KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III-21 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

2 Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : Fax :

3 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsifungsi utama.

4 Halaman ini sengaja dikosongkan

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan III-21 ini akhirnya dapat diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan memberi gambaran bahwa perekonomian Jawa Barat masih menunjukkan kondisi yang kondusif. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-21 menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan. Bila pada triwulan II-21, perekonomian Jawa Barat tumbuh sebesar 6,9% (yoy), pertumbuhan ekonomi selama triwulan III-21 hanya mampu tumbuh 4,%. Dari sisi permintaan, perlambatan disebabkan karena melambatnya konsumsi rumah tangga, sebagai penyangga utama perekonomian Jawa Barat, serta meningkatnya realisasi impor ke Jawa Barat. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, investasi, maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi terhadap sektor pertanian, karena menurunnya produktivitas padi, serta melambatnya sektor PHR seiring perlambatan konsumsi rumah tangga. Dari sisi harga, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum selama periode triwulan III- 21 sampai bulan Oktober 21, masih menunjukkan terjadinya inflasi. Namun demikian, laju inflasi secara bulanan (mtm) menunjukkan trend yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam dan lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional. Sementara itu, kondisi perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan penguatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak ketiga, dan outstanding kredit, yang terus mengalami peningkatan. Penyaluran kredit pada triwulan III-21 tumbuh lebih tinggi, khususnya untuk kredit investasi, sejalan dengan maraknya realisasi investasi di Jawa Barat. Di sisi lain, risiko kredit mengalami sedikit peningkatan, namun masih relatif terkendali, yaitu masih berada di bawah 5%. Dari sisi keuangan daerah, realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan III-21. Adapun penerimaan pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan, sementara penerimaan Pemerintah Provinsi terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sementara itu, dari sisi belanja, realisasi belanja Pemerintah Pusat di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan, yang terdorong akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi serta dana Tugas Pembantuan. Namun demikian, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-21 diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV-21. Kondisi ini mengakibatkan kurang optimalnya peran pembiayaan keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada periode laporan. Di sisi tenaga kerja, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan, akibat semakin tingginya penyerapan tenaga kerja, sebagai dampak dari masih kondusifnya v

6 perekonomian di Jawa Barat. Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan masih relatif stabil, meskipun terhadang oleh inflasi yang sedikit memperlemah daya beli masyarakat. Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, serta PT. Kereta Api. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, November 21 Lucky Fathul A.H. Pemimpin vi

7 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... v vii ix x xii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor Lainnya Boks 1. Analisis Siklus Bisnis Sektoral di Jawa Barat Boks 2. Tugas Bank Indonesia Bandung dalam Mendorong Perkembangan Ekonomi Moneter dan Pengembangan Sektor Riil... 3 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Inflasi Menurut Kota Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Fundamental a. Interaksi Permintaan dan Penawaran b. Eksternal c. Ekspektasi Inflasi Non Fundamental BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Struktur Perbankan di Jawa Barat Bank Umum Konvensional Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Kredit yang berlokasi Proyek di Jawa Barat Risiko Kredit Bank Umum Syariah Bank Perkreditan Rakyat BAB 4 KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat Pendapatan Pajak Pemerintah Pusat Pendapatan Pemerintah Provinsi Belanja Daerah Belanja APBN di Jawa Barat vii

8 Belanja Dana Dekonsentrasi Belanja Dana Tugas Pembantuan Belanja APBD Provinsi Jawa Barat BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Pengedaran Uang Kartal Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Palsu Sistem Pembayaran Non Tunai Kliring Lokal Real Time Gross Settlement (RTGS) BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Ketenagakerjaan Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat Kesejahteraan... 7 Boks 3. Survei Kondisi Remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Jawa Barat BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Makro Prakiraan Inflasi Boks 4. Survei Respons Sektor Ekonomi Utama Jawa Barat Terhadap Perkembangan Permintaan... 8 LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy)... 1 Tabel 1.2. Pertumbuhan Volume Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (%) Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat per Kelompok Barang/Jasa Tabel 2.2. Inflasi Bulanan Tujuh Kota di Jawa Barat Tabel 3.1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Jawa Barat Tabel 3.2. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Penggunaan Tabel 3.3. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Sektoral Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tabel 4.3. Realisasi penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp Miliar) Tabel 4.4. Realisasi (ytd) Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar 56 Tabel 4.5. Realisasi (ytd) Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Pemerintah Daerah Penerima Alokasi Anggaran Terbesar Tabel 4.6. Perkiraan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (27=1) ix

10 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)... 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen... 1 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.5. Posisi Baku Debet Kredit Konsumsi Grafik 1.6. Impor Barang Modal Grafik 1.7. Realisasi Investasi Jawa Barat Grafik 1.8. Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik 1.9. Volume Ekspor Jawa Barat Grafik 1.1. Nilai Ekspor TPT Grafik Volume Ekspor TPT Grafik Nilai Ekspor Alas Kaki Grafik Volume Ekspor Alas Kaki Grafik Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi Grafik Volume Ekspor Alat Telekomunikasi Grafik Nilai Ekspor Mesin Elektrik Grafik Volume Ekspor Mesin Elektrik Grafik Volume Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Grafik Nilai Impor Jawa Barat Grafik 1.2. Volume Impor Jawa Barat Grafik Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi Jawa Barat Grafik Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Pertanian Grafik Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat Grafik Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat Grafik Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan Grafik Penjualan Mobil dan Motor Nasional... 2 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Grafik 1.3. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Grafik Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan Grafik Indeks Kondisi Ekonomi Grafik Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara Grafik Penyaluran Semen di Jawa Barat Grafik Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Grafik Saldo Bersih Tertimbang Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan Grafik 2.1. Inflasi IHK Jawa Barat, bulanan (mtm), akumulasi (ytd), dan Tahunan (yoy) Grafik 2.2. Kontribusi Inflasi/Deflasi Bulanan per kelompok Barang/Jasa Grafik 2.3. Kapasitas Utilisasi Grafik 2.4. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang Grafik 2.5. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional Grafik 2.6. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik 2.7. Luas Panen Padi di Jawa Barat x Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan III Grafik 3.2. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan III Grafik 3.3. Porsi DPK berdasarkan Jenis Simpanannya Grafik 3.4. Porsi DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat Grafik 3.5. Grafik Porsi DPK per Jenis Valuta Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta Grafik 3.7. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan

11 Grafik 3.8. Porsi Kredit UMKM di Jawa Barat Grafik 3.9. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat Grafik 3.1. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor Grafik Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Grafik Kredit Lokasi proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Grafik Perkembangan NPL Total Kredit dan NPL Kredit UMKM Grafik Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat... 5 Grafik Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat... 5 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung Grafik 6.1. Indikator Jumlah Karyawan Grafik 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan... 7 Grafik 6.3. Nilai Tukar Petani Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 7.2. Impor Barang Modal Grafik 7.3. Business Cycle Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Grafik 7.4. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung xi

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO INDIKATOR Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III PDRB - harga konstan (Rp Miliar) Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik. Gas. dan Air Bersih Bangunan Perdagangan. Hotel. dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan. Persewaan. dan Jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %) 3,2 4, 6,1 6,6 6,9 4, Ekspor-Impor*) 3.119, , , , ,3 2.17,89 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.681, , , , , ,74 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.921, , , , ,2 1.45,7 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.562, , , , , ,86 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 246,97 272,1 25,9 339,65 373,33 3,35 Indeks Harga Konsumen* 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 121,74 - Kota Bandung ,51 115,8 116,5 116,6 119,18 - Kota Bekasi 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 122,14 - Kota Bogor 116,6 118,6 118,5 119,81 121,53 124,86 - Kota Sukabumi 116,64 118,1 118,31 119,3 12,24 123,8 - Kota Cirebon 118,3 121,25 122, 122,44 123,97 128,33 - Kota Tasikmalaya 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 124,68 - Kota Depok 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 121,85 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)**) 3,13 1,87 2,2 2,99 4,68 5,41 - Kota Bandung 2,17 1,61 2,11 2,86 3,5 4,8 - Kota Bekasi 3,59 1,51 1,93 3,2 5,62 6,76 - Kota Bogor 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 5,28 - Kota Sukabumi 3,38 3,31 3,49 2,41 3,9 4,83 - Kota Cirebon 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 5,84 - Kota Tasikmalaya 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 5,21 - Kota Depok 6,87 1,33 1,3 2,96 5,47 5,56 Keterangan: *) Data Ekspor Impor triwulan III-21 meliputi data pada bulan Juli-Agustus 21 **) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 27 xii

13 II. PERBANKAN No Indikator Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III*) A Bank Umum 1 Total Aset (Rp Triliun) 162,8 17,85 178,2 181,92 187,8 197,78 26,59 2 DPK (Rp Triliun) 123,3 126,97 129,53 133,28 121,59 131,6 131,87 - Tabungan (Rp Triliun) 41,63 45,6 47,31 53,5 44,48 48,3 49,32 - Giro (Rp Triliun) 27,48 27,61 27,14 25,32 24,33 28,75 28,12 - Deposito (Rp Triliun) 53,91 54,31 55,8 54,91 52,78 54,28 54,42 3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek* 167,13 171,39 174,16 181,41 18,28 193,3 197,54 - Investasi 24,28 24,25 24,74 27,5 27,51 28,23 29,68 - Modal Kerja 79,79 81,36 81,55 83,16 8,59 81,87 87,3 - Konsumsi 63,6 65,77 67,87 71,2 77,1 79,45 8,83 4 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 87,58 95,46 98,77 12,62 14,99 111,64 114,9 - Modal Kerja 39,39 44, 44,95 46,68 45,25 48,18 5,96 - Investasi 9,18 9,5 9,69 1,36 11,6 12,42 12,24 - Konsumsi 39,2 41,96 44,13 45,58 48,13 51,5 51,7 5 - LDR (%) 71,19 75,18 76,25 77, 86,35 85,19 87,14 6 Rasio NPL Gross (%) 3,99 3,91 3,82 3,37 3,53 3,45 3,6 B Bank Umum Syariah*) 1 DPK (Rp Triliun) 4,3 4,49 4,38 5,7 4,72 5,92 6,34 - Giro (Rp Triliun),33,34,4,53,36,6,59 - Deposito (Rp Triliun) 1,87 1,9 2,14 2,37 1,95 2,36 2,33 - Tabungan (Rp Triliun) 1,89 2,25 2,6 2,16 2,41 2,96 3,42 2 Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 3,41 3,53 3,72 4,5 3,96 5,56 6,2 - Modal Kerja 1,86 1,89 2,7 2,1 2,23 2,68 3,3 - Investasi,54,55,57,61,48,76,81 - Konsumsi 1,1 1,9 1,19 1,34 1,25 2,12 2, FDR 86,26 78,5 84,83 79,89 83,95 93,93 97,81 C BPR Konvensional 1 Total Aset (Rp Triliun) 6,21 6,49 6,67 7,6 7,33 7,64 8,7 2 DPK (Rp Triliun) 4,4 4,62 4,78 5,8 5,38 5,55 5,78 - Tabungan (Rp Triliun),96 1,3 1,3 1,16 1,27 1,25 1,26 - Deposito (Rp Triliun) 3,44 3,59 3,75 3,93 4,11 4,3 4,53 3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 4,49 4,59 4,72 4,81 4,98 5,33 5,64 - Modal Kerja 2,42 2,45 2,48 2,64 2,73 2,91 3,11 - Investasi,14,14,14,13,13,14,15 - Konsumsi 1,93 2, 2,8 2,3 2,11 2,28 2,39 4 Kredit MKM (triliun Rp) 4,49 4,59 4,72 4,81 4,97 5,33 5,64 Keterangan: *) Data merupakan data per Agustus 21, kecuali data BPR Konvensional yang menggunakan data September 21 xiii

14 III. SISTEM PEMBAYARAN Indikator Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Transaksi Tunai Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,1 5,49 3,67 6,5 Inflow (Rp Triliun) 7,2 3,34 3,71 6, 6,72 5, 8,22 Outflow (Rp Triliun),81 2,1 3,14 2,5,8 2,18 5,9 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 13,57 138,64 159,53 147,18 151,19 169,98 188,69 Volume Transaksi BI-RTGS Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,48 2,74 3,4 Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS Kliring Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 9,94 1,38 1,64 11,19 1,82 11,14 11,82 Volume Perputaran Kliring Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp),17,17,17,18,18,18,19 Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring xiv

15 RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF 1

16 2 RINGKASAN EKSEKUTIF

17 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat Dari sisi permintaan, perlambatan dipicu oleh melambatnya konsumsi rumah tangga Dari sisi penawaran, menurunnya sektor pertanian dan perlambatan di sektor PHR mengakibatkan perlambatan pada perekonomian Jawa Barat PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-21 mengalami pertumbuhan sebesar 4,% (yoy), atau melambat apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,9%. Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan karena melambatnya konsumsi rumah tangga, sebagai penyangga utama perekonomian Jawa Barat, serta meningkatnya realisasi impor ke Jawa Barat. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, investasi, maupun ekspor. Dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh turunnya kinerja sektor pertanian, karena turunnya produksi di sektor pertanian, sebagai dampak dari menurunnya produktivitas padi. Selain itu, sektor PHR mengalami perlambatan pertumbuhan, seiring melambatnya konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, sektor industri pengolahan, sebagai sektor yang paling dominan, masih tumbuh relatif stabil selama periode laporan. Perkembangan harga di Jawa Barat masih menunjukkan terjadinya inflasi Tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga sebagian besar kelompok barang/jasa PERKEMBANGAN INFLASI Selama periode triwulan III-21 sampai bulan Oktober 21, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum masih menunjukkan terjadinya inflasi. Laju inflasi secara bulanan (mtm) menunjukkan trend yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam dan lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional. Tekanan inflasi yang terjadi bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa. Perkembangan harga juga tidak terlepas dari adanya pengaruh musiman, seperti berakhirnya Hari Raya Idul Fitri pada pertengahan September 21, yang menyebabkan tekanan harga pada sebagian besar barang dan jasa menurun. Sementara itu, pengaruh faktor fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga Kondisi perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan adanya peningkatan PERKEMBANGAN PERBANKAN Perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-21 masih berada dalam kondisi yang kuat, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak ketiga, dan outstanding kredit. Penyaluran kredit pada triwulan III-21 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II-21, khususnya untuk kredit investasi. Hal ini sejalan dengan semakin maraknya upaya realisasi investasi yang dilakukan oleh pelaku usaha. Sementara itu, pertumbuhan kredit yang lebih cepat daripada pertumbuhan DPK menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mengalami peningkatan. Di sisi lain, risiko kredit mengalami sedikit peningkatan, namun masih relatif terkendali. Realisasi penerimaan keuangan daerah mengalami peningkatan PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan III-21. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan, sementara penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat, yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea 3

18 RINGKASAN EKSEKUTIF Realisasi belanja Pemerintah Pusat di Jawa Barat diperkirakan meningkat, namun realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya Balik Nama Kendaraan Bermotor. Realisasi belanja Pemerintah Pusat di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III-21, yang terjadi akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi yang relatif tinggi, serta realisasi dana Tugas Pembantuan. Namun demikian, di sisi lain, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-21 diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV-21. Kondisi ini mengakibatkan kurang optimalnya peran pembiayaan keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada periode laporan. Transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat masih mengalami kenaikan PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan III- 21 secara umum masih mengalami peningkatan, dan menunjukkan net infow yang semakin tinggi. Di sisi lain, sistem pembayaran non tunai, baik transaksi kliring maupun RTGS, juga masih masih mengalami kenaikan selama triwulan III-21. Sementara it, strategi jemput bola serta kerjasama dengan perbankan Jawa Barat dalam kegiatan penukaran Uang Pecahan Kecil, berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat terhadap UPK, sekaligus meminimasi antrian masyarakat. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan terus meningkat Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat masih relatif stabil PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan selama periode triwulan III-21, terindikasikan oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, sebagai dampak dari masih kondusifnya perekonomian pada beberapa sektor perekonomian utama di Jawa Barat. Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan masih relatif stabil. Walaupun terhadang oleh inflasi, yang sedikit memperlemah daya beli masyarakat, namun kesejahteraan diperkirakan masih cenderung meningkat, sebagaimana tercermin dari masih optimisnya Indeks Penghasilan masyarakat serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan III-21. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-21 diperkirakan mengalami peningkatan Laju inflasi Jawa Barat pada triwulan III-21 diperkirakan berada pada kisaran 4,3% s.d. 4,6% PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 21 diperkirakan akan semakin menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,% (yoy) pada triwulan III-21, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-21 diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang berada pada kisaran 6-6,5%. Dengan demikian, secara keseluruhan perekonomian Jawa Barat untuk tahun 21 akan mencapai 6,%. Dari sisi permintaan, relatif tingginya pertumbuhan masih disumbang oleh peningkatan konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, serta kenaikan investasi. Sementara itu, dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat, meliputi sektor industri pengolahan, PHR, dan pertanian, diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV-21 dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan inflasi selama tahun 21 cenderung meningkat sehingga inflasi di Provinsi Jawa Barat diperkirakan akan mencapai 6,22% pada akhir tahun 21. Masih tingginya perkiraan laju inflasi selama triwulan IV-21 terutama bersumber dari kenaikan harga pada 4

19 RINGKASAN EKSEKUTIF komoditas kelompok makanan jadi/minuman/rokok dan kelompok non makanan. Ditinjau dari faktor penyebabnya, faktor fundamental, sebagai dampak meningkatnya permintaan dan kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat, serta adanya potensi shock, memberikan kontribusi terhadap terjadinya kenaikan inflasi selama triwulan IV-21. 5

20 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 7

21 8 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

22 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-21 masih mengalami pertumbuhan sebesar 4,% (yoy), walaupun melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,9%. Perlambatan pertumbuuhan pada triwulan III-21 merupakan pola yang berbeda, dimana biasanya pertumbuhan pada triwulan III selalu lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi disebabkan karena melambatnya konsumsi rumah tangga, sebagai penyangga utama perekonomian Jawa Barat, serta meningkatnya realisasi impor ke Jawa Barat. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, investasi, maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, penurunan di sektor pertanian, akibat datangnya anomali iklim yang mengakibatkan turunnya produksi tanaman bahan makanan khususnya padi di Jawa Barat, serta melambatnya sektor PHR akibat lesunya konsumsi rumah tangga, menjadi faktor utama yang mengakibatkan perlambatan perekonomian Jawa Barat selama triwulan III-21. Di sisi lain, sektor industri pengolahan masih tumbuh positif dan relatif stabil, yang terutama didorong oleh meningkatnya permintaan ekspor terhadap produk industri pengolahan. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) 8% 7% 6% 7,1% 6,4% 6,1% 6,6% 6,9% 5% 4% 3% 4,7% 4,5% 4,4% 3,2% 4,% 4,% 2% 1% % Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1. SISI PERMINTAAN Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan investasi, ekspor, serta konsumsi pemerintah belum mampu mendorong peningkatan pertumbuhan pada triwulan III-21, mengingat lambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta meningkatnya impor. Perkembangan berbagai komponen tersebut menjadikan perekonomian Jawa Barat secara keseluruhan mengalami perlambatan pada triwulan III-21, berbeda dengan pola musimannya, yang biasanya tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. 9

23 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%) Komponen Penggunaan Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Konsumsi Rumah Tangga 8,% 4,8% 7,8% 4,3% 7,1% 5,6% 8,% 3,5% 2,5% 5,1% 3,8% Konsumsi Pemerintah 2,9% 14,5% 11,% 5,% 4,5% 7,% 3,2% 1,1% 11,4% 2,%,3% Pembentukan Modal Tetap Bruto 1,4% 8,5% 14,% 7,9% 12,7% 4,4% 9,%,2% 5,4% 8,8% 9,5% Ekspor 14,2% 1,5% 2,8% 8,4% 13,7% 13,% 9,5% 5,3% 4,8%,6% 18,4% Impor 5,5% 14,3% 19,8% 3,9% 8,8% 2,8% 5,8% 8,2% 2,6% 8,9% 25,5% PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,% 6,1% 6,6% 6,9% 4,% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga di Jawa Barat mengalami perlambatan bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Melambatnya konsumsi rumah tangga terutama disebabkan karena menurunnya persepsi daya beli masyarakat, akibat kenaikan tren inflasi khususnya bahan makanan, serta naiknya TDL pada periode laporan. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat melakukan penundaan dalam pembelian konsumsi rumah tangga. Selain itu, turunnya produksi padi akibat anomali iklim, juga turut mendorong perlambatan pada konsumsi masyarakat, khususnya para petani. Bahkan, perayaan Lebaran yang jatuh pada periode laporan, diperkirakan tidak mampu untuk mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, seperti yang terjadi pada triwulan III-29. Hal ini turut dikonfirmasi oleh Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (APRINDO) Jawa Barat, yang menyatakan bahwa penjualan produk ritel di pasar modern hanya meningkat tipis, yaitu sekitar 9%. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pencapaian pada periode Lebaran di tahun-tahun sebelumnya, yang mampu meningkat sekitar 18-2%. Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Perlambatan konsumsi rumah tangga ini didukung pula oleh hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) Bandung. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen 1 berada pada level yang semakin pesimis, dan mengalami penurunan, yaitu dari sebesar 99,5 pada triwulan II-21 menjadi 96,3 pada triwulan III-21 (Grafik 1.2). Namun demikian, IKK tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kondisi pada triwulan III-21, yang mengindikasikan masih relatif tingginya dan positifnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Dilihat dari komponennya, penurunan IKK terutama didorong oleh menurunnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini, terutama akibat persepsi menurunnya daya beli masyarakat, serta menurunnya Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durabel Goods). 1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung 1

24 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 1 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 1 Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi penghasilan Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Melambatnya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari perlambatan penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat untuk penggunaan konsumsi, selama triwulan III-21. Pada Agustus 21, kredit konsumsi tumbuh 17,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 21,7%. Grafik 1.5. Posisi Baku Debet Kredit Konsumsi Rp Triliun % Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.III Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), BI Bandung 1.2. Investasi Terus membaiknya perekonomian, baik domestik maupun global, serta positifnya prospek perekonomian ke depan, mendorong maraknya investasi yang terealisasi pada triwulan III- 21. Realisasi investasi masuk ke Jawa Barat, akibat meningkatnya optimisme pelaku usaha akan kondisi usaha ke depan. Oleh karenanya, produsen merespons dengan meningkatkan kapasitas produksi demi memenuhi naiknya perkiraan permintaan yang akan datang. Peningkatan investasi tersebut diantaranya tercermin dari naiknya impor barang modal ke Jawa Barat, yang mengalami lonjakan pertumbuhan yang sangat signifikan, yaitu tumbuh 184% (yoy). Pencapaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-21 yang sebesar 58%. Dilihat dari komoditasnya, peningkatan impor barang modal tersebut disebabkan oleh meningkatnya peralatan transportasi untuk industri, seperti alat berat. 11

25 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.6. Impor Barang Modal Ribu Ton 5 4% 3% 25 2% 1% % % Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Meningkatnya realisasi investasi juga diindikasikan oleh kenaikan tren investasi di Jawa Barat pada triwulan III-21, dengan realisasi investasi sebesar Rp1,9 triliun untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan USD,7 miliar untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Realisasi tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan, apabila dibandingkan dengan realisasi pada triwulan sebelumnya, yaitu dari tumbuh 9,2% (yoy) menjadi 1,5%. Adapun investasi tersebut berasal dari 41 proyek PMDN dan 18 proyek PMA. Dengan demikian, investasi sudah terealisasi sekitar 67,5% dari target investasi Jawa Barat untuk keseluruhan tahun 21. Dengan pencapaian tersebut, Provinsi Jawa Barat menduduki posisi ketiga dalam hal Grafik 1.7. Realisasi Investasi Jawa Barat realisasi investasi terbesar di Indonesia. Rp Miliar % Sementara itu, dilihat dari sisi sektoral, serapan investasi di Jabar hingga triwulan III didominasi oleh sektor industri pengolahan, 1 6. yang mencapai 43% dari keseluruhan realisasi 4. investasi, seperti komponen otomotif, 2. permesinan, karet olahan, furnitur, tesktil, dll Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Berdasarkan lokasi, realisasi investasi terbesar Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy) berada di Jabar Bagian Utara, seperti Bekasi, Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Karawang, dan Purwakarta. Daerah (BKPPMD) Jawa Barat Selain itu, indikasi lain dari meningkatnya investasi pada triwulan III-21 adalah peningkatan jumlah perizinan baru yang diproses oleh BPPT Kota Bandung hingga akhir semester I-21. Usaha yang sudah memperoleh izin tersebut tentunya akan segera diikuti dengan realisasi investasi pada triwulan III-21. Salah satu wujud investasi yang dilakukan pada periode laporan adalah pembangunan pabrik baru PT Astra Honda Motor di Cikarang, dengan perkiraan investasi senilai Rp76 miliar, yang diperkirakan rampung pada pertengahan tahun 211. Demikian juga dengan investasi yang dilakukan oleh PT Indocement dalam wujud pembangunan pabrik baru, untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Setelah menginvestasikan dana senilai USD18,75 juta untuk peningkatan kapasitas produksi pabrik serta pembangunan pabrik semen baru di Cirebon pada semester I-21 lalu, pada semester II-21, 12

26 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL PT Indocement segera merealisasikan investasi senilai USD56,25 juta untuk kembali membangun pabrik baru di Citeureup (dengan investasi total senilai USD3-45 juta). Disamping itu, perusahaan juga berencana membangun PLTU 2x5 MW di lokasi yang sama, dengan perkiraan investasi senilai USD1-15 juta. Investasi pada produk alas kaki juga tampak pada upaya sebelas produsen sepatu, baik lokal maupun asing, yang melakukan pembangunan pabrik baru di Jawa Barat, seperti di Karawang, untuk menangkap peluang pasar sepatu baik global maupun domestik yang menunjukkan tren pemulihan dari guncangan krisis keuangan global Ekspor Impor Meningkatnya kinerja ekspor menjadi salah satu faktor utama penggerak perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-21. Hal ini didukung oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Jawa Barat, khususnya di Asia. Pergerakan impor juga mengalami keadaan serupa dengan ekspor, yaitu mengalami peningkatan. Hal ini terjadi sejalan dengan meningkatnya kebutuhan bahan baku produksi di Jawa Barat, dengan kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Naiknya kinerja ekspor Jawa Barat terindikasikan dari meningkatnya realisasi volume ekspor Jawa Barat selama Juli-Agustus 21, yang tumbuh rata-rata sebesar 11,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 2,1%. Apabila dilihat dari sisi nilainya, maka terjadi perlambatan pertumbuhan, dari 24,1% menjadi19,2%. Namun demikian, perlambatan ini disebabkan karena penguatan nilai rupiah yang terjadi selama periode laporan, yang mengakibatkan harga produk ekspor lebih murah. Grafik 1.8. Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik 1.9. Volume Ekspor Jawa Barat USD Juta Ribu Ton % 9 5% 2. 25% % 6 % 1.5 % % 1. -2% 3-5% Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Dilihat dari komoditasnya, peningkatan ekspor terjadi untuk komoditas dominan ekspor Jawa Barat, khususnya Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Baik secara nilai maupun secara volume, ekspor TPT selama periode Juli-Agustus 21 tumbuh rata-rata 25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya. Demikian juga dengan perkembangan ekspor produk alas kaki, yang mengalami 13

27 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL lonjakan permintaan ekspor yang signifikan, yaitu mampu tumbuh rata-rata sebesar 41%, jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan II-21 yang tumbuh 14%. Grafik 1.1. Nilai Ekspor TPT Grafik Volume Ekspor TPT USD Juta 6 (yoy) 4% Ribu Ton 1 (yoy) 3% 4 3% 2% 1% 75 2% 1% 2 % -1% -2% 5 25 % -1% % % Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Grafik Nilai Ekspor Alas Kaki Grafik Volume Ekspor Alas Kaki USD Juta 4 (yoy) 1% Ribu Ton 4 (yoy) 12% 8% 3 6% 8% 4% 2 2 4% 2% 1 % % -2% -4% -4% Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Namun demikian, beberapa komoditas dominan ekspor lainnya mengalami penurunan ekspor, yaitu alat telekomunikasi, mesin elektrik, yang mengalami pertumbuhan negatif selama Juli-Agustus 21. Sementara itu, penjualan ekspor kendaraan bermotor mengalami perlambatan pertumbuhan, namun masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 59% (yoy) dari sisi volumenya, dan 65% dari sisi nilai ekspornya. Grafik Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi Grafik Volume Ekspor Alat Telekomunikasi USD Juta yoy Ribu Ton yoy 4 1% 15 18% 8% 15% 3 6% 1 12% 2 4% 9% 6% 1 2% 5 3% % % % % Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 14

28 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Nilai Ekspor Mesin Elektrik USD Juta yoy 2 6% Grafik Volume Ekspor Mesin Elektrik Ribu Ton yoy 3 6% 15 4% 4% 2% 2 2% 1 % 1 % 5-2% -2% % % Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Dilihat dari negara pembeli, ekspor terbesar (secara volume) masih ditujukan untuk negara Singapura, yang kemungkinan diekspor kembali ke negara-negara lain di Asia, Amerika, dan Eropa. Adapun pertumbuhan volume ekspor Jawa Barat ke 4 negara tujuan ekspor utama Jawa Barat terus mengalami peningkatan pada triwulan III-21, yaitu Singapura, Jepang, Malaysia, dan Amerika Serikat. Hal ini juga tampak pada perkembangan volume ekspor Jawa Barat ke seluruh benua yang mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan III-21 ini, dengan peningkatan tertinggi terjadi ke benua Afrika. Ribu Ton Grafik Volume Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Asia Amerika Eropa Australia Afrika Tabel 1.2. Pertumbuhan Volume Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli No Wilayah Pertumbuhan Tw.II-21 (yoy) Pertumbuhan Tw.III-21*) (yoy) 1 Afrika -8,9% 37,9% 2 Amerika -33,8% -28,% 3 Asia 22,7% 28,1% 4 Australia 2,4% 12,5% 5 Eropa -4,6% 3,3% Sumber: Bank Indonesia *) Meliputi realisasi ekspor selama bulan Juli-Agustus 21 Sumber: Bank Indonesia Sementara itu, impor juga bergerak searah dengan ekspor, yang mengalami peningkatan selama triwulan III-21. Hal ini terjadi, selain akibat meningkatnya investasi di Jawa Barat, juga sebagai dampak persiapan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka peringatan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan III-21. Dilihat dari jenisnya, peningkatan terutama terjadi untuk impor barang modal serta barang konsumsi. 15

29 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Nilai Impor Jawa Barat Grafik 1.2. Volume Impor Jawa Barat USD Juta Ribu Ton % 4 15% % 8% 3 1% 5% 75 4% 2 5 % % 25-4% 1-5% Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) -8% Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) -1% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 2. SISI PENAWARAN Perlambatan ekonomi yang terjadi di Jawa Barat pada triwulan III-21 disebabkan oleh turunnya kinerja sektor pertanian akibat turunnya produksi padi, serta melambatnya sektor PHR. Di sisi lain, sektor industri pengolahan, sebagai sektor yang paling dominan, masih tumbuh relatif stabil. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Kondisi Dunia Usaha (SKDU) di Jawa Barat, yang menunjukkan adanya perlambatan pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Penawaran (%) Lapangan Usaha Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Pertanian 34,8% 2,% 3,5% 11,2% 2,7% 9,7% 3,3% 16,9% 3,% 2,2% 2,8% Pertambangan dan Penggalian 15,3% 15,9% 8,8% 2,4% 1,% 4,6% 1,9% 16,1% 7,1% 5,7%,7% Industri Pengolahan 5,5% 9,5% 1,5% 1,8% 4,3% 1,6% 1,2% 1,8% 3,2% 2,4% 2,% Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,7% 5,4% 3,7% 3,3% 4,5% 11,% 22,6% 27,9% 17,2% 11,8% 3,% Bangunan/Konstruksi 2,1% 1,2% 13,4% 19,2% 3,9% 8,5% 2,4% 8,7% 17,% 16,6% 11,2% Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3,6% 2,8% 6,1%,8% 6,5% 6,8% 12,4% 14,4% 17,9% 15,1% 6,1% Pengangkutan dan Komunikasi,5% 7,% 3,5%,7% 7,7% 11,1% 1,5% 11,2% 13,7% 18,% 21,7% Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusaha 1,8% 3,5% 8,6% 9,9% 2,5% 4,3% 5,% 11,8% 14,5% 1,% 7,% Jasa jasa 1,1%,1% 2,4% 3,8% 2,7% 4,% 3,4% 2,8% 3,2% 6,9% 8,8% PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,% 6,1% 6,6% 6,9% 4,% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.1. Sektor Pertanian Kinerja sektor pertanian mengalami kontraksi pada triwulan III-21, seiring terjadinya anomali iklim, khususnya pada semester II-21. Fenomena La Nina, yang mengakibatkan lebih panjangnya musim hujan, menjadikan musim kemarau di Indonesia menjadi basah (kemarau basah), dan diperkirakan akan terjadi hingga Maret 211. Khusus untuk Agustus-September 21, La Nina diperkirakan memiliki intensitas moderat, dan akan meningkat menjadi kuat hingga Januari 211. Pada dasarnya, kondisi ini seharusnya menguntungkan bagi petani, khususnya petani padi tadah hujan di sentra-sentra produksi padi, karena meningkatkan ketersediaan air. Kondisi ini pula lah yang 16

30 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL menjadikan produksi padi Jawa Barat pada tahun 29 lalu meningkat dan melampaui target. Namun demikian, khusus untuk tahun 21 ini, fenomena La Lina juga mendatangkan kegagalan panen yang cukup besar, akibat semakin masifnya serangan Organisme Pengganggu Tanaman, khususnya hama Wereng Batang Cokelat (WBC). Serangan pada tahun 21 ini (data hingga 15 September 21) mendatangkan kegagalan panen seluas 871 hektar di Jawa Barat, jauh lebih luas dibandingkan dampak hama pada tahun 29 silam. Selain itu, penurunan produksi akibat merebaknya serangan hama WBC juga terindikasikan dari turunnya produktivitas rata-rata di sentra produksi di Karawang, dari sebelumnya 7,32 juta ton GKP/ha pada musim lalu, menjadi 6,76 juta ton GKP/ha. Menurunnya sektor pertanian diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan produksi padi di Jawa Barat. Walaupun luas panen mengalami kenaikan yang cukup besar, yaitu dari tumbuh 4,6% (yoy) pada triwulan II-21 menjadi 12,1% pada triwulan III-21, namun produksi padi melambat akibat turunnya produktivitas padi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, produksi padi di Jawa Barat selama triwulan III-21 tumbuh melambat, yaitu dari sebesar 6,8% (yoy) menjadi 5,7%. Adapun perlambatan tersebut terutama terjadi karena turunnya produksi pada bulan Juli 21. Selanjutnya, hingga akhir triwulan III-21, produksi padi terus mengalami tren kenaikan pertumbuhan. Grafik Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Ton 4.. % 15% Ha 8. % 15% 3.. 1% 6. 1% 2.. 5% 4. 5% 1.. % 2. % - Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.III -5% - Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III -5% Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Perlambatan kinerja sektor pertanian juga diindikasikan oleh melambatnya luas panen padi di Jawa Barat selama triwulan III-21 (Juli s.d. Agustus 21), yang hanya tumbuh 4% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata selama triwulan II-21 yang sebesar 11%. Perlambatan juga terindikasikan oleh turunnya luas panen padi di subround II-21 (Mei s.d. Agustus 21), pada Angka Ramalan III-21 BPS Jawa Barat. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat ke sektor pertanian juga menunjukkan laju penurunan yang semakin dalam pada triwulan III

31 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Subround I Jan-Apr Grafik Luas Panen Padi Jawa Barat II Mei-Ags III Sep-Des Jan-Des,45,35,32,42,84,86,84,64,72,74,64,76 21 (Angka Ramalan III) 29 (Angka Tetap) 28 (Angka Tetap) 27 2,1 1,95 1,8 1,83,,5 1, 1,5 2, 2,5 Juta Ha Grafik Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Pertanian Rp Triliun 2,5 2, 1,5 1,,5, Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.III Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) % Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), BI Bandung. Untuk mengantisipasi meluasnya serangan hama WBC tersebut, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat telah melakukan pola pembasmian serempak dengan musuh alami dan pestisida. Selain itu, petani juga diberikan pelatihan penyemprotan hama dengan teknik yang tepat. Untuk memutus siklus WBC, petani diimbau untuk menanam komoditas palawija pada musim sela dari masa tanam musim hujan ke masa tanam musim kemarau dan mengupayakan pola penanaman padi yang serempak, penggunaan padi yang direkomendasikan oleh pemerintah yang lebih rentan terhadap serangan hama tersebut, serta melakukan penyemprotan insektisida secara massal dan kontinu agar penyebaran WBC dapat dikendalikan. Dalam rangka pengendalian hama WBC, khususnya di Jawa Barat, pada tahun 21 ini Kementerian Pertanian mencoba suatu terobosan dengan memutus siklus tanaman melalui pola tanam. Dengan pola ini, tanaman padi terutama di Jalur Pantai Utara (Pantura) sebagian akan diganti dengan tanaman jagung dan kedelai. Program ini akan mulai dilaksanakan pada musim tanam Oktober-Maret, di sebagian areal tanaman padi di jalur Pantura seperti Bekasi, Indramayu, Purwakata, Subang hingga Karawang. Petani yang terkena program ini akan diberikan bantuan bibit jagung atau kedelai, pupuk dan obat-obatan. Dalam rangka meningkatkan efektivitas program ini, keterlibatan semua unsur, terutama petani dan pihak pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan koordinasi, mutlak diperlukan. Selain itu, penyuluh pertanian, sebagai ujung tombak terdepan, diharapkan dapat lebih aktif turun ke lapangan/petani. Sementara itu, produksi untuk tanaman palawija di Jawa Barat mengalami perbaikan selama triwulan III-21, walaupun masih mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 29. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, produksi tanaman palawija (meliputi komoditas jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar) selama triwulan III- 21 tumbuh -1,8% (yoy), lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 8,2%. Kondisi ini terjadi seiring dengan perkembangan luas panen palawija, yang tumbuh membaik dari -11,9% (yoy) pada triwulan II-21 menjadi -1,6% selama triwulan III

32 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat Ton 1.5. % 75% Grafik Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat Ton 15. % 5% 1.. 5% 1. 25% 25% 5. % 5. % - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III -25% - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III -25% Produksi Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Di sisi lain, terdapat perkembangan yang cukup menggembirakan pada komoditas beras organik. Setelah sukses melakukan ekspor ke Amerika Serikat, Singapura, dan Belanda, Gapoktan Simpatik di Kabupaten Tasikmalaya kini menerima pesanan dari Malaysia untuk mengirim beras organik sebanyak 25 ton, yang dikirim secara rutin sebanyak 18-3 ton per bulan. Permintaan ini datang karena minat masyarakat Malaysia yang tinggi terhadap beras organik asal Jabar ini. Selain itu, hasil perkebunan Jabar juga semakin diminati masyarakat internasional, seperti melonjaknya permintaan dari Eropa terhadap produk teh, kopi, dan Kakao. Khusus untuk teh, peranan Jabar dalam produksi teh nasional sangat signifikan, karena 7% produksi teh berasal dari Jabar Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil selama triwulan III-21, didukung oleh pertumbuhan subsektor-subsektor unggulan Jawa Barat, seperti TPT, alas kaki, serta kendaraan bermotor. Meningkatnya kinerja sektor industri terjadi karena permintaan masyarakat, terutama dari luar negeri, terhadap produk industri pengolahan semakin menunjukkan peningkatan. Peningkatan yang terjadi pada sektor industri pengolahan tercermin dari naiknya nilai SBT dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Jawa Barat, dari -3,3 pada triwulan II-21, naik menjadi,6 pada triwulan III-21. Apabila dilihat dari subsektornya, kedua subsektor dominan di Jawa Barat mengalami kenaikan nilai SBT, yang menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan, yaitu subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki, serta subsektor mesin, alat angkutan, dan alas kaki. Selain itu, indikasi lainnya adalah peningkatan kapasitas produksi terpakai pada sektor industri pengolahan, yaitu dari 67,3% pada triwulan II-21 menjadi 69,1% pada triwulan III

33 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan SBT Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Industri Pengolahan Tekstil, barang kulit, dan alas kaki -1 Sumber: Bank Indonesia Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, didorong oleh terus meningkatnya permintaan masyarakat, baik dari pasar domestik maupun ekspor, terhadap kendaraan bermotor. Hal ini mendorong industri otomotif untuk menaikkan kapasitas produksi mereka hingga mencapai titik maksimum. Bahkan, inden mobil terus mengalami Gambar Penjualan Mobil dan kenaikan, akibat ketidakmampuan beberapa Motor Nasional merk memenuhi permintaan yang datang. Salah satu contohnya adalah permintaan produk Honda, yang diproduksi di Karawang, dengan permintaan sebesar dua kali lipat dari kemampuan produksinya. Kondisi ini akan mendorong produsen untuk mengejar sisa pesanan selama triwulan III-21. Adapun penjualan mobil dan motor secara nasional Penjualan Motor (LHS) Penjualan Mobil (RHS) mencatatkan rekor di sepanjang waktu, Sumber: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) masing-masing pada bulan Juli dan Agustus 21. Selain faktor pembiayaan yang semakin mudah dalam kredit kepemilikan kendaraan bermotor, naiknya penjualan kendaraan bermotor juga dipicu oleh diselenggarakannya The 18 th Indonesia International Motor Show (IIMS) pada tanggal 23 Juli-1 Agustus 21. Untuk mempertahankan tingginya permintaan, kalangan ATPM juga terus berupaya untuk mempertahankan harga jual, walaupun diperkirakan akan terjadi pembengkakan biaya produksi, didorong oleh naiknya TDL serta harga bahan baku, seperti baja. Meningkatnya kinerja subsektor industri mesin dan alat angkutan juga tercermin salah satunya dari hasil liaison terhadap perusahaan spare part kendaraan bermotor, dengan pencapaian penjualan di tahun 21 meningkat sekitar 2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kondisi normalnya, yang tumbuh rata-rata sekitar 7-1%. Penjualan dalam waktu 1 tahun ke depan juga diperkirakan terus meningkat, seiring semakin membaiknya perekonomian domestik serta permintaan konsumen terhadap 2

34 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL kendaraan bermotor yang juga diperkirakan terus mengalami peningkatan. Selain itu, perusahaan juga terus menjalankan strategi baru untuk mengembangkan pasar, yaitu dengan mencari target konsumen baru, dari sebelumnya adalah Honda, Daihatsu, Yamaha, dan Toyota, bertambah menjadi Kawasaki, Nissan, dan Mitsubishi. Selanjutnya, untuk mengantisipasi naiknya permintaan di depan, perusahaan sudah merencanakan investasi, dengan menambah 1 line mesin baru di tahun 211, serta menambah jumlah tenaga kerja. Gambar Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan USD Juta Sumber: Bank Indonesia Nilai Ekspor Volume Ekspor Ribu Ton Selain dipicu oleh peningkatan penjualan di pasar domestik, permintaan di pasar internasional juga menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari naiknya realisasi ekspor, baik dari sisi nilai maupun volume, dari penjualan kendaraan Jawa Barat. Positifnya kinerja industri kendaraan bermotor tersebut mendorong pelaku industri kendaraan bermotor untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen mobil dan motor pada tahun 211/212, serta sebagai basis produksi otomotif pada tahun 225 mendatang. Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga terjadi pada industri elektronik. Walaupun menghadapi serbuan produk elektronik China di pasar domestik, namun ACFTA diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap industri lokal. Bahkan, kinerja industri elektronik di Jawa Barat diperkirakan juga terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan kualitas produk lokal yang berada jauh di atas produk China dengan harga yang tidak jauh berbeda. Salah satu indikasinya adalah hasil liaison terhadap perusahaan produsen karton, sebagai pemasok perusahaan produsen elektronik di Jawa Barat, yang mengalami kenaikan permintaan sekitar 2-25% (yoy), akibat kinerja perusahaan yang sedang menuju pemulihan akibat krisis perekonomian global di tahun 29 silam. Penjualan alat-alat elektrik juga diperkirakan meningkat, seperti dikonfirmasi oleh hasil liaison terhadap produsen alat listrik di Jawa Barat. Penjualan pada triwulan III-21 diperkirakan semakin meningkat, akibat permintaan ekspor yang sudah pulih, serta meningkatnya permintaan domestik menjelang Lebaran. Untuk memenuhi kenaikan permintaan tersebut, kapasitas utilisasi sudah ditingkatkan ke level maksimum (1%). Industri TPT dan alas kaki Jawa Barat juga terus memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global, perluasan ekspor akibat ACFTA, serta masuknya Lebaran, sebagai faktor-faktor yang mendorong kinerja industri TPT dan alas kaki tumbuh lebih tinggi pada triwulan III-21. Walaupun mendapatkan tantangan dengan semakin maraknya perdagangan produk TPT impor, khususnya dari Cina, kinerja industri TPT diperkirakan masih bergerak dalam arah yang positif. Tingginya permintaan dalam negeri selama periode laporan membuat produsen tekstil dan kerajinan sandal mengalihkan fokus pemasaran ke dalam negeri. Sementara itu, ekspor produk TPT mencapai puncaknya selama Juli- Agustus 21, dengan realisasi nilai ekspor sebesar USD1.99 juta dan volume sebesar 29 ribu ton. 21

35 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Dengan pencapaian tersebut, nilai maupun Gambar 1.3. Nilai dan Volume Ekspor volume ekspor tumbuh masing-masing sekitar Tekstil dan Produk Tekstil USD Juta Ribu Ton 6 25% (yoy). Dari sisi perdagangan domestik, relatif tingginya permintaan salah satunya 4 terlihat dari meningkatnya permintaan pasar terhadap produk sarung buatan Majalaya pada 2 bulan Ramadhan, terutama dari Malaysia. Bahkan, stok yang dimiliki perusahaan pun sudah habis. Salah satu cerminan membaiknya Nilai Ekspor Volume Ekspor industri TPT Jawa Barat adalah perkembangan Sumber: Bank Indonesia salah satu perusahaan TPT besar di Jawa Barat (PT Panafil), yang kini mulai bangkit setelah sempat melakukan PHK terhadap karyawannya. Perusahaan tersebut kini mulai memanggil kembali karyawannya agar tetap dapat bekerja seperti biasa. Optimisme pelaku industri TPT juga terlihat dari melonjaknya minat perusahaan yang mendaftar untuk mengikuti program restrukturisasi mesin TPT (dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian), yang telah ditutup pada 3 Juni 21 lalu. Bahkan, potensi penyerapan dana restrukturisasi tersebut (Rp179,5 miliar) telah melebih alokasinya (Rp144 miliar). Mulai kondusifnya iklim di industri TPT diyakini merupakan salah satu faktor yang mendorong perusahaan untuk beradu cepat dalam mengakses bantuan yang diberikan pemerintah tersebut. Dari 153 perusahaan yang mengajukan bantuan di tahun 21 ini, potensi investasi baru yang dihasilkan diperkirakan mencapai Rp1,99 triliun. Adapun peminat terbesar program ini masih didominasi perusahaan TPT dari Jawa Barat (54%). Sementara itu, produk pakaian Jawa Barat dengan merk lokal juga semakin diminati sejumlah negara tetangga, seperti Singapura. Beberapa perjanjian resmi telah diwujudkan antara industri TPT Jawa Barat dengan pembeli di Singapura, terutama setelah penyelenggaran eksibisi pada bulan Juni 21. Adapun keunggulan produk lokal tersebut adalah dimasukkannya unsur kreativitas yang diimplementasikan pada desain kaus, kemasan, hingga label. Untuk turut mendukung kinerja industri TPT domestik, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) akan menggelontorkan dana senilai USD35 juta untuk industri TPT pada tahun 21. Dana tersebut akan digunakan untuk pembiayaan ekspor dan investasi di sektor TPT. Dengan adanya dukungan tersebut, ekspor produk TPT diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Namun demikian, sebagai langkah Early Warning System, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) telah mengajukan tindakan safeguard untuk beberapa produk TPT, meliputi benang kapas selain benang jahit, dan kain tenunan dari kapas, pada akhir Juni 21. Tindakan ini dilakukan setelah melakukan pemantauan terhadap impor kedua produk tersebut yang sudah relatif tinggi. Dari sisi pembiayaan, kenaikan kinerja sektor industri pengolahan juga tampak dari terus meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan di Jawa Barat yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan. Setelah tumbuh 6,4% (yoy) pada triwulan II-21, posisi kredit yang disalurkan ke sektor tersebut melonjak, hingga tumbuh mencapai 12,5% pada triwulan III-21. Hal ini menunjukkan

36 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL bahwa semakin tingginya dana yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bergerak di sektor industri, sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam melakukan aktivitas produksi dan investasi. Gambar Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan Rp Triliun 2 % Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.III Posisi Kredit Sumber: Bank Indonesia Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih mampu tumbuh relatif tinggi pada triwulan III-21, walaupun melambat apabila dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan ini terjadi seiring akibat melambatnya konsumsi rumah tangga, yang mempengaruhi volume perdagangan eceran di Jawa Barat selama triwulan III-21. Kondisi ini tercermin dari menurunnya ratarata Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini, terutama Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Pembelian Durable Goods. Penurunan ini diperkirakan terjadi, karena persepsi melemahnya daya beli masyarakat, akibat relatif tingginya angka inflasi pada periode tersebut. Gambar Indeks Kondisi Ekonomi Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 1 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Sementara itu, subsektor hotel diperkirakan juga mengalami perlambatan pertumbuhan, yang diperkirakan disebabkan oleh menurunnya wisatawan domestik ke Jawa Barat, sementara wisatawan mancanegara masih terus mengalami peningkatan pertumbuhan. Beberapa indikator melambatnya subsektor hotel tersebut antara lain melambatnya Tingkat Hunian Kamar (THK) Hotel di Jawa Barat selama triwulan III-21, bahkan lebih rendah dibandingkan THK pada triwulan II-21. Hal ini berbeda dibandingkan kondisi pada triwulan III di tahun-tahun sebelumnya, dimana terjadi peningkatan pada THK di triwulan III. Perlambatan ini diperkirakan lebih disebabkan karena melambatnya jumlah wisatawan asal domestik yang menginap, karena wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat masih tumbuh meningkat. Kondisi ini terindikasikan dari meningkatnya pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara ke Jawa Barat melalui bandara Hussein Sastranegara 23

37 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ataupun Pelabuhan Muarajati, yang tumbuh sebesar 14% (yoy), meningkat dari periode sebelumnya yang turun 8%. Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tingkat Hunian Pertumbuhan Pertumbuhan Kamar Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.II Tw.II-1 (yoy) Tw.III-1 (yoy) Hotel Bintang 42,31 41,4 4,3 4,45 43,65 43,1 46,93 49,67 48,16 49,95 47,89 15,9% 2,% Hotel Non Bintang 24,54 25,24 25,18 27,13 24,96 28,8 27,4 32,35 31,65 35,46 36,64 26,3% 33,7% Hotel Bintang & Non Bintang 36,1 31,22 32,84 33,87 35,23 36,75 37,33 42,75 42,85 46,89 44,62 27,6% 19,5% Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data TPK bulanan Grafik Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat 12 1 orang orang 12 1 Lainnya Singapura6% 4% Amerika Eropa 1% 1% Australia 1% Husein Sastranegara (LHS) Total Muarajati (RHS) Sumber: BPS Provinsi Jabar Sumber: BPS Provinsi Jabar Malaysia 87% 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan III-21. Hal ini diperkirakan terjadi akibat meningkatnya penggunaan jasa transportasi dan komunikasi selama hari raya Lebaran, sehingga meningkatkan kinerja sektor tersebut pada triwulan III- 21. Kondisi ini didukung oleh informasi pada subsektor transportasi, meliputi pertumbuhan jumlah penumpang di Bandara Husein Sastranegara, jumlah penumpang kereta api di daerah operasi Bandung dan Cirebon, serta jumlah kendaraan yang melintasi 12 gerbang tol di Jawa Barat. Jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan Cirebon, mengalami pertumbuhan sebesar 2,6%. Apabila dilihat berdasarkan kelasnya, peningkatan terjadi untuk penumpang kereta api di kelas ekonomi, yang meningkat hingga 21,51% (yoy). Demikian juga halnya dengan penumpang di kelas lokal bisnis, yang mengalami peningkatan pertumbuhan. 24

38 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Pertumbuhan Pertumbuhan Kelas Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.II-1 (yoy) Tw.III-1 (yoy) Eksekutif,28,32,34,34,28,3,3-8,71% -1,22% Bisnis,27,29,35,31,28,29,3 -,93% -13,86% Ekonomi,41,48,53,49,47,54,64 11,28% 21,51% Lokal Bisnis,36,4,47,42,41,43,51 7,8% 1,14% Lokal Ekonomi 1,94 2,23 2,45 2,25 2,29 2,31 2,48 3,57% 1,16% Total 3,25 3,72 4,13 3,81 3,73 3,86 4,24 3,6% 2,55% Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon Jumlah kendaraan yang melalui 12 gerbang tol di Jawa Barat juga menunjukkan perkembangan yang serupa, yaitu mengalami peningkatan, dengan masih tumbuh positif pada triwulan III-21. Adapun peningkatan tersebut terutama terjadi karena naiknya jumlah kendaraan yang keluar dari 12 gerbang tol di Jawa Barat, sementara di sisi lain, jumlah kendaraan yang masuk mengalami perlambatan pertumbuhan, walaupun masih tumbuh positif. Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Gerbang Tol Tw.III-9 Tw.III-1 Pertumbuhan (yoy) Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Sadang ,1% 7,6% Jatiluhur ,3% 6,% Padalarang Barat ,8% 23,8% Padalarang ,2% 4,6% Baros ,9% 8,% Baros ,3% 3,5% Pasteur ,9% 4,6% Pasir Koja ,1% -1,6% Kopo ,8%,8% M Toha ,3% 3,2% Buah Batu ,% 12,4% Cileunyi ,9% 7,3% TOTAL ,5% 7,6% Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Jumlah penumpang yang melalui Bandara Husein Sastranegara, Bandung, masih mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi selama triwulan III-21, yaitu sebesar 37%. Peningkatan ini terjadi, karena masih tumbuh positifnya aktivitas penerbangan, baik di penerbangan domestik maupun internasional. Grafik Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara orang Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 125% 1% 75% 5% 25% % -25% Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT Persero Angkasa Pura II 25

39 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor bangunan/konstruksi di Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat, namun masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 11,2% (yoy). Salah satu indikasi perlambatan di sektor bangunan/konstruksi ini adalah turunnya pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat, yang menunjukkan melambatnya proyek bangunan selama triwulan III-21. Selain itu, perlambatan juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit perbankan Jawa Barat yang tersalurkan untuk penggunaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) selama triwulan III-21. Grafik Penjualan Semen di Jawa Barat Ribu Ton % 2. 4 Rp Juta 2.. Grafik Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) % Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.III -2 Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.III Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Posisi Kredit KPR & KPA Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 2.6. Sektor Lainnya Sektor listrik, gas, dan air bersih menunjukkan kinerja yang melambat pada triwulan III-21, sebagaimana diindikasikan oleh terus turunnya penyaluran kredit perbankan Jawa Barat ke sektor tersebut selama triwulan III-21. Sementara itu, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III-21. Kondisi tersebut diindikasikan oleh turunnya nilai Saldo Bersih Tertimbang dari realisasi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan pada triwulan III-21, yaitu dari 2,5 pada triwulan IV-29 menjadi -1,2 (hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha). Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Rp Triliun,4,3,2 % SBT Grafik Saldo Bersih Tertimbang Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan,1, Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.III Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung -3 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 26

40 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL BOKS 1 ANALISIS SIKLUS BISNIS SEKTORAL DI JAWA BARAT Pendahuluan Untuk melihat pergerakan perubahan output perekonomian, siklus bisnis perekonomian daerah perlu dipetakan, khususnya untuk masing-masing sektor unggulan/dominan di daerah. Dari siklus tersebut, dapat diketahui sektor mana yang dapat secara efisien mendorong siklus ekonomi yang lebih baik. Hal ini tercermin dari pergerakan kenaikan output yang berlangsung lama, dan di sisi lain, penurunan output dapat segera diikuti dengan recovery, sehingga kontraksi tidak berlangsung lama. Dengan berbekal informasi tersebut, para pemutus kebijakan, khususnya Pemerintah Daerah, diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat sasaran untuk masing-masing sektor ekonomi, menetapkan alokasi anggaran yang tepat, menyusun prioritas pembangunan daerah, dengan tujuan akhir mencapai partumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkesinambungan. Hasil Analisis Siklus perekonomian Jawa Barat, digambarkan oleh Grafik 1. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa sepanjang periode pengamatan (Januari 1981 s.d. Maret 21), terdapat sekitar 1 siklus ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Satu-satunya resesi yang terjadi di Jawa Barat sepanjang periode pengamatan, yang juga merupakan siklus kontraksi terdalam dialami selama periode 1997 hingga 1998, yang diakibatkan adanya krisis ekonomi moneter pada periode dimaksud n Ja 8 p S e Grafik 1. Siklus Perekonomian Jawa Barat 1 i 8 e M 2 8 n Ja 2 8 p S e 3 i 8 e M 4 8 n Ja 4 8 p S e 5 i 8 e M 6 8 n Ja 6 8 p S e 7 i 8 e M 8 8 n Ja 8 8 p S e 9 i 8 e M 9 n Ja 9 p S e 1 i 9 e M 2 9 n Ja 2 9 p S e 3 i 9 e M 4 9 n Ja 4 9 p S e 5 i 9 e M 6 9 n Ja 6 9 p S e 7 i 9 e M 8 9 n Ja 8 9 p S e 9 i 9 e M n Ja p S e 1 i e M 2 n Ja 2 p S e 3 i e M 4 n Ja 4 p S e 5 i e M 6 n Ja 6 p S e 7 i e M 8 n Ja 8 p S e 9 i e M 1 n Ja 1 Secara umum, siklus perekonomian Jawa Barat dibentuk oleh fase pada sektor pertanian, industri pengolahan, serta PHR. Hal ini diakibatkan karena ketiga sektor tersebut merupakan tiga sektor dominan di Jawa Barat, dengan masing-masing kontribusi sebesar 12%, 42%, dan 2% terhadap PDRB Jawa Barat (tahun 28). Namun demikian, apabila dilihat lebih mendalam, maka terdapat perubahan sektor pembentuk siklus perekonomian Jawa Barat, dilihat antar waktu. Dari periode pengamatan tahun 198 hingga pertengahan tahun 1991, siklus perekonomian Jawa Barat lebih dibentuk oleh sektor pertanian, sebagai kontributor utama PDRB Jawa Barat pada periode tersebut, dengan porsi sekitar 25%. Selanjutnya, siklus lebih dibentuk oleh sektor industri pengolahan. Sementara itu, sektor PHR relatif konsisten mempengaruhi siklus perekonomian Jawa Barat dalam rentang waktu sepanjang periode pengamatan. Kondisi ini sesuai dengan pergerakan transformasi perekonomian Jawa Barat, yaitu dominansi sektor pertanian di awal periode pengamatan telah bertransformasi menjadi dominansi sektor industri pengolahan di akhir periode pangamatan. 27

41 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1 Grafik 2. Pembentukan Siklus Perekonomian: Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pertanian 1 Grafik 3. Pembentukan Siklus Perekonomian: Sektor PHR,9,9,8,8,7,7,6,6,5,5,4,4,3,3,2,2,1,1 Jan 8 Okt 8 Jul 81 Apr 82 Jan 83 Okt 83 Jul 84 Apr 85 Jan 86 Okt 86 Jul 87 Apr 88 Jan 89 Okt 89 Jul 9 Apr 91 Jan 92 Okt 92 Jul 93 Apr 94 Jan 95 Okt 95 Jul 96 Apr 97 Jan 98 Okt 98 Jul 99 Apr Jan 1 Okt 1 Jul 2 Apr 3 Jan 4 Okt 4 Jul 5 Apr 6 Jan 7 Okt 7 Jul 8 Apr 9 Jan 1 Jan 8 Okt 8 Jul 81 Apr 82 Jan 83 Okt 83 Jul 84 Apr 85 Jan 86 Okt 86 Jul 87 Apr 88 Jan 89 Okt 89 Jul 9 Apr 91 Jan 92 Okt 92 Jul 93 Apr 94 Jan 95 Okt 95 Jul 96 Apr 97 Jan 98 Okt 98 Jul 99 Apr Jan 1 Okt 1 Jul 2 Apr 3 Jan 4 Okt 4 Jul 5 Apr 6 Jan 7 Okt 7 Jul 8 Apr 9 Jan 1 Industri Pertanian PDRB PHR PDRB Durasi rata-rata siklus ekonomi di Provinsi Jawa Barat adalah 31 bulan, dengan durasi fase ekspansi (ratarata 17 bulan) lebih panjang dibandingkan fase kontraksi (rata-rata 15 bulan). Apabila dibandingkan dengan siklus ekonomi sebelum dan setelah krisis ekonomi 1998, terbentuk siklus ekonomi yang sedikit lebih panjang, yaitu dari rata-rata 3,8 bulan pada saat sebelum krisis, menjadi 31,8 bulan pada saat setelah krisis. Lebih panjangnya durasi siklus ekonomi tersebut disebabkan karena fase ekspansi menjadi lebih panjang dibandingkan sebelumnya, yaitu dari 15,6 bulan menjadi 17,75 bulan. Sementara itu, fase kontraksi justru menjadi lebih pendek, yaitu dari 15,33 bulan menjadi 14 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Barat menjadi lebih baik setelah mendapatkan pengalaman kontraksi yang mendalam akibat krisis ekonomi, dimana perekonomian menjadi lebih cepat pulih, dan mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih lama dibandingkan sebelumnya. Dilihat dari sisi sektoral, terlihat adanya perbedaan durasi fase ekspansi dan kontraksi antara sebelum dan setelah krisis. Sebagian besar perubahan tersebut mengarah kepada perbaikan, dimana fase ekspansi menjadi lebih panjang, yang menunjukkan kemampuan pelaku usaha dalam mempertahankan kinerja tingginya dalam waktu yang lebih panjang, sementara fase kontraksi menjadi lebih pendek, yang menunjukkan kemampuan pelaku usaha dalam melakukan proses recovery lebih cepat. Dari kesembilan sektor ekonomi, hanya 1 sektor yang memiliki fase kontraksi lebih panjang, walaupun hanya sedikit meningkat, yaitu dari 14,57 bulan menjadi 15,67 bulan. Namun demikian, fase ekspansinya menjadi jauh lebih panjang dibandingkan sebelum krisis. Tabel 1. Durasi Siklus Perekonomian Jawa Barat: Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi 1998 (dalam bulan) Keseluruhan Sebelum Krisis 1998 Setelah Krisis 1998 Sektor Durasi dalam bulan Durasi dalam bulan Durasi dalam bulan PP PT TP TT PP PT TP TT PP PT TP TT Pertanian 31,2 16,5 13,4 28,1 33,2 2,2 12,2 29,8 28,8 11, 15, 26, Pertambangan 32,2 14,9 17,1 33,1 28,7 14,6 14,5 3,7 39,3 15,7 22,3 38, Industri Pengolahan 5,5 22,1 26,3 49, 52, 3,8 27,8 62,3 49, 1,7 25, 35,7 Listrik, Gas, Air bersih 44,6 27,3 15,7 45, 46,5 28,2 19,5 51,5 42, 25,7 1,7 36,3 Bangunan/Konstruksi 33,3 17,8 14,7 28,8 36,4 23, 14,6 31,2 3,2 11,6 14,8 26,4 PHR 44,7 2,4 23,2 45,3 49,7 26,5 21, 52,3 39,7 12,3 25,3 38,3 Transportasi 33,8 19,3 14,9 33,1 34,2 2,5 15,2 34, 33,3 17,5 14,5 32, Keuangan 43,4 25,9 15,6 38,3 46, 29, 14,5 38,8 4, 2,7 17, 37,7 Jasa-jasa 37,4 2, 17,6 36,4 36,2 23,5 15,8 38, 39,3 13, 2,7 33,7 PDRB 29,9 14,8 16,6 31,2 28,2 15,3 15,6 3,8 32, 14, 17,8 31,8 28

42 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Khusus untuk ketiga sektor dominan sekaligus sektor 6 Grafik 4. Siklus Sektor Pertanian 1 utama pembentuk siklus perekonomian Jawa Barat, 5 sektor pertanian dan sektor PHR mengalami 4 perkembangan yang jauh lebih baik, dengan fase 3 ekspansi yang lebih panjang, serta fase kontraksi yang jauh lebih pendek dibandingkan sebelum krisis. Adapun 2 1 siklus perekonomian untuk ketiga sektor dominan 1 Jan 8 Des 8 Nop 81 Okt 82 Sep 83 Agust 84 Jul 85 Jun 86 Mei 87 Apr 88 Mar 89 Feb 9 Jan 91 Des 91 Nop 92 Okt 93 Sep 94 Agust 95 Jul 96 Jun 97 Mei 98 Apr 99 Mar Feb 1 Jan 2 Des 2 Nop 3 Okt 4 Sep 5 Agust 6 Jul 7 Jun 8 Mei 9 tersebut ditampilkan pada Grafik 4, 5, dan Grafik 5. Siklus Sektor Industri Pengolahan Grafik 6. Siklus Sektor PHR Jan 8 Okt 8 Jul 81 Apr 82 Jan 83 Okt 83 Jul 84 Apr 85 Jan 86 Okt 86 Jul 87 Apr 88 Jan 89 Okt 89 Jul 9 Apr 91 Jan 92 Okt 92 Jul 93 Apr 94 Jan 95 Okt 95 Jul 96 Apr 97 Jan 98 Okt 98 Jul 99 Apr Jan 1 Okt 1 Jul 2 Apr 3 Jan 4 Okt 4 Jul 5 Apr 6 Jan 7 Okt 7 Jul 8 Apr 9 Jan Jan 8 Mar 81 Mei 82 Jul 83 Sep 84 Nop 85 Jan 87 Mar 88 Mei 89 Jul 9 Sep 91 Nop 92 Jan 94 Mar 95 Mei 96 Jul 97 Sep 98 Nop 99 Jan 1 Mar 2 Mei 3 Jul 4 Sep 5 Nop 6 Jan 8 Mar Selanjutnya, apabila dilihat karakteristik siklus bisnis dari masing-masing sektor dominan di Jawa Barat tersebut, terlihat bahwa ada kemiripan antara sektor industri pengolahan dan PHR, tercermin dari panjang durasi siklus, serta fase ekspansi dan kontraksinya. Hal ini dikarenakan produk utama yang diperdagangkan pada sektor PHR merupakan produk dari industri pengolahan. Sementara itu, hasil output dari produk sektor pertanian pada umumnya tidak akan langsung masuk ke sektor PHR untuk diperdagangkan, melainkan akan diproses terlebih dahulu oleh sektor industri. Kondisi ini tercermin dari interpretasi Tabel Input Output Jawa Barat 23 (Matriks Koefisien Langsung). 29

43 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL BOKS 2 TUGAS BANK INDONESIA BANDUNG DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN EKONOMI MONETER DAN PENGEMBANGAN SEKTOR RIIL Berdasarkan SE No. 9/12/INTERN tanggal 3 Maret 27 tentang Penyempurnaan Organisasi Kantor Bank Indonesia Tahap 1, fungsi yang dijalankan Bidang Ekonomi Moneter Bank Indonesia Bandung baik sebagai Kantor Bank Indonesia dan sebagai Kantor Koordinator Wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten mencakup: 1. Kajian dan pengendalian inflasi daerah a. Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat FKPI merupakan suatu wadah yang merupakan sinergi antara KBI Bandung dengan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. FKPI Jawa Barat melakukan pemantauan, evaluasi, serta pengendalian terhadap sumber-sumber serta potensi tekanan inflasi di Jawa Barat. Dalam kegiatannnya, FKPI telah memberikan beberapa rekomendasi terkait upaya stabilisasi harga beberapa komoditas di wilayah Jawa Barat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas-dinas terkait. b. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota yang ada di Jawa Barat, yang berada di Kota Cirebon, Tasikmalaya, dan Daerah Provinsi Banten. 2. Kajian Ekonomi Regional (Zona Ekonomi dan Wilayah Administratif) Bank Indonesia (KBI) Bandung secara rutin menerbitkan buku Kajian Ekonomi Regional (KER). KER memuat mengenai analisis, data, dan informasi perkembangan ekonomi, keuangan, dan perbankan di Jawa Barat. Di samping itu, KBI Bandung telah melaksanakan berbagai riset yang berkaitan dengan perekonomian daerah, yang bertujuan untuk memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah terkait perekonomian Jawa Barat maupun kepada Bank Indonesia di Kantor Pusat sebagai salah satu bahan masukan di dalam pengambilan kebijakan moneter. Riset-riset yang dilakukan itu di antaranya ada yang bekerja sama dengan Kantor Pusat, atas inisiatif sendiri atau bekerja sama dengan KBI Jawa Barat-Banten, dan juga bekerja sama dengan stakeholder daerah. 3. Survei Ekonomi, Liaison Dunia Usaha, dan Pusat Informasi KBI Bandung melakukan pengumpulan data/informasi ekonomi, keuangan, perbankan dan demografi. Pengumpulan data dan informasi tersebut dilakukan dengan metode survei dan interview langsung (liaison) kepada pelaku usaha dan pemerintah daerah. Adapun data dan informasi daerah yang dikumpulkan secara rutin adalah inflasi daerah, PDRB, nilai tukar petani, tingkat hunian hotel, tingkat investasi daerah, dan data tenaga kerja. Data dan informasi ekonomi yang terkumpul tidak hanya dimanfaatkan oleh Bank Indonesia, melainkan beberapa data dapat diakses oleh masyarakat melalui terbitan Statistik Ekonomi Daerah (SEKDA) mapun fasilitas Perpustakaan KBI Bandung. 3

44 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 4. Pemberdayaan sektor riil dan UMKM Dalam rangka mendukung pemberdayaan sektor riil dan Usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM), KBI Bandung telah melakukan beberapa upaya, diantaranya : a. Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah (P3UKM), yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan kualitas PUKM sehingga dapat meningkatkan kemampuan akses KUMKM terhadap pelayanan jasa keuangan dari lembaga keuangan.perbankan. b. Pelatihan/Bantuan Teknis kepada Bank c. Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Disamping kegiatan tersebut, KBI Bandung juga melakukan kegiatan Pengawasan Pedagang Valuta Asing (PVA) dan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), serta kegiatan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial kepada masyarakat, diantaranya Gerakan Penghijauan, Pemberian Bantuan untuk Korban Bencana Alam, Edukasi Kebanksentralan, Pelatihan Wartawan mengenai Kebanksentralan dan Perekonomian, dan Pengembangan Hasil Karya Warga Binaan Lapas Sukamiskin serta Pemberian Bantuan Buku. 31

45 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Halaman ini sengaja dikosongkan 32

46 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 33

47 34 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

48 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Selama periode triwulan III-21 sampai bulan Oktober 21, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum masih menunjukkan terjadinya inflasi. Laju inflasi secara bulanan (mtm) menunjukkan trend yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam dan lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional. inflasi IHK yang terjadi di Jawa Barat bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa. Memperhatikan pergerakan harga barang dan jasa secara bulanan tidak terlepas dari adanya pengaruh musiman berakhirnya Hari Raya Idul Fitri pada pertengahan September 21 yang menyebabkan tekanan harga pada sebagian besar barang dan jasa yang berhubungan dengan kebutuhan Lebaran menurun. Sementara pengaruh faktor fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga 1. PERKEMBANGAN INFLASI Selama periode triwulan III-21 sampai bulan Oktober 21, perkembangan harga yang ditunjukkan oleh Indeks harga kota (IHK) di Jawa Barat secara umum masih menunjukkan terjadinya inflasi. Meskipun sepanjang Juli-Oktober secara bulanan (mtm) terjadi inflasi, namun trendnya cenderung melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam. Laju inflasi Jawa Barat pada Oktober 21 mencapai,2% (mtm) lebih rendah dibandingkan triwulan II-21 yang mencapai 1,4%, sehingga secara akumulasi inflasi Jawa Barat mencapai 5,13%, lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional yang mencapai 5,35%. Sementara itu secara tahunan (yoy), laju inflasi Jawa Barat mencapai 5,3% lebih tinggi dibandingkan periode triwulan II-21 yang mencapai 4,68%, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 5,67%. Grafik 2.1. Inflasi IHK Jawa Barat, bulanan (mtm), Akumulasi (ytd), dan Tahunan (yoy) 8 % % 1,8 6 4,9 2, Inflasi yoy Inflasi ytd Inflasi mtm -,9 Sumber: BPS Jawa Barat, TD 27 35

49 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Bulanan Perkembangan inflasi IHK secara bulanan (mtm) yang terjadi di Jawa Barat bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa. Terdapat lima kelompok barang/jasa yang mengalami inflasi, yaitu kelompok makanan jadi/minuman/rokok sebesar,36%, kelompok perumahan sebesar,1%, kelompok sandang sebesar,77, kelompok kesehatan sebesar,16%, dan kelompok pendidikan sebesar,36%. Sementara perkembangan harga untuk kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi mengalami deflasi masing-masing sebesar -,28% dan -,4%. Terjadinya deflasi pada kelompok bahan makanan telah memberikan kontribusi terhadap pengereman laju inflasi lebih lanjut mengingat kelompok bahan makanan merupakan salah satu kontributor utama dalam pembentukan inflasi IHK di Jawa Barat. Grafik 2.2. Kontribusi Inflasi/Deflasi Bulanan per Kelompok Barang/Jasa Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Memperhatikan pergerakan harga barang dan jasa secara bulanan tidak terlepas dari adanya pengaruh musiman. Berakhirnya Hari Raya Idul Fitri pada pertengahan September 21 telah menyebabkan tekanan harga pada sebagian besar barang dan jasa yang berhubungan dengan kebutuhan Lebaran menurun. Bahkan, pada kelompok bahan makanan terjadi penurunan harga yang signifikan, diantaranya daging ayam ras, cabe merah, angkutan antar kota, daging sapi, telur ayam ras, dan kentang. Namun demikian, terdapat beberapa komoditas yang menghadapi tekanan harga akibat dari adanya anomali cuaca yang berakibat pada turunnya produksi, khususnya barang bahan makanan, diantaranya padi dan sayur-mayur. Inflasi Tahunan 36 Perkembangan inflasi secara tahunan (yoy) sampai dengan periode Oktober 21 mencapai 5,35%, lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 5,67%. Seluruh kelompok barang/jasa yang dihitung perkembangan harganya menunjukkan terjadinya inflasi. Inflasi yang tinggi terjadi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi/minuman, dan kelompok sandang masing-masing sebesar 1.65%, 6.32%, dan 6.28%. Sementara empat kelompok barang/jasa mengalami inflasi yang relatif rendah, yaitu kelompok

50 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH perumahan, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, dan kelompok transport masing-masing sebesar 3.17%, 2.27%, 1.86%, dan 1.45%. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan per Kelompok Barang/Jasa Kelompok Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Okt-1 Bahan Makanan 6,5 6,22 4,1 3,42 9,67 1,86 1,65 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 7,66 4,95 6,66 6,52 7,5 6,46 6,32 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 3,59,45 1,6 1,75 1,82 3,67 3,17 Sandang 4,84 4,9 4,94 1,32 4,34 5,89 6,28 Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 2,36 2,27 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 6,22 4,94 3,61 3,8 3,79 1,54 1,86 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (7,3) (8,31) (5,74),53,38 1,22 1,45 Mayoritas komoditas barang dan jasa pada tujuh kelompok barang/jasa mengalami inflasi. Terjadinya kenaikan harga secara tahunan pada komoditas mencerminkan terdapatnya pengaruh faktor fundamental terhadap inflasi meskipun dampak tersebut relatif minimal. Sementara pengaruh kebijakan pemerintah di bidang harga relatif minimal karena relative tidak adanya kebijakan di bidang harga INFLASI MENURUT KOTA Secara bulanan, dari 7 kota di Jawa Barat yang dihitung perkembangan harganya menunjukkan bahwa sebagian besar kota mengalami inflasi. Kota-kota yang mengalami inflasi adalah kota Bogor, Sukabumi, Cirebon, Depok masing-masing sebesar.9%,.6%,.14%, dan.25%. Sedangkan kota Bandung, Bekasi, dan Tasikmalaya mengalami deflasi masing-masing sebesar -.9, -.9%, dan -.2. Terjadinya deflasi di ketiga tersebut memberikan kontribusi signifikan terhadap pengereman inflasi di Jawa Barat mengingat bobot kota Bandung dan Bekasi yang relatif besar. Tabel 2.2. Inflasi bulanan Tujuh Kota di Jawa Barat Kota Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Oktober Bandung,52,9,84,22,3,25,43 (,9) Bekasi (,18),1,78,17 (,48) 1,74,7 (,9) Depok,3,1 1,27,14 (,24) 1,38,26,25 Bogor,53,18,66,49,26,75,38,9 Cirebon,1,13 1,14,49 (,54),95,98,14 Sukabumi 1,18,7,44,26 (,34),49,23,6 Tasikmalaya,25,9,64,24 (,3),74,27 (,2) Ditinjau secara tahunan, seluruh kota di Jawa Barat yang dihitung perkembangan harganya mengalami inflasi. Secara berurutan, inflasi tertinggi dihadapi oleh kota Bekasi diikuti oleh kota Cirebon dan Bogor masing-masing sebesar 6.42%, 5.87%, dan 5.84%. 37

51 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI 2.1. FUNDAMENTAL a. Interaksi Permintaan dan Penawaran Interaksi antara permintaan dan penawaran belum memberikan tekanan pada harga secara berarti. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan kapasitas utilisasi sektoral yang relatif tidak terlalu tinggi meskipun terjadi peningkatan permintaan akibat meningkatnya daya beli masyarakat. Grafik 2.3. Kapasitas Utilisasi 8 % % (yoy) Tw.I Tw.II Tw.IIIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar Sumber: SKDU-BI Bandung b. Eksternal Tekanan dari sisi eksternal juga relatif minimal seiring dengan rendahnya inflasi yang terjadi di beberapa Negara dan kecenderungan menguatnya nilai tukar rupiah. Perkembangan harga di beberapa negara mitra dagang Indonesia masih menunjukkan tekanan inflasi yang relatif rendah. Sementara itu, apresiasi nilai tukar rupiah menyebabkan peningkatan impor barang yang mendorong kenaikan supply. Namun demikian, khusus pada komoditas emas masih terjadi tekanan harga terkait dengan masih tingginya harga emas di pasar internasional. % (yoy) 8 Grafik 2.4. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang Amerika Jepang Singapura Grafik 2.5. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bloomberg Emas Minyak Dunia (WTI) 38

52 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH c. Ekspektasi Inflasi Membaiknya perekonomian di Jawa Barat telah mendorong ekspektasi harga di sisi pedagang dan konsumen semakin membaik. Hasil survey pedagang eceran menunjukkan bahwa pedagang meyakini bahwa kenaikan harga akan relatif terkendali seiring meningkatnya produksi, meskipun dibayang-bayangi oleh munculnya anomali cuaca. Di sisi konsumen, membaiknya perekonomian menyebabkan ekspektasi terhadap kenaikan harga menunjukkan penurunan.. Grafik 2.6. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) Tw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Tw.IV Tw.ITw.IITw.III Tw.IVTw.ITw.IITw.III Inflasi Jabar TD 7 (qtq) SK* SK** SB Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK*= Moving Average (3 bln) Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Moving Average (3 bln) Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya NON FUNDAMENTAL Pengaruh faktor shock, khususnya keterbatasan produksi dan hambatan distribusi menjadi faktor yang mewarnai inflasi selama triwulan III-21. Terjadinya musim hujan yang diiringi oleh banjir telah mengakibatkan terjadinya hambatan distribusi. Namun demikian, stok beras diperkirakan mencukupi mengingat produksi pada periode sebelumnya yang relatif tinggi dan petani banyak melakukan penyimpanan beras dalam jumlah signifikan. Di sisi lain, pengaruh administered price terhadap tekanan harga di Jawa Barat pada periode tersebut relatif minimal. Tidak terdapat kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) yang secara signifikan mempengaruhi harga. Grafik 2.7. Luas Panen Padi di Jawa Barat Subround I Jan-Apr II Mei-Ags III Sep-Des,84,86,84,64,72,74,64,76,45,35,32,42 21 (Angka Ramalan III) 29 (Angka Tetap) 28 (Angka Tetap) 27 2,1 Jan-Des 1,95 1,8 1,83 Juta Ha,,5 1, 1,5 2, 2,5 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 39

53 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Halaman ini sengaja dikosongkan 4

54 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 41

55 42 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

56 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Secara umum kondisi perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-21 masih kuat. Berbagai indikator seperti aset, dana pihak ketiga, dan outstanding kredit menunjukkan adanya pertumbuhan dan bahkan beberapa diantaranya tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Di sisi penghimpunan dana, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga terutama terjadi pada tabungan. Sementara itu, kredit tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II-21, khususnya untuk kredit investasi. Pertumbuhan kredit yang lebih cepat daripada pertumbuhan DPK menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jawa Barat mengalami peningkatan dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Di sisi risiko, risiko kredit masih di bawah 5% meskipun sedikit mengalami peningkatan. 1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Aset perbankan di Jawa Barat mengalami kenaikan selama triwulan III-21. Hal ini tercermin dari meningkatnya aset, dari sebesar Rp197,8 triliun pada triwulan II-21 menjadi RpRp26,6 triliun pada Agustus 21. Dilihat dari sisi pertumbuhan, terjadi kenaikan tipis dari sebelumnya tumbuh 15,8% (yoy) menjadi 16,1%. Dari sisi kelompok bank, aset bank pemerintah di Jawa Barat masih mendominasi struktur aset perbankan di Jawa Barat, dengan kontribusi sebesar 55%. Selanjutnya, aset bank swasta nasional berkontribusi terhadap 41% terhadap keseluruhan aset perbankan Jawa Barat. Sementara itu, aset bank asing dan bank campuran hanya berkontribusi terhadap 4% aset perbankan di Jawa Barat. Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan Jawa Barat Rp Triliun 25 25% 2 2% Grafik 3.2. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan III-21 Bank Asing dan Bank Campuran 4% 15 15% 1 5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 1% 5% % Bank Swasta Nasional 41% Bank Pemerintah 55% Aset (LHS) Pertumbuhan (yoy, RHS) Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 2. BANK UMUM KONVENSIONAL 2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan umum konvensional dalam triwulan III-21 mencapai Rp.131,87 triliun, atau tumbuh sebesar 3,8%. Pertumbuhan DPK tersebut lebih 43

57 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH rendah dibandingkan periode triwulan sebelumnya, yang tumbuh sebesar 9,8.%. Pertumbuhan DPK terutama terjadi pada jenis tabungan. Terjadinya pertumbuhan penghimpunan DPK mencerminkan terdapatnya kelebihan likuiditas yang dimiliki masyarakat yang dapat diserap oleh bank. Tabel 3.1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Jawa Barat (Rp Triliun) Keterangan 21 Pertumbuhan (%) Tw.I Tw.II Juli Agustus yoy qtq Bank Umum Giro Tabungan Deposito Berdasarkan jenis simpanan, deposito merupakan simpanan yang memiliki porsi terbesar sebesar 41,3%, diikuti oleh tabungan dan giro masing-masing dengan porsi sebesar 37,4% dan 21,3%. Tingginya preferensi masyarakat untuk deposito menunjukkan bahwa aspek bunga masih menjadi salah satu faktor utama dalam memilih produk simpanan. Sementara itu, ditinjau dari kelompok bank penghimpun dana, bank swasta nasional dan bank pemerintah masih menguasai pangsa DPK di Jawa Barat, masing-masing dengan porsi sebesar 48,8% dan 47,3%, sedangkan prosi bank asing hanya sebesar 3,2%. Grafik 3.3. Porsi DPK Berdasarkan Jenis Simpanannya Deposito 41% Giro 21% Grafik 3.4. Porsi DPK Berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat Bank Swasta Asing 3% Bank Pemerintah 48% Tabungan 38% Bank Swasta Nasional 49% Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan jenis valuta, perkembangan DPK rupiah masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan DPK valas. DPK dalam rupiah pada Agustus 21 tumbuh sebesar 4,% (yoy), atau mencapai Rp118 triliun. Namun demikian, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh hingga 3,5% (yoy). Sementara itu, DPK valas mencapai posisi Rp13,6 triliun, atau tumbuh 2,7% dibandingkan periode yang sama di tahun 29. Berbeda dengan DPK rupiah, pertumbuhan DPK valas mengalami peningkatan, dari tumbuh hanya,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan akibat terjadinya apresiasi rupiah, yang mengakibatkan masyarakat enggan mencairkan valas mereka. 44

58 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.5. Grafik Porsi DPK per Jenis Valuta Valas 1% Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta Rp triliun 16 Rp triliun Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Rupiah 9% Rupiah Valas Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan mencapai Rp114,9 triliun atau tumbuh sebesar 18,1%. Pertumbuhan kredit tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,%. Ditinjau dari jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi untuk kredit jenis investasi sebesar 28,7%. Sementara Grafik 3.7. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan kredit konsumsi dan kredit modal kerja tumbuh masing-masing sebesar 17,7% dan 16,2%. Adapun porsi kredit terbesar masih dikuasai oleh kredit konsumsi yang diikuti dengan kredit modal kerja dengan porsi masing-masing sebesar 45% dan 44,4%. Tingginya pertumbuhan kredit investasi mengindikasikan bahwa kegiatan usaha semakin membaik, khususnya investasi. Konsumsi 45% Investasi 11% Sumber: LBU KBI Bandung Modal Kerja 44% Tabel 3.2. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Penggunaan (Rp Triliun) Jenis Penggunaan 21 Pertumbuhan (%) Tw.I Tw.II Juli Agustus yoy qtq Modal Kerja Investasi Konsumsi Total Kredit Sumber: LBU KBI Bandung 45

59 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Ditinjau secara sektoral, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada sektor jasa sosial dan sektor pertambangan masing-masing sebesar 151,2% dan 6,%. Tingginya pertumbuhan kredit pada sektor jasa sosial dan pertambangan mencerminkan bahwa kedua sektor tersebut masih menarik bagi perbankan mengingat aktifitasnya yang membaik. Tabel 3.3. Perkembangan Baki Debet Kredit bank Umum per Sektoral (Rp Triliun) Jenis Penggunaan 21 Pertumbuhan (%) Tw.I Tw.II Juli Agustus yoy qtq Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdag., Rest & Hotel Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Lain-lain Total Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK telah menyebabkan rasio kredit terhadap simpanan (LDR) meningkat dari 85,2% menjadi 87,1%. Kondisi ini mencerminkan bahwa bank secara bertahap telah berusaha melakukan ekspansi kredit dengan memperhatikan semakin kondusifnya perekonomian domestik. Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Perkembangan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah menunjukkan pertumbuhan yang semakin meningkat, yaitu dari 1,6% pada triwulan II-21 menjadi 15,3%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit yang diperuntukkan bagi usaha mikro, yaitu sebesar 41,5%, sedangkan kredit MKM untuk usaha kecil dan menengah tumbuh masing-masing sebesar 16,2% dan 12,6%. Meningkatnya pertumbuhan kredit bagi usaha mikro telah meningkatkan porsi kredit mikro didalam total kredit UMKM menjadi 34%. Ditinjau dari jenis penggunaannya, porsi kredit UMKM masih banyak ditujukan untuk kredit modal kerja dengan porsi mencapai 84%. Tingginya porsi kredit modal kerja pada UMKM menunjukkan bahwa pembiayaan bank masih condong pada upaya memperlancar aktifitas produksi dibandingkan untuk meningkatkan atau memperluas skala usaha. 46

60 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.8. Porsi Kredit UMKM di Jawa Barat Grafik 3.9. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat Menengah 44% Kecil 34% Investasi 16% Mikro 22% Modal kerja 84% Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat Seperti periode-periode sebelumnya, kredit yang disalurkan ke Jawa Barat Grafik 3.1. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor (kredit lokasi proyek) berjumlah lebih Rp triliun 25 besar dibandingkan kredit yang 2 disalurkan perbankan Jawa Barat (kredit bank pelapor). Kondisi ini 15 menunjukkan kuatnya daya tarik investasi 1 yang dimiliki oleh Jawa Barat, sehingga 5 dapat menarik dana dari perbankan di Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II luar Jawa Barat untuk aktivitas ekonomi Tw.III 71 77,9 82,9 87,3 87,6 95,5 98,8 1, ,6 114,9 Kredit Bank Pelapor 4,7 5,5 57,8 69,7 Kredit Lokasi Proyek 73,9 di Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari 91,2 1,7 122,5 127,2 14,1 151,2 161,9 167,1 171,4 174,2 181,4 18,3 193,3 197,5 pertumbuhannya, kredit bank pelapor Keterangan: Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa mengalami sedikit perlambatan, yaitu Banat Kredit bank pelapor adalah kredit yang diberikan oleh bank umum dari tumbuh 16,9% (yoy) menjadi konvensional di Jawa Barat Sumber: LBU KBI Bandung 16,3%. Di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian regional, kredit lokasi proyek mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari tumbuh 12,8% (yoy) menjadi 13,4%. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat semakin didominasi oleh kredit produktif (modal kerja dan investasi), yang mencapai 59% dari total kredit. Sementara itu, kredit konsumsi memberikan kontribusi terhadap 41% total kredit lokasi proyek. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi (42%), kredit sektor industri pengolahan sebesar 25%, kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16%, serta kredit ke sektor jasa (16%). 47

61 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik Grafik Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi Lain-lain 42% Pertanian 1% Pertambangan % Perindustrian 25% Grafik Grafik Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan Konsumsi 41% Investasi 15% Jasa-jasa 16% Perdagangan 16% Modal kerja 44% Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Risiko kredit Risiko kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-21 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Walaupun demikian, risiko kredit masih berada pada level yang relatif kendali, yaitu 3,6%, dan masih lebih rendah dibandingkan NPL pada periode yang sama di tahun 29. Dengan demikian, kondisi perbankan di Jawa Barat masih berada dalam kondisi yang relatif kuat. Kenaikan ini disebabkan karena meningkatnya jumlah kredit yang masuk ke dalam kategori macet, yaitu dari Rp2,38 triliun pada triwulan II-21 menjadi Rp2,75 triliun pada Agustus 21. Sementara itu, pergerakan NPL Kredit UMKM mengikuti NPL kredit secara keseluruhan, yang mengalami peningkatan. Bahkan, risiko kredit UMKM mengalami peningkatan yang relatif tinggi, yaitu dari 4,1% pada triwulan II-21 menjadi 5,4 pada Agustus 21. Grafik Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di Jawa Barat 5, 4, 5, 4, % 6 Grafik Perkembangan NPL Total Kredit dan NPL Kredit UMKM 3, 3, 4 2, 2, 2 1,, Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III 1,, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw Nominal NPL Gross NPL Gross Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung NPL Kredit NPL Kredit UMKM 3. BANK UMUM SYARIAH Kondisi perbankan syariah terus menunjukkan peningkatan, yang tercermin dari pergerakan berbagai indikatornya. Dari sisi nominal, Dana Pihak Ketiga mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 6,3 triliun pada Agustus 21, atau mengalami pertumbuhan sebesar 37,7% (yoy), lebih tinggi 48

62 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-21 yang sebesar 31,7%. Sementara itu, pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah di Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp5,6 triliun pada triwulan II-21, menjadi Rp6,2 triliun pada Agustus 21. Dengan pencapaian tersebut, pembiayaan pada triwulan III-21 juga mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 57,6% (yoy) menjadi 61,9%. Dengan perkembangan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) bank umum syariah di Jawa Barat meningkat, yaitu 94% pada triwulan II-21 menjadi 98% pada Agustus 21. Grafik Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat Rp Juta % Rp Juta 7.. 7% 6.. 2% 6.. 6% % % 4.. 4% 3.. 1% 3.. 3% % 1.. 5% 1.. 1% - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III % - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III % DPK (LHS) Pertumbuhan (yoy, RHS)) Pembiayaan (LHS) Pertumbuhan (yoy, RHS)) Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat 12% 1% 8% 88% 82% 92% 86% 83% 78% 83% 8% 84% 94% 98% 6% 4% 2% % Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Sumber: LBU KBI Bandung 4. BANK PERKREDITAN RAKYAT Kondisi BPR Konvensional di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan pada triwulan III- 21. Seluruh indikator kinerj BPR konvensional mengalami peningkatan, seperti aset, kredit, serta DPK. Dari sisi aset, terjadi peningkatan hingga mencapai Rp8,1 triliun, atau tumbuh sebesar 21% (yoy). Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 17,6%. Sementara itu, penyaluran kredit BPR konvensional juga mengalami peningkatan. Pada 49

63 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH September 21, total kredit yang tersalurkan mencapai Rp5,6 triliun, atau mengalami pertumbuhan sebesar 19,7% (yoy), juga mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,2%. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terus meningkat, hingga mencapai Rp5,8 triliun pada triwulan III-21. Dengan demikian, DPK tumbuh sebesar 2,9% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 2,1%. Berbagai perkembangan indikator tersebut menunjukkan bahwa BPR di Jawa Barat terus menunjukkan eksistensinya dalam sistem perbankan di Jawa Barat, dan semakin disukai oleh masyarakat Jawa Barat. Grafik Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat 9, 8, 7, Triliun Rp 6, 5, 4, 3, 2, 1, - TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III Sumber: LBPR KBI Bandung Aset DPK Kredit Dilihat dari jenis penggunaannya, mayoritas kredit BPR konvensional di Jawa Barat disalurkan ke sektor produktif, terutama untuk penggunaan modal kerja. Pangsa kredit modal kerja selama triwulan III-21 terhadap keseluruhan kredit adalah sebesar 55%, relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, kredit investasi masih relatif kecil, karena hanya berkontribusi terhadap 3% total kredit BPR konvensional. Di sisi lain, kredit konsumsi masih berkontribusi cukup tinggi, yaitu sekitar 42% dari total kredit. Grafik Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat Konsumsi 42% Investasi 3% Modal Kerja 55% Sumber: LBPR KBI Bandung 5

64 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH 51

65 52 BAB 4. KEUANGAN DAERAH

66 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Realisasi penerimaan baik APBN maupun APBD di Jawa Barat pada periode laporan meningkat. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan, khususnya PPh Pasal 26. Selain itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat yang terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Kondisi ini terjadi akibat peningkatan penjualan kendaraan bermotor, serta sebagai dampak kenaikan tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Sementara itu, realisasi belanja pemerintah pusat diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III-21. Peningkatan realisasi ini terjadi akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi yang relatif tinggi, khususnya oleh Dinas Pertanian dan Dinas Pendidikan, serta realisasi dana Tugas Pembantuan, khususnya di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Tasikmalaya. Secara keseluruhan, tingginya realisasi dana Dekonsentrasi berdampak pada meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah. Di sisi lain, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-21 diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV PENDAPATAN PEMERINTAH DI JAWA BARAT 1.1. PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH PUSAT Pendapatan pajak Pemerintah Pusat di Jawa Barat mengalami peningkatan pada triwulan III- 21, dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama di tahun 29. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat I 1, peningkatan penerimaan pajak Pemerintah Pusat selama triwulan III-21 terutama berasal dari kenaikan Pajak Penghasilan (PPh), khususnya PPh Pasal 26. Adapun kenaikan pendapatan pajak tersebut disebabkan karena membaiknya kondisi ekonomi nasional, yang turut mendukung kinerja dunia usaha, khususnya sektor industri pengolahan. Selama triwulan III-21, tercatat adanya peningkatan realisasi penerimaan untuk sektor industri pengolahan sebesar 33,13% (yoy). Selain itu, peningkatan penyerapan APBN/APBD di tahun 21 juga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya pembayaran PPh dan PPN. Selain itu, kenaikan penerimaan pajak dibandingkan triwulan sebelumnya, juga dipengaruhi karena pembayaran PBB yang jatuh tempo pada bulan September 21 (akhir triwulan III-21). Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I Jenis Pajak Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw. II Tw. III A. Pajak Penghasilan 1.398, , , , , 1.446, ,23 B. PPN dan PPN BM 589,14 641,88 729, ,7 624, 722,48 784,46 C. PL dan PIB 34,94 4,79 38,59 69,59 26, 45,57 43,29 D. PBB dan BPHTB 16,87 295,61 56,78 63,12 86, 332,31 458,73 Jumlah 2.129, , , , , 2.547, 3.248,7 Pertumbuhan (%, yoy) 17,7 18,79 25,41 55,66 (4,76) 1,42 9,49 Sumber: DJP Jawa Barat I 1 Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka 53

67 BAB 4. KEUANGAN DAERAH 1.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan selama triwulan III- 21. Secara keseluruhan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan telah terealisasi sekitar 79-8% (ytd), dari APBD tahun 21. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III-29, dengan tingkat realisasi sebesar 73%. Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. Uraian APBD 29 (Rp Miliar) Triwulan III-29** Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD APBD 21 (Rp Miliar) Triwulan III-21 Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD I PAD 5,176 3, ,623 4,47 8 a. Pajak Daerah 4,835 3, ,147 4,25 83 b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah d. Lain-lain PAD II Dana Perimbangan 1,763 1, ,15 1,69 8 a. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak b. Dana Alokasi Umum , c. Dana Alokasi Khusus III Lain-lain Pendapatan N/A N/A a. Bantuan Keuangan 1 8 N/A N/A b. Lain-lain Penerimaan N/A N/A Total Pendapatan 6,952 5, , *) 79-8*) Keterangan: *) Angka Perkiraan Bank Indonesia Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat sebesar 21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 6%. Sementara itu, secara triwulanan, PAD mengalami kenaikan sebesar Rp63 miliar, atau tumbuh melonjak 55% (qtq). Dengan pencapaian tersebut, PAD tercatat telah terealisasi sekitar 8% (ytd) hingga triwulan III-21, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama di tahun 29 dengan realisasi sebesar 69%. Peningkatan pendapatan terutama berasal dari meningkatnya pendapatan pajak, yakni Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Selain disebabkan karena terus meningkatnya penjualan kendaraan bermotor di Jawa Barat akibat pergerakan positif aktivitas perekonomian domestik, peningkatan tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) memberikan dampak pada penurunan daya beli masyarakat. Sementara itu, tingkat realisasi Dana Perimbangan adalah sekitar 8% (ytd), lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan III-29 yang sebesar 84%. 54

68 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Tabel 4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp Miliar) Jenis Pajak Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Jumlah 1,13 1,168 1,43 1,35 1,365 1,98 1,71 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2. BELANJA DAERAH 2.1. BELANJA APBN DI JAWA BARAT Baik pertumbuhan maupun tingkat realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa Barat mengalami kenaikan. Hal ini tercermin dari meningkatnya realisasi belanja dana Dekonsentrasi serta dana Tugas Pembantuan. Meningkatnya realisasi belanja dana Dekonsentrasi telah berdampak pada meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah. Belanja Dana Dekonsentrasi Dana Dekonsentrasi berfungsi sebagai pembiayaan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan program pemerintah pusat di daerah. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh dana Dekonsentrasi meliputi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan. Pengalokasian dana dekonsentrasi juga ditujukan langsung kepada dinas/instansi di tingkat provinsi sementara wewenang dana tugas pembantuan diserahkan kepada pemerintah kota/kabupaten/provinsi untuk mengatur. Pada triwulan III-21, realisasi dana Dekonsentrasi diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu mencapai 36,67% (ytd). Hal ini terutama disebabkan oleh realisasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang telah merealisasikan dana dekonsentrasi jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini terjadi salah satunya karena skema BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah cukup dimengerti oleh berbagai pihak terkait, baik pihak pemerintah maupun sekolah. Selain itu, realisasi yang lebih tinggi juga didorong oleh realisasi dana dekonsentrasi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, dengan realisasi sebesar 52,93%, jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan III-29 (6,94%). Secara total nominal, realisasi dana dekonsentrasi sampai dengan triwulan III-21 mencapai Rp1,51 triliun dari target anggarannya, 55

69 BAB 4. KEUANGAN DAERAH atau tumbuh 26,5% dibandingkan realisasi pada triwulan III-29 terhadap target anggarannya (Rp1,2 triliun). Tabel 4.4. Realisasi (ytd) Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar Dinas Anggaran Anggaran Tw.III (Rp Miliar) (Rp Miliar) Tw.III* Dinas Pendidikan 4.54, % 3.856, % Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) 42, % % Dinas Pertanian 3, % % Dinas Sosial 25, % % Jumlah 4.637, % 4.19, % Keterangan: *) Angka Perkiraan Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Belanja Dana Tugas Pembantuan Tingkat realisasi Dana Tugas Pembantuan diperkirakan juga mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi terutama berasal dari kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi serta Kabupaten Tasikmalaya. Sementara itu, realisasi dana Tugas Pembantuan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama di tahun 29. Tabel 4.5. Realisasi Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Pemerintah Daerah Penerima Alokasi Anggaran Terbesar Provinsi/Kabupaten/Kota Anggaran (Rp Miliar) Tw.III Anggaran (Rp Miliar) Tw.III*) Provinsi Jawa Barat 24, % % Kabupaten Garut 117, % % Kabupaten Sukabumi 1, % % Kabupaten Tasikmalaya 87, % % Kabupaten Cianjur 75, % % Jumlah 1.145, % % Keterangan: *) Angka Perkiraan Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat 56

70 BAB 4. KEUANGAN DAERAH 2.2. BELANJA APBD PROVINSI JAWA BARAT Di sisi belanja daerah, realisasi belanja pada triwulan III-21 diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya. Oleh karena itu, realisasi belanja pada tahun 21 diperkirakan akan terpusat pada triwulan IV-21. Berdasarkan jenisnya, tingkat realisasi tertinggi berasal dari belanja modal atau infrastruktur sementara untuk belanja pegawai adalah yang terendah mengingat adanya program Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas pegawai. Tabel 4.6. Perkiraan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat (dalam %) Jenis Tw.II 21 Tw.III*) Prognosa Akhir Tahun 21**) Belanja 22, ,73 a) Pegawai 18, ,47 b) Barang dan jasa 19, ,54 c) Modal 34, ,88 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat Keterangan: *) Perkiraan **) Prognosa Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat 57

71 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Halaman ini sengaja dikosongkan 58

72 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

73 6 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

74 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai merupakan salah satu dari tiga tugas utama Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Khusus untuk menghadapi Lebaran di tahun 21 ini, KBI Bandung melakukan strategi jemput bola, serta melakukan kerjasama dengan 1 jaringan kantor bank di wilayah kerja KBI Bandung. Adapun tujuannya adalah untuk memfasilitasi kegiatan penukaran Uang Pecahan Kecil, yang berdampak terhadap berhasil diminimalisasinya antrian masyarakat dalam memperoleh UPK. Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan III-21 secara umum masih mengalami peningkatan. Dari sisi peredaran uang kartal, tercatat adanya kenaikan aliran uang kartal yang masuk ke Jawa Barat (inflow), serta uang yang keluar dari Jawa Barat (outflow). Khusus untuk triwulan III-21, terjadi kenaikan net inflow di Jawa Barat, yang terjadi di wilayah kerja KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon. Terjadinya outflow pada triwulan III-21 merupakan siklus musiman meningkatnya permintaan kartal oleh masyarakat akibat Lebaran. Sementara itu, sistem pembayaran non tunai juga masih masih mengalami kenaikan selama triwulan III-21. Baik transaksi kliring maupun RTGS tercatat mengalami kenaikan dari sisi nominal, yang menunjukkan bahwa semakin besarnya nominal transaksi masyarakat yang dilakukan melalui sistem pembayaran non tunai tersebut. 1. PENGEDARAN UANG KARTAL 1.1. ALIRAN UANG KARTAL MASUK/KELUAR (INFLOW/OUTFLOW) Seperti kondisi pada periode-periode sebelumnya, perkembangan aliran uang kartal di wilayah Jawa Barat masih mengalami net inflow. Kondisi ini terjadi, karena aliran uang yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia di regional Jawa Barat (meliputi KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) lebih besar dibandingkan aliran uang yang keluar ke masyarakat Jawa Barat (outflow). Khusus untuk triwulan III-21, net inflow mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari sebesar Rp2,81 triliun pada triwulan II- 21 menjadi Rp3,13 triliun pada triwulan III-21, atau tumbuh 11,3% (qtq). Peningkatan net inflow tersebut terjadi di KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon, yang masing-masing tumbuh meningkat dari sebesar Rp,37 triliun menjadi Rp,61 triliun, serta dari Rp,84 triliun menjadi Rp,96 triliun. Dari sisi pertumbuhan, masing-masing net inflow di KBI tersebut tumbuh 63,8% (qtq) dan 14,6%. Di sisi lain, KBI Bandung mengalami penurunan net inflow sebesar Rp4 miliar, yaitu dari Rp1,6 triliun menjadi Rp1,56 triliun, atau turun 2,8% dibandingkan triwulan sebelumnya. 61

75 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat (Rp Triliun) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Outflow Net Inflow Inflow Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang tinggi untuk Lebaran yang jatuh di triwulan III-21, aliran uang yang keluar dari KBI Bandung juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan yang terjadi adalah sebesar Rp1,3 triliun pada triwulan II-21 menjadi Rp3,8 triliun pada triwulan III-21, atau mengalami pertumbuhan sebesar 191% (qtq). Dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya, peningkatan aliran uang yang keluar dari KBI Bandung terutama adalah dari jenis Uang Pecahan Kecil (pecahan Rp2. ke bawah) yang tumbuh diatas 3% (qtq). Kondisi tersebut memang lazim terjadi, karena meningkatnya kebutuhan UPK dalam masa-masa menjelang Lebaran. Di sisi lain, uang pecahan besar, yaitu Rp1. mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Apabila dilihat lebih detail, peningkatan uang keluar terbesar terjadi pada pecahan uang logam Rp1., yang baru saja diluncurkan di Kota Bandung pada triwulan III-21 ini (bulan Juli 21). Adapun kegiatan peluncuran uang logam pecahan baru tersebut diresmikan langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, sekaligus meresmikan uang kertas Rp1. desain baru. Peresmian dilakukan di Kota Bandung, karena uang logam tersebut memiliki desain bergambarkan Gedung Sate dan alat musik angklung, yang masing-masing merupakan ikon Kota Bandung dan alat musik tradisional dari Jawa Barat. Dalam hal memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat, terutama dalam menyambut Hari Raya Lebaran, KBI Bandung melakukan strategi jemput bola, diantaranya melalui penawaran kepada dinas/instansi di daerah dalam hal penyediaan uang pecahan kecil. Wujud kegiatan tersebut adalah dengan penyediaan UPK untuk pembayaran gaji pegawai negeri di dinas/instansi tersebut, serta melakukan dropping langsung dengan menggunakan mobil kas keliling. Disamping itu, KBI Bandung juga memfasilitasi mobil kas keliling, pada acara-acara Bazaar / Pasar Murah yang secara berkesinambungan dilakukan oleh masing-masing dinas/instansi dalam rangka menyambut Lebaran. Khusus dalam mengantisipasi lonjakan permintaan masyarakat terhadap UPK menjelang Lebaran di tahun 21 ini, KBI Bandung berkoordinasi dengan jajaran perbankan, dan melibatkan 1 jaringan kantor 62

76 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN bank yang ada di wilayah kerja KBI Bandung, untuk memfasilitasi kegiatan penukaran Uang Pecahan Kecil. Kegiatan tersebut memberikan dampak positif, yaitu dapat meminimalisir antrian masyarakat dalam memperoleh Uang Pecahan Kecil di loket Kantor Bank Indonesia Bandung. Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Jenis Pecahan Tw. II-21 Tw. III-21 Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) Pertumbuhan (qtq) Uang Kertas 1, 755, ,77, % 5, 443, ,425, % 2, 37, , % 1, 43, , % 5, 14, , % 2, - 65, , 1, % Total 1,295, ,77, % Uang Logam 1,.1. 11, % , % % % % % Total , % Sumber: BI Bandung 1.2. PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan, atau yang disebut juga dengan kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di KBI Bandung tercatat mengalami penurunan pada triwulan III-21, dibandingkan periode sebelumnya. Kondisi ini merupakan indikasi bahwa kesadaran masyarakat Jawa Barat untuk menjaga kondisi fisik uang kartal Rupiah semakin meningkat. Setelah mencapai posisi tertinggi pada triwulan I-21, jumlah bilyet uang kertas yang dimusnahkan di KBI Bandung tercatat terus mengalami penurunan. Khusus untuk triwulan III-21, jumlah uang yang dimusnahkan adalah sebanyak 96,45 juta bilyet, dengan total nominal senilai hamper Rp2,8 triliun. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan PTTB pada triwulan II-21, baik dari sisi jumlah bilyet maupun nominalnya. Jenis pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah uang pecahan Rp5., dengan porsi sebesar 31% dari seluruh pecahan uang. Porsi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, yang sebanyak 28% dari keseluruhan uang. Selanjutnya, jenis pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp1. (21%); Rp5. (13%); serta pecahan Rp2. (12%). 63

77 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung Juta Lembar Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Sumber: BI Bandung 1.3. UANG PALSU Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Bandung mengalami penurunan dari sisi jumlah bilyet dibandingkan periode sebelumnya. Selama triwulan III-21, tercatat sebanyak lembar uang palsu ditemukan, dengan nominal sebesar Rp39,55 juta. Walaupun turun dari sisi bilyet, namun nominal temuan uang palsu tersebut mengalami peningkatan, dari sejumlah Rp273,21 juta selama triwulan II-21. Peningkatan ini terjadi karena terjadi kenaikan jumlah uang palsu pecahan yang besar, yaitu Rp1., dari sebelumnya hanya sebanyak 39,4% dari keseluruhan uang palsu yang ditemukan, menjadi 69,3%. Untuk meminimalisasi peredaran uang palsu tersebut, BI Bandung terus berupaya memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, menyediakan sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat. 2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Berkembangnya perekonomian domestik meningkatkan kebutuhan masyarakat akan kecepatan, kehandalan, dan keamanan dalam melakukan transaksi. Untuk itu, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, termasuk diantaranya melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). 64

78 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 2.1 KLIRING LOKAL Perkembangan sistem pembayaran di bidang kliring 1 di Jawa Barat mengalami peningkatan, apabila dilihat dari sisi nominal. Selama triwulan III-21, tercatat rata-rata transaksi kliring (meliputi kliring penyerahan, kliring pengembalian, dan kliring kredit) senilai Rp11,83 triliun, dengan jumlah ratarata warkat sebanyak lembar. Dari sisi nominal, terdapat kenaikan dibandingkan transaksi kliring pada triwulan II-21, baik secara triwulanan (tumbuh 6,1%) maupun secara tahunan (tumbuh 11,1%). Namun demikian, apabila dilihat dari sisi volume, terdapat perlambatan pertumbuhan selama triwulan III- 21 ini. Hal ini menunjukkan semakin besarnya nominal transaksi masyarakat yang dilakukan melalui sistem pembayaran kliring. Dilihat dari wilayahnya, transaksi kliring yang paling besar di Jawa Barat, dilakukan di wilayah Kota Bandung, yang disebabkan karena besarnya jumlah penduduk serta tingginya aktivitas perekonomian di Kota Bandung. Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat Keterangan Pertumbuhan TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III qtq yoy Nominal (Rp Triliun) Volume (Lembar) 54, , ,16 481,44 496,425 51, , Sumber: Bank Indonesia 2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS) Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat, yang dikarenakan keunggulan RTGS dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan risiko penyelesaian transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian transaksi RTGS per bulan (dari dan ke Jawa Barat), selama triwulan III-21, secara nominal maupun volume, masih mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu mencapai rata-rata bulanan sebesar Rp62,9 triliun dan transaksi RTGS. Dengan demikian terjadi peningkatan rata-rata transaksi bulanan RTGS senilai RpRp6,24 triliun. Namun demikian, apabila dilihat dari sisi pertumbuhannya, terdapat sedikit perlambatan pada triwulan III-21. Dari sisi nominal, transaksi RTGS tumbuh sebesar 11% (qtq), sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 12%. Begitu pula dengan transaksi dari sisi volume, yang tumbuh melambat dari 9% pada triwulan II-21 menjadi 6% pada triwulan III-21. Adapun perlambatan ini terjadi karena melambatnya transaksi RTGS yang masuk ke wilayah Jawa Barat, sementara di sisi lain, transaksi RTGS ke luar Jawa Barat masih mengalami peningkatan apabila dilihat dari sisi nominal transaksi. 1 Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar-peserta kliring, dan perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. 65

79 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat Keluar Masuk Keluar + Masuk Nominal Nominal Bulan Nominal Volume (Triliun Volume (Triliun (Triliun Rp) Rp) Rp) Volume Januari , , ,729 Februari , , ,56 Maret , , ,628 Rata2 Tw I , , ,954 April , , ,958 Mei , , ,949 Juni , , ,626 Rata2 Tw II , , ,511 Juli , , ,188 Agustus , , ,2 September , , ,755 Rata2 Tw III , , ,648 Oktober , , ,16 November , , ,71 Desember , , ,13 Rata2 Tw IV , , ,64 Januari , , ,338 Februari , , ,98 Maret , , ,76 Rata2 Tw I , , ,2 April , , ,7 Mei , , ,292 Juni , , ,66 Rata2 Tw II , , ,653 Juli , , ,879 Agustus , , ,47 September , , ,638 Rata2 Tw III , , ,188 Pertumbuhan 17.64% 7.33% 6.8% 5.% 11.1% 6.4% Sumber: Bank Indonesia 66

80 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

81 68 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

82 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan selama periode triwulan III-21. Meningkatnya aktivitas perekonomian pada beberapa sektor perekonomian utama di Jawa Barat, mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, terutama di sektor pertanian, seiring dengan masuknya musim panen, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran, terutama sebagai dampak meningkatnya aktivitas perdagangan besar di Jawa Barat. Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat diperkirakan masih relatif stabil. Walaupun terhadang oleh inflasi, yang sedikit memperlemah daya beli masyarakat, namun kesejahteraan diperkirakan masih cenderung meningkat. Hal ini diantaranya tercermin dari masih optimisnya Indeks Penghasilan masyarakat Jawa Barat, serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan III KETENAGAKERJAAN Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat Seiring dengan semakin bergeraknya aktivitas perekonomian, penyerapan tenaga kerja juga diperkirakan mengalami peningkatan. Kondisi ini salah satunya terindikasikan dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha di Jawa Barat. Dari survei tersebut, SBT tenaga kerja masih bernilai positif, yaitu sebesar 3,4, yang menunjukkan bahwa masih terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap di berbagai sektor perekonomian di Jawa Barat. Peningkatan serapan tenaga kerja terutama terjadi di sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat, yaitu sektor PHR, seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, khususnya pada subsektor perdagangan besar. Sementara itu, sektor lainnya yang juga mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja adalah sektor pertanian, yang merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar kedua di Jawa Barat, seiring dengan masuknya musim panen gadu di Jawa Barat. Grafik 6.1. Indikator Jumlah Karyawan SBT 6 1,6 4,75 4,2 1,76 2,3 4,76 2,68 2,18 4,34 3,36 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III -1,43-1, ,79-6, ,39 Total Sektor Pertanian PHR Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung 69

83 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Peluang untuk penyerapan tenaga kerja Jawa Barat juga datang dari luar negeri. Berdasarkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, terdapat kesempatan kerja sebanyak 7. tenaga kerja Jawa Barat di luar negeri. Permintaan tersebut datang, baik dari perwakilan penyalur tenaga kerja, maupun G to G (Government to Government). Permintaan tenaga kerja yang datang sebagian besar membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan spesifik, seperti perkapalan, konstruksi, perhotelan, dan lain-lain. Sementara itu, mayoritas permintaan tenaga kerja datang dari negara-negara di Timur Tengah, Singapura, Malaysia, serta Taiwan. Upaya penyediaan kebutuhan tenaga kerja tersebut masih mengalami hambatan, terutama dari sisi kemampuan bahasa serta keterampilan calon tenaga kerja. Untuk itu, pihak Disnakertrans Jabar terus berupaya untuk meningkatkan jumlah serta mengooptimalkan balai latihan kerja yang sudah ada. Dalam rangka terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja baru, Disnakertrans Jabar, dengan bekerjasama dengan LKS Tripartit, menyelenggarakan pelatihan gratis tata boga dan bazaar murah Ramadhan selama triwulan III-21. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan peluang usaha pada bulan Ramadhan yang cukup tinggi, yang memberikan kesempatan munculnya usaha-usaha yang bersifat sementara. Pelatihan tersebut juga memprioritaskan pada pemanfaatan bahan baku lokal. Oleh karena itu, disamping dapat meningkatkan kemandirian usaha, kegiatan juga bertujuan untuk membantu pengembangan dan kemajuan bahan baku lokal. Adapun acara tersebut diikuti oleh lebih dari 1. orang perempuan dari berbagai daerah di Jawa Barat. 2. KESEJAHTERAAN Tingkat kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat diperkirakan dalam kondisi yang relatif baik, dan dalam relatif stabil. Salah satu indikasinya adalah pergerakan Indeks Penghasilan Saat Ini serta Indeks Ekspektasi Penghasilan, yang mengalami pergerakan semakin meningkat, dari bulan Juli (awal triwulan III-21) hingga September 21 (akhir triwulan III-21). Walaupun demikian, secara ratarata kedua indeks tersebut mengalami sedikit perlambatan, yang disebabkan karena persepsi akan sedikit melemahnya daya beli masyarakat, karena Grafik 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan Penghasilan saat ini Ekspektasi penghasilan Garis 1 Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung tingginya inflasi pada periode tersebut. Namun demikian, kondisi kesejahteraan masih relatif baik, karena kedua indeks masih berada pada level optimis, yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini sebesar 14, sementara Indeks Ekspektasi Penghasilan bernilai 12. 7

84 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Sementara itu, walaupun dihadang rendahnya produksi padi akibat anomali iklim, kesejahteraan petani diperkirakan masih mengalami kenaikan selama triwulan III-21. Hal ini salah satunya tercermin dari naiknya rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP), dari 97,6 pada triwulan II-21 menjadi 99,8 pada triwulan III-21. Kenaikan NTP tersebut disebabkan karena peningkatan indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan indeks harga yang dibayarkan petani. Naiknya Grafik 6.3. Nilai Tukar Petani NTP (LHS) Indeks yang diterima petani (RHS) Indeks yang dibayar petani (RHS) Sumber: BPS Jawa Barat indeks harga yang dibayar petani diperkirakan berasal dari kenaikan harga jual beras, yang terjadi karena langkanya pasokan beras dari petani. Di sisi lain, naiknya indeks harga yang dibayar petani juga disebabkan terutama karena peningkatan harga bahan makanan, serta Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk, sebagai salah satu input produksi. Namun demikian, beberapa kelompok mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu kelompok perumahan, sandang, serta kesehatan. Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (27 = 1) No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Tw.I-9 Tw.II-9 Tw.III-9 Tw.IV-9 Tw.I-1 Tw.II-1 Tw.III-1 1 Indeks harga yang diterima petani 116,4 117,2 12,6 122,4 125,1 125,6 132,1 2 Indeks harga yang dibayar petani 12,2 121,8 123,4 124,9 127,3 128,8 132, Konsumsi Rumah Tangga 121,9 123,5 125,3 127, 129,6 131,1 135,3 - Bahan Makanan 123,3 122,8 124,7 126,7 13,1 132,4 139,8 - Makanan Jadi 117,1 119,8 121, 122,7 125,5 126,9 128,4 - Perumahan 132,3 138, 141, 141,9 143,6 143,7 145,1 - Sandang 114,9 118, 121,2 122,7 123,7 124,7 127,7 - Kesehatan 113,9 117,5 119, 121, 124, 126,2 127,4 - Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 112,9 116,5 118,3 119,2 12,1 121, 123, - Transportasi & Komunikasi 113,2 112,2 112,4 113, 113,8 113,7 113, Biaya Produksi & Penambahan Barang Modal 115,2 116,6 117,6 118,6 12,2 121,8 123,5 - Bibit 113,9 115,4 116,6 117,8 119,5 12,6 122,6 - Obat-obatan & Pupuk 111,6 112,1 112,5 113,4 115,3 119,7 122,4 - Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 112, 116,7 117,2 117,7 118,6 119,5 12,6 - Transportasi 114,1 113,8 113,7 115,7 116,6 116,5 116,9 - Penambahan Barang Modal 117,7 119,1 12,7 122,8 125,2 126,4 128,4 - Upah Buruh Tani 116,7 118,1 119,4 12,6 122, 122,9 124,2 3 Nilai tukar petani (NTP) 96,9 96,2 97,7 98, 98,3 97,6 99,8 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 71

85 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH BOKS 3 SURVEI KONDISI REMITANSI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) JAWA BARAT Pendahuluan Penerimaan devisa dari remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), merupakan inflow terbesar dalam kelompok Services, Income & Current Transfer Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Jumlah yang ada bahkan telah mencapai sepertiga inflow yang diperoleh dari penanaman modal asing (Foreign Direct Investment-FDI) dan melampaui utang luar negeri pemerintah (official aids). Inflow remitansi tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun seiring meningkatnya jumlah WNI yang bekerja di luar negeri. Sejak Januari 28 hingga September 29, jumlah penempatan TKI di luar negeri yang tercatat di BNP2TKI mencapai 37 ribu orang. Dari jumlah tersebut, persentase TKI yang berasal dari daerah Jawa Barat mencapai 26% atau sekitar 98 ribu orang. Dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai TKI asal daerah Jawa Barat dan nilai remitansi yang dihasilkannya tersebut telah dilakukan survei kondisi remitansi TKI Jawa Barat pada tahun 29. Survei dilakukan terhadap 535 (lima ratus tiga puluh lima) orang responden TKI, yang terdiri dari TKI aktif, TKI purna dan keluarga TKI penerima remitansi di daerah kantong-kantong TKI di Jawa Barat, yaitu Purwakarta, Subang, Majalengka, Bandung, Ciamis, Sukabumi, Cianjur, Karawang, Cirebon, dan Indramayu. Profil TKI Jawa Barat Berdasarkan tingkat pendidikannya, dapat terlihat bahwa sebagian besar responden TKI (58,52%) adalah lulusan Sekolah Dasar dan hanya,57% responden yang berpendidikan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas TKI sehingga hanya dapat diserap pada lapangan pekerjaan yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi seperti pembantu rumah tangga dan buruh industri. Grafik 1. Rata-rata Tingkat Pendidikan TKI SMP 22,73% SMA 18,18% Perguruan Tinggi,57% SD 58,52% Sebelum bekerja sebagai TKI, sebagian besar responden bekerja sebagai buruh/karyawan pabrik, petani, pekerja bangunan, pelayan toko dan pembantu rumah tangga dengan tingkat upah yang relatif rendah yaitu kurang dari Rp5., perbulan (57% responden) dan kurang dari Rp1.., per bulan (37% responden). Rendahnya tingkat upah yang diterima menjadi salah satu alasan utama responden bekerja sebagai TKI di luar negeri dengan harapan dapat memperoleh penghasilan yang lebih tinggi. Berdasarkan negara tempat bekerja, 57,9% responden bekerja di Arab Saudi dan 1,3% bekerja di negara Malaysia, sedangkan sisanya tersebar di negara-negara lain di Timur Tengah, seperti Kuwait (5,6%), Abu Dhabi (4,1%), dan Qatar (3%). Di sisi lain, mayoritas responden bekerja sebagai TKI untuk jangka waktu 2 s.d. 5 tahun. Hal ini dikarenakan responden cenderung beralih pekerjaan untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi ataupun beban kerja yang lebih ringan. 72

86 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Kondisi Remitansi TKI Jawa Barat Besarnya penghasilan yang diterima TKI sangat bervariatif tergantung pada standar negara tujuan dan jenis pekerjaan, 75% dari reponden menerima gaji sebesar Rp1 juta - Rp2 juta (sebagian besar bekerja di Timur Tengah dan Malaysia), 16% responden menerima gaji Rp2 3 juta, 7% responden menerima Rp3 5 juta dan hanya 2% responden menerima gaji diatas Rp5 juta (bekerja di negara Korea, Jepang, Hongkong dan Amerika). Grafik 1. Penghasilan TKI Aktif dan TKI Purna Rp2-3 juta 16% Rp3-5 juta 7% > Rp5 juta 2% Rp1-2 juta 75% Dari penghasilan yang diperoleh tersebut, sebanyak 62% responden mengirim uang secara rutin ke keluarganya di Indonesia sebanyak 3 hingga 6 kali dalam satu tahun. Jumlah uang yang dikirim cenderung lebih dari 5% jumlah gaji yang diterima dalam setahun. Uang yang dikirim ke Indonesia antara lain dimanfaatkan untuk biaya pendidikan anak, kebutuhan sehari-hari, biaya renovasi rumah, membayar hutang, ditabung, dan sebagai modal usaha. Sebagian besar TKI (47%) mengirimkan uang menggunakan jasa pengiriman uang cepat (seperti Western Union) dan dengan transfer menggunakan jasa perbankan (34%). Sedangkan responden lainnya menggunakan jasa Kantor Pos (4%) dan ada yang menitipkan pada temannya yang pulang ke Indonesia. Responden TKI saat ini lebih banyak menggunakan jasa agen pengiriman uang cepat seperti Western Union dikarenakan waktu pengiriman lebih singkat, jaringan yang semakin luas hingga ke pelosok daerah, prosedur yang mudah dalam pengiriman maupun pengambilan uang, serta keamanan yang terjamin. Khusus bagi TKI Purna, sebagian besar dari mereka saat ini tidak memiliki tabungan ketika sudah kembali ke Indonesia, karena penghasilan yang diperoleh sebagai TKI sudah terlebih dahulu dikirimkan dan hanya 36% responden yang masih memiliki penghasilan untuk dibawa ke Indonesia dengan jumlah uang rata-rata tidak lebih Rp5 juta. Uang tersebut antara lain disimpan dalam bentuk kas, tabungan di bank, dibelikan tanah maupun rumah, serta dijadikan modal usaha. Rekomendasi 1. Untuk meningkatkan taraf hidup TKI, dibutuhkan peningkatan ketrampilan bagi TKI sebelum TKI berangkat ke luar negeri. Peningkatan ketrampilan antara lain dapat dilakukan melalui pelatihan, sehingga TKI memiliki keahlian khusus sebagai nilai tambah. Selain itu, pelatihan mengenai kewirausahaan dan cara pengelolaan uang juga dibutuhkan bagi TKI Purna (TKI yang sudah kembali ke Indonesia) agar mereka dapat memanfaatkan penghasilan yang diperoleh sebagai TKI dengan sebaik mungkin. 2. Dibutuhkan sosialisasi khusus kepada TKI mengenai fasilitas perbankan dan jasa pengiriman uang, sehingga mereka dapat memanfaatkan jasa tersebut dengan sebaik mungkin di luar negeri. 3. Perbaikan Sistem Operating Procedure (SOP) pengiriman TKI untuk menekan beberapa permasalahan yang dihadapi TKI. 73

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-211 v KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan I-212 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-211 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-21 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2012 ini telah dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV 21 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III21 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III21 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan III 214 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI v vi KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III211 KANTOR BANK INDONESIA MATARAM Penerbit : BANK INDONESIA MATARAM Kelompok Kajian Statistik dan Survei Jl. Pejanggik No.2 Mataram Nusa

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I 200 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I200 KANTOR BANK INDONESIA MATARAM Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan II21 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan II21 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV tahun sebesar 5,18% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21% (yoy), namun masih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci