KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
Halaman ini sengaja dikosongkan.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Banten

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Provinsi Nusa Tenggara Timur

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

ii Triwulan I 2012

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

1. Tinjauan Umum

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan III 214 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI v

vi

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan III 214 telah dapat diselesaikan. Dalam kajian ini kami informasikan bahwa secara umum kinerja perekonomian Jawa Barat masih cukup baik meskipun masih terdapat berbagai tekanan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 214 mencapai 5,61% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan II 214 sebesar 5,67% (yoy). Inflasi Jawa Barat masih mengalami tren penurunan pada triwulan III 214 sehingga mencapai 3,86% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,8% (yoy). Hal ini sejalan dengan berbagai kebijakan moneter Bank Indonesia dan koordinasi yang erat dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat, terutama melalui berbagai forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Seiring dengan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bertujuan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi nasional, kinerja sektor keuangan di Jawa Barat masih cukup kondusif. Sementara di sisi sistem pembayaran, jumlah likuiditas di Jawa Barat terpantau mencukupi untuk mendukung transaksi perekonomian sebagaimana tercermin dari uang kartal yang memadai serta jumlah transaksi nontunai yang cukup besar. Kesimpulan di atas merupakan hasil analisis kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, juga berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dinas-dinas terkait, BPS Jawa Barat, BULOG Divre IIII, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, serta berbagai BUMN, perusahaan, serta asosiasi dan akademisi. Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, November 214 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI Ttd Dian Ediana Rae Direktur Eksekutif vii

viii

DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... RINGKASAN EKSEKUTIF... vii ix xi xii xv xvii BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL... 1 1. Sisi Permintaan... 3 1.1. Konsumsi... 4 1.2. Investasi... 6 1.3. Ekspor Impor... 8 2. Sisi Penawaran...... 1 2.1. Sektor Industri Pengolahan... 11 2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 13 2.3. Sektor Pertanian... 14 2.4. Sektor Lainnya... 16 BOKS 1. Prospek dan Tantangan Ekonomi Jawa Barat... 16 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 19 1. Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa...... 21 Inflasi Bulanan...... 21 Inflasi Tahunan...... 23 2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota...... 25 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi...... 26 3.1 Non Fundamental...... 27 Administered Price... 27 Volatile Foods... 28 3.2 Fundamental/Inti...... 31 Eksternal... 32 Interaksi Permintaan dan Penawaran... 33 Ekspektasi Inflasi...... 33 BOKS 2. Mengukur Dampak Kenaikan BBM Bersubsidi terhadap Inflasi Jawa Barat... 34 BAB 3 STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN... 39 1. Analisis Perbankan Daerah... 41 2. Intermediasi dan Risiko Perbankan... 47 3. Ketahanan Sektor Korporasi... 48 4. Ketahanan Sektor UMKM... 49 5. Ketahanan Sektor Rumah Tangga... 49 6. Kinerja Sistem Pembayaran... 5 BAB 4 KEUANGAN DAERAH...... 54 Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Jawa Barat Triwulan III 214... 55 Pendapatan... 56 Belanja... 58 BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH... 62 1. Ketenagakerjaan... 63 2. Kesejahteraan... 64 Kemiskinan... 65 ix

BOKS 3. Dinamika Kenaikan Upah Minimum di Jawa Barat... 66 BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 69 1. Prospek Ekonomi Makro... 7 2. Prakiraan Inflasi... 71 LAMPIRAN... 72 DAFTAR ISTILAH... 77 x

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy)... 3 Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (%)... 4 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy)... 1 Tabel 1.4. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (%)...... 11 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% mtm)... 21 Tabel 2.2. Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% mtm)... 22 Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Bulanan Triwulan II 214... 23 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 24 Tabel 2.5. Andil Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 25 Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) Tujuh Kota di Jawa Barat...... 26 Tabel 2.7. Kapasitas Produksi Terpakai... 33 Tabel 2.8. Besaran Ekspektasi Kalangan Dunia Usaha (%)... 34 Tabel 4.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat... 55 Tabel 4.2. Struktur Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat..... 56 Tabel 4.3. Struktur Penerimaan Pajak Pusat di Jawa Barat... 57 Tabel 4.4. Struktur Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat... 58 Tabel 4.5. Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Jawa Barat... 58 Tabel 5.1. Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Jawa Barat... 64 Tabel 6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 7 xi

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Jawa Barat dan Nasional... 3 Grafik 1.2. Pertumbuhan Sisi Permintaan Jawa Barat... 3 Grafik 1.3. Nilai Tukar Petani Jawa Barat... 5 Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi... 5 Grafik 1.5. Pendaftaran Kendaraan Baru... 5 Grafik 1.6. Impor Barang Konsumsi... 5 Grafik 1.7. Realisasi Belanja Pemerintah... 6 Grafik 1.8. Perkembangan Investasi Properti... 7 Grafik 1.9. PMDN vs Pertumbuhan Investasi PDRb... 7 Grafik 1.1. Jumlah Proyek PMA dan PMDN di Jawa Barat... 7 Grafik 1.11. Impor Barang Modal Jawa Barat... 7 Grafik 1.12. Nilai Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat...... 8 Grafik 1.13. Volume Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat...... 8 Grafik 1.14. Ekspor Produk Elektronika Jawa Barat... 8 Grafik 1.15. Ekspor Produk Otomotif Jawa Barat... 8 Grafik 1.16. Perkembangan Ekspor Mobil... 9 Grafik 1.17. Ekspor TPT Jawa Barat...... 9 Grafik 1.18. Impor Barang Konsumsi... 9 Grafik 1.19. Impor Bahan Baku...... 9 Grafik 1.2. Performance Manufacturing Index (PMI) vs Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan... 12 Grafik 1.21. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Tenaga Kerja vs Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan... 12 Grafik 1.22. Kapasitas Produksi Industri... 12 Grafik 1.23. Ekspor Tekstil Jawa Barat... 12 Grafik 1.24. Perkembangan Penjualan Mobil... 13 Grafik 1.25. Perkembangan Produksi Mobil... 13 Grafik 1.26. Tingkat Hunian Hotel dan Kunjungan Wisman... 13 Grafik 1.27. Perkembangan Penjualan Riil... 13 Grafik 1.28. Pertumbuhan Sektor Pertanian dan kegiatan Usaha Pertanian...... 15 Grafik 1.29. Perkembangan Produksi Padi... 15 Grafik 1.3. Produksi Cabai Merah Jawa Barat... 15 Grafik 1.31. Produksi Bawang Merah Jawa Barat... 15 Grafik 1.32. Kinerja Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 16 Grafik 1.33. Kinerja Sektor Keuangan Produksi Padi Jawa Barat... 16 Grafik 2.1. Inflasi Jawa Barat vs Nasional... 24 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Kabupaten/Kota... 24 Grafik 2.3. Inflasi Triwulan II 214 Kota-kota di Jawa Barat... 26 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan (yoy) Kota Inflasi... 26 Grafik 2.5. Disagregrasi Inflasi di Jawa Barat... 27 Grafik 2.6. Perbandingan Inflasi per Komponen...... 27 Grafik 2.7. Perkembangan Harga Komoditas Bahan Pangan Mingguan...... 3 Grafik 2.8. Produksi Bawang Merah... 3 Grafik 2.9. Produksi Cabai Merah... 3 Grafik 2.1. Produksi Padi... 3 Grafik 2.11. Stok Beras dan Penyaluran Raskin... 3 Grafik 2.12. Perkembangan Komponen Ini... 31 Grafik 2.13. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah... 31 Grafik 2.14. Inflasi Inti Sektor Perumahan... 32 Grafik 2.15. Indeks Harga Properti Bandung... 32 Grafik 2.16. Harga Komoditas Pertambangan... 32 Grafik 2.17. Harga Komoditas Pertanian... 32 Grafik 2.18. Ekspektasi Harga 3 & 6 Bulan ke Depan... 34 Grafik 2.19. Ekspektasi Harga Per Kelompok Pengeluaran... 34 Grafik 3.1. Aset Perbankan Konvensional... 41 Grafik 3.2. Aset Perbankan Syariah... 41 xii

Grafik 3.3. Kredit Bank Konvensional...... 42 Grafik 3.4. Pembiayaan Bank Syariah... 42 Grafik 3.5. Pangsa Kredit Per Jenis Penggunaan... 42 Grafik 3.6. Kredit Menurut Penggunaan...... 42 Grafik 3.7. DPK Perbankan Konvensional...... 43 Grafik 3.8. DPK Perbankan Syariah... 43 Grafik 3.9. Komposisi DPK Per Jenis... 43 Grafik 3.1. Komposisi DPK Per Valuta... 43 Grafik 3.11. Perkembangan DPK Kota Bandung... 44 Grafik 3.12. Komposisi DPK Kota Bandung per Jenis Simpanan... 44 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank... 44 Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank... 44 Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Sektor PHR Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank... 45 Grafik 3.16. Perkembangan Kredit Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kota Bandung... 45 Grafik 3.17. Perkembangan DPK Kota Bekasi... 45 Grafik 3.18. Komposisi DPK per Jenis Simpanan... 45 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit Kota Bekasi Berdasarkan Lokasi Bank... 46 Grafik 3.2. Komposisi Kredit Kota Bekasi per Sektor Berdasarkan Lokasi Bank... 46 Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Sektor PHR Kota Bekasi Berdasarkan Lokasi Bank... 46 Grafik 3.22. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Kota Bekasi Berdasarkan Lokasi Bank... 46 Grafik 3.23. Perkembangan DPK Kota Bogor... 47 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit Kota Bogor Berdasarkan Lokasi Bank... 47 Grafik 3.25. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Kota Bogor Berdasarkan Lokasi Bank... 47 Grafik 3.26. Perkembangan Kredit Sektor PHR Kota Bogor Berdasarkan Lokasi Bank... 47 Grafik 3.27. LDR dan NPL Bank Konvensional... 48 Grafik 3.28. FDR dan NPF Bank Syariah... 48 Grafik 3.29. Perkembangan Suku Bunga Kredit... 48 Grafik 3.3. Spread Suku Bunga Bank... 48 Grafik 3.31. Mortality Rate Sektor Utama Berdasarkan Nominal Baki Debet... 49 Grafik 3.32. Mortality Rate Sektor Utama Berdasarkan Jumlah Debitur... 49 Grafik 3.33. Perkembangan Kredit Rumah Tangga... 5 Grafik 3.34. Perkembangan Kredit UMKM... 5 Grafik 5.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja...... 63 Grafik 5.2. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja... 63 Grafik 5.3. Ketenagakerjaan Jawa Barat...... 64 Grafik 5.4. Pekerjaan Berdasarkan Lapangan Usaha...... 64 Grafik 5.5. Indeks Penghasilan Jawa Barat...... 64 Grafik 5.6. Perkembangan Kemiskinan Jabar...... 65 Grafik 5.7. Rasio Gini Jawa Barat...... 65 Grafik 6.1. Indeks Keyakinan Konsumen Forecast PDB dan Inflasi US... 71 Grafik 6.2. Indeks Ekspektasi Konsumen Forecast Kawasan Eropa... 71 Grafik 6.1. Ekspektasi Kondisi Ekonomi Saat Ini (Survei Konsumen)... 6 Grafik 6.2. Ekspektasi Penghasilan... 6 Grafik 6.3. Perkiraan Indeks Tendensi Konsumsi... 6 Grafik 6.4. Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha (Saldo Bersih Tertimbang)... 6 Grafik 6.5. Perkiraan Produksi Padi... 62 Grafik 6.6. Proyeksi Inflasi Jabar... 64 xiii

xiv Halaman ini sengaja dikosongkan.

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR 212 213 214 III IV I II III IV I II III Produk Domestik Regional Bruto (yoy %) 6.6 5.5 6. 6.2 5.7 6.3 5.5 5.6 5.6 Berdasarkan Sektor/Lapangan Usaha - Pertanian (.2) (7.5) 1.5 1.1 4.5 8..7 2..4 - Pertambangan & Penggalian (3.3) (13.7) 4.6 (7.3) (2.1) 2.9 (3.) 2.8 1.3 - Industri Pengolahan 3.1 4. 5.4 6. 4.9 5. 3.7 4.9 4.5 - Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.5 11.9 6.1 6.4 7.4 8.2 1.9 7. 5.2 - Bangunan/Konstruksi 14.8 17.7 1. 1.8 7.2 5.9 9.3 8. 9.5 - Perdagangan, Hotel dan Restoran 12.6 8.3 6.6 9. 6.9 7.8 7.4 6.3 7.2 - Pengangkutan dan Komunikasi 14.7 13.8 13. 1.9 8.2 7. 11.8 1.1 11.1 - Keuangan. Persewaan. dan Jasa 12.9 9.7 9.9 8.2 7.5 7.9 8.5 6.8 7.9 - Jasa 9.7 14.7 7.5 3.4 5.6 5.5 9.5 8.1 8.7 Berdasarkan Permintaan/Penggunaan - Konsumsi Rumah Tangga 4.1 4.4 4.1 4.2 3.9 3.8 4.9 5.3 5. - Konsumsi Pemerintah (.7) (14.7) 2.5 (4.2) 1.9 11.5 1.8 (1.6) 4.2 - PMTB 8.3 8.4 8.5 7.6 6.4 4.1 4.3 2.9 2.9 - Ekspor 1.8 4.9 8.3 8.8 1. 13. 6. 7.6 7.6 - Impor 4.1 7.4 13. 9.3 15.2 13.2 6. 8.4 8.4 Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 6,647 6,34 6,318 6,54 6,512 6,484 6,31 6,688 6,632 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1,66 1,672 1,735 1,727 1,677 1,912 1,68 1,619 1,61 Impor Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 3,143 3,1 2,948 3,38 2,931 3,7 2,765 3,186 3,21 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 451 482 42 523 527 564 431 589 571 Indeks Harga Konsumen* Jawa Barat 131.83 132.25 135.76 137.88 144.1 144.35 111.26 111.42 113.17 - Kota Bandung 128.2 128.57 131.54 133.42 138.78 138.82 11.42 11.91 112.83 - Kota Bekasi 132.51 132.65 136.18 138.81 145.17 145.2 111.19 11.67 112.54 - Kota Bogor 134.66 135.16 138.77 14.83 146.67 146.71 112.43 112.59 114.16 - Kota Sukabumi 134.12 135.21 138.29 139.76 145.36 146.7 112.25 113.19 114.37 - Kota Cirebon 138.24 138.86 142.89 143.73 149.64 149.78 11.98 111.66 113.71 - Kota Tasikmalaya 136.49 136.9 14.21 14.78 146.1 146.33 11.24 111.7 112.59 - Kota Depok 133.9 133.53 137.66 139.87 146.97 148.18 112.9 112.31 113.85 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)* Jawa Barat 4.7 3.86 5.81 6.65 9.24 9.15 7,53 6.8 3.86 - Kota Bandung 5.13 4.2 5.11 6.8 8.4 7.97 6.81 5.55 3.96 - Kota Bekasi 4.99 3.46 5.42 6.8 9.55 9.46 7.72 5.68 3.32 - Kota Bogor 4.45 4.6 6.61 7.76 8.92 8.55 8.8 5.84 3.56 - Kota Sukabumi 4.2 3.97 5.56 5.55 8.38 8.3 8.21 8.6 4.86 - Kota Cirebon 4.28 3.36 6.29 6.38 8.25 7.86 6.75 6.35 4.32 - Kota Tasikmalaya 5.7 3.87 5.11 4.97 6.97 6.89 6.65 6.63 4.37 - Kota Depok 4.61 4.11 6.85 7.2 1.43 1.97 8.25 6.94 3.85 Keterangan: *) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 27, sejak Januari 214, data IHK menggunakan Tahun Dasar 212. xv

II. PERBANKAN Indikator 212 A Bank Umum Konvensional (dalam Rp Triliun kecuali dinyatakan lain) I II III IV I II III 1 Total Aset 334,7 329,7 355,8 375,4 378,1 381,2 45,1 416,7 2 DPK 244,7 244,1 258,8 271,1 279,4 274,8 296, 32,9 - Giro 47,4 46,9 56,8 56, 52,9 5,6 57,9 59,2 - Tabungan 16, 14,5 17,5 113,9 123,1 117,1 119,1 123,2 - Deposito 91,4 92,7 94,5 11,2 13,5 17,1 119, 12,5 3 Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 315,3 326,4 346,1 373, 39,5 229,8 242,6 249,3 - Investasi 53,3 55,7 64,2 77,2 82,1 35 37,1 38,1 - Modal Kerja 14,4 144,8 149, 155,4 163,1 93, 99,4 11, - Konsumsi 121,7 125,9 132,9 14,3 145,3 12,3 16,1 11,2 4 Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 23,4 21,6 226,9 237,1 247,1 248,7 263, 269,2 - Investasi 26,4 27,3 33,2 37,1 39,5 4,7 44,5 46,2 - Modal Kerja 91,3 92,9 97,4 99, 13,7 11,9 18,9 11,4 - Konsumsi 85,6 9,4 96,2 11, 13,9 16,1 19,7 112,5 LDR (%) 83,1% 86,3% 87,7% 87,5% 88,4% 9,5% 88,9% 88,8% Rasio NPL Gross (%) 2,4% 2,8% 2,7% 2,7% 2,5% 2,7% 2,8% 2,9% Kredit UMKM *) 58,9 58,3 63,2 64, 67,6 67,9 7,7 71,4 B Bank Umum Syariah 1 Total Aset 24,5 25, 26,13 27,5 29,26 35,8 3,1 3,67 2 Dana Pihak Ketiga 17,7 18,18 18,55 19,35 21,24 19,69 2,38 2,24 3 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang 16,9 17,99 19,56 2,56 21,55 2,1 23,8 24,6 4 FDR (%) 95,3% 98,9% 15,5% 16,3% 11,5% 12,1% 113,3% 118,9% C Grand Total (A + B) 1 Total Aset 359,2 354,7 382, 42,9 47,4 416,9 435,2 447,4 2 Dana Pihak Ketiga 262,4 262,3 277,3 29,5 3,7 294,5 316,4 323,2 3 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang 22,3 228,6 246,5 257,7 268,6 268,8 286,1 293,2 D Pangsa Bank Umum Syariah Terhadap Grand Total 1 Total Aset (%) 6,8% 7,% 6,8% 6,8% 7,2% 8,6% 6,9% 6,9% 2 Dana Pihak Ketiga (%) 6,8% 6,9% 6,7% 6,7% 7,1% 6,7% 6,4% 6,3% 3 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang (%) 7,7% 7,9% 7,9% 8,% 8,% 7,5% 8,1% 8,2% Keterangan: *) Sejak Januari 211 Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah pemberian kredit kepada debitur yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 28 Tentang UMKM 213 214 III. SISTEM PEMBAYARAN Sistem Pembayaran Total 213 214 212 I II III IV I II III Transaksi Tunai Posisi Kas gabungan (Rp Triliun) 3.4 11.14 7.58 1.71 6.97 13.4 8.91 9.49 Inflow (Rp Triliun) 59.59 17.44 16. 22.82 16.29 19.7 17.1 23.82 Outflow (Rp Triliun) 29.19 6.3 8.42 12.11 9.32 6.3 8.1 14.33 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Transaksi (Rp Triliun) 621.4 194.9 214.51 26.72 2.49 295.12 14.56 254.65 Volume Transaksi 745,229 214,552 23,268 23,115 223,594 328,53 126,384 275.11 Kliring Kliring Penyerahan (Rp Triliun) 124.61 32.42 34.47 25.32 24.42 33.75 35.96 35.55 Volume Kliring (lembar) 4,19,431 1,21,855 1,46,514 724,152 691,533 965,35 1,15,778 939,174 xvi

RINGKASAN EKSEKUTIF xvii

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada triwulan III 214 mengalami peningkatan. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 sebesar 5,61% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,67% (yoy). Perlambatan pertumbuhan PDRB tersebut terutama didorong oleh melemahnya konsumsi rumah tangga meskipun investasi dan konsumsi pemerintah meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi makroekonomi pada triwulan III 214 masih cukup stabil dan tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, membaiknya perekonomian negara maju mampu mendorong ekspor luar negeri tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, kinerja ekonomi didorong peningkatan produksi di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh meningkat. Sebaliknya, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang melambat menarik sedikit rendah pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan inflasi di provinsi Jawa Barat pada triwulan III 214 semakin menurun. Sektor keuangan menunjukkan kondisi yang masih kondusif PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Jawa Barat pada triwulan III 214 masih mengalami tren penurunan sejak akhir tahun lalu. Inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan III 214 mencapai 3,86% (yoy), menurun dibanding triwulan II 214 sebesar 6,8% (yoy). Penurunan ini didorong oleh penurunan harga pangan dan mulai berkurangnya dampak kenaikan harga BBM tahun sebelumnya. Tren penurunan inflasi juga terjadi di enam kota inflasi di Jawa Barat. Inflasi di kota Sukabumi sebesar 4,86% (yoy) pada triwulan ini masih menjadi yang tertinggi di antara tujuh kota inflasi di Jawa Barat. Secara umum, terkendalinya inflasi di Jawa Barat sejalan dengan kebijakan moneter Bank Indonesia dan koordinasi yang erat antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, serta stakeholder terkait, terutama melalui forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang telah terbentuk di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat. PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kondisi sektor keuangan dan sistem pembayaran masih cukup kondusif di tengah bauran kebijakan moneter dan makro prudensial dalam menjaga stabilitas ekonomi. Di sektor perbankan, pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan III 214 sebesar 13,8% atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 14,9%. Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pertumbuhan kredit yang ditetapkan oleh BI. Sementara itu, dana pihak ketiga perbankan masih tumbuh sebesar 9,% (yoy). Rasio LDR perbankan menurun dari 89,8% menjadi 9,9%. Di sisi lain, tingkat risiko kredit (NPL) terindikasi cenderung meningkat dari 2,8% menjadi 2,9%. Meski demikian, rasio kredit masih berada pada tingkat yang relatif aman. Di sisi UMKM, porsi penyaluran kredit UMKM terhadap total kredit meningkat dari triwulan II 214 sebesar 27,% menjadi 26,5%. Namun, peningkatan porsi kredit UMKM tersebut masih dibayangi dengan peningkatan NPL dari 4,97% menjadi 5,2%. xviii

Aktivitas transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat secara umum memadai dalam mendukung transaksi perekonomian Pengeluaran pemerintah relatif masih terbatas Kinerja ekonomi berdampak positif terhadap kesejahteraan dan ketenagakerjaan. Perekonomian Jawa Barat diprakirakan tumbuh stabil dan positif pada 214. Di sistem pembayaran, jumlah likuiditas di Jawa Barat terpantau mencukupi untuk mendukung transaksi perekonomian sebagaimana tercermin dari uang kartal yang memadai serta jumlah transaksi nontunai yang cukup besar. Kinerja sistem pembayaran nontunai Jawa Barat pada triwulan III 214 cukup kondusif. Fasilitas RTGS maupun kliring menunjukkan tren meningkat baik dari sisi nominal maupun volume transaksi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, perkembangan peredaran uang kartal pada triwulan III 214 masih sangat memadai baik dalam jumlah maupun kondisi yang layak edar. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Secara umum kinerja keuangan daerah yang tercermin dari belanja pemerintah masih terbatas. Data sementara realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan III 214 baru mencapai sekitar 43,4%. Kondisi tersebut merupakan karakteristik dari back-loaded expenditure, yakni penyerapan akan meningkat di akhir tahun. Penyerapan anggaran yang kurang cepat tersebut juga dikarenakan adanya risiko kehati-hatian pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial dan hibah. Sementara itu, realisasi pendapatan daerah pada triwulan III 214 telah tercapai 76,6%. Pencapaian tersebut terutama disumbang oleh penyerapan pendapatan asli daerah (PAD) sekitar 76,%, dana perimbangan sekitar 83,4%, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah yang mencapai sekitar 74,1%. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214, potret ketenagakerjaan Jawa Barat menunjukkan arah yang lebih baik. Di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk yang masuk dalam kategori middle income class ditengarai merupakan salah satu hal yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal positif lain yang terjadi sampai dengan triwulan ini adalah potensi menurunnya tingkat pengangguran di Jawa Barat. PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Jawa Barat hingga akhir tahun 214 diperkirakan stabil pada kisaran 5,5%-5,9%. Prospek perekonomian ekonomi makro regional Jawa Barat diperkirakan masih positif seiring dengan dinamika perekonomian negara maju yang diperkirakan membaik. Dari sisi permintaan, kinerja perekonomian diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya ekspor dan konsumsi yang kuat. Sementara itu, komponen lainnya seperti konsumsi pemerintah dan impor menjaga kinerja perekonomian secara umum tetap stabil, sedangkan investasi masih cenderung stabil. Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan dan sektor PHR diperkirakan masih menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Risiko tekanan inflasi pada 214 diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi pada 214 diperkirakan akan semakin meningkat namun masih berada pada sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar 4,5%+1%. Risiko inflasi diperkirakan muncul perubahan hargaharga yang ditetapkan oleh pemerintah seperti gas LPG, tarif listrik dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Secara keseluruhan hingga akhir tahun 214, inflasi Jawa Barat diperkirakan pada kisaran 4,4%-4,8% (yoy). Jika harga BBM bersubsidi naik Rp2./liter, maka inflasi Jawa Barat diprakirakan mencapai 7,1% - 7,5% (yoy). xix

xx Halaman ini sengaja dikosongkan.

, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1

2 Halaman ini sengaja dikosongkan

Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada triwulan III 214 melambat dibandingkan triwulan II 214 dari 5,67% (yoy) menjadi 5,61% (yoy). Meskipun sedikit melambat, pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini menunjukkan kondisi makroekonomi regional di Jawa Barat masih cukup stabil di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif lebih melambat. Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 disebabkan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Sementara itu, konsumsi pemerintah, ekspor, dan investasi yang tercermin melalui pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Di sisi penawaran, dua sektor ekonomi utama Jawa Barat yaitu sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang melambat, sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor bangunan, sektor jasa-jasa, serta sektor pengangkutan dan komunikasi mampu menopang perekonomian Jawa Barat sehingga tidak melambat lebih dalam. %, yoy Nasional Jawa Barat 8. 7.5 7. 6.5 6. 5.5 5. 4.5 4. I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 %, yoy Konsumsi RT Ekspor Investasi 16. 14. 12. 1. 8. 6. 4. 2.. I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Sumber : BPS, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Jawa Barat dan Nasional Sumber : BPS, diolah Grafik 1.2 Pertumbuhan Sisi Permintaan Jawa Barat 1. Sisi Permintaan Pertumbuhan ekspor dan investasi yang meningkat pasca momentum Pemilu 214 mampu menopang peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 214. Selain itu, komponen sisi permintaan lainnya yang mengalami peningkatan pertumbuhan dan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat adalah komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu konsumsi rumah tangga tumbuh melambat. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (% yoy) Komponen 213 214 I II III IV I II III Jabar Pengeluaran Konsumsi RT 4.15 4.23 3.89 3.82 4.87 5.26 4.99 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.48-4.25 1.91 11.55 4.12-1.64 4.21 Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.54 7.56 6.44 4.8 4.29 2.95 3.83 Ekspor 8.33 8.79 1.5 12.96 6.1 8.8 9.47 Impor 12.99 9.25 15.21 13.17 6.1 8.17.71 PDRB 6.5 6.19 5.69 6.3 5.5 5.67 5.61 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 3

Sumber tertinggi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 adalah komponen ekspor dengan kontribusi sebesar 4,26%. Disusul dengan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 3,3% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumbangan dari komponen investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) mengalami penurunan dari,54% menjadi,69%. Sementara itu, pengeluaran konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan dengan memberikan sumbangan sebesar,24%. Tabel 1.2. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (%) Komponen 213 214 I II III IV I II III Jabar Pengeluaran Konsumsi RT 2.61 2.62 2.4 2.4 3.1 3.2 3.3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah.11 -.25.59.74.17 -.9.24 Pembentukan Modal Tetap Bruto 1.52 1.37 1.16.77.78.54.69 Ekspor 3.72 3.94 4.34 5.85 2.74 3.71 4.26 Impor -3.99-2.98-4.65-4.54-1.96-2.7 -.24 PDRB 6.5 6.19 5.69 6.3 5.5 5.67 5.61 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,99% (yoy) pada triwulan III 214, atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,26% (yoy). Konsumsi rumah tangga merupakan komponen dengan pangsa terbesar terhadap PDRB Jawa Barat dengan porsi sekitar 6%, sehingga meksipun melambat masih menjadi key driver perekonomian Jawa Barat pada triwulan III 214. Melambatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 214 tersebut tercermin dari beberapa hal yakni kredit konsumsi yang melambat, impor barang modal yang tumbuh negatif, turunnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani, dan pertumbuhan pendaftaran kendaraan baru yang sangat signifikan. NTP di Jawa Barat pada triwulan III 214 sebesar 14,16 atau lebih rendah dibandingkan dengan NTP pada triwulan II 214 sebesar 14,23. Hal ini menunjukkan kemampuan tukar (term of trade) dari petani dari komoditas hasil pertanian dengan barang dan jasa konsumsi petani baik untuk keperluan rumah tangga maupun proses produksi mengalami penurunan. Dengan kata lain kemampuan atau daya beli petani di pedesaan menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut tidak terlepas dari menurunnya kinerja sektor pertanian yang melambat cukup dalam sebagai akibat musim kemarau yang cukup panjang. Sementara itu, kredit konsumsi sebagai salah satu kekuatan rumah tangga untuk mendapatkan dana dalam memenuhi kebutuhannya menunjukkan adanya pertumbuhan yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit konsumsi di Jawa Barat pada triwulan III 214 mencapai Rp123,72 triliun atau tumbuh sebesar 12,8% (yoy). Berarti mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan II 214 yang tumbuh sebesar 15,3% (yoy). Penurunan terutama terjadi pada kredit kendaraan bermotor 4

yang turun dari Rp4,55 triliun menjadi Rp4,41 triliun. Hal ini sejalan dengan menurunnya pertumbuhan jumlah pendaftaran kendaraan baru yang meliputi mobil pribadi, sepeda motor, kendaraan untuk angkutan umum dan kendaraan untuk angkutan barang. Melemahnya konsumsi rumah tangga di Jawa Barat juga terkonfirmasi dengan terkontraksinya impor barang konsumsi. Impor barang konsumsi baik itu makanan dan non makanan mengalami penurunan. Selain itu, komoditas impor barang konsumsi yang mengalami penurunan adalah impor barang elektronika, terutama gadget. Indeks 114 112 11 18 16 14 12 1 98 96 94 NTP Jabar Perubahan (kanan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 % (yoy) 4 2-2 -4-6 -8-1 Rp Triliun Kredit Konsumsi (KK) Pertumbuhan KK YoY (%) 14 4 12 35 1 3 17.2 25 8 15.3 12.8 2 6 15 4 1 2 5 - I II III IV I II III IV I II III 212 213 214 Sumber : BPS, diolah Grafik 1.3 Nilai Tukar Petani Jawa Barat Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi ribu unit 18 16 14 12 1 8 6 4 2 - Jumlah Pendaftaran Kendaraan Baru Pertumbuhan (Kanan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 TAHUN 214 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat Grafik 1.5. Pendaftaran Kendaraan Baru % (yoy) 4. 3. 2. 1.. -1. -2. -3. USD Juta 18 16 14 12 1 8 6 4 2 - Impor Barang Konsumsi Pertumbuhan (Axis Kanan) I II III IV I II III IV I II III 212 213 214 Grafik 1.6. Impor Barang Konsumsi yoy 1% 8% 6% 4% 2% % Konsumsi pemerintah pada triwulan III 214 tumbuh positif sebesar 4,21% (yoy), atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan II 214 yang tumbuh negatif sebesar -1,64% (yoy). Meskipun realisasi belanja pemerintah pada triwulan ini menunjukkan peningkatan, namun polanya tidak berubah dibandingkan dengan data historisnya. Realisasi belanja pemerintah Jawa Barat triwulan III 214 mencapai Rp9,19 triliun, atau 43% dari belanja APBD daerah sebesar Rp21,19 triliun. Secara nominal, realisasi hingga triwulan ini juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di yang mencapai Rp9,53 triliun. 5

Peningkatan konsumsi pemerintah Jawa Barat dipengaruhi oleh meningkatnya belanja operasional terutama belanja pegawai, dan belanja pegawai barang/jasa. Sementara itu, belanja modal hanya terealisasi 19,5% dari pagu APBD sebesar Rp1,39 triliun. Belum optimalnya realisasi beberapa pos belanja strategis seperti dana bantuan sosial, dana bagi hasil, dana bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, merupakan salah satu kendala untuk mendorong pertumbuhan perekonomian melaju lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Stimulus fiskal masih cenderung hati-hati pasca dikeluarkannya aturan dalam penyaluran dana bantuan sosial. 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 Rp Triliun 212 213 214 TW I TW II TW III TW IV Provinsi Jawa Barat Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat (data sementara, diolah) Grafik 1.7 Realisasi Belanja Pemerintah 1.2. Investasi Kinerja investasi Jawa Barat yang tercermin dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan III 214 tumbuh sebesar 3,83% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II 214 yang tumbuh sebesar 2,95% (yoy). Kinerja investasi yang meningkat salah satu faktornya tercermin dari peningkatan kinerja sektor bangunan atau sektor konstruksi yang mengalami peningkatan dari 8,% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi 9,46% pada triwulan III 214. Investasi pada umumnya digunakan untuk sektor bangunan, sedangkan sektor non bangunan seperti mesin dan teknologi relatif juga meningkat. Berbagai proyek pemerintah terkait infrastruktur sedang berlangsung pada triwulan III 214 seperti perbaikan jalan, pengaspalan jala, dan pengecoran jalan. Selain itu itu, beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat sedang melaksanakan program revitalisasi beberapa pasar tradisional. Selain itu, peningkatan investasi tercermin dari meningkatnya indeks harga properti pada triwulan III 214 sebagaimana hasil Survei Properti Harga Residensial. Peningkatan indeks mengindikasikan permintaan dan investasi terhadap properti yang memiliki kecenderungan secara konsisten meningkat. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Jawa Barat pada triwulan III 214 mengalami peningkatan dari Rp2,44 triliun menjadi Rp3,31 triliun. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dia Jawa Barat 6

mengalami penurunan dari 1,46 miliar USD menjadi 1,43 miliar USD. Namun, realisasi jumlah proyek PMA hingga triwulan III 214 sudah melebihi tahun 213. Indeks Kecil Menengah Besar Total 3 25 2 15 1 5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* 211 212 213 214 PMDN (Rp Triliun) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 PMDN Jabar Pertumbuhan Investasi I II III IV I II III IV I II III 212 213 214 % (yoy) 1. 9. 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1.. Grafik 1.8. Perkembangan Investasi Properti Sumber: BKPM dan BPS, diolah Grafik 1.9. PMDN vs Pertumbuhan Investasi PDRB Peningkatan investasi di Jawa Barat juga tercermin dari meningkatnya impor barang modal pada triwulan III 214 dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil liaison, capital expenditure yang dikeluarkan oleh perusahaan manufaktur sebagian besar digunakan untuk investasi rutin tahunan berupa pemeliharaan mesin dan peralatan. Namun, sejumlah industri manufaktur juga melakukan pembelian mesin-mesin produksi baru untuk menambah kapasitas produksi. Peningkatan investasi juga ditandai dengan meningkatnya pembelian lahan untuk ekspansi pabrik meskipun masih terbatas, terkait dengan terbatasnya suplai lahan industri. Jml Proyek 1,8 1,6 1,4 1,2 1, 8 6 4 2 - PMA PMDN 21 211 212 213 214* USD Juta 7 6 5 4 3 2 1 - Impor Barang Modal Pertumbuhan (Kanan) I II III IV I II III IV I II III yoy 4% 2% % -2% -4% -6% -8% 212 213 214 Sumber: BKPM (diolah) Grafik 1.1. Jumlah Proyek PMA dan PMDN di Jawa Barat Grafik 1.11. Impor Barang Modal Jawa Barat Dari sisi perbankan, kredit investasi pada triwulan III 214 tumbuh sebesar 26,3% (yoy). Meskipun mengalami perlambatan dibandingkan triwulan II 214, namun secara nominal mengalami peningkatan dari Rp48,94 triliun menjadi Rp5,85 triliun. Dari hasil focus group discussion diperoleh informasi bahwa, penyaluran kredit investasi masih terbatas kepada nasabah existing yang sudah lama menjadi debitur bank, atau bagi nasabah yang akan meningkatkan investasinya dalam rangka meningkatkan 7

kapasitas produksinya, untuk memenuhi permintaan yang tinggi di periode musiman seperti lebaran dan liburan. 1.3. Ekspor Impor Kinerja ekspor maupun impor Jawa Barat pada triwulan III 214 tumbuh meningkat dibandingkan dengan triwulan II 214. Kinerja ekspor Jawa Barat (antar negara maupun antar provinsi) pada triwulan III 214 tumbuh sebesar 9,47% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II 214 sebesar 8,8% (yoy). Seiring dengan ekspor yang tumbuh meningkat, impor Jawa Barat justru tumbuh melambat cukup dalam dari 8,17% (yoy) menjadi,71% (yoy). Juta USD Net Ekspor Ekspor Impor (ribu ton) Net Ekspor Ekspor Impor 3, 2,5 2, 1,5 1, 5-1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1,6 1,4 1,2 1, 8 6 4 2-1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 212 213 214 212 213 214 Grafik 1.12. Nilai Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat Grafik 1.13. Volume Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat Data perdagangan ekspor non migas luar negeri Jawa Barat pada triwulan III 214 secara nominal mencapai 6,63 miliar USD, atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,69 miliar USD. Sementara itu, impor non migas Jawa Barat pada triwulan III 214 mencapai 3,2 miliar USD, atau lebih kecil dibandingkan dengan triwulan II 214 yaitu sebesar 3,19 miliar USD. Dengan demikian, neraca perdagangan non migas Jawa Barat pada triwulan III 214 mencapai 3,61 miliar USD, atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,5 miliar USD. USD Juta 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, 8 6 4 2 - Nominal Pertumbuhan (Axis Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 21 211 212 213 214 yoy 4% 3% 2% 1% % -1% -2% USD Juta Nominal Pertumbuhan (Axis Kanan) 6 5 4 3 2 1 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 21 211 212 213 214 yoy 8% 6% 4% 2% % -2% Grafik 1.14. Ekspor Produk Elektronika Jawa Barat Grafik 1.15. Ekspor Produk Otomotif Jawa Barat 8

Dilihat dari komoditasnya, ekspor dari Jawa Barat yang mengalami peningkatan adalah ekspor produk elektronika dan ekspor produk otomotif (kendaraan bermotor dan komponennya. Meningkatnya ekspor produk kendaraan bermotor terutama dengan tujuan ke Asia dan Afrika. Peningkatan ekspor otomotif seiring adanya peningkatan permintaan dari sejumlah negara tujuan ekspor, diantaranya adalah Kawasan Timur Tengah dan Afrika. Selain ekspor mobil yang meningkat, ekspor komponen otomotif juga tumbuh cukup tinggi. Di sisi lain, meskipun ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami perlambatan, namun pangsa ekspor TPT masih yang terbesar di Jawa Barat pada triwulan laporan. Melambatnya permintaan produk TPT Jawa Barat terkonfirmasi melalui hasil Liaison, terutama dengan tujuan Tiongkok yang sedang menurun kinerja perekonomiannya. Ribu Unit 25 2 15 1 5 Ekspor Mobil G.Ekspor (Kanan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 213 214 Grafik 1.16. Perkembangan Ekspor Mobil %, yoy 12 1 8 6 4 2-2 -4 USD Milyar 1.8 1.6 1.4 1.2 1..8.6.4.2. Nominal Pertumbuhan (Axis Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 21 211 212 213 214 Grafik 1.17. Ekspor TPT Jawa Barat yoy 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Meskipun kinerja ekspor mengalami peningkatan, perkembangan impor justru menunjukkan adanya perlambatan yang cukup dalam dari sebesar 8,17% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi menjadi,71% (yoy) pada triwulan III 214. Impor Jawa Barat yang menurun pada triwulan III 214 sejalan dengan penurunan kinerja dari industri pengolahan yang melambat dari 4,94% (yoy) menjadi 4,53% (yoy). USD Juta Bahan Baku Barang Modal Barang Konsumsi 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 - I II III IV I II III IV I II III 212 213 214 USD Juta Impor Bahan Baku Pertumbuhan (Kanan) 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 - I II III IV I II III IV I II III 212 213 214 yoy 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Grafik 1.18. Impor Barang Konsumsi Grafik 1.19. Impor Bahan Baku Dari sisi impor luar negeri, melambatnya impor terutama menurunnya konsumsi dalam negeri. Kondisi melambatnya konsumsi rumah tangga juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan impor barang 9

konsumsi mengalami mengalami penurunan. Sementara itu, impor untuk bahan baku industri mengalami peningkatan. Menurut hasil liaison, peningkatan tersebut terutama untuk mendukung proses produksi untuk memenuhi tingginya permintaan manufaktur pada akhir tahun dan sebelum ada kenaikan harga BBM bersubsidi. Dari sisi domestik, perdagangan ekspor dari Jawa Barat ke daerah lain mengalami peningkatan, khususnya terkait dengan produk manufaktur Jawa Barat. Berdasarkan hasil liaison ke industri TPT, permintaan domestik terhadap produk TPT dari Jawa Barat mengalami peningkatan, terutama dalam menghadapi lebaran dan tahun ajaran baru. Sementara itu, Jawa Barat masih bergantung dari daerah lain terutama untuk beberapa komoditas bahan makanan seperti daging sapi untuk memenuhi kebutuhan selama Labaran dan industri lokal. Kebutuhan dan penyediaan daging sapi di Jawa Barat pada 214 mencapai 164 ribu ton daging sapi. Dari sejumlah tersebut, hanya 2% yang dapat disediakan oleh Jawa Barat, sisanya dari impor dan perdagangan dengan daerah lain. Kebutuhan untuk memenuhi permintaan pada Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini mencapai 18 ribu ton. Stok sekitar 8 ribu ton didatangkan dari provinsi lain. Hingga triwulan III 214, jumlah sapi yang masuk ke Jawa Barat mencapai 92 ribu ekor dari Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, NTT, NTB, Bali, Banten, dan Sumatera. 2. Sisi Penawaran Perlambatan kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan III 214 menjadi sebesar 5,61% (yoy) juga tercermin dari perlambatan sektor-sektor utama seperti sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sementara itu, salah satu kinerja sektor utama yang lain yaitu sektor PHR, justru tumbuh meningkat. Di sisi lain, kinerja sektor nonutama seperti seperti sektor konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa tumbuh meningkat. Sedangkan sektor listrik, gas, dan air sert sektor pertambangan menunjukkan adanya kinerja yang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (% yoy) Lapangan Usaha 213 214 I II III IV I II III Pertanian 1.5 1.1 4.5 8..2 2.29.38 Pertambangan dan Penggalian 4.6-7.3-2.1 2.9-3.1 2.84 1.32 Industri Pengolahan 5.4 6. 4.9 5. 3.8 4.94 4.53 Listrik, Gas, dan Air Bersih 6.1 6.4 7.4 8.2 1.7 7.19 5.15 Bangunan/Konstruksi 1. 1.8 7.2 5.9 9.4 8. 9.46 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6.6 9. 6.9 7.8 7.5 6.33 7.17 Pengangkutan dan Komunikasi 13. 1.9 8.2 7. 12.4 9.99 11.6 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9.9 8.2 7.5 7.9 8.5 6.76 7.91 Jasa-jasa 7.5 3.4 5.6 5.5 9.5 8.9 8.7 PDRB 6.1 6.2 5.7 6.3 5.5 5.67 5.61 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah Dari sisi penawaran, sumber tertinggi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 adalah sektor industri pengolahan dengan andil sebesar 1,82%, atau menurun dibandingkan dengan andil 1

sektor tersebut pada triwulan II 214 yang mencapai 2,2%. Sumber tertinggi kedua yaitu sektor PHR yang tumbuh meningkat, sehingga andil terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 juga mengalami peningkatan dari sebesar 1,48% menjadi 1,69%. Selanjutnya, sektor yang meningkat andilnya terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi (,62%), andil sektor jasa-jasa (,6%), sektor konstruksi (,4%), dan sektor keuangan (,29%). Sementara itu, andil sektor pertanian mengalami penurunan dari,26% menjadi,5%. Tabel 1.4. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Penawaran (% yoy) Lapangan Usaha 213 214 I II III IV I II III Pertanian.19.13.54.76.3.26.5 Pertambangan dan Penggalian.9 -.14 -.4.4 -.6.5.2 Industri Pengolahan 2.23 2.46 2. 2.6 1.56 2.2 1.82 Listrik, Gas, dan Air Bersih.13.14.16.19.23.16.11 Bangunan/Konstruksi.39.44.3.27.38.34.4 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.5 2.4 1.61 1.88 1.72 1.48 1.69 Pengangkutan dan Komunikasi.68.58.45.4.68.56.62 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan.35.29.27.29.31.25.29 Jasa-jasa.5.24.39.4.64.56.6 PDRB 6.5 6.19 5.69 6.3 5.5 5.67 5.61 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah 2.1. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan Jawa Barat tumbuh pada triwulan III 214 tumbuh sebesar 4,53% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,94% (yoy). Berdasarkan data BPS, produksi dari industri besar dan sedang (IBS) serta industri mikro dan kecil (IMK) mengalami penurunan. Produksi IBS pada triwulan III 214 tumbuh melambat dari 8,45% menjadi 4,41%, didorong oleh penurunan industri makanan, industri furniture, dan industri barang galian bukan logam. Selain itu, perlambatan kinerja IMK diidorong oleh penurunan industri makanan dan minuman, industri komputer, industri olahan kayu, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin/peralatan. Sementara itu, kapasitas produksi industri makanan/minuman dan industri furnitur mengalami penurunan pada triwulan III 214 dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan industri tekstil mengalami peningkatan pada periode yang sama. Di tengah penurunan industri tersebut, terdapat beberapa industri yang mengalami peningkatan produksinya. Pada IBS, industri yang mengalami peningkatan adalah tekstil dan garmen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama pada saat lebaran dan tahun ajaran baru di awal triwulan III 214. Pada IMK, inudstri tekstil dan pakaian jadi juga mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), melambatnya kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan III 214 tercermin dari berbagai indikator seperti penurunan penggunaan tenaga kerja dan Prompt Manufacturing Index (PMI). Pada triwulan III 214, nilai saldo bersih tertimbang (SBT) utilisasi tenaga kerja di sektor industri pengolahan menurun dari 4,38% menjadi 1,9%. Hal ini sejalan dengan angka pemakaian tenaga kerja BPS di sektor industri pengolahan di Jawa Barat posisi Agustus 214. PMI di Jawa Barat pada triwulan III 214 mencapai 53,8%, atau menurun dibandingkan PMI 11

triwulan II 214 yang mencapai lebih tinggi yakni 54,3%. Penurunan PMI ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penurunan jumlah karyawan dan penurunan volumen total pesanan dibandingkan dengan biasanya. PMI (%) PMI Pertumbuhan Industri (kanan) % (yoy) 6. 8. 7. 6. 5. 5. 4. 4. 3. 2. 1. 3.. I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 % SBT 6. 4. 2. - (2.) (4.) (6.) (8.) Utilisasi Tenaga Kerja Pertumbuhan Industri (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 % (yoy) 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1.. Grafik 1.2. Performance Manufacturing Index (PMI) vs Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.21. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Tenaga Kerja vs Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Industri TPT Kinerja industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengalami peningkatan pada triwulan ini dan mendorong peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan Jawa Barat secara umum. Berdasarkan data perkembangan IBS Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, pertumbuhan produksi industri tekstil mengalami peningkatan dari triwulan II 214 sebesar 13,1% (yoy) menjadi 19,36% (yoy) pada triwulan III 214. Pada IMK, industri tekstil juga mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 24,18% (yoy). Sementara itu, industri kecil pakaian jadi juga meningkat dari 4,22% menjadi 8,19%. Namun demikian, produksi pada industri TPT untuk memenuhi permintaan eksternal masih mengalami penurunan karena kondisi pasar di Tiongkok dan Eropa yang belum membaik. Peningkatan yang terjadi hanya disebabkan meningkatnya permintaan dari domestik menjelang lebaran dan pemintaan eksternal hanya dari Amerika Serikat. Hal ini dikonfirmasi oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang menginformasikan adanya peningkatan produksi seiring dengan membaiknya pasar eksternal di Amerika Serikat. 1 12 (%) Mamin Tekstil Furniture 9 8 7 6 5 4 3 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Grafik 1.22. Kapasitas Produksi Industri USD Milyar 1.8 1.6 1.4 1.2 1..8.6.4.2. Nominal Pertumbuhan (Axis Kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 21 211 212 213 214 Grafik 1.23. Ekspor Tekstil Jawa Barat yoy 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1%

Industri Otomotif Kinerja industri otomotif mengalami penurunan baik dari aspek produksi maupun aspek penjualan. Permintaan domestik terhadap produk otomotif memang masih cukup besar, khususnya LCGC di wilayah Jawa Barat, namun secara keseluruhan mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari data Gaikindo yang menunjukkan adanya penurunan produksi mobil dan penurunan ekspor mobil hingga triwulan III 214. Produksi mobil pada triwulan III 214 mencapai 318 ribu unit, menurun sebesar 16 ribu unit dibandingkan dengan produksi mobil pada triwulan II 214 yang mencapai 334 ribu unit. Hal ini dikarenakan turunnya penjualan mobil dari 313 ribu pada triwulan II 214 menjadi 29 ribu unit di triwulan III 214. Sebaliknya, ekspor mobil meningkat 12 ribu unit. Ribu Unit Penjualan Mobil G.Penjualan (Kanan) 14 12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 213 214 %, yoy 3 25 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 Ribu Unit Produksi Mobil Pertumbuhan (Kanan) %, yoy 14 5 12 4 1 3 8 2 6 1 4 2-1 -2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 213 214 Sumber: Gaikindo Grafik 1.24. Perkembangan Penjualan Mobil Sumber: Gaikindo Grafik 1.25. Perkembangan Produksi Mobil 2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kinerja sektor utama Jawa Barat yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mengalami peningkatan. Pada triwulan III 214, sektor PHR tumbuh sebesar 7,17% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar sebesar 6,33% (yoy). Meningkatnya kinerja sektor PHR berdasarkan PDRB harga konstan memberikan andil pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 sebesar 1,69%, terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. ribu orang Wisatawan Asing 3 Tingkat Penghunian Kamar Hotel Bintang (%) 25 2 15 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 % 7 6 5 4 3 2 1 Indeks Indeks Penjualan Riil 23 Pertumbuhan Penjualan Riil (%, yoy) 21 Pertumbuhan Penjualan Riil (%, mtm) 19 17 15 13 11 9 7 5 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9* % 8 6 4 2-2 212 213 214 212 213 214 Sumber: BPS Grafik 1.26. Tingkat Hunian Hotel dan Kunjungan Wisman Grafik 1.27. Perkembangan Penjualan Riil 13

Pasca berlangsungnya Pemilu 214 dengan damai dan aman, tingkat kunjungan wisatawan asing ke Jawa Barat menunjukkan adanya peningkatan, khususnya setelah Lebaran. Jumlah wisatawan asing ke Jawa Barat yang melalui bandara Husein Sastranegara di Bandung mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, kunjungan wisatawan mancanegara pada triwulan III 214 mencapai 14.992 orang, atau menurun dibandingkan dengan triwulan III 214 yang mencapai 3.779 orang. Sementara itu, rangkaian hari libur nasional, liburan sekolah, dan tahun ajaran baru mendorong peningkatan kinerja dari sektor pariwisata, khususnya peningkatan wisatawan domestik yang sangat tinggi. Berakhirnya proses Pemilu turut mendorong penyelenggaraan MICE (meeting, incentives, conferences and exhibition) dari korporasi maupun institusi pemerintahan. Kunjungan wisatawan ke beberapa tempat wisata di Jawa Barat selama libur lebaran meningkat cukup signifikan. Hal tersebut terkonfirmasi dari peningkatan jumlah kendaraan yang melalui pintu tol Pasteur (2 sampai 3 kendaraan per menit) dan menyebabkan kemacetan khususnya pada masa liburan. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran, pada bulan September 214 menunjukkan penjualan eceran yang tumbuh meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan indeks penjualan riil pada triwulan III 214 sebesar 7,9% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 25,3% (yoy). Hasil liaison ke pelaku usaha di sektor perdagangan ritel mengonfirmasi adanya peningkatan omset penjualan pada periode Lebaran di berbagai pusat perbelanjaan maupun department store. 2.3. Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan III 214 tumbuh sebesar,38% (yoy), melambat dalam dibandingkan dengan triwulan II 214 yang tumbuh sebesar 2,29% (yoy). Kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 214 menjadi turun dari,26% menjadi,5%. Berdasarkan SKDU, melambatnya kinerja sektor pertanian tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) perkembangan kegiatan usaha sektor pertanian yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 214, SBT tercatat sebesar negatif 1,95%%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebesar 2,79%. Perlambatan kegiatan usaha pertanian tersebut terutama bersumber dari melemahnya kapasitas produksi pertanian tanaman pangan terutama tanaman padi yang produksinya mengalami penurunan pada triwulan ini. 14

(%) Kegiatan Usaha Pertumbuhan Sektor Pertanian 1. 8. 6. 4. 2. - (2.) (4.) (6.) (8.) (1.) I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Sumber: BPS dan SKDU BI, diolah Grafik 1.28 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Kegiatan Usaha Pertanian JUTA TON 212 213 214 4. 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1..5. 3.3 3.5 2.9 3.5 3.4 3.5 3.1 3.2 3.4 2.1 1.5 TW I TW II TW III TW IV Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Grafik 1.29 Perkembangan Produksi Padi Selain dipengaruhi oleh penurunan produksi padi pada musim kemarau di triwulan III 214, menurunnya kinerja sektor pertanian juga dipengaruhi oleh menurunnya produksi cabai merah dan bawang merah sejak Lebaran. Berdasarkan data sementara dari Dinas Pertanian tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, produksi padi pada triwulan III 214 mencapai sekitar 3,42 juta ton atau menurun dibandingkan triwulan II 214 yang mencapai 3,47 juta ton. Puncak panen padi terjadi pada triwulan II 214 yaitu pada April dan Mei 214. Sementara itu, produksi bawang merah pada triwulan III 214 sebesar 23,5 ribu ton, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 3,5 ribu ton. Produksi cabai merah juga menurun sebesar 1,8 ribu ton. ribu ton Bawang Merah Pertumbuhan (kanan) % (yoy) 25 25 2 2 15 15 1 1 5 5-5 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Grafik 1.3. Produksi Cabai Merah Jawa Barat Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Grafik 1.31. Produksi Bawang Merah Jawa Barat Selain terjadinya kekeringan di berbagai sentra produksi di Jawa Barat, kualitas hasil panen juga menurun sebagai akibat serangan hama terutama dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Selain itu, para petani juga dihadapkan pada kondisi distribusi air yang kurang memadai karena kurang normalnya saluran irigasi dan bendungan. Terbatasnya stok pupuk bersubsidi menyebabkan harga pupuk non subsidi meningkat tiga kali lipat, sehingga sebagian petani tidak optimal dalam menggunakannya. Kekeringan yang terjadi terutama di wilayah pantura Jabar menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk menanam tanaman selain padi, seperti palawija atau tembakau yang hanya memerlukan pengairan secara minimal. Berdasarkan hasil liaison, utilisasi lahan pertanian masih relatif stabil dengan belum adanya tambahan penggunaan lahan yang cukup signifikan. 15

2.4. Sektor Lainnya Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III 214 mengalami pertumbuhan sebesar 11,6% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,99% (yoy). Peningkatan sektor ini tercermin dari meningkatnya jumlah kendaraan yang melintasi tol di Jawa Barat, terutama di tol Palimanan-Pejagan. Selain itu, berdasarkan SKDU, kegiatan usaha sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III 214 mencapai 1,17%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai,97%. 3. 25. 2. 15. 1. 5.. SBT (%) Pertumbuhan Sektor Pengangkutan (kanan) Sektor Pengangkutan I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 % (yoy) 2.5 2. 1.5 1..5 - (.5) Sumber: BPS dan SKDU BI, diolah Grafik 1.32. Kinerja Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 2. 18. 16. 14. 12. 1. 8. 6. 4. 2.. SBT (%) Pertumbuhan Sektor Keuangan Sektor Keuangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Sumber: BPS dan SKDU BI, diolah Grafik 1.33. Kinerja Sektor Keuangan % (yoy) 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1..5 - (.5) Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga tumbuh meningkat dari 6,76% (yoy) menjadi 7,91% (yoy). Peningkatan sektor tersebut sejalan dengan meningkatnya volume kegiatan usaha sesuai hasil SKDU yaitu dari 1,2% menjadi 1,61%. BOKS 1 Prospek dan Tantangan Investasi Jawa Barat Kinerja investasi provinsi Jawa Barat dalam lima tahun terakhir sejak krisis ekonomi global tahun 28 terus mengalami peningkatan. Namun pada tahun 214, kinerja investasi di Jawa Barat diperkirakan tidak secerah lima tahun sebelumnya tersebut. % (yoy) 18. 16. 14. 12. 1. 8. 6. 4. 2.. 15.4 14.6 12. 11. 8.7 7.5 4.7 28 29 21 211 212 213 214* Sumber : BPS, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Investasi Jawa Barat PDRB Harga Konstan 16

Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha di Jawa Barat pada tahun 214, sektor yang paling menarik untuk dunia investasi bagi pelaku usaha masih terpusat di sektor utama Jawa Barat, yaitu sektor PHR, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang investasi dengan porsi yang cukup besar pada ketiga sektor utama tersebut. Namun demikian, perkembangan investasi di sektor pertanian mulai menurun dengan meningkatnya investasi di sektor keuangan,sewa dan jasa, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kondisi tersebut terutama terjadi sejak triwulan III 214. Namun demikian, apakah kondisi seperti ini akan terus berlangsung, mengingat sektor pertanian di Jawa Barat pada tahun ini dihadapkan pada tantangan kemarau panjang (El Nino), sehingga niat investor untuk menanamkan usahanya di sektor pertanian menjadi menurun? Sumber : SKDU BI, diolah Grafik 1.2 Perkembangan Investasi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi Berdasarkan data perbankan, pembiayan investasi melalui perbankan cenderung menurun. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit investasi yang berada dalam tren perlambatan. Hingga triwulan III 214, kredit investasi di Jawa Barat mencpai Rp62 triliun dan tumbuh 26,8%. Pangsa kredit investasi terhadap total kredit perbankan di Jawa Barat mencapai 16%, masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kredit modal kerja dan kredit konsumsi yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 39% dan 44%. Berdasarkan hasil Liaison, sebanyak 57% contact menyatakan adanya peningkatan investasi, sedangkan 43% sisanya menyatakan bahwa investasinya masih stagnan dan belum menunjukkan adanya perkembangan. Berdasarkan sumber pembiayaan investasi, porsi bank masih lebih kecil dibandingkan dengan porsi non bank yakni dengan perbandingan 33% berbanding 67%. Tabel 1.1. Sumber Pembiayaan Investasi di Jabagbar Bank 33% Non Bank 67% Bank Domestik Bank Asing Perusahaan Induk Laba ditahan Saham/Obligasi Lainnya 85% 15% 24% 27% 21% 28% Sumber : Liaison di wilayah Jabagbar 17

Data BKPM menunjukkan perlambatan investasi PMA pada tahun 214 jika dibandingkan dengan tahun 213. Sementara investasi PMDN pada tahun 214 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Investasi PMA di Jawa Barat hingga dari Januari hingga September 214 mencapai 4,67 miliar USD. Sementara itu, investasi PMDN di Jawa Barat pada periode yang sama mencapai Rp13,84 milyar. Perlambatan investasi swasta sejalan dengan iklim dan kondisi politik di dalam negeri yang masih rentan. Sementara itu, investor domestik lebih yakin terhadap kondisi politik yang terjadi di tanah air. Pasca krisis perekonomian global tahun 28, kerjasama internasional semakin erat dilaksanakan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi global serta menjaga stabilitas sistem keuangan, baik dalam lingkup bilateral maupun multilateral. Meski demikian, negara-negara yang mempunyai daya saing yang paling kuat akan mendapatkan manfaat terbesar dari kerjasama internasional tersebut. Pada akhirnya, Jawa Barat akan menghadapi tantangan perekonomian global ke depan yang semakin meningkat. Dari sisi domestik, berbagai tantangan dan risiko peningkatan investasi di Jawa Barat masih dibayangi dengan berbagai hal seperti birokrasi, kenaikan upah buruh yang sangat signifikan dan terus terjadi setiap tahun tanpa adanya peningkatan produktivitas dan kompetensi buruh, suku bunga yang tinggi, premanisme, keterbatas dan mahalnya lahan industri, serta berbagai kebijakan pemerintah yang tidak sinkron antara pusat dan daerah. Pemerintah daerah terus berusaha untuk memperbaiki iklim investasi dengan melakukan berbagai langkah seperti one stop service, pembangunan kawasan industri berikat, dan secara bersama-sama dengan stakeholders daerah membentuk West Java Incorporated (WJI) untuk saling memberikan informasi dan keterbukaan mengenai peluang investasi dan prosedur investasi di daerah. WJI merupakan forum koordinasi antara Pemda, BI, dan Kadin Jawa Barat yang bertujuan untuk mengintegrasikan sumber daya dan kekuatan Jawa Barat dalam meningkatkan daya saing dalam menghadapi persaingan global serta mewujudkan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Jawa Barat, dengan aktivitas sebagai berikut : Menjadi public relation Provinsi Jawa Barat dalam membangun persepsi positif dan mensosialisasikan program dan kebijakan ekonomi dan keuangan di Jawa Barat secara terintegrasi. Melakukan promosi MP3EI, proyek pemda, UMKM (SME) dan ETTI (Entrepreneurship, Tourism, Trade, and Investment) melalui sistem informasi IRU WEST JAVA INC. dan jaringan international representative yang ada. Sharing informasi perkembangan ekonomi terkini, peluang dan kasus bisnis. Menjadi saluran solusi /permasalahan bisnis dan investasi. Mendorong terbukanya market access bagi pengusaha Jawa Barat melalui diseminasi poin-poin international trade agreement and commitment dengan negara lain. Menjadi sumber database berbagai kebijakan internasional, regional, analisis dan data. 18

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 19

2 Halaman ini sengaja dikosongkan

Akselerasi penurunan inflasi Jawa Barat terus berlangsung hingga triwulan III 214 dan menuju ke pola historisnya. Inflasi tahunan Jawa Barat yang dihitung berdasarkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di 7 1 kota pada triwulan III 214 mencapai 3,86% (yoy), menurun dibanding triwulan II 214 sebesar 6,8% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan harga pangan seiring dengan pasokan yang terjaga dan hilangnya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi tahun lalu. Selain itu, penurunan ini sejalan dengan kebijakan moneter Bank Indonesia dan koordinasi yang erat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat, terutama melalui forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dengan perkembangan tersebut dan jika tidak ada shock kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir tahun 214, maka secara optimis laju inflasi Jawa Barat dapat diarahkan ke sasaran nasional yakni sebesar 4,5+1%. 1. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Bulanan (mtm) Perkembangan inflasi bulanan sepanjang triwulan III 214 menurun. Pada bulan Juli 214, secara bulanan Jawa Barat mengalami inflasi sebesar,86% (mtm) (Tabel 2.1). Laju inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Juli tahun lalu sebesar 3,87% (mtm). Kondisi yang sebaliknya terjadi pada September 214, dimana inflasi bulanan yang terjadi sebesar,26% atau lebih tinggi dibandingkan September 213 yang mengalami deflasi sebesar 1,3% Selanjutnya, tekanan inflasi terus menurun pada bulan Agustus dan September 214. Laju inflasi bulanan yang menurun tersebut seiring dengan berakhirnya periode musiman Idul Fitri sehingga permintaan terhadap komoditas pangan pokok strategis menurun. Selain itu, inflasi yang terjadi pada triwulan III 214 lebih disebabkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm) No. Kelompok 213 214 Mar Jun Sep Des Mar Jun Jul Agus Sep 1 Bahan makanan 2.67 2.17 (3.63).47.23 1.39 1.96.18 (.38) 2 3 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.15.41.57.63.32.23.29.51.52.1.23.93.38.17.13.48.46.68 4 Sandang (.57) (.18) 2.4.17.3.3.74.8 (.9) 5 Kesehatan (.5).15.39.12.34.13.23.28.11 6 7 Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Umum..4.27.8 (.45).9.21 3.16.74.1 5.15 (.61).18.3.9 1.3 -.43 (.5).79 1.5 (1.3).38.18.38.86.44.26 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (diolah BI) 1 Tujuh Kota di Jawa Barat yang masuk dalam perhitungan inflasi adalah: Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, Depok dan Sukabumi, dengan bobot kota sebesar 18,63% terhadap perhitungan inflasi nasional. 21

Selama triwulan III 214, kelompok bahan makanan masih menjadi penyumbang utama terjadinya inflasi di Jawa Barat. Pada Juli 214, harga komoditas pangan strategis seperti bawang merah dan daging sapi mengalami inflasi dikarenakan pasokan yang kurang memadai. Di sisi lain, harga pangan lainnya relatif stabil karena melimpah setelah terjadi panen raya di berbagai daerah terutama cabai merah, cabai rawit dam daging ayam ras. Pada Agustus 214, andil inflasi kelompok bahan makanan semakin menurun, sedangkan andil inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami peningkatan. Hal ini seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru yang pada umumnya terapat kenaikan biaya sumbangan pendidikan atau pembangunan terhadap peserta didik yang baru. Pada September 214, terjadi kenaikan harga gas LPG ukuran 12 kg sebesar Rp15.-Rp2.. Kondisi ini mendorong adanya tekanan inflasi di saat tarif tenaga listrik juga mengalami kenaikan setiap bulan di triwulan ini. Selain itu, jatuhnya harga cabai merah pada saat lebaran, menyebabkan sebagian petani beralih ke jenis tanaman lainnya, akibatnya harga cabai merah pada September 214 mengalami kenaikan. Tabel 2.2. Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kelompok 213 214 Mar Jun Sep Des Mar Jun Jul Agus Sep Umum.79 1.5 (.72).38.18.38.86.44.26 Bahan makanan.74.6 (1.4).13.5.27.39.4 (.8) Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.3.8.1.12.5.4.5.9.9.2.5.21.9.5.4.13.13.19 Sandang (.3) (.1).8.1...4. (.) Kesehatan (.).1.1..1..1.1. Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (diolah BI)...2.1 (.4).1.2.27.6.2.76 (.1).3..2.24 (.8) (.1) Berdasarkan data di atas (Tabel 2.2), sepanjang triwulan III 214, andil inflasi kelompok bahan makanan terus mengalami penurunan. Tekanan inflasi bulanan sepanjang triwulan ini secara konsisten disumbang oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Sementara itu, inflasi bulanan kelompok lainnya secara umum relatif terkendali (Tabel 2.2). 22

Tabel 2.3 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Bulanan Triwulan II 214 Komoditas Penyumbang Inflasi Juli 214 Agustus 214 September 214 Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Angkutan antarkota.14 Tarif listrik.1 Gas LPG.8 Tarif listrik.4 Tarif SD.7 Cabai merah.8 Tarif kereta api.4 Tarif SLTA.5 Tarif listrik.6 Bawang merah.3 Tarif SMP.5 Tarif PT/Akademi.4 Daging sapi.3 Daging ayam ras.5 Nasi.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Juli 214 Agustus 214 September 214 Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Kaos oblong -.3 Angkutan antarkota -.6 Bawang merah -.4 Besi beton -.2 Bawang merah -.3 Jengkol -.3 Kemeja pendek -.2 Angkutan udara -.2 Ketimun -.2 Pisang -.1 Melon -.2 Daging sapi -.2 Ikan selar -.1 Telur ayam ras -.2 Angkutan antarkota -.1 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, (diolah BI) Jika ditinjau dari andil (kontribusi) per komoditas sepanjang triwulan III 214 (Tabel 2.3), komoditas tarif listrik merupakan komoditas yang menjadi modus kontribusi terhadap inflasi Jawa Barat pada triwulan III 214. Total sumbangan kenaikan tarif listrik sepanjang triwulan III 214 adalah sebesar,19% (mtm). Jika digabung dengan kenaikan gas LPG, maka sumbangan kenaikan energi terhadap inflasi Jawa Barat pada triwulan III 214 sebesar,27% (mtm). Selain itu, biaya pendidikan yang meliputi (SD, SMP, SLTA, dan Perguruan Tinggi/Akademi) juga memberikan andil inflasi yang cukup tinggi sepanjang triwulan III 214 yakni sebesar,21% (mtm). Sementara itu, komoditas pangan justru lebih banyak mendorong terjadinya deflasi antara lain komoditas pisang, bawang merah, teluar ayam ras, dan jengkol. Total sumbangan deflasi dari komoditas pangan sepanjang triwulan III 214 yakni minimal sebesar,19% (mtm). Namun demikian, beberapa komoditas pangan masih menjadi kontribusi inflasi di Jawa Barat pada triwulan III 214 dengan total sumbangan minimal sebesar,21% (mtm). Dengan demikian secara akumulasi, sumbangan komoditas pangan pada triwulan ini relatif kecil dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pada saat terjadi kenaikan BBM bersubsidi. Inflasi Tahunan (yoy) Secara tahunan, inflasi Jawa Barat pada triwulan III 214 berada di bawah inflasi nasional (Grafik 2.1). Tekanan inflasi Jawa Barat secara tahunan mengalami tren penurunan, yaitu dari 6,8% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi 3,86% (yoy) pada triwulan III 214. Secara spasial, inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan III 214 tersebut terendah diantara inflasi seluruh provinsi di pulau Jawa. Sementara itu, inflasi tertinggi di pulau Jawa pada triwulan III 214 masih terjadi di provinsi Banten yaitu sebesar 6,12% (yoy) (Grafik 2.2). Kondisi ini sangat positif bagi perekonomian Jawa Barat yang pada tahun sebelumnya mengalami inflasi lebih tinggi dari nasional sejak awal tahun terkait dengan adanya berbagai kebijakan pemerintah seperti RIPH, pintu masuk impor, serta kenaikan harga BBM bersubsidi. 23

% yoy Jawa Barat Nasional 1. 9. 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1.. I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Sumber : BPS (diolah) Grafik 2.1 Inflasi Jawa Barat vs Nasional Jabar 3.86 Jatim 4.13 DIY 4.54 Jakarta 4.84 Jateng 5. Banten 6.12. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tw III 214 terhadap Tw III 213 (% YoY) Sumber : BPS (diolah) Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kabupaten/Kota Faktor yang mempengaruhi penurunan inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan III 214 berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 2.4). Harga-harga pangan strategis yang menurun tajam, mempercepat laju penurunan inflasi di Jawa Barat pada triwulan ini. Selain itu, hilangnya dampak kenaikan BBM bersubsidi tahun lalu juga menarik turun inflasi tahunan Jawa Barat dengan lebih cepat. Hal ini mengingat ketika kenaikan BBM bersubsidi tahun lalu, inflasi di Jawa Barat juga meningkat secara cepat. Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No. Kelompok 212 213 214 I II III IV I II III IV I II III 1 Bahan makanan 4.21 7.19 8.37 5.42 14.25 13.5 13.11 11.34 7.27 5.8 3.97 2 3 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 4.13 4.82 5.82 6.7 4.87 4.23 5.55 5.88 7.12 6.81 5.23 3.36 3.27 3.45 2.47 2.26 4.4 5.71 6.68 6.26 4.89 4.44 4 Sandang 6.5 4.8 3.74 2.95 2.2.51 1.63.96 2.3 2.54 1.28 5 Kesehatan 3.3 2.77 3.34 3.2 2.91 2.73 3.64 3.21 4.36 4.47 3.13 6 7 Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Umum 2.28 2.31 5.38 5.2 4.74 4.8 4.84 5.51 4.59 4.6 5.13.55.35.41.59.48 5.54 18.12 18.87 14.31 9.9 1.61 3.33 4.8 4.84 3.86 5.81 6.65 9.24 9.15 7.53 6.8 3.86 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (diolah BI) Meski demikian, andil/kontribusi kelompok bahan makanan masih menjadi terbesar kedua dalam pembentukan inflasi Jawa Barat pada triwulan III 214 (Tabel 2.5). Sementara itu, andil kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan menunjukkan tren penurunan sehingga menjadi,29% hingga akhir triwulan III 214. 24

Tabel 2.5. Andil Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) No. Kelompok 212 213 214 I II III IV I II III IV I II III 1 Bahan makanan 1.1 1.84 2.18 1.43 3.74 3.56 3.53 3.4 1.37 1.9.75 2 3 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.78.92 1.1 1.14.92.81 1.6 1.13 1.21 1.16.89.8.78.81.58.53.95 1.33 1.55 1.79 1.39 1.27 4 Sandang.27.22.17.14.9.2.8.4.1.13.7 5 Kesehatan.12.11.13.12.11.1.14.12.18.18.13 6 7 Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Umum.16.16.38.36.33.34.35.39.4.4.44.9.6.7.9.7.86 2.77 2.87 2.53 1.75.29 3.32 4.8 4.84 3.86 5.81 6.65 9.24 9.15 7.53 6.8 3.86 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (diolah BI) 2. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA Sebagian besar kota inflasi di Jawa Barat menunjukkan tekanan inflasi yang lebih rendah dibandingkan dengan laju inflasi inflasi nasional. Dari tujuh kota yang dihitung angka inflasinya di Jawa Barat, Beberapa diantaranya mengalami inflasi tahunan yang lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional maupun inflasi Jawa Barat, yaitu Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Depok (Grafik 2.3). Sementara itu, Kota Sukabumi mengalami inflasi tahunan tertinggi di triwulan ini diantara kota inflasi di Jawa Barat yaitu sebesar 4,86% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Sukabumi disebabkan oleh masih tingginya harga pangan akibat pasokan yang masuk ke Kota Sukabumi sering terlambat karena buruknya infrastruktur. Selain itu, dampak dari kenaikan harga gas LPG ukuran 12 kg sangat terasa bagi warga Sukabumi. Sementara itu, gas LPG 3 kg langka di pasaran dan banyak ditemukan tabung LPG 3 kg yang beratnya kurang dari aturan bahkan diduga palsu dijual di pangkalan. Akibatnya harganya melambung dieceran mencapai Rp18. - Rp2. per tabung. Menurut aparat berwajib, diduga terjadi penimbunan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selanjutnya, Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan di Sukabumi melakukan upaya dan tindakan tegas setelah berkoordinasi dengan PT Pertamina. Sementara itu, untuk tiga kota penyangga Jakarta, aliran pasokan pangan relatif lebih baik. Hal tersebut menyebabkan penurunan inflasi di ketiga kota tersebut semakin cepat (Grafik 2.4). Hal tersebut tidak terlepas berkat koordinasi yang cukup baik antara pemerintah daerah dengan TPID setempat. Meski demikian secara bulanan, dinamika inflasi kota-kota pembentuk inflasi di Jawa Barat masih cukup tinggi terutama pada akhir Juli 214 seiring masuknya pola musiman Lebaran (Tabel 2.6). 25

Bekasi Bogor Depok Jawa Barat Bandung Cirebon Tasikmalaya Nasional Sukabumi 3.32 3.56 3.85 3.86 3.96 4.32 4.37 4.53 4.86. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sumber : BPS (diolah BI ) Tw III 214 terhadap Tw III 213 (%, YoY) Grafik 2.3 Inflasi Triwulan II 214 Kota-kota di Jawa Barat yoy (%) Juli 214 Agustus 214 September 214 6 5 4 3 2 1 Sumber : BPS (diolah BI) Grafik 2.4 Inflasi Tahunan (yoy) Kota Inflasi Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) Tujuh Kota di Jawa Barat Inflasi IHK 213 214 mtm (%) Mar Jun Sep Des Mar Jun Jul Agus Sep Bandung.63 1.3 (.49).33.11.2.74.41.57 Bogor 1.5 1.6 (.71).32.28..69.34.36 Bekasi.48 1.48 (1.2).3.32.47 1.5.51.12 Cirebon 1.7 1.41 (.56).17.42.33.53.91.39 Depok 1.5 1.79 (.57).6 (.4).43.99.34.4 Sukabumi.25 1.49.4.46.24.48.48.25.31 Tasikmalaya.24.86 (.4).11.25.43.86.66 (.15) Jawa Barat.79 1.5 (.72).38.18.38.86.44.26 Nasional.63 1.3 (.33).55.8.43.93.47.27 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (diolah BI) 3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI Tren penurunan inflasi pada triwulan III 214 terjadi di seluruh kelompok komponen pembentuknya, yakni kelompok volatile foods, kelompok administered prices dan kelompok inti. Penurunan inflasi yang signifikan terjadi pada kelompok administered prices yaitu dari 12,79% (yoy) pada triwulan II 214 menjadi 5,72% (yoy) pada triwulan III 214 (Grafik 2.5 dan 2.6). Selanjutnya penurunan inflasi masih terjadi pada kelompok volatile foods yakni dari 6,6% (yoy) menjadi 3,99% (yoy). Sementara itu, pada periode yang sama, inflasi inti masih terkendali dan mengalami penurunan dari 4,47% (yoy) menjadi 3,27% (yoy). 26

% yoy Inflasi IHK (yoy) Inti (yoy) 4 Volatile Food (yoy) Adm Price (yoy) 35 3 25 2 15 1 5.72 5 3.99 3.27 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9-5 212 213 214 yoy (%) 15 12 9 6 3 3.8 INTI Vol. Food Adm. Prices 3.27 8.28 3.99 4.45 5.72 rata-rata Tw tw III-214 rata-rata Tw tw III-214 rata-rata Tw tw III-214 III 29-213 III 29-213 III 29-213 Sumber : BPS (diolah) Grafik 2.5 Disagregrasi Inflasi Jawa Barat Sumber : BPS (diolah) Grafik 2.6 Perbandingan Inflasi Per Komponen 3.1. NON FUNDAMENTAL Administered Prices Meksipun secara tahunan terjadi penurunan inflasi kelompok administered prices, berbagai kebijakan Pemerintah terhadap komoditas strategis energi menahan tren penurunan inflasi kelompok administered prices lebih dalam. Faktor penurunan inflasi kelompok administered prices ini hanya dikarenakan habisnya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi tahun lalu. Namun demikian, adanya kebijakan Pemerintah pada triwulan III 214 terutama dalam menyesuaikan tarif energi, khususnya harga gas LPG dan tarif listrik menyebabkan inflasi kelompok administered prices masih mengalami tekanan. Selain itu, pada triwulan laporan juga terjadi kenaikan harga semua jenis rokok, baik rokok kretek maupun rokok filter. Komoditas administered prices lainnya yang mengalami kenaikan harga pada triwulan ini yaitu tarif kereta apai seiring dengan melonjaknya permintaan pada musim Lebaran tahun ini. Meski demikian, secara keseluruhan sepanjang triwulan III 214, dampak kebijakan tersebut terhadap tekanan inflasi pada triwulan ini masih dapat terjaga. Tarif listrik memberikan sumbangan terhadap inflasi Jawa Barat sepanjang triwulan III 214. Sesuai Peraturan Menteri ESDM No.19/214 tentang Perubahan atas Permen No 9/214 perihal Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PLN, kenaikan tarif listrik terjadi pada golongan pelanggan rumah tangga dengan daya 1.3-5.5 VA, pelanggan industri non go public dengan daya di atas 2 kva, golongan pemerintah dengan daya di atas 2 kva, dan golongan penerangan jalan umum. Pemerintah telah memiliki pertimbangan yang kuat untuk menaikkan tarif listrik ini. Pemerintah berasumsi bahwa kenaikan tarif listrik secara bertahap ini merupakan langkah strategis dalam rangka mempertahankan kelangsungan pengusahaan penyediaan tenaga listrik, peningkatan mutu pelayanan kepada konsumen, peningkatan rasio elektrifikasi, dan mendorong subsidi listrik yang lebih tepat sasaran dengan menghapuskan subsidi listrik secara bertahap untuk golongan pelanggan rumah tangga dengan batas daya 1.3-5.5 VA, pelanggan industri non go public dengan daya di atas 2 kva, golongan pemerintah dengan daya di atas 2 kva, dan golongan penerangan jalan umum. Selain kenaikan tarif listrik, tertahannya laju penurunan inflasi administered prices pada triwulan ini juga diakibatkan oleh kenaikan harga gas LPG ukuran 12 kg. Kenaikan gas LPG ukuran 12 kg ini memberikan 27

sumbangan terbesar inflasi sebesar,8%. Harga gas LPG 12 kg mengalami kenaikan sebesar Rp1.5/kg sejak tanggal 1 September 214 sehingga harganya menjadi Rp7.569/kg. Hal ini menyebabkan harga di tingkat agen menjadi Rp9.519/kg. Berdasarkan pemantuan, harga gas LPG 12 kg di tingkat eceran di Jawa Barat mencapai Rp115. per tabung. Bahkan ada beberapa agen dan penjual eceran yang menjualnya hingga di atas Rp12./kg. Untuk mengantisipasi hal tersebut, beberapa daerah di Jawa Barat membuat kebijakan aturan distribusi tabung gas LPG 12 kg dengan membedakan warna segel untuk tiap kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi adanya pergerakan barang yang tidak sesuai dengan daerah peruntukannya. Selain itu, distributor LPG melakukan penambahan alokasi gas LPG ukuran 3 kg dari 22 ribu tabung per hari menjadi sebanyak 224 ribu tabung per hari. Penambahan ini dimaksudkan untuk meminimalisir upaya terjadinya perubahan preferensi masyarakat dari ukuran 12 kg ke 3 kg, serta untuk menghindari terjadinya penimbunan. Kebijakan tersebut terbukti mampu membuat harga gas LPG ukuran 3 kg menjadi lebih stabil, terutama di sekitar Bandung Raya. Namun demikian, dampak dari kenaikan harga LPG 12 kg ini sangat dirasakan oleh pengusaha restoran, dan UMKM. Volatile Food Tekanan inflasi terhadap komponen volatile food pada triwulan III 214 menunjukkan adanya penurunan. Meredanya tekanan inflasi kelompok ini dipengaruhi oleh terjaganya pasokan komoditas bahan makanan menjelang dan pasca Lebaran tahun ini. Selain itu, berdasarkan survei pemantauan harga, beberapa pedagang menginformasikan penurunan harga yang terjadi karena turunnya harga dari pemasok dan distributor seiring dengan melimpahnya pasokan (Grafik 2.7). Komoditas daging sapi yang pada periode yang sama tahun sebelumnya mengalami lonjakan harga yang signifikan, kini harganya lebih terkendali. Dalam rapat koordinasi tingkat Provinsi Jawa Barat dalam rangka antisipasi kebutuhan dan penyediaan daging sapi selama Ramadhan dan Idul Fitri 214, Jawa Barat memperkirakan kebutuhan daging sapi sebesar 17.863 ton. Ketersediaan pasokaan terakhir sebanyak 3.247 ton, stok sapi di Feedlot mencapai 69.478 ekor atau setara 15.72 ton, dan pemasukan sapi dari provinsi lain sebanyak 37.849 ekor atau 7.191 ton. Hal ini menyebabkan masih ada surplus stok daging sapi sebesar 8.277 ton. Namun demikian, kenaikan harga daging sapi di Bandung dan Jawa Barat tidak bisa dihindari lagi. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat menyatakan kenaikkan harga daging sapi terjadi karena adanya permainan harga pada mata rantai pasokan. Informasi permainan harga tersebut diperoleh atas laporan pedagang. Kenaikan harga bukan terjadi pada stok, namun mata rantai distribusi yang terlalu panjang. Dalam laporannya disebutkan bahwa harga penjualan telah ditentukan oleh pemasok besar atau distributor, sedangkan pengecer tidak bisa berbuat lebih jauh karena mereka juga butuh pasokan dari distributor. Meskipun pada awal hingga mendekati akhir Ramadhan diselenggarakan pasar murah dan sidak pasar, permainan harga masih terjadi hingga menjelang Idul Fitri. Sementara itu, komoditas bawang merah pada Juli 214 mengalami inflasi karena tingginya permintaan pada saat menjelang Idul Fitri. Namun pada Agustus 214 atau pasca Lebaran, komoditas bawang 28

merah kembali mengalami deflasi. Sementara itu, komoditas daging ayam ras justru mengalami kenaikan harga pasca Lebaran. Hal ini dikarenakan pasokan ayam ras yang terbatas karena banyak peternak ayam yang tidak memproduksi menjelang Idul Fitri. Selain harga Day Old Chick (DOC) yang turun, juga karena tingginya harga pakan ternak pada saat Lebaran. Rupiah/kg Beras Medium 12 1 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III % mtm 2 15 1 5-5 Rupiah/kg Daging Sapi 12, 1, 8, 6, 4, 2, - I II III IV I II III IV I II III % mtm 1 8 6 4 2-2 -4-6 -8 212 213 214 212 213 214 Harga Beras Medium Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Harga Daging Sapi Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Rupiah/kg 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Daging Ayam Ras I II III IV I II III IV I II III % mtm 25 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 Rupiah/kg Telur Ayam Ras 25, 2, 15, 1, 5, - I II III IV I II III IV I II III % mtm 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 212 213 214 212 213 214 Harga Daging Ayam Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Harga Telur Ayam Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Rupiah/kg Bawang Merah 6, 5, 4, 3, 2, 1, - I II III IV I II III IV I II III % mtm 12 1 8 6 4 2-2 -4-6 -8 Rupiah/kg 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Bawang Putih I II III IV I II III IV I II III % mtm 6 4 2-2 -4-6 212 213 214 212 213 214 Harga Bw.Merah Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Harga Bw.Putih Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Rupiah/kg Cabai Merah 6, 5, 4, 3, 2, 1, - I II III IV I II III IV I II III % mtm 1 8 6 4 2-2 -4-6 -8 Rupiah/kg 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Cabai Rawit I II III IV I II III IV I II III % mtm 8 6 4 2-2 -4-6 -8 212 213 214 212 213 214 Harga Cabai Merah Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Harga Cabai Rawit Pertumbuhan (mtm) Keseimbangan Sumber: Bank Indonesia, Survei Pemantauan Harga Mingguan, (diolah) Grafik 2.7 Perkembangan Harga Komoditas Bahan Pangan Mingguan 29

Sementara itu, kenaikan harga cabai merah terjadi pada September 214. Menurut hasil Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM), harga cabai merah baik cabai besar maupun keriting mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari kisaran Rp25.-3./kg menjadi Sekitar Rp45.-5./kg. Sebagian pedagang menyatakan bahwa kenaikan tersebut terjadi sejak dari pemasok. Berdasarkan informasi contact liaison, kenaikan harga cabai merah tidak dapat dihindarkan karena biaya produksi yang meningkat terutama dari harga pupuk. Sementara itu, biaya perawatan juga meningkat karena faktor cuaca yang tidak menentu. Di samping kenaikan biaya produksi, permintaan cabai merah pada musiman pesta pernikahan. Sementara itu, menurut data Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, produksi cabai merah pada Juli dan Agustus 214 masing-masing mencapai 19.334 ton dan 22.36 ton, lebih rendah dibandingkan dua bulan sebelumnya (Mei dan Juni 214) yang masing-masing mencapai 19.819 ton dan 24.99 ton. ribu ton Bawang Merah Pertumbuhan (kanan) % (yoy) 25 25 2 2 15 15 1 1 5 5-5 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 ribu ton Cabai Merah Pertumbuhan (kanan) % (yoy) 45 2 4 35 15 3 1 25 2 5 15 1 5-5 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar (diolah) Grafik 2.8 Produksi Bawang Merah Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar (diolah) Grafik 2.9 Produksi Cabai Merah Sementara itu, Bulog agak kesulitan dalam menyerap beras dari petani pada triwulan III 214 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 213. Hal ini dikarenakan sebagaian besar gabah petani sudah dibeli tengkulak. Kondisi tersebut diperparah dengan musim kemarau yang panjang yang menyebabkan utilisasi lahan kurang maksimal. Jikapun ada gabah panen petani, harganya masih di atas harga resmi yang dapat dibeli oleh Bulog. Meskipun demikian, stok beras yang dikuasi Bulog Jawa Barat masih cukup untuk memenuhi kebutuhan penyaluran hingga lima bulan ke depan atau sampai dengan akhir tahun 214. ribu ton Padi (ton) Pertumbuhan (kanan) % (yoy) 25 8 6 2 4 15 2 1-2 5-4 -6-8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 Ribu Ton Stok Beras Bulog Penyaluran Raskin 4 35 3 25 2 15 1 5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 21 211 212 213 214 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar (diolah) Grafik 2.1 Produksi Padi Sumber : Bulog Divre Jawa Barat (diolah) Grafik 2.11 Stok Beras dan Penyaluran Raskin 3

3.2. FUNDAMENTAL / INTI Inflasi inti pada triwulan III 214 masih cukup stabil dengan kecenderungan menurun yakni dari 4,47% (yoy) menjadi 3,27% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan melemahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan ini. Tekanan inflasi inti sepanjang triwulan III 214 terutama bersumber dari pendidikan seiring dengan tahun ajaran baru dan kelompok transportasi atau pengangkutan seiring dengan permintaan yang tinggi pada periode musiman Lebaran tahun ini. Meskipun permintaan terhadap komoditas makanan dan makanan jadi serta produk manufaktur relatif meningkat, namun harga-harga masih dapat dikendalikan dengan baik. % yoy Inflasi Inti (yoy) Tadable (yoy) Non Tradable (yoy) 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 Sumber : BPS (diolah BI) Grafik 2.12 Perkembangan Komponen Inti Rp/USD Inflasi YoY (%) Rp/USD 125 12 115 11 15 1 95 9 85 8 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 21 211 212 213 214 yoy % Sumber : Bank Indonesia dan BPS (diolah) Grafik 2.13 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Berdasarkan komponen pembentuknya, peningkatan inflasi inti pada triwulan III 214 terutama didorong oleh komponen tradable yang mengalami inflasi sebesar 4,88% (yoy). Tekanan inflasi terhadap komponen tradable masih didominasi oleh kelompok makanan. Sedangkan harga emas perhiasan di Jawa Barat cenderung stabil. Sementara itu, komponen non tradable Jawa Barat mengalami inflasi yang relatif stabil sebesar 2,18% (yoy). Perkembangan inflasi properti di Jawa Barat mengindikasikan adanya penurunan pada triwulan III 214. Biaya tempat tinggal secara perlahan mengalami penurunan seiring meskipun terjadi kenaikan tarif listrik rumah tangga (Grafik 2.12). Penurunan harga terjadi disebabkan harga-harga komoditas perlengkapan rumah tangga dan jasa rumah tangga mengalami penurunan. Sementara itu, berdasarkan Survei Harga Properti Residensial secara triwulanan, pertumbuhan indeks pada triwulan III 214 lebih tinggi dibandingkan triwulan II 214. Kenaikan indeks tersebut diduga dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan rumah untuk investasi, terutama rumah tipe menengah (luas bangunan 36 s.d 7 meter persegi), sedangkan rumah tipe besar (luas bangunan lebih dari 7 meter persegi) cenderung stabil. 31

%, yoy 6 5 4 3 2 1 Biaya Tempat Tinggal Perlengkapan Rumah Tangga Jasa Rumah Tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 Sumber : BPS, diolah Grafik 2.14 Inflasi Inti Sektor Perumahan qtq (%) Kecil Menengah Besar yoy Indeks 12. 26 25 1. 24 8. 23 22 6. 21 4. 2 19 2. 18. 17 IV I II III IV I II III 212 213 214 Sumber : Survei Harga Properti Residensial BI, diolah Grafik 2.15 Indeks Harga Properti Bandung Eksternal Tekanan terhadap rupiah turut belum terlalu berdampak terhadap inflasi inti. Depresiasi nilai tukar rupiah pada triwulan III 214 yang sempat mencapai level di atas Rp12.2, pada kenyatannya belum memberikan dampak yang berarti terhadap tekanan inflasi inti. Kondisi tersebut justru mampu menahan tingkat konsumsi rumah tangga dan industri dalam menggunakan barang-barang impor. Hal ini justru mendorong inflasi inti relatif stabil dengan kecenderungan menurun. Namun demikian, berbagai kebijakan terus ditempuh Bank Indonesia seperti kebijakan stabilisasi nilai tukar, penyesuaian BI Rate, lelang FX Swap, dan berbagai kebijakan lainnya terutama untuk mengelola aliran modal asing. Di sisi lain, relatif stabilnya harga komoditas global seperti harga timah, emas, serta penurunan harga komoditas pertanian internasional seperti jagung, kedelai, dan terigu, ikut berkontribusi dalam menjaga tetap stabilnya inflasi inti. Bagi Jawa Barat, penurunan harga kedelai dan terigu cukup menjaga stabilnya harga produk industri kecil dan mikro di Jawa Barat yang menggunakan bahan baku tersebut seperti industri tempe tahu, industri roti dan industri kue rumah tangga. $/Metric Ton 35, Timah Emas ($/OZ) $/OZ 2, USD/bushel 18 Jagung Kedelai Terigu 3, 25, 2, 15, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, 8 16 14 12 1 8 1, 6 6 5, 4 2 4 2-1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 211 212 213 214 - - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 211 212 213 214 Sumber : Bloomberg Grafik 2.16 Harga Komoditas Pertambangan Sumber : Bloomberg Grafik 2.17 Harga Komoditas Pertanian 32

Interaksi Permintaan dan Penawaran Beberapa sektor dunia usaha di Jawa Barat merespon melemahnya permintaan konsumen pada triwulan III 214, sehingga belum memberikan tekanan yang signifikan terhadap laju inflasi. Hal ini diindikaskan dengan perkembangan kapasitas produksi rata-rata yang terpakai pada triwulan III 214 mencapai 75,21% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun lebih rendah, namun cukup responsif memenuhi permintaan rumah tangga dan swasta, sehingga harga jual produk tidak mengalami gejolak. Subsektor dunia usaha yang mengalami peningkatan kapasitas produksi antara lain seperti pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan. Sementara itu, kapasitas produksi listrik, gas dan air bersih mengalami penurunan seiring dengan menurunnya debit air bendungan penyuplai pembangkit listrik tenaga air di Jawa Barat. Tabel 2.7. Kapasitas Produksi Terpakai KETERANGAN 213 214 I II III IV I II III Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 72.4 72.3 73. 67.72 79.89 69.98 72.1 1. Tanaman Pangan 74.6 71.6 74.9 67.14 7.38 74.47 74.5 2. Tanaman Perkebunan 56.7 68.3 56.7 5. 85. 75. 63.33 3. Peternakan dan hasil-hasilnya 76.7 76.7 78. 86. 86.4 71.44 82.14 4. Kehutanan - - - 66.82 86. 6.4 73.75 5. Perikanan 66.2 75.6 66.2 7. 71.67 68.57 67.22 Pertambangan 73.3 72.5 7. 65.14 77.86 77.71 8. Industri Pengolahan 65. 66.6 66.9 63.43 81.79 74.23 75.91 1. Makanan, minuman dan tembakau 61.5 65.2 66. 65.11 86.61 84.69 8.28 2. Tekstil, barang kulit dan alas kaki 71.1 71.5 72. 79. 88.65 8.4 8.24 3. Barang kayu dan hasil hutan lainnya 47. 47.5 47. 86.67 85.56 75. 71.85 4. Kertas dan barang cetakan 75. 73.3 63.4 58.75 6. 52.5 7. 5. Kimia dan barang dari karet 75. 82.5 75. 8. 85. 73.33 92.5 6. Semen dan barang galian bukan loga, 66.7 7. 7. 72.5.. 6. 7. Logam dasar, besi dan baja - - - 68.13 86.67 8. 75. 8. Alat angkutan, mesin dan peralatannya 7. 62.5 6. 77.1 72.86 7. 82.5 9. Barang lainnya 74.1 66.3 74.1 81.25 7.77 77.92 7.87 Listrik, Gas dan Air Bersih 57.9 64.8 62.9 73.61 74. 82.58 72.83 Total Seluruh Sektor 67.8 68.6 68.9 66.84 78.38 76.13 75.21 Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha, BI Ekspektasi Inflasi Pada triwulan III 214, ekspektasi inflasi masyarakat terhadap kenaikan harga cenderung meningkat. Berdasarkan hasil survei konsumen diperkirakan harga-harga ke depan secara umum mengalami kenaikan. Meningkatnya ekspektasi tersebut sejalan dengan perkembangan inflasi yang terus mengalami tekanan antara lain karena faktor rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang kemungkinan terjadi pada akhir tahun. Masyarakat memperkirakan harga pada 3 hingga 6 bulan ke depan relatif menunjukkan adanya peningkatan. Sementara itu, berdasarkan kelompok komoditas, indeks ekspektasi konsumen menunjukkan bahwa pada triwulan III 214 mengindikasikan terjadi kenaikan harga terhadap hampir seluruh kelompok. Sementara itu berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha, hanya sebagian kecil dari mayoritas pelaku usaha di Jawa Barat yang tepat memprediksi realisasi inflasi Jawa Barat pada triwulan III 214. 33

Indeks 25 Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD Ekspektasi Harga 6 Bulan YAD - Bahan makanan - Makanan jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau - Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar - Sandang - Kesehatan - Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 225 2 175 25 2 - Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga %, yoy 15 15 125 1 75 Indeks > 1 = optimis Indeks < 1 = pesimis 1 5 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 211 212 213 214 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 212 213 214 Sumber : Survei Konsumen BI Wilayah VI, diolah Grafik 2.18 Ekpektasi Harga 3 & 6 Bulan ke Depan Sumber : Survei Konsumen BI Wilayah VI, diolah Grafik 2.19 Ekspektasi Harga Per Kelompok Pengeluaran EKSPEKTASI INFLASI Tabel 2.8. Besaran Ekspektasi Kalangan Dunia Usaha (%) 212 213 214 I II III IV I II III IV I II III Kurang dari 5% 12.6 11.4 17.7 12.6 19.3 12.6 27.8 13.7 12.5 2.5 22.4 5% - 9% 8.2 82.5 77.4 8.2 77.7 8.5 69.3 81.1 85.1 62.5 6.3 Lebih dari 9% 7.2 6.1 4.9 7.2 3. 6.9 2.8 5.2 2.4 17. 17.2 JUMLAH 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah BOKS 2 Mengukur Dampak Kenaikan BBM Bersubsidi Terhadap Inflasi Jawa Barat Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini merupakan salah satu rencana terobosan yang akan dilakukan pemerintahan baru untuk menghindari defisit APBN sehingga tidak melanggar ketentuan UU. Selain itu, upaya untuk mengurangi subsidi BBM juga dimaksudkan untuk mengalihkan subsidi yang dinilai kurang tepat sasaran kepada sektor-sektor yang mendukung program pemerintahan baru, terutama pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa isu kenaikan BBM selalu mewarnai perjalanan kepemimpinan pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari konsumsi BBM yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 21, kuota subsidi BBM selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 7,5%. Meningkatnya kuota subsidi BBM tentu berimplikasi terhadap kenaikan anggaran subsidi BBM yang pada akhirnya mempersempit ruang fiskal untuk dapat menstimulus ekonomi Indonesia. Berdasarkan data terakhir, kuota penyaluran BBM berubsidi pada tahun 214 sebanyak 45,35 juta kilo liter. Total pemaikan hingga September 214 mencapai 34,9 juta kl. Dengan sisa kuota sebesar 1,45 juta kl, maka potensi kelangkaan BBM bersubsidi diperkirakan akan terjadi pada Desember 214 untuk semua produk BBM bersubsidi. Tabel di bawah ini menunjukkan kuota dan sisa kuota BBM bersubsidi nasional untuk masing-masing jenis produk BBM bersubsidi. 34

Produk BBM (Juta kl) Kuota Tabel 2.1 Penyaluran BBM Bersubsidi 214 (juta kl) Realisasi Sept-214 Sisa Kuota Estimasi Konsumsi/Bln Kebutuhan 3 bulan terakhir Kekurangan Premium 29,29 22,24 7,5 2,44 7,32 -,27 Solar 15,16 11,94 3,22 1,26 3,79 -,57 Minyak tanah,9,72,18,8,23 -,5 TOTAL 45,35 34,9 1,45 3,78 11,34 -,89 Sumber : PT Pertamina (Persero), dikutip dari Surat Kabar Harian Kontan 14 Oktober 214, diolah Perdebatan mengenai kapan waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi sesuatu hal yang perlu didalami, terutama mengenai seberapa besar dampak kenaikan tersebut terhadap inflasi dan kesejahteraan rakyat di tengah berbagai kebijakan penyesuaian harga/tarif energi seperti listrik dan gas LPG. Hal ini penting mengingat kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan memberikan dampak dalam tiga tahap. Sebelum isu kenaikan harga BBM bersubsidi ini diperbincangkan, masyarakat sudah dihadapkan pada kebijakan pemerintah untuk membatasi penjualan BBM bersubsidi di berbagai daerah. Secara tidak langsung, hal ini telah mendorong adanya peningkatan ekspektasi inflasi dari masyarakat, baik konsumen maupun produsen. Jawa Barat sebagai wilayah dengan populasi sekitar 45 juta jiwa, dan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia merupakan wilayah dengan tingkat konsumsi BBM bersubsidi paling tinggi. Di samping itu, Jawa Barat (terutama Bandung dan sekitarnya) merupakan salah satu destinasi favorit warga Ibukota Jakarta untuk melakukan liburan. Menurut data Dinas Perhubungan Jawa Barat, hampir setiap minggu tercatat sekitar 3.-5. mobil memasuki Kota Bandung. Berdasarkan data dari PT Jasa Marga, jumlah kendaraan tol yang lewat Jawa Barat mengalami peningkatan signifikan pada tahun 214 yang didominasi oleh Golongan I (kendaraan pribadi). Akibatnya, konsumsi BBM bersubsidi di daerah ini lebih tinggi dari kuota yang diberikan. Dengan kondisi tersebut, apabila kuota BBM bersubsidi habis sebelum waktunya, maka risiko terbesar akan dialami oleh wilayah ini. Dampaknya bisa berupa kenaikan harga maupun terganggunya berbagai sektor utama perekonomian di provinsi Jawa Barat, yakni sektor antara lain sektor PHR, sektor industri dan sektor pertanian. Ribu kendaraan 6. 5. 4. 213 214 ( s/d September ) GOL III 4% GOL IV 2% GOL II 1% GOL V 1% 3. 2. 1. GOL I 83% - GOL I GOL II GOL III GOL IV GOL V JUMLAH Sumber : PT Jasa Marga Grafik 2.1. Jumlah Kendaraan Jalan Tol Sumber : PT Jasa Marga Grafik 2.2. Jenis Kendaraan di Tol 35

Berdasarkan data historis, kenaikan harga BBM bersubsidi selalu membawa tekanan kenaikan inflasi. Sesuai polanya, inflasi bulanan mencatat adanya tekanan kenaikan inflasi pada saat dan pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal ini seperti terjadi pada tahun 25, 28, dan 213. Meskipun demikian, pada tahun 29, harga BBM bersubsidi mengalami penurunan. Dampak kenaikan harga BBM bersubsidi di Jawa Barat pada era sebelum dan sesudah terbentuknya TPID mengalami perbedaan. Berdasarkan grafik di bawah ini, terlihat bahwa pemerintah daerah sepertinya telah memiliki strategi jitu untuk meminimalisasi dampak dari setiap kenaikan harga BBM bersubsidi. yoy (%) Jawa Barat 24 Sebelum ada TPID Sesudah ada TPID 19 14 9 Kenaikan BBM Kenaikan BBM Kenaikan BBM 4-1 24 25 26 27 28 29 21 211 212 213 Sep-14 Sumber : BPS, diolah Grafik 2.3. Pengaruh kenaikan harga BBM terhadap inflasi di Jawa Barat Secara empiris, dampak kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 213 cukup terasa di Jawa Barat, terutama pada 3 bulan pertama pasca kenaikan BBM bersubsidi. Kelompok pengeluaran di Jawa Barat merupakan kelompok yang paling besar terkena dampak dari kenaikan BBM tersebut. Tingginya dampak terhadap sektor transportasi di Jawa Barat dikarenakan bobot inflasi untuk transportasi di Jawa Barat sangat tinggi dibandingkan dengan daerah atau wilayah lainnya. 36

% (yoy) Inflasi Umum Inflasi Transportasi 3. 25. 2. 15. 1. 5.. -5. -1. 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, Jawa Barat Banten JABAGBAR Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sumber : BPS, diolah Grafik 2.4. Inflasi Trasportasi Dampak Kenaikan Harga BBM Sumber : BPS, diolah Grafik 2.5. Dampak Kenaikan BBM Tahun 213 Terhadap Inflasi Bulanan Jabar Dari simulasi yang dilakukan untuk kenaikan BBM bersubsidi (bensin dan solar), kenaikan Rp1 / Rp2 / Rp3 untuk bensin dan solar akan memberikan sumbangan inflasi Jawa Barat masingmasing sebesar 1,36%, 2,74% dan 4,1%. Secara spasial, dampak kenaikan harga BBM bersubsidi bagi Jawa Barat akan dirasakan lebih besar dibandingkan dengan provinsi lainnya di Jawa. Hal ini dikarenakan bobot BBM (solar dan bensin) serta bobot angkutan di Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah/wilayah lainnya. Tabel 2.2 Simulasi Dampak Kenaikan BBM Bersubsidi Terhadap Inflasi Jawa Barat Asumsi Kenaikan (Rp.) - Bensin 1 2 3 - Solar 1 2 3 Dampak 1st round.62 1.25 1.87 - Inflasi bensin.55 1.1 1.66 - Inflasi solar.7.14.22 Dampak 2nd round.61 1.24 1.85 - Angkutan Antar Kota.9.17.26 - Angkutan Dalam Kota.53 1.5 1.58 Dampak 3rd round.13.25.38 - Biaya Produksi (Core Tradable ).8.16.24 - Biaya Distribusi (Core Tradable ).2.3.5 - Dampak Core Non Tradable.3.6.9 Total 1.36 2.74 4.1 Tabel 2.3 Skenario Inflasi Jawa Barat Mengikuti Waktu Kenaikan harga BBM Bersubsidi Rp3 Waktu Nov 214 Desember 214 Januari 215 Kenaikan Tahun 214 Tahun 215 Tahun 214 Tahun 215 Tahun 214 Tahun 215 Inflasi Jabar 8,7-9,1 4,8-5,2 6,1-6,5 6,-6,4 4,4-4,8 8,9-9,3 Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Bandung dan Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah (FKPI) Jawa Barat terus melakukan upaya-upaya untuk mencegah dampak yang lebih luas akibat dari pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Beberapa langkah yang ditempuh antara lain menyampaikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait yaitu : 37

1. Menyampaikan evaluasi penerapan kebijakan kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi kepada BPH Migas (pembelian tidak dibatasi pada jam tertentu); 2. Menerapkan gerakan hemat BBM antara lain hari bebas kendaraan bermotor pribadi; 3. Memprioritaskan pembangunan stasiun pompa diesel nelayan di sekitar TPI untuk memenuhi kebutuhan nelayan; 4. Menyampaikan surat dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada Organda agar pengangkutan barang khususnya di Jalur Pantura menggunakan kereta api; dan 5. Penetapan batas atas tarif angkutan non-ekonomi. Selain itu, pemerintah daerah yang memiliki SILPA APBD cukup besar dapat menggunakan dana tersebut untuk mengantisipasi berbagai dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi seperti bantuan transportasi, bantuan jangka pendek kepada masyarakat miskin, dan berbagai bentuk lainnya. 38

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH DAN SISTEM PEMBAYARAN BAB 3 STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN 39

4 Halaman ini sengaja dikosongkan

Perkembangan kinerja sektor perbankan Jawa Barat terpantau relatif stabil, seiring dengan langkah BI dalam menjaga stabilitas sektor keuangan dan kondisi makroekonomi. Pada triwulan III 214, pertumbuhan kredit tercatat melambat pada level 13,8% (yoy) dibandingkan triwulan II 214 sebesar 16,1% (yoy). Besaran pertumbuhan kredit ini sesuai dengan arah kebijakan BI untuk mengarahkan tingkat pertumbuhan kredit yang lebih rendah pada 214 guna menjaga stabilitas makroekonomi terkait risiko defisit transaksi berjalan dan tekanan inflasi pasca kenaikan BBM 213. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun bank tercatat tumbuh 11,% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,9% (yoy). Sementara itu, tingkat risiko kredit (NPL) terpantau sedikit meningkat dari 2,8% menjadi 2,9%, namun masih berada dalam batas aman. Kinerja sistem pembayaran non tunai pada triwulan III 214 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan khususnya transaksi real time gross settlement (RTGS), perkembangan transaksi tunai juga menunjukkan peningkatan. Sedikit perlambatan terjadi pada transaksi non tunai kliring, sementara transaksi RTGS mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peredaran uang di Jawa Barat masih didominasi oleh transaksi inflow dengan perkembangan yang terus menngkat. 1. ANALISIS PERBANKAN DAERAH A. Perkembangan Perbankan di Provinsi Jawa Barat Secara umum perkembangan kinerja perbankan Jawa Barat masih relatif baik yang tercermin dari pertumbuhan aset. Perkembangan pertumbuhan aset perbankan di Jawa Barat pada periode laporan menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Pada akhir triwulan III 214 pertumbuhan aset perbankan konvensional di Jawa Barat tercatat sebesar 11% (yoy) dengan nominal Rp416,7 triliun melambat bila dibandingkan triwulan II 214 yang tumbuh sebesar 14% (yoy). Aset perbankan syariah juga mengalami peningkatan dari Rp 26,31 triliun di triwulan II 214 menjadi Rp 3,67 triliun atau tumbuh 11,5% (yoy) di triwulan III 214. Triliun Rp Total Aset Pertumbuhan (yoy) YoY % 45 45,1 416,7 3 4 378,1 381,2 35 25 3 2 25 15,6 13,8 15 2 13, 11, 15 1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Triliun Rp yoy (%) 4 9 Aset Series2 35,8 8 35 7 3,1 29,3 3 6 49,3 5 25 4 2 3 19,5 2,4 15 11,5 2 1 1 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Grafik 3.1. Aset Perbankan Konvensional Grafik 3.2. Aset Perbankan Syariah Sementara itu, penyaluran kredit bank konvensional tercatat tumbuh sebesar 13,5% (yoy). Outstanding kredit bank konvensional pada akhir triwulan III 214 mencapai Rp269,2 triliun. Di sisi perbankan syariah, jumlah pembiayaan yang disalurkan pada triwulan III 214 tumbuh sedikit meningkat pada level 17% (yoy) atau sebesar Rp3,67 triliun. Secara umum, tren kredit perbankan terpantau melambat sejak 41

sejak triwulan IV 213. Perlambatan tersebut sejalan dengan kebijakan moneter yang cenderung ketat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Triliun Rp 3 275 25 225 2 175 15 125 1 75 5 Total Kredit Pertumbuhan Kredit (YoY) 263, 269,2 247,1 248,7 21,5 18,3 16,2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 13,5 % YoY 3, 25, 2, 15, 1, 5,, Triliun Rp Pembiayaan Pertumbuhan Pembiayaan (yoy) 25 2 15 1 5-23,8 24,6 21,5 2,1 1 9 8 7 6 5 4 27,5 24,5 3 17,9 17, 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 yoy (%) 1 - Grafik 3.3. Kredit Bank Konvensional Grafik 3.4. Pembiayaan Bank Syariah Pada kredit konvensional, pangsa kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 41,8% dan 41%. Tren pertumbuhan kredit modal kerja terpantau sedikit meningkat sebesar 11,5% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi dan kredit investasi terpantau mengalami perlambatan, masing-masing sebesar 11,4% (yoy) dan 24,5% (yoy). Triliun Rp 12 1 Kredit Modal Kerja Kredit Investasi 19,7 112,5 13,9 16,1 Kredit Konsumsi Kredit Konsumsi 41,8% Kredit Modal Kerja 41% 8 6 13,7 18,9 11,4 11,9 4 2 39,5 4,7 44,5 46,2 Kredit Investasi 17,2% - I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 Grafik 3.5. Pangsa Kredit Per Jenis Penggunaan Grafik 3.6. Kredit Menurut Penggunaan Pada triwulan III 214, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan konvensional dan perbankan syariah di Jawa Barat mengalami pertumbuhan sebesar 11,3% (yoy) dengan nominal sebesar Rp323,2 triliun. Kondisi tersebut menunjukkan DPK yang melambat dibandingkan triwulan II 214 dengan pertumbuhan 13,9% (yoy). Komposisi DPK perbankan pada triwulan III 214 didominasi oleh jenis tabungan (4,9%). DPK jenis deposito sebesar 4,2% dan jenis giro sebesar 18,9% Sedangkan dari sisi valuta, DPK didominasi oleh Rupiah. 42

Triliun Rp 32 3 28 26 24 22 2 18 16 14 12 1 Total DPK Pertumbuhan (yoy) 32,9 296, 279,4 274,8 14,2 12,6 14,5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 11,9 YoY % 22 2 18 16 14 12 1 Triliun Rp DPK Pertumbuhan (yoy) 25 2 15 1 5-21,2 19,69 2,382,24 19,8 14,7 16,1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 211 212 213 214 yoy (%) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - Grafik 3.7. DPK Perbankan Konvensional Grafik 3.8. DPK Perbankan Syariah Deposito 39,8% Giro 19,5% VALAS, 8,7% Tabungan 4,7% RUPIAH 91,3% Grafik 3.9. Komposisi DPK Per Jenis Grafik 3.1. Komposisi DPK Per Valuta B. Perkembangan Perbankan per Kota/Kabupaten Kota Bandung Kinerja bank umum konvensional di Kota Bandung relatif stabil pada triwulan III 214 dengan rasio pinjaman terhadap simpanan yang masih tinggi meskipun mengalami penuruna. Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan III 214 adalah sebesar 91% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 99,1%. Rp Triliun yoy 16 25,% 136,7 14 122,1 11,4 2,% 12 1 22,4% 15,% 8 11,3% 6 1,% 4 7,2% 5,% 2,% I II III IV I II III 213 214 TABUNGAN 32,13% DEPOSITO 46,91% GIRO 2,96% DPK Pertumbuhan (axis kanan) Sumber: LBU (diolah) Grafik 3.11. Perkembangan DPK Kota Bandung Sumber: LBU (diolah) Grafik 3.12. Komposisi DPK Kota Bandung Per Jenis Simpanan 43

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada periode laporan tercatat meningkat dengan pertumbuhan 22,4% (yoy) dengan nominal Rp136,7 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar 11,3% (yoy) dengan nominal Rp122,1 triliun. Sebagian besar (46,91%) DPK dalam bentuk deposito. Sementara itu pertumbuhan penyaluran kredit relatif stabil dengan pertumbuhan 16,2% (yoy) dengan nominal Rp124,4 triliun dari sebelumnya Rp12,9 triliun dengan pertumbuhan 18,4% (yoy). Rp Triliun yoy 14 12,9 124,4 35,% 12 112,9 3,% 1 25,% 8 2,% 6 18,5% 18,4% 16,2% 15,% 4 1,% 2 5,%,% I II III IV I II III 213 214 Rp Triliun yoy 31 29,8 3,4 4,% 3 35,% 29 27,9 3,% 28 25,% 27 2,% 26 16,9% 15,% 25 12,3% 1,% 24 6,7% 5,% 23,% I II III IV I II III 213 214 Total Kredit Pertumbuhan (Axis Kanan) Industri Pengolahan Pertumbuhan (Axis Kanan) Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank Selain untuk kredit yang bersifat konsumtif (sektor lain-lain), penyaluran kredit di Kota Bandung sebagian besar disalurkan untuk sektor industri pengolahan, PHR dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada triwulan III 214, pangsa kredit sektor industri adalah 24,5%, sementara untuk sektor PHR sebesar 17,4% dan sektor angkutan sebesar 14,8%. Penyaluran kredit untuk sektor industri pengolahan serta sektor PHR tercatat sedikit menurun bahkan untuk sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan cukup dalam dari sebesar 47,5% (yoy) menjadi sebesar 32,9% (yoy). Rp Triliun 25 2 15 1 5 yoy 2,9 22,3 21,7 4,% 35,% 3,% 25,% 2,% 17,9% 15,4% 15,% 11,9% 1,% 5,%,% I II III IV I II III 213 214 Rp Triliun 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 yoy 16,7 18,4 1,% 14, 8,% 8,9% 6,% 47,5% 4,% 32,9% 2,%,% I II III IV I II III 213 214 PHR Pertumbuhan (Axis Kanan) Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan (Axis Kanan) Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Sektor PHR Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank Grafik 3.16. Perkembangan Kredit Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kota Bandung Berdasarkan Lokasi Bank 44