43 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Satu Penelitian tahap satu dilakukan untuk menentukan produk tsukuda-ni yang paling disukai panelis dengan perlakuan konsentrasi bumbu pada larutan seasoning. Hasil uji organoleptik pada penelitian tahap satu dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan: Angka 1,2,3 sebagai keterangan perlakuan (kembali pada Tabel 5) Angka-ngka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 5. Hasil uji organoleptik perlakuan konsentrasi bumbu Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis, perlakuan konsentrasi bumbu memberikan pengaruh terhadap parameter rasa dan aroma. Berdasarkan hasil uji Multiple comparation, perlakuan konsentrasi bumbu 1, 2, dan 3 tidak berbeda nyata terhadap organoleptik warna dan tekstur. Hasil analisis keragaman nilai organoleptik perlakuan konsentrasi bumbu dapat dilihat pada Lampiran 1. Perlakuan konsentrasi bumbu pada larutan seasoning sangat mempengaruhi rasa yang produk tsukuda-ni yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji Multiple comparation, perlakuan kedua pada organoleptik rasa berbeda nyata dengan perlakuan pertama dan ketiga. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kedua, yaitu perbandingan 1:2 antara daging ikan nila dengan campuran fruktosa dan larutan jahe (0,4%). Konsentrasi asam jawa 8%, garam 6%, gula pasir 20%,
44 bawang putih 2%, bawang merah 4%, ketumbar 2%, dan lengkuas 2% dari 150 ml (fruktosa dan larutan jahe). Nilai kesukaan yang didapatkan pada perlakuan terbaik adalah antara agak suka dan suka yaitu 5,93. Tsukuda-ni ikan nila dengan konsentrasi bumbu perlakuan kedua memiliki cita rasa yang paling disukai panelis. Ukuran konsentrasi rempah-rempah yang digunakan dalam larutan seasoning dapat memberikan rasa yang sesuai dengan kesukaan panelis. Bawang putih, bawang merah, dan ketumbar yang digunakan berperan sebagai penyedap (Syukur dan Hernani 2002; Syarief dan Irawati 1988; Dalimartha 2005). Berdasarkan hasil uji Multiple comparation, perlakuan kedua pada nilai rata-rata organoleptik aroma tidak berbeda nyata dengan perlakuan ketiga, dan berbeda nyata dengan perlakuan pertama. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kedua yaitu 5,73 karena konsentrasi rempah-rempah yang digunakan dalam larutan seasoning dapat memberikan aroma yang sesuai dengan kesukaan panelis. Bawang putih (Allium cepa sativum) mengandung senyawa sulfur yang berperan dalam pembentukan aroma (Lindsay 1990). Bawang merah (Allium varascal onicum), lengkuas (Alpina galanga), ketumbar (Coriandrum sativum Linn) pada makanan bertujuan untuk memberi cita rasa dan aroma yang merangsang (Syarief dan Irawati 1988; Muhlisah 1999; Syukur dan Hernani 2002). 4.2 Penelitian Tahap Dua Pembuatan tsukuda-ni ikan nila pada tahap dua berdasarkan hasil uji organoleptik rasa pada penelitian tahap satu yang memilik nilai tertinggi (perlakuan konsentrasi bumbu kedua) dengan pengembangan perlakuan waktu pengovenan yaitu selama 3 jam 30 menit, 4 jam, 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit. Suhu pengovenan yang digunakan adalah 80 ± 10 0 C. Parameter uji organoleptik sensori pada penelitian tahap dua adalah warna, aroma, rasa, dan tekstur. 4.2.1 Warna Hasil penilaian panelis terhadap warna tsukuda-ni ikan nila perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit berturut-turut adalah 5,38 (nilai kesukaan antara agak suka dan suka), 4,66, 4,66
45 (nilai kesukaan antara netral dan agak suka) (Soekarto 1981), 4,31 dan 4,31. Berdasarkan hasil uji Multiple comparation, perlakuan pengovenan 3 jam 30 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan pengovenan 4 jam, 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit terhadap rata-rata nilai organoleptik warna. Hasil uji organoleptik parameter warna perlakuan lama waktu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan hasil analisis keragaman nilai organoleptik warna perlakuan lama pengovenan dapat dilihat pada Lampiran 2. Keterangan: Angka-ngka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 6. Hasil uji organoleptik parameter warna perlakuan lama waktu pengovenan Berdasarkan hasil uji organoleptik, semakin lama pengovenan pada pembuatan produk tsukuda-ni ikan nila maka warna yang dihasilkan semakin tidak disukai panelis, karena warnanya semakin gelap. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi-reaksi browning, baik enzimatik maupun nonenzimatik (Muchtadi 1997). Reaksi browning non-enzimatik yang sering terjadi adalah reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi antara asam-asam amino, peptida, atau protein dengan gula-gula pereduksi (Arnoldi 2001 dalam Steele 2004). Bahan yang mengalami reaksi Maillard dapat menghasilkan suatu senyawa yaitu amadori.
46 Senyawa amadori akan membentuk hidroksimetilfurfuraldehid yang akhirnya menjadi furfural. Polimerisasi furfuraldehid yang bernama melanoidin inilah yang akan menimbulkan warna coklat (Winarno 1980). 4.2.2 Aroma Hasil penilaian panelis pada uji organoleptik aroma tsukuda-ni ikan nila pada perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit berturut-turut adalah 5,28 (nilai kesukaan antara agak suka dan suka), 4,93, 4,66 (nilai kesukaan antara netral dan agak suka) (Soekarto 1981), 4,41 dan 4,38. Berdasarkan hasil uji Multiple comparation, perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit, serta tidak memberikan pengaruh yang beberda nyata dengan perlakuan lama pengovenan 4 jam terhadap rata-rata nilai organoleptik aroma. Berdasarkan hasil uji organoleptik, semakin lama pengovenan pada pembuatan produk tsukuda-ni ikan nila maka aroma yang dihasilkan semakin tidak disukai panelis, dan aroma khas ikan semakin hilang. Menurut Winarno dan Fardiaz (1973) serta Pan (1988) dalam Shahidi dan Botta (1994) semakin lama pemanasan dan pengeringan dilakukan, banyak zat gizi yang mengalami penurunan, salah satunya adalah asam amino yang bersifat tidak stabil, sehingga menimbulkan senyawa yang mudah menguap (volatile compound). Aroma daging yang dimasak dapat dipengaruhi oleh reaksi Maillard dan degradasi lemak (Shahidi 1992). Reaksi Maillard menghasilkan senyawa karbonil yang mudah menguap, sehingga dapat mempengaruhi aroma daging ikan yang dikeringkan (Nakamura et al. 1982 dalam Shahidi 1992). Karakteristik aroma ikan yang telah dimasak merupakan hasil campuran aldehida (senyawa-senyawa sederhana) dengan produk reaksi browning non-enzimatik. Aroma (flavor) daging ikan yang mengalami reaksi browning non-enzimatik merupakan hasil interaksi senyawa-senyawa karbonil dan amin (Shibamoto 1983 dalam Shahidi 1992). Hasil uji organoleptik parameter aroma perlakuan lama waktu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan hasil analisis keragaman nilai organoleptik aroma perlakuan lama pengovenan dapat dilihat pada Lampiran 2.
47 Keterangan: Angka-ngka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 7. Hasil uji organoleptik parameter aroma perlakuan lama waktu pengovenan Aroma pada tsukuda-ni juga dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang digunakan seperti bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, dan ketumbar. Bawang putih (Allium cepa sativum) mengandung senyawa sulfur yang berperan dalam pembentukan aroma. Aroma pada jahe (Zingiber officinale Rosc) terbentuk karena senyawa Phenylalkyl ketones (Lindsay 1990). Bawang merah (Allium varascal onicum), lengkuas (Alpina galanga), ketumbar (Coriandrum sativum Linn) pada makanan bertujuan untuk memberi cita rasa dan aroma yang merangsang (Syarief dan Irawati 1988; Muhlisah 1999; Syukur dan Hernani 2002). 4.2.3 Rasa Nilai kesukaan rasa produk tsukuda-ni ikan nila perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit berturut-turut adalah 5,66, 5,17 (nilai kesukaan antara agak suka dan suka), 4,83 (nilai kesukaan antara netral dan agak suka) (Soekarto 1981), 4,66 dan 4,38. Berdasarkan hasil uji Multiple comparation perlakuan pengovenan 3 jam 30 menit tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan pengovenan 4 jam, serta memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan pengovenan 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit terhadap rata-rata nilai
48 organoleptik rasa. Hasil uji organoleptik parameter rasa perlakuan lama waktu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis keragaman nilai organoleptik rasa perlakuan lama pengovenan dapat dilihat pada Lampiran 2. Keterangan: Angka-ngka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 8. Hasil uji organoleptik parameter rasa perlakuan lama waktu pengovenan Berdasarkan hasil uji organoleptik, semakin lama waktu pengovenan parameter rasa produk semakin kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pemanasan yang berlebih, sehingga mengakibatkan hilangnya asam amino tidak stabil terhadap panas (Pan 1988 dalam Shahidi dan Botta 1994), dan reaksi browning non-enzimatik yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya senyawa karbonil sehingga menimbulkan rasa pahit (Steele 2004). 4.2.4 Tekstur Nilai ranking organoleptik tekstur tsukuda-ni ikan nila pada perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, 4 jam 30 menit, 5 jam, dan 5 jam 30 menit berturut-turut adalah 5,31, 5,10 (nilai kesukaan antara agak suka dan suka), 4,48 (nilai kesukaan antara netral dan agak suka) (Soekarto 1981), 4,03 dan 3,93. Berdasarkan hasil uji Multiple comparation, perlakuan pengovenan 3 jam 30 menit memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan pengovenan 4 jam 30 menit, 5 jam, 5 jam 30 menit, serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan
49 pengovenan 4 jam terhadap rata-rata nilai organoleptik tekstur. Hasil uji organoleptik parameter tekstur perlakuan lama waktu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan hasil analisis keragaman nilai organoleptik tekstur perlakuan lama pengovenan dapat dilihat pada Lampiran 2. Keterangan: Angka-ngka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 9. Hasil uji organoleptik parameter tekstur perlakuan lama waktu pengovenan Berdasarkan hasil uji organoleptik, semakin lama pengovenan maka nilai kesukaan tekstur tsukuda-ni semakin kecil, karena tekstur semakin keras. Pengeringan atau pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan kimia seperti penggumpalan protein pada bahan pangan (Winarno 1980), dan terbentuknya dekstrin dari pati yang dikeringkan (Winarno dan Fardiaz 1973). 4.3 Penelitian Tahap Tiga (Penelitian Utama) Beberapa produk tsukuda-ni ikan nila yang memiliki nilai organoleptik lebih tinggi pada penelitian tahap dua (perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, dan 4 jam 30 menit) digunakan untuk penelitian tahap tiga. Penelitian tahap tiga (penelitian utama) dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia dan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila melalui analisis kimia dan pendugaan umur simpan dengan metode akselerasi. Parameter kimia yang diuji pada penelitian utama adalah nilai proksimat, aktivitas air (a w ), dan bilangan TBA
50 (Thiobarbituric acid). Perhitungan umur simpan produk menggunakan rumus Arrhenius. 4.3.1 Proksimat Nilai proksimat yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilai proksimat tsukuda-ni ikan nila pada lama pengovenan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai proksimat tsukuda-ni ikan nila Komposisi kimia (%) Lama pengovenan Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat (by different) 3 jam 30 menit 24,52 a 3,05 a 33,97 a 2,60 a 35,87 a 4 jam 22,45 b 3,23 a 34,24 a 2,60 a 37,48 b 4 jam 30 menit 21,73 c 3,33 a 34,46 a 2,60 a 37,88 c Keterangan : Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan t beda nyata (p<0,05) Hasil pengukuran kadar air tsukuda-ni ikan nila menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengovenan, maka persentase kadar air semakin kecil. Pengovenan adalah bentuk pengeringan buatan secara adiabatik, dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas. Udara panas tersebut memberikan panas dan mengangkut uap air bahan pangan yang akan dikeringkan (Muchtadi 1997). Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan padat dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas (Winarno dan Fardiaz 1973). Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Berdasarkan nilai rata-rata persentase kadar abu tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara lama pengovenan dan kadar abu berbanding lurus. Semakin lama waktu pengovenan, maka persentase kadar abu semakin besar. Winarno dan Fardiaz (1973) menyatakan bahwa pengurangan kadar air akan menyebabkan kandungan protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral pada bahan pangan terkonsentrasi lebih tinggi. Nilai rata-rata persentase kadar protein dan karbohidrat (by different) pada tsukuda-ni ikan nila menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengovenan, maka
51 nilai rata-rata persentasenya semakin besar. Peningkatan kadar protein dan karbohidrat yang dihasilkan berhubungan erat dengan penurunan kadar air. Penurunan kadar air pada pengolahan bahan pangan akan meningkatkan konsentrasi kadar protein, lemak, karbohidrat, dan mineral-mineral (Winarno dan Fardiaz 1973). Menurut hasil penelitian Chukwu (2009) jika dibandingkan dengan bahan baku, ikan jenis tilapia yang telah dikeringkan mengalami penurunan persentase kadar air, sedangkan persentase kadar protein, lemak, vitamin A, potassium, serta phospor mengalami kenaikan. Kadar karbohidrat tsukuda-ni ikan nila memiliki nilai rata-rata persentase lebih tinggi, karena proses pengolahannya melalui perendaman dan perebusan dalam larutan gula (pengeringan osmosis). Persentase gula sebesar 36,4% dari larutan. Larutan gula tersebut bertekanan osmosis lebih tinggi dari air yang ada di dalam daging ikan (bersifat hipertonik), sehingga larutan gula masuk dalam daging ikan, dan air dari dalam daging ikan keluar. Raoult (1991) dalam Berk (2009) menyatakan bahwa pengeringan osmosis adalah suatu cara untuk mengeluarkan air dari bahan pangan melalui perendaman dalam larutan gula atau garam yang bertekanan osmosis tinggi. 4.3.2 Perubahan mutu selama penyimpanan Parameter uji yang digunakan selama penyimpanan adalah aktivitas air (a w ), nilai TBA (ketengikan),dan organoleptik aroma. Penyimpanan dilakukan pada tiga tingkatan suhu, yaitu 30 0 C, 45 0 C, dan 50 0 C. Perubahan nilai a w pada produk tsukuda-ni ikan nila selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12, sedangkan data perubahan nilai a w tersebut disajikan pada Lampiran 5.
52 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 10. Perubahan nilai a w selama penyimpanan pada perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 11. Perubahan nilai a w selama penyimpanan pada perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 12. Perubahan nilai a w selama penyimpanan pada perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 menit
53 Perubahan nilai a w pada masing-masing produk tsukuda-ni ikan nila selama penyimpanan berfluktuasi, dan cenderung mengalami peningkatan pada penyimpanan hari terakhir. Peningkatan nilai a w dapat disebabkan karena penyerapan uap air dari lingkungan oleh produk pangan serta adanya reaksi biokimia dalam produk pangan tersebut. Menurut Winarno (1980), reaksi oksidasi lemak dapat melepaskan air terikat menjadi air bebas, sehingga nilai a w produk meningkat. Tsukuda-ni ikan nila pada penelitian ini, dikemas menggunakan kemasan fleksibel jenis plastik Polypropylene. Polypropylene memiliki sifat daya tembus uap air yang rendah (Buckle et al. 1985). Menurut Winarno dan Fardiaz (1973), kemasan yang terbuat dari plastik kurang baik, karena secara perlahan-lahan masih terjadi pemasukan udara melalui pori-pori. Robertson (1992) dalam Arpah (2001) menyatakan bahwa makanan akan mengalami kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebihan. Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat memicu berbagai jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan a w. Beberapa reaksi yang dapat terjadi diantaranya adalah reaksi pencoklatan non-enzimatis, reaksi oksidasi, dan reaksi pembentukan off-flavor. Reaksi oksidasi dapat diuji melalui Uji Thiobarbituric Acid (TBA). Data perubahan nilai TBA pada produk tsukuda-ni ikan nila selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 6, dan grafik perubahan nilai TBA tersebut dapat dilihat pada Gambar 13, Gambar 14, serta Gambar 15. 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 13. Perubahan nilai TBA selama penyimpanan pada perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit
54 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 14. Perubahan nilai TBA selama penyimpanan pada perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 15. Perubahan nilai TBA selama penyimpanan pada perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 menit Perubahan nilai TBA pada masing-masing produk tsukuda-ni ikan nila selama penyimpanan cenderung mengalami peningkatan. Kenaikan angka TBA tersebut menunjukkan peningkatan kadar malonaldehid selama penyimpanan akibat reaksi oksidasi. Proses oksidasi terjadi karena kontak antara oksigen dengan lemak yang menghasilkan asam lemak, kemudian peroksida dioksidasi membentuk aldehid dalam bentuk malonaldehid (Nawar 1977). Peningkatan nilai TBA tertinggi terjadi pada suhu penyimpanan 50 0 C, diikuti suhu 45 0 C dan 30 0 C. Salah satu faktor yang mempengaruhi laju oksidasi adalah suhu. Pada umumnya, laju reaksi oksidasi meningkat saat suhu mengalami
55 peningkatan. Suhu juga mempengaruhi tingkat dan tekanan oksigen parsial. Saat suhu meningkat, perubahan tekanan oksigen parsial memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap laju reaksi, karena oksigen menjadi berkurang kelarutannya dalam lemak dan air. Faktor lain yang mempengaruhi laju oksidasi diantaranya adalah komposisi asam lemak, area permukaan, dan nilai a w pada produk pangan (Nawar 1977). Skema reaksi autooksidasi dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Skema reaksi autooksidasi pada lemak Sumber: Nawar (1977) Jumlah, posisi, dan geometri ikatan rangkap pada asam lemak dapat mempengaruhi laju oksidasi. Asam cis lebih muda teroksidasi daripada isomer trans, dan ikatan rangkap konjugasi lebih reaktif daripada ikatan rangkap nonkonjugasi. Reaksi oksidasi akan meningkat secara langsung jika daerah
56 permukaan bahan pangan yang mengandung lemak terpapar oleh udara (Nawar 1977). Kelembaban yang berhubungan langsung dengan nilai a w juga mempengaruhi laju reaksi oksidasi. Berdasarkan data pada Gambar 10 sampai Gambar 15 terlihat bahwa nilai TBA mengalami peningkatan pada hari penyimpanan terakhir saat nilai a w produk meningkat, yaitu berkisar 0,67 hingga 0,70. Menurut Nawar (1977) laju reaksi oksidasi sangat dipengaruhi oleh aktivitas air (a w ). Pada produk pangan kering dengan nilai a w kurang dari 0,1 oksidasi dapat terjadi dengan cepat, saat nilai a w meningkat sekitar 0,3 dapat memperlambat laju reaksi oksidasi. Saat nilai a w mengalami kenaikan menjadi 0,55-0,85 reaksi oksidasi mengalami peningkatan kembali. Pengaruh a w terhadap laju reaksi oksidasi dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Pengaruh a w terhadap laju reaksi oksidasi Sumber: Labuza (1971) dalam Belitz dan Grosch (1999) Suhu dan lama penyimpanan akan mempengaruhi penilaian terhadap aroma produk. Perubahan rata-rata nilai kesukaan aroma produk tsukuda-ni ikan nila selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18, Gambar 19, dan Gambar 20, sedangkan data perubahan nilai rata-rata kesukaan aroma tersebut disajikan pada Lampiran 7.
57 30 0 C 45 0 C 50 0 C mbar 18. Perubahan nilai kesukaan aroma pada perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit Ga 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 19. Perubahan nilai kesukaan aroma pada perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 20. Perubahan nilai kesukaan aroma pada Perlakuan lama pengovenan 4 jam 30 menit
58 Perubahan nilai kesukaan aroma pada masing-masing produk tsukuda-ni ikan nila selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Reaksi deteriorasi yang banyak menyebabkan penurunan mutu produk adalah reaksi oksidasi lemak. Oksidasi lemak menyebabkan terbentuknya komponen volatil yang berperan terhadap timbulnya off-flavor (ketengikan) (Arpah 2001). 4.3.3 Pendugaan umur simpan Pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila menggunakan metode akselerasi model Arrhenius. Parameter yang diukur selama penyimpanan adalah nilai TBA (ketengikan), nilai a w, dan organoleptik aroma. Di antara ketiga parameter tersebut yang paling mempengaruhi konsumen adalah reaksi oksidasi penyebab ketengikan sehingga nilai TBA digunakan dalam perhitungan model Arrhenius. Titik kritis TBA pada produk tsukuda-ni ikan nila perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, dan 4 jam 30 menit masing-masing adalah 0,9912 mg malonaldehid/kg bahan, 0,8989 mg malonaldehid/kg bahan, dan 0,8715 mg malonaldehid/kg bahan. Nilai tersebut diperoleh dari pengujian organoleptik saat produk mulai ditolak. Pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila menggunakan model ordo nol atau ordo satu. Penentuan ordo yang dipakai dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (R 2 ) dari kedua ordo tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila, nilai koefisien korelasi (R 2 ) pada ordo nol di setiap masing-masing produk lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi (R 2 ) pada ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) bahwa penurunan mutu akibat oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan umumnya mengikuti reaksi ordo nol. Nilai koefisien korelasi (R 2 ) pada perhitungan pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila perlakuan lama pengovenan 3 jam 30 menit, 4 jam, dan 4 jam 30 menit dapat dilihat pada Tabel 7.
59 Tabel 7. Nilai koefisien korelasi (R 2 ) pada perhitungan pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila Lama pengovenan Suhu Penyimpanan 1/T (1/K) k Ln k 0 C K Ordo nol Ordo satu Ordo nol Ordo satu 3 jam 30 menit 30 303 0,0033 0,012 0,015-4,4228-4,1997 45 318 0,0031 0,018 0,021-4,0174-3,8632 50 323 0,0030 0,022 0,024-3,8167-3,7297 R 2 (nilai koefisien korelasi ln k dan suhu penyimpanan) Ordo nol Ordo satu R 2 = 1 R 2 = 0,997 4 jam 30 303 0,0033 0,013 0,018-4,3428-4,0174 45 318 0,0031 0,015 0,020-4,1997-3,9120 50 323 0,0030 0,018 0,023-4,0174-3,7723 R 2 (nilai koefisien korelasi ln k dan suhu penyimpanan) Ordo nol Ordo satu R 2 = 0,934 R 2 = 0,928 4 jam 30 menit 30 303 0,0033 0,015 0,022-4,1997-3,8167 45 318 0,0031 0,016 0,022-4,1352-3,8617 50 323 0,0030 0,016 0,023-4,1352-3,7723 R 2 (nilai koefisien korelasi ln k dan suhu penyimpanan) Ordo nol Ordo satu R 2 = 0,892 R 2 = 0,571 Keterangan: K = suhu penyimpanan dalam Kelvin 1/T = 1/ suhu penyimpanan dalam Kelvin k R 2 = Laju reaksi = Koefisien korelasi antara 1/T dan Ln k pada setiap suhu penyimpanan Berdasarkan data perubahan nilai TBA produk selama penyimpanan, dapat dibuat grafik dan persamaan garis linier hubungan antara lama penyimpanan dan perubahan nilai TBA pada tiga suhu penyimpanan. Grafik laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 3 jam 30 menit selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21.
60 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 21. Laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 3 jam 30 menit selama penyimpanan Berdasarkan Gambar 21, diperoleh persamaan peningkatan nilai TBA dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar: Suhu 30 0 C y = 0,012x + 0,606 R 2 = 0,993 Suhu 45 0 C y = 0,018x + 0,593 R 2 = 0,981 Suhu 50 0 C y = 0,022x + 0,604 R 2 = 0,930 Kemiringan masing-masing persamaan regresi merupakan nilai k pada persamaan Arrhenius. Plot Arrhenius diperoleh dengan menghubungkan nilai ln k dan 1/T dari masing-masing nilai regresi setiap suhu penyimpanan. Grafik hubungan nilai ln k dan 1/T produk tsukuda-ni ikan nila pengovenan 3 jam 30 menit dapat dilihat pada Gambar 22. 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 22. Hubungan antara ln k dan 1/T pada tsukuda-ni ikan nila pengovenan 3 jam 30 menit
61 Berdasarkan Gambar 22, diperoleh persamaan garis lurus dan koefisien korelasi sebagai berikut: y = -2021 x + 2,248 R 2 = 1 Nilai kemiringan kurva persamaan garis ini merupakan nilai E/R dari persamaan Arrhenius, sehingga diperoleh nilai energi aktivasi dengan persamaan sebagai berikut: E/R = -2021 K R = 1,986 kal /mol K E = -4013,706 kal /m Nilai perpotongan merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius, hingga diperoleh nilai ko sebesar: Ln ko = 2,248 ko = 9,46877933 Setelah nilai -E/R dan ko diperoleh, model persamaan Arrhenius untuk laju penurunan nilai TBA diperoleh sebagai berikut : k = ko e -(Ea/RT) k = 9,46877933e -2021/T Berdasarkan persamaan Arrhenius di atas, dapat ditentukan laju peningkatan TBA pada berbagai suhu penyimpanan seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 3 jam 30 menit pada suhu penyimpanan yang berbeda Suhu Persamaan k (mg malonaldehid/kg sampel/hari) 27 0 C atau 300 K k = 9,46877933e -2021/300 0,01123561 30 0 C atau 303 K k = 9,46877933e -2021/303 0,01201058 45 0 C atau 318 K k = 9,46877933e -2021/318 0,01645138 50 0 C atau 323 K k = 9,46877933e -2021/323 0,01815216 Setelah mendapatkan laju peningkatan nilai TBA, maka umur simpan tsukuda-ni ikan nila pengovenan 3 jam 30 menit pada suhu penyimpanan yang berbeda dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
62 Umur simpan = Nilai kritis TBA Nilai TBA awal Laju peningkatan nilai TBA Suhu 27 0 C atau 300 K = (0,9912 0,6128)/ 0,01123561 = 33 hari Suhu 30 0 C atau 303 K = (0,9912 0,6128)/ 0,01201058 = 31 hari Suhu 45 0 C atau 318 K = (0,9912 0,6128)/ 0,01645138 = 23 hari Suhu 50 0 C atau 323 K = (0,9912 0,6128)/ 0,01815216 = 20 hari Grafik laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 23. 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 23. Laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam Berdasarkan Gambar 23, diperoleh persamaan peningkatan nilai TBA dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar: Suhu 30 0 C y = 0,013x + 0,545 R 2 = 0,977 Suhu 45 0 C y = 0,015x + 0,566 R 2 = 0,975 Suhu 50 0 C y = 0,018x + 0,569 R 2 = 0,961 Kemiringan masing-masing persamaan regresi merupakan nilai k pada persamaan Arrhenius. Plot Arrhenius diperoleh dengan menghubungkan nilai ln k dan 1/T dari masing-masing nilai regresi setiap suhu penyimpanan. Grafik hubungan nilai
63 ln k dan 1/T produk tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam dapat dilihat pada Gambar 24. 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 24. Hubungan antara ln k dan 1/T pada tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam Berdasarkan Gambar 24, diperoleh persamaan garis lurus dan koefisien korelasi sebagai berikut: y = -1032 x - 0,953 R 2 = 0,934 Nilai kemiringan kurva persamaan garis ini merupakan nilai E/R dari persamaan Arrhenius, sehingga diperoleh nilai energi aktivasi dengan persamaan sebagai berikut: E/R = -1032 K R = 1,986 kal /mol K E = 2049,552 kal /m Nilai perpotongan merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius, hingga diperoleh nilai ko sebesar: Ln ko = -0,953 ko = 0,385582539 Setelah nilai E/R dan ko diperoleh, model persamaan Arrhenius untuk laju penurunan nilai TBA diperoleh sebagai berikut : k = ko e -(Ea/RT) k = 0,385582539e -1032/T
64 Berdasarkan persamaan Arrhenius di atas, dapat ditentukan laju peningkatan TBA pada berbagai suhu penyimpanan seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam pada suhu penyimpanan yang berbeda Suhu Persamaan k (mg malonaldehid/kg sampel/hari) 27 0 C atau 300 K k = 0,385582539e -1032/300 0,012363583 30 0 C atau 303 K k = 0,385582539e -1032/303 0,012791932 45 0 C atau 318 K k = 0,385582539e -1032/318 0,015021346 50 0 C atau 323 K k = 0,385582539e -1032/323 0,015795243 Setelah mendapatkan laju peningkatan nilai TBA, maka umur simpan tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam pada suhu penyimpanan yang berbeda dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Umur simpan = Nilai kritis TBA Nilai TBA awal Laju peningkatan nilai TBA Sehingga didapatkan umur simpan tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam adalah sebagai berikut: Suhu 27 0 C atau 300 K = (0,8989 0,5404)/ 0,012363583 = 28 hari Suhu 30 0 C atau 303 K = (0,8989 0,5404)/ 0,012791932 = 28 hari Suhu 45 0 C atau 318 K = (0,8989 0,5404)/ 0,015021346 = 23 hari Suhu 50 0 C atau 323 K = (0,8989 0,5404)/ 0,015795243 = 22 hari Grafik laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 25.
65 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 25. Laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit Berdasarkan Gambar 25, diperoleh persamaan peningkatan nilai TBA dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar: Suhu 30 0 C y = 0,015x + 0,502 R 2 = 0,974 Suhu 45 0 C y = 0,016x + 0,518 R 2 = 0,990 Suhu 50 0 C y = 0,016x + 0,526 R 2 = 0,993 Kemiringan masing-masing persamaan regresi merupakan nilai k pada persamaan Arrhenius. Plot Arrhenius diperoleh dengan menghubungkan nilai ln k dan 1/T dari masing-masing nilai regresi setiap suhu penyimpanan. Grafik hubungan nilai ln k dan 1/T produk tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit dapat dilihat pada Gambar 26. 30 0 C 45 0 C 50 0 C Gambar 26. Hubungan antara ln k dan 1/T pada tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit
66 Berdasarkan Gambar 26, diperoleh persamaan garis lurus dan koefisien korelasi sebagai berikut: y = -230,5 x -3,434 R 2 = 0,892 Nilai kemiringan kurva persamaan garis ini merupakan nilai E/R dari persamaan Arrhenius, sehingga diperoleh nilai energi aktivasi dengan persamaan sebagai berikut: E/R = -230,5 K R = 1,986 kal /mol K E = 457,773 kal /m Nilai perpotongan merupakan nilai ln ko dari persamaan Arrhenius, hingga diperoleh nilai ko sebesar: Ln ko = -3,434 ko = 0,032257652 Setelah nilai E/R dan ko diperoleh, model persamaan Arrhenius untuk laju penurunan nilai TBA diperoleh sebagai berikut : k = ko e -(Ea/RT) k = 0,032257652e -230,5/T Berdasarkan persamaan Arrhenius di atas, dapat ditentukan laju peningkatan TBA pada berbagai suhu penyimpanan seperti disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Laju peningkatan nilai TBA tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit pada suhu penyimpanan yang berbeda Suhu Persamaan k (mg malonaldehid/kg sampel/hari) 27 0 C atau 300 K k = 0,032257652e -230,5/300 0,01496063 30 0 C atau 303 K k = 0,032257652e -230,5/303 0,01507487 45 0 C atau 318 K k = 0,032257652e -230,5/318 0,01562563 50 0 C atau 323 K k = 0,032257652e -230,5/323 0,01580194 Setelah mendapatkan laju peningkatan nilai TBA, maka umur simpan tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit pada suhu penyimpanan yang berbeda dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
67 Umur simpan = Nilai kritis TBA Nilai TBA awal Laju peningkatan nilai TBA Sehingga didapatkan umur simpan tsukuda-ni ikan nila pengovenan 4 jam 30 menit adalah sebagai berikut: Suhu 27 0 C atau 300 K = (0,8715 0,5114)/ 0,01496063 = 24 hari Suhu 30 0 C atau 303 K = (0,8715 0,5114)/ 0,01507487 = 23 hari Suhu 45 0 C atau 318 K = (0,8715 0,5114)/ 0,01562563 = 23 hari Suhu 50 0 C atau 323 K = (0,8715 0,5114)/ 0,01580194 = 22 hari Grafik umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila pada berbagai lama pengovenan dapat dilihat pada Gambar 27. Gambar 27. Umur simpan tsukuda-ni ikan nila pada berbagai lama pengovenan Hasil perhitungan pendugaan umur simpan produk tsukuda-ni ikan nila pada berbagai lama pengovenan menunjukkan bahwa dalam beberapa variasi suhu penyimpanan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka umur simpan produk semakin pendek. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan akibat reaksi pencoklatan non-enzimatis dan oksidasi lemak penyebab ketengikan. Labuza (1982) menyatakan bahwa reaksi pencoklatan non-enzimatis dan oksidasi dapat terjadi pada suhu yang tinggi. Perubahan penampakan produk tsukuda-ni ikan nila akibat kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 8.