V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PARAMETER MUTU KRITIS Parameter mutu kritis awal merupakan parameter yang paling mempengaruhi penurunan mutu susu bubuk selama penyimpanan. Penentuan parameter mutu kritis awal diawali dengan melakukan analisis awal. Analisis awal ini dilakukan untuk mengetahui parameter apa yang paling cepat mengalami perubahan mutu selama penyimpanan. Sampel yang akan diuji diambil dari gudang penyimpanan sampel PT Frisian Flag Indonesia. Sampel merupakan susu bubuk yang disimpan hingga kadaluarsa dengan tujuan mengontrol mutu produk. Untuk menentukan parameter kritis awal maka digunakan sampel susu bubuk yang sudah memasuki batas awal masa kadaluarsa. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kimia dan fisik. Analisis kimia meliputi analisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar lemak bebas, bilangan peroksida, dan keasaman. Analisis fisik meliputi sieve test, scorched particle, dispersibilitas, indeks non solubilitas, densitas kamba, dan oksigen. Hasil analisis sampel yang sudah memasuki batas awal kadaluarsa akan dibandingkan dengan standar. Parameter kerusakan ditunjukkan oleh hasil analisis yang melebihi standar atau merupakan parameter yang menjadi tolak ukur penerimaan konsumen. Perbandingan antara hasil analisis susu bubuk tipe-x dengan standar ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan hasil analisis susu bubuk dengan standar Analisis Hasil analisis Standar Analisis kimia Kadar air 2.70% Maks % Kadar lemak 28.90% Min % Kadar protein 25.00% Min % Kadar lemak bebas 3.20% Maks. 3.00% Kadar peroksida 1.00 meq/kg sampel Maks meq/kg sampel Keasaman Analisis fisik Sieve test 12% % Scorched particle B Min. A/B Densitas kamba 0.56 g/ml g/ml Indeks non solubilitas 0.60 ml Maks ml Dispersibilitas 85.00% Min % Oksigen 2.00 % Maks. 3.00% Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa indeks non solubilitas dan kadar lemak bebas merupakan parameter dari hasil analisis sampel yang sudah memasuki batas kadaluarsa melebihi standar yang ditetapkan. Parameter dispersibilitas memiliki nilai yang berada di ambang batas standar yaitu 85% namun tidak dimasukkan dalam parameter kritis susu bubuk tipe-x. Hal ini karena dispersibilitas merupakan parameter untuk melihat kemampuan aglomerasi susu bubuk terpisah menjadi partikel-partikel tunggal dan terdispersi dalam air ketika proses pengadukan secara manual. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dispersi susu bubuk ketika

2 direkonstitusi secara manual oleh konsumen dalam kondisi sehari-hari. Dalam Skanderby et al. (2009), uji ini sulit dilakukan secara obyektif karena faktor subyektivitas ketika pengadukan sehingga tidak dimasukkan sebagai parameter kritis susu bubuk tipe-x. Selain itu, partikel susu bubuk yang tidak terdispersi dalam air akan mengendap menjadi fraksi tidak terlarut dimana dapat terhitung sebagai indeks non solubilitas. Parameter bilangan peroksida dimasukkan ke dalam parameter yang mempengaruhi kerusakan susu bubuk karena nilainya sudah memasuki ambang batas. Hal ini disebabkan susu bubuk memiliki kadar lemak yang cukup tinggi (28%) dan bilangan peroksida merupakan hasil tahap awal reaksi oksidatif antara asam lemak bebas berantai ganda dengan oksigen. Oksidasi lemak bertanggung jawab atas perubahan rasa dan aroma produk pangan, seperti susu bubuk, melalui pembentukan off-flavor yang berasal dari produk reaksi sekunder yaitu alkana, alkena, aldehid, dan keton (Romeu-Nadal et al. 2007). Reaksi oksidatif lemak merupakan reaksi yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan dapat menurunkan nilai gizi susu bubuk. Selain itu, senyawa peroksida bertanggungjawab atas perubahan mutu secara organoleptik, yaitu rasa dan aroma tengik yang tentu akan menurunkan penerimaan konsumen (Valero et al. 2001). Karakterisasi susu bubuk sebelum penyimpanan dilakukan untuk memperoleh nilai mutu awal dari produk tersebut. Nilai parameter awal secara objektif ditentukan dengan melakukan analisis kimia terhadap produk susu bubuk yang baru diproduksi tersebut. Karakterisasi ini dilakukan terhadap parameter bilangan peroksida, indeks non solubilitas dan kadar lemak bebas. Adapun hasil pengukuran mutu awal produk susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai mutu awal produk susu bubuk tipe-x berdasarkan beberapa parameter Parameter Nilai Awal (Q 0 ) Kadar lemak bebas 1.02 % Kadar peroksida 0.19 mili-equivalen/kg sampel Indeks non solubilitas 0.20 ml Selain dilakukan pengukuran nilai mutu awal, perlu dilihat pula analisis proksimat dari susu bubuk tipe-x untuk mengetahui komposisi gizi dari produk awal. Data proksimat susu bubuk tipe-x dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai proksimat susu bubuk tipe-x (basis basah) Komponen (%) Kadar air 2.5 Kadar lemak Kadar protein Kadar abu Kadar karbohidrat 35.8 B. PENENTUAN LAJU PENURUNAN MUTU 1. Bilangan Peroksida Menurut IDF (1991), prinsip pengukuran bilangan peroksida dengan metode spektrofotometri adalah proses oksidasi ion Fe(II) menjadi Fe(III) oleh senyawa peroksida dalam sampel dimana Fe(III) akan bereaksi dengan reagen sehingga menghasilkan 21

3 kompleks warna yang kemudian diukur dengan spektrofotometer. Dalam reaksi ini, reagen yang digunakan adalah amonium tiosianat yang akan membentuk kompleks feri-tiosianat (Fe[SCN] 3 ) yang berwarna merah muda dan media reaksi yang digunakan adalah kloroform:methanol = 7:3. Kurva standar dibuat dari larutan stok standar [1.00 mg Fe(III)/ml dengan 1% HCl] yang dilarutkan dengan kloroform:metanol (7:3) dan reagen ammonium tiosianat sehingga membentuk kompleks warna (lihat Tabel 6). HCl ditambahkan untuk membuat kondisi asam karena ion Fe(III) lebih stabil dalam medium asam. Adapun pengukuran kurva standar FeCl 3 dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 6. Pengukuran larutan standar FeCl 3 Konsentrasi (μg/ml) Absorbansi y = x R 2 = A b so rb an si K o n sen trasi (m g /L ) Gambar 4. Grafik Kurva Standar FeCl 3 Analisis bilangan peroksida dilakukan setiap minggu terhadap produk yang disimpan pada suhu 30 o C, 40 o C, dan 55 o C. Penyimpanan pada suhu tinggi ini diharapkan akan mempercepat kerusakan pada produk. Data kenaikan bilangan peroksida setiap minggu kemudian diplotkan ke dalam ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1 (lihat Tabel 7). Pada ordo reaksi 0, data bilangan peroksida sebagai sumbu-y diplotkan terhadap waktu penyimpanan sebagai sumbu-x dimana dapat dilihat pada Gambar 5. Pada ordo reaksi 1, bilangan peroksida dalam bentuk ln sebagai sumbu-y diplotkan terhadap waktu penyimpanan sebagai sumbu-x dimana dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan plot bilangan peroksida ke dalam ordo reaksi nol dan ordo reaksi satu diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang rendah pada semua suhu dan terjadi fluktuasi data. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan regresi linier belum mewakili 22

4 variasi data bilangan peroksida sehingga ordo reaksinya tidak dapat ditentukan. Selain itu, peningkatan suhu penyimpanan tidak berbanding lurus dengan peningkatan nilai bilangan peroksida, dimana minggu ke-1, 2, 4, dan 5 nilai bilangan peroksida pada suhu 55 o C lebih rendah dibandingkan pada suhu 40 o C. Bahkan nilai bilangan peroksida minggu ke-2, 3, dan 4 pada suhu 55 o C lebih rendah daripada ketika suhu 30 o C. Selain itu, laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berjalan lambat sehingga akhir reaksi sulit ditentukan. Tabel 7. Data pengukuran bilangan peroksida dalam satuan meq/kg sampel Minggu Suhu Penyimpanan ( o C) SD RSD A RSD H SD RSD A RSD H SD RSD A RSD H y 3 0 o C = x R 2 = y 4 0 o C = x R 2 = y 5 5 o C = x R 2 = PV (m eq /kg sam pel) S u h u 3 0 o C S u h u 4 0 o C S u h u 5 5 o C W aktu (m inggu) Gambar 5. Grafik ordo reaksi nol parameter bilangan peroksida Menurut Stapelfeldt et al. (1997), oksidasi lemak meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan yang ditandai peningkatan radikal bebas yaitu singlet oksigen dan bilangan TBA pada susu bubuk. Oksidasi lemak akan terjadi ketika singlet oksigen yang reaktif menyerang ikatan rangkap pada rantai asam lemak tidak jenuh. Singlet oksigen akan memicu oksidasi lemak yang dapat membentuk hidroperoksida dan dapat 23

5 terdegradasi menjadi malonaldehid sebagai produk akhir oksidasi lemak yang terukur dengan bilangan TBA. Dalam Miller et al.(2006), komponen lemak pada produk susu bubuk terdiri dari 56% asam lemak jenuh, 25% asam lemak tidak jenuh (monounsaturated fatty acid), dan 6% asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid). Kandungan asam lemak tidak jenuh total sebesar 31% akan meningkatkan potensi terbentuknya senyawa peroksida L n P V (m e q /k g sa m p e l) S u h u 3 0 o C S u h u 4 0 o C y 3 0 o C = x R 2 = y 4 0 o C = x R 2 = S u h u 5 5 o C y 5 5 o C = x R 2 = W aktu (m inggu) Gambar 6. Grafik ordo reaksi satu parameter bilangan peroksida Terjadinya fluktuasi data dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi kondisi internal susu bubuk itu sendiri maupun faktor eksternal ketika analisis. Dalam susu bubuk tersedia vitamin A dan juga prekursornya yaitu betakaroten yang merupakan vitamin larut lemak (Miller et al. 2006). Ketersediaan betakaroten dapat berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah terbentuknya senyawa peroksida dengan menyumbangkan elektron pada diena terkonjugasi ketika tahap inisiasi oksidasi lemak (Cha vez-servı n et al. 2008). Pencampuran vitamin pada proses pembuatan susu bubuk dilakukan dengan pencampuran kering setelah proses pengeringan susu bubuk (Watson Dairy Consulting 2011). Hal tersebut berpotensi penyebaran komponen vitamin yang kurang seragam pada susu bubuk dan dapat memicu nilai peroksida yang berbeda antar data. Dilihat dari nilai standar deviasi (SD) dan RSD data bilangan peroksida menunjukkan semakin tinggi suhu, semakin banyak data yang memiliki ketelitian rendah yang artinya semakin tinggi suhu variasi antar data semakin besar. Faktor yang diduga juga dapat mempengaruhi fluktuasi nilai bilangan peroksida adalah pereaksi FeCl 2 yang digunakan dimana ada kemungkinan pereaksi sudah teroksidasi. Nilai bilangan peroksida ditunjukkan oleh oksidasi Fe(II) menjadi Fe(III) oleh senyawa peroksida. Pereaksi FeCl 2 yang sudah teroksidasi akan menurunkan reaksi oksidasi oleh peroksida yang menghasilkan Fe(III) yang kemudian akan membentuk kompleks warna 24

6 dengan ammonium tiosianat (Hornero-Méndez et al. 2001). Oksidasi pereaksi FeCl 2 dapat disebabkan oleh fotooksidasi ketika penyimpanan. Hal ini menyebabkan tidak semua senyawa peroksida pada sampel dapat terukur akibat oksidasi sebagian pereaksi FeCl 2 sehingga Fe (III) yang berikatan dengan ammonium tiosianat dan diukur dengan spektrofotometer nilainya rendah. Selain itu, nilai absorbansi dari pengukuran kompleks warna tidak diketahui nilainya secara langsung karena nilai bilangan peroksida yang dihasilkan merupakan nilai akhir plot absorbansi ke dalam kurva standar yang otomatis terhitung dalam spektrofotometer. Sebaiknya perlu dilakukan pengukuran absorbansi secara manual untuk mengetahui nilai absorbansi sampel dimana nilai tersebut menunjukkan intensitas peroksida sebelum nilai absorbansi tersebut dimasukkan ke dalam kurva standar. Laju penurunan mutu yang lambat dapat disebabkan kadar oksigen dalam kemasan yang rendah (< 1%) sehingga kurang memicu reaksi oksidasi. Sebaiknya untuk pengukuran selanjutnya, waktu pengukuran bilangan peroksida ditambahkan untuk semua suhu agar dapat melihat lebih jauh laju penurunan mutunya. Pengukuran bilangan peroksida hanya dilakukan hingga minggu ke-5 karena data pengukuran minggu ke-6 menunjukkan penurunan nilai bilangan peroksida untuk ketiga suhu. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dimana nilai bilangan peroksida meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu penyimpanan. Faktor yang mungkin mempengaruhi adalah kesalahan saat analisis dan sampling. 2. Kadar lemak bebas Lemak bebas yang terkandung dalam susu bubuk mengacu pada lemak yang terdapat pada permukaan partikel susu bubuk tanpa membran disekelilingnya (Walstra et al. 1999). Analisis kadar lemak bebas dilakukan setiap minggu terhadap produk yang disimpan pada suhu 30 o C, 40 o C, dan 55 o C. Penyimpanan pada suhu tinggi ini diharapkan akan mempercepat kerusakan pada produk. Data kadar lemak bebas setiap minggu kemudian diplotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1 (lihat Tabel 8). Pada ordo 0, data kadar lemak bebas sebagai sumbu-y diplotkan terhadap waktu penyimpanan sebagai sumbu-x (lihat Gambar 7), sedangkan pada ordo 1 kadar lemak bebas dalam bentuk ln sebagai sumbu-y diplotkan terhadap waktu penyimpanan sebagai sumbu-x (lihat Gambar 8). Berdasarkan plot kadar lemak bebas ke dalam ordo nol dan ordo satu diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang cukup tinggi untuk ordo nol maupun ordo satu. Penentuan ordo reaksi dilakukan dengan melihat ordo reaksi yang memiliki koefisien determinasi (R 2 ) lebih besar dimana nilai R 2 menunjukkan model persamaan regresi linier dapat menjelaskan perubahan variasi konsentrasi akibat perubahan waktu penyimpanan dan suhu. Suhu 30 o C di ordo nol maupun ordo satu memiliki nilai R 2 yang kecil artinya data belum terwakili oleh model persamaan regresi linier. Menurut Labuza (1983), kesukaran mungkin terjadi dalam penentuan ordo reaksi jika penurunan konsentrasi berjalan lambat sehingga akhir reaksi sulit diperoleh. Apabila penurunan mutu belum mencapai 50%, maka sedikit sekali perbedaan yang diperoleh jika digunakan ordo reaksi nol atau ordo reaksi satu. Nilai R 2 yang rendah pada suhu 30 o C menunjukkan penurunan mutu susu bubuk belum mencapai 50% sehingga peningkatan kadar lemak bebasnya belum signifikan. Pada ordo reaksi nol suhu 40 o C dan 55 o C menunjukkan nilai R 2 yang lebih besar dari R 2 pada ordo nol yaitu lebih dari 0.75 dimana artinya lebih dari 75% data terwakili oleh model persamaan regresi linier sehingga ordo 25

7 reaksi yang dipilih adalah ordo reaksi nol. Ordo reaksi yang terpilih adalah yang memiliki R 2 lebih besar (Rahayu dan Arpah 2003). Hal ini menunjukkan laju reaksi berdasarkan parameter kadar lemak bebas tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pada suhu konstan. Tabel 8. Data pengukuran kadar lemak bebas dalam satuan % Minggu Suhu Penyimpanan ( o C) SD RSD A RSD H SD RSD A RSD H SD RSD A RSD H y 3 0 o C = x R 2 = y 4 0 o C = x R 2 = y 5 5 o C = x R 2 = S u h u 3 0 o C S u h u 4 0 o C S u h u 5 5 o C K ad ar lem ak b eb as (% ) W aktu (m inggu) Gambar 7. Grafik ordo reaksi nol parameter kadar lemak bebas Berdasarkan data terdapat beberapa nilai yang memiliki ketelitian rendah yang ditandai dengan nilai SD dan RSD yang besar dimana variasi antar data cukup besar. Hal ini dapat disebabkan karena struktur partikel susu yang kurang homogen. Pada saat pengeringan dengan pengering semprot, terjadi aglomerasi akibat proses atominasi susu evaporasi. Struktur partikel susu yang teraglomerasi akan berongga dan berukuran besar (Skanderby et al. 2009). Perlakuan panas juga akan memicu terbentuknya crack atau 26

8 retakan pada partikel susu yang dapat memperbesar potensi pembebasan lemak ke permukaan partikel sehingga kadar lemak bebasnya meningkat (Walstra et al. 1999). 3.0 y 3 0 o C = x R 2 = y 4 0 o C = x R 2 = y 5 5 o C = x R 2 = L n K ad ar lem ak b eb as (% ) S u h u 3 0 o C S u h u 4 0 o C S u h u 5 5 o C W aktu (m inggu) Gambar 8. Grafik ordo reaksi satu parameter kadar lemak bebas Semakin tinggi suhu maka akan menyebabkan retakan-retakan pada partikel susu bubuk makin besar sehingga semakin banyak lemak yang terbebas ke permukaan partikel (Walstra et al. 1999). Hal tersebut dapat dilihat pada minggu ke-6 suhu 55 o C dimana nilai kadar lemak bebas meningkat dengan drastis dibandingkan minggu-minggu sebelumnya. Berdasarkan nilai kadar lemak bebas pada suhu 30 o C, 40 o C, dan 55 o C, terlihat bahkan kadar lemak bebas cukup sensitif terhadap perubahan suhu dimana peningkatan suhu akan meningkatkan kadar lemak bebasnya. Pada minggu ke-4, 5 dan 6 suhu 40 o C terlihat bahwa nilai kadar lemak bebas sudah mencapai batas kritis. Hal ini menunjukkan, susu bubuk tipe- X ini sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 40 o C, karena jika disimpan pada suhu yang tinggi maka kadar lemak bebasnya akan meningkat dan berpotensi untuk terjadinya oksidasi lemak yang akan semakin menurunkan mutu dan penerimaan konsumen terhadap produk susu bubuk. Penurunan mutu susu bubuk berdasar parameter kadar lemak bebas cukup sensitif terhadap suhu. Pada suhu 30 o C penurunan mutu belum mencapai 50% sedangkan pada suhu 40 o C dan 55 o C penurunan mutu cukup cepat. Oleh karena itu, sebaiknya untuk selanjutnya waktu pengukuran untuk suhu 30 o C diperbanyak lagi (lebih dari 6 minggu) untuk mencapai penurunan mutu hingga minimal 50%-nya. 27

9 3. Indeks non solubilitas Indeks non solubilitas merupakan fraksi tidak terlarut dari susu yang dilarutkan dimana sering disebut juga indeks solubilitas. Umumnya, fraksi tidak terlarut pada susu bubuk adalah protein. Sejumlah koagula protein bersama dengan globula lemak susu yang terperangkap (sering disebut flek) akan menjadi komponen yang tidak larut. Indeks non solubilitas pada susu bubuk juga dipengaruhi oleh suhu, dimana suhu yang tinggi akan mendenaturasi protein (dalam bentuk β-laktoglobulin) kompleks dengan kasein dan laktosa dalam perbandingan tertentu sehingga meningkatkan fraksi tidak larut (Augustin dan Clarke 2008). Analisis indeks non solubilitas dilakukan setiap minggu terhadap produk yang disimpan pada suhu 30 o C, 40 o C, dan 55 o C. Penyimpanan pada suhu tinggi ini diharapkan akan mempercepat kerusakan pada produk. Data indeks non solubilitas setiap minggu kemudian diplotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1 (lihat Tabel 9). Pada ordo 0, data indeks non solubilitas sebagai sumbu-y diplotkan terhadap waktu penyimpanan sebagai sumbu-x (lihat Gambar 9), sedangkan pada ordo 1 indeks non solubilitas dalam bentuk ln sebagai sumbu-y diplotkan terhadap waktu penyimpanan sebagai sumbu-x (lihat Gambar 10). Tabel 9. Data pengukuran indeks non solubilitas dalam satuan ml Minggu Suhu Penyimpanan ( o C) SD RSD A RSD H SD RSD A RSD H SD RSD A RSD H Berdasarkan data pengukuran indeks non solubilitas yang diplotkan dalam ordo nol maupun ordo satu menunjukkan nilai yang cukup fluktuatif. Nilai R 2 kedua ordo belum mencapai 75% data terwakili oleh model persamaan regresi linier. Oleh karena itu, perlu penambahan waktu pengukuran untuk mendapatkan nilai indeks non solubilitas yang lebih banyak lagi selama waktu penyimpanan. Jika dibandingkan antara ordo nol dan ordo satu, maka ordo nol memiliki nilai R 2 yang lebih tinggi dibandingkan ordo satu sehingga penurunan mutu susu bubuk berdasarkan parameter indeks non solubilitas mengikuti ordo reaksi nol dimana konsentrasi tidak mempengaruhi laju reaksi. Semakin tinggi kadar lemak pada susu bubuk juga akan meningkatkan indeks solubilitas atau fraksi tidak terlarutnya (Augustin dan Clarke 2008). Oleh karena itu, terdapat korelasi antara indeks non solubilitas dan kadar lemak bebas, dimana peningkatan kadar lemak bebas akan meingkatkan pula indeks non solubilitasnya. Nilai yang paling menunjukkan korelasi kedua parameter adalah pada minggu ke-6 suhu 55 o C dimana peningkatan yang drastis dari kadar lemak bebas meningkatkan pula nilai indeks non solubilitasnya secara drastis dibandingkan minggu-minggu sebelumnya. Peningkatan nilai 28

10 indeks non solubilitas juga dipengaruhi oleh denaturasi protein akibat pemanasan selama penyimpanan y 3 0 o C = x R 2 = y 4 0 o C = x R 2 = S u h u 3 0 o C S u h u 4 0 o C S u h u 5 5 o C Indeks non solubilitas (m l) y 5 5 o C = x R 2 = W aktu (m inggu) Gambar 9. Grafik ordo reaksi nol parameter indeks non solubilitas 1 0 y 3 0 o C = x R 2 = y 4 0 o C = x R 2 = y 5 5 o C = x R 2 = S u h u 3 0 o C S u h u 4 0 o C S u h u 5 5 o C Ln Indeks non solubilitas (m l) W aktu (m inggu) Gambar 10. Grafik ordo reaksi satu parameter indeks non solubilitas 29

11 Fluktuasi data dapat disebabkan oleh pengaruh subyektivitas selama pengukuran. Pada saat pembacaan nilai fraksi tidak terlarut pada tabung sentrifuse berskala, diduga masih ada campuran fraksi terlarut dari hasil sentrifugasi sehingga menghasilkan nilai indeks non solubilitas yang bias dan nilainya bervariasi antar data. Selain itu, proses sentrifugasi akan menghasilkan endapan miring sehingga dapat mempengaruhi pembacaan nilai skala. Hal tersebut tampak pada nilai SD dan RSD yang besar pada sebagian data. Kesalahan yang terjadi disebabkan kurangnya cara pembacaan nilai skala yang spesifik. Dalam IDF (2002), terdapat cara pembacaan yang lebih spesifik dimana setelah proses sentrifugasi dan fraksi larut dikeluarkan, tabung sentrifuse diisi kembali dengan akuades dan dilakukan sentrifugasi kembali kemudian setelah itu nilai skalanya terbaca dengan lebih jelas. C. UJI KETEPATAN MODEL Berdasarkan persamaan regresi untuk ketiga parameter yaitu parameter bilangan peroksida, kadar lemak bebas dan indeks non solubilitas diperoleh plot dalam ordo reaksi nol maupun ordo reaksi satu. Dengan melihat laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x pada ordo reaksi nol maupun ordo reaksi satu dan nilai R 2 dapat dilihat bahwa titik-titik nilai penurunan mutu atau diagram pencar pada sebagian besar parameter seperti parameter bilangan peroksida dan indeks non solubilitas tersebar secara acak atau tidak mengikuti suatu garis lurus. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua peubah yaitu konsentrasi penurunan mutu dan waktu penyimpanan tidak saling berhubungan secara linier (Walpole 1990). Selanjutnya dilakukan modifikasi bentuk model-model persamaan matematis dari persamaan non linier menjadi persamaan linier sehingga dapat ditentukan nilai-nilai tetapannya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil untuk mempermudah perhitungan. Menurut Walpole (1990), metode kuadrat terkecil dapat memilih suatu garis regresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar. Berdasarkan persamaan laju penurunan mutu dari ketiga parameter dengan tiga suhu yang diplotkan dalam ordo reaksi nol maupun ordo reaksi satu, dapat ditentukan model yang dapat menggambarkan laju penurunan mutu dengan tepat, agak tepat ataupun kurang tepat dengan menentukan nilai MRD (Mean Relative Determination) masing-masing model. Adapun persamaan untuk menentukan nilai MRD adalah sebagai berikut: dimana n = 5 untuk bilangan peroksida dan n = 6 untuk kadar lemak bebas dan indeks non solubilitas. Nilai Mi merupakan nilai konsentrasi penurunan mutu susu bubuk tipe-x hasil percobaan secara empiris sedangkan nilai Mpi merupakan nilai konsentrasi penurunan mutu susu bubuk tipe-x hasil perhitungan secara prediktif yang diperoleh dengan memasukkan nilai konsentrasi penurunan mutu empiris ke dalam persamaan regresi masing-masing parameter dan suhu penyimpanan. Hasil perhitungan nilai MRD untuk tiap parameter dan suhu penyimpanan disajikan pada Tabel 10. Dalam Isse et al. (1983), apabila nilai MRD < 5 maka model menggambarkan laju penurunan mutu dengan tepat, sedangkan jika nilai MRD > 10 maka model kurang tepat dalam 30

12 menggambarkan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x. Nilai 5 < MRD < 10 menunjukkan model agak tepat dalam menggambarkan laju penurunan mutu susu bubuk. Tabel 10. Hasil perhitungan nilai MRD Suhu ( o C) MRD Bilangan peroksida Kadar lemak bebas Indeks non solubilitas Ordo 0 a Ordo 1 b Ordo 0 c Ordo 1 d Ordo 0 e Ordo 1 f a lihat Lampiran 2 d lihat Lampiran 8 b lihat Lampiran 4 c lihat Lampiran 6 e lihat Lampiran 10 f lihat Lampiran 12 Model persamaan yang dipilih adalah model yang memberikan nilai MRD terkecil,dimana model tersebut menggambarkan keseluruhan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x dengan tepat. Berdasarkan data, nilai MRD terkecil ditunjukkan oleh parameter bilangan peroksida pada suhu 30 o C yang mengikuti ordo reaksi nol yaitu 7.64 dimana nilai tersebut menunjukkan model agak tepat dalam menggambarkan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x (Gambar 11). Selain parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol suhu 30 o C terdapat juga parameter lain yang menggambarkan laju penurunan susu bubuk tipe-x secara agak tepat yaitu yang memiliki nilai MRD antara Parameter tersebut adalah parameter bilangan peroksida ordo reaksi satu pada suhu 55 o C yang memiliki nilai MRD 8.08 dimana ditunjukkan oleh Gambar 12 dan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi nol pada suhu 40 o C yang memiliki nilai MRD 8.07 dimana ditunjukkan oleh Gambar P V (m eq /k g sam p el) H asil p erco b aan su h u 3 0 o C H asil p erh itu n g an su h u 3 0 o C W ak tu (m in g g u ) Gambar 11. Kurva perbandingan data hasil percobaan dan hasil perhitungan parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol pada suhu 30 o C 31

13 L n P V (m eq.k g sam p el) H asil p erco b aan su h u 5 5 o C H asil p erh itu n g an su h u 5 5 o C W ak tu (m in g g u ) Gambar 12. Kurva perbandingan data hasil percobaan dan hasil perhitungan parameter bilangan peroksida ordo reaksi satu pada suhu 55 o C K a d a r le m a k b e b a s (% ) H a sil p e rc o b a a n su h u 4 0 o C H a sil p e rh itu n g a n su h u 4 0 o C W a k tu (m in g g u ) Gambar 13. Kurva perbandingan data hasil percobaan dan hasil perhitungan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi nol pada suhu 40 o C 32

14 Nilai MRD menggambarkan kedekatan nilai konsentrasi penurunan mutu berdasarkan bilangan peroksida hasil percobaan dengan model matematisnya. Semakin dekat nilainya, maka model semakin tepat menggambarkan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x yang ditunjukkan dengan nilai MRD yang kecil. Perbandingan antara model hasil percobaan dan hasil perhitungan untuk parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol dan satu dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 5. Perbandingan antara model hasil percobaan dan hasil perhitungan untuk parameter kadar lemak bebas ordo reaksi nol dan satu dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 9. Perbandingan antara model hasil percobaan dan hasil perhitungan untuk parameter indeks non solubilitas ordo reaksi nol dan satu dapat dilihat pada Lampiran 11 dan

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

ORDE REAKSI PADA LAJU KETENGIKAN MINYAK KELAPA

ORDE REAKSI PADA LAJU KETENGIKAN MINYAK KELAPA Sampel hasil pemanasan hasil pemanasan Campuran n 3,6ml asam asetat glacial dan 2,4 ml kloroform Diambil 6ml asam 1ml asetat sampel dari glacial hasil dan pemanasan 2,4 ml kloroform 1ml Volume sampel Nadari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PARAMETER KRITIS Pada tahap ini bertujuan untuk menentukan parameter mutu kritis yang cenderung berpengaruh terhadap umur simpan orange emulsion flavor. Sebelum penyimpanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH Korry Novitriani dan Nurjanah Prorogram Studi DIII Analis Kesehatan, STIKes Bakti

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN. Kalibrasi Termokopel Pada tahap awal penelitian dilakukan kalibrasi terhadap termokopel yang akan digunakan. Kalibrasi termokopel bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jalan beragam. Contoh yang paling sering ditemui adalah pecel lele dan gorengan.

BAB 1 PENDAHULUAN. jalan beragam. Contoh yang paling sering ditemui adalah pecel lele dan gorengan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan di pinggir jalan telah menjadi bagian dari masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Keterbatasan waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 - Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

Lebih terperinci

S2-Kimia Institut Pertanian Bogor ANTIOKSIDAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

S2-Kimia Institut Pertanian Bogor ANTIOKSIDAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN OH OH HO O OH OH S2-Kimia Institut Pertanian Bogor ANTIOKSIDAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ANTIOKSIDAN Zat yang menghambat/mencegah oksidasi menghambat kerusakan lemak/minyak akibat oksidasi Oksidasi Lemak:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

Ferry Riyanto Harisman Powerpoint Templates Page 1

Ferry Riyanto Harisman Powerpoint Templates Page 1 Ferry Riyanto Harisman 1410 100 026 Dosen Pembimbing : Drs. R. Djarot Sugiarso K. S., MS Page 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Page 2 Latar Belakang Zat Besi Bahanbaku dalamproses

Lebih terperinci

Sifat Kritis dan Umur Simpan Ukel Manis

Sifat Kritis dan Umur Simpan Ukel Manis Ika Murti Dewi,Sifat Kritis dan Umur Simpan Ukel Manis 47 Sifat Kritis dan Umur Simpan Ukel Manis Ika Murti Dewi 1), Agung Wazyka 2), Astuti Setyowati 2) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Kelapa termasuk jenis Palmae yang bersel satu (monokotil). Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya pohon kelapa dapat bercabang, namun hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional

Lebih terperinci

MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F

MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F24100078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan Latar Belakang Tujuan: Menentukan kadar gula pereduksi dalam bahan pangan Prinsip: Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Determinasi Tanaman Dari determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Bogor, didapatkan hasil bahwa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minyak merupakan bahan baku yang penting dalam rumah tangga maupun industri terkait dengan fungsinya sebagai media penggorengan. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase. No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase. No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL) 62 Lampiran 1. Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100% dengan aktivitas unit enzim selulase Fraksi Aktivitas Unit (U/mL 1 2 3 4 5 0-20 % 20-40 % 40-60 % 60-80 % 80-100

Lebih terperinci

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias ANALISA L I P I D A Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias Penentuan angka penyabunan - Banyaknya (mg) KOH

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia

Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia LAMPIRAN 56 Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia 57 Lampiran 2. Skema Pembuatan Flavor Emulsi Air dimineralisasi Pelarut Bahan baku (cair) Bahan baku (bubuk) Mulai Persiapan bahan Penimbangan

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

Lampiran A : Komposisi Media MS

Lampiran A : Komposisi Media MS Lampiran A : Komposisi Media MS Komposisi Media MS (Murashige & Skoog, 1962) Bahan Kimia Konsentrasi dalam mesia (mg/l) Makro Nutrient NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2.H 2 O 440,000 MgSO 4.7H 2

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

PENDUGAAN MASA KADALUSA DENGDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Oleh. Elita Survani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2)

PENDUGAAN MASA KADALUSA DENGDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Oleh. Elita Survani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2) PENDUGAAN MASA KADALUSA DENGDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Oleh Elita Survani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2) 1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi 29 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Skalar Garis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sentrifugasi Campuran heterogen terdiri dari senyawa-senyawa dengan berat jenis berdekatan sulit dipisahkan. Membiarkan senyawa tersebut terendapkan karena adanya gravitasi

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI Shelf Life Estimation of Instant Noodle from Sago Starch Using Accelerared Method Dewi Kurniati (0806113945) Usman Pato and

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisa Kualitatif Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel dilakukan dengan reaksi identifikasi dari masing-masing mineral. Pemeriksaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modified Cassava Flour (MOCAF) yang dibeli dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor, tepung terigu merek Kunci

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci