BAB II TEORI DASAR. yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMBUATAN MODEL BATUAN DAN PERHITUNGAN BESARAN FISIS MODEL. 3.1 Pengujian Model dengan Menggunakan Metode Selular Automata

KAJIAN PERKOLASI, TORTUOSITAS, DAN BILANGAN KOORDINASI MODEL BATUAN POROSITAS RENDAH YANG DIBENTUK OLEH RANDOM NUMBER GENERATOR TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN. Proses simulasi dilakukan pada komputer dengan spesifikasi sebagai. - prosesor : Pentium Dual Core 2,66 Ghz,

BAB II TEORI DASAR. di bumi. Mineral biasa ditemukan dalam bentuk butiran yang diameternya

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. seperti timah, emas, tembaga, hingga uranium dapat ditambang di tanah

BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Pola dan Sifat Aliran Fluida dengan Pemodelan Fisis dan Metode Automata Gas Kisi

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan

PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 2 (2018), Hal ISSN :

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

BAB IV SIMULASI MONTE CARLO

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB 3 PEMBANGUNAN MODEL SIMULASI MONTE CARLO. Simulasi Monte Carlo merupakan salah satu metode simulasi sederhana yang

Minggu 13. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

Bab 10. MA2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.

BAB 2 LANDASAN TEORI

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI. Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem dan Model Pengertian sistem Pengertian model

BAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2.

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

Bab IV Analisis dan Diskusi

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

Rasa ingin tahu adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

PENGENALAN POLA BERBASIS CELLULAR AUTOMATA UNTUK SIMULASI BENTUK DAUN SISTEM SUBTITUSI MENGGUNAKAN WOLFRAM MATHEMATICA 7.0.

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

Gambar Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus (a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi 3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengantar Matematika. Diskrit. Bahan Kuliah IF2091 Struktur Diksrit RINALDI MUNIR INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengantar Matematika Diskrit

HUBUNGAN RENTANG UKURAN BUTIR TERHADAP BESARAN BATUAN

SIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN CELLULAR AUTOMATA

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Analisis Pengaruh Automatic Thresholding dalam Pemrosesan Citra Batupasir Berea

Matematika Diskrit. Rudi Susanto

PENGARUH DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN TERHADAP KOMPLEKSITAS ALIRAN FLUIDA PADA MODEL BATUAN BERPORI 3D

APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK

Data eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan

BAB 1. RANGKAIAN LISTRIK

matematis dari tegangan ( σ σ = F A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembangkitan Bilangan Acak dengan Memanfaatkan Fenomena Fisis

Bab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo

Penerapan Algoritma Runut-Balik (Backtracking) pada Permainan Nurikabe

BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS. berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab 11 Agent-Based Model. MA 2151 Simulasi dan Komputasi Matematika

Penggunaan Peluang dan Graf dalam Merancang Digital Game

Energi ini tersimpan dalam batuan magma yang terdapat di bawah permukaan. bumi dan memiliki fluida di dalamnya. Aktivitas panas bumi ditandai dengan

FI-2283 PEMROGRAMAN DAN SIMULASI FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. satu tempat ke tempat yang lain. Sistem transportasi yang andal merupakan sarana

SIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN CELLULAR AUTOMATA

TENTANG UTS. Penentuan Cadangan, hal. 1

SIMULASI TUMBUKAN PARTIKEL GAS IDEAL DENGAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DUA DIMENSI

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra

Teori Bahasa dan Otomata

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

Pengantar Automata Seluler

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Contoh-contoh graf

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ALGORITMA ANT DISPERSION ROUTING (ADR)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

BAB II LANDASAN TEORI

PENGENDALIAN OPTIMAL PADA SISTEM STEAM DRUM BOILER MENGGUNAKAN METODE LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) Oleh : Ika Evi Anggraeni

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

BAB III ANALISIS, ALGORITMA, DAN CONTOH PENERAPAN

BAB II MASALAH DAN RUANG MASALAH. Gambar 2.1 sistem yang menggunakan kecerdasan buatan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab II Tinjauan Pustaka

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. menjadi pusat perhatian untuk dikaji baik untuk menghindari bahayanya,

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

1. "Ia mempunyai hobi bermain dengan pesawat model " (Benda kecil dengan sifat seperti sesungguhnya)

Bab IV Simulasi dan Pembahasan

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR 2.1 Besaran-besaran Fisis Batuan Sifat fisis struktur makro dari batuan dipengaruhi oleh bentuk struktur mikro batuan tersebut [Palciauskas et al., 1994]. Dua buah besaran fisis yang cukup banyak mendapatkan perhatian adalah porositas yang didefinisikan sebagai fraksi pori dari keseluruhan batuan dan permeabilitas yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Akan tetapi biasanya nilai permeabilitas tidak dapat langsung diketahui dari pengukuran sederhana seperti porositas. Permeabilitas biasanya bergantung pada besaran-besaran fisis batuan lainnya, antara lain adalah tortuositas. Selain dari tortuositas, ada juga faktor besaran fisis lain yang dapat digunakan untuk estimasi permeabilitas, yaitu bilangan koordinasi atau percabangan pori pada suatu batuan [Fauzi et al., 1999]. Ketiga besaran tersebut dapat dilihat pada persamaan di bawah ini yang merupakan pendekatan untuk permeabilitas.(2.1) (2.2)

6 Dimana : k = permeabilitas ; Φ = porositas ; τ = tortuositas ; p c = ambang perkolasi ; z = bilangan koordinasi ; λ = kemungkinan perkolasi 2.1.1 Porositas Pada bidang petrofisika, porositas adalah besaran pertama yang dievaluasi, karena besaran ini dapat memberikan gambaran mengenai banyaknya kandungan hidrokarbon yang ada dalam reservoir tersebut dimana porositas total (Φ) didefinisikan sebagai fraksi atau persentase dari volume batuan yang dapat diisi oleh fluida (baik itu berupa cairan, gas ataupun hampa/void) terhadap volume batuan keseluruhan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Φ = V V total ( ) pori Vtotal Vmatriks ρ matriks total = V total V V m total.(2.3) Dimana : V pori = Volume pori pada batu ; V total = Volume total batu m = massa batu ; ρ matriks = densitas matriks 2.1.2 Tortuositas Tortuositas (τ) didefinisikan sebagai perbandingan antara panjang suatu pori yang saling terhubung antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jalur yang dapat dialiri oleh fluida dari satu sisi ke sisi yang berseberangan (L ) dengan panjang dari sampel batuan tersebut (L).

7 Ilustrasi tentang pengertian tortuositas dapat dilihat pada Gambar 2.1 Lintasan yang berwarna hijau adalah lintasan fluida yang sesungguhnya (lintasan kompleks), sedangkan bagian yang berwarna abu-abu adalah bagian matriks batuan. Secara matematis, tortuositas dapat didefinisikan sebagai berikut [Palciauskas et al., 1994] : τ = L'.(2.4) L Gambar 2. 1 Tortuositas merupakan perbandingan antara lintasan kompleks pada batuan (L ) berbanding dengan panjang sampel (L). [Ariwibowo, 2006] Dari gambar 2.1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai tortuositas minimum adalah 1, yaitu ketika bentuk L merupakan garis lurus dimana L =L.

8 2.1.3 Bilangan Koordinasi Bilangan koordinasi (z) dari suatu batuan didefinisikan sebagai banyak percabangan pori yang terdapat pada suatu titik pori (node) dalam suatu batuan. Bilangan koordinasi rata-rata ( z ) dari suatu batuan dapat didefinisikan sebagai penjumlahan banyak percabangan dibagi dengan jumlah titik pori representatif (node) yang dihitung. Secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut : n zr r= z = 1 (2.5) n dimana : z r = Nilai bilangan koordinasi pada titik pori ke-r, n = Banyaknya jumlah titik pori representatif yang dihitung, z = Nilai bilangan koordinasi rata-rata dari sebuah model batuan. 2.2 Random Number Generator Permodelan yang dilakukan pada tugas akhir ini memanfaatkan fasilitas random number generator dengan karakteristik homogen yang tersedia pada program MATLAB. Oleh sebab itu, dengan cara menetapkan syarat batas tertentu pada random number generator, dapat diperoleh suatu model batuan baik 2 Dimensi maupun 3 Dimensi. Syarat batas yang digunakan untuk membuat suatu batuan adalah sebagai berikut :`

9 Untuk batuan 2 Dimensi : 0, pori M ( i, j) =...(2.6) 1, matriks i = elemen sampel pada sumbu i j = elemen sampel pada sumbu j Untuk batuan 3 Dimensi : 0, pori M ( i, j, k) =...(2.7) 1, matriks i = elemen sampel pada sumbu i j = elemen sampel pada sumbu j k = elemen sampel pada sumbu k Dengan menetapkan syarat diatas dan dengan memanfaatkan fasilitas random number generator yang ada, dapat diperoleh suatu model batuan dengan porositas tertentu. Informasi-informasi masukan (input) yang diperlukan adalah dimensi batuan (d) dan nilai porositas yang diinginkan dari model. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa karakteristik random number generator pada MATLAB bersifat homogen, berarti random number generator ini memiliki probabilitas yang sama untuk mengeluarkan nilai antara 0-1, dapat dilihat pada Gambar 2.2.

10 0.5 Karakteristik Random Number Generator Pada MATLAB 0.4 Probabilitas 0.3 0.2 0.1 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Angka yang keluar Gambar 2.2 Karakteristik random number generator pada MATLAB. [Ariwibowo, 2006] Sebagai contoh, jika ingin dibuat batuan dengan porositas 0.2 atau 20%, dari Gambar 2.2, dapat dilihat bahwa peluang keluarnya angka yang memiliki nilai dibawah atau sama dengan 0.2 adalah 2 x 0.1 = 0.2. Maka cara yang dapat digunakan untuk membuat batuan dengan porositas yang diinginkan adalah dengan memberikan batas pada random number generator seperti berikut : input : pore = 0.2 A(i,j) = rand (generate random number) if A(i,j) pore A(i,j) = 0 else A(i,j) = 1 end if

11 Gambar 2.3 Pembatasan random number generator dengan nilai porositas tertentu. [Ariwibowo, 2006] Pembatasan random number generator antara 0-0.2 (bagian yang berwarna hitam pada Gambar 2.3) dimaksudkan agar apabila nilai yang dihasilkan berada dalam rentang tersebut, nilai tersebut langsung diubah menjadi 0 sedangkan apabila nilai yang dihasilkan dari random number generator berada di atas 0.2, maka nilainya akan dibuat menjadi 1. Sehingga diperoleh suatu kumpulan data yang memiliki 20% nilai 0 dan 80% nilai 1, atau batuan dengan porositas 20%. 2.3 Cellular Automata Cellular automata pertama kali diperkenalkan oleh John von Neumann dan Stainslaw Marcin Ulam (1948) yang muncul dengan nama cellular space sebagai idealisasi sistem biologi, yang bertujuan untuk memodelkan mekanisme self-reproduction biologi. Kemudian cellular automata

12 diaplikasikan dan diperkenalkan kembali dengan tujuan-tujuan yang lebih luas, dan dengan berbagai macam anma, seperti tesselation automata, homogenous structure, cellular structures, tesselation structures, dan iterative arrays. 2.3.1 Definisi Cellular Automata Cellular automata merupakan pemodelan matematika dari suatu sistem fisis dimana ruang dan waktu dari sistem tersebut dijadikan diskrit dan kuantitas fisisnya terdiri dari himpunan berhingga nilai-nilai diskrit. Sebuah cellular automata mengandung kisi reguler, dengan variabel diskrit untuk tiap sel. Gambar 2.4 Bentuk-bentuk dari model cellular automata. Ractangular, Triangular, dan Hexagonal [S Maerivoel, 2006] Keadaan suatu cellular automata sepenuhnya ditentukan oleh nilai dari variabel yang dimiliki oleh tiap sel. Cellular automata bekerja dengan tahapan waktu yang diskrit, dimana nilai variabel sel dipengaruhi juga oleh nilai variabel sel tetangganya di tahapan waktu sebelumnya. Tetangga dari sebuah sel adalah sel-sel yang berdekatan dengan sel itu sendiri.

13 Variabel tiap sel diperbaharui secara simultan, berdasarkan kepada nilai variabel yang dimiliki oleh sel tersebut dan tetangganya di tahapan waktu sebelumnya, menurut sekumpulan aturan lokal tertentu [Wolfram, 1983]. 2.3.2 Elemen Cellular Automata Seperti telah disebutkan di atas, cellular automata secara formal dipresentasikan oleh empat elemen utama yaitu : 2.3.2.1Kisi Fisik terluar suatu sistem cellular automata berlaku sebagai tempat dimana evolusi diterapkan dan proses komputasi dilakukan. Dalam lingkup bahasan cellular automata, tempat tersebut dinamakan kisi atau latis. Pada ruang kisi akan terdapat sel-sel diskrit. Sel merupakan elemen yang menyimpan informasi-informasi keadaan atau dengan kata lain, sel analog dengan memori. Bentuk dan ukuran seluruh sel dalam kisi yang normal harus seragam. Sel dalam kisi pada umumnya berbentuk persegi, tetapi sering direpresentasikan dengan titik (dot). Notasi d merupakan informasi tingkat dimensi kisi cellular automata. Berdasarkan dimensinya, kisi pada cellular automata dapat berbentuk: Satu dimensi (1D). Kisi satu dimensi merupakan kisi yang paling sederhana, dimana sel-sel akan tersusun dalam sebuah garis, layaknya untaian manik-manik. Cellular automata dengan kisi satu dimensi sering disebut elementary cellular automata (ECA).

14 Dua dimensi (2D). Pada cellular auomata dua dimensi, sel-selnya akan tersusun seperti grid. Simulasi yang terkenal yaitu, Game of Life, pertama kali menggunakan kisi dua dimensi. Tiga dimensi (3D). Penggunaan kisi tiga dimensi biasanya merupakan perluasan dari kisi dua dimensi, dengan maksud untuk lebih mendekati kondisi riil dari sebuah fenomena sebagai contoh adalah gerak partikel dalam sebuah kotak. 2.3.2.2 Keadaan Sel Meskipun bentuk dan ukuran sel dalam suatu kisi harus seragam, namun masing-masing sel dapat mempunyai keadaan yang berbeda-beda. Dalam cellular automata banyaknya keadaan-keadaan ini haruslah terbatas. Pada bentuk yang paling sederhana, keadaan sel akan terdiri atas dua buah keadaan (biner), yaitu 1 dan 0 atau ON dan OFF. Sedangkan untuk sistem yang lebih kompleks maka akan terdapat sejumlah keadaan sel. Pada gambar, ditunjukkan sebuah cellular automata dengan dua buah keadaan, yang direpresentasikan dengan warna hitam dan putih. Istilah keadaan berkaitan dengan sifat lokal dan mengacu kepada sel, sedangkan konfigurasi berkaitan dengan sifat global dan mengacu pada keseluruhan kisi.

15 2.3.2.3 Tetangga Untuk setiap sel didefinisikan sel-sel tetangganya. Tetangga merupakan sekumpulan sel-sel yang berada di sekitar suatu sel. Keadaan suatu sel tersebut akan bergantung dari keadaan sel tersebut dan sel-sel tetangganya. Parameter yang sering digunakan berkaitan dengan tetangga adalah radius r. Parameter ini menunjukkan jarak terjauh sel tetangga yang mempunyai pengaruh terhadap sebuah sel. 2.3.2.4 Aturan Transisi Pada tiap proses atau perpindahan, masing-masing sel akan dikenakan sebuah aturan yang akan menentukan keadaan sel di waktu berikutnya. Cellular automata akan berkembang dalam ruang dan waktu berdasarkan aturan seluruh sel dalam kisi ditentukan secara paralel. 2.4 Perkolasi (percolation) Proses perkolasi pertama kali dikembangkan untuk menggambarkan bagaimana percabangan kecil dari molekul-molekul bereaksi dan membentuk makromolekul yang sangat besar. Akan tetapi teori agaragarnya dibangun hanya untuk rangkaian jenis tertentu yang dinamakan kisi Bethe yang merupakan sebuah struktur percabangan tanpa ujung yang tidak memiliki loop-loop tetutup. Pada perkembangan selanjutnya, kajian mengenai perkolasi bermula dari konsep hipotesis perambatan partikel fluida yang melalui sebuah media

16 acak (random). Fluida dan mediumnya dipandang secara umum, dimana fluida bisa saja berupa liquid, asap, uap panas, arus listrik, penularan penyakit, tata surya, dan sebagainya. Mediumnya, tempat yang memuat fluida, dapat berupa rongga dari batuan, susunan pepohonan, atau alam semesta. Secara umum, perambatan fluida yang melalui medium yang tidak teratur melibatkan beberapa elemen acak, akan tetapi mekanisme mendasar dari proses ini adalah satu dari dua jenis tipe yang sangat berbeda. Untuk tipe pertama, keacakan berasal dari fluida: partikel fluida yang menentukan arah pergerakan fluida dalam medium. Sedangkan untuk tipe yang lain, keacakan berasal dari medium: medium menentukan jalan dari partikel fluidanya. Konsep inilah yang melatarbelakangi teminologi kata perkolasi (percolation). Proses perkolasi diputuskan sebagai namanya karena proses perambatan fluida melalui media acak (random medium) yang mirip dengan aliran kopi dalam percolator (penyaring kopi). Teori perkolasi dapat ditinjau dari 2 hal, yaitu ikatan dari jaringan (terbuka untuk dialiri atau untuk bereaksi, merupakan penghantar) yang tersusun secara acak dan terpisah satu sama lainnya dengan probabilitas p dan jaringan kekosongan (tertutup untuk dialiri atau tersumbat, merupakan penyekat) dengan probabilitas 1-p. jika p sangat kecil ukuran dari kelompok-kelompok rongga akan sangat kecil dan jarang sekali yang saling berhubungan. Akan tetapi jika p mendekat 1 maka kelompokkelompok pori seluruhannya akan berhubungan.

17 Pada nilai p, ada sebuah transisi dalam struktur jaringan acak dari jaringan yang tidak ditembus menjadi jaringan yang dapat ditembus, nilai ini disebut ambang perkolasi (p c ). Dengan kata lain ambang perkolasi adalah nilai porositas terkecil dari model batuan yang dapat ditemui jalur tembusnya. Gambar 2.5 Grafik probabilitas perkolasi P(p) terhadap perkolasi p. [Harry Kesten, 2006] 2.5 Koefisien Anisotropik Salah satu karakter batuan yang akan dikaji dalam tugas akhir ini adalah sifat keanisotropikannya. Media anisotropik adalah sebuah nilai perbandingan kemiripan atau kesamaan antara pola yang teramati pada 2 arah sumbu yang berbeda. Nilai perbandingan ini disebut koefisien anisotropik. Nilai ini didapat dengan membandingkan nilai yang khas dan representatif terhadap arah model batuan contohnya adalah tortuositas dari model batuan dengan arah tertentu. τ τ X A XZ = (2.8) Z

18 A YZ τ τ Y = (2.9) Z dimana : A XZ = Koefisien anisotropic arah X terhadap arah Z A YZ = Koefisien anisotropic arah Y terhadap arah Z τ X = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu X τ Y = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu Y τ Z = Tortuositas rata-rata model batuan arah sumbu Z