BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

BAB 18 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Tema Pembangunan 2007

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

EE. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERINDUSTRIAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

EE. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERINDUSTRIAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Membangun Pertanian dalam Perspektif Agribisnis

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

a. PROGRAM DAN KEGIATAN

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

10Pilihan Stategi Industrialisasi

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Rencana Umum Penanaman Modal Aceh

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

PENINGKATAN SDM IKM KAROSERI KE JAWA TIMUR

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

BAB IV P E N U T U P

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

PENETAPAN KINERJA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II 2.1. RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

REVITALISASI KEHUTANAN

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

Transkripsi:

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati posisi strategis untuk terus ditingkatkan kinerjanya. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, kinerja industri manufaktur mengalami penurunan cukup drastis. Kondisi tersebut disebabkan terutama karena beban hutang, terutama yang berasal dari luar negeri, di banyak perusahaan besar yang membengkak akibat merosot drastisnya nilai tukar Rupiah serta masih terus menurunnya daya saing pada banyak produk ekspornya. Dalam rangka mengembalikan kinerjanya, berbagai upaya pemulihan dan restrukturisasi industri telah diprogramkan sejak 1999. Namun berbagai upaya tersebut masih juga belum cukup berhasil mengembalikan kinerja sektor ini pada keadaan sebelum krisis. Situasi yang dinilai masih banyak mengganggu adalah belum terdapatnya lingkungan usaha yang kondusif dan masih terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung proses peningkatan produksi yang diharapkan. Menurut perhitungan sementara, pertumbuhan industri pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 6,5 persen. Tingkat pertumbuhan ini relatif lebih baik dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Namun demikian, rata-rata tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri secara nasional diperhitungkan masih sekitar 62 persen. Indikasi untuk perkiraan capaian ini dapat dilihat dari peningkatan impor bahan baku/penolong pada tahun 2004 sebesar 40,4 persen dari tahun sebelumnya. Walaupun secara nasional tingkat utilisasi ini masih relatif rendah, namun pada komoditi tertentu operasionalisasi kapasitas terpasang justru telah dapat dilampaui. Contohnya adalah pada industri kendaraan roda dua yang pada tahun 2003 kapasitas terpasangnya adalah 3,5 juta unit sedangkan produksinya melebihi 3,5 juta unit. Perkembangan industri manufaktur tidak terlepas dari peran industri kecil dan menengah. Industri kecil dan menengah memberikan kontribusi penting kepada pertumbuhan ekonomi, terutama perluasan kesempatan kerja. Jumlah industri kecil dan menengah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan lebih dari 3,0 juta unit. Potensi ekspornya juga cukup besar walaupun kontribusinya masih rendah. Dari data yang tersedia, peranan ekspor industri kecil dan menengah tahun 2003 baru mencapai 10,0 persen dari total ekspor non migas.

Kondisi industri manufaktur di tahun 2005 diperkirakan juga akan lebih baik dengan pertumbuhan sekitar 7,3 persen dengan pemanfaatan kapasitas terpasang rata-rata secara nasional menjadi sebesar 65 persen pada tahun 2005. Ekspansi ini dapat dilihat dari peningkatan impor barang modal pada tahun 2004 sebesar 41,29 persen dari tahun sebelumnya. Meningkatnya pemanfaatan teknologi informasi di berbagai sektor ternyata turut mendorong tumbuhnya industri manufaktur lokal, meski sebagian besar skalanya masih kecil dan menengah. Tahun 2005 ini, penetrasi penggunaan komputer pribadi (personal computer/pc) di Indonesia diperkirakan mencapai 3,05 juta unit, atau meningkat 29,8 persen dari total pemakaian PC tahun 2004. Tantangan yang dihadapi pada tahun 2006 adalah masih lemahnya daya saing produk industri di pasar internasional yang antara lain disebabkan tingginya biaya yang tidak produktif akibat sarana dan layanan publik yang belum baik. Tantangan berikutnya adalah masih lemahnya keterkaitan antara industri hilir dengan industri kecil dan menengah, lemahnya struktur klaster industri-industri unggulan kita, serta penguasaan teknologi yang belum terbangun dengan baik. Sementara itu, dengan tingkat utilisasi kapasitas masih di bawah 70 persen, sektor ini belum dapat diharapkan untuk berperan penting di dalam mendukung upaya penyerapan tenaga kerja baru, padahal tingginya tingkat pengangguran adalah masalah yang mendesak untuk diselesaikan. Dengan demikian, tantangan utamanya adalah meningkatkan tumbuhnya investasi baru di dalam kegiatan produksi. Selain itu, dalam rangka memperluas basis produksi, permasalahan dan berbagai keterbatasan yang dihadapi industri kecil dan menengah kepada akses permodalan, sumberdaya, pemasaran dan informasi merupakan masalah yang perlu dipecahkan bersama agar industri skala ini dapat didorong perkembangannya. Oleh karena itu, arahan kebijakan yang operasional untuk tumbuhnya basis industri baru merupakan tantangan yang perlu dirumuskan dengan seksama, yang antara lain melalui penumbuhan industri pengolahan hasil-hasil pertanian di perdesaan untuk sekaligus mendukung revitalisasi pertanian, dan mengintensifkan penyebaran industri pengolahan ke luar Pulau Jawa. Perlu dicermati bahwa terbatasnya kapasitas infrastruktur, rendahnya kualitas SDM serta kecilnya jumlah penduduk sebagai basis tenaga kerja dan pasar produk yang sangat terbatas membuat investasi di Luar Pulau Jawa bisa menjadi kurang menarik. Dengan demikian, perlu ada rumusan kebijakan komprehensif yang tepat untuk menerobos kondisi ini. Semua tantangan ini diperkirakan masih menjadi masalah yang perlu mulai dibenahi pada tahun 2006. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 1. Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing sektor ini dalam II.17-2

menghadapi produk-produk impor; 2. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur, terutama pada produk ekspor industri manufaktur yang daya saingnya masih potensial untuk ditingkatkan, guna mendorong kenaikan pemanfaatan kapasitas terpasang; dan 3. Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk nasional. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 1. Perbaikan iklim usaha baik bagi pembangunan usaha baru maupun pengoperasiannya di segala mata-rantai produksi dan distribusi. Memperhatikan kinerjanya selama ini, upaya tersebut perlu dikordinasikan secara lintas lembaga dan lintas tingkat pemerintahan; 2. Peningkatan pengamanan pasar dalam negeri dari produk-produk impor ilegal dan penggalakan penggunaan produk dalam negeri; 3. Perumusan koordinasi pembangunan dan rencana aksi yang operasional dan rinci untuk mendorong pendalaman industri pada 10 kelompok industri sebagaimana disebutkan di dalam RPJM 2004 2009; 4. Pemberdayaan peran industri kecil dan menengah dalam rangka perkuatan struktur industri, terutama fasilitasi akses kepada sumberdaya produktif; dan 5. Merumuskan intervensi langsung pemerintah yang lebih efektif, baik untuk 10 kelompok industri prioritas dan kelompok-kelompok industri lainnya, terutama pada: (1) pengembangan litbang (R & D) untuk pembaruan dan inovasi teknologi produksi, termasuk pada pengembangan manajemen produksi yang memperhatikan kesinambungan lingkungan dan teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production); (2) peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja; (3) penyediaan layanan informasi pasar produk dan faktor produksi baik di dalam maupun luar negeri; (4) pengembangan fasilitasi yang lebih efektif di dalam proses alih teknologi memanfaatkan aliran masuk FDI; dan (5) penyediaan sarana dan prasarana umum pengendalian mutu dan pengembangan produk. II.17-3

D. MATRIKS PROGRAM PEMBANGUNAN TAHUN 2006 No. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Dep. Perindustrian 202.859,1 1. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah 1. Pengembangan sentra-sentra potensial dengan fokus pada 10 (sepuluh) subsektor yang diprioritaskan; 2. Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM; 3. Perkuatan alih teknologi proses, produk, dan disain bagi IKM dengan fokus kepada 10 (sepuluh) subsektor prioritas; dan 4. Pengembangan dan penerapan layanan informasi yang mencakup peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan akses peningkatan kualitas SDM. 1. Pengembangan sentra-sentra potensial terutama pada 10 (sepuluh) subsektor prioritas yang diarahkan untuk mendorong penyerapan tenaga kerja baru dan peningkatan jumlah perusahaan; 2. Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM dengan mendorong perluasan akses ke sumberdaya produktif seperti teknologi dan pasar; 3. Perluasan fasilitasi bagi IKM terutama pada 10 sub-sektor prioritas dalam mendorong alih teknologi proses, produk, dan disain; 4. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan akses informasi untuk dimanfaatkan IKM terkait dengan peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan peningkatan kualitas SDM sehingga mampu berkembang ke skala usaha yang lebih besar; Meningkatnya jumlah perusahaan IKM yang mendapat kontrak pasokan dari industri hilir, memperoleh sertifikat kualitas, memperoleh kredit dari perbankan dengan prestasi pengembalian yang baik, serta yang berhasil tumbuh ke skala lebih besar. II.17-4

No. 5. Peningkatan kapasitas industri kecil dan menengah, terutama yang berbasis komoditi unggulan daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memanfaatkan potensi daerah; dan 6. Pemberdayaan industri kecil dan menengah, terutama di wilayah luar Jawa dalam rangka memperkuat jaringan klaster industri. 2. Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri 1. Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di industri baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi; 2. Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup, serta teknik produksi yang ramah lingkungan (clean Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri 1. Fasilitasi dan pemberian dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di industri melalui insentif fiskal dan keuangan; 2. Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi melalui penguatan kelembagaan litbang dan pembuatan berbagai rintisan (pilot-proyek) dalam rangka penerapan teknik produksi yang ramah lingkungan; 3. Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur melalui penguatan kelembagaan standarisasi dan sosialisasi yang intensif; Meningkatnya daya saing industri nasional dengan tumbuhnya basis baru industri dalam bentuk tumbuhnya produk-produk baru rancangan dalam negeri, lahirnya industri baru yang meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam, serta lahirnya wiraswastawan berbasis pengetahuan dan teknologi. Dep. Perindustrian, Badan Standardisasi Nasional 286.422,4 II.17-5

No. 4. Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas melalui modernisasi sarana dan peningkatan SDM; 5. Pengembangan klaster industri berbasis teknologi melalui penyusunan rencana aksi dan pemetaan potensi; dan 6. Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi melalui penyediaan insentif kebijakan dan keuangan yang mampu mendorong penciptaan kemitraan litbang industri dan lembaga litbang pemerintah sehingga memberi nilai tambah pada pemanfaatan sumber daya alam. production); 3. Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur yang sesuai (compliance) dengan standar internasional; 4. Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas (MSTQ/measurement, standardisasi, testing, and quality); 5. Pengembangan klaster industri berbasis teknologi; dan 6. Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar mampu mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan lembaga litbang pemerintah; dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya teknologi nasional yang tersebar di berbagai litbang pemerintah, perguruan tinggi, lembagalembaga swasta, dan tenaga ahli perorangan. II.17-6

No. Program Penataan Struktur Industri Dep. Perindustrian 183.222,6 3. Program Penataan Struktur Industri 1. Pengembangan sistim informasi potensi produksi dari industri penunjang dan industri terkait; 2. Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait; 3. Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10 (sepuluh) sub-sektor prioritas; 4. Perkuatan kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil terutama sesuai kebutuhan 10 (sepuluh) subsektor industri prioritas; 5. Memfasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama prasarana teknologinya; dan 6. Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusatpusat pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa, khususnya Kawasan Timur 1. Pengembangan sistim informasi potensi produksi dari industri penunjang dan industri terkait, melalui penyusunan profil database komoditi berpotensi ekspor di 31 propinsi; 2. Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait, melalui koordinasi dan sinkronisasi berbagai kebijakan sektor dan daerah, serta penyusunan pola pengembangannya; 3. Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10 (sepuluh) sub-sektor prioritas, melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif; 4. Perkuatan kapasitas kelemba-gaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil, diarahkan untuk peningkatan mutu dan produktivitas sumber daya manusia industrial melalui pengadaan sarana, pelatihan teknis dan fungsional, serta manajemen usaha; 5. Fasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, dengan Terbentuknya struktur penguasaan pasar yang makin sehat dan kompetitif; serta terbangunnya klaster-klaster industri yang sehat dan kuat dengan jaringan industri pendukung setimpal dan sarana umum yang memadai. II.17-7

No. Indonesia. memberikan berbagai kemudahaan untuk penyediaan prasarana teknologi; dan 6. Fasilitasi dan koordinasi yang intensif melibatkan berbagai stakeholder dalam rangka identifikasi dan inisiasi pusat-pusat pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa. II.17-8