HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Perternaka UIN Suska Riau. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari tanggal

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK N DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU (Metroxylon spp.) DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

ANALISIS PERBANDINGAN PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN POLIBAG DAN RAKIT. Abstrak

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan dilakukan di kebun milik PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau yang dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2012. Kegiatan persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan hampir dua bulan, dan kegiatan efektif untuk percobaan selama 3 bulan. Kegiatan persiapan percobaan cukup lama karena terkendala oleh sulitnya memperoleh alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan. Kendala utama dalam kegiatan persiapan adalah dalam mendapatkan bibit karena sulitnya mencari pemborong yang bersedia melakukan pengambilan bibit langsung di lapang. Bibit ditanam menggunakan polibag berukuran 35 cm x 30 cm. Aplikasi pupuk dilakukan 1 hari setelah penanaman. Pupuk K diaplikasikan langsung pada media yang dikombinasikan dengan pupuk dasar N dan P dengan dosis masing-masing 6 g/polibag dan 3 g/polibag. Kegiatan pemeliharaan antara lain penyiraman, pemangkasan bibit yang kering, pengolesan dithane, dan pengendalian gulma. Penyiraman dilakukan secara intensif setiap pagi dengan menggunakan air gambut. Penyiraman dilakukan manual sampai kapasitas lapang. Kelembaban di paranet dijaga dengan membasahi tanah di bagian luar polibag. Bibit yang bagian petiolnya mulai mengering dan membusuk dipangkas untuk mencegah kematian bibit (Gambar 1a). Pemangkasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai calon tunas baru. Pencegahan serangan jamur dilakukan dengan pengolesan fungisida pada bagian luka pangkasan (Gambar 1b). Fungisida tersebut juga digunakan saat bibit terserang jamur, pengolesan dilakukan disekitar petiol. Kematian bibit setiap minggunya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, disebabkan oleh banyaknya bibit yang terpunai (banir terpotong) dan bibit muda yang tidak bertahan hidup lama. Bibit-bibit yang tua dengan kriteria petiol berwarna merah dan segar merupakan bibit yang mampu bertahan sampai akhir

pengamatan. Bibit dengan kriteria tua mampu merangsang pembentukan daun lebih cepat dan segar pada bibit (Gambar 2). a. Pemangkasan b. Pengolesan Fungisida Gambar 1. Kegiatan Pemeliharaan Bibit yang muda pertumbuhannya cenderung lambat dan saat pertumbuhan terhenti bibit mulai membusuk. Bibit muda banyak yang belum memiliki daun pada pengamatan terakhir (Gambar 3). Gambar 2. Bibit Tua Gambar 3. Bibit Muda. Faktor lingkungan yang tidak stabil menjadi indikator tingginya serangan jamur dan ulat sagu yang mengakibatkan bibit membusuk. Gejalanya diawali dengan mengeringnya bagian titik tumbuh kemudian petiol membusuk sampai bagian bawah. Bibit yang membusuk (Gambar 4) menunjukkan petiol yang berwarna kecoklatan. Serangan jamur paling banyak ditemui pada bagian bibit yang terluka atau bekas pangkasan (Gambar 5). Biasanya serangan jamur semakin tinggi saat musim hujan.

Gambar 4. Bibit membusuk Gambar 5. Bibit terserang jamur Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil dari rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sagu. Berdasarkan peubah yang diamati antara lain panjang daun pangkasan, panjang dan lebar anak daun pangkasan, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, persentase hidup bibit, persentase pemekaran, panjang petiol, jumlah anak daun 1 dan jumlah daun, tidak terlihat ada pengaruh dari perlakuan pemupukan kalium yang diberikan. Nilai koefisien keragaman masih tergolong normal bila berada dibawah 20 % (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai Koefisien keragaman menunjukkan ketepatan pada percobaan yang dilakukan. Nilai koefisien keragaman yang tinggi menunjukkan adanya faktor lingkungan yang tidak bisa dikendalikan. Peubah pengamatan yang diukur ketika bibit sudah memiliki daun yang mekar sempurna seperti persentase pemekaran daun, panjang anak daun 1, panjang petiol dan jumlah anak daun 1 menunjukkan nilai koefisien keragaman diatas 20 %, disebabkan oleh waktu mekar daun yang tidak serentak. Bintoro et al. (2010) menyatakan sebaiknya anakan yang diambil untuk pembibitan seragam, agar bibit memiliki waktu yang tidak terlalu jauh dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Persentase Hidup Bibit Pengamatan yang dilakukan selama 10 minggu menunjukkan bahwa persentase hidup bibit tidak berbeda nyata terhadap pemupukan kalium yang diberikan. Persentase hidup bibit sampai 4 MSA masih diatas 90 %, namun mengalami penurunan setiap minggunya (Gambar 6). Persentase hidup bibit sampai 10 MSA berkisar antara 67 % - 74.5 % (Tabel 1). Tabel 1. Rata-Rata Persentase Hidup Bibit Sagu (g K/polibag)...%... 0 98.50 94.00 93.50 89.00 85.00 82.50 79.50 75.00 69.00 1.24 99.50 96.50 95.50 93.00 92.00 88.00 84.50 8 74.50 2.49 96.00 95.00 93.50 88.00 85.00 83.50 79.00 72.00 67.00 3.73 98.50 97.50 96.00 91.50 89.00 87.00 83.00 78.00 72.00 4.98 99.50 97.50 95.50 91.50 86.50 81.50 74.50 70.50 69.00 6.22 10 97.00 94.00 87.50 87.00 81.50 79.00 75.50 74.00 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase hidup bibit ditransformasi menggunakan transformasi Arcsin. Hasil data transformasi ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Persentase Hidup Bibit Sagu (Hasil Transformasi) (g K/polibag) 0 85.08 75.92 75.26 70.73 67.36 65.40 63.40 60.23 56.51 1.24 87.97 80.69 77.99 74.86 73.74 69.77 66.89 63.54 59.79 2.49 80.12 77.43 75.52 69.80 67.31 66.16 62.98 58.17 55.11 3.73 83.90 81.02 78.65 73.41 71.09 69.11 65.83 62.10 58.16 4.98 87.97 82.19 77.99 73.57 68.53 65.07 60.12 57.49 56.47 6.22 9 81.34 77.90 69.44 69.11 64.71 63.02 60.57 59.62 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Persentase Hidup (%) 120 100 80 60 40 20 P0 P1 P2 P3 P4 P5 0 Minggu Setelah Aplikasi Gambar 6. Persentase Hidup Bibit Sagu Persentase Pemekaran Daun pemupukan kalium juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase pemekaran daun. Pemekaran daun masih sedikit < 25 % pada setiap perlakuan (Tabel 3). Pemekaran daun pada bibit tidak serentak, terlihat pada awal pengamatan masih ada bibit yang belum mekar (Gambar 7). Tabel 3. Rata-Rata Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu (g K/polibag)...%... 0 0.50 0.53 1.07 3.41 4.20 5.57 9.14 17.84 24.56 1.24 1.50 2.13 6.34 7.04 7.15 10.26 12.98 17.61 21.18 2.49 0.53 1.11 4.55 6.49 11.89 14.53 19.36 23.94 3.73 1.02 4.19 4.36 4.46 9.05 12.55 18.95 23.94 4.98 1.00 3.00 5.73 7.39 8.45 9.85 13.86 18.61 20.52 6.22 2.74 3.49 3.55 7.92 15.46 22.88 24.71 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase pemekaran daun ditransformasi menggunakan transformasi Arcsin. Hasil data transformasi ditunjukkan oleh Tabel 4.

Tabel 4. Rata-Rata Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu (Hasil Transformasi) (g K/polibag) 0 2.03 2.09 4.19 10.26 11.46 13.22 17.24 24.79 29.40 1.24 2.42 7.12 13.86 14.66 14.75 18.28 20.89 24.55 27.14 2.49 2.09 3.04 12.11 14.71 19.96 22.32 26.00 29.26 3.73 4.11 11.40 11.66 11.81 16.90 20.21 25.29 28.95 4.98 2.89 5.07 10.57 12.34 13.14 16.36 19.98 23.82 25.92 6.22 8.15 9.11 9.18 16.17 22.72 28.34 29.69 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn 3 Persentase Pemekaran (%) 25.00 2 15.00 1 5.00 Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 7. Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu Panjang Daun Pangkasan Daun pangkasan adalah daun yang muncul setelah pemangkasan, di awal pertumbuhan masih berupa petiol, kemudian ada yang mekar meskipun daunnya tidak utuh. Menurut Bintoro et al. (2010), kegiatan pemangkasan pada bibit dapat merangsang pemunculan tunas. yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang daun pangkasan bibit sagu. Pertumbuhan daun pangkasan melambat diakhir ketika daun sudah mencapai pertumbuhan yang optimum sehingga fotosintat yang terdapat pada bibit difungsikan untuk menunjang pertumbuhan daun 1.

Panjang Daun Pangkasan (cm) 2 18.00 16.00 14.00 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 8. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkasan Pertumbuhan daun pangkasan mengalami peningkatan setiap minggunya, namun tidak signifikan (Gambar 8). Rata-rata panjang daun pangkasan pada 10 MSA berkisar antara 16.64 cm 18.88 cm (Tabel 5). Tabel 5. Rata-Rata Panjang Daun Pangkasan Bibit Sagu (g K/polibag...cm... 0 5.99 7.18 8.78 10.62 12.40 13.99 15.58 17.45 18.71 1.24 6.98 8.67 10.76 12.03 13.29 14.20 15.36 16.70 17.81 2.49 8.58 9.77 11.11 12.29 13.53 14.81 15.83 17.43 18.13 3.73 7.63 8.88 10.44 11.49 12.60 13.62 14.52 15.56 16.64 4.98 6.42 8.30 10.02 11.66 13.05 14.52 16.21 17.51 18.88 6.22 6.02 6.52 8.39 10.82 12.06 13.45 14.64 15.84 16.81 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Panjang Anak Daun Pangkasan Hasil uji sidik ragam menunjukkan pengaruh pupuk kalium tidak berbeda nyata terhadap panjang anak daun pangkasan. Pembentukan daun yang tidak serentak dapat menjadi pemicu kecilnya rata-rata panjang anak daun pangkasan. Lebar anak daun berkisar antara 2.27-3.44 cm (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-Rata Panjang Anak Daun Pangkasan Bibit Sagu (g K/polibag) 3 4 5 6 7 8 9 10...cm... 0 0.21 0.33 1.09 1.29 1.59 2.34 2.83 3.05 1.24 0.09 0.79 1.06 1.08 1.39 1.65 2.22 2.27 2.49 0.15 0.84 1.06 1.65 1.99 2.25 2.28 3.73 0.23 0.66 0.69 0.73 1.03 1.73 2.03 2.89 4.98 0.16 0.48 0.73 0.81 1.11 1.25 2.34 2.40 6.22 0.41 0.49 0.52 1.59 2.67 3.23 3.44 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa pertumbuhan anak daun pangkasan cenderung lambat pada setiap minggunya. Panjang Anak Daun Pangkasan (cm) 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 9. Pertumbuhan Panjang Anak Daun Pangkasan Lebar Anak Daun Pangkasan Rata-rata lebar anak daun setiap minggunya tidak menunjukkan pertambahan yang signifikan (Tabel 7). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan pemupukan kalium yang diberikan terhadap pertumbuhan lebar anak daun pangkasan. Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui bahwa pertumbuhan lebar anak daun pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada pengamatan 10 MSA.

Tabel 7. Rata-Rata Lebar Anak Daun Pangkasan Bibit Sagu (g K/polibag) 3 4 5 6 7 8 9 10...cm... 0 0.02 0.04 0.12 0.14 0.15 0.26 0.34 0.39 1.24 0.02 0.15 0.18 0.20 0.24 0.28 0.35 0.39 2.49 0.03 0.14 0.19 0.29 0.38 0.41 0.43 3.73 0.03 0.11 0.12 0.13 0.19 0.24 0.29 0.39 4.98 0.04 0.11 0.16 0.19 0.24 0.25 0.59 0.42 6.22 0.07 0.08 0.08 0.19 0.33 0.45 0.49 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA: Minggu Setelah Aplikasi Lebar Anak Daun Pangkasan (cm) 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 10. Lebar Anak Daun Pangkasan pada 10 MSA Panjang daun 1 Pemupukan kalium yang dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang daun 1. Daun 1 mulai muncul saat 4 MSA. Panjang daun 1 meningkat setiap minggunya, pada 10 MSA perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang daun 16.43 cm (Tabel 8). pupuk kalium dengan berbagai dosis menunjukkan bahwa bibit tidak memiliki respon yang berbeda nyata antar perlakuan (Gambar 11).

Tabel 8. Rata-Rata Panjang Daun 1 Bibit Sagu (g K/ polibag) 4 5 6 7 8 9 10...cm... 0 3.13 4.47 5.07 6.51 8.92 11.28 12.73 1.24 4.19 5.36 6.36 7.51 8.61 10.30 11.73 2.49 2.13 3.74 5.21 7.06 8.83 12.07 12.69 3.73 3.46 3.99 5.26 7.44 8.67 10.29 11.32 4.98 3.95 4.52 5.19 6.05 6.67 9.37 11.76 6.22 6.48 8.39 9.86 11.78 13.84 15.19 16.43 Uji F tn tn tn tn tn tn tn Panjang Daun 1 (cm) 18.00 16.00 14.00 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 11. Pertumbuhan Panjang Daun 1 pada 10 MSA Panjang Anak Daun 1 Pertumbuhan panjang anak daun 1 tidak merata setiap minggunya, bahkan pada 4 MSA 5 MSA hanya perlakuan dengan dosis 1.24 g K/polibag dan 6.22 g K/polibag yang memiliki daun 1. Hasil sidik ragam menunjukkan pemupukan kalium tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang anak daun 1. P5 dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang anak daun 5.38 cm pada 10 MSA (Tabel 9).

Tabel 9. Rata-Rata Panjang Anak Daun 1 Bibit Sagu (g K/polibag) 4 5 6 7 8 9 10...cm... 0 0.36 0.88 3.28 4.11 1.24 0.40 0.46 0.46 0.78 1.28 2.08 2.32 2.49 0.15 0.42 1.29 2.22 2.79 3.73 0.59 1.13 2.11 2.34 4.98 0.16 1.12 1.81 2.13 6.22 0.25 0.25 0.26 0.96 2.91 4.64 5.38 Uji F tn tn tn tn tn tn tn Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa pertumbuhan panjang anak daun 1 dari 2 MSA - 6 MSA sangat lambat, kemudian laju pertumbuhannya mulai meningkat pada 7 MSA. 6.00 Panjang Anak Daun 1 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 Minggu Setelah Aplikasi Gambar 12. Pertumbuhan Panjang Anak Daun 1 Lebar Anak Daun 1 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lebar anak daun sangat lambat. yang diberikan juga tidak berpengaruh terhadap peubah lebar anak daun 1. Rata-rata lebar anak daun 1 kurang dari 1 cm (Tabel 10). dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki laju pertumbuhan lebar anak daun yang meningkat dari 7 MSA. Rata-rata lebar anak daun 1 berkisar antara 0.20-0.44 cm (Gambar 13).

Tabel 10. Rata-Rata Lebar Anak Daun 1 Bibit Sagu (g K/ polibag) 4 5 6 7 8 9 10...cm... 0 0.02 0.06 0.25 0.31 1.24 0.03 0.04 0.05 0.07 0.12 0.17 0.20 2.49 0.02 0.04 0.12 0.19 0.28 3.73 0.06 0.10 0.19 0.24 4.98 0.02 0.10 0.17 0.22 6.22 0.01 0.01 0.01 0.06 0.20 0.37 0.44 Uji F tn tn tn tn tn tn tn Lebar Anak Daun 1 (cm) 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 Minggu Setelah Aplikasi Gambar 13. Pertumbuhan Lebar Anak Daun 1 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Jumlah Daun Jumlah daun dihitung dari total keseluruhan jumlah daun baik pangkasan maupun daun 1 atau daun 2 yang telah mekar sempurna. Daun 1 adalah daun yang muncul setelah daun pangkasan, sedangkan daun 2 adalah daun yang muncul setelah daun 1. Daun kedua mulai mekar pada 9 MSA, namun jumlah daun 2 yang mekar sampai akhir pengamatan masih sangat sedikit. Berdasarkan hasil sidik ragam pemupukan kalium yang diberikan juga tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 14, dapat diketahui pemupukan kalium yang diberikan tidak menyebabkan peningkatan jumlah daun yang signifikan.

Tabel 11. Rata-Rata Jumlah Daun Pada Bibit Sagu (g K/polibag 3 4 5 6 7 8 9 10...Helai... 0 0.01 0.02 0.07 0.09 0.11 0.19 0.34 0.41 1.24 0.02 0.10 0.13 0.13 0.17 0.21 0.26 0.29 2.49 0.02 0.09 0.11 0.19 0.27 0.33 0.37 3.73 0.02 0.07 0.07 0.08 0.15 0.18 0.27 0.34 4.98 0.02 0.10 0.14 0.14 0.18 0.23 0.32 0.34 6.22 0.05 0.06 0.06 0.15 0.27 0.38 0.43 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Jumlah daun (Helai) 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 3 4 5 6 7 8 9 10 Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 14. Rata-Rata Jumlah Daun Panjang Petiol Daun 1 Petiol adalah bagian dari daun yang tidak ditumbuhi oleh anak daun. Pengukuran panjang petiol daun 1 dilakukan pada saat daun 1 sudah mekar sempurna yaitu pada saat 6 MSA. Rata-rata panjang petiol pada 6 MSA masih rendah, laju pertumbuhannya mulai meningkat pada saat 8 MSA. pemupukan kalium yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 (Tabel 12).

Tabel 12. Rata-Rata Panjang Petiol Daun 1 Bibit Sagu (g K/polibag) 6 7 8 9 10...cm... 0 0.23 0.64 2.68 3.90 1.24 0.49 0.88 1.43 2.18 2.75 2.49 0.15 0.37 1.23 2.17 3.05 3.73 0.72 1.22 2.65 3.80 4.98 0.17 1.10 1.94 2.62 6.22 0.23 0.95 2.66 4.59 5.49 Uji F tn tn tn tn tn Pertumbuhan panjang petiol pada 10 MSA, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang petiol 5.49 cm pada 10 MSA (Gambar 15). Panjang Petiol Daun 1(cm) 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 15. Panjang Petiol Daun 1 pada 10 MSA Jumlah Anak Daun 1 Peubah jumlah anak daun 1 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk kalium yang diberikan. pupuk dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata 4.39 jumlah anak daun pada 10 MSA (Tabel 13). Jumlah anak daun 1 menunjukkan pertambahan yang cukup signifikan dari 7 MSA (Gambar 16).

Tabel 13. Rata-Rata Jumlah Anak Daun 1 Pada Bibit Sagu (g K/Polibag) 6 7 8 9 10...anak daun... 0 0.34 0.65 2.36 3.26 1.24 0.43 0.65 1.10 1.82 1.94 2.49 0.07 0.55 1.11 2.04 2.82 3.73 0.46 0.88 1.88 2.41 4.98 0.16 1.06 1.99 2.19 6.22 0.25 0.79 2.10 3.67 4.39 Uji F tn tn tn tn tn Anak Daun 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 6 7 8 9 10 Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 16. Rata-Rata Jumlah Anak Daun 1 Leaf Life Span Leaf life span yaitu masa hidup daun 1 mulai dari saat mekarnya daun pada bibit yang ditanam sampai akhir fase hidupnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, daun 1 mulai mekar pada saat 4 MSA, dan sampai akhir pengamatan belum ada tanda-tanda berakhirnya fase hidup daun 1 karena masih terlihat laju pertumbuhannya, daun masih dalam kondisi segar dan kokoh. Bobot Segar dan Bobot Kering Pengamatan terhadap biomassa dilakukan dengan mengambil 1 bibit persatuan percobaan. Bibit dipisahkan atas tiga bagian yaitu akar, petiol dan rachis. Biomassa dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70 0 C, selama 48 jam. Hasil sidik ragam menunjukkan bobot segar dan bobot kering juga tidak berbeda nyata antar perlakuan.

Tabel 14. Bobot Segar dan Bobot Kering Bibit Sagu (g K/polibag) Bobot Segar Bobot Kering Akar Petiol Rachis Akar Petiol Rachis...g... Rasio Tajuk- Akar 0 5.43 48.17 11.25 0.32 6.12 2.59 27.63 1.24 2.74 62.22 14.95 0.38 7.55 3.91 73.98 2.49 3.04 41.04 9.03 0.38 5.54 2.30 25.50 3.73 3.23 48.46 8.58 0.34 6.71 2.35 35.52 4.98 2.57 28.26 7.44 0.31 4.01 1.83 19.29 6.22 4.15 41.95 10.96 0.61 5.87 3.03 19.58 Uji F tn tn tn tn tn tn tn 14.00 12.00 11.46 Bobot Kering (g) 1 8.00 6.00 4.00 8.72 7.84 9.07 5.84 8.9 Tajuk Akar 2.00 0.32 0.38 0.38 0.34 0.31 0.61 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 17. Bobot Kering Akar dan Tajuk Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa rasio tajuk-akar yang diperoleh pada percobaan cukup besar. dengan dosis 1.24 g K/polibag memiliki bobot kering tajuk 11.46 g, sedangkan bobot kering akarnya lebih kecil yaitu 0.38 g (Gambar 17). Rasio tajuk-akar yang tinggi artinya hara yang terdapat pada tanaman lebih difungsikan untuk pertumbuhan tajuk daripada akar. Suhu dan Kelembaban Pengamatan terhadap suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari selama tiga bulan pada pagi (07.00) dan siang hari (14.00). Suhu yang diamati dalam paranet menunjukkan kondisi yang normal untuk pertumbuhan bibit yaitu diatas 25 0 C. Berdasarkan 3 bulan persemaian terlihat bahwa pertumbuhan bibit terbaik terdapat

pada bulan April karena kelembabannya lebih tinggi dibanding bulan berikutnya, namun rata- rata kelembabannya masih rendah karena belum mencapai 90 % (Tabel 15). Tabel 15. Rata-Rata Suhu dan Kelembaban Bulan Suhu Kelembaban Pagi Siang Pagi Siang April 26.38 32.31 88.15 75.38 Mei 25.52 33.55 88.45 59.19 Juni 25.78 34.67 78.00 58.33 Pembahasan Pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya hidup tanaman terutama saat di pembibitan. pemupukan kalium yang dilakukan pada persemaian dengan sistem polibag tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sagu baik pada peubah daun pangkasan maupun daun 1. Persentase hidup yang tinggi menunjukkan bahwa bibit memiliki ketahanan dan adaptasi terhadap keadaan lingkungan. Tingkat kematian bibit pada percobaan secara keseluruhan mencapai 30 %. Menurut Ibisate dan Abayon (2008), tingkat kematian bibit sagu di polibag berkisar antara 20 % dan 40 %. P1 dengan dosis 1.24 g K/polibag memiliki persentase hidup 74.50 % pada 10 MSA, sedangkan perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki persentase hidup bibit yang tidak berbeda jauh dengan perlakuan P1 yaitu 74 %. Jong (1995) menyatakan kematian bibit yang tinggi saat musim kering merupakan hal yang wajar. Persentase hidup bibit yang tinggi dapat diperoleh jika bibit yang diambil dari lapang segera ditanam, waktu terbaik penanaman adalah maksimal 3 hari setelah pengambilan bibit dari induk sagu (Jong, 1995). Bibit yang disimpan selama lebih dari 2 minggu sebelum penanaman akan menurunkan persentase hidup bibit saat ditanam di polibag (Jong, 1995). Bibit yang digunakan pada percobaan berasal dari pemborong di lokasi kebun yang berbeda dengan lokasi percobaan. Proses transportasi bibit ke paranet

membutuhkan waktu yang agak lama, sehingga pengambilan bibit dan penanaman tidak dapat dilakukan pada waktu yang sama. Jong (1995) juga menambahkan bibit yang tidak segera ditanam seharusnya diberikan pemberian fungisida kemudian disimpan di tempat yang ternaungi dan lembab, hal ini dapat mengurangi tingkat kematian sagu saat pembibitan. Proses fisiologi bibit juga dipengaruhi oleh goncangan yang kuat sewaktu dijatuhkan ketika pengambilan bibit di lapang atau saat proses pemindahan bibit dari lapang ke paranet. Goncangan pada bibit tersebut menyebabkan turunnya kelembaban akibat transpirasi yang tinggi dari bagian bibit yang terluka (Bintoro et al., 2010). Pertumbuhan bibit yang paling baik adalah saat kondisi kelembabannya tinggi (Irawan, 2010). Percobaan persemaian sagu dengan sistem polibag juga menunjukkan persentase hidup yang rendah dibanding persemaian sistem rakit dan kolam lumpur (Pinem, 2008). Bibit sagu yang ditanam di polibag menghasilkan jumlah dan lebar daun yang kecil. Menurut Pinem (2008), tanaman yang ditanam dalam polibag, dengan sistem perakaran yang terbatas akan menyebabkan kekurangan air yang cepat sehingga tidak mampu menciptakan penyesuaian osmosis seperti yang ditemukan pada tanaman di lapang. Pengaruh yang paling hebat dari kekurangan air pada awal perkembangan vegetatif adalah pengurangan luas daun (Susilo, 1991). Jumlah daun yang terbentuk pada bibit masih sedikit, rata-rata bibit hanya memiliki satu daun, meskipun pada beberapa tanaman contoh ada bibit yang telah mempunyai daun 2. Jumlah daun yang sedikit juga sebanding dengan kecilnya persentase pemekaran daun pada bibit sagu sampai akhir pengamatan. Rata-rata persentase pemekaran daun kurang dari 25 %. Persentase pemekaran daun yang rendah disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan bibit. Bibit yang memiliki calon daun yang sudah mulai pecah (mulai mekar), mengalami pengeringan dikarenakan bibit tidak tahan dengan transpirasi yang tinggi. Banyak bibit yang mati diawali dengan mengeringnya petiol dan calon daun baru. Peubah panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun, jumlah anak daun dan panjang petiol pada perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag menunjukkan rata-rata yang baik dibanding perlakuan lainnya pada 10 MSA. pupuk dengan dosis 6.22 g K/polibag disamping memiliki rataan jumlah daun yang pa-

ling banyak, juga memiliki tajuk yang terlihat lebih besar dibanding perlakuan yang lain. Daun yang lebih luas merupakan indikator efektifnya proses fotosintesis yang menyebabkan tingginya akumulasi fotosintat yang dimiliki bibit yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Flach (1983), sagu dapat membentuk 1 daun dalam waktu 1 bulan. Daun pangkasan mekar pada saat bibit berumur 3 MSA, sedangkan daun 1 mekar pada umur 4 MSA. dengan dosis 6.22 g K/polibag menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang baik dibanding perlakuan lainnya, namun pemupukan kalium yang diberikan belum menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Pemupukan yang dilakukan pada anakan sagu juga tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun, panjang petiol dan tinggi anakan sagu, walaupun pertumbuhan vegetatifnya cenderung meningkat (Dewi, 2009). Berdasarkan pengamatan bobot kering biomassa terlihat bahwa akar yang terbentuk pada bibit masih sedikit. Hasil pengamatan biomassa menunjukkan bahwa banyaknya hara kalium yang dapat diserap oleh bagian akar, rachis dan petiol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Rasio tajuk-akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. pemupukan kalium dengan berbagai dosis menghasilkan rasio tajuk-akar yang tinggi. Rasio tajuk-akar yang tinggi menunjukkan bahwa bagian tajuk mempunyai pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan bagian akar. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadi peningkatan pertumbuhan pucuk (Gardner et al., 2008). Pertumbuhan bibit didukung oleh cadangan makanan yang terdapat pada banir karena jumlah akar yang terbentuk masih sedikit, sehingga pengaruh pemupukan yang diberikan pada bibit menjadi tidak terlihat. Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa kalium tidak memberikan pengaruh langsung terhadap perakaran dalam hal pemanjangan ataupun percabangan a- kar, sedangkan menurut Tawfik et al. (2010) pemberian pupuk kalium dengan dosis yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar. Percobaan yang dilakukan tidak menunjukkan semakin besar pupuk kalium yang diberikan akan me-

ningkatkan bobot kering akarnya, karena ph yang rendah menyebabkan proses penyerapan menjadi terhambat. Kalium yang tidak cukup menyebabkan sistem translokasi yang lemah, organisasi sel yang tidak baik dan hilangnya permeabilitas sel (Gardner et al., 2008). Pemberian pupuk kalium pada percobaan ini dapat meningkatkan ketersediaan K di dalam tanah. Respon tanaman yang tidak berbeda nyata antar berbagai dosis perlakuan, menunjukkan pemberian pupuk kalium tidak dapat diserap tanaman dengan baik. Kandungan asam-asam organik yang tinggi pada tanah gambut menyebabkan pembentukan akar menjadi terhambat sehingga mempengaruhi daya serapan akar terhadap pupuk kalium yang diberikan. Media memiliki ph awal sebelum pemupukan 3.9 (Lampiran 4), kemudian setelah pemberian pupuk ph meningkat menjadi 4.5-5.3 (Lampiran 5). Berdasarkan hasil analisis tanah pemberian pupuk dapat meningkatkan ph pada tanah gambut, namun masih tergolong masam dan belum memenuhi ph optimal untuk penyerapan unsur hara. Menurut Tisdale et al. (1990), ph netral yang berkisar antara 5.5-6.0 merupakan batas minimum untuk ketersediaan hara yang terdapat dalam tanah. Jumlah kalium yang diserap oleh tanaman ditentukan oleh beberapa faktor termasuk konsentrasi kalium dalam larutan tanah. Pemberian pupuk kalium akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi kalium dalam tanah sehingga akan meningkatkan serapan kalium tanaman. Proses pencucian yang rawan terjadi pada tanah gambut menyebabkan pupuk kalium yang diberikan hilang sehingga sedikit yang dapat diserap oleh tanaman. Pupuk kalium yang diberikan sulit terserap karena aplikasi yang dilakukan pada media tanah gambut yang memiliki KTK tinggi, namun jumlah K yang dapat diserap sangat sedikit. Menurut Koesnandar et al. (2006), sifat tanah gambut yang memiliki ph rendah, bahan organik dan KTK yang tinggi, dan kejenuhan basa yang rendah menyebabkan unsur hara K, Ca dan Mg yang diberikan sulit diserap oleh tanaman. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa yang rendah berarti kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh kation-kation asam yaitu Al +++ dan H +, jumlah kation asam yang berlebihan pada tanaman akan menjadi racun bagi tanaman (Hardjowigeno,

2007). Tanah gambut memiliki KTK yang tinggi (46.59-74.22 me/100 g) dan kejenuhan basa yang rendah (5.75-7.69 %) menyebabkan tanah kahat hara N, P, K, Ca, Mg, dan Mo (Purwanto et al., 2001). Hasil analisis tanah yang dilakukan juga menunjukkan KTK tanah gambut yang tinggi yaitu 134.23 me/100 g dan kejenuhan basa yang masih tergolong rendah (16 %). Menurut Bintoro et al. (2010), pertumbuhan tanaman sagu yang terbaik pada saat kondisi suhu 25 0 C, kelembaban 90 % dan penyinaran matahari 900 J/cm 2 /hari. Irawan (2010) menambahkan bahwa lingkungan yang optimal untuk fase pembibitan adalah pada suhu 23-31 0 C. Menurut Flach et al. (1986), pada suhu di bawah 20 0 C pembentukan daun berlangsung lebih lambat dan pada suhu 17 0 C pertumbuhan daun dapat berbeda 50 hari dengan tanaman yang tumbuh pada suhu 25 0 C. Faktor lingkungan lebih dominan mempengaruhi pertumbuhan bibit dibanding pupuk yang diberikan, kondisi lingkungan yang tidak mendukung menyebabkan pupuk tidak dapat terserap dengan baik dan pertumbuhan bibit menjadi terganggu. Kelembaban yang tinggi sangat dibutuhkan saat fase pembibitan, semakin tinggi kelembaban akan memacu pertumbuhan tajuk. Rata-rata kelembaban dalam paranet selama pengamatan kurang dari 90 % baik kelembaban pagi maupun siang. Rendahnya kelembaban menunjukkan kurang intensifnya naungan yang digunakan pada percobaan, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman lambat. Kelembaban yang rendah selama pertumbuhan vegetatif menyebabkan daun-daun lebih kecil, mengurangi indeks luas daun saat dewasa, dan terbatasnya penyerapan cahaya oleh tanaman tersebut (Gardner et al., 2008). Percobaan pemupukan pada tanaman sagu juga tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman meliputi rata-rata jumlah daun (Kueh, 1995; Ando et al., 2007), pertumbuhan diameter batang (Kueh, 1995), dan tinggi tanaman (Kueh, 1995; Lina et al., 2009). Syafaah (2011) juga mendapatkan hasil percobaan yang tidak nyata terhadap pemupukan yang dilakukan terhadap bibit dengan sistem persemaian di polibag.