BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang didefinisikan sebagai fraksi pori dari keseluruhan batuan dan permeabilitas yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Akan tetapi biasanya nilai permeabilitas tidak dapat langsung diketahui dari pengukuran sederhana seperti porositas. Permeabilitas biasanya bergantung pada besaran-besaran fisis batuan lainnya, antara lain adalah tortuositas. Selain dari tortuositas, ada juga faktor besaran fisis lain yang dapat digunakan untuk estimasi permeabilitas, yaitu bilangan koordinasi atau percabangan pori pada suatu batuan [Fauzi et al., 1999]. Ketiga besaran tersebut dapat dilihat pada persamaan di bawah ini yang merupakan pendekatan untuk permeabilitas.(2.1) (2.2)
6 Dimana : k = permeabilitas ; Φ = porositas ; τ = tortuositas ; p c = ambang perkolasi ; z = bilangan koordinasi ; λ = kemungkinan perkolasi 2.1.1 Porositas Pada bidang petrofisika, porositas adalah besaran pertama yang dievaluasi, karena besaran ini dapat memberikan gambaran mengenai banyaknya kandungan hidrokarbon yang ada dalam reservoir tersebut dimana porositas total (Φ) didefinisikan sebagai fraksi atau persentase dari volume batuan yang dapat diisi oleh fluida (baik itu berupa cairan, gas ataupun hampa/void) terhadap volume batuan keseluruhan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Φ = V V total ( ) pori Vtotal Vmatriks ρ matriks total = V total V V m total.(2.3) Dimana : V pori = Volume pori pada batu ; V total = Volume total batu m = massa batu ; ρ matriks = densitas matriks 2.1.2 Tortuositas Tortuositas (τ) didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang suatu pori yang saling terhubung antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jalur yang dapat dialiri oleh fluida dari satu sisi ke sisi yang berseberangan (L ) dengan panjang dari sampel batuan tersebut (L).
7 Ilustrasi tentang pengertian tortuositas dapat dilihat pada Gambar 2.1 Lintasan yang berwarna hijau adalah lintasan fluida yang sesungguhnya (lintasan kompleks), sedangkan bagian yang berwarna abu-abu adalah bagian matriks batuan. Secara matematis, tortuositas dapat didefinisikan sebagai berikut [Palciauskas et al., 1994] : τ = L'.(2.4) L Gambar 2. 1 Tortuositas merupakan perbandingan antara lintasan kompleks pada batuan (L ) berbanding dengan panjang sampel (L). [Ariwibowo, 2006] Dari gambar 2.1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai tortuositas minimum adalah 1, yaitu ketika bentuk L merupakan garis lurus dimana L =L.
8 2.1.3 Bilangan Koordinasi Bilangan koordinasi (z) dari suatu batuan didefinisikan sebagai banyak percabangan pori yang terdapat pada suatu titik pori (node) dalam suatu batuan. Bilangan koordinasi rata-rata ( z ) dari suatu batuan dapat didefinisikan sebagai penjumlahan banyak percabangan dibagi dengan jumlah titik pori representatif (node) yang dihitung. Secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut : n zr r= z = 1 (2.5) n dimana : z r = Nilai bilangan koordinasi pada titik pori ke-r, n = Banyaknya jumlah titik pori representatif yang dihitung, z = Nilai bilangan koordinasi rata-rata dari sebuah model batuan. 2.2 Random Number Generator Permodelan yang dilakukan pada tugas akhir ini memanfaatkan fasilitas random number generator dengan karakteristik homogen yang tersedia pada program MATLAB. Oleh sebab itu, dengan cara menetapkan syarat batas tertentu pada random number generator, dapat diperoleh suatu model batuan baik 2 Dimensi maupun 3 Dimensi. Syarat batas yang digunakan untuk membuat suatu batuan adalah sebagai berikut :`
9 Untuk batuan 2 Dimensi : 0, pori M ( i, j) =...(2.6) 1, matriks i = elemen sampel pada sumbu i j = elemen sampel pada sumbu j Untuk batuan 3 Dimensi : 0, pori M ( i, j, k) =...(2.7) 1, matriks i = elemen sampel pada sumbu i j = elemen sampel pada sumbu j k = elemen sampel pada sumbu k Dengan menetapkan syarat diatas dan dengan memanfaatkan fasilitas random number generator yang ada, dapat diperoleh suatu model batuan dengan porositas tertentu. Informasi-informasi masukan (input) yang diperlukan adalah dimensi batuan (d) dan nilai porositas yang diinginkan dari model. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa karakteristik random number generator pada MATLAB bersifat homogen, berarti random number generator ini memiliki probabilitas yang sama untuk mengeluarkan nilai antara 0-1, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
10 0.5 Karakteristik Random Number Generator Pada MATLAB 0.4 Probabilitas 0.3 0.2 0.1 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Angka yang keluar Gambar 2.2 Karakteristik random number generator pada MATLAB. [Ariwibowo, 2006] Sebagai contoh, jika ingin dibuat batuan dengan porositas 0.2 atau 20%, dari Gambar 2.2, dapat dilihat bahwa peluang keluarnya angka yang memiliki nilai dibawah atau sama dengan 0.2 adalah 2 x 0.1 = 0.2. Maka cara yang dapat digunakan untuk membuat batuan dengan porositas yang diinginkan adalah dengan memberikan batas pada random number generator seperti berikut : input : pore = 0.2 A(i,j) = rand (generate random number) if A(i,j) pore A(i,j) = 0 else A(i,j) = 1 end if
11 Gambar 2.3 Pembatasan random number generator dengan nilai porositas tertentu. [Ariwibowo, 2006] Pembatasan random number generator antara 0-0.2 (bagian yang berwarna hitam pada Gambar 2.3) dimaksudkan agar apabila nilai yang dihasilkan berada dalam rentang tersebut, nilai tersebut langsung diubah menjadi 0 sedangkan apabila nilai yang dihasilkan dari random number generator berada di atas 0.2, maka nilainya akan dibuat menjadi 1. Sehingga diperoleh suatu kumpulan data yang memiliki 20% nilai 0 dan 80% nilai 1, atau batuan dengan porositas 20%. 2.3 Cellular Automata Cellular automata pertama kali diperkenalkan oleh John von Neumann dan Stainslaw Marcin Ulam (1948) yang muncul dengan nama cellular space sebagai idealisasi sistem biologi, yang bertujuan untuk memodelkan mekanisme self-reproduction biologi. Kemudian cellular automata
12 diaplikasikan dan diperkenalkan kembali dengan tujuan-tujuan yang lebih luas, dan dengan berbagai macam anma, seperti tesselation automata, homogenous structure, cellular structures, tesselation structures, dan iterative arrays. 2.3.1 Definisi Cellular Automata Cellular automata merupakan pemodelan matematika dari suatu sistem fisis dimana ruang dan waktu dari sistem tersebut dijadikan diskrit dan kuantitas fisisnya terdiri dari himpunan berhingga nilai-nilai diskrit. Sebuah cellular automata mengandung kisi reguler, dengan variabel diskrit untuk tiap sel. Gambar 2.4 Bentuk-bentuk dari model cellular automata. Ractangular, Triangular, dan Hexagonal [S Maerivoel, 2006] Keadaan suatu cellular automata sepenuhnya ditentukan oleh nilai dari variabel yang dimiliki oleh tiap sel. Cellular automata bekerja dengan tahapan waktu yang diskrit, dimana nilai variabel sel dipengaruhi juga oleh nilai variabel sel tetangganya di tahapan waktu sebelumnya. Tetangga dari sebuah sel adalah sel-sel yang berdekatan dengan sel itu sendiri.
13 Variabel tiap sel diperbaharui secara simultan, berdasarkan kepada nilai variabel yang dimiliki oleh sel tersebut dan tetangganya di tahapan waktu sebelumnya, menurut sekumpulan aturan lokal tertentu [Wolfram, 1983]. 2.3.2 Elemen Cellular Automata Seperti telah disebutkan di atas, cellular automata secara formal dipresentasikan oleh empat elemen utama yaitu : 2.3.2.1Kisi Fisik terluar suatu sistem cellular automata berlaku sebagai tempat dimana evolusi diterapkan dan proses komputasi dilakukan. Dalam lingkup bahasan cellular automata, tempat tersebut dinamakan kisi atau latis. Pada ruang kisi akan terdapat sel-sel diskrit. Sel merupakan elemen yang menyimpan informasi-informasi keadaan atau dengan kata lain, sel analog dengan memori. Bentuk dan ukuran seluruh sel dalam kisi yang normal harus seragam. Sel dalam kisi pada umumnya berbentuk persegi, tetapi sering direpresentasikan dengan titik (dot). Notasi d merupakan informasi tingkat dimensi kisi cellular automata. Berdasarkan dimensinya, kisi pada cellular automata dapat berbentuk: Satu dimensi (1D). Kisi satu dimensi merupakan kisi yang paling sederhana, dimana sel-sel akan tersusun dalam sebuah garis, layaknya untaian manik-manik. Cellular automata dengan kisi satu dimensi sering disebut elementary cellular automata (ECA).
14 Dua dimensi (2D). Pada cellular auomata dua dimensi, sel-selnya akan tersusun seperti grid. Simulasi yang terkenal yaitu, Game of Life, pertama kali menggunakan kisi dua dimensi. Tiga dimensi (3D). Penggunaan kisi tiga dimensi biasanya merupakan perluasan dari kisi dua dimensi, dengan maksud untuk lebih mendekati kondisi riil dari sebuah fenomena sebagai contoh adalah gerak partikel dalam sebuah kotak. 2.3.2.2 Keadaan Sel Meskipun bentuk dan ukuran sel dalam suatu kisi harus seragam, namun masing-masing sel dapat mempunyai keadaan yang berbeda-beda. Dalam cellular automata banyaknya keadaan-keadaan ini haruslah terbatas. Pada bentuk yang paling sederhana, keadaan sel akan terdiri atas dua buah keadaan (biner), yaitu 1 dan 0 atau ON dan OFF. Sedangkan untuk sistem yang lebih kompleks maka akan terdapat sejumlah keadaan sel. Pada gambar, ditunjukkan sebuah cellular automata dengan dua buah keadaan, yang direpresentasikan dengan warna hitam dan putih. Istilah keadaan berkaitan dengan sifat lokal dan mengacu kepada sel, sedangkan konfigurasi berkaitan dengan sifat global dan mengacu pada keseluruhan kisi.
15 2.3.2.3 Tetangga Untuk setiap sel didefinisikan sel-sel tetangganya. Tetangga merupakan sekumpulan sel-sel yang berada di sekitar suatu sel. Keadaan suatu sel tersebut akan bergantung dari keadaan sel tersebut dan sel-sel tetangganya. Parameter yang sering digunakan berkaitan dengan tetangga adalah radius r. Parameter ini menunjukkan jarak terjauh sel tetangga yang mempunyai pengaruh terhadap sebuah sel. 2.3.2.4 Aturan Transisi Pada tiap proses atau perpindahan, masing-masing sel akan dikenakan sebuah aturan yang akan menentukan keadaan sel di waktu berikutnya. Cellular automata akan berkembang dalam ruang dan waktu berdasarkan aturan seluruh sel dalam kisi ditentukan secara paralel. 2.4 Perkolasi (percolation) Proses perkolasi pertama kali dikembangkan untuk menggambarkan bagaimana percabangan kecil dari molekul-molekul bereaksi dan membentuk makromolekul yang sangat besar. Akan tetapi teori agaragarnya dibangun hanya untuk rangkaian jenis tertentu yang dinamakan kisi Bethe yang merupakan sebuah struktur percabangan tanpa ujung yang tidak memiliki loop-loop tetutup. Pada perkembangan selanjutnya, kajian mengenai perkolasi bermula dari konsep hipotesis perambatan partikel fluida yang melalui sebuah media
16 acak (random). Fluida dan mediumnya dipandang secara umum, dimana fluida bisa saja berupa liquid, asap, uap panas, arus listrik, penularan penyakit, tata surya, dan sebagainya. Mediumnya, tempat yang memuat fluida, dapat berupa rongga dari batuan, susunan pepohonan, atau alam semesta. Secara umum, perambatan fluida yang melalui medium yang tidak teratur melibatkan beberapa elemen acak, akan tetapi mekanisme mendasar dari proses ini adalah satu dari dua jenis tipe yang sangat berbeda. Untuk tipe pertama, keacakan berasal dari fluida: partikel fluida yang menentukan arah pergerakan fluida dalam medium. Sedangkan untuk tipe yang lain, keacakan berasal dari medium: medium menentukan jalan dari partikel fluidanya. Konsep inilah yang melatarbelakangi teminologi kata perkolasi (percolation). Proses perkolasi diputuskan sebagai namanya karena proses perambatan fluida melalui media acak (random medium) yang mirip dengan aliran kopi dalam percolator (penyaring kopi). Teori perkolasi dapat ditinjau dari 2 hal, yaitu ikatan dari jaringan (terbuka untuk dialiri atau untuk bereaksi, merupakan penghantar) yang tersusun secara acak dan terpisah satu sama lainnya dengan probabilitas p dan jaringan kekosongan (tertutup untuk dialiri atau tersumbat, merupakan penyekat) dengan probabilitas 1-p. jika p sangat kecil ukuran dari kelompok-kelompok rongga akan sangat kecil dan jarang sekali yang saling berhubungan. Akan tetapi jika p mendekat 1 maka kelompokkelompok pori seluruhannya akan berhubungan.
17 Pada nilai p, ada sebuah transisi dalam struktur jaringan acak dari jaringan yang tidak ditembus menjadi jaringan yang dapat ditembus, nilai ini disebut ambang perkolasi (p c ). Dengan kata lain ambang perkolasi adalah nilai porositas terkecil dari model batuan yang dapat ditemui jalur tembusnya. Gambar 2.5 Grafik probabilitas perkolasi P(p) terhadap perkolasi p. [Harry Kesten, 2006] 2.5 Koefisien Anisotropik Salah satu karakter batuan yang akan dikaji dalam tugas akhir ini adalah sifat keanisotropikannya. Media anisotropik adalah sebuah nilai perbandingan kemiripan atau kesamaan antara pola yang teramati pada 2 arah sumbu yang berbeda. Nilai perbandingan ini disebut koefisien anisotropik. Nilai ini didapat dengan membandingkan nilai yang khas dan representatif terhadap arah model batuan contohnya adalah tortuositas dari model batuan dengan arah tertentu. τ τ X A XZ = (2.8) Z
18 A YZ τ τ Y = (2.9) Z dimana : A XZ = Koefisien anisotropic arah X terhadap arah Z A YZ = Koefisien anisotropic arah Y terhadap arah Z τ X = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu X τ Y = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu Y τ Z = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu Z