BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda mengenai cyberloafing (Weatherbee, 2010). Selain cyberloafing ada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda mengenai cyberloafing (Weatherbee, 2010). Selain cyberloafing ada"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CYBERLOAFING 1. Pengertian Cyberloafing Banyak pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan internet yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dalam organisasi. Perbedaan pendekatan-pendekatan ini menyebabkan munculnya istilah, definisi, dan label yang berbeda mengenai cyberloafing (Weatherbee, 2010). Selain cyberloafing ada istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan perilaku penggunaan internet untuk kepentingan pribadi, seperti Cyberslacking dan PWU (Personal Web Use). Cyberslacking yang diartikan sebagai penggunaan internet dan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan di kantor yang seharusnya ditujukan untuk pekerjaan (Philips & Reddie, 2007). Istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penggunaan internet di tempat kerja yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, misalnya non-work related computing, cyberloafing, dan cyberslacking. Semua istilah ini menggambarkan penggunaan internet yang tidak produktif di tempat kerja (Jiang and Thsou. 2014). Block (2001) mendefinisikan cyberloafing sebagai tindakan karyawan yang melaksanakan aktivitas internet non-business di jam kerja dengan menggunakan sumber daya perusahaan. Lim (2002) menjelaskan bahwa 13

2 14 cyberloafing merupakan salah satu bentuk dari Deviant Workplace Behavior. Cyberloafing diartikan sebagai tindakan yang sengaja dilakukan karyawan untuk menggunakan akses internet perusahaan selama jam kerja untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaannya. Cyberloafing didefinisikan sebagai penggunaan dan internet organisasi untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan selama jam kerja (Blanchard and Henle, 2008). Blanchard & Henle (2008) mengemukakan bahwa terdapat dua level dari cyberloafing yakni minor dan serius. Aktivitas yang meliputi cyberloafing minor meliputi mengirim atau menerima pribadi pada saat bekerja, mengunjungi situs berita, keuangan, dan olahraga. Aktivitas Cyberloafing serius meliputi perilaku yang abusive dan kegiatan-kegiatan yang ilegal seperti perjudian online, mengunngah musik, dan mengunjungi situs-situs dewasa (Blanchard & Henle, 2008). Penggunaan internet selama jam kerja untuk kepentingan pribadi juga disebut sebagai Non-Work Related Computing ( Bock & Ho, 2009). Non-Work Related Computing terdiri dari dua, yakni Junk Computing dan cyberloafing. Junk Computing merupakan pernggunaan internet organisasi yang dilakukan karyawan untuk tujuan pribadi dan tidak berkaitan langsung dengan tujuan organisasi. Cyberloafing diartikan sebagai penggunaan internet pada saat jam kerja dengan menggunakan internet organisasi. Namun cyberloafing tidak hanya menggunakan internet milik organisasi namun juga milik pribadi. Definisi ini dikemukakan oleh Henle dan Kedharnath (2012) yaitu penggunaan teknologi

3 15 internet selama jam kerja untuk tujuan personal. Teknologi yang dimaksud bisa teknologi yang disediakan perusahaan dan juga miliki pribadi yang dibawa karyawan selama bekerja (misalnya, smartphone, ipad). Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa cyberloafing merupakan perilaku yang menggunakan internet pada saat jam kerja untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dan dilakukan dengan internet milik perusahaan ataupun milik pribadi. 2. Jenis-Jenis Cyberloafing Lim dan Teo (2005) mengelompokkan perilaku cyberloafing menjadi dua kategori utama yaitu aktivitas browsing dan ing. Aktivitas yang termasuk dalam aktivitas browsing adalah menggunakan internet perusahaan untuk melihat hal-hal yang tidak berhuubungan dengan kerja pada saat jam kerja. Sementara itu aktivitas ing merupakan aktivitas mengirim, menerima, dan memeriksa e- mail yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada saat jam kerja. Blanchard and Henle (2008) mengemukakan 2 jenis dari cyberloafing yaitu minor dan serious. a. Minor Cyberloafing meliputi penggunaan dan internet pada saat kerja. Contohnya mengirim dan menerima pesan pribadi atau mengunjungi situs berita, keuangan, dan olahraga. Dengan demikian minor cyberloafing mirip dengan perilaku lain yang tidak sesuai dengan pekerjaan namun diberi toleransi. Meskipun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa minor

4 16 cyberloafing tidak memiliki dampak yang merugikan bagi organsisasi, seperti mengurangi produktivitas. b. Serious Cyberloafing merupakan bentuk cyberloafing lain yang terdiri dari bentuk-bentuk cyberloafing yang lebih serius. Perilaku ini kasar dan berpotensi melakukan hal-hal yang tidak sah seperi perjudian on line, mengunduh lagu, membuka situs-situs dewasa. Jenis cyberloafing ini memiliki dampak yang serius bagi organisasi. Karyawan yang melakukan minor cyberloafing biasanya tidak percaya bahwa mereka melakukan hal yang menyimpang. Sementara itu karyawan yang melakukan serious cyberloafing menyadari bahwa perbuatannya menyimpang dan mungkin tidak akan dimaafkan dan diterima di tempat kerja (Blanchard&Henle, 2008). jenis yakni : Sementara itu, Li and Chung (2006) membagi cyberloafing kedalam empat a. Aktivitas sosial yaitu penggunaan internet untuk berkomunikasi dengan teman. Aktivitas sosial yang melibatkan pengekspresian diri (facebook, twitter, dll) atau berbagi informasi via blog (blogger). b. Aktivitas informasi yaitu menggunakan internet untuk mendapatkan informasi. Aktivitas ini terdiri dari pencarian informasi seperti situs berita. c. Aktivitas kenikmatan yaitu internet untuk menghibur. Aktivitas kesenangan ini terdiri dari aktivitas game online atau mengunduh musik (youtube) atau software untuk tujuan kesenangan.

5 17 d. Aktivitas emosi virtual yaitu sisa dari aktivitas internet lainnya seperti berjudi atau berkencan. Aktivitas emosi virtual mendeskripsikan aktivitas online yang tidak dapat dikategorisasikan dengan aktivitas lainnya seperti berbelanja online atau mencari pacar secara online. Adapun jenis cyberloafing yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah jenis cyberloafing yang dikemukakan oleh Lim & Chen yaitu ing dan browsing. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cyberloafing a. Faktor Individual 1. Persepsi dan Sikap Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki sikap yang positif terhadap komputer cenderung untuk menggunakan komputer untuk alasan personal dan ada hubungan positif antara favorable attitude towards cyberloafing dengan cyberloafing (Liberman, Seidman, McKenna, 2011). Karyawan yang mempersepsikan penggunaan internet mendatangkan keuntungan bagi performa kerjanya secara keseluruhan lebih cenderung terlibat dalam cyberloafing dibanding karyawan yang lain (Vitak et al, 2011). 2. Personal Trait Menurut Johnson and Culpa (dalam Ozler & Polat, 2012)Perilaku pengguna internet merefleksikan motif psikologis yang bervariasi. Karakter pribadi seperti malu, kesepian, isolasi, kontrol diri, self-esteem, dan locus of control bisa mempengaruhi pola penggunaan internet. Individu yang memiliki

6 18 kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan penyimpangan di tempat kerja (Restubog, 2011). Orang-orang yang berorientasi eksternal atau mereka yang meyakini bahwa orang lain memiliki kontrol terhadap dirinya ditemukan kurang mampu dalam mengontrol penggunaan internet (Chak and Leung, 2004). Landers dan Lounsbury (2006) meneliti kaitan kepribadian Big-Five dengan Penggunaan internet. Hasilnya tidak ada hubungan antara neuroticism dan openness dengan penggunaan internet. Akan tetapi, Agreeableness, Conscientiousness, dan extraversion berhubungan negatif dengan penggunaan internet. Orang dengan agreeableness yang rendah lebih sering menggunakan internet. Orang-orang conscientiousness yang tinggi cenderung terorganisir dan rendah dalam penggunaan internet. Orang dengan kepribadian introverted lebih sering online daripada kepribadian extraversion. Hal ini karena orang-orang extraversion terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial (tidak termasuk aktivitas komputer). 3. Kebiasaan dan Adiksi Internet Kebiasaan (habit) merupakan rangkaian perilaku dan situasi yang terjadi secara otomatis tanpa instruksi diri, kognisi, dan pertimbangan dalam merespon lingkungan (Woon and Pee, 2008). Diperkirakan, lebih dari setengah perilaku di media merupakan sebuah kebiasaan (LaRose, 2010). Hubungan antara kebiasaan media dan cyberloafing memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi perilaku tersebut. Tingginya adiksi terhadap internet bisa menyebabkan penyalahgunaan internet (Chen, Ross, Yang, 2008).

7 19 4. Faktor Demografis Garret dan Danziger (2008) menemukan bahwa status pekerjaan, persepsi otonomi dalam organisasi, tingkat pemasukan, dan gender merupakan prediktor cyberloafing yang signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang berpendidikan cenderung melibatkan dirinya dalam aktivitas-aktivitas seperti mencari informasi secara online, sementara orang-orang yang berpendidikan rendah cenderung menggunakan internet untuk bermain game online (Chak and Leung, 2004). Penelitian lain menunjukkan bahwa pria cenderung melakukan cyberloafing lebih sering dan durasi yang lebih lam dibanding perempuan (Lim and Chen, 2012). 5. Intention to Engage, Social Norms and Personal Ethical Codes Intention merupakan prediktor yang akurat untuk perilaku dalam banyak studi. Meskipun demikian penelitian juga menunjukkan bahwa intentions tidak selalu berujung pada munculnya sebuah perilaku, namun hubungan antara intention dan perilaku merupakan sebuah hubungan kompleks. Persepsi tentang pentingnya larangan etis akan cyberloafing berhubungan negatif dengan perilaku cyberloafing. Belief normative seseorang (misalnya, secara moral cyberloafing salah) mengurangi intensi untuk terlibat dalam perilaku cyberloafing (Vitak et al, 2011).

8 20 b. Faktor Organisasional 1. Pembatasan Penggunaan Internet Meskipun tidak ada persetujuan umum bahwa cyberloafing memiliki dampak negatif, banyak organisasi menggunakan internet policy untuk membatasi penggunaan internet. Tujuannya adalah untuk mengatur perilaku karyawan dan terbukti memiliki peran yang penting dalam cyberloafing (Doorn, 2011) Dengan membatasi penggunaan internet karyawan, pemimpin organisasi mengurangi kemungkinan penggunaan internet untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan karyawan (Garret dan Danziger, 2008). Demikian sebaliknya, karyawan yang akan menerima hukuman yang berat apabila melakukan perbuatan yang menyimpang akan memiliki kecenderungan cyberloafing rendah (Vitak et al, 2011). 2. Anticipated Outcome Penelitian menunjukkan bahwa karyawan cenderung tidak melakukan cyberloafing yang mereka persepsikan memiliki konsekuensi yang negatif kepada organisasi maupun dirinya sendiri (Lim and Teo, 2005). 3. Dukungan Manajerial Dukungan manajerial untuk penggunaan internet pada jam kerja tanpa menentukan bagaimana harusnya hal tersebut dilakukan cenderung meningkatkan penggunaan internet untuk kegiatan bisnis maupun aktivitas personal oleh karyawan. Dukungan ini bisa disalahartikan oleh karyawan yang menganggap bahwa dukungan tersebut mensahkan semua jenis penggunaan internet, termasuk

9 21 cyberloafing (Garret and Danziger, 2008). Dukungan manajerial termasuk didalamnya kebijaksanaan yang ditetapkan oleh organisasi. Beberapa kebijakan dalam organisasi bisa menjadi faktor yang mempengaruhi cyberloafing. Salah satu kebijaksanaan mengenai hal ini adalah BYOH yaitu kebijaksanaan yang mengizinkan karyawan untuk menggunakan perangkat pribadi selain perangkat yang disediakan oleh organisasi/perusahaan. Kebijaksaan ini bisa meningkatkan perilaku cyberloafing karena karyawan menggunakan perangkat mereka sendiri (Doorn, 2011). Kebijaksanaan lain yaitu fleksibilitas kerja baik waktu maupun tempat. Kebijaksanaan ini memungkinkan karyawan untuk bekerja di luar kantor. Kebijaksanaan ini memang memiliki efek pada performa karyawan. Namun, kerugiannya adalah beberapa organisasi menetapkan kebijaksanaan ini tanpa memberikan aturan yang jelas pada karyawannya sehingga hal ini bisa meningkatkan cyberloafing karyawan (Doorn, 2011). 4. Perceived Coworker Cyberloafing Norms Penelitian menunjukkan bahwa norma rekan sejawat dan supervisor yang mendukung cyberloafing berhubungan positif dengan cyberloafing. Blau (2006) menunjukkan bahwa karyawan melihat karyawan lain yang berpotensi menjadi role model mereka dalam organisasi dan cyberloafing dipelajari dari perilaku yang mereka lihat dari orang tersebut (Liberman et al, 2011). Selain itu, Lim dan Teo (2005) mengemukakan bahwa individu menggunakan iklim normatif sebagai penyesuaian untuk melakukan perilaku yang dilakukan rekannya.

10 22 5. Employee Job Attitude Cyberloafing merupakan respon emosional terhadap pekerjaan yang membuat frustasi, oleh sebab itu sikap terhadap pekerjaan bisa mempengaruhi munculnya cyberloafing (Liberman et al, 2011). Penelitian lain menemukan bahwa karyawan cenderung melakukan perbuatan yang tidak sesuai ketika mereka memiliki sikap yang tidak baik (Garret and Danziger, 2008). Adapun yang termasuk dalam job attitude adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan prejudice dalam tempat kerja (Greenberg, 1998). 6. Job Demands and Resources Studi menemukan bahwa ketika individu memiliki tuntutan kerja yang rendah kemungkinan untuk cyberloafing tinggi, hal ini dikarenakan waktu luang yang dimiliki. Ketika karyawan tidak memiliki banyak pekerjaan, mereka akan terlibat dalam aktivitas cyberloafing untuk mengahabiskan waktu (Doorn, 2011). c. Faktor Situasional Penyalahgunaan komputer biasanya terjadi ketika individu memiliki akses internet dalam pekerjaannya, hal ini disebut sebagai pemicu situasional yaitu efek keadaan yang memoderasi perilaku dan hasilnya (Weatherbee, 2010). Kondisi fasilitas merupakan hal yang penting, sehingga individu yang memiliki intensi untuk melakukan sebuah tindakan tidak mampu melakukannya karena lingkungannya tidak memungkinkan untuk dilakukannya tindakan tersebut. Studi menemukan bahwa ada hubungan positif antara kondisi cyberloafing dengan perilaku cyberloafing itu sendiri (Woon and Pee, 2004).

11 23 Dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku cyberloafing adalah sikap karyawan yaitu komitmen organisasi. B. KOMITMEN ORGANISASI 1. Pengertian Komitmen Organisasi Allen dan Meyer (1990) mendefiniskan komitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan hubungan antara karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Allen dan Meyer menambahkan bahwa komitmen organisasi adalah kondisi psikologis yang mengikat individu dengan organisasi. Berdasarkan uraian definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kondisi psikologis antara individu dan organisasi yang meliputi internalisasi peran dalam organisasi, evaluasi positif terhadap organisasi dan tanggungjawab terhadap organisasi yang menimbulkan keinginan untuk berkontribusi terhadap organisasi. 2. Komponen Komitmen Organisasi Allen dan Meyer (1990) mengemukakan tiga komponen komitmen organisasi yaitu affective, normative, dan continuance. Masing-masing komponen ini terdapat dalam diri individu dengan kadar yang berbeda-beda. Affective Commitment merupakan komitmen yang berkaitan dengan seberapa besar keinginan individu untuk berada di organisasi. Continuance commitment merupakan kesadaran akan kerugian apabila meninggalkan organisasi. Normative

12 24 commitment berkaitan dengan perasaan akan adanya kewajiban untuk tetap berada di organisasi. Karyawan yang memiliki normative commitment yang tinggi cenderung merasa dirinya harus tetap berada di organisasi. a. Affective Commitment Beberapa studi menggambarkan Affective Commitment sebagai orientasi afektif karyawan terhadap organisasi. Karyawan dengan Affective Commitment bekerja untuk organisasi karena mereka memang ingin melakukannya. Porter dan Mowday (1979) menggambarkan pendekatan ini sebagai kekuatan relatif indentifikasi dan keterlibatan individu dalam sebuah organisasi. Affective commitment adalah kelekatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Komponen ini merupakan orientasi terhadap organisasi yang menghubungkan identitas seseorang dengan organisasi (Meyer &Allen, 1997). Orang dengan Affective Commitment mendukung tujuan organisasi dan berjuang untuk mencapai misi organisasi tersebut. Ketika sebuah organisasi mengalami sebuah perubahan, karyawan akan mempertanyakan apakah nilai yang dimilikinya masih sesuai dengan nilai organisasi. Apabila mereka merasa tidak sesuai maka mereka akan memutuskan untuk resign (Greenberg, 1997). Affective commitment dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni tantangan pekerjaan, kejelasan peran, kejelasan tujuan, kesulitan tujuan, penerimaan oleh manajemen, kelekatan rekan, kesamaan, kepentingan pribadi, feedback, partisipasi, dan ketergantungan (Meyer & Allen, 1997).

13 25 Individu dengan affective commitment memiliki karakter sebagai berikut (Allen & Meyer, 1993) : a. Setia dan tidak melihat kualitas hubungan berdasarkan perhitungan ekonomi. b. Terlibat dalam hubungan organisasi dan berpartisipasi dalam pengembangan organisasi. c. Memiliki kelekatan emosional dengan organisasi d. Memiliki keinginan untuk mempertahankan hubungan dengan organisasi. b. Continuance Commitment Ketika seseorang memasuki sebuah organisasi, mereka mempertahankan hubungan dengan organisasi tersebut karena kurangnya alternatif untuk kesempatan yang lain apabila ia meninggalkan organisasi tersebut. Hal ini didefinisikan oleh Meyer & Allen (1990) yang menyatakan bahwa Continuance Commitment didasarkan pada dua faktor, yakni : 1) Investasi yang telah mereka buat di organisasi, dan 2) Persepsi bahwa tidak ada alternatif lain. Meyer & Allen (1990) mendefinisikan continuance commitment sebagai kesadaran akan kerugian apabila meninggalkan organisasi. Continuance commitment dapat dikatakan sebagai kelekatan instrumental terhadap organisasi karena asosiasi individu dengan organisasi didasarkan pada perhitungan keuntungan ekonomi yang bisa diperoleh (Beck & Wilson, 2000). Dalam hal ini,

14 26 anggota sebuah organisasi memiliki sebuah komitmen karena adanya penghargaan ekstrinsik yang diperoleh bukan karena mengidentifikasikan dirinya terhadap nilai dan tujuan organisasi. Semakin lama seseorang berada dalam sebuah organisasi semakin banyak investasi yang telah mereka buat dalam organsasi tersebut. Banyak orang berkomitmen untuk tetap bekerja dalam sebuah organisasi karena takut kehilangan investasi tersebut. Investasi yang dibuat bisa berupa hal-hal yang dianggap berharga oleh individu, misalnya rencana pensiun, keuntungan dari organisasi, status dan lain-lain yang mungkin akan hilang apabila dirinya meninggalkan organisasi sehingga dia memutuskan untuk tetap berada di organisasi (Greenberg, 1997). Individu dengan continuance commitment dapat dilihat dengan karakteristik berikut (Meyer &Allen, 1993): - Bekerja di sebuah organsasi adalah karena pertimbangan ekonomi dan sosial - Merasa rugi / kehilangan investasi apabila keluar dari organisasi tempat ia bekerja - Menganggap bekerja pada organisasi merupakan suatu kebutuhan - Merasa bahwa bekerja pada organisasi merupakan kesempatan / peluang yang terbaik b. Normative Commitment Normative commitment merupakan perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan pada organisasi. Keinginan karyawan untuk berada di

15 27 organsiasi didasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral. Meyer & Allen (1990) mengemukakan bahwa Normative Commitment terjadi berdasarkan pengalaman sebelumnya, misalnya berdasarkan pengalaman keluarga (orangtua yang menekankan pada kesetiaan terhadap pekerjaan) atau berdasarkan pengalaman budaya (sanksi akan pergantian pekerjaan). Aspek normative menimbulkan persepsi individu akan kewajibannya untuk berada di sebuah organisasi. Normative Commitment merupakan hasil dari penerimaan keuntungan yang menimbulkan perasaan bahwa hal tersebut harus dibalas. Normative Commitment juga diartikan sebagai perasaan tentang kewajiban untuk bekerja di sebuah organisasi karena adanya tekanan dari orang lain. Orang dengan Normative Commitment yang tinggi sangat memperhatikan pendapat oranglain apabila mereka keluar dari pekerjaannya. Mereka enggan mengecewakan pimpinan dan rekan kerjanya apabila mereka memutuskan untuk resign (Greenberg, 1996). Snape dan Redman (2003) menyatakan bahwa affective commitment dan normative commitment berhubungan secara signifikan kepada intensi untuk berpartisipasi dalam pekerjaan. Meskipun demikian affective commitment memiliki dampak yang lebih kuat. Dibanding dengan continuance dan normative, affective commitment adalah komponen komitmen organisasi yang diharapkan untuk dimiliki oleh karyawan (He, 2008). Karakteristik individu dengan normative commitment adalah sebagai berikut (Meyer&Allen, 1993) : - Menjunjung nilai-nilai dan visi misi dari organisasi tempat ia bekerja

16 28 - Tidak tertarik pada tawaran organisasi lain yang mungkin lebih baik dari tempat ia bekerja - Mempunyai rasa kesetiaan pada organisasi tempat ia bekerja, Tidak keluar masuk pekerjaan/menjadi satu dengan organisasi - Berkeinginan untuk menghabiskan sisa karirnya pada organisasi tempat ia bekerja C. HUBUNGAN KOMPONEN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP CYBERLOAFING Lim (2002) mendefinisikan cyberloafing sebagai penggunaan internet perusahaan untuk kepentingan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan selama jam kerja. Cyberloafing menjadi cara yang biasa yang digunakan karyawan untuk menghabiskan waktu dalam pekerjaannya. Oleh sebab itu cyberloafing mengurangi produktivitas karyawan. Munculnya cyberloafing dipengaruhi oleh sikap karyawan terhadap organisasi (Ozler, 2012). Sikap karyawan meliputi kepuasan kerja, prejudice, dan komitmen organisasi. Komitmen organisasi merupakan persepsi individu terhadap derajat hubungannya dengan organisasi tempat dia bekerja. Rogojan (2009) menemukan bahwa komitmen organisasi berkorelasi negatif dengan workplace deviant behavior. Komitmen Organisasi terdiri dari tiga komponen yakni komponen affective, continuance, dan normative. Meskipun demikian tidak semua komponen komitmen organisasi bisa mendatangkan keuntungan bagi organisasi (Kirmizi and Deniz, 2009). Hal ini

17 29 juga didukung oleh penelitian Boehman (2006) yang menemukan bahwa ada korelasi negatif antara komitmen affective dan komitmen continuance. Demikian juga, ada korelasi positif antara komitmen affective dan komitmen normative. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada hubungan ketiga komponen komitmen organisasi terhadap cyberloafing. Komponen komitmen affective, continuance, dan normative bisa menimbulkan produktivitas yang berbeda (Phips, Prieto, Ndinguri, 2013). Scechter (1985) menyatakan orang dengan komitmen affective yang tinggi memiliki performa yang lebih baik dalam pekerjaannya dibanding dengan orang yang memiliki komitmen continuance. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara affective dan normative commitment dengan perilaku yang diinginkan di organisasi. Sementara itu continuance commitment berhubungan negatif dengan perilaku yang diinginkan dalam organisasi (Meyer and Allen, 1991). Berdasarkan hasil penelitian (Memari, Mahdieh, Marnani, 2013) ditemukan bahwa ketiga komponen komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan performa kerja karyawan. Penelitian lain yaitu penelitian meta analisa yang dilakukan oleh Meyer, Stanley, Herscovitch, & Topolnytsky (2002) yang menemukan bahwa diantara ketiga komponen komitmen organisasi, affective commitment memiliki korelasi yang paling kuat dan paling baik dengan faktor yang berkaitan dengan organisasi (kehadiran, performa, dan organizational citizenship behavior) dan faktor yang berkaitan dengan individu (stres dan work-family conflict). Normative commitment juga berhubungan dengan

18 30 perilaku yang diharapkan meskipun tidak sekuat affective commitment. Continuance commitment tidak berkaitan atau berkorelasi negatif dengan faktor tersebut. Cyberloafing merupakan sebuah perilaku yang termasuk kedalam penyimpangan produktivitas yang dapat mengurangi tingkat performa kerja karyawan (Lim, 2002). Sementara itu efektivitas sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada stabilitas kerja melainkan karyawan harus dapat diandalkan dalam melakukan pekerjaannya dan memiliki keinginan untuk melakukan usaha yang lebih untuk pekerjaannya. Hal ini merupakan bentuk dari komitmen organisasi itu sendiri. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara komponen komitmen Affective, Continuance, dan Normative terhadap cyberloafing. D. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan dinamika kedua variabel yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah : 1. Affective Commitment berkorelasi negatif dengan cyberloafing. 2. Continuance commitment berkorelasi positif dengan cyberloafing. 3. Normative Commitment berkorelasi negatif dengan cyberloafing

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh para akademisi untuk memudahkan pertukaran data dan informasi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan internet saat ini semakin pesat. Sejak pertama kali diperkenalkan sampai saat ini pengguna internet terus meningkat. Pada tahun 1997 pengguna internet diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor

BAB II LANDASAN TEORI. landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor BAB II LANDASAN TEORI Bab ini mencakup landasan teori yang mendasari penelitian, yaitu landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, aktivitas, dan faktor-faktor yang mempengaruhi cyberloafing, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai cyberlaofing meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai cyberlaofing meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor yang mempengaruhi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi mengenai teori yang mendasari masalah objek penelitian, yaitu teori mengenai cyberlaofing meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor yang mempengaruhi cyberloafing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjuru dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari Internet Live Stats (2014),

BAB I PENDAHULUAN. penjuru dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari Internet Live Stats (2014), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era teknologi saat ini, penggunaan internet telah menyebar di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari Internet Live Stats (2014), hampir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi mengenai landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, yaitu landasan teori cyberloafing yang meliputi definisi, tipe-tipe, dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan internet merupakan perubahan paling signifikan yang membuka jalan bagi manusia untuk mendapatkan berbagai keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai berbagai macam teknologi yang dapat membantu manusia dalam membuat, menyusun,

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi PENGARUH STRES KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP PERILAKU CYBERLOAFING KARYAWAN PADA ERA PERKEMBANGAN ICT (INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGIES) (Studi Kasus Pada PT Vira Interco Jakarta) Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, 2008). Melalui internet, orang-orang dapat mengakses informasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, 2008). Melalui internet, orang-orang dapat mengakses informasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dibidang teknologi dan informasi memberikan kemudahan bagi manusia untuk melakukan aktivitas seharihari. Salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan komunikasi dan akses informasi dan distribusi. Lebih lanjut internet digunakan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Jasa audit akuntan. publik dibutuhkan oleh pihak perusahaan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Jasa audit akuntan. publik dibutuhkan oleh pihak perusahaan untuk menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akuntan publik merupakan profesi akuntansi yang menyediakan jasa audit independen yang penting bagi eksistensi penyajian laporan keuangan suatu perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan internet telah memberi berbagai keuntungan dan kemudahan dalam kehidupan (Ozler & Polat, 2012). Kini telah banyak perusahaan yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kita hidup dalam ekonomi global, perkembangan yang terjadi dalam ekonomi dunia semakin lama, berlangsung semakin cepat sejalan dengan semakin lajunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, banyak perusahaan yang telah menetapkan pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan swasta maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan

BAB I PENDAHULUAN. pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian besar dari praktisi maupun akademisi telah diberikan kepada pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan dan hasil organisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan psikologis yang mengikat karyawan di dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul: PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KEINGINAN UNTUK KELUAR KARYAWAN PT. MAPAN WIJAYA SEMARANG, maka saya memohon

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah merupakan salah satu organisasi pelayanan publik yang sering dianggap belum produktif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kepribadian Kepribadian atau personality oleh Kreitner dan Kinicki (2010:133) didefinisikan sebagai kombinasi karakteristik fisik dan mental yang stabil yang memberikan identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perputaran karyawan (turnover intention) menjadi suatu fenomena yang menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki konsekuensi negatif dan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan tersebut berbentuk perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen bukanlah sesuatu yang bisa hadir begitu saja, karena itu untuk menghasilkan karyawan yang memiliki komitmen yang

Lebih terperinci

Kepada Yth. Bapak / Ibu / Sdr / i SMA Kesatrian 1 Semarang

Kepada Yth. Bapak / Ibu / Sdr / i SMA Kesatrian 1 Semarang Kepada Yth. Bapak / Ibu / Sdr / i SMA Kesatrian 1 Semarang Dengan hormat, Di tengah-tengah kesibukan sebagai Guru SMA Kesatrian 1 Semarang, saya memohon Bapak / Ibu / Sdr / i untuk meluangkan sedikit waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena efektifitas dan keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya komitmen yang tinggi tentunya sebuah organisasi atau perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya komitmen yang tinggi tentunya sebuah organisasi atau perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap organisasi, komitmen memegang peranan penting sebab dengan adanya komitmen yang tinggi tentunya sebuah organisasi atau perusahaan akan memiliki karyawan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori OCB (Organizational Citizenship Behavior) OCB adalah sebuah konsep yang relatif baru dianalisis kinerja, tetapi itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan atau organisasi di Indonesia semakin lama semakin pesat, terutama pada era globalisasi saat ini. Hal ini menuntut setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Komitmen organisasional Komitmen organisasional merupakan satu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu beserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan jaman, banyak perubahan yang terjadi dalam dunia kerja, baik dari sisi individu pekerja maupun dari pihak organisasi sendiri. Hal mendasar

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Jenis Kelamin : L / P 3. Pendidikan D3 S1 S2 Lainnya. 4. Lama bekerja. tahun LOCUS OF CONTROL EKSTERNAL Locus of control eksternal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada di dalam perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada di dalam perusahaan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORI 2.1.1 Budaya Perusahaan Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan para karyawan dalam menjalankan kewajibannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) Komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai 1) keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/korporat (corporate social responsibilities ), workforce diversities,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/korporat (corporate social responsibilities ), workforce diversities, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumberdaya manusia merupakan salah satu aspek krusial yang menentukan keberhasilan misi dan visi suatu perusahaan, oleh karena itu keberadaannya mutlak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan farmasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan, produksi dan pemasaran obat yang memiliki surat izin untuk penggunaan medis (McGuire, Hasskarl,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aset tidak nyata yang menghasilkan produk karya jasa intelektual

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aset tidak nyata yang menghasilkan produk karya jasa intelektual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia adalah salah satu aset usaha berharga dan merupakan aset tidak nyata yang menghasilkan produk karya jasa intelektual (Darmawan, 2013).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Organisasional Menurut Robbins (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1. Komitmen Organisasi Terdapat dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen. Pertama melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS. Dengan menjadi bagian dari perusahaan, karyawan dididik untuk berkomitmen

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS. Dengan menjadi bagian dari perusahaan, karyawan dididik untuk berkomitmen BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS 2.1. Komitmen Organisasi Ketika perusahaan menawarkan pekerjaan dan pelamar kerja menerima tawaran tersebut, pelamar kerja tersebut telah menjadi bagian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Selain itu akan disertakan pula penelitian terdahulu yang pernah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Di antara para pakar memberikan pengertian tentang kepuasan kerja atau job satisfaction dengan penekanan pada sudut pandang masing-masing.

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 2 KAJIAN TEORETIS BAB 2 KAJIAN TEORETIS 2.1 Definisi Konsep 2.1.1 Turnover Intention Turnover intention (keinginan keluar dari pekerjaan) merupakan tanda awal terjadinya turnover (keluar dari pekerjaan) (Sunarso, 2000).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja yang terpenting

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan berisi penjelasan mengeai teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori komitmen profesi, komitmen organisasi, dan guru, serta hubungan antara komitmen

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN IDENTITAS 1. Nomor :... 2. Jenis Kelamin :... 3. Usia :... tahun 4. Status marital : Single / Menikah 5. Pendidikan : (... ) SMA / Sederajat (... ) Diplomat (... ) S1 (... ) S2 (... ) S3 6. Posisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 73 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis utama dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression), maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan

Lebih terperinci

Tri Suswanto Saptadi Tujuan

Tri Suswanto Saptadi  Tujuan Tri Suswanto Saptadi http://trisaptadi.uajm.ac.id Tujuan Mengetahui pentingnya mengenali karakteristik individu sebagai esensi dari faktor sumber daya manusia dalam organisasi Mengetahui bahwa karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi internet pada saat ini dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi internet pada saat ini dapat membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi internet pada saat ini dapat membantu keefektifan dan keefisienan operasional perusahaan. Penggunaan internet dalam perusahaan berubah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel Tergantung : Organizational Citizenship Behavior. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel Tergantung : Organizational Citizenship Behavior. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel Bebas : Komitmen Organisasi Variabel Tergantung : Organizational Citizenship Behavior B. Definisi Operasional 1. Organizational Citizenship Behavior

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Difinisi Operasional 1. Identivikasi Variabel. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan variabel big five personality. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wibowo, 2007:25). Efektifnya organisasi tergantung kepada

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: BAB II URAIAN TEORITIS A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 2. Keinginan

Lebih terperinci

World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness. Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global

World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness. Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global 1 World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global Competitiveness Index-GCI) berada pada peringkat ke-34 dunia. Global Competitiveness

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter (1998:27) oleh Zainuddin (2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. penting yang dibutuhkan dalam menjaga kepercayaan individu dan organisasi.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. penting yang dibutuhkan dalam menjaga kepercayaan individu dan organisasi. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada sebuah organisasi tentu kinerja pegawai sangat berpengaruh bagi kemajuan organisasi/perusahaan. Hal ini dikarenakan sebuah organisasi/perusahaan tidak akan bergerak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Pada dasarnya Budaya organisasi dalam perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap invidu yang melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini. Teoriteori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Studi empiris pada perusahaan asuransi di Semarang)

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Studi empiris pada perusahaan asuransi di Semarang) KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Studi empiris pada perusahaan asuransi di Semarang) DATA RESPONDEN Perusahaan : Nama : Jenis Kelamin :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara cepat dan mempermudah masyarakat dalam mencari informasi. Terlebih

BAB I PENDAHULUAN. secara cepat dan mempermudah masyarakat dalam mencari informasi. Terlebih BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena hampir semua masyarakat sudah mengenal dan mengetahui internet. Hal ini dikarenakan internet mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian komitmen organisasional. Priansa (2014) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan organisasi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena merupakan salah satu sarana penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia yang kompetitif akan terlahir dari dunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia yang kompetitif akan terlahir dari dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang kompetitif akan terlahir dari dunia pendidikan yang bermutu. Rendahnya mutu pendidikan akan menjadi masalah besar bagi suatu bangsa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini banyak perusahaan atau organisasi berlomba-lomba untuk menjadi sebuah perusahaan atau organisasi yang menjadi pilihan bagi pegawai dimana perusahaan atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Organisasi Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly & Konopaske (2009) organisasi merupakan bagian dari unit - unit yang dikoordinasikan dengan tujuan yang tidak secara individu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha dan industri tidak lepas dari adanya unsur manusia. Apa pun bentuk dan kegiatan suatu organisasi, manusia selalu memainkan peranan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN AFEKTIF 1. Pengertian Komitmen Afektif Sheldon (dalam Meyer & Allen, 1997) mendefinisikan komitmen afektif sebagai suatu attitude atau orientasi terhadap organisasi dimana

Lebih terperinci

menjelaskan bahwa variasi definisi dan ukuran komitmen organisasi sangat luas. keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

menjelaskan bahwa variasi definisi dan ukuran komitmen organisasi sangat luas. keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KOMITMEN KARYAWAN 1. Definisi Komitmen Karyawan Komitmen merupakan salah satu sikap dalam organisasi. Luthans (2005), menjelaskan bahwa variasi definisi dan ukuran komitmen organisasi

Lebih terperinci

1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan disajikan mengenai kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, pada bab ini akan ditampilkan pula saran yang berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu ditanamkan suatu sikap dimana individu harus mampu bekerja secara tim, bukan bekerja secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian terhadap OCB dan pengaruh komitmen afektif terhadap OCB, serta pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya manusia yang dinamis dan selalu dibutuhkan

Lebih terperinci