BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR"

Transkripsi

1 BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dinyatakan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan sebagai sektor strategis di dalam perekonomian nasional. Pembangunan daya saing industri dimaksudkan untuk menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Dalam rangka meningkatkan daya saing industri manufaktur dari kurun waktu , berbagai upaya telah ditempuh baik dalam bentuk regulasi maupun dalam bentuk fasilitasi langsung pemerintah. Pertumbuhan industri manufaktur nasional memang masih belum seperti yang diharapkan, tetapi beberapa indikator menunjukkan bahwa ada potensi untuk tumbuh dengan lebih baik. Untuk dapat mewujudkan potensi pertumbuhan ini, beberapa permasalahan perlu diselesaikan dan ditangani secara seksama dan berkelanjutan. I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Permasalahan yang dihadapi oleh sektor industri dapat dikelompokkan atas permasalahan yang ada dalam sektor itu sendiri (masalah internal) dan permasalahan yang berada di luar sektor industri (masalah eksternal) dengan uraian sebagai berikut.

2 Pertama, masalah internal industri antara lain meliputi (1) belum kokohnya struktur industri yang tercermin dari masih lemahnya keterkaitan antara industri hulu dengan industri hilir; antara industri kecil, menengah, dan besar, (2) keterbatasan industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong industri yang menyebabkan tingginya ketergantungan impor, (3) keterbatasan produksi barang setengah jadi dan komponen, (4) keterbatasan populasi industri berteknologi tinggi, (5) belum optimalnya kapasitas produksi, (6) keterbatasan penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan), (7) ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa negara tujuan dan (8) belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah. Kedua, masalah eksternal industri antara lain mencakupi (1) ketersediaan dan kualitas infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas) yang belum memadai, (2) masih banyaknya barang impor ilegal yang beredar di pasar domestik, (3) hubungan industrial dalam perburuhan yang belum terbangun dengan baik, (4) masalah kepastian hukum, (5) suku bunga perbankan yang masih tinggi. Di samping masalah internal dan eksternal di atas, sektor industri juga mengalami penurunan permintaan dari pasar global akibat krisis ekonomi global yang dimulai pada tahun 2008 yang lalu. Masalah faktor global antara lain (1) diperkirakan ekonomi Asia sebagai penggerak, tetapi pertumbuhannya diperkirakan masih relatif rendah, (2) diperkirakan harga komoditi dunia termasuk minyak mentah belum stabil dan (3) diperkirakan sektor keuangan dan bursa saham global mulai membaik, tetapi masih belum pulih. II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI Dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional, RPJMN mengamanatkan penyusunan strategi nasional pengembangan industri. Amanat ini diwujudkan dengan menerbitkan buku Kebijakan Pembangunan Industri Nasional pada tahun

3 Agar memiliki kekuatan hukum, Kebijakan Industri Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomor 28 tahun 2008 yang memuat bangun industri nasional dalam jangka panjang, strategi pembangunan industri, serta fasilitas pemerintah. Untuk dapat melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah, ditetapkan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 11 tahun 2006 tentang pedoman teknis penggunaan produksi dalam negeri. Dalam rangka mengurangi dampak krisis global yang dimulai pada kuartal empat tahun 2008, diterbitkanlah Instruksi Presiden tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan Inpres ini diharapkan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat membantu menggerakkan pertumbuhan dan memberdayakan industri dalam negeri. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini, telah diterbitkan informasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) barang-barang dari produsen masing-masing untuk memudahkan para pelaksana pengadaan barang dan jasa pemerintah menentukan apakah produk tertentu adalah benar-benar buatan dalam negeri atau tidak. Pada tahun 2009 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang Kawasan Industri sebagai salah satu peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Peraturan ini dimaksudkan agar industri tumbuh di kawasan industri yang telah ditetapkan sehingga pemanfaatan ruang dapat lebih terkendali serta hubungan saling menguntungkan antarperusahaan penghuni kawasan mudah terbangun karena berada pada lokasi yang sama. Keuntungan lain adalah bahwa penyediaan sarana umum menjadi lebih mudah dilakukan. Di samping regulasi di atas, berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri nasional telah dilakukan, antara lain, pengoordinasian pelaksanaan pemberian insentif fiskal untuk berbagai produk industri, pemberlakuan standar nasional Indonesia (SNI) wajib serta penetapan pelaksanan pengawasannya, pengoordinasian kebijakan pembatasan pelabuhan impor untuk produk-produk konsumsi untuk lebih mudah membatasi produk impor illegal, penyediaan layanan teknis bagi industri kecil dan 18-3

4 menengah, serta berperan dalam menyediakan sumberdaya manusia industri yang kompeten melalui 10 sekolah menengah teknologi industri dan sekolah menengah analis kimia dan 7 (tujuh) akademi dan sekolah tinggi. Upaya pembinaan yang telah dilaksanakan untuk subsektor industri masing-masing dalam perioda adalah antara lain sebagai berikut. 1. Industri makanan, minuman, dan tembakau, khususnya industri minyak kelapa sawit telah dilakukan koordinasi pembangunan infrastrukturnya yang mencakup jalan, pelabuhan, dermaga, dan pendukungnya di sentraproduksi; 2. Industri tekstil dan produk tekstil, telah di fasilitasi tentang restrukturisasi permesinan industrinya yang dimulai pada tahun Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, telah dilakukan koordinasi kebijakannya untuk mempercepat perluasan hutan tanaman industri (HTI) dan hutan tanaman rakyat (HTR), pengaturan ekspor produk hasil hutan, kewajiban verifikasi ekspor produk kayu/rotan dan revisi Permendag No. 12/2005 tentang ketentuan ekspor rotan, dalam rangka menjamin pasokan bahan baku rotan dan mendorong investasi di bidang industri pengolahan rotan dalam negeri, penertiban hambatanhambatan dalam pengangkutan bahan baku kayu/rotan legal, pembangunan terminal kayu, 4. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet, telah dilakukan koordinasi kebijakannya untuk peningkatan pasokan gas bumi, restrukturisasi mesin/peralatan pabrik pupuk, konversi gas bumi untuk bahan baku dan utilitas dengan batubara, pemberian fasilitas PPh dalam rangka investasi (PP No. 1/2007) khususnya untuk investasi di bidang industri amoniak yang terintegrasi dengan amonium nitrat dan asam nitrat, 5. Industri petrokimia, telah dicapai kesepakatannya untuk peningkatan dukungan sektor migas untuk pasokan bahan baku dan energi, 18-4

5 6. Industri karet, telah dilakukan koordinasi kebijakannya untuk menjamin tersedianya dan stabilisasi pasokan energi terutama gas untuk industri sarung tangan karet, 7. Industri alas kaki, kulit dan barang jadi, khususnya untuk industri alas kaki dan penyamakan kulit dengan koordinasi kebijakan untuk mengenakan Pungutan Ekspor (PE) atas ekspor kulit mentah dan setengah jadi dan pengaturan impor alas kaki melalui nomor pokok importir kulit (NPIK), 8. Industri semen dan barang galian non logam, telah dicapai kesepakatannya tentang jaminan pasokan energi batubara dan gas dalam jangka panjang, mendorong upaya konservasi energi, penerapan SNI wajib ke WTO, penanggulangan impor semen ilegal di daerah perbatasan dan peningkatan tarif BM Most Favoured Nations (MFN) dari 0 persen menjadi 10 persen, 9. Industri logam dasar besi dan baja, khususnya logam nonferro (aluminium, tembaga dan nikel) telah dilaksakanan kegiatannya untuk mendorong pemanfaatan sumber daya lokal untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, mendorong tumbuhnya industri logam nonferro antara dan hilir, mendorong peningkatan utilisasi kapasitas yang ada yang diikuti oleh peningkatan kualitas produksi melalui penerapan standardisasi, serta koordinasi kebijakan untuk memudahkan perizinan Kuasa Penambangan (KP) bagi investor, memberikan jaminan kepastian pengadaan pasokan energi bagi investasi industri logam nonferro, memberikan insentif pajak sesuai dengan PP No. 1/2007 kepada industri logam nonferro, mengusulkan pungutan ekspor produk hulu industri logam nonferro, 10. Industri alat angkut, mesin dan peralatan khususnya alat berat, dibina untuk meningkatkan kemampuan mengembangkan produk/komponen berbasis kemampuan desain dan rekayasa dalam negeri, mendorong penggunaan produksi dalam negeri termasuk untuk investasi di sektorsektor pengguna alat berat, pengaturan pengembangan industri 18-5

6 rekondisi alat berat dan insentif pembebasan bea masuk bahan baku dan komponen yang belum diproduksi di dalam negeri, 11. Industri elektronika konsumsi, telah dibina dengan peningkatan kandungan lokal produk elektronika atau komponen, memberikan perlindungan terhadap produksi dalam negeri dari banjirnya produk impor, menumbuhkan dan mengembangkan industri komponen/pendukung berbasis ICT/digital melalui peningkatan kerja sama dengan perguruan tinggi, Multi National Corporation (MNC) dan instansi terkait, peningkatan pelaksanaan Permenperin No.11/2006 tentang P3DN antara lain pengadaan LHE, penurunan tarif PPnBM (dalam proses), peningkatan insentif pembebasan BM impor bahan baku/sub komponen/ bahan baku penolong untuk pembuatan komponen elektronika, fasilitasi pemberian insentif (pengurangan penghasilan kena pajak) bagi perusahaan yang melakukan kegiatan litbang serta pengembangan merek lokal, 12. Industri otomotif, telah dibangun pusat desain dan rekayasa komponen otomotifnya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas industri komponen otomotif lokal, menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan bermotor (MPV, SUV, truk ringan), melakukan perlindungan terhadap industri otomotif dalam negeri, mendorong pertumbuhan investasi industri komponen lapis kedua (tier-2) dan lapis ketiga (tier-3) dalam rangka mengembangkan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan bermotor, melanjutkan perluasan pelabuhan khusus untuk ekspor-impor otomotif (car terminal), percepatan penurunan tarif bea masuk untuk completely knock down (CKD) dalam rangka program harmonisasi tarif otomotif, penataan kembali struktur PPnBM untuk mendukung Indonesia sebagai basis produksi dengan mempertimbangkan isu penghematan BBM dan isu-isu yang terkait dengan lingkungan, meningkatkan ekspor produk otomotif dan komponennya melalui pemberian insentif (pembebasan BM bahan baku industri komponen) dan mempromosikan Indonesia sebagai basis produksi terutama untuk MPV, SUV, truk ringan sampai dengan 5 ton, pengembangan infrastruktur 18-6

7 pelabuhan/terminal kendaraan bermotor untuk ekspor antarpulau. 13. Industri perkapalan, telah dibangun dengan restrukturisasi dan revitalisasi sebagian besar industri galangan kapal secara nasional dalam rangka peningkatan kemampuan produksi, untuk penjaminan lembaga perbankan dalam rangka pendanaan yang kompetitif, untuk peningkatan kemampuan di bidang rancang bangun dan perekayasaan industri perkapalan melalui pembangunan Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN) di Surabaya atau National Ship Design and Engineering Center (NaSDEC), sebagai pemanfaatan potensi pasar dalam negeri melalui peningkatan P3DN, pengembangan industri pendukung dalam negeri/industri bahan baku dan komponen, penguatan SDM Maritim dan Jasa Keteknikan melalui pelatihan berbasis kompetensi, pengembangan kawasan khusus industri perkapalan, pengoordinasian kebijakan pembebasan PPN bagi galangan kapal, pemberian fasilitas BM komponen industri pelayaran, PPN 0 persen untuk bahan baku & komponen; serta penurunan tingkat suku bunga bagi modal kerja, 14. Industri elektronika profesional/telematika, telah dibina dengan mendorong dibangunnya infrastruktur dan fasilitas terhadap pengembangan ICT, mendorong pemanfaatan ICT oleh industri nasional, mendorong munculnya industri kreatif dibidang telematika, peningkatan TKDN produk telematika, menumbuhkembangkan industri software berbasis Indonesia Go Open Source (IGOS), memfasilitasi pendirian pusat desain produk industri telekomunikasi, fasilitasi pusat pengembangan industri animasi, pengurangan PPh dalam rangka investasi (PP No. 1/2007). Langkah-langkah dan kebijakan yang dilakukan dalam kurun waktu tersebut belum dapat meningkatkan pertumbuhan industri nasional seperti yang diharapkan. Pada tahun 2004 industri pengolahan tumbuh 6,38 persen dan khusus untuk industri nonmigas tercatat pertumbuhannya 7,51 persen. Pada tahun 2005 pertumbuhan industri pengolahan tercatat sebesar 4,60 persen sedangkan industri nonmigas tercatat sebesar 5,86 persen. Angka pertumbuhan ini terus 18-7

8 menurun hingga tahun Pertumbuhan industri pengolahan tercatat sebesar 3,66 persen dan pertumbuhan industri nonmigas tercatat sebesar 4,05 persen. Pada semester pertama tahun 2009 pertumbuhan industri hanya tercatat sebesar 1,50 persen dengan industri nonmigas yang tumbuh sebesar 1,82 persen. Tabel 18.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Tahun (Dalam Persen) Cabang Industri *) INDUSTRI PENGOLAHAN 6,38 4,60 4,59 4,67 3,66 1,50 Industri Pengolahan Migas -1,95-5,67-1,66-0,06-0,33-1,84 Industri Pengolahan Non Migas 7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 1,82 1) makanan, minuman, tembakau 1,39 2,75 7,21 5,05 2,34 15,28 2) tekstil, brg. kulit dan alas kaki 4,06 1,31 1,23-3,68-3,64-2,40 3) brg. kayu dan hasil hutan -2,07-0,92-0,66-1,74 3,45-0,65 4) kertas dan barang cetakan 7,61 2,39 2,09 5,79-1,48 3,56 5) pupuk, kimia dan barang karet 9,01 8,77 4,48 5,69 4,46 3,02 6) semen, brg.galian non logam 9,53 3,81 0,53 3,40-1,49-4,27 7) logam dasar besi dan baja -2,61-3,70 4,73 1,69-2,05-9,03 8) alat angkut, mesin, peralatan 17,67 12,38 7,55 9,73 9,79-6,43 9) barang lainnya 12,77 2,61 3,62-2,82-0,96 3,10 Sumber: BPS Catatan: *) Angka Semester

9 Sementara itu, utilisasi rata-rata kapasitas produksi dari 16 kelompok industri yang dimonitor menunjukkan peningkatan dari tahun 2004 sebesar 63,1 persen, pada 2005 sebesar 65,1 persen, tahun 2006 sebesar 63,8 persen, pada 2007 sebesar 66,9 persen, tahun 2008 sebesar 67,93 persen, dan pada 2009 sebesar 64,20 persen. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri pengolahan dalam periode tahun 2004 sampai dengan Februari 2009 mengalami sedikit peningkatan. Pada tahun 2004 sektor industri menyerap 11,07 juta orang. Pada bulan Februari 2005 diserap sebanyak 11,65 juta orang, pada bulan Februari tahun 2006 diserap sebanyak 11,58 juta orang, pada Februari 2007 sebanyak 12,09 juta orang, pada Februari 2008 sebanyak 12,44 juta orang, dan terakhir pada Februari 2009 diserap 12,62 juta orang, Tabel Tabel 18-2 Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Yang Bekerja Di Sektor Industri Tahun (Juta Orang) Lapangan Pekerjaan Utama (Februari) 2006 (Februari) 2007 (Februari) 2008 (Februari) 2009 (Februari) Sektor Industri Seluruh Sektor 11,07 11,65 11,58 12,09 12,44 12,62 93,72 94,95 95,18 97,58 102,05 104,49 Sumber: BPS Walaupun sektor industri pengolahan mengalami penurunan pertumbuhan, beberapa indikator menunjukkan bahwa sektor industri tetap dapat tumbuh dengan baik. Indikator-indikator tersebut antara lain adalah nilai ekspor produk industri, perkembangan penanaman 18-9

10 modal dalam negeri dan penanaman modal asing, serta jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan nasional ke sektor industri. Nilai ekspor produk industri meningkat sangat pesat mulai dari USD 48,7 miliar pada tahun 2004 naik menjadi USD 55,6 milyar pada tahun 2005, mencapai USD 65,0 miliar pada tahun 2006, mencapai USD 76,5 miliar pada tahun 2007, dan mencapai 88,4 miliar pada tahun Pada periode Januari Juni 2009 ekspor produk industri mencapai USD 33,2 miliar atau menurun 26,9 persen jika dibanding dengan nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2008 sebagai dampak dari krisis dunia. Tabel 18-3 Ekspor Produk Industri Tahun Keterangan *) Total Ekspor (Milyar USD) 71,6 85,7 100,8 114,1 137,0 50,0 Produk Industri (Milyar USD) 48,7 55,6 65,0 76,5 88,4 33,2 Pertumbuhan Ekspor produk industri (persen) 15,9 14,2 17,0 17,6 15,6-26,9 **) Sumber: BPS Keterangan: *) Januari Juni 2009 **) Pertumbuhan terhadap periode Januari Juni 2008 Kemampuan sektor industri pengolahan untuk dapat tumbuh ditentukan oleh besarnya penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor industri dalam periode terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun Pada tahun 2004 terdapat sebanyak 97 izin usaha tetap (IUT) 18-10

11 dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp10,7 triliun, pada tahun 2005 menjadi 148 IUT dengan nilai Rp20,9 triliun, pada tahun 2006 (turun) menjadi 98 IUT dengan nilai Rp13,1 triliun, pada tahun 2007 menjadi 101 IUT dengan nilai Rp26,3 triliun, pada tahun 2008 menjadi 189 IUT dengan nilai Rp15,9 triliun, dan pada periode Januari Februari tahun 2009 mencapai 19 IUT dengan nilai Rp1,9 triliun. Tabel 18-4 Penanaman Modal dan Penyaluran Kredit di Sektor Industri Tahun Keterangan PMDN *) Jumlah Ijin Usaha Tetap Nilai Realisasi Investasi (Rp Triliun) Jumlah Ijin Usaha Tetap ,7 20,9 13,1 26,3 15,9 1, PMA *) Nilai Realisasi Investasi (USD Milyar) 2,8 3,5 3,6 4,6 4,5 1,2 Penyaluran Kredit (Rp Triliun) **) 143,6 169,7 182,4 203,8 269,1 246,3 Sumber: *) BKPM : 2009: Januari Februari **) Bank Indonesia: 2009: Januari Mei 18-11

12 Sebaliknya penanaman modal asing di sektor industri dalam periode terus meningkat dari tahun ke tahun, yaitu pada tahun 2004 sebanyak 248 izin usaha tetap (IUT) dengan nilai realisasi investasi sebesar USD 2,8 miliar, pada tahun 2005 sebanyak 336 IUT dengan nilai USD 3,5 miliar, pada tahun 2006 sebanyak 361 IUT dengan nilai USD 3,6 miliar, pada tahun 2007 sebanyak 390 IUT dengan nilai USD 4,6 miliarr, dan pada tahun 2008 sebanyak 495 IUT dengan nilai USD 4,5 miliar, serta pada periode Januari - Februari tahun 2009 mencapai 65 IUT dengan nilai USD 1,2 miliar, lihat Tabel Sejalan dengan itu, besarnya kredit yang disalurkan oleh perbankan nasional ke sektor industri juga menunjukkan peningkatan dengan jumlah yang cukup berarti, yaitu pada tahun 2004 sebesar 143,6 triliun, pada tahun 2005 sebesar Rp169,7 triliun, pada tahun 2006 sebesar Rp182,4 triliun, pada tahun 2007 sebesar Rp203,8 triliun, pada tahun 2008 sebesar Rp269,1 triliun dan selama periode Januari - Mei 2009 telah mencapai Rp246,3 triliun, lihat Tabel III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Pembangunan sektor industri tahun 2010 akan difokuskan pada hal-hal sebagai berikut: 1. menyelesaikan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri yang terkena dampak krisis; 2. meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri; 3. meningkatkan daya saing industri melalui perbaikan iklim investasi dalam berusaha serta peningkatan koordinasi baik lintas sektor maupun pusat dan daerah; 4. meningkatkan kemampuan pengembangan industri unggulan daerah untuk provinsi dan pengembangan kompetensi inti industri daerah untuk kabupaten/kota; 5. meningkatkan kemampuan penerapan standardisasi, akreditasi, pengendalian mutu, inovasi teknologi dan pengembangan hasil litbang baru yang siap diterapkan di industri; 18-12

13 6. mengembangkan strategi bersama pada klaster-klaster industri prioritas; 7. meningkatkan koordinasi dan kerja sama baik antarlintas sektor maupun pusat dan daerah; 8. merumuskan intervensi langsung pemerintah yang efisien dan efektif, terutama dalam hal a. pemberian kemudahan fasilitasi untuk industri prioritas tinggi, pionir, kompetensi inti industri daerah & KEK (Kawasan Ekonomi Khusus). b. pengembangan litbang untuk pembaruan dan inovasi teknologi produksi, termasuk pada pengembangan manajemen produksi yang memperhatikan kesinambungan lingkungan dan teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production) c. peningkatan kompetensi, keahlian, dan keterampilan tenaga kerja; d. penyediaan layanan informasi pasar produk dan faktor produksi baik di dalam maupun luar negeri; e. penyediaan sarana dan prasarana umum pengendalian mutu dan pengembangan produk; f. memfasilitasi dan mengkoordinasikan pembangunan kawasan industri bekerjasama dengan daerah. g. pengembangan pilot project industri untuk daerahdaerah tertentu dan fasilitasi untuk pengembangan IKM

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 menegaskan bahwa daya saing industri manufaktur perlu

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Industri manufaktur merupakan sektor strategis di dalam perekonomian nasional. Hal itu ditegaskan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011 Yth. Para Narasumber (Sdr. Dr. Chatib Basri, Dr. Cyrillus Harinowo,

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN BARAT INDONESIA TAHUN 2008 Surabaya,

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO BOGOR, 7 9 FEBRUARI 2013 PENDAHULUAN Pengembangan

Lebih terperinci

KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN

KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN Direktorat Industri Elektronika dan Telematika Ditjen IUBTT Kementerian Perindustrian KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN Disampaikan pada Sosialisasi SKKNI Kementerian Komunikasi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014 DR. Ir. Budi Darmadi, M.Sc DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN TAHUN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN TAHUN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN DALAM KULIAH UMUM UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI (UIGM) DI PALEMBANG MENGENAI GERAKAN NASIONAL DALAM RANGKA MEMASUKI ERA MASYARAKAT

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2015 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO NOMOR : 20.1/IA/PER/3/2015

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 menggarisbawahi perlunya daya saing industri manufaktur nasional perlu

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, 13 FEBRUARI 2013 PEMBAHASAN I. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI II. KINERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN)

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) Pokok Bahasan I II III IV V PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) ISU STRATEGIS DITJEN BIM 2012 2 I PENDAHULUAN PERMENPERIN

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO JAKARTA, 7 FEBRUARI 2013 DAFTAR

Lebih terperinci

I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004

I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004 - 1 - BAB I. PENDAHULUAN I.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional sampai dengan tahun 2004 Bila dilihat perkembangannya dari sejak akhir tahun 60-an, industri nasional

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pangan KADIN Jakarta, 26 Juli 2011 DAFTAR ISI A KINERJA SEKTOR INDUSTRI 3 B KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL

Lebih terperinci

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development Jakarta, 19 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31.1/MIND/PER/3/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 2014 (REVISI II) DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Disampaikan Pada Acara Forum Komunikasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010 TENTANG:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010 TENTANG: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /MIND/PER/12/2010 TENTANG: RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 20102014 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2004-2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2013 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II.KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014...

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA 3rd SUSTAINABLE BUSINESS DIALOGUE IN COOPERATION WITH THE GLOBAL PRACTITIONERS DIALOGUE ON CLIMATE

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan I Tahun 2010 Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan IV Tahun industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu menunjang

Lebih terperinci

POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015

POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015 POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015 Yang Saya Hormati: 1. Pimpinan Media Indonesia; 2.

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA ARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi*

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi* Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi* Harus diakui, di masa pemerintahan SBY-JK, ketidakstabilan makroekonomi dan ketidakpastian kebijakan ekonomi makro sudah jauh menurun

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

Kegiatan Prioritas Tahun 2010 Kementerian Perindustrian pada Tahun Anggaran 2010 mendapat alokasi pagu definitif sebesar Rp.1.665.116.721.000. Kegiatan Prioritas Tahun 2010 Pembangunan sektor industri tahun 2010 akan difokuskan pada

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013 SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT Bandung, 8 Juni 2013 Yang Saya Hormati: 1. Gubernur Jawa Barat; 2. Saudara Menteri PPN/Kepala Bappenas; 3. Ketua Kadin Prov. Jawa Barat; 4. Ketua Forum Ekonomi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ini disusun

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

INDIKATOR he AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH & ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI

INDIKATOR he AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH & ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Penjualan Minyak Diesel Konsumsi Semen Produksi Kendaraan Non Niaga Penjualan Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Penjualan Kendaraan Niaga Produksi Sepeda

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi

Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian LINGKUP BINAAN IUBTT Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih Kendaraan Bermotor Roda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Yth. : Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENJELASAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG INDUSTRI GULA TEBU, KEK, MEA, INVESTASI DAN STANDARISASI DALAM RAPAT KERJA DENGAN KOMISI VI DPR-RI TANGGAL 6 APRIL

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Kegiatan Prioritas Tahun 2011

Kegiatan Prioritas Tahun 2011 Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran 2011 berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan No. SE-676/MK.02/2010 tentang Pagu Definitif Kementerian/Lembaga T.A. 2011 adalah sebesar Rp. 2.240.113.190.000.

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan II Tahun Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu menunjang

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DITJEN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA Disampaikan oleh : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA pada Rapat Kerja Departemen Perindustrian dengan Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Maret 2008 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Maret 2008, pertumbuhan tahunan dan bulanan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan niaga Sementara itu, kontraksi tertinggi secara tahunan terjadi pada penjualan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara POKOK-POKOK PIKIRAN MEN E PE INDUS IAN PA A "SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD" DENGAN TEMA : "MENUJU SWASEMBADA YANG KOMPETITIF DAN BERKELANJUTAN SERTA MENDORONG PRODUK-PRODUK UNGGULAN MENlADI PRIMADONA

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci