Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 3, nilai rata-rata dan hasil

dokumen-dokumen yang mirip
5.1 Total Bakteri Probiotik

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

LOGO BAKING TITIS SARI

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini


HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR LAMPIRAN. viii

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya. jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan

PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 3, nilai rata-rata dan hasil uji kadar air biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Air Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Air Kedelai Hitam (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 2,34 a B (20%) 2,93 a C (25%) 2,30 a Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 9, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar air. Hal ini disebabkan karena bahan baku, proses pembuatan, pengkondisian, serta adonan dipanggang dengan waktu dan suhu yang sama untuk semua perlakuan. Sumber air pada pembuatan biskuit sinbiotik ini berasal dari tepung komposit, telur, gula dan air yang ditambahkan. Pada proses pemanggangan biskuit, terjadi penyerapan air oleh pati yang terkandung dalam tepung bonggol pisang batu, tepung ubi jalar dan tepung kedelai hitam sehingga menyebabkan pengembangan granula pati. Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam 42

43 granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin (Muchtadi dkk., 1988 dikutip Jasmin, 2010). Granula-granula pati tersebut jika terus dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya akan pecah sehingga molekul-molekul air yang terdapat di sekitar granula-granula pati yang pecah tersebut akan menguap menyebabkan biskuit setelah proses pemanggangan memiliki kadar air yang lebih rendah. Kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran, dan penerimaan konsumen (Winarno, 2008). Nilai kadar air yang terlalu rendah menyebabkan biskuit akan memiliki rasa gosong dan warnanya akan terlalu gelap (Manley, 2000). Selain itu jika kadar air biskuit rendah mengakibatkan produk biskuit akan memiliki umur simpan yang lebih lama dan tahan terhadap kerusakan terutama kerusakan mikrobiologis. Air dalam bentuk bebas dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan bahan makanan, diantaranya proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatik sehingga umur simpan lebih pendek. Kadar air biskuit sinbiotik yang tinggi dapat mengakibatkan produk biskuit sinbiotik rentan terhadap kerusakan mikroorganisme karena mikroorganisme tumbuh cepat pada bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi (Sudarmadji, et al., 1989). Struktur biskuit tidak akan renyah dan perubahan flavour selama penyimpanan akan lebih cepat (Manley, 2000). Kadar air biskuit sinbiotik yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 2,30% - 2,93%. Menurut syarat mutu biskuit berdasarkan BSN 01-2973- 1992, kadar air biskuit maksimal 5%, sehingga biskuit sinbiotik yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi kadar air yang sesuai dengan standar SNI.

44 5.2 Kadar Abu Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 4, nilai rata-rata dan hasil uji kadar abu biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Abu Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Abu Kedelai Hitam (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 3.32 a B (20%) 3.15 a C (25%) 3.32 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu, hal ini disebabkan karena bahan baku, proses pembuatan, pengkondisian, serta adonan dipanggang dengan waktu dan suhu yang sama untuk semua perlakuan. Biskuit sinbiotik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar abu yang cukup tinggi yaitu diatas 3%. Tingginya kadar abu dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral pada bahan-bahan untuk membuat biskuit sinbiotik antara lain tepung bonggol pisang batu, ubi jalar, kedelai hitam, telur, susu full cream, garam, tepung gula, bahan pengembang, maupun minyak nabati. Kadar abu yang tinggi dalam biskuit sinbiotik berbasis tepung komposit merupakan suatu nilai tambah karena dapat

45 meningkatkan kandungan mineral biskuit sinbiotik. Kadar abu dalam biskuit sinbiotik yang dihasilkan menunjukkan kandungan mineral total yang diperoleh dari campuran tepung komposit dan penambahan bahan lain yang digunakan. Mineral yang terkandung dalam biskuit merupakan mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan, menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh makanan tersebut akan tetapi kadar abu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan daya tahan adonan terhadap pengembangan (Sulaswatty, 2001). Nilai kadar abu biskuit hasil analisis adalah 3,15% - 3,32%. Jumlah kadar abu hasil analisis belum memenuhi standar SNI yang ditetapkan oleh BSN (1992) yaitu maksimum 1,6%. Walaupun begitu kandungan kadar abu biskuit komersial berkisar antara 0,5% - 4,3% (Passos et al., 2013 dikutip Arifin, 2017). 5.3 Kadar Protein Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 5, nilai rata-rata dan hasil uji kadar protein biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Protein Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Kedelai Hitam Protein (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 8,84 b B (20%) 10,81 a C (25%) 11,75 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan

46 Berdasarkan Tabel 11, menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan C, sedangkan perlakuan B dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung kedelai hitam dengan interval 5% memberikan perbedaan yang cukup signifikan pada setiap perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi kedelai hitam maka semakin tinggi pula nilai kadar protein, dimana kadar protein yang terdapat pada tepung kedelai hitam sebesar 35,9% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2004). Selain itu, protein yang terdapat pada biskuit ini dapat berasal dari tepung komposit yang memiliki kandungan protein sebesar 13,37% bk, susu full krim, susu skim yang terdapat dalam mikrokapsul bakteri L. acidophilus, kuning telur yang mengandung 16,3% protein (Departemen Pertanian, 2005). Namun pengaruh dari bahan-bahan tersebut tidak memberikan perbedaan antara perlakuannya karena jumlah yang digunakan dalam proporsi yang sama. Nilai kadar protein biskuit sinbiotik dengan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi telah memenuhi standar yang mengacu pada BSN 01-2973-1992 dimana nilai kadar protein biskuit sinbiotik berkisar 8,84% - 11,75%, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar. 5.4 Kadar Lemak Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 6, nilai rata-rata dan hasil uji kadar lemak biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung

47 komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Lemak Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Kedelai Hitam Lemak (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 27,02 a B (20%) 27,63 a C (25%) 28,08 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 12, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar lemak, hal ini disebabkan karena tepung bonggol pisang batu tidak mengandung lemak dan tepung ubi jalar hanya mengandung sedikit lemak yaitu sekitar 0,45% (Anwar dkk., 1993 dikutip Jasmin, 2010). Sedangkan tepung kedelai hitam mengandung 20,6% kadar lemak (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2004). Biskuit sinbiotik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar lemak yang cukup tinggi yaitu diatas 27%. Kadar lemak yang cukup tinggi ini berasal dari minyak nabati yang digunakan, penambahan kuning telur, dan susu full krim pada adonan. Kuning telur mengandung kadar lemak sebesar 31,9% yang terdiri dari senyawa trigliserida, fosfolipid dan kolesterol (Departemen Pertanian, 2005). Susu full krim merupakan susu yang memiliki lemak utuh sebesar 30%, lemak yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi tekstur biskuit menjadi lebih lembut dan menutupi rasa tepung bonggol pisang yang sepat.

48 Penambahan lemak memengaruhi pengkerutan dan keempukkan terhadap produk yang dipanggang, dan juga sebagai pencegahan pengembangan protein berlebihan selama pembuatan adonan kue kering (Desroiser, 1998). Lemak yang mencair berkumpul di sekeliling dinding sel dari struktur yang terkoagulasi sehingga memberikan tekstur yang lembut dan berminyak (Sultan, 2000). Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein, karena satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram (Winarno, 2002). Kandungan lemak pada biskuit hasil analisis berkisar antara 27,02% - 28,08% sehingga sudah memenuhi standar kadar lemak biskuit yang ditetapkan oleh BSN yaitu minimal 9,5%. 5.5 Kadar Karbohidrat Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 7, nilai rata-rata dan hasil uji kadar karbohidrat biskuit sinbiotik dengan perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kadar Karbohidrat Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-rata Kadar Kedelai Hitam Karbohidrat (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 58,48 a B (20%) 55,49 a C (25%) 54,55 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan

49 Berdasarkan Tabel 13, menunjukkan bawha perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kadar karbohidrat, hal ini karena cara perhitungan karbohidrat pada penelitian ini tidak dilakukan secara analisis melainkan dengan cara perhitungan kasar atau sering disebut metode carbohydrate by difference, sehingga hasilnya dipengaruhi oleh besarnya kadar air, abu, protein dan lemak pada setiap perlakuan. Sehingga semakin tinggi kadar protein dan kadar lemak dalam biskuit sinbiotik menyebabkan kadar karbohidrat menjadi menurun. Sumber karbohidrat dari biskuit berasal dari tepung komposit, kuning telur dan gula tepung yang ditambahkan. Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya warna, rasa, tekstur dan lainlain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1997). Menurut BSN 01-2973-1992 kadar karbohidrat dalam biskuit minimal 70%. Kadar karbohidrat pada biskuit sinbiotik yang dianalisis berkisar antara 54,55% - 58,48%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit sinbiotik ini belum memenuhi standar SNI. 5.6 Total Bakteri Asam Laktat Berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 8, nilai rata-rata dan hasil uji total bakteri L. acidophillus pada biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) dengan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi disajikan pada Tabel 14.

50 Tabel 14. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Total Bakteri Probiotik Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam Rata-rata Total Bakteri Asam Laktat (Log Hasil Uji Statistik CFU/g) A (15%) 8,3 a B (20%) 9,0 a C (25%) 9,3 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian total bakteri asam laktat, hal ini disebabkan karena bakteri L. acidophilus yang ditambahkan dalam adonan biskuit sinbiotik berbentuk mikrokapsul (bubuk) yang berarti aktivitas metabolisme sel bakteri dalam keadaan dorman, sehingga belum terjadi pertumbuhan dari bakteri probiotik tersebut (Sumanti, 2017). Total probiotik pada produk biskuit sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi bakteri L. acidophilus, suhu pemasakan, suhu pemanggangan, ketersediaan air (aw) dan nutrisi. Proses pemanggangan menggunakan oven vakum dengan suhu 40 C±2 C selama 4-7 jam dengan tekanan 25 inhg merupakan proses inkubasi bakteri yang merupakan suhu optimum pada bakteri probiotik tersebut. Menurut Fardiaz (1992), suhu mempengaruhi kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme. Semakin tingginya suhu maksimum yang diberikan, maka kecepatan pertumbuhan akan menurun. Pertumbuhan bakteri asam laktat pada setiap perlakuan tidak menghasilkan perbedaan jumlah total bakteri yang jauh satu sama lain yakni berkisar antara 8,3 9,3 log CFU/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada biskuit sinbiotik ini memiliki

51 karakteristik mikrobiologis yang baik dan telah sesuai dengan Standar Nasional, dimana suatu produk dapat dikatakan sebagai produk probiotik apabila mengandung bakteri probiotik minimal 10 7 cfu/g produk atau 10 9 sel bakteri per takaran saji dari produk yang dijual dan dapat menghasilkan 10 6 10 8 sel/g feses. 5.7 Karakteristik Organoleptik Biskuit Sinbiotik 5.7.1 Kesukaan Terhadap Warna Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap warna biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan warna biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Warna Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Kesukaan Warna Kedelai Hitam Biskuit Sinbiotik Hasil Uji Statistik A (15%) 3,62 a B (20%) 3,85 a C (25%) 2,77 b Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan Berdasarkan Tabel 15, menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata dengan perlakuan C, sedangkan perlakuan A dan B tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kesukaan warna biskuit sinbiotik. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi tepung kedelai

52 hitam yang digunakan dalam pembuatan biskuit sinbiotik menghasilkan warna yang semakin cokelat cerah. A B C Gambar 7. Warna Biskuit Sinbiotik Perlakuan A (15%), B (20%) dan C (25%) Penyebab warna coklat lainnya diduga terjadi dari hasil reaksi Maillard akibat kandungan protein dalam tepung kedelai atau susu skim dan gula tepung yang saling bereaksi serta proses pemanggangan, dimana terjadi reaksi Maillard yang dapat menyebabkan pencoklatan. Reaksi Maillard adalah reaksi antara asam amino dari protein dengan gula pereduksi yang menghasilkan senyawa yang berwarna, dimana warna gelap tersebut akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pemanggangan (McWilliams, 2008). Warna biskuit yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses pemanggangan sehingga terjadi perubahan pada kulit dan remah biskuit. Reaksi ini terjadi karena reaksi pencoklatan (browning). Perubahan warna inilah yang sangat berperan dalam menentukan warna akhir produk biskuit. Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap warna biskuit berkisar antara 2,77 3,85 yang menunjukkan bahwa panelis agak suka sampai suka, terutama pada

53 perlakuan B dengan warna coklat yang lebih disukai panelis. Berdasarkan penilaian di atas, panelis masih dapat menerima semua warna biskuit untuk setiap perlakuan. 5.7.2 Kesukaan Terhadap Rasa Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan rasa biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Rasa Biskuit Sinbiotik Konsentrasi Tepung Rata-Rata Kesukaan Kedelai Hitam Rasa Hasil Uji Statistik A (15%) 3,60 a B (20%) 3,63 a C (25%) 3,38 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 16, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kesukaan rasa biskuit sinbiotik. Hal ini disebabkan karena dalam pembuatan biskuit ini formulasi bahan pendukung seperti minyak nabati, susu full krim, gula tepung, kuning telur dan garam ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga efek rasa yang dihasilkan akan relatif sama. Rasa ditentukan oleh komponen-komponen pembuatan biskuit serta perubahan selama proses.

54 Biskuit sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar dan tepung kedelai memiliki rasa manis, lezat dan gurih. Rasa yang dihasilkan ini disebabkan oleh rasa dari bahan baku yang digunakan yaitu tepung komposit serta dari bahan pendukung (gula tepung berfungsi sebagai pemberi rasa manis, minyak nabati sebagai shortening yang memberikan rasa lezat dan meningkatkan nilai gizi, garam, kuning telur dan susu bubuk full krim yang menghasilkan rasa yang gurih dengan flavor yang khas). Menurut Winarno (2002), penyebab terjadinya peningkatan rasa enak dari suatu produk pangan ditentukan oleh besarnya protein dan lemak dalam produk tersebut. Hal ini didukung oleh Sudarmadji, dkk. (1997) yang menyatakan bahwa kandungan protein dari suatu bahan makanan akan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa. Rasa merupakan rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan dan yang dirasakan oleh indera pengecap. Rasa merupakan salah satu penentu kualitas suatu produk pangan. Rasa yang baik dapat diterima di masyarakat dan bertahan di pasaran dalam waktu yang cukup lama. Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap rasa biskuit berkisar antara 3,38 3,63 yang menunjukkan bahwa panelis agak suka sampai suka, terutama pada perlakuan B dengan rasa yang lebih disukai panelis. Berdasarkan penilaian di atas, panelis masih dapat menerima semua rasa biskuit untuk setiap perlakuan. 5.7.3 Kesukaan Terhadap Aroma Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan

55 biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap aroma biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan aroma biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Aroma Biskuit Sinbiotik Perlakuan Penambahan Rata-Rata Kesukaan Tepung Kedelai Hitam Aroma Hasil Uji Statistik A (15%) 3,73 a B (20%) 3,48 a C (25%) 3,54 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 17, menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil pengujian kesukaan aroma biskuit sinbiotik. Biskuit yang dihasilkan memiliki aroma harum khas baking. Aroma pada biskuit sinbiotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aroma bahan dasar yaitu tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar dan tepung kedelai hitam serta aroma yang timbul akibat proses pemanggangan. Pada saat pemanggangan, margarin akan meleleh dan menghasilkan aroma yang harum khas baking (Winarno, 2002). Rata-rata tingkat kesukaan aroma biskuit sinbiotik berkisar antara 3,48 3,77 yang menunjukkan bahwa panelis biasa sampai suka. Aroma dari biskuit sinbiotik tidak dapat dibedakan oleh panelis karena penerimaan panelis terhadap aroma biskuit menunjukkan kesamaan sehingga memerikan nilai yang hampir sama untuk setiap perlakuan. Seharusnya semakin besar penambahan tepung kedelai hitam maka aroma dari biskuit akan semakin tajam karena aroma dari tepung

56 kedelai yang berbau langu dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Menurut Koswara (2002), aroma langu ini berasal dari adanya aktivitas enzim lipoksigenase yang terkandung dalam kacang kedelai sehingga terbentuk bau dan rasa yang menyimpang yang biasa disebut langu. Suhu makanan yang disimpan kurang dari 20 o C maupun yang lebih dari 30 o C dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera manusia (Simamora, 2012), sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma khas campuran bonggol pisang, kedelai hitam dan susu fullcream. Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil (menguap), sedikit larut dalam air dan lemak (Jasmin, 2010). 5.7.4 Kesukaan Terhadap Tekstur Biskuit Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kedelai hitam berbagai konsentrasi pada pembuatan biskuit sinbiotik berbahan baku tepung komposit (tepung ubi jalar dan tepung bonggol pisang batu) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan tekstur biskuit sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Pengaruh Konsentrasi Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Tekstur Biskuit Sinbiotik Perlakuan Penambahan Rata-Rata Kesukaan Tepung Kedelai Hitam Tekstur (%) Hasil Uji Statistik A (15%) 3,40 a B (20%) 3,31 a C (25%) 3,15 a Keterangan: Nilai rata rata perlakuan yang ditandai huruf yang berbeda menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada taraf uji 5% menurut uji Duncan.

57 Berdasarkan Tabel 18, menunjukkan bahwa perlakuan A, B dan C tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi tepung kedelai hitam yang memiliki kandungan protein memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit sinbiotik yang dihasilkan. Menurut Matz and Matz (1978), kandungan protein yang tinggi cenderung akan menghasilkan biskuit yang lebih keras serta tekstur permukaan yang lebih kasar. Hal ini disebabkan karena semakin banyak kadar protein, maka semakin banyak pula protein yang terdenaturasi yang dapat mengikat air dan komponen gizi lainnya sehingga produk menjadi kompak (Winarno, 2002). Tekstur biskuit sinbiotik yang dihasilkan adalah sedikit renyah. Hal ini dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan yaitu tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar dan tepung kedelai hitam serta bahan tambahan lainnya dan proses pemanggangan. Proses pembentukan struktur pada biskuit sinbiotik terjadi pada saat proses pemanggangan, dimana akan terbentuk gelembung udara dan uap air yang mengembang sehingga menyebabkan besarnya pengurangan densitas adonan. Hal ini menyebabkan adanya struktur berpori terbuka pada biskuit sinbiotik. Pengembangan dari gelembung udara tersebut merupakan hasil dari peningkatan suhu dan tekanan uap air dalam bahan. Perubahan gelembung udara pada awalnya lunak dan fleksibel kemudian terjadi penyempitan gelembung udara dan akhirnya tekstur biskuit menjadi mengeras seiring dengan turunnya suhu pada biskuit (Manley, 1983). Nilai rata-rata kesukaan tekstur berkisar antara 3,23-3,38 yang menunjukkan tekstur yang dihasilkan dari setiap perlakuan dinilai mendekati agak

58 suka terhadap tekstur biskuit sinbiotik yang dihasilkan. Pada biskuit, tekstur merupakan atribut produk yang cukup penting karena biskuit biasanya dinilai dari teksturnya. Setiap bentuk makanan mempuyai sifat tekstur tersendiri tergantung pada keadaan fisik, ukuran dan bentuk yang dikandungnya. Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas atau kerenyahan (Windarningsih, 2013). 5.8 Penentuan Perlakuan Terpilih Berdasarkan semua parameter yang diamati pada penelitian ini, didapatkan matriks perlakuan terpilih yang dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan matriks tersebut, biskuit sinbiotik yang dipilih adalah biskuit dengan penambahan tepung kedelai hitam sebesar 20%. Nilai tertinggi dimiliki oleh perlakuan B. Perlakuan B dipilih sebagai perlakuan terpilih karena memiliki karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya serta sifat organoleptik yang masih dapat diterima oleh panelis. Pemilihan perlakuan terpilih berdasarkan uji statistik. Matriks perlakuan terpilih dapat dilihat pada Tabel 19. Standar yang menjadi acuan utama untuk biskuit sinbiotik ini ialah analisis proksimat menurut standar SNI 01-2973-1992 mengenai syarat mutu biskuit sinbiotik pada Tabel 5. dan jumlah total bakteri probiotik menurut SNI No. 2891-1992 dan SNI No. 2891-2009, pada standar tersebut dinyatakan bahwa jumlah bakteri (bakteri asam laktat maupun probiotik) hingga mencapai 10 7-10 8 cfu/ml menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik.

59 Tabel 19. Matriks Perlakuan Terpilih Parameter Skoring Bobot Perlakuan skor/74 A B C Protein 10 0.14 8.84 10.81 11.75 b a a Poin x Bobot 1.24 1.51 1.64 Air 9 0.12 2.34 2.93 2.30 a a a Poin x Bobot 0.28 0.35 0.28 Warna 8 0.11 3.62 3.85 2.77 b a a Poin x Bobot 0.43 0.46 0.33 Rasa 8 0.11 3.60 3.63 3.38 a a a Poin x Bobot 0.40 0.40 0.37 Probiotik 8 0.11 8.3 9.0 9.3 a a a Poin x Bobot 0.91 0.99 1.02 Abu 7 0.09 3.32 3.15 3.32 a a a Poin x bobot 0.30 0.28 0.30 Lemak 7 0.09 27.02 27.63 28.08 a a a Poin x bobot 2.43 2.49 2.53 Aroma 6 0.08 3.73 3.48 3.54 a a a Poin x bobot 0.29 0.30 0.29 Tekstur 6 0.08 3.40 3.31 3.15 a a a point x bobot 0.27 0.27 0.26 Karbohidrat 5 0.07 58.48 55.49 54.55 a a a point x bobot 4.09 3.88 3.82 Hasil Matriks 10.64 10.93 10.84

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan (a) Penambahan berbagai konsentrasi tepung kedelai hitam pada pembuatan biskuit sinbiotik tidak berpengaruh nyata terhadap total bakteri probiotik, kadar air, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar lemak serta karakteristik organoleptik (rasa, aroma, tekstur), namun berpengaruh terhadap nilai kadar protein, serta karakteristik organoleptik warna. (b) Biskuit sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung ubi jalar dengan konsentrasi 20% tepung kedelai hitam menghasilkan karakteristik terbaik yaitu menghasilkan jumlah total bakteri asam laktat sebanyak 9,0 Log CFU/g, kandungan proksimat (kadar protein 10,81%, kadar air 2,93%, kadar lemak 27,63%, kadar abu 3,15%, kadar karbohidrar 55,49%) yang sesuai dengan SNI serta memiliki karakteristik organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, serta tekstur biskuit sinbiotik yang disukai panelis. 6.2 Saran Perlu dilakukan uji in vitro pada biskuit sinbiotik untuk melihat ketahanan bakteri L. acidophilus ketika masuk ke dalam saluran pencernaan serta efeknya bagi kesehatan manusia. 60