BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB) OCB pertama kali di populerkan oleh Organ kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain. OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi. OCB merupakan perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal (Podsakoff, MacKenzie, Paine, & Bachrach, 2000). Smith (1983) menyebutkan OCB adalah kontribusi pekerja di atas dan lebih dari deskripsi kerja formal. OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugastugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang
positif, konstruktif dan bermakna membantu (Novliadi, 2007). Organ (1988) mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman (Organ, podsakoff, & mackenzie, 2006). Dari beberapa defenisi tokoh di atas dapat menyimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku yang bersifat suka rela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal- hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak diperintahkan secara formal 2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat tujuh dimensi dalam organizational citizenship behavior, yaitu : a. Altruism Altruism adalah perilaku karyawan untuk membantu ataupun menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan tidak ingin mendapatkan keuntungan pribadi. b. Courtesy Memperhatikan dan menghormati orang lain, juga sifat menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah
interpersonal, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi suatu masalah. c. Peacemaking Perilaku karyawan untuk mencegah, memecahkan, dan membantu meredakan konflik interpersonal yang tidak membangun (Organ, podsakoff, & mackenzie, 2006) d. Cheerleading Karyawan memberikan penguatan dan dorongan kepada rekan kerjanya mengenai pencapaian dan perkembangan kearah yang lebih baik, yang pada gilirannya akan membuat kontribusi tersebut lebih mungkin terjadi di masa depan (Organ, podsakoff, & mackenzie, 2006). e. Conscientiousness Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha agar melebihi harapan dari organisasi. Perilaku sukarela atau yang bukan merupakan kewajiban dari seorang karyawan dalam hal kehadiran, mengikuti aturan dan peraturan, dan lainnya (Organ, podsakoff, & mackenzie, 2006). f. Sportsmanship Menekankan pada aspek-aspek perilaku positif terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa menyampaikan keberatan, seperti tidak suka protes, tidak suka mengeluh walaupun berada dalam
situasi yang kurang nyaman, dan tidak membesar-besarkan masalah yang kecil. g. Civic Virtue Karyawan berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan politik organisasi atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan organisasi untuk meningkatkan kualitas pekerjaaan yang ditekuni. Contoh perilakunya adalah ketika karyawan mau memberikan opininya mengenai suatu masalah dalam perusahaan. Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006), berpendapat bahwa pengukuran OCB dapat dilakukan dengan menggunakan empat dimensi saja yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue. Hal ini dimaksudkan karena dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking dapat digabung menjadi satu dimensi yaitu dimensi helping behavior karena berkaitan dengan perilaku menolong orang lain dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut pekerjaan di organisasi. 3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain. Diantara faktor-faktor tersebut yang akan dibahas antara lain adalah budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), persepsi terhadap dukungan
organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi atasan- bawahan, masa kerja dan jenis kelamin. a. Budaya dan iklim organisasi Menurut Organ, Podsakoff dan Mackenzie (2006), terdapat buktibukti yang mengemukakan bahwa organisasi merupakan sesuatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadinya OCB. Sloat (Novliadi, 2007) berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja mereka apabila merek merasa puas dengan pekerjaannya. menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari pengawas, serta percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi. Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas berkembangnya OCB dalam suau organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran sera percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya. Konovsky dan Pugh (Novliadi, 2007) menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) untuk berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya. Pembalasan dari karyawan tersebut termasuk perasaan
memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan perilaku seperti organizational citizhenship. b. Kepribadian dan suasana hati Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya OCB secara individual maupun kelompok. George (Novliadi, 2007) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati merupakan karakteristik yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain. Meskipun suasana hati dipengaruhi (sebagian) oleh kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung bearada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepeada orang lain (Sloat, 1999) c. Persepsi terhadap dukungan organisasional Studi Shore dan Wayne (Novliadi, 2007) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional (Perceived Organizaional Support/ POS) dapat menjadi faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan
memberikan timbal baliknya (feed back) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship. d. Persepsi terhadap kualias interaksi atasan- bawahan Kualitas interaksi atasan-bawahan juga diyakini sebagai faktor unuk memprediksi OCB. Miner (Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa ineraksi atasan- bawahan yang berkualias tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatkan kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan berkualias tinggi maka seseorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh atasan mereka. e. Masa kerja Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB. f. Jenis kelamin Komrad (Novliadi, 2007)mengemukakan bahwa perilaku perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita dari
pada pria. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi dari pada pria dan lebih menunjukkan perilaku menolong dari pada pria. Temuanatemuan tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara pria dan wanita dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di tempat mereka bekerja. Morrison (1994) (Novliadi, 2007) juga membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita mengganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa wanita cenderung menginternalisasi harapan-harapan kelompok, rasa kebersamaan dan aktivitas-aktivias menolong sebagai dari pekerjaan mereka (Diefendorf e al, 2002 dalam Novliadi, 2007). B. Persepsi Dukungan Organisasi 1. Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi yang dikembangkan oleh Eisenberger didasarkan oleh pandangan social exchange theory dan reciprocity norm. Persepsi dukungan organisasi didefinisikan sebagai persepsi anggota mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan pada karyawan dan sejauhmana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan pada saat dibutuhkan. Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002) persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi anggota mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada
kesejahteraan mereka. Persepsi terhadap dukungan organisasi juga dibentuk berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap kebijakan/peraturan dan interaksi dengan pengurus organisasi, serta terhadap kesejahteraan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002). Persepsi dukungan organisasi akan dipengaruhi oleh berbagai aspek cara perlakuan organisasi untuk karyawannya dan pada gilirannya, akan mempengaruhi interpretasi karyawan akan motif organisasi yang mendasari perlakuan tersebut, hal ini menandakan bahwa karyawan berharap mendapat dukungan organisasi dalam berbagai macam situasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986) 2. Dimensi- Dimensi Persepsi Dukungan Organisasi Menurut Eisenberger (2001), terdapat tiga dimensi dari persepsi dukungan organisasi yaitu keadilan, dukungan atasan, dan penghargaan dari organisasi dan kondisi pekerjaan). a. Fairness (Keadilan) Cropanzano dan Greenberg ( 1997) membedakan antara aspekaspek keadilan dalam bentuk struktural dan sosial. Prediktor aspek keadilan struktural meliputi aturan formal dan kebijakan serta keputusan organisasi yang dapat mempengaruhi karyawan, termasuk pemberitahuan sebelum sebuah keputusan diimplementasikan, penerimaan informasi yang akurat, dan suara ( misalnya, masukan dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan). Aspek keadilan sosial disebut juga keadilan interaksional, melibatkan kualitas
perlakuan antarpribadi dalam organasasi. Aspek sosial meliputi memperlakukan karyawan dengan bermartabat dan hormat dan memberikan karyawan informasi mngenai bagaimana suatu hasil ditentukan. b. Supervisor support (Dukungan Pengawas ) Pengawas bertindak sebagai agen organisasi, sehingga memiliki tanggung jawab untuk memimpin dan mengevaluasi kinerja bawahan. Karyawan akan melihat orientasi atasan mereka kepada karyawan, apakah orientasi tersebut merupakan hal yang menguntungkan atau yang tidak sebagai suatu indikasi dari dukungan organisasi (Eisenberger, Cotterell, & Marvel, 1987). c. Imbalan dari Organisasi dan Kondisi Kerja Shore dan Shore (1995) mengemukakan bahwa berbagai reward dan kondisi pekerjaan memiliki kaitan dengan persepsi dukungan organisasi seperti pengakuan, upah, promosi, keamanan kerja, otonomi, peran stres, dan pelatihan. 1. Pengakuan, gaji, dan promosi. Menurut teori dukungan organisasi, reward yang menguntungkan merupakan penilaian positif organisasi terhadap kinerja karyawan sehingga berkontribusi terhadap persepsi yang dimiliki karyawan terhadap dukungan organisasi.
2. Keamanan kerja. Jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan keanggotaan karyawan di masa depan diharapkan dapat memberikan indikasi kuat bagi persepsi individu terhadap dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002) 3. Otonomi. Dengan otonomi, dimaksudkan persepsi terhadap kontrol yang dimiliki karyawan atas bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan mereka, termasuk penjadwalan, prosedur kerja, dan berbagai tugas. Dengan menunjukkan kepercayaan organisasi pada karyawan untuk memutuskan dengan bijak bagaimana mereka akan melaksanakan pekerjaan mereka. otonomi yang tinggi akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi karyawan (Rhoades & Eisenberger, 2002) 4. Peran stressor. Stresor mengacu pada individu merasa tidak mampu mengatasi tuntutan dari lingkungan (Lazarus & Folkman, 1984). Lebih lanjut lagi, karyawan menghubungkan job-related stressor dengan kondisi yang dikontrol oleh organisasi, bertentangan dengan hal itu bahwa kondisi yang melekat dalam pekerjaan atau akibat dari tekanan luar pada organisasi, stres dapat membuat persepsi dukungan organisasi menjadi berkurang. Stressor terkait tiga aspek peran karyawan dalam organisasi, yakni kelebihan beban kerja, yang melibatkan tuntutan yang melebihi apa yang seorang karyawan dapat capai dalam waktu yang ditentukan; ambiguitas peran, yang melibatkan tidak adanya
informasi yang jelas mengenai tanggung jawab pekerjaan seseorang; dan konflik peran, melibatkan tanggung jawab pekerjaan yang saling bertentangan (Rhoades & Eisenberger, 2002). 5. Pelatihan. Wayne et al. (1997) mengemukakan bahwa pelatihan kerja merupakan latihan yang bebas yang mengkomunikasikan investasi kepada karyawan, sehingga mengarah ke peningkatan persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002) 6. Ukuran organisasi. Dekker dan Barling (1995) menyatakan bahwa individu merasa kurang dihargai dalam organisasi yang besar, di mana kebijakan dan prosedur yang sangat formal dapat mengurangi fleksibilitas dalam menangani kebutuhan individu karyawan. Meskipun organisasi-organisasi besar, seperti halnya organisasi yang kecil, bisa menunjukkan kebaikan kepada kelompok karyawan, fleksibilitas yang dikurangi untuk memenuhi kebutuhan individu karyawan, dan disampaikan dengan aturan-aturan formal, dapat mengurangi persepsi dukungan organisasi.
3. Dampak Persepsi dukungan Organisasi Menurut Eisenberger, (Rhoades & Eisenberger, 2002) persepsi dukungan organisasi memiliki beberapa dampak, yaitu a. Komitmen Organisasi Atas dasar norma timbal balik, persepsi dukungan organisasi akan menciptakan sebuah kewajiban bagi karyawan untuk peduli dengan kesejahteraan organisasi. Kewajiban tersebut akan meningkatkan komitmen afektif karyawan terhadap organisasi. Persepsi dukungan organisasi juga akan meningkatkan komitmen afektif dengan memenuhi kebutuhan sosioemosional seperti afiliasi dan dukungan emosional. Pemenuhan kebutuhan tersebut menghasilkan rasa yang kuat sebagai anggota organisasi, yang melibatkan keanggotaan karyawan dan peran dalam identitas sosial mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002). b. Job-related effect Persepsi dukungan organisasi mempengaruhi reaksi afektif karyawan terhadap pekerjaan mereka, termasuk kepuasan kerja dan mood positif. Kepuasan kerja mengacu pada sikap keseluruhan karyawan terhadap pekerjaan mereka. Persepsi dukungan organisasi berkontribusi terhadap kepuasan kerja dengan memenuhi kebutuhan sosioemosional, meningkatkan harapan kinerja-penghargaan, dan menandakan ketersediaan bantuan bila diperlukan. Mood positif
berbeda dari kepuasan kerja karena melibatkan keadaan emosi seseorang tanpa objek tertentu. Perepsi dukungan organisasi dapat berkontribusi terhadap perasaan kompetensi dan kelayakan karyawan, sehingga meningkatkan mood positif (Rhoades & Eisenberger, 2002). c. Keterlibatan kerja Keterlibatan kerja mengacu pada identifikasi dan ketertarikan pada pekerjaan tertentu yang seseorang lakukan. Kompetensi yang dipersepsikan karyawan berhubungan dengan ketertarikan. Dengan meningkatkan kompetensi yang dimiliki karyawan, persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan minat karyawan dengan pekerjaan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002). d. Prestasi Persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan kinerja karyawan dengan melakukan pekerjaan yang melampaui tanggung jawab yang sudah ditugaskan, dan ini akan sangat menguntungkan organisasi. Menurut George dan Brief, pekerjaan tersebut seperti pekerjaan extra role, meliputi membantu sesama karyawan, mengambil tindakan yang melindungi organisasi dari risiko, menawarkan saran konstruktif, dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002).
e. Strain Persepsi dukungan organisasi diharapkan dapat mengurangi keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dan reaksi psikosomatik (disebut tekanan ) terhadap stresor dengan menunjukkan ketersediaan membeikan dukungan materi dan dukungan emosional ketika dibutuhkan dalam menghadapi tuntutan pekerjaan yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa persepsi dukungan orgnisasi dapat menurunkan tingkat stres karyawan baik tinggi dan rendah terhadap stresor (Rhoades & Eisenberger, 2002). f. Withdrawal behavior Withdrawal behavior mengacu pada berkurangnya partisipasi aktif karyawan dalam organisasi. Bentuk withdrawal behavior seperti keterlambatan, ketidakhadiran, dan omset yang seadanya. POS juga dapat meningkatkan komitmen organisasi afektif, dengan demikian mengurangi withdrawal behavior (Rhoades & Eisenberger, 2002) C. Dinamika Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku individu yang bersifat bebas, tidak secara langsung atau secara eksplisit mengharapkan sistem imbalan formal, dan secara keseluruhan meningkatkan efisiensi dan keefektifan fungsi organisasi. OCB bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan atau bukanlah tuntutan secara
langsung dari organisasi; melainkan sebagai pilihan personal (Organ, podsakoff, & mackenzie, 2006). Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku organisasi, OCB merupakan bentuk perilaku kerja yang biasanya tidak terlihat atau diperhitungkan (Wulani, 2005). OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan. OCB ini mengacu pada konstruk dari extra-role behavior, di definisikan sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi atau berniat untuk menguntungkan organisasi, yang langsung dan mengarah pada peran pengharapan. Dengan demikian OCB merupakan perilaku yang menguntungkan, extra-role, prososial yang mengarahkan individu, kelompok atau organisasi (Chien, 2004). Organizational citizenship behavior dipengaruhi beberapa faktor, diantaranay persepsi dukungan organisasi. Menurut Eisenberger dkk (1986) hubungan antara karyawan dengan organisasi adalah hubungan timbal balik sosial (social exchange relationship) yang mana organisasi akan menawarkan karyawan imbalan dan kondisi kerja yang baik, dengan harapan akan adanya loyalitas dan usaha kerja yang lebih dari karyawan. (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, 2001). Menurut Gouldner ( dalam Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, 2001) timbal balik ini dilakukan baik oleh organisasi maupun karyawan, dimana perlakuan baik yang diterima salah satu pihak harus dibalas, sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Usaha lebih karyawan akan ditukarkan dengan keuntungan dari organisasi (gaji atau jaminan sosial dan kesehatan) dan pemenuhan kebutuhan sosio emosional (kepercayaan diri, pengakuan, prestasi dan penghargaan) yang diterima oleh karyawan dari organisasi. Eisenberger mengungkapkan karyawan akan mempersepsikan sejauh mana organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli tentang kesejahteraan karyawan (Allen, Shore, & Griffeth, 2003). Jika karyawan merasa bahwa dukungan organisasi yang diterimanya baik, maka akan muncul reciprocity norm, yang mana karyawan yang diperlakukan dengan baik akan merasa wajib membalas perlakuan baik yang diterima dari organisasi, maka karyawan tersebut akan berkomitmen dengan organisasi dan kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi. Dengan demikian, karyawan akan merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan performansi terbaiknya pada organisasi (Agustiningrum & Suryanto, 2013). Menurut Eisenberger dkk ( 1990), sikap karyawan terhadap organisasi ditentukan oleh persepsi mereka pada perilaku pemimpin, dukungan organisasi, dan karakteristik organisasi. Sebagai contoh, menurut Aryee et al., ( dalam Lee, Kim, & Kim, 2013 ), ketika karyawan mengetahui keadilan dalam organisasi mereka, mereka akan cenderung mencoba untuk membalas dengan sikap kerja yang positif. Dari perspektif ini, karyawan lebih cenderung untuk membalas kebaikan organisasi ketika mereka mengakui keadilan dalam hal pengambilan keputusan, memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam proses itu dan menerima dukungan pemimpin (Lee, Kim, & Kim, 2013 ). George dan brief (1992) mengatakan bahwa dukungan organisasi yang dipersepsikan level tinggi akan meningkatkan perilaku extra-role (OCB) karyawan, seperti mmbantu rekan kerja, mengambil tindakan-tindakan yang dapat melindungi organisasi dari resiko, menyumbang ide-ide yang membangun, serta berusaha mengubah pengetahuan dan skill yang bermanfaat bagi organisasi (Novliadi, 2007). Studi Shore dan Wayne (1993) mengemukakan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional menjadi prediktor OCB dan berpengaruh positif dengan kinerja dan OCB. Pekerja yang merasa didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship (Rhoades & Eisenberger, 2002). Berdasarkan uraian diatas, dapatlah disimpulkan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi berpengaruh positif terhadap OCB, semakin baik dukungan organisasi dipersepsikan karyawan, semakin tinggi pula OCB karyawan.
D. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif persepsi dukungan organisasi terhadap organizational citizenship behavior pada Karyawan Harian Waspada Medan. Semakin positif dukungan organisasi dipersepsikan oleh karyawan, semakin tinggi tingkat Organizational Citizenship Behavior karyawan Harian Waspada Medan.