IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV.HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 A. PENGOLAHAN BAHAN BAKU IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG Tujuan dari penepungan pisang ini adalah untuk meningkatkan umur simpan pisang dan memberikan karakteristik banana bars yang sama bila menggunakan bahan baku dengan karakteristik yang sama. Komposisi kimia tepung pisang ini mirip dengan yang dilaporkan oleh Hermanto (1991) yang ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil analisis proksimat tepung pisang Komposisi Kandungan % (basis kering) Kandungan % (basis kering)* Kadar air %** Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat (by difference) * Hermanto (1991) ** dinyatakan dalam basis basah Warna tepung pisang yang dihasilkan pada penelitian ini adalah putih kekuningan dengan nilai derajat putih sebesar 44.1%. Nilai derajat putih ini dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Pengeringan menggunakan oven pengering dengan suhu 60 o C menghasilkan karamelisasi dan reaksi Maillard yang tidak terlalu tinggi. Karamelisasi dan reaksi Maillard menyebabkan terjadinya warna coklat pada tepung pisang. Semakin banyak terjadi karamelisasi dan reaksi Maillard pada proses pengeringan maka semakin coklat warna tepung pisang. Selain pengaruh suhu, bentuk bahan yang dikeringkan juga mempengaruhi derajat putih tepung pisang. Potongan pisang yang berbentuk chips memiliki luas permukaan bahan yang kontak dengan permukaan pengering lebih kecil dibandingkan potongan berbentuk lonjong (Budi, 1995) sehingga karamelisasi dan reaksi Maillard lebih kecil terjadi dan warna tepung pisang yang dihasilkan mempunyai derajat putih yang besar. Menurut Hermawan (1982) ada dua proses pembuatan tepung pisang, yaitu proses basah dan proses kering. Pembuatan secara basah dilakukan dengan cara: pisang yang telah berbentuk bubur atau pasta dikeringkan dengan alat pengering drum drier atau spray drier. Pembuatan secara kering yaitu setelah dikupas, pisang diiris tipis. Hasil irisan tersebut dikeringkan dengan menggunakan alat pengering ataupun sinar matahari. Proses pengeringan tergantung pada suhu yang digunakan pada mesin pengering. Pengeringan dengan mesin pengering lebih terkontrol karena irisan pisang diletakkan di ruang tertutup sehingga kontaminasi mikroba dan debu dapat dikurangi. Selain itu, suhu pengeringan juga dapat diatur sesuai keinginan. Masalah utama yang sering timbul saat pembuatan tepung pisang menurut Hermawan (1982) adalah timbulnya warna coklat pada tepung yang dihasilkan. Maka dari itu, diperlukan perlakuan yang dapat mengurangi atau mencegah terjadinya pencoklatan tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencoklatan adalah blansir. Penggilingan pisang dilakukan dengan menggunakan alat penggiling pin disc mill yang di dalamnya terdapat ayakan berukuran 60 mesh. Tepung pisang yang dihasilkan siap digunakan sebagai bahan pembuat banana bars. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah makronutrien dan kandungan kalori tepung pisang. Kandungan karbohidrat yang dimiliki 26

2 tepung pisang (91.94 %bk) lebih tinggi dibandingkan kandungan protein (4.72 %bk) dan lemaknya (0.89 %bk). Hal ini disebabkan oleh tingginya pati yang ada dalam tepung pisang (Crowther, 1979). Menurut Wills et al., (1981) karbohidrat pisang terdiri dari pati, gula-gula sederhana (glukosa, fruktosa, dan sukrosa), pektin, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. 2. PEMBUATAN TEPUNG TEMPE Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengeringan tempe, antara lain adalah berkurangnya volume dan berat bahan sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan penyimpanannya (Winarno, 1985). Tempe yang digunakan dalam pembuatan tepung tempe adalah tempe yang telah difermentasi selama satu hari dengan tujuan untuk mengurangi rasa pahit yang ditimbulkan oleh kapang. Hasil analisis proksimat tepung tempe ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil analisis proksimat tepung tempe Komposisi Kandungan % (basis kering) Kandungan % (basis kering)* Kadar air %** Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat (by difference) 14, *Mardiah (1994) ** dinyatakan dalam basis basah Kadar air hasil analisis proksimat maupun penelitian Mardiah (1994) berada di bawah ketentuan kadar air maksimal yang ditetapkan SNI untuk tepung-tepungan yaitu 15% (bb). Selain itu, menurut Winarno (1997) batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (bb). Hal ini menunjukkan bahwa tepung tempe memiliki kualitas yang baik karena kadar airnya berada di bawah ketentuan kadar air maksimal SNI dan mencapai kadar air yang aman (dari mikroba) yaitu kurang dari 15% (bb). Adanya perbedaan pada kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat antara tepung tempe dari penelitian ini dengan penelitian Mardiah (1994) dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tempe yang digunakan, varietas kedelai untuk membuat tempe, jenis kapang dan ragi yang digunakan, serta metode analisis yang digunakan. Dwidjoseputro dan Wolf (1970) mengamati adanya perbedaan jenis-jenis kapang yang tumbuh pada tempe yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda. Jenis kapang yang digunakan pada penelitian ini adalah kapang jenis R. Oligosporus sedangkan kapang yang digunakan pada penelitian Mardiah (1994) adalah kapang R. oligosporus, R. Oryzae, dan R. Arrhizus. Demikian halnya dengan karakteristik ragi yang digunakan. Ragi murni yang digunakan akan menghasilkan karakteristik tepung tempe yang berbeda dengan ragi campuran. Tempe yang akan diolah menjadi tepung tempe terlebih dahulu dilakukan beberapa perlakuan pendahuluan sebelum dikeringkan, seperti pemotongan dan blansir. Pemotongan tempe dimaksudkan untuk menambah luas permukaan sehingga mempercepat penguapan air. Selain itu, menurut Soegiharto (1995), reduksi ukuran tempe sebelum proses blansir dilakukan untuk memperluas permukaan sehingga kapang yang masih hidup di dekat atau pada permukaan tempe lebih mudah dimatikan. Blansir pada proses pembekuan dan pengeringan, dilakukan untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim yang merusak mutu produk olahan yang dihasilkan. Menurut Sumarsono (1983), 27

3 blansir merupakan cara terbaik untuk mematikan kapang Rhizopus. Selain itu, blansir mampu mengurangi rasa pahit yang ditimbulkan akibat fermentasi kapang. Menurut Rohani (1999) perlakuan blansir pada tempe bertujuan untuk mematikan pertumbuhan kapang sehingga fermentasinya akan terhenti. Menurut Fardiaz et al., (1980) blansir adalah pemanasan pendahuluan yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan. Menurut Syamsir (2011), proses blansir yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan air panas ( o C) atau dengan steam (uap panas). Blansir pada penelitian ini dilakukan menggunakan uap panas pada suhu 100 o C selama 10 menit. Blansir dengan uap lebih baik dibandingkan dengan air panas, karena dengan uap kehilangan garam dan vitamin dapat dicegah. Menurut Muchtadi et al., (1989) blansir dalam air panas dapat melarutkan dan merusak nilai-nilai gizi bahan, menyebabkan tekstur menjadi lunak, serta mengurangi flavor dan warna bahan. Selain itu proses blansir dapat mempercepat laju pengeringan dan produk lebih bersih (Shurtleff W et al, 1980). Tempe kemudian dikeringkan menggunakan oven pengering bersuhu 60 o C selama sekitar empat jam. Oven pengering berfungsi sebagai pengering, menghasilkan udara panas yang digerakkan oleh blower sehingga mengefektifkan pindah panas yang terjadi dari udara panas kepada bahan yang dikeringkan (Sitanggang, 2008).Setelah tempe kering dan berbunyi kres saat diremas, kemudian tempe didinginkan beberapa menit di suhu ruang untuk kemudian digiling menggunakan alat pin disc mill. Penggilingan dimaksudkan untuk memperkecil ukuran tempe dalam pembuatan tepung. Di dalam pin disc mill terdapat ayakan berukuran 60 mesh sehingga tepung yang keluar akan memiliki tingkat kehalusan yang seragam dan bersih dari kotoran pengganggu. B. OPTIMASI PROSES PEMANGGANGAN BANANA BARS Formulasi pangan darurat yang dibuat harus mengandung kalori sebesar 233 kkal per bar-nya (1 bars = 50 gram) (Zoumas et al., 2002). Dengan pertimbangan berat per bar-nya, kemudahan untuk dikonsumsi, dibuat dan dikreasikan serta suhu dan waktu pemanggangan yang lebih efisien maka banana bars yang dibuat memiliki berat sekitar gram per bar. Kandungan energi per bar-nya sekitar 110 kkal sehingga untuk satu takaran saji disarankan 6-7 bars untuk memenuhi energi sebesar 700 kkal. Formulasi EFP dihitung menggunakan prinsip kesetimbangan massa dengan bantuan program Microsoft Excel. Hasil penghitungan perkiraan kalori dengan bantuan Microsoft Excel ini tidak jauh berbeda dengan hasil analisis proksimat. Pendekatan penghitungan ini telah digunakan dalam pembuatan pangan darurat cookies (Sitanggang, 2008) dan pembuatan pangan darurat banana bars penelitian Ferawati (2009) tentang banana bars. Penentuan formulasi awal EFP yang ditunjukkan pada Lampiran 1 didasarkan pada penelitian Ferawati (2009) tentang banana bars. Dalam rangka mengembangkan potensi bahan lokal yang ada di daerah Subang, maka banana bars yang dibuat menggunakan bahan baku utama tepung pisang. Selain itu, sebagai sumber protein digunakan tepung tempe dan sebagai sumber karbohidrat digunakan tepung ketan. Inulin yang ditambahkan ke dalam banana bars berfungsi sebagai sumber serat dan prebiotik. Pada proses pembuatan banana bars, margarin dan gula halus dicampurkan secara terpisah dari bahan tepung-tepungan. Prinsip ini mengikuti metode pembuatan krim two stage method. Pada metode ini pembuatan krim dilakukan dengan mencampur lemak, gula, emulsifying agent dan komponen minor lainnya selain pengembang menjadi satu (Matz and Matz, 1978). Proses pembuatan krim dengan metode ini akan memberikan hasil yang kompak pada krim. Sumber pemanis yang digunakan adalah gula halus dengan tujuan agar proses pencampuran lebih merata 28

4 dibandingkan menggunakan gula pasir. Gula juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan (Gautara dan Wijandi, 1981). Gula merupakan senyawa kimia yang tergolong kelompok karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Selain itu, gula bersifat humektan yaitu senyawa kimia yang bersifat higroskopis dan mampu menurunkan a w dalam bahan pangan juga bersifat antimikroba, memperbaiki tekstur, cita rasa dan dapat meningkatkan nilai kalori (Haliza, 1992). Pada tahap ini dibuat sembilan formula yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Sembilan formula ini dibuat untuk mencari komposisi yang dapat menghasilkan banana bars yang disukai oleh panelis. Kesembilan formula ini dibedakan pada jumlah tepung pisang, tepung tempe, dan tepung ketan yang digunakan yaitu berkisar antara % basis tepung-tepungan. Kesembilan formula ini dipanggang dengan suhu yang digunakan pada penelitian Ferawati (2009) tentang banana bars yaitu 100 o C selama 40 menit kemudian dinaikkan menjadi 120 o C selama 20 menit. Suhu rendah (100 o C) yang digunakan pada awal pemanggangan bertujuan untuk mengeluarkan air yang ada pada bars dan dilanjutkan dengan suhu tinggi (120 o C) yang berfungsi untuk mengeluarkan air lanjutan dan mematangkan produk. Kesembilan formula banana bars tersebut mengalami case hardening (Gambar 9) yaitu bagian permukaan produk sudah matang kecoklatan namun bagian dalam produk masih belum matang sempurna. Hal ini disebabkan oleh adanya amilopektin pada tepung ketan yang mengikat air lebih kuat dibandingkan amilosa pada tepung perigu yang digunakan sebagai bahan baku banana bars dalam penelitian Ferawati (2009). Menurut Muchtadi (2008), perubahan akibat pemanggangan dipengaruhi oleh kondisi proses (suhu dan lama) serta jenis bahan yang dipanggang (komposisi kimia). Suhu oven baking yang berfluktuasi dapat mempengaruhi tingkat kematangan banana bars. Warna yang dihasilkan adalah kuning muda pada bagian tengah dan coklat tua pada bagian luar. Tekstur yang dihasilkan adalah rapuh pada bagian tengah dan keras pada bagian luar. Tekstur rapuh pada bagian tengah disebabkan oleh belum matangnya banana bars akibat terikatnya air pada amilopektin. Selain itu, terdapat butiran tepung pisang pada kesembilan formula banana bars. Hal ini disebabkan oleh besarnya ukuran ayakan yang digunakan untuk menyaring tepung pisang yaitu 60 mesh. Semakin besar ukuran mesh yang digunakan untuk menyaring maka semakin kecil ukuran granula tepung yang dihasilkan. Case hardening yang terjadi pada banana bars dapat diatasi dengan mencari suhu dan lama waktu pemanggangan yang tepat sehingga dapat menghasilkan karakteristik banana bars yang dapat diterima. Gambar 9. Banana bars yang mengalami case hardening Penentuan formula yang akan digunakan pada tahap optimasi proses pemanggangan dipilih dengan menggunakan uji organoleptik rating hedonik terhadap atribut rasa. Hasil uji rating hedonik tersebut ditunjukkan pada Gambar 10. Kuisioner uji rating hedonik atribut rasa dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa formula F7 memiliki skor tertinggi diantara kedelapan formula lainnya yaitu 5.51 (agak disukai). Formula F7 dengan komposisi tepung pisang, tepung tempe, dan tepung ketan sekitar % dari total adonan yang sama akan digunakan pada optimasi proses pemanggangan. Namun, diperlukan beberapa modifikasi, 29

5 diantaranya tidak lagi digunakan garam pada banana bars, ditambahkan inulin, dan dilakukan perkiraan penghitungan nilai energi yang terkandung dalam setiap bars. Rata-rata skor hedonik terhadap atribut rasa F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Formula Gambar 10. Histogram uji rating hedonik terhadap atribut rasa Garam tidak lagi digunakan pada tahap optimasi proses pemanggangan karena garam memberikan rasa asin yang berlebihan pada banana bars. Rasa asin yang ditimbulkan pada banana bars selain disumbangkan oleh garam, juga disumbangkan oleh margarin. Margarin merupakan emulsi air di dalam lemak yang terdiri 85 persen lemak dan air sekitar 15 persen serta kedalaman emulsi ini ditambahkan zat-zat tambahan makanan seperti pengemulsi lesitin, pemberi cita rasa, aroma, garam, zat warna, vitamin, dan lain-lain (Dini, 2007). Rasa asin yang ditimbulkan dari margarin telah cukup memberikan rasa asin pada produk. Selain itu, margarin dapat menggantikan fungsi garam dalam memberikan kelembaban pada produk. Inulin yang ditambahkan pada banana bars merupakan inulin komersial. Inulin membantu mengikat air, meningkatkan mouthfeel dalam berbagai produk makanan, juga berperan dalam meningkatkan tekstur makanan (International Partnering Event on Health and Food, 2003). Modifikasi formula F7 menghasilkan dua formula yang ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Formula Banana bars Bahan Formula I Formula II Gram %* Gram %* Tepung pisang Tepung tempe Tepung ketan Margarin Gula halus Inulin Air (ml) Total *dihitung berdasarkan bahan berbentuk tepung-tepungan Setiap formula pada Tabel 19 menghasilkan banana bars sebanyak 2-3 buah dengan berat per bar-nya sekitar 22 gram. Berdasarkan penghitungan perkiraan nilai kalori, energi yang dihasilkan per bar sekitar kkal sehingga dibutuhkan 5-6 bars per takaran saji agar dapat memenuhi kebutuhan energi sebesar 700 kkal. Kedua formula ini dibedakan oleh jumlah tepung pisang yang ditambahkan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tepung pisang terhadap karakteristik rasa dan aroma tepung pisang yang dihasilkan. Jumlah tepung pisang yang ditambahkan pada formula II lebih banyak daripada formula I sehingga air yang ditambahkan pada formula II lebih banyak dibandingkan formula I. Menurut Chandra (2010), semakin tinggi kandungan pati maka pati akan cenderung menyerap air 30

6 lebih banyak. Air yang ditambahkan ke dalam adonan berfungsi sebagai katalis di dalam adonan, karena hampir keseluruhan air yang terdapat dalam adonan akan dikeluarkan selama proses pemanggangan (Manley,2001). Kedua formula ini dipanggang dengan dua perlakuan suhu. Perlakuan pertama dipanggang menggunakan suhu atas 160 o C dan suhu bawah 140 o C selama 25 menit dan perlakuan kedua dipanggang dengan suhu bawah 160 o C dan suhu atas 140 o C selama 25 menit dengan menggunakan oven baking Getra yang memiliki sumber panas berupa gas. Oven ini memiliki suhu pemanggangan atas dan bawah yang dapat diatur sesuai keinginan. Namun, suhu oven ini kurang stabil sehingga sulit untuk dikontrol. Banana bars yang dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut memiliki warna yang tidak seragam antara sisi yang satu dengan sisis yang lain (Gambar 11). Sisi yang lebih gosong merupakan sisi yang dipanggang dengan suhu pemanggangan yang lebih tinggi yaitu 160 o C sedangkan sisi yang dipanggang dengan suhu yang lebih rendah memiliki warna kuning pucat. Menurut Sitanggang (2008), ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pemanggangan. Tekstur yang dihasilkan pada kedua perlakuan pemanggangan tersebut pun tidak seragam yaitu adanya sisi yang lebih keras pada sisi yang gosong sedangkan sisi yang dipanggang dengan suhu yang lebih rendah teksturnya lebih rapuh dan mudah hancur. Makin banyak panas yang masuk, makin banyak rongga udara yang terbentuk dan lebih banyak pati yang tergelatinisasi. Hal ini akan mempengaruhi struktur remah pada cookies. Banana bars dengan kedua perlakuan pemanggangan tersebut memiliki rasa yang tidak seragam akibat tingkat kematangan yang tidak sama. Selain itu, terdapat rasa berpasir pada kedua perlakuan banana bars tersebut. Hal ini disebabkan oleh tepung pisang yang digunakan memiliki butiran tepung yang cukup besar. Gambar 11. Ketidaseragaman warna banana bars Oleh karena itu, pada optimasi proses pemanggangan berikutnya kembali digunakan oven baking dengan satu suhu pemanggangan agar diperoleh suhu pemanggangan yang lebih stabil. Oven panggang yang digunakan adalah oven baking Mermet dengan sumber panas yang berasal dari listrik yang dibantu blower untuk menyebarkan panasnya ke semua sisi oven. Suhu yang dihasilkan pun lebih stabil dibandingkan oven baking Mah-Yih MD dan oven baking Getra yang digunakan sebelumnya. Pemanggangan dengan oven baking Mermet ini lebih baik karena lebih mudah mengontrol suhu dan diperoleh tingkat kematangan banana bars yang diinginkan. Dengan menggunakan formula yang telah ditunjukkan pada Tabel 19, banana bars dipanggang dengan suhu akhir pemanggangan 120 o C dan 140 o C sehinga dihasilkan empat perlakuan yaitu: 1 = Formula I o C selama 20 menit kemudian 120 o C selama 40 menit 2 = Formula I o C selama 20 menit kemudian 140 o C selama 40 menit 3 = Formula II o C selama 20 menit kemudian 120 o C selama 40 menit 4 = Formula II o C selama 20 menit kemudian 140 o C selama 40 menit 31

7 Keempat formula banana bars tersebut diuji secara organoleptik dengan menggunakan uji rating hedonik terhadap atribut overall. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa secara overall perlakuan yang disukai adalah perlakuan 4 (Formula II dengan suhu pemanggangan 100 o C selama 20 menit kemudian dinaikkan menjadi 140 o C selama 40 menit) dengan nilai skor 5.01 (agak disukai). Rata-rata skor hedonik Perlakuan Gambar 12. Histogram Uji Rating Hedonik 1 Formula banana bars perlakuan 1 dan 3 memiliki warna yang sama, namun memiliki warna yang berbeda dengan perlakuan 2-4. Hal ini diperjelas dengan gambar banana bars pada Gambar Gambar 13. Banana bars perlakuan 1, 2, 3, dan 4 Dapat dilihat bahwa formula banana bars yang dipanggang pada perlakuan 1 dan 3 (suhu 100 o C selama 40 menit kemudian dinaikkan menjadi 120 o C selama 20 menit) memiliki warna kuning pucat, tekstur yang rapuh (mudah hancur bila disentuh) dan berpasir, serta ada rasa tempe. Perbedaan jumlah tepung pisang yang ditambahkan pada kedua formula tersebut tidak mempengaruhi penerimaan (kesukaan) panelis terhadap karakteristik rasa, tekstur ataupun warna banana bars. Banana bars dengan perlakuan 2 dan 4 (suhu 100 o C selama 20 menit kemudian dinaikkan menjadi 140 o C selama 40 menit) memiliki warna coklat keemasan seperti cookies yang dipanggang, tekstur yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan yang mudah digigit dan tidak mudah hancur. Rasa yang dihasilkan pun cukup enak, tidak berpasir dan tidak pahit. Perlakuan terbaik hasil uji organoleptik (perlakuan 4) dilakukan analisis proksimat agar dapat dihitung kandungan energinya. Hasil analisis proksimat formula II memiliki nilai kadar air 1.73% (bb), kadar abu 1.30% (bb), kadar lemak 22.05% (bb), kadar protein 8.1% (bb), dan kadar karbohidrat 66.82% (bb). Berdasarkan hasil analisis proksimat tersebut dapat diketahui sumbangan makronutrien banana bars adalah sebesar 39.84% lemak, 6.51% protein, dan 53.65% karbohidrat, sedangkan sumbangan lemak, protein, dan karbohidrat untuk pangan darurat berturut-turut adalah 35-45%, 10-15%, dan 40-50% (Zoumas, et al., 2002). Dapat dilihat bahwa sumbangan protein 32

8 banana bars (6.51%) belum memenuhi persyaratan pangan darurat (10-15%) sehingga perlu dilakukan reformulasi agar diperoleh kandungan makronutrien yang sesuai bagi pangan darurat. C. REFORMULASI BANANA BARS Reformulasi banana bars bertujuan untuk mencari formula banana bars kandungan makronutrien yang sesuai dengan persyaratan pangan darurat (protein 10-15%, lemak 35-45%, dan karbohidrat 40-50%), dan energi yang mampu memenuhi kebutuhan energi harian (2100 kkal) dengan karakteristik (rasa, warna, tekstur, aroma, dan overall) yang dapat diterima, serta mengetahui pengaruh inulin yang ditambahkan pada karakteristik banana bars yang dihasilkan. Reformulasi banana bars dilakukan terhadap perlakuan empat yaitu Formula II dengan suhu pemanggangan 100 o C selama 20 menit kemudian 140 o C selama 40 menit. Reformulasi banana bars ditunjukkan pada Tabel 14. Keempat formula tersebut telah dihitung perkiraan kandungan kalorinya dengan lebih baik sehingga diharapkan hasil analisis proksimat yang akan dilakukan tidak jauh berbeda dari perhitungan tersebut. Hasil perhitungan perkiraan kalori keempat formula ini dapat dilihat pada Lampiran 2a, 2b, 2c, dan 2d dimana kandungan makronutrien dan energinya telah memenuhi persyaratan pangan darurat. Tabel 14. Reformulasi Formula II Bahan Formula A (%) Formula B (%) Formula C (%) Formula D (%) Tepung pisang Tepung tempe Tepung ketan Margarin Gula halus Inulin Air (ml) (22.86)* 10.23(22.86)* 10(22.86)* 10 (22.86)* *dihitung berdasarkan jumlah bahan berbentuk tepung-tepungan Keempat formula tersebut dipanggang dengan suhu yang sama seperti pada perlakuan empat yaitu suhu 100 o C selama 20 menit kemudian 140 o C selama 40 menit. Namun, banana bars yang dihasilkan memiliki warna coklat tua akibat gosong, teksturnya sangat renyah, rasa pahit akibat produk yang gosong. Warna gelap yang muncul pada banana bars disebabkan oleh adanya reaksi Maillard. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gula-gula pereduksi dengan grup amino dari asam-asam amino atau protein (Muchtadi et al., 1992). Menurut Manley (2001), ada tiga perubahan yang terjadi selama proses pemanggangan, yaitu 1) peningkatan ketebalan sebagai akibat dari pengembangan struktur internal adonan; 2) perubahan warna pada permukaan produk (misalnya: reddish brown colouration) karena adanya reaksi Maillard; dan 3) pengeluaran uap air. Oleh karena itu, perlu dicari suhu pemanggangan yang dapat menghasilkan karakteristik warna, rasa, tekstur, aroma, dan overall yang dapat diterima. Selanjutnya banana bars dipanggang dengan suhu akhir pemanggangan yang lebih rendah yaitu 130 o C selama 40 menit. Penggunaan suhu ini dipilih karena diduga suhu akhir pemanggangan 140 o C terlalu tinggi bagi komposisi bahan seperti keempat reformulasi yang ditunjukkan pada Tabel 20. Penggunaan suhu yang lebih rendah (130 o C) dibandingkan suhu standar pemanggangan cookies ( o C) (Faridi, 1994) bertujuan untuk mencegah kegosongan produk pada bagian permukaan. Banana bars yang dihasilkan memiliki rasa, warna, dan tekstur yang dapat diterima sehingga suhu pemanggangan awal 100 o C selama 20 menit dan suhu akhir pemanggangan 130 o C selama 40 menit merupakan suhu optimum yang dapat menghasilkan karakteristik banana bars yang dapat 33

9 diterima (Gambar 14). Keempat formula tersebut dilakukan analisis proksimat, analisis fisik, mikrobiologi, pengujian organoleptik, dan satu formula terbaik yang mengandung inulin diuji kadar inulinnya. Gambar 14. Banana bars hasil reformulasi D. ANALISIS PROKSIMAT, FISIK, DAN MIKROBIOLOGI Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat (by difference) yang dilakukan pada keempat formula. Hasil analisis proksimat (Tabel 15) ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan penghitungan energi masingmasing formula. Tabel 15. Hasil Analisis Proksimat Banana bars Analisis Formula A Formula B Formula C Formula D %(bk) %(bk) %(bk) %(bk) Kadar air %* Kadar lemak Kadar protein Kadar abu Kadar karbohidrat Kadar serat kasar *dihitung dalam basis basah Formula dari setiap EFP diasumsikan memiliki kadar air produk akhir maksimal 3% untuk menjaga a w produk akhir produk EFP tidak melebihi 0.6 (Zoumas, et al., 2002). Bila aktivitas air (a w ) yang dikandung produk melebihi 0.6 maka mikroba terutama kapang menjadi lebih mudah tumbuh dan hal ini dapat menurunkan mutu produk banana bars karena produk menjadi kapangan. Formula A, B, C, dan D memiliki nilai a w antara pada suhu o C. Dengan demikian, keempat formula tersebut telah berhasil untuk mendapatkan nilai a w yang optimum. Tujuan pembatasan nilai a w untuk meminimalisir proses deteriorasi produk yang diakibatkan oleh mikroorganisme dan reaksi kimia sehingga mendapatkan umur simpan yang lama (± 2 tahun). Menurut Hariyadi, et al (2006) produk kering (a w < 0.6) akan memiliki umur simpan yang lama dibandingkan dengan pangan semi basah IMF (a w = ) karena penghambatan metabolisme mikroba. Bila a w produk terlalu rendah maka produk akan semakin kering dan menimbulkan rasa haus bila dikonsumsi. Kadar air yang dimiliki formula A sebesar 1.77% (bb), formula B memiliki kadar air sebesar 1.73% (bb), formula C memiliki kadar air sebesar1.79% (bb) dan formula D sebesar 1.76% (bb). Kadar air keempat formula tersebut berada di bawah kadar air maksimal produk EFP sehingga keempat formula tersebut telah memenuhi persyaratan pangan darurat. Kadar lemak pada keempat formula nilainya tidak jauh berbeda yaitu sekitar % (bk). Belum ada standar khusus yang mengatur tentang kandungan lemak produk bars sebagai pangan darurat. Demikian pula SNI yang belum memberikan syarat khusus kandungan lemak bagi produk cookies. Lemak merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam makanan karena dapat menyebabkan perubahan sifat pada makanan tersebut. Perubahannya bahkan dapat terjadi ke arah yang tidak diinginkan seperti ketengikan. Lemak dapat menghambat proses gelatinisasi 34

10 dengan cara sebagian lemak akan diserap oleh permukaan granula, sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula pati. Hal ini akan menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati (Marissa, 2010). Kandungan lemak yang terdapat dalam banana bars berasal dari lemak margarin. Kadar protein yang dimiliki formula B 12.88% (bk) dan D 13.08% (bk) lebih besar dibandingkan formula A % (bk) dan C % (bk). Hal ini disebabkan lebih banyaknya tepung tempe yang digunakan pada formula B dan D. Tepung tempe menyumbangkan lebih banyak protein dibanding bahan-bahan lain yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 yang menunjukkan tepung tempe menyumbang protein sebesar 50.08% (bb). Menurut Karta (1990) tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun makanan (food ingredient) dalam bentuk tepung tempe, untuk memperkaya nilai gizi makanan, seperti protein dan serat. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam bars dan berhubungan erat dengan kemurnian serta kebersihan suatu bahan. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran di dalam tanur. Menurut Sudarmadji et al.,(1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Semakin tinggi kadar abu dalam cookies maka proses pembuatan cookies tersebut diduga kurang bersih sehingga persyaratan kadar abu sangat penting untuk mengetahui tingkat kebersihan atau kemurnian suatu bahan. Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dianalisis. Hasil analisis proksimat kadar abu keempat formula berkisar antara % (bk). Nilai kadar abu ini berasal dari tepung pisang dan tepung tempe yang digunakan sebagai bahan baku. Kadar karbohidrat by difference yang dimiliki keempat formula bars berkisar antara % (bk). Kadar karbohidrat by difference yang dimiliki oleh produk komersial fruit soy bars adalah 39-43%, sedangkan produk snack bar berbasis tepung sorgum, tepung maizena, dan tepung ampas tahu pada penelitian Chandra (2010) berkisar %. Kandungan karbohidrat berasal dari bahan baku yang digunakan. Perbedaan bahan baku dapat menyebabkan perbedaan jumlah kadar karbohidrat. Dalam hal ini kadar karbohidrat pada banana bars berasal dari bahan baku tepung ketan, tepung pisang, dan gula halus yang memberikan sumbangan karbohidrat yang cukup tinggi. Serat kasar merupakan fraksi dari karbohidrat yang sukar dicerna, termasuk di dalamnya adalah selulosa lignin dan sebagian dari pentosa (Scott et al., 2008). Kadar serat kasar yang dimiliki keempat formula tidak berbeda jauh ( % bk). Hal ini menunjukkan pengaruh inulin yang ditambahkan pada Formula C dan D tidak memberikan hasil yang signifikan bila dibandingkan dengan Formula A dan B (tanpa inulin). Hal ini menunjukkan bahwa inulin yang ditambahkan ke dalam produk tidak berpengaruh signifikan. Kandungan energi aktual hasil analisis proksimat ini akan digunakan untuk menghitung sumbangan makronutrien banana bars terhadap persyaratan pangan darurat. Pada Lampiran 3a, 3b, 3c, dan 3d dapat dilihat hasil analisis proksimat, persentase nilai energi per bars dan sumbangan makronutrien (lemak, protein, dan karbohidrat) banana bars dalam 700 kkal. Nilai sumbangan makronutrien protein Formula A (8.59%) dan B (8.24%) belum memenuhi persyaratan pangan darurat (<10-15%) sedangkan kandungan lemak dan karbohidratnya sudah memenuhi persyaratan yaitu berada dalam kisaran 35-45% untuk lemak dan 40-50% untuk karbohidrat. Formula B dan D seluruh kandungan makronutriennya telah masuk dalam kisaran pangan darurat yaitu sumbangan protein sebesar 10-15%, 35-45% lemak, dan 40-50% karbohidrat dari total kalori (Zoumas, et al., 2002). Formula A dan C dengan jumlah tepung tempe yang lebih sedikit dibanding formula B dan D memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan formula B dan D. 35

11 Namun, sumbangan makronutrien protein formula A dan C belum memenuhi persyaratan pangan darurat. Tabel 16 menunjukkan hasil analisis proksimat, analisis fisik dan mikrobiologi keempat formula. Analisis tekstur terhadap tingkat kekerasan banana bars pada Formula A dan B memberikan nilai peak force (+) sebesar g force; mm dan 1812 g force; mm sedangkan formula C dan D g force; mm dan g force; mm. Semakin besar nilai g force maka semakin keras pula tekstur dari bars. Bars formula C dan D ( g force dan g force) memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan bars formula A dan B ( g force dan 1812 g force). Hal ini dapat disebabkan adanya penambahan inulin pada formula C dan D. Meskipun demikian, tingkat kekerasan banana bars keempat formula baik tanpa ataupun dengan inulin masih dapat diterima secara organoleptik dengan tekstur garing, renyah, dan tidak beremah. Analisis warna yang dilakukan pada banana bars dimaksudkan untuk melihat warna produk secara objektif karena pengujian warna secara subjektif dapat menghasilkan data yang sangat beragam. Pengujian warna banana bars dilakukan dengan menggunakan instrumen chromameter dengan metode Hunter. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel uji (Marissa, 2010). Semakin mendekati nilai angka 100 maka sampel uji memiliki warna yang sangat cerah (putih). Keempat formula banana bars berwarna gelap dengan nilai L Nilai a menunjukkan derajat kemerahan atau kehijauan (Marissa, 2010). Nilai a keempat formula berada pada kisaran sampai yang bernilai positif menandakan bahwa keempat formula banana bars tersebut cenderung berwarna merah daripada hijau. Nilai hasil pengujian yang cukup jauh dari nilai 100 menunjukkan bahwa warna merah pada banana bars tidak pekat. Nilai b menunjukkan kecenderungan sampel uji berwarna kuning atau biru. Nilai b banana bars keempat formula adalah sampai menunjukkan bahwa banana bars memiliki warna kuning, namun warna kuning tersebut tidak terlalu pekat. Pengujian warna ini pun menghasilkan nilai o Hue yang berkisar antara Nilai pengujian o Hue dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik warna suatu produk pangan. o Hue keempat formula banana bars ini tergolong dalam kisaran warna Berdasarkan kisaran warna o Hue ini, maka keempat formula banana bars tersebut tergolong berwarna kuning merah (yellow-red). Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna yang dominan pada bars adalah warna kuning dan merah. Hal ini cukup sesuai dengan penampakan warna yang dilihat mata yaitu coklat keemasan. Banana bars dengan warna kuning keemasan ini cukup disukai dan dapat diterima oleh panelis. Saat ini belum ada alat yang dapat mengukur secara objektif karakteristik rasa dan aroma sehingga rasa dan aroma banana bars diamati secara subjektif dengan menggunakan uji organoleptik. Keempat formula banana bars memiliki rasa yang enak dan aroma yang menyerupai cookies dengan sedikit aroma tempe. Analisis mikrobiologis meliputi Total Plate Count (TPC) dan Total Kapang-Khamir dilakukan pada keempat formula. Mutu mikrobiologi pangan darurat penting diperhatikan karena jumlah mikroba yang terdapat pada sampel dapat mempengaruhi umur simpan dan keamanan produk pangan. Banana bars yang berkapang dapat mengurangi umur simpannya dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Hasil perhitungan keempat formula memberikan nilai TPC < 2.5 x 10 2 kol/gr dan hasil Total Kapang-Khamir < 1.5 x 10 1 kol/gr. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1993) jumlah TPC maksimum yang dapat dimiliki oleh produk cookies adalah 1 x 10 6 kol/gr dan Total Kapang sebesar 1 x 10 2 kol/gr. Dengan demikian, keempat produk banana bars dapat dikonsumsi karena memiliki kandungan mikroba tidak melebihi batas yang ditetapkan. 36

12 Tabel 16. Karakteristik banana bars Parameter Formula A Formula B Formula C Formula D Analisis proksimat % (bb) - Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat Kadar serat kasar Energi (kkal) Makronutrien* Lemak = 42.46% Protein = 8.59% Karbohidrat = 48.95% Lemak = 41.48% Protein = 10.04% Karbohidrat = 48.48% Lemak = 42.17% Protein = 8.24% Karbohidrat = 49.17% Lemak = 41.21% Protein = 10.22% Karbohidrat = 48.57% A w pada 30.4 o C pada 30.6 o C pada 30.7 o C pada 30.3 o C Kadar inulin Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan 9.18 g/100g Uji mikrobiologi - Total Mikroba - Total kapang khamir < 2.5 x 10 2 kol/gr < 1.5 x 10 1 kol/gr Uji organoleptik - Rasa Enak, agak manis Enak Enak, agak manis Enak - Tekstur gr; mm gr; mm gr; mm gr; mm Renyah, garing, tidak beremah - Aroma Aroma cookies, ada aroma tempe - Warna L = a = b = o Hue = Renyah, garing, tidak beremah Aroma cookies, ada aroma tempe L = a = b = o Hue = Renyah, garing, tidak beremah Aroma cookies, ada aroma tempe L = a = b = o Hue = Renyah, garing, tidak beremah Aroma cookies, ada aroma tempe L = a = b = o Hue = Coklat keemasan Coklat keemasan Coklat keemasan Coklat keemasan - Overall Disukai Agak disukai Agak disukai Disukai *dihitung terhadap sumbangan energi 700 kkal E. UJI ORGANOLEPTIK Menurut Meillgard, et al., (1999) ada beberapa uji sensori yaitu uji beda (discrimination test), uji deskripsi (descrptive test) dan uji afektif (affective test). Uji rating hedonik merupakan bagian dari uji afektif. Uji rating hedonik digunakan untuk menilai respon penerimaan (tingkat kesukaan) dari berbagai formulasi produk banana bars. Uji rating ini dilakukan dengan skala kategori dari 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka). Pengujian ini dilakukan oleh 70 orang panelis tidak terlatih untuk menentukan nilai kesukaan terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Kuisioner pengujian dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji rating hedonik diolah dengan menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis. Hasil uji rating hedonik ditunjukkan Gambar

13 Rata-rata skor hedonik Rasa Tekstur Aroma Warna Overall Parameter A B C D Gambar 15. Histogram Uji Rating Hedonik 2 Bila dilihat dari atribut rasa keempat banana bars memiliki skor 6 (suka). Secara statsitik tidak ada perbedaan penerimaan panelis terhadap rasa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tepung tempe yang lebih banyak pada formula D tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa banana bars. Pada atribut tekstur, keempat formula banana bars yang renyah, garing, dan tidak beremah disukai oleh panelis dengan skor 6 (suka). Tekstur garing yang dihasilkan dapat disebabkan oleh suhu pemanggangan yang cukup tinggi. Pada taraf signifikansi 5%, tekstur dari keempat sampel memiliki tingkat penerimaan yang sama. Atribut aroma banana bars memiliki skor kesukaan 5 (agak disukai). Hal ini dapat disebabkan adanya aroma tempe yang tercium pada banana bars. Pada taraf signifikansi 5%, aroma dari keempat sampel tidak memiliki perbedaan penerimaan panelis terhadap aroma. Warna yang dihasilkan oleh keempat formula banana bars memiliki skor kesukaan 5 (agak suka) dengan warna coklat keemasan. Secara statistik tidak ada perbedaan penerimaan panelis terhadap warna banana bars yang dihasilkan. Demikian pula halnya dengan atribut overall yang memiliki tingkat penerimaan yang sama pada taraf signifikansi 5% dengan skor kesukaan 5 dan 6 (agak disukai dan disukai). F. PEMILIHAN FORMULA TERBAIK Penentuan formula terbaik didasarkan pada parameter uji organoleptik dan kecukupan sumbangan energi bagi pangan darurat. Penilaian uji organoleptik disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil yang lebih teliti. Hasil uji organoleptik terhadap atribut rasa, warna, aroma, tekstur, dan overall menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari setiap formula. Jadi semua formula mempunyai tingkat kesukaan yang sama berdasarkan uji organoleptik. Berdasarkan hasil uji organoleptik, keempat formula A, B, C, dan D sama-sama disukai dan dapat diterima oleh panelis. Formula A dan C merupakan formula yang sama dan dibedakan oleh adanya penambahan inulin, sedangkan formula B dan D merupakan formula yang sama dan dibedakan oleh adanya penambahan inulin. Formula A dan B yang tidak menggunakan inulin merupakan formula yang berbeda, sedangkan formula C dan D merupakan formula berbeda yang menggunakan inulin sebagai sumber serat dan prebiotik. Analisis proksimat memberikan hasil bahwa formula A (tanpa inulin) memiliki nilai sumbangan makronutrien protein yang belum memenuhi persyaratan sumbangan protein bagi pangan darurat (<10-15%) yaitu 8.59%. Demikian pula halnya dengan formula C (dengan inulin) 38

14 yang merupakan formula yang sama dengan A memberikan nilai sumbangan protein sebesar 8.24%. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah tepung tempe yang merupakan sumber protein produk. Formula B dan D telah memenuhi persyaratan pangan darurat yaitu nilai sumbangan proteinnya telah memenuhi 10-15%, lemak 40-50%, dan karbohidrat 35-45%. Formula B memiliki nilai energi sebesar kkal/bar sedangkan formula D memiliki nilai energi sebesar kkal/bar. Kedua formula ini dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat. Namun, bila ingin meningkatkan kadar serat dan prebiotik maka formula D dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat. Pada penelitian ini ingin dikembangkan fungsi inulin di dalam produk sehingga formula terpilih yang dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat adalah formula D. Namun, bila ingin menghemat biaya produksi maka formula B (tanpa inulin) dapat menjadi alternatif pangan darurat dengan kandungan energi yang telah memenuhi persyaratan pangan darurat. Pengujian kadar inulin dilakukan pada formula D memberikan hasil kadar inulin sebesar 9.18 g/100 g sedangkan kadar inulin yang terkandung di dalam adonan adalah 9.75 g/100g. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan besarnya penambahan inulin di dalam formula yang hanya sebesar 2.78 g/100 g. Nilai ini kurang akurat dikarenakan metode pengukuran HPLC yang digunakan adalah mengukur fruktosa secara keseluruhan sehingga fruktosa yang terukur adalah fruktosa yang terdapat dalam inulin komersial, inulin yang ada dalam pisang, maupun fruktosa yang dikandung pisang. Banana bars yang perlu dikonsumsi untuk satu takaran saji adalah sekitar 6-7 bars dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan 700 kkal. Hal ini didasarkan pada kebutuhan energi harian manusia sebesar 2100 kkal yang diasumsikan makan tiga kali sehari sehingga untuk satu takaran saji harus memenuhi energi sebesar 700 kkal. Formula D dengan berat 22 gram memiliki nilai energi sebesar kkal disarankan untuk mengonsumsinya sebanyak 6-7 bars untuk satu takaran saji dapat memenuhi kebutuhan 700 kkal. Dengan kata lain, harus mengonsumsi sebanyak 2-3 bars/ 22 gram agar dapat memenuhi kebutuhan 233 kkal/ 50 gram produk sekali makan. Produk banana bars ini selain dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat juga dapat digunakan sebagai camilan bergizi yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan. G. PERBANDINGAN PERKIRAAN PERHITUNGAN ENERGI DENGAN NILAI ENERGI AKTUAL Perbandingan perkiraan perhitungan dengan analisis proksimat keempat formula memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Pada formula terpilih yang mengandung inulin yaitu formula D, menunjukkan bahwa kandungan makronutrien pada produk tidak sama persis seperti perhitungan pada perancangan. Pada perancangan, lemak dalam produk diharapkan memberikan sumbangan kalori sebesar 47.57%, namun hasil proksimat jumlah lemak dalam produk ialah 41.21%. Hasil proksimat lebih rendah 6.36% dibandingkan perancangan formula. Hasil proksimat menunjukkan jumlah protein yang terdapat pada produk ialah 13.08% (berat kering) dengan sumbangan kalori sebesar 10.22% dari total kalori. Jika dibandingkan sumbangan kalori yang diberikan protein pada perancangan dengan hasil proksimat, maka hasil proksimat lebih kecil 2.43%. berbeda dengan hasil proksimat lemak dan protein yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan perancangan, hasil proksimat makronutrien karbohidrat memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan perancangan. Pada perancangan jumlah karbohidrat yang diharapkan adalah 54.10% (berat kering) dengan sumbangan kalori sebesar 39.80%. Hasil proksimat menunjukkan besarnya karbohidrat yang terdapat pada produk ialah 48.57%. Perbedaan jumlah makronutrien pada perancangan dengan hasil proksimat menunjukkan bahwa nilai-nilai yang tertera pada DKBM dan 39

15 kemasan tidak selalu memberikan nilai yang sesuai dengan kondisi bahan pangan yang digunakan yang sesungguhnya. Makronutrien yang terkandung pada bahan pangan, dipengaruhi banyak faktor misalnya varietas, umur waktu pemanenan, penyimpanan sebelum pengolahan, tata cara pengolahan. Hal ini dapat mempengaruhi nilai nutrisi yang terkandung pada bahan baku. Nilai yang tertera pada DKBM merupakan nilai rata-rata yang dapat dijadikan acuan sementara dalam merancang produk pangan, namun tidak selalu menggambarkan nilai yang sebenarnya dari bahan baku yang digunakan. Perbandingan nilai energi hasil perkiraan penghitungan dan nilai kalori aktual hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 17 yang menunjukkan bahwa perkiraan penghitungan nilai kalori dan hasil analisis proksimat memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Perkiraan penghitungan nilai kalori ini dilakukan karena pada awalnya belum diketahui berapa kandungan air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat pada produk akhir sehingga diperlukan adanya penghitungan yang nilainya mendekati nilai produk akhir. Perkiraan penghitungan nilai kalori ini dilakukan dengan pendekatan nilai makronutrien dari bahan-bahan yang digunakan pada banana bars. Tabel 17. Perbandingan nilai energi perkiraan dan hasil analisis proksimat Formula Perkiraan (Kalori) (kkal) Hasil proksimat (kkal) Formula A Formula B Formula C Formula D Namun demikian, perbedaan yang diberikan pada perancangan dan hasil analisis proksimat tidak berbeda terlalu jauh sehingga perancangan ini dapat digunakan untuk menghitung nilai energi yang dimiliki suatu produk sebelum produk tersebut dibuat. Hal ini dapat meminimalisasi biaya yang dikeluarkan untuk melakukan analisis proksimat produk jadi. 40

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan 1. Penepungan Kacang Tunggak Kacang tunggak yang akan digunakan dalam pembuatan cookies harus terlebih dahulu ditepungkan. Kacang tunggak ditepungkan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa tahap persiapan bahan baku untuk proses pembuatan produk dan juga analisis proksimat bahan baku utama

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG DAN PURE PISANG NANGKA PADA PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG SEBAGAI PANGAN DARURAT

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG DAN PURE PISANG NANGKA PADA PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG SEBAGAI PANGAN DARURAT Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG DAN PURE PISANG NANGKA PADA PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG SEBAGAI PANGAN DARURAT 1 Rohmah Luthfiyanti,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG 1 Taufik Rahman, 2 Rohmah Luthfiyanti, dan 3 Riyanti Ekafitri 1,2,3 Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN Disusun Oleh: FERAWATI I 8311017 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian. I PENDAHULUAN Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tertentu. Dengan maksud dan tujuan yang sudah jelas selanjutnya dikembangkan kerangka pemikiran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan

I PENDAHULUAN. umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan 1 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6), dan (1.7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Pengolahan Pangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunung Kidul, Yogyakarta; Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING Alsuhendra dan Ridawati 1) 1) Staf Pengajar PS Tata Boga Jur. IKK Fakultas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Gaplek Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE

NASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE NASKAH PUBLIKASI KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE Disusun oleh: Florencia Grace Ferdiana NPM : 120801253 UNIVERSITAS ATMA JAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pangan dan Gizi, Prodi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksperimen, metode ini ditempuh dalam pembuatan Chiffon cake dengan subtitusi tepung kulit singkong 0%, 5%, 10%,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci