin yang diteliti, yang berisi : 1. Produk hasil produksi masing-masing mesin Mesin CNC Sincom E 32 K memproduksi produk yang bervariasi karena sifatnya job order. 2. Waktu teoritis produk sebagai waktu standar manufacturing. 57

3. Waktu Proses aktual masing-masing produk yang meliputi waktu proses total. 4. Kualitas produk Kualitas produk ini berupa error yang diakibatkan oleh kinerja mesin. Data-data di atas dapat dilihat pada Tabel 3.6 berupa hasil rekapitulasi parameter produksi masing-masing mesin setiap tahunnya, akibat kebijakan perusahaan mengenai rahasia data produksi. Tabel 3.4 Rekapitulasi Waktu Teoritis dan Aktual Produk Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 2006 Mesin Ms 1 Ms 2 Ms 3 Tahun Waktu Teoritis (jam) Waktu Aktual (jam) Defect Time(jam) Jumlah Produk (Unit) 2004 6025,53 6228,44 0,00 376 2005 4281,43 4588,05 6,16 260 2006 6641,7 7152,22 0,00 305 2004 6891,57 7362,01 0,00 161 2005 5978,33 6419,71 0,00 216 2006 5551,53 5983,71 22,44 297 2004 6757,17 7193,03 0,00 230 2005 5415,94 5728,85 67,76 165 2006 7634,44 7954,81 58,11 362 Proses Pengukuran OEE mesin CNC Sincom E 32 K adalah dengan menjumlahkan seluruh nilai data per-tahun untuk masing-masing kriteria. Berdasarkan rumus perhitungan OEE, kriteria dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Availability Availability = Total Loading time Total Downtime Total Loading time X 100% Total loading time dihitung dari total waktu proses aktual + total downtime. Hal ini disebabkan loading time untuk setiap tahun dan tiap mesin berbeda (sesuai beban produksi), sehingga untuk rumus availability menjadi : 58

Availability = (Total Waktu Proses Aktual (90%) + Total Downtime ) Total Downtime Total Waktu Proses Aktual (90%) + Total Downtime X 100% Total Waktu Proses Aktual (90%) = X 100% Total Waktu Proses Aktual (90%) + Total Downtime Total downtime dihitung dari total downtime setahun + Total waktu setup. Waktu setup diasumsikan 10% dari total waktu proses aktual. 2. Perfomance Perfomance = Total Waktu Proses Teoritis Total Waktu Proses Aktual X 100% Total waktu proses teoritis didapat dengan menjumlahkan seluruh waktu teoritis dari masing-masing produk dalam setahun. Total waktu ini terdiri dari waktu proses (90%) dan waktu setup (10%). Total waktu proses aktual didapat dengan menjumlahkan seluruh waktu aktual dari masing-masing produk dalam setahun. Total waktu ini terdiri dari waktu proses (90%) dan waktu setup (10%). 3. Quality Rate Of Quality Product = Total Produk Total Produk Reject Total Produk X 100% Total produk dihitung berdasarkan total waktu proses aktual dari seluruh produk yang di hasilkan. Sementara Total produk reject dihitung berdasarkan waktu proses aktual dari produk yang reject akibat error mesin. sehingga untuk rumus availability menjadi : Rate of Quality Product = Total Waktu Proses Aktual Total Waktu Proses Produk Reject Total Waktu Proses Aktual X 100% Proses perhitungan untuk OEE berdasarkan rumus di atas dilakukan dengan mengalikan ketiga kriteria. Hasil pengolahan data ini dapat dilihat pada tabel overall equipment effectiveness mesin CNC Sincom E 32 K. 59

Gambar 3.7 OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 3.5. Analisis Prinsip-prinsip Efektivitas Mesin Tujuan pembagian analisis ini adalah untuk melihat apakah perfomansi sistem perawatan yang ada sudah efektif atau belum. Pendekatan analisis sistem dilakukan dengan pendekatan 3 bagian prinsip TPM yaitu : 1. Total effectiveness, Gambar 3.6 memperlihatkan breakdown merupakan masalah utama pada utilisasi mesin.breakdown mesin dapat menyebabkan pemborosan berupa peningkatan reject produk, dan biaya produksi. Berdasarkan hal tersebut diperlukan sistem pencegahan breakdown dalam sistem perawatan berupa analisis dan tindakan pencegahan. 2. Total maintenance Sistem ini terdiri maintenance prevention (MP) dan preventive maintenance (PM), dan maintainability improvement (MI) yang masing-masing mempunyai fungsi agar mesin tetap berfungsi sesuai spesifikasi dan kapasitasnya saat digunakan. Sistem MP sangat berguna untuk perancangan peralatan sehingga alat tersebut bebas perawatan. Perancangan perlatan ini diperoleh dari data-data kegiatan produksi di perusahaan kemudian data tersebut menjadi feed back bagi produsen mesin untuk merancang peralatan yang sesuai dengan kondisi penggunanya. Proses MP dalam manajemen perawatan di PT. Pindad belum dilaksanakan akibat keterbatasan sumber daya, sehingga analisis proses MP tidak dilakukan dalam penelitian ini. 60

Proses PM yang menjadi bagian dalam total maintenance system lebih difokuskan pada kegiatan manajemen perawatan yang telah dilakukan PT. Pindad seperti perawatan periodik. Analisis PM yang dilakukan berupa perawatan preventif dengan parameter MTBF (Mean Time Between Maintenance), sebagai hasil kegiatan penggunaan mesin. Perawatan preventif ini berupa analisis efektivitas kegiatan perawatan dengan melihat interval waktu perawatan yang telah ada (MTBPM : Mean Time Between Preventive Maintenance) sesuai dengan MTBF yang terjadi. Agar sesuai dengan data-data yang ada di perusahaan, maka analisis interval perawatan preventif diarahkan pada minimasi downtime. Analisis MI meliputi analisis MTTR (Mean Time To Repair) dan kegiatan perbaikan pada mesin rusak, karena MI bertujuan untuk meminimasi waktu perbaikan. 3. Total participation of all employee. Sistem partisipasi secara menyeluruh merupakan pendekatan pada faktor manusia seperti self initiated maintenance atau autonomous maintenance. Operator mesin di lantai produksi turut serta dalam kegiatan perawatan mesin. PT. Pindad selama ini telah menerapkan 5R sebagai penunjang kegiatan perawatan mandiri, di samping stuktur organisasi yang memungkinkan kerjasama antara bagian produksi dan pemeliharaan mesin. 61

Tahun Loading Time (jam) Tabel 3.5 Overall Equipment Effectiveness Mesin 1 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Downtime (jam) Tot Waktu Proses Teoritis(jam) Tot Waktu Proses Aktual(jam) Defect Time(jam) Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 7021,78 1416,18 6025,53 6228,44 0 79,8 96,7 100 77,23 2005 5978,80 1849,55 4281,43 4588,05 6,16 69,1 93,3 99,87 64,36 2006 7629,85 1192,85 6641,7 7152,22 0 84,4 92,9 100 78,34 Tahun Loading Time (jam) Tabel 3.6 Overall Equipment Effectiveness Mesin 2 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Downtime(jam) Tot Waktu Proses Teoritis(jam) Tot Waktu Proses Aktual(jam) Defect Time(jam) Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 7737,73 1111,921 6891,57 7362,01 0 85,6 93,6 100 80,16 2005 6833,46 1055,721 5978,33 6419,71 0 84,5 93,1 100 78,74 2006 6866,29 1480,954 5551,53 5983,71 22,44 78,4 92,8 99,6 72,49 Tahun Loading Time (jam) Tabel 3.7 Overall Equipment Effectiveness Mesin 3 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Downtime (jam) Tot Waktu Proses Teoritis(jam) Tot Waktu Proses Aktual(jam) Defect Time(jam) Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 7529,2 1055,47 6757,17 7193,03 0 85,98 93,9 100 80,77 2005 6407,18 1251,22 5415,94 5728,85 67,76 80,5 94,5 98,8 75,18 2006 8288,22 1128,89 7634,44 7954,81 58,11 86,4 95,97 99,3 82,29 62

Hasil analisis-analisis di atas dapat menjadi acuan untuk perbaikan dan perancangan sistem kegiatan perawatan. Gambar 3.8 menerangkan langkah-langkah analisis peningkatan efektivitas mesin. Gambar 3.8 Langkah Analisis Peningkatan Efektivitas Mesin 3.5.1. Tingkat Keefektifan Mesin 3.5.1.1. Analisis Availability Hasil pengukuran availability pada Gambar 3.9 secara umum nilainya bervariasi menurut tahun produksi. Nilai availability untuk semua mesin masih di bawah 90%, dengan trend mengalami kenaikan pada tahun 2006, kecuali pada mesin 2. 63

Gambar 3.9 Grafik Availability Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Penurunan availability akan lebih jelas terlihat bila ketiga data mesin dirata-ratakan (Gambar 3.10), yaitu dari 83.8% pada tahun 2004 menjadi 78% pada tahun 2005 kmudian naik lagi sebesar 83.1%. Gambar 3.10 Grafik Rata-rata availability Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Penurunan tersebut dapat dijelaskan dengan rumus availability, dimana faktor downtime sangat berpengaruh. Downtime pada tahun 2005 mengalami kenaikan yang sangat besar sebesar 17% sementara pada mesin 1 mencapai 30%, sementara mesin 2 mengalami kenaikan 33% pada tahun 2006 (Gambar 3.11). Trend kenaikan ini tidak terjadi pada tahun 2006, dimana tingkat downtime dapat diturunkan kembali kecuali pada mesin 2. Dari Gambar 3.11 dan lampiran data kerusakan mesin, dapat dianalisa downtime pada mesing mesin : 64

1. Mesin 1 Kenaikan downtime pada mesin 1 sangat drastis pada tahun 2005 yaitu sebesar 18% dari tahun 2004. Kenaikan tersebut disebabkan naiknya kuantitas kerusakan kerusakan dari 14 menjadi 18, serta kualitas kerusakan pada 11/09/ 2005 selama 17 hari. Tingkat kerusakan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan komponen dan interval kegiatan PM yang baru dilakukan pada tanggal 4/10/2005 atau 11 bulan dari kegiatan PM terakhir. PM pada tanggal tersebut dilakukan selama 18 hari atau lebih lama 11 hari dari standar lamanya kegiatan PM (1 minggu), ini mengindikasikan adanya kerusakan yang tidak terduga saat dilakukan perawatan. Tahun 2006 downtime mesin 1 mengalami penurunan, walaupun kuantitas dan waktu PM yang tinggi tapi kualitas kerusakan mesin rendah dan waktu PM yang dilakukan sesuai standar. 2. Mesin 2 Downtime pada mesin 2 yang mengalami kenaikan yang terjadi di tahun 2006 akibat mesin berhenti oleh kegiatan PM dan BM yang dilakukan tidak sesuai standar. Mesin 2 mengalami kegiatan perawatan PM selama 8 hari pada bulan januari. Berhentinya mesin ini akibat proses perawatan preventif dilakukan tanggal 17 januari 2006 karena perawatan korektif yang tidak lancar dan parahnya tingkat kerusakan pada tanggal 12 15 januari 2006, sehingga dapat diartikan kegiatan PM pada tanggal tersebut merupakan perawatan BM yang mengakibatkan mesin mati selama 11 hari. Sementara di mesin 2, terjadi peningkatan downtime mesin oleh aktivitas PM yang terlalu lama pada tanggal 11 Desember 2006 yaitu selama 12 hari. Berdasarkan wawancara terhadap Departemen pemeliharaan mesin, PM tersebut dilakukan karena motor sumbu X menunjukkan gejala kecepatan gerak yang abnormal sehingga diputuskan untuk memperbaiki motor tersebut. Perbaikan motor sumbu x memakan waktu 6 hari lebih lama dari waktu standar PM yaitu 1 minggu akibat ketidaksiapan sparepart penggantian komponen. 3. Mesin 3 Kegiatan perawatan PM yang dilakukan pada mesin 3 masih sesuai jadwal sehingga kuantitas kerusakan pada mesin ini rendah dibanding mesin lainnya. 65

Analisis di atas menunjukkan tingkat downtime masih tinggi dan bervariasi untuk setiap mesin. Cara untuk meminimasi dapat dengan melihat unsur-unsur pembentuk Downtime mesin yang meliputi waktu kegiatan perawatan, waktu memeriksa sebab kerusakan dan waktu menunggu kedatangan komponen. Elemen-elemen tersebut perlu di eliminasi waktunya untuk mengurangi tingginya waktu downtime, sehingga selain pelaksanaan jadwal PM yang sesuai, keahlian dari teknisi perawatan serta sistem informasi logistik sangat penting untuk dilakukan perbaikan. Variasi produk yang dihasilkan akibat waktu operasi dan waktu setup juga ikut berpengaruh pada waktu downtime masing-masing mesin. Gambar 3.11 Grafik Downtime Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Kegiatan pemeliharaan Mesin Divisi Mijas yang belum efektif untuk meminimasi unsur-unsur downtime mesin mengakibatkan mengakibatkan nilai availability untuk semua mesin < 90%, sehingga belum memenuhi kriteria standar JIPM yaitu > 90%. Tetapi Departemen Pemeliharaan Mesin dalam hal ini terus melakukan perbaikan, ini bisa terllihat pada tahun 2006 yang mampu mengembalikan tingkat downtime seperti tahun 2004. 3.5.1.2. Analisis Perfomansi Nilai perfomansi dipengaruhi oleh waktu proses aktual, dimana semakin besar waktu proses aktual maka semakin kecil nilai perfomansi mesin. Sementara nilai perfomansi akan naik bila waktu proses aktual mendekati waktu proses teoritis. Gambar 66

3.12 menunjukkan bahwa nilai perfomansi semakin naik untuk mesin 3 saja sedangkan untuk mesin lainnya, mengalami variasi trend. 1. Mesin 1 Penurunan pada mesin 1 terjadi karena meningkatnya frekuensi kerusakan yang terjadi yaitu dari 14 menjadi 19 pada tahun 2006, sehingga mempengaruhi kelancaran produksi. 2. Mesin 2 Penurunan perfomansi mesin 2 pada tahun 2005 lebih disebabkan oleh meningkatnya kuantitas produk yang dihasilkan yaitu dari 161 unit menjadi 216 unit (Tabel 3.6). Kuantitas peroduk akan mempengaruhi waktu setup atau adjustment mesin karena mesin akan mengalami perubahan setting, dies dan jig mesin saat dilakukan pengerjaan produk baru. 3. Mesin 3 Perfomansi pada mesin 3 mengalami kenaikan akibat frekuensi kerusakan yang kecil. Reduced speed dan minor breakdown pada mesin juga sangat mempengaruhi perfomansi mesin. Kondisi mesin seperti ini sulit untuk dihilangkan karena tidak ada dokumentasi data di shop floor serta diperlukan awareness yang tinggi dari operator atau teknisi untuk mengetahuinya. Berdasarkan hal itu faktor manusia sangat berperan disamping kegiatan untuk menghilangkan downtime mesin untuk meningkatkan perfomansi mesin. Faktor-faktor yang berpangaruh pada perfomansi itu dapat ditingkatkan dengan : pelatihan pengenalan mekanisme mesin bagi operator dan teknisi. Penggunaan alat ukur mesin untuk mengetahui parameter kualitas mesin. Pelaksanaan program 5R sehingga tercipta kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan produktivitas operator mesin. 67

Gambar 3.12 Grafik Perfomansi Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Bila grafik di atas dirata-ratakan seperti pada Gambar 3.13 maka dapat disimpulkan perfomansi mesin mengalami kenaikan pada tahun 2006 dibanding tahun 2005. Penurunan perfomansi tahun 2005 dapat dijelaskan dari sudut pandang produksi seperti demand akan produk baru dengan spesifikasi yang baru dan semakin berkurangnya minor stoppage atau reduce speed, yang dapat terdapat pada waktu proses aktual walaupun tidak terlihat secara langsung. Gambar 3.13 Grafik Rata-rata Perfomansi Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Nilai perfomansi mesin bila dibandingkan dengan standar JIPM yaitu > 95% masih belum terpenuhi namun ke tiga mesin telah mencapai standar tersebut pada tahun yang berbeda-beda. Pencapaian nilai perfomansi dengan standar tersebut menandakan bahwa Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas sebenarnya mampu memperbaiki nilai perfomansi yang sudah ada di tahun-tahun mendatang. 68

3.5.1.3. Quality Kualitas hasil produksi dari mesin mempunyai nilai yang mendekati 100% (± 99%) seperti terlihat pada Gambar 3.14, ini menunjukkan tingkat reject produk oleh mesin sangat kecil sehingga kualitas mesin dalam hal kepresisian masih tinggi. Reject produk mengalami penurunan pada tahun 2005 untuk semua mesin dan kemudian naik lagi pada tahun selanjutnya (Gambar 3.15). 1.00 Quality (%) 0.99 Ms 1 Ms 2 Ms 3 0.98 2004 2005 2006 Tahun Gambar 3.14 Grafik Quality Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Penurunan kualitas mempunyai hubungan dengan tingkat downtime mesin yang tinggi. Hal ini menunujukan adanya pengaruh antara kondisi mesin dengan kualitas produk, sehingga mesin perlu dijaga kondisinya. Sementara nilai-nilai kualitas yang terjadi sudah memenuhi standar yaitu > 99% kecuali untuk mesin 3 (98%). Downtime mesin tahun 2006 menghambat kenaikan standar kualitas. 1.00 Quality (%) 0.99 0.98 2004 2005 2006 Tahun Gambar 3.15 Grafik Rata-rata Quality Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 69

3.5.1.4. Analisis Overall Equipment Effectiviness (OEE) Efektivitas mesin dapat dinilai dengan nilai OEE yang terdiri dari ketiga elemen di atas. OEE akan meningkat apabila ketiga elemen tersebut juga meningkat dan pada akhirnya efektivitas mesin semakin tinggi. Gambar 3.16 menunjukkan nilai OEE masingmasing mesin mengalami variasi, dengan penurunan terjadi di tahun 2005. Mesin 1 Penurunan OEE pada mesin 1 dipengaruhi availability mesin yang rendah. Meningkatnya downtime mesin yaitu pada tahun 2005 dan 2006 mempengaruhi rendahnya tingkat availability. Mesin 2 Mesin kedua mengalami penurunan nilai OEE pada tahun 2006 sedangkan mesin lainnya mengalami peningkatan. Faktor penyusun pada OEE mesin kedua sangat mempengaruhi, hal ini diakibatkan aktivitas PM pada mesin 2 hanya dilakukan 1 kali pada tahun 2005 dengan interval 10 bulan sehingga mengakibatkan tingkat kerusakan yang parah pada tahun 2006 (lampiran A). Standar waktu PM yang dilakukan di Departemen Permesinan untuk mesin CNC Sincom E 32 K ialah 3 bulan sekali, sehingga dalam 1 tahun seharusnya terjadi 3 sampai 5 kali. Mesin 3 Identik dengan mesin 1, dimana OEE mesin 3 dipengaruhi oleh availability mesin dan jumlah produk yang dihasilkan. Hasil dari OEE mesin ke-3 merupakan yang terbaik dibanding mesin CNC Sincom E 32 K lainnya, hal itu disebabkan interval kegiatan perawatan yang sesuai jadwal. Gambar 3.16 Grafik OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 70

Variasi OEE untuk setiap mesin secara umum diakibatkan perbedaan perlakuan perawatan untuk setiap mesin berbeda, seperti interval waktu perawatan PM yang tidak mengikuti standar dan beban produksi yang berbeda. Hal ini menandakan Divisi Mijas masih mengandalkan perawatan kondisi mesin (Condition Based Maintenance), dimana perawatan dilakukan apabila mesin menunjukkan gejala kerusakan seperti kecepatan mesin, getaran dan kualitas produk yang dihasilkan. Gambar 3.17 Grafik Rata-rata OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 2006 Trend nilai OEE dapat mudah dilihat jika variasi OEE untuk setiap mesin dirataratakan berdasarkan tahun produksi, seperti terlihat pada Gambar 3.17. Nilai OEE untuk tahun 2005 menurun 11% dari OEE tahun 2004 sebesar 79%, namun bagian perawatan mampu menaikan lagi nilai OEE tahun 2006 sebesar 78%. Peningkatan nilai OEE ini menunjukkan penggunaan mesin di Divisi Mijas mampu dilakukan apabila manajemen perawatan dilaksanakan sesuai standar baik dari sistem maupun SDM-nya. Variasi nilai OEE yang terjadi tahun 2004 sampai 2006 masih sesuai dengan target PT. Pindad, dimana utilisasi mesin berdasarkan RKAP 2004-2008 ialah sebesar 60%. Namun bila rata-rata nilai OEE sebesar 77% ini dihubungkan dengan standar JIPM (> 85%) maka terjadi selisih 8%. Peningkatan OEE sebesar 85% secara langsung untuk tahun berikutnya mungkin akan memberatkan PT. Pindad karena variasi nilai OEE masih belum stabil akibat strategi growth PT. Pindad untuk mengembangkan pasar baru dan produk baru untuk meningkatkan keuntungan Divisi Produk Komersial saat ini. Produk-produk baru ini bagi bagian produksi memerlukan penyesuaian dalam hal karakteristik produksi seperti kecepatan produksi, sementara pasar baru akan mempengaruhi persediaan bahan baku, beban mesin, jadwal dan kapasitas produksi. Berdasarkan hal tersebut PT. Pindad 71

khususnya Divisi Mijas dalam meningkatkan target efektivitas mesin CNC Sincom E 32 K harus realistis namun menantang untuk dicapai. Peningkatan target OEE dapat ditentukan dari nilai OEE tahun-tahun sebelumnya dengan mengambil nilai masing-masing komponen yang terbaik (best of best) pada setiap mesin 19. Metode ini diterapkan karena menandakaan adanya opportunity untuk Divisi Mijas, karena sudah pernah mencapai kondisi terbaik untuk setiap faktor-faktor OEE. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah. Tabel 3.8 Rekapitulasi OEE Mesin 1 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Tahun Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 79,8 96,7* 100* 77,23 2005 69,1 93,3 99,87 64,36 2006 84,4* 92,9 100 78,34 Tabel 3.9 Rekapitulasi OEE Mesin 2 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004 2006 Tahun Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 85,7* 93,6* 100* 80,16 2005 84,55 93,1 100 78,74 2006 78,4 92,8 99,6 72,49 Tabel 3.10 Rekapitulasi OEE Mesin 3 CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Tahun Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) 2004 85,98 93,9 100* 80,77 2005 80,5 94,5 98,8 75,18 2006 86,4* 95,97* 99,3 82,30 Ket : * = Nilai-nilai terbaik untuk setiap faktor Perhitungan OEE untuk setiap nilai- nilai yang terbaik dari tabel di atas, prosesnya sama dengan perhitungan OEE yang ada seperti terlihat pada Tabel 3.13. Tabel 3.11 Target OEE Mesin CNC Sincom E 32 K Mesin Avability(%) Perfomance(%) Quality(%) OEE(%) Ms1 84,4 96,7 100 81,62 Ms2 85,7 93,6 100 80,16 Ms3 86,4 95,97 100 82,90 Peningkatan target OEE mesin 1 CNC Sincom E 32 K di Tabel 3.13 akan mempengaruhi keuntungan Divisi Mijas apabila dapat mencapai target tersebut. Keuntungan ini dapat 19 Peter Wilmots, Dennis Mccarthy, 2001:42. 72

dicontohkan pada kondisi mesin 1 pada tahun 2006 yang terlihat pada Tabel 3.6, dengan OEE sebesar 77,23%. Sementara target mesin 1 CNC Sincom E 32 K pada tahun selanjutnya ialah sebesar 81,6%, maka apabila Divisi Mijas dapat mencapai target tersebut dengan keuntungannya ialah peningkatan produk sebesar 324 unit dengan waktu proses aktual sebesar 7152.22 jam atau pengurangan waktu menjadi sebesar 6723.08 jam untuk produksi sebesar 305 unit. Perhitungan di atas terjadi dengan asumsi kondisi produksi sama seperti tahun 2006. OEE meningkat ± 6% bila dibanding OEE tahun 2006, sehingga dapat berarti mesin 1 dapat memproduksi lebih banyak produk dengan waktu yang sama sebesar 4% dan sebaliknya. 3.5.1.5. Analisis Sistem Pencegahan Kerusakan Mesin Tujuan utama dari suatu sistem perawatan adalah mencegah terjadinya kerusakan (failure) mesin secara mendadak. Karena failure ini dapat menyebabkan kerugian yang besar dalam lintasan produksi, sehingga sistem pencegahan failure merupakan kunci utama keberhasilan dari suatu sistem perawatan mesin. Analisis pada bagian ini adalah mengenai analisis sistem pencegahan failure-nya, untuk analisis failure sudah dikemukakan pada analisis availability. Analisis pencegahan failure ini di Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas mengacu pada analisis kegagalan (Bab I). Menurut Yoshikazu dan Takahasi (TPM, 54:1990) analisis failure harus memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan frekuensi failure terbesar, yaitu : 1. Mesin pada kelompok sel mesin. 2. Proses dan lintasan produksi. 3. Jenis mesin. 4. Fungsi dan struktur mesin (mekanisme pergerakan, pembebanan, positioning dan lain sebagainya). 5. Bagian mesin yang lebih spesifik (mekanisme power, fixture), part atau komponen mesin. Faktor-faktor di atas dapat dikatakan secara umum Departemen Pemeliharaan Mesin sudah memperhatikannya sesuai fungsi masing-masing sub departemen (Gambar 1.1), kecuali untuk faktor 2. Bagian produksi tidak secara lengkap memberikan data jadwal produksi kepada bagian pemeliharaan baik pada dokumen maupun jaringan 73

komputer, seperti waktu proses aktual, beban produksi, peramalan produksi. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan dalam menanggulangi atau mengantisipasi kejadian failure, karena karakteristik kerusakan mesin dipengaruhi juga oleh variasi manufaktur. Proses produksi yang tidak dipertimbangkan ini dapat menyebabkan mesin sejenis dengan proses yang berbeda tidak terdeteksi perbedaan perlakuan perawatannya, sehingga terjadi ketidakefektifan terhadap hasil perawatan yang dilakukan. 3.5.1.6. Analisis Sistem Pendokumentasian Data historis Perawatan Mesin Sistem dokumentasi pada sistem manajemen perawatan di PT. Pindad sudah dapat dikatakan cukup baik, melaui formalisasi untuk setiap laporan pekerjaan untuk aliran informasi baik di dalam divisi maupun ke luar divisi. Laporan-laporan yang digunakan di dalam lingkungan Departemen pemeliharaan meliputi dokumen laporan inventory cost and control records, parts number mater file, laporan order kegiatan perawatan/rfm, laporan parameter mesin. PT. Pindad juga dilengkapi jaringan komputer untuk memudahkan pertukaran data antar departmen, namun tidak semua laporan di lapangan dimasukan ke jaringan tersebut. Keadaan ini akan menghambat pembuatan analisis kegiatan perawatan, terutama terhadap data historis mesin. Kesiapan data-data yang faktual dan akurat sangat diperlukan dalam suatu aktivitas rekayasa, karena dengan data ini hubungan sebab akibat antar masalah dapat terlihat dengan jelas. Kemudahan dalam mempergunakan data tersebut untuk analisis juga dapat mempengaruhi hasil perbaikan yang ingin didapat. Oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu tabel yang mempunyai karakteristik dapat memberikan informasi bermacam-macam aktivitas perawatan yang timbul dalam suatu fasilitas, seperti kegiatan perawatan preventif, perawatan korektif, dan inspeksi mesin. Tabel ini diharapkan sebagai alat penunjang dalam perbaikan sistem perawatan. Keuntungan dari tabel ini bagi pihak perawatan dan produksi di Divisi Mijas adalah : 1. Data historis kerusakan mesin sebagai data referensi utama bagi pihak pemeliharaan mesin dapat cepat diakses karena terkumpul dalam satu tabel. 2. Hasil penanggulangan atau perbaikan failure akan dapat terlihat, sehingga memberikan feedback bagi perencanaan perawatannya selanjutnya. 74

3. Tingkat pemahaman mengenai tingkat failure oleh bagian pemerliharaan mesin dan perawatan menjadi meningkat. Bentuk tabel yang dikembangkan pada Gambar 3.19 tidak jauh berbeda dengan aslinya (Gambar 3.18), hanya beberapa penyesuaian. Bentuk penyesuaian tersebut berupa unsur-unsur pembentuk kegiatan matinya mesin (downtine). Unsur ini sebenarnya dapat dijadikan fokus perbaikan perawatan karena telah menginformasikan keahlian teknisi seperti waktu pencarian masalah, waktu perawatan, komunikasi dengan bagian pengadaan sparepart (dilihat dari waktu material datang). Tabel ini nantinya diletakan pada mesin disamping tabel kualitas, parameter mesin dan produksi, sehingga setiap mesin mempunyai satu tabel dan proses analisa perawatan dapat langsung di lapangan. Jumlah data-data yang harus di masukan ke dalam tabel tersebut memerlukan suatu kondisi pendokumentasian yang baik, seperti : 1. Partisipasi operator untuk memberikan keterangan kepada teknisi pemeliharaan mesin saat pengisian tabel tersebut. Keterangan operator ini berguna untuk penentuan gejala atau penyebab failure dengan cepat. 2. Pengetahuan dan pengalaman yang cukup dari teknisi pemeliharaan mesin dalam mengisi tabel tersebut. Syarat ini mutlak diperlukan karena untuk mengidentifikasi suatu kejadian failure harus tepat dan benar agar dikemudian hari tidak terjadi kerusakan akibat salah identifikasi. 3. Standarisasi istilah mengenai jenis-jenis dari gejala kerusakan, produk defect, penyebab kerusakan, aktivitas PM. Standar istilah ini diwakili oleh suatu simbolsimbol beberapa huruf untuk lebih memudahkan penulisan keterangan menyangkut kejadian failure pada tabel. 75

Tgl Rusak jam rusak Status Mesin Jenis Kerja Nik Pelaksana Tgl Serah Jam Serah Tgl Start Jam Start Tgl Finish Jam Finish Tgl diterima Jam diterima Keterangan Gambar 3.18 Format Awal Tabel Data Kegiatan Perawatan Harian Tgl Rusak jam rusak Status Mesin Jenis Kerja Nik Pelaksana Penyerahan Mesin Tgl Jam Serah Serah Pencarian Sumber Penyebab Kegagalan Tanggal Jam Tgl Start Aktivitas Perawatan Material Penyerahan Mesin Jam Start Tgl Finish Jam Finish Tgl Pesan Jam Pesan Tgl Terima Jam Terima Tgl diterima Jam diterima Keterangan Gambar 3.19 Usulan Format Tabel Data Kegiatan Perawatan Harian 76

3.5.2. Total Maintenance System 3.5.2.1. Analisis Perawatan Preventif (PM) Analisis yang dilakukan pada bagian ini merupakan analisia PM periodik 3 bulan-an. Masalah mendasar dari suatu perawatan preventif adalah usaha untuk menanggulangi breakdown yang terjadi. Usaha ini mempunyai tujuan utama yaitu mengurangi kegagalan yang mungkin terjadi dan bahkan bila memungkinkan pencapaian tahap zero breakdown. 3.5.2.1.2. Analisis Interval Waktu Perawatan Preventif (MTBPM) yang optimal dengan minimasi downtime untuk komponen mekanik Pemilihan proses ini di dasarkan pada salah satu tujuan dari manajemen perawatan yaitu untuk meminimasi downtime per unit waktu. Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah interval PM yang ada sudah optimal atau belum. Karena Departemen Pemeliharaan Mesin Divisi Mijas tidak konsisten dengan pelaksanaan PM dengan periodik 3 bulan-an, dimana pada pelaksanaan di lapangan mengalami penambahan interval sampai 4 bulan (5000 jam) sampai 5 bulan seperti terlihat pada Gambar 3.20. MTBPM (jam) 6000 5500 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 2004 2005 2006 Tahun Ms1 Ms 2 Ms 3 Gambar 3.20 Grafik MTBPM Mesin CNC Sincom E 32 K Tahun 2004-2006 Pelaksanaan PM yang tidak sesuai standar akan mengakibatkan peluang kerusakan akan lebih besar dalam satu siklus PM. Kondisi interval PM dikatakan optimal bila total downtime per-unit waktu mencapai nilai yang optimal (minimum). Data-data perlakukan perawatan yang telah dilakukan di Dvisi Mijas dapat menentukan nilai interval waktu PM dengan menggunakan model proses penentuan interval PM dengan minimasi downtime. Model ini dibentuk : T p adalah downtime yang diperlukan untuk perawatan preventif. T c adalah downtime yang diperlukan untuk perawatan korektif. f(t) adalah pdf dari waktu kerusakan (failure) peralatan /komponen. 77

Tujuannya adalah menentukan interval waktu PM yang optimal tp untuk meminimasi downtime per-unit waktu. Kebijaksanaan dapat dilihat pada Gambar 3.20. Gambar 3.21 Kebijakan Perawatan Preventif dengan Minimasi Downtime Total downtime per unit waktu, untuk PM pada tp, adalah D(tp). Ekspektasi jumlah terjadinya downtime failure = Jumlah failure dalam interval (0,t p ) x Waktu untuk penggantian failure = T c.e(t p ) Dimana E(t p ) adalah ekspektasi jumlah kerusakan dalam interval (0,t p ) E( tp) = Untuk Distribusi Weibull tp f ( t) / R( t) dt = tp 0 0 r( t) dt αβ t α ( ) α α 1 β e t e t α ( ) β = αβ t α α 1 Sehingga Dan nilai total downtime adalah α α [ β t ] tp tp tp α α 1 r( t) dt αβ t dt = 0 0 = 0 78

D( t p ) = E( t ) TC + Tp p t p + T p Hasil rekapitulasi perhitungan proses untuk setiap mesin dapat dilihat pada gambar interval perawatan preventif (PM) Mesin CNC Sincom E 32 K, sedangkan untuk pengolahan secara lengkap terdapat pada Lampiran B. Gambar 3.22 Interval Perawatan Preventif (PM) Mesin 1 CNC Sincom E 32 K Gambar 3.23 Interval Perawatan Preventif (PM) Mesin 2 CNC Sincom E 32 K Gambar 3.24 Interval Perawatan Preventif (PM) Mesin 3 CNC Sincom E 32 K 79

Model ini mempunyai kelemahan yaitu frekuensi PM akan meningkat dimana mengakibatkan downtime saat terjadinya perawatan juga akan meningkat, tapi sebagai konsekuensinya hal tersebut dapat mereduksi downtime untuk perawatan korektif dan sebaiknya kedua hal tersebut diseimbangkan. Hubungan antara PM dan MTBF dapat dianalogikan dengan MTBPM dengan MTBF di PT. Pindad. MTBF adalah rata-rata interval waktu antar kejadian kerusakan mesin. MTBPM adalah Mean Time Between Preventive Maintenance atau rata-rata interval waktu antar PM. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dilihat apakah PM yang berjalan sudah efektif atau belum. Perbandingan parameter tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan antara MTBPM pada tahun terakhir (2006) dengan PM hasil perhitungan minimasi downtime. Rasiorasio dapat dilihat pada Tabel 3.14. Tabel 3.12 Rasio-rasio PM (tp*) dengan MTBPM tahun 2006 Mesin MTBPM MTBF Tp/Tf tp* tp*/mtbf tp*/mtbpm Ms 1 5171,94 487,34 6,18 5800 11,9013 1,1214 Ms 2 5065,83 676,23 1,59 3400 5,0279 0,6712 Ms 3 2856 948,54 1,59 1300 1,3705 0,4552 Perbandingan antara tp* dengan MTBPM tahun 2006 nilainya lebih kecil dari satu. Sedangkan mesin 1 mempunyai perbandingan lebih besar dari 1, yang berarti siklus perawatan yang ada lebih pendek dari perhitungan (tp*) dan nilai D(MTBPM) tidak optimal atau lebih besar dari D(tp*). Sedangkan untuk mesin dengan tp*/mtbpm lebih kecil dari 1 yaitu 0.455 sehingga siklus perawatannya (2856 jam) lebih panjang dari perhitungan tp* (1300 jam). Hal ini menyebabkan nilai D(MTBPM) sebesar 0.016 lebih besar atau tidak optimal dari nilai D(tp*) yang mempunyai nilai 0.0097. Perbedaan anatara tp* dengan MTBPM secara umum saling mendekati terutama pada mesin 3, sehingga pelaksanaan PM yang ada hampir sesuai dengan keadaan mesin. Rasio Tp/Tf > 1 menandakan nilai Tp selalu lebih besar dari Tf akan menyebabkan nilai tp*/mtbf > 1. Fakta tersebut menunjukkan bahwa bila waktu yang dibutuhkan untuk merawat mesin (Tp) lebih besar dari waktu untuk memperbaiki mesin saat rusak (Tf) maka siklus perawatan akan lebih panjang dari siklus rata-rata kejadian failure. Hasil-hasil yang diperoleh dari Tabel 3.14 dapat disimpulkan bahwa manajemen perawatan mesin CNC Sincom E 32 K lebih bersifat condition based maintenance karena 80