BAB IV ANALISA SISTEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA SISTEM"

Transkripsi

1 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari ulat sutera. Aktivitas usaha industri sutera mencakup pemeliharaan ulat sutera, pengolahan kokon, pemintalan, pertenunan, pembatikan. Berbagai aktivitas tersebut saling berkaitan, sehingga antara satu aktivitas dengan aktivitas lain memiliki saling ketergantungan. Sebagai misal, penyediaan kokon yang kurang kontinyu akan menyebabkan industri pemintalan tersendat dan pasokan benang sutera kepada industri pertenunan tidak lancar dan selanjutnya pasokan kain sutera akan terhambat ke industri pembatikan yang pada akhirnya pelayanan kepada konsumen akhir juga tidak memadai. Pengamatan terhadap agroindustri sutera memperlihatkan bahwa pelaku pada industri hulu yaitu petani ulat sutera/produsen kokon dan pemintal benang sutera memiliki sumber daya yang relatif lemah. Untuk itu, pengembangan agroindustri sutera harus diarahkan kepada pemberdayaan ke 2 (dua) pelaku usaha tersebut, apabila ingin meningkatkan daya saing industri sutera. Berbagai kelemahan yang tampak diantaranya adalah pengetahuan, teknologi, modal dan membangun jaringan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan ini adalah membangun kerjasama dengan industri/ lembaga lain yang terkait. Keterbatasan sumber daya pada pelaku usaha di industri penyediaan kokon dan pemintalan memerlukan campur tangan pemerintah untuk mendorong terjalinnya kerjasama. Kerjasama memerlukan prinsip saling menguatkan dan saling menguntungkan. Perbedaan kepentingan yang disebabkan adanya keragaman kebutuhan, kendala, aktivitas dan tujuan dari para pelaku/institusi memunculkan permasalahan yang kompleks, dinamis dan probabilistik. Karakteristik permasalahan tersebut memerlukan pendekatan sistem yang bercirikan pada keterpaduan dalam menyelesaikan masalah. Metode pemecahan masalah dengan pendekatan sistem diawali dengan analisa sistem dengan tahapan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem dan dilanjutkan dengan pemodelan sistem dan implementasi model.

2 Agroindustri di Sulawesi Selatan Propinsi Sulawesi Selatan mempunyai 20 Kabupaten dan 3 (tiga) Kota dengan luas wilayah km 2 dan jumlah penduduknya sebesar 7,6 juta jiwa. Wilayah Sulsel terdiri dari 43% hutan, 11% perkebunan, 19,4 % pertanian, 2,76 % permukiman dan 0,02% lahan komersil dan industri. Lapangan pekerjaan terbesar pada sektor pertanian sebanyak 48,9 %, sektor perdagangan 14,6% dan jasa 10,04%. PDB Sulsel sebesar Rp.60,6 Triliun (Disperindag Sulsel, 2006). PDB industri pengolahan berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 5,5 Triliun, pertanian Rp. 11,7 triliun, Perdagangan, hotel dan restoran Rp. 5,8 triliun, pertambangan Rp. 3,9 triliun, listrik, air dan gas Rp. 0,4 triliun, konstruksi Rp. 1,8 triliun, jasa keuangan Rp. 2,4 triliun dan jasa lainnya Rp. 4,5 triliun. Sektor industri pengolahan merupakan kontributor nomor 3 terhadap PDRB Sulsel yang bernilai total sebesar Rp. 38,9 Triliun. Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil sutera alam terbesar di Indonesia dan didukung oleh tersedianya lembaga pembinaan seperti Balai Persuteraan Alam di Bili-Bili serta 3 (tiga) Unit Pelayanan Teknis persuteraan masing-masing UPT Pemintalan di Kab. Soppeng dan Kab. Enrekang serta UPT Pertenunan di Kab. Wajo serta memiliki produsen telur sutera yaitu Perum Perhutani KPAS Soppeng dengan kapasitas box telur/tahun. Arah dan kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan memilih persuteraan alam menjadi salah satu kelompok komoditi yang diprioritaskan untuk dikembangkan. Untuk mendukung kebijakan tersebut telah dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur No: 730/VI/1992, tanggal 29 Januari 1992, tentang Pembentukan Tim Pengembangan Sutera Alam Propinsi Sulawesi Selatan dan Surat Keputusan Gubernur No: 2255/VII/Tahun 2007, tanggal 30 Juli 2007, tentang Pembentukan Badan Koordinasi Pengembangan Sutera Alam Propinsi Sulawesi Selatan. Meskipun industri persuteraan sudah berkembang di Sulawesi Selatan sejak lama namun masih dijumpai banyak kelemahan yang dihadapi antara lain produktivitas dan mutu kokon, benang maupun kain yang dihasilkan umumnya masih rendah, teknologi peralatan masih manual dan skala kecil, sulit melakukan akses ke lembaga keuangan, kontinuitas pasokan bahan baku kurang terjamin, dan lain-lain.

3 73 Pada Gambar 20 berikut disajikan peta Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Bone-Bone, Kab. Bone Enrekang, Kab. Enrekang Sidenreng, Kab.Sidrap Sengkang, Kab. Wajo Watansopeng, Kab. Soppeng Gambar 20. Peta Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara Pengembangan industri sutera alam di Sulawesi Selatan didukung oleh lembaga-lembaga terkait yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat, universitas, lembaga penyedia jasa, asosiasi pengusaha, lembaga penelitian dan lembaga keuangan baik bank maupun non bank serta lembaga pemerintah yang memiliki peranan dalam pembinaan industri. Lembaga-lembaga tersebut antara lain :

4 74 1. Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota (Kabupaten Enrekang, Soppeng, Wajo, Bone, Sidrap, Barru, Tanah Toraja, Sinjai, Gowa dan Maros) 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/ Kota (Kabupaten Enrekang, Soppeng, Wajo, Bone, Sidrap, Barru, Tanah Toraja, Sinjai, Gowa dan Maros) 3. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten/ Kota (Kabupaten Enrekang, Soppeng, Wajo, Bonne, Sidrap, Barru, Tanah Toraja, Sinjai, Gowa dan Maros) 4. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan 6. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Propinsi Sulawesi Selatan 7. Balai Persuteraan Alam Bili-Bili Kabupaten Gowa 8. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi Selatan 9. Universitas Hasanudin Makassar 10. Aosiasi Sutera Enrekang (ASE) 11. Asosiasi Pengusaha Sutera Alam (APESRA) Kabupaten Wajo 12. Perbankan 4.3. Analisis Kebutuhan Sistem pengembangan agroindustri sutera yang dirancang, dalam operasionalisasinya harus diupayakan dapat memenuhi kebutuhan stakeholder (pelaku/lembaga yang ikut berperan dalam pengembangan) secara optimal. Hasil kajian pustaka, observasi lapangan dan diskusi dengan pelaku dan pakar, industri/lembaga yang terkait dalam pengembangan agroindustri sutera mencakup usaha agroindustri sutera alam (petani/pemelihara ulat sutera, industri pemintalan sutera, industri pertenunan sutera, industri pembatikan), Asosiasi, Koperasi, eksportir, importir, lembaga keuangan, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, pemerintah (pemerintah daerah dan pemerintah pusat), dan fasilitator. Masing-masing pelaku/institusi mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Analisis kebutuhan diperlukan untuk melakukan identifikasi kebutuhan atau kepentingan para pelaku yang terlibat dalam penyusunan strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster. Sistem pengembangan

5 75 agroindustri sutera alam akan efektif bila kebutuhan dari semua pelaku yang terlibat dapat dipenuhi. Permodelan dalam strategi pengembangan agroindustri sutera alam dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah atau tahapan penting yang berurutan yaitu tahap pemilihan lokasi pengembangan, pemilihan dan pengembangan industri inti, pengembangan kelembagaan, analisis kelayakan usaha, dan analisis kesetaraan harga. Pihak-pihak yang sangat berkepentingan dalam pengembangan agroindustri sutera alam ini adalah : 1) Pengusaha Agroindustri sutera alam, 2) Asosiasi Persuteraan Alam, 3) Koperasi, 4) Pemerintah Daerah, 5) Eksportir, 6) Importir, sedangkan pada tahap strukturisasi sistem pengembangan industri inti pihak yang berkepentingan adalah : 1) Pengusaha Agroindustri sutera alam, 2) Asosiasi Persuteraan Alam, 3) Koperasi, 4) Pemerintah Daerah, 5) Eksportir, 6) Importir, 7) Lembaga Keuangan, 8) Perguruan Tinggi, 9) Produsen Mesin Peralatan, 10) Fasilitator dan 11) Lembaga Litbang. Tabel 3 menyajikan kebutuhan pelaku pengembangan agroindustri sutera alam, Tabel 4 menyajikan kebutuhan para pelaku dapat bersinergi antara satu dengan yang lainnya, Tabel 5 menyajikan kebutuhan yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan dan Tabel 6 menyajikan kebutuhan yang tidak saling mempengaruhi (netral).

6 76 Tabel 3. Kebutuhan Pelaku Agroindustri Sutera Alam NO PELAKU KEBUTUHAN 1 Agroindustri sutera Alam 1. Kualitas produk meningkat 2. Produktivitas meningkat 3. Pendapatan meningkat 4. Bahan baku tersedia 5. Teknologi meningkat 6. Tenaga kerja terampil 7. Iklim usaha kondusif 8. Harga yang tinggi 9. Infrastruktur yang mendukung 10. Perhatian pemerintah 11. Modal cukup 12. Keterkaitan dengan usaha lain 13. Pasar berkembang 14. Adanya kelembagaan yang mendukung 15. Bunga pinjaman murah 16. Peningkatan ekspor 2. Pemerintah Daerah 3. Pemerintah Pusat 1. Pendapatan daerah meningkat 2. Penyerapan tenaga kerja meningkat 3. Lapangan usaha semakin luas 4. Koordinasi dengan instansi lain semakin baik 1. Koordinasi dengan instansi terkait semakin baik 2. Penyerapan tenaga kerja meningkat 3. Perluasan lapangan usaha 4. Peningkatan ekspor 4. Asosiasi 1. Peningkatan penyerapan tenaga kerja 2. Peningkatan lapangan usaha 3. Kerjasama dengan instansi pemerintah semakin baik 4. Kerjasama antar pelaku usaha semakin baik 5. Peningkatan pendapatan anggota 5. Koperasi 1. Peningkatan penyerapan tenaga kerja 2. Peningkatan pendapatan anggota 3. Peningkatan lapangan usaha 4. Kerjasama dengan instansi pemerintah semakin baik 5. Kesadaran terhadap lingkungan semakin meningkat 6. Iklim usaha yang kondusif 5. Kualitas SDM meningkat 6. Iklim usaha kondusif 7. Peningkatan ekspor 5. Pengurangan impor 6. Peningkatan pendapatan masyarakat 7. Iklim usaha yang kondusif 8. Peningkatan ekspor 6. Meningkatnya saling kepercayaan sesama pelaku usaha 7. Kesadaran terhadap lingkungan semakin meningkat 8. Iklim usaha yang kondusif 9. Peningkatan ekspor 7. Tersedianya modal usaha 8. Kerjasama antar pelaku usaha semakin baik 9. Meningkatnya saling kepercayaan sesama pelaku usaha 10.Peningkatan ekspor

7 77 Tabel 3. Kebutuhan Pelaku Agroindustri Sutera Alam (Lanjutan) 6. Fasilitator 1. Meningkatnya kerjasama antar pelaku usaha 7. Lembaga 1. Berkembangnya usaha Keuangan 2. Terpenuhinya modal usaha 8 Lembaga Litbang 9. Perguruan Tinggi 1. Meningkatnya kualitas teknologi produksi 2. Meningkatnya temuan-temuan teknologi baru 1. Meningkatnya jiwa kewirausahaan pengusaha 2. Meningkatnya lulusan perguruan tinggi yang menjadi wirausahawan 10. Eksportir 1. Kualitas produk semakin meningkat 2. Pasokan barang terjamin 3. Stabilitas nilai tukar 11. Importir 1. Stabilitas nilai tukar 2. Iklim usaha yang kondusif 2. Meningkatnya koordinasi antar instansi 3. Pengembalian kredit lancar 4. Bunga pinjaman sesuai pasar 3. Meningkatnya kesadaran pengusaha untuk melakukan penelitian temuan- 3.Meningkatnya temuan baru 4. Harga yang murah 5. Iklim usaha yang kondusif 6. Ekspor meningkat 3. Bea masuk sesuai Tabel 4. Kebutuhan yang Saling Bersinergi. NO Kebutuhan yang bersinergi Pelaku 1 Kualitas produk meningkat Agroindustri sutera alam, eksportir 2 Pendapatan meningkat Agroindustri, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, Asosiasi, Koperasi 3 Meningkatnya penyerapan tenaga Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, kerja Asosiasi Persuteraan Alam 4 Perluasan lapangan usaha Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi, Koperasi 5 Harga yang sesuai Eksportir, Agroindustri 6 Peningkatan ekspor Agroindustri, Pemda, Pemerintah Pusat, Eksportir, Asosiasi 7 Teknologi meningkat Agroindustri, Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi 8 Tenaga kerja terampil Agroindustri, Pemda 9 Penyerapan tenaga kerja meningkat Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi 10 Iklim usaha yang kondusif Agroindustri, Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi, Koperasi, Eksportir, Importir 11 Terpenuhinya modal usaha Agroindustri, Lembaga Keuangan 12 Meningkatnya kerjasama antar Pemda, Pemerintah Pusat, Asosiasi, instansi Koperasi, Fasilitator 13 Meningkatnya temuan-temuan baru Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi

8 78 Tabel 5. Kebutuhan yang Menciptakan Konflik Kepentingan. NO Kebutuhan menciptakan konflik Pelaku 1 Harga produk Agroindustri, 2 Bunga pinjaman 3 Pengurangan impor Eksportir Agroindustri, Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat, Importir Keterangan Agroindustri menginginkan harga tinggi sementara eksportir menginginkan harga murah Agroindustri menginginkan bunga pinjaman murah, sementara eksportir, lembaga keuangan menginginkan bunga sesuai pasar. Pemerintah cenderung mengurangi impor sedangkan importir mempunyai penghasilan dengan adanya kegiatan impor. Tabel 6. Kebutuhan yang tidak saling mempengaruhi (netral) NO Kebutuhan yang tidak saling mempengaruhi Pelaku 1 Produktivitas meningkat, bahan baku tersedia, infrastruktur Agroindustri, mencukupi, perhatian pemerintah, pasar berkembang, adanya kelembagaan yang mendukung, 2 Meningkatnya saling percaya antara sesama pelaku usaha dan meningkatnya kerjasama antar pelaku usaha Asosiasi, Koperasi 3 Pengembalian kredit lancar Lembaga Keuangan 4 Meningkatnya kesadaran pengusaha untuk melakukan penelitian Lembaga Litbang 5 Meningkatnya jiwa kewirausahaan pengusaha, meningkatnya lulusan perguruan tinggi yang menjadi wirausahawan Perguruan Tinggi 6 Stabilitas nilai tukar, Eksportir, Importir 7 Bea masuk yang sesuai. Importir 4.4. Formulasi Permasalahan Beberapa kendala dan permasalahan yang teridentifikasi dalam sistem pengembangan agroindustri sutera alam antara lain sebagai berikut: 1. Belum terbentuknya kerjasama baik antar sesama pengusaha agroindustri sutera alam maupun dengan lembaga terkait lainnya 2. Belum terbentuknya keterkaitan usaha baik vertikal maupun horisontal antara pelaku industri inti, terkait, dan industri pendukung yang menyebabkan daya saing rendah.

9 79 3. Belum berfungsinya kelembagaan yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan klaster. 4. Keterbatasan dalam penguasaan informasi pasar dan kemampuan untuk memperluas pasar ekspor 5. Masih terbatasnya akses pasar, permodalan, manajemen dan teknologi 4.5. Identifikasi Sistem Dalam rangka penyusunan model strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster pengenalan keterkaitan atau pengaruh antar kebutuhan dari seluruh elemen yang terlibat dalam sistem pengembangan perlu dilakukan. Identifikasi sistem pengembangan dapat dilihat pada Gambar 21 yang disajikan dalam bentuk diagram sebab akibat (causal loop diagram). Gambar 22 menunjukkan hubungan antara masukan dengan keluaran dari rekayasa model strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster.

10 80 - Pengembangan daerah Pendapatan Daerah Investasi Nilai Tambah Pendapatan masyarakat Meningkatkan penyerapan tenaga Kerja Devisa Memperluas Lapangan usaha Iklim Usaha Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Kualitas Kerjasama antar pelaku Keterkaitan Usaha Produktivitas Inovasi Daya Saing Diversifikasi produk Ekspor Gambar 21. Diagram Sebab Akibat Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster

11 81 INPUT LINGKUNGAN Globalisasi Perdagangan Kebijakan Pemerintah Kondisi Sosial Ekonomi INPUT TIDAK TERKENDALI Persaingan Usaha Kurs Rupiah Permintaan Pasar Perilaku Pelaku OUTPUT DIKEHENDAKI Meningkatnya produktivitas dan kualitas produksi Memperluas lapangan usaha Meningkatnya pemasaran Berkembangnya pasar Meningkatnya pendapatan daerah Meningkatnya pendapatan masyarakat Meningkatnya diversifikasi produk Meningkatnya teknologi Kerjasama yang saling menguntungkan SISTEM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM MELALUI PENDEKATAN KLASTER INPUT TERKENDALI Peraturan Daerah Pembinaan Usaha Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Infrastruktur ekonomi Kelembagaan Usaha Perubahan Teknologi OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI Iklim usaha yang kurang kondusif Pendapatan tidak seimbang Kesenjangan permodalan MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 22. Diagram Input-Output Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam Melalui Pendekatan Klaster.

12 82 Hubungan antara masukan dengan keluaran dari rekayasa model strategi pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster melalui proses transformasi yang digambarkan dengan kotak hitam. Input terdiri dari input yang terkendali dan tidak terkendali. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Manajemen pengendalian melalui pengaturan input terkendali dapat melakukan pengendalian terhadap pengoperasian sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki dan untuk menghindari atau mengurangi output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki dari sistem pengembangan adalah meningkatnya produktivitas dan kualitas produksi, memperluas lapangan usaha, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, meningkatnya pemasaran, berkembangnya pasar, meningkatnya pendapatan daerah, meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya diversifikasi produk, meningkatnya teknologi dan meningkatnya kerjasama yang saling menguntungkan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM

BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM 151 BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM 7.1. Kebijakan Pengembangan Klaster Dalam era globalisasi dan peningkatan persaingan timbul banyak tantangan terhadap kemampuan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN PENDAHULUAN Dalam mendorong ekonomi kerakyatan, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengembangkan Gerakan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Produksi Persuteraan Alam Biaya produksi usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang terdiri dari biaya produksi kokon, biaya produksi benang,

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA

KELAPA SAWIT DI PULAU SUMATERA & UNIVERSITAS RIAU BLUE PRINT PERENCANAAN STRATEGI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK SISTEM INFORMASI KOPERASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGUBAH SISTEM INFORMASI MANUAL MENUJU SISTEM INFORMASI TERKOMPUTERISASI

Lebih terperinci

BALAI PERSUTERAAN ALAM

BALAI PERSUTERAAN ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM TAHUN 2010 BALAI PERSUTERAAN ALAM BILI-BILI, PEBRUARI 2010 KATA PENGANTAR Buku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan jenis tanaman hortikultura. Di antara jenis tanaman hortikultura yang banyak diusahakan oleh masyarakat adalah buah-buahan.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Pelayanan Kondisi lingkungan kerja yang diharapkan tentunya dapat memberikan dukungan optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

4. ANALISIS SITUASIONAL

4. ANALISIS SITUASIONAL 29 4. ANALISIS SITUASIONAL Kinerja Sistem Komoditas Udang Komoditas udang Indonesia pernah mencatat masa keemasan sekitar tahun 1980 an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang

Lebih terperinci

PARAPIHAK DALAM PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM. Nurhaedah M.

PARAPIHAK DALAM PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM. Nurhaedah M. PARAPIHAK DALAM PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl.Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)554049, fax. (0411) 554058 e-mail: nurhaedah_muin@yahoo.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERSUTERAAN ALAM DI DESA MATA ALLO KABUPATEN ENREKANG

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERSUTERAAN ALAM DI DESA MATA ALLO KABUPATEN ENREKANG PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERSUTERAAN ALAM DI DESA MATA ALLO KABUPATEN ENREKANG 1 ) Suradi, 2 ) Hamzah, 3 ) Jumiati 1 ) Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar 2,3

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel

Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel Pokok Pikiran: Marsuki Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel Disampaikan pada Seminar Nasional (LP2M Unhas, Yayasan Bakti dan SMERU Reseach Institute) Gedung IPTEKS UNHAS, 9 Mei 2018 Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 Disampaikan Oleh DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH (GUBERNUR SULAWESI SELATAN) Biro Bina Perekonomian Setda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun BAB I PENDAHULUAN 1.3 Latar Belakang Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun negara yang dapat mencapai tahapan tinggal landas (take-off) menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

Bagian Isi INDUSTRIALISASI DI INDONESIA

Bagian Isi INDUSTRIALISASI DI INDONESIA Modul ke: 09 Sitti Fakultas FEB PEREKONOMIAN INDONESIA Industrialisasi Di Indonesia Rakhman, SP., MM Program Studi S1-Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Bagian Isi INDUSTRIALISASI DI INDONESIA Industrialisasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RAMI DAN DUKUNGAN PADA PILOT PROJECT PENGEMBANGAN RAMI DI KABUPATEN GARUT

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RAMI DAN DUKUNGAN PADA PILOT PROJECT PENGEMBANGAN RAMI DI KABUPATEN GARUT KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RAMI DAN DUKUNGAN PADA PILOT PROJECT PENGEMBANGAN RAMI DI KABUPATEN GARUT Direktorat Budi Daya Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

PELAKU PELAKU EKONOMI

PELAKU PELAKU EKONOMI PELAKU PELAKU EKONOMI Pertemuan 5 Page 1 PENGERTIAN Pelaku ekonomi merupakan pihakpihak yang melakukan kegiatan ekonomi untuk memecahkan masalah ekonomi Kegiatan ekonomi: Konsumsi Produksi Distribusi Page

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

FORUM PEMBANGUNAN DAERAH MENUJU PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI SELATAN YANG LEBIH INKLUSIF

FORUM PEMBANGUNAN DAERAH MENUJU PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI SELATAN YANG LEBIH INKLUSIF FORUM PEMBANGUNAN DAERAH MENUJU PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI SELATAN YANG LEBIH INKLUSIF oleh: A. M. YAMIN, SE., MS. Kepala DPM-PTSP Prov. Sulawesi Selatan Makassar, 8 Mei 2018 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, mereka sebagai tenaga penggerak jalannya organisasi dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, mereka sebagai tenaga penggerak jalannya organisasi dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur penting dalam suatu organisasi, mereka sebagai tenaga penggerak jalannya organisasi dengan tujuan untuk mencapai

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan X. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan adalah model yang menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic versi 6.0. Model AINI-MS merupakan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA, 19 JANUARI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA,

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci