MATERIAL ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BERBASIS (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0 0.6) (Skripsi) Oleh.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MATERIAL ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BERBASIS (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0 0.6) (Skripsi) Oleh."

Transkripsi

1 MATERIAL ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BERBASIS (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0 0.6) (Skripsi) Oleh Intan Wandira FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

2 ABSTRAK MATERIAL ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BERBASIS (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0-0.6) Oleh INTAN WANDIRA Telah dilakukan penelitian mengenai material absorber gelombang elektromagnetik berbasis (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0 0.6) menggunakan metode reaksi padatan. Bahan magnetik ini dibuat dari oksida penyusun La2O3, BaCO3, ZnO, Fe2O3, dan MnCO3. Campuran dimilling dengan High Energy Milling selama 5 jam kemudian disintering pada suhu 1000 C selama 5 jam. Karakterisasi dilakukan dengan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), Particle Size Analyzer (PSA), Vibrating Sample Magnetometer (VSM), dan Vector Network Analyzer (VNA). Identifikasi fasa dengan XRD menunjukkan bahwa kemampuan substitusi ion Fe 3+ dan Zn 2+ optimum pada x = 0.2 dengan komposisi (La0.8Ba0.2)(Mn0.4Zn0.2Fe0.4)O3. Peningkatan kandungan Zn menyebabkan timbulnya fasa lain yaitu MnO dan ZnO, sesuai dengan pengamatan SEM menunjukkan terbentuknya struktur yang tidak homogen. Hasil analisis PSA menunjukkan ukuran partikel meningkat ketika x>0.2 yaitu 1801,31, 1298,57, 1473,06, dan 1635,59 nm. Analisis VSM menunjukkan penurunan Hc, Mr, dan Ms seiring meningkatnya kandungan Zn. Serapan gelombang elektromagnetik terbesar ditunjukkan oleh konsentrasi x = 0.2 yaitu sebesar 96%. Kata kunci: Fasa, penyerapan, perovskite ( reaksi padatan. La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3, i

3 ABSTRACT ELECTROMAGNETIC WAVE ABSORBER MATERIALS WITH (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0-0.6) By INTAN WANDIRA Electromagnetic wave absorber materials with (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0-0.6) had been synthesized using solid-state reaction. Precursors use were La2O3, BaCO3, ZnO, Fe2O3, dan MnCO3. The sample were characterized using XRay Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), Particle Size Analyzer (PSA), Vibrating Sample Magnetometer (VSM), and Vector Network Analyzer (VNA). The phase identification with XRD shows that the substitution ability of Fe3+ and Zn2+ ion was optimum at x = 0.2 with composition (La 0.8Ba0.2)(Mn0.4Zn0.2Fe0.4)O3. Increasing Zn content causes the emergence of other phases of MnO and ZnO, according to SEM observations indicating the formation of non-homogeneous structures. PSA analysis results show that particle size increases when x> 0.2 were , , , and nm. VSM analysis shows decreases in Hc, Mr, and Ms as the Zn content increases. The biggest electromagnetic wave absorption was shown by the concentration x = 0.2 which was 96%. Keywords: Absorption, phase, perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3, solid state ii

4 MATERIAL ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BERBASIS (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0 0.6) Oleh INTAN WANDIRA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

5 Judul Skripsi : Material Absorber Gelombang Elektromagnetik Berbasis (La0.8Ba0.2)(Mn(1-X)/2ZnxFe(1-X)/2)O3 (x = 0-0.6) Nama Mahasiswa : Intan Wandira Nomor Pokok Mahasiswa : Jurusan : Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. NIP Dr. Wisnu Ari Adi NIP Ketua Jurusan Fisika FMIPA Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. NIP iv

6 MENGESAHKAN 1. Tim penguji Ketua : Drs. Pulung Karo Karo, M.Si.... Sekertaris : Dr. Wisnu Ari Adi... Penguji Bukan pembimbing : Prof. Simon Sembiring, Ph.D Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. NIP Tanggal Lulus Ujian Skripsi : Januari 2018 v

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang sama persis dengan yang pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka, saleain itu saya menyatakan bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri. Apabila pernyataan saya tidak benar maka saya bersedia dikenai sesuai dengan hokum yang berlaku. Bandar Lampung, Januari 2018 Intan Wandira NPM vi

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Intan Wandira dilahirkan di OKU Timur Prov. Sumatera Selatan pada tanggal 07 Mei Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Saripudin dan Ibu Nursiah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Kurungan Nyawa OKU Timur pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Buay Madang OKU Timur pada tahun 2010, Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Buay Madang OKU Timur pada tahun Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung melalui SNMPTN tahun Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan kampus yaitu HIMAFI FMIPA Unila. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar, Fisika Dasar 1, Pemrograman Komputer dan Fisika Komputasi. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PSTBM BATAN Serpong dengan judul Sintesis Dan Karakterisasi Bahan Smart Magnetic Berbasis La0.8Ba0.2Znx(FeMn)(1-X)/2O3 Untuk Aplikasi Penyerapan Gelombang Elektromagnetik. Kemudian penulis melakukan penelitian Material Absorber Gelombang Elektromagnetik Berbasis (La0.8Ba0.2)(Mn(1-X)/2ZnxFe(1-X)/2)O3 (x = 0 0.6) sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNILA. vii

9 MOTTO Cobalah tidak untuk menjadi seseorang yang sukses, tetapi menjadi seseorang yang bernilai (Albert Einstein) Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S, Al-Mujaadillah; 11) viii

10 Bismillahirohmanirrohim Dengan rasa syukur kepada ALLAH SWT, kupersembahkan karya ini kepada : Ayah dan Ibu Yang penuh kesabaran dalam membimbing, mendidik, menemani, dan menyemangati dengan kelembutan do a dan kasih sayang. Terima kasih atas restu yang tiada hentinya hingga sekarang dan sampai nanti. Adik-Adikku Terima kasih atas segala semangat, dukungan dan keceriaan kalian Bapak-Ibu guru serta Bapak-Ibu dosen Terima kasih atas segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan dan motivasi semoga menjadi bekal untuk keberhasilanku Sahabat-Sahabatku Terima kasih telah memberikan warna dan pelajaran padaku, dari yang mengajarkan arti hidup sampai membantu dalam proses penyusunan karya sederhana ini. Universitas Lampung Almamater Tercinta ix

11 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Material Absorber Gelombang Elektromagnetik Berbasis (La0.8Ba0.2)(Mn(1- X)/2ZnxFe(1-X)/2)O3 (x = 0 0.6). Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Bandar Lampung, Januari 2018 Penulis, Intan Wandira x

12 SANWACANA Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi serta penguasa atas semua makhluk. Dengan kerendahan diri dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. selaku Pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan dan nasehat untuk menyelesaikan skripsi. 2. Bapak Dr. Wisnu Ari Adi selaku Pembimbing II yang telah memberikan masukan-masukan dan nasehat untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph.D selaku Penguji yang telah memberikan kritik dan saran selama penulisan skripsi. 4. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T selaku Pembimbing Akademik. 5. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung. 6. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Lampung. xi

13 7. Seluruh dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 8. Bapak Drs. Engkir Sukirman yang senantiasa memberikan masukan, saran serta memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi. 9. Ayah dan Ibuku tercinta yang menjadi semangat dan selalu memberikan dukungan moril, dan doa yang tiada henti untuk perjuanganku. 10. Bapak Dr. Abu Khalid Rivai, M.Eng, Ibu Madesa, Bapak Yosep, Ibu Mujamilah, Bapak Bambang, Ibu Deswita, seluruh staf BATAN Serpong yang telah banyak membantu, mengarahkan, membimbing selama proses penelitian. 11. Bapak Yana yang telah membantu proses pengukuran di PPET-LIPI Bandung. 12. Teman-teman Fisika 2013, kakak dan adik tingkat, terimakasih untuk kebersamaan dan dukungan yang diberikan bagi penulis. 13. Seluruh pihak yang telah ikut serta membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan niat baik yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin. Bandar Lampung, Januari 2018 Penulis Intan Wandira xii

14 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii HALAMAN JUDUL... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv HALAMAN PENGESAHAN... v PERNYATAAN... vi RIWAYAT HIDUP... vii MOTTO... viii PERSEMBAHAN...ix KATA PENGANTAR... x SANWACANA... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR TABEL...xviii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Batasan Masalah... 4 D. Tujuan Penelitian... 5 E. Manfaat penelitian... 5 xiii

15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Absorber Gelombang Elektromagnetik... 6 B. Material Perovskite... 7 C. Lanthanum Manganit Struktur Kristal Lantanum Manganit Sifat Magnetik Lantanum Manganit Sifat Absorbsi Gelombang Elektromagnet Lantanum Manganit D. Kurva Histerisis E. Mechanical Milling F. Karakterisasi Material X-Ray Difraction (XRD) Scanning Electro Microscope-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS) Particle Size Analyzer (PSA) Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Vector Network Analyzer (VNA) III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Alat dan Bahan Penelitian Alat Bahan C. Prosedur Kerja Preparasi Bahan Proses Milling Proses Pengeringan Proses Sintering Karakterisasi Sampel Karakterisasi dengan XRD Karakterisasi dengan SEM-EDS Karakterisasi dengan PSA Karakterisasi dengan VSM Karakterisasi dengan VNA D. Diagram Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Fasa Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0-0.6) B. Analisis Morfologi Permukaan dan Komposisi Unsur Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0, 0.2, 0.3, 0.6) C. Analisis Ukuran dan Distribusi Partikel Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0, 0.2, 0.3, 0.6) D. Analisis Sifat Magnetik Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3 (x = 0, 0.2, 0.3, 0.6) E. Analisis Penyerapan Gelombang Elektromagnetik Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0, 0.2, 0.3, 0.6) xiv

16 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

17 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Skema Komposisi Perovskite Struktur Perovskite Struktur Kristal Lantanum Manganit Ideal Diagram Fasa La1-xCaxMnO Kurva Magnetisasi dari La1-xBaxMnO Grafik Penyerapan Gelombang Elektromagnetik La1-xBaxMnO Kurva Reflection Loss (La0.8Ba0.2)MnxFe½(1-x)Ti½(1-x)O Kurva Hysterisis Material Ferromagnetik Kurva Histerisis, (a) Magnet Lemah, (b) Magnet Keras Proses Tumbukan Bola-bola dalam Media Milling (a) Tahap pertama, (b) Tahap kedua, (c) Tahap ketiga dan (d) Tahap keempat Difraksi Sinar-X pada Kristal Skema SEM Prinsip Kerja VSM Prinsip Kerja VNA Diagram Alir Penelitian xvi

18 18. Pola Difraksi Sinar-X Sampel Gabungan Material sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (dengan x = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 0.6) Pola Difraksi Sinar-X Sampel Gabungan Material sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (dengan x = 0, 0.2, 0.3, dan 0.6) Refinement (La0.8Ba0.2)Mn0.5Fe0.5O3 (x = 0) (a) Pola Difraksi, (b) Kurva NED, (c) Kurva Chi-squared Refinement (La0.8Ba0.2)(Mn0.4Zn0.2Fe0.4)O3 (x = 0.2) (a) Pola Difraksi, (b) Kurva NED, (c) Kurva Chi-squared Refinement (La0.8Ba0.2)(Mn0.35Zn0.3Fe0.35)O3 (x = 0.3) (a) Pola Difraksi, (b) Kurva NED, (c) Kurva Chi-squared Refinement (La0.8Ba0.2)(Mn0.2Zn0.6Fe0.2)O3 (x = 0.6) (a) Pola Difraksi, (b) Kurva NED, (c) Kurva Chi-squared Grafik Perubahan Parameter Kisi terhadap Penambahan Ion Fe 3+ dan Ion Zn 2+ (a) Parameter a, (b) Parameter b, (c) Parameter c Grafik Perubahan Volume Unit Sel dan Kerapatan Atomik terhadap Penambahan Ion Fe 3+ dan Ion Zn Morfologi Permukaan Sampel, (a) x = 0, (b) x = 0.2, (c) x = 0.3, (d) x = Grafik Ukuran dan Distribusi Partikel, (a) x = 0, (b) x = 0.2, (c) x = 0.3, (d) x = Ukuran Partikel Material Sampel Gabungan Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0, 0.2, 0.3, 0.6) Kurva Histesisis Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 (x = 0, 0.2, 0.3, 0.6) Grafik Serapan Gelombang Elektromagnetik Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O xvii

19 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Bahan Dasar Penelitian Hasil Perhitungan Massa Bahan Dasar Parameter Struktur, Faktor R dan Chi square (χ 2 ) untuk x = Parameter Struktur, Faktor R dan Chi square (χ 2 ) untuk x = Parameter Struktur, Faktor R dan Chi square (χ 2 ) untuk x = Parameter Struktur, Faktor R dan Chi square (χ 2 ) untuk x = Nilai Reabilitas (R) dan Fraksi Massa Hasil Refinement Sampel Hasil Analisis EDS Sampel x = 0, 0.2, 0.3, dan Parameter Kurva Histerisis Material Sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2) O3 (x = 0, 0.2, 0.3, dan 0.6) Serapan Gelombang Elektromagnetik (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O xviii

20 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun ini, aplikasi yang menggunakan teknologi gelombang elektromagnetik berkembang pesat. Salah satunya pada teknologi telekomunikasi. Bertambah banyaknya penyedia layanan telekomunikasi membuat semakin padat lalu lintas pancaran gelombang elektromagnetik pada atmosfir bumi. Hal ini berdampak buruk pada alat elektronik lain yang menggunakan teknologi yang sama, mulai dari noise (gangguan) hingga error (tidak berfungsinya suatu alat) (An, Y.J. et al., 2008). Selain itu diyakini pula bahwa radiasi gelombang mikro yang berasal dari sinyal telepon selular dapat memicu terjadinya sel kanker (IARC, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan material penyerap gelombang elektromagnetik yang berfungsi sebagai filter dari banyaknya radiasi gelombang yang merugikan. Sementara, pada aplikasi militer, bahan penyerap gelombang yang digunakan untuk menghindari deteksi seperti pesawat, kapal, atau tank membutuhkan bahan penyerap super tipis yang memiliki penyerapan luar biasa (Subiyanto, 2011). Syarat wajib yang harus dipenuhi sebagai bahan penyerap gelombang elektromagnetik yang memiliki komponen medan magnet dan medan listrik yaitu

21 2 material harus memiliki sifat permeabilitas yang tinggi (magnetic loss propertise) dan permitivitas yang tinggi (dielectric loss propertise) (Zhang, X. et al., 2003). Di alam, bahan yang memiliki kedua sifat tersebut tidak tersedia. Namun, ada beberapa material yang memiliki salah satu dari sifat tersebut seperti, material yang memiliki sifat permeabilitas yang tinggi tetapi permitivitas rendah yaitu terdapat pada material Barium Heksaferit (BaFe12O19) (Sebayang dan Muljadi, 2011). Material yang memiliki sifat permitivitas tinggi tetapi sifat permeabilitas rendah yaitu terdapat pada material perovskite (Sugiantoro dan Adi, 2012). Material yang akan menjadi fokus peneliti dalam penelitian ini adalah material magnet berbasis manganit sistem perovskite ABO3. Salah satu material perovskite ABO3 berbasis manganit adalah Lantanum manganit (LaMnO3). Material ini memiliki sifat permitivitas tinggi, struktur stabil, tahan korosi, dan sifat permeabilitas yang rendah. Lantanum manganit dapat dijadikan sebagai bahan unggul untuk aplikasi absorber gelombang elektromagnetik karena memiliki sifat permitivitas yang tinggi dengan nilai magnetic loss yang dimiliki relativ kecil. Sebagaimana telah disebutkan bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk aplikasi sebagai penyerap gelombang elektromagnetik adalah material ini harus memiliki nilai koersitivitas yang rendah dengan saturasi magnet yang tinggi atau harus meningkatkan sifat permeabilitas material ini, sehingga spin magnetik dari material ini dapat beresonansi dengan gelombang elektromagnetik. Untuk itu diperlukan modifikasi atau rekayasa struktur. Memodifikasi Lantanum manganit telah banyak dilakukan dengan mensubstitusi elemen tertentu dalam ion-ion Lantanum. Dengan melakukan prinsip ini, maka terjadi adanya valensi campuran atom Mn yang mana akan mempengaruhi sifat magnetik dan struktur bahan. Sifat magnetik ini

22 3 merupakan salah satu indikator kemampuan penyerapan material terhadap gelombang elektromagnetik. Zhou et al (2009) berhasil membuat material absorber gelombang elektromagnetik berbasis manganit. Mereka melakukan modifikasi material sistem (LaSr)MnO3 dengan substitusi ion Fe 3+, yaitu senyawa empiris La0.8Sr0.2Mn1-yFeyO3 (0 < y < 0.2). Penambahan Fe (y = 0.14), meningkatkan nilai reflection loss bahan hingga - 34 db dengan presentase penyerapan sebesar 98%. Menurut Zhou kehadiran Fe sangat berkontribusi terhadap sifat magnetik bahan. Adi dan Manaf (2014) juga melakukan penelitian menggunakan material magnetik sistem La0.8Ba0.2FexMn1/2(1- x)ti1/2(1-x)o3. Rekayasa struktur dilakukan dengan mensubstitusikan ion Fe 3+. Rekayasa ini ternyata membuahkan hasil yang luar biasa. Hasil pengujian serapan gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi 9-15 GHz menunjukkan terdapat tiga frekuensi puncak serapan pada frekuensi 9.9 GHz, 12.0 GHz, dan 14.1 GHz dengan nilai reflection loss berturut-turut sebesar -9 db, -13 db, dan -25 db dan presentase penyerapan optimal sebesar 94%. Penelitian lainnya oleh Heriyah (2016), memodifikasi bahan sistem La0.8Ba0.2(FeMn)1-z/2TizO3 (z = ) dengan substitusi ion Ti 4+. Penambahan Ti (z = 0.3) bahan memiliki sifat feromagnetik dengan besar Hc yaitu 387 Oersted dan daya serap gelombang radar sebesar 85.55%. Menurut Heriyah substitusi ion Ti 4+ selain berkontribusi terhadap sifat magnetik material juga berkontribusi terhadap daya serap gelombang elektromagnetik. Pada penelitian ini akan dilakukan substitusi ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap Mn dengan variasi konsentrasi x = berdasarkan rumus molekul (La0.8Ba0.2)(Mn(1-

23 4 x)/2znxfe(1-x)/2)o3. Dengan adanya ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ diharapkan dapat berkontribusi terhadap sifat magnetik yaitu meningkatnya permeabilitas bahan sehingga berakibat optimalnya penyerapan gelombang elektromagnetik. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah efek substitusi oleh ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap struktur kristal, morfologi dan komposisi unsur dari perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3? 2. Bagaimanakah pengaruh substitusi ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap kurva histerisis sebagai sifat magnetik perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3? 3. Bagaimanakah pengaruh substitusi ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap pola refleksi sebagai absorber gelombang elektromagnetik perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3? C. Batasan Masalah Pada penelitian ini, batasan masalah yang digunakan adalah: 1. Sintesis material sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3 yang dimodifikasi dengan mensubstitusikan ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap mangan dengan variasi konsentrasi dibatasi pada x = Karakterisasi yang dilakukan menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy

24 5 (EDS), Particle Size Analyser (PSA), Vibrating Sample Magnetometer (VSM), dan Vector Network Analyzer (VNA). D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah: 1. Mempelajari efek substitusi oleh ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap struktur kristal, morfologi dan komposisi unsur dari perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3. 4. Mengetahui pengaruh substitusi ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap kurva histerisis sebagai sifat magnetik perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1-x)/2ZnxFe(1-x)/2)O3. 2. Mengetahui pengaruh substitusi ion Fe 3+ dan ion Zn 2+ terhadap pola refleksi sebagai absorber gelombang elektromagnetik perovskite (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai: 1. Memberikan informasi tentang pembuatan material sistem (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3 dengan metode reaksi padatan. 2. Memberikan informasi mengenai karakteristik bahan (La0.8Ba0.2)(Mn(1- x)/2znxfe(1-x)/2)o3. 3. Dapat digunakan sebagai kandidat bahan penyerap gelombang elektromagnetik dengan daya absorber yang tinggi.

25 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Absorber Gelombang Elektromagnetik Absorber gelombang elektromagnetik adalah material yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik (Umar, 2008). Radiasi elektromagnetik adalah kombinasi medan listrik yang berosilasi dan medan magnet merambat lewat ruang dan membawa energi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Setiap muatan listrik yang memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik (Anies, 2009). Gelombang yang berkaitan dengan radiasi elektromagnetik disebut gelombang elektromagnetik (Chang, 2005). Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang yang dapat merambat tanpa membutuhkan zat perantara dengan kecepatan tinggi, yaitu sekitar 3 x 10 8 m/s. Gerak gelombang elektromagnetik melibatkan osilasi medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus satu sama lain. Arah rambat gelombang elektromagnetik juga tegak lurus dengan arah getarnya (Umar, 2008). Spektrum gelombang elektromagnetik adalah jangkauan panjang gelombang elektromagnetik yang dapat diurutkan mulai dari panjang gelombang pendek (frekuensi tinggi) ke panjang gelombang yang besar (frekuensi rendah). Urutan tersebut adalah sinar gamma, sinar-x, sinar ultraviolet, sinar tampak, sinar

26 7 inframerah, gelombang mikro dan gelombang radio (Umar, 2008). Semakin tinggi frekuensi semakin tinggi energi radiasinya. Radiasi ultraviolet, sinar-x dan sinar-γ adalah radiasi berenergi tinggi (Chang, 2005). Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Sumber: Ricky, 2008) Gelombang elektromagnetik yang akan diserap oleh Lantanum manganit sistem perovskite dalam penelitian ini, berada pada daerah frekuensi gelombang mikro yaitu Hz yang biasanya frekuensi ini dihasilkan dari alat-alat elektronik seperti telepon seluler. B. Material Perovskite Mineral perovskite (CaTiO3) ditemukan dipegunungan Ural yang terletak di Rusia oleh Gustav Rose pada tahun 1839 dan nama perovskite sendiri diambil dari nama seorang ahli mineral Rusia yang bernama Lev Perovski ( ). Perovskite kemudian dijadikan sebagai nama untuk suatu kelas dari struktur kristal yang bertipe sama seperti CaTiO3 ( XII A 2+VII B 4+ X 2-3) yang dikenal sebagai struktur perovskite.

27 8 Struktur dari kristal perovskite dipublikasikan pada tahun 1945 oleh seorang kristalografi bernama Helen Dick Megaw ( ) yang berasal dari irlandia yang struktur kristalnya dia dapatkan dari data X-ray diffraction pada barium titanat. Sejak saat itu material perovskite mengundang perhatian khalayak banyak. Sifat-sifat fisis yang menjadi ketertarikan untuk studi ilmu material yang terdapat pada material perovskite yaitu superkonduktivitas, magnetoresistance, konduktivitas ion, dan sifat dielektrik yang bervariasi yang mana sangat penting didalam keperluan elektronik dan telekomunikasi. Beberapa bahan perovskite seperti LaGaO3, PrGaO3, dan NdGaO3 sedang dipertimbangkan sebagai substrat untuk superkonduktor dengan nilai Temperatur Curie (Tc) yang tinggi. Struktur perovskite pada umumnya memiliki stoikiometri ABX3, yang mana A dan B merupakan kation dan X merupakan sebuah anion. Kation-kation A dan B memiliki beberapa ragam variasi untuk jenis muatannya dan untuk mineral perovskite yang asli (CaTiO3) kation A berupa divalent dan kation B berupa tetravalent. Pada studi ini, kedua kation A dan B dapat berupa trivalen dan variasi yang terdapat pada kation A dibatasi terhadap alkali tanah jarang. Paduan berbasis manganit dengan komposisi La1-xAxMnO3 dengan A adalah Ba, Sr, Ca dan Pb merupakan struktur kristal yang menyerupai perovskite, yang dikenal sebagai perovskite sederhana (Kutty dan Philips, 2000). Dikarenakan terdapat banyak sekali jumlah dari komposisi yang memungkinkan untuk kombinasi kation-kation pada bagian kisinya, ion yang menempati tempat kisi-kisi A dan B secara detail sebagaimana Gambar 2 berikut:

28 9 ABO 3 La 3+, Ce 3+, Nd 3+, Sm 3+, Eu 3+, Gd 3+ Al 3+, Cr 3+, Fe 3+ Tb 3+, Dy 3+, Ho 3+, Er 3+, Yb 3+, Lu 3+ Ga 3+, In 3+, Sc 3+ Gambar 2. Skematik Komposisi Perovskite Perovskite tanah jarang secara luas telah dipelajari dengan menggunakan X-ray diffraction dan teknik hamburan neutron. Pembelajaran mengenai perovskite ini pertama kali dilakukan pada tahun 1927 oleh Goldshmidt yang memfokuskan pada YAlO3 dan LaFeO3. Pada saat itu, banyak studi menyatakan bahwa struktur kristal dari material perovskite merupakan kubus atau pseudokubik, akan tetapi hasil ini masih agak sedikit diragukan dikarenakan terdapat kebingungan mengenai jumlah simetri yang dihasilkan melalui hasil pengukuran terhadap material perovskite yang lain. Kemudian, studi akhir-akhir ini telah dapat secara akurat menentukan struktur dari kebanyakan perovskite yang dapat kemudian digunakan sebagai landasan untuk permodelan selanjutnya. Berikut ini merupakan kumpulan dari sistem-sistem kristal yang terdapat pada material perovskite yang ditunjukkan oleh Gambar 3.

29 10 Gambar 3. Struktur Perovskite, (a) Sistem Kristal Kubus, (b) Sistem Kristal Ortorombik, (c) Sistem Kristal Rombohedral, dan (d) Sistem Kristal P63cm Hexagonal (Sumber: Levy, 2005). C. Lantanum Manganit 1. Struktur Kristal Lantanum Manganit Lantanum manganit (La1-xAxMnO3), dapat dianggap sebagai sistem biner yang terdiri dari larutan padat LaMnO3 dan AMnO3, untuk x = 0 dan x = 1. Jonker dan Saten adalah pelopor penelitian bahan perovskite pada tahun 1950, dengan menerbitkan kilasan dari sistem biner bahan perovskite seperti LaMnO3 CaMnO3, LaMnO3 SrMnO3, dan LaMnO3 BaMnO3. Struktur kristal Lantanum manganit merupakan turunan dari struktur perovskite, yang memiliki formula umum ABO3. Gambar 4 menunjukkan struktur perovskite kubik yang ideal. Dalam Lantanum manganit kedudukan A diisi oleh ion La 3+ dan jika x > 0 maka disubstitusi kation Ca 2+, Sr 2+, Ba 2+, dan lain-lain. Sementara kedudukan B diisi oleh ion Mn 3+.

30 11 Gambar 4. Struktur Kristal Lantanum Manganit Ideal (Sumber: Dinesen, 2004) Material dasar dari Lantanum manganit memiliki struktur ortorombik pada suhu ruang (Norby et al., 1995). Berbeda halnya dengan Lantanum manganit yang telah di dopping oleh ion lain, strukturnya tergantung dari ion doppingnya, variasi konsentrasi ion dopping, temperatur, dan lain-lain. Untuk La1-xSrxMnO3 ketika harga x sekitar 0,1 memiki struktur ortorombik namun saat x = 0,175 memiliki struktur rombohedral (Urushibara et al., 1995). Berdasarkan penelitian Ju et al, diperoleh struktur La0,62Ba0,38MnO3 adalah kubik dengan parameter kisinya 3,906 Å. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sergei La1-xBaxMnO3, saat 0 x 0,05 memiliki struktur ortorombik, saat 0,1 x 0,25 strukturnya rombohedral sedangkan saat 0,27 x 0,5 strukturnya kubik. Transformasi fasa struktur ini biasanya disertai dengan perubahan fasa magnetik dan elektriknya. 2. Sifat Magnetik Lantanum Manganit Karakteristik mendasar dari manganit dengan valensi campuran adalah hubungan yang dekat antara transport elektronik dan kemagnetan. Ciri utamanya adalah transisi simultan dari antiferomagnetik dengan sifat isolator ke feromagnetik dengan sifat konduktor akibat adanya substitusi pada kedudukan A. Teori dasar dari

31 12 fenomena ini telah dikemukan oleh Zener tahun 1951 (Zener, 1951), yang memperkenalkan konsep double exchange, yaitu terjadi karena transfer elektron yang bergantung pada spin dari ion Mn 3+ ke Mn 4+ pada tetangga terdekat melalui ion O 2-. Teori ini selanjutnya diperbarui oleh Anderson dan Hasegawa (1953) dan de Gennes (1960) yang melibatkan distorsi Jahn-Taller. Schiffer et al (1995) melakukan penelitian tentang diagram fase magnetik dari La1- xcaxmno3 dengan variasi konsentrasi 0 x 1 (Gambar 5). Ketika x = 0 dan x = 0,1 bahan bersifat feromagnetik insulator pada temperature rendah dengan temperature Currie sekitar 160 K. Diantara x = 0,2 dan x = 0,45 bahan bersifat feromagnetik logam dan menunjukkan fenomena colossal magnetoresistance (CMR). Untuk x lebih besar dari 0,45 bahan bersifat antiferomanetik insulator. Gambar 5. Diagram Fasa La1-xCaxMnO3 (Sumber: Schiffer et al.,1995) Sardjono dan Adi (2014) melakukan penelitian terhadap sifat magnetik perovskite La1-xBaxMnO3 (x = 0 dan x = 0.2) ditemukan bahwa terdapat transformasi fasa magnetik dari sifat paramagnetik ke feromagnetik. Sifat paramagnetik muncul ketika MnO dari LaMnO3 bertransformasi menjadi α-mn2o3. Pada peristiwa transformasi ini sifat paramagnetik muncul karena adanya interaksi ion Mn 3+ yang

32 13 berdekatan yang interaksi magnetiknya dikenal dengan nama super-exchange. Sedangkan sifat feromagnetik muncul ketika MnO dari LaBaMnO3 bertransformasi menjadi α-mn3o4. Munculnya sifat feromagnetik ini karena adanya Lantanum dan Barium. La dan Ba memicu valensi campuran sehingga terjadi interaksi magnetik antara Mn 3+ dan Mn 4+ yang interkasi magnetiknya dikenal dengan nama doubleexchange. Kurva magnetisasi dari La1-xBaxMnO3 ditunjukkan oleh Gambar 6. Gambar 6. Kurva Magnetisasi dari La1-xBaxMnO3 (Sumber: Sardjono dan Adi, 2014) 3. Sifat Absorbsi Gelombang Elektromagnet Lantanum Manganit Sardjono dan Adi (2013) telah berhasil membuat bahan absorber gelombang elektromagnetik berbasis Lantanum manganit sistem La1-xBaxMnO3 (x = 0 0.7) yang disintesis dengan metode mechanical alloying. Mereka menemukan bahwa dalam rentang frekuensi antara 9-15 GHz terdapat frekuensi puncak pada 11.1 dan 14.2 GHz dengan penyerapan -4.8 dan 6.8 db seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Penyerapan gelombang elektromagnetik dihitung mencapai 55% dengan ketebalan 1.5 mm. Dalam penelitiannya Adi menyimpulkan bahwa sistem perovskite

33 14 Lantanum manganit dapat digunakan sebagai awal pengembangan studi bahan baru untuk penyerapan gelombang elektromagnetik. Gambar 7. Grafik Serapan Gelombang Elektromagnetik Material La1-xBaxMnO3 (Sumber: Adi dan Sardjono, 2013) Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2016) menemukan bahwa material magnetik sistem (La0.8Ba0.2)MnxFe½(1-x)Ti½(1-x)O3 yang dibuat dengan metode reaksi padatan menghasilkan presentase penyerapan gelombang mikro yang luar biasa. Daerah frekuensi yang diamati dari 8 GHz sampai 12 GHz. Reflection loss (RL) optimal -24,41 db pada frekuensi 10,58 GHz dengan presentase penyerapan sebesar 94%, bandwidth dengan harga RL kurang dari -24 db dicapai pada daerah frekuensi 10,5-10,7 GHz seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Grafik Serapan Gelombang Elektromagnetik Material (La0.8Ba0.2) MnxFe½(1-x)Ti½(1-x)O3 (Sumber: Kusumastuti, 2016)

34 15 D. Kurva Histerisis Pola magnetisasi dari material ferromagnetik (hysterisis loop) menunjukkan hubungan antara medan magnet eksternal (H) dengan magnetisasi (M) seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Pada hysteresis loop terlihat Magnetization saturation (Ms), remanence (Mr), dan coercivity (Hc). Magnetization saturation Ms adalah keadaan dimana material tidak dapat menyerap medan magnet yang lebih kuat sehingga peningkatan medan magnet eksternal (H) tidak akan mengubah magnetisasi (M) secara signifikan. Remanence Mr adalah magnetisasi permanen setelah medan magnet eksternal dihilangkan. Coercivity Hc adalah kuat medan magnetik yang diperlukan untuk menurunkan magnetisasi atau induksi magnetik sampai nol dari keadaan magnetisasi jenuh (Adi, 2014). Gambar 9. Kurva Hysterisis Material Ferromagnetik (Sumber: Adi, 2014) Berdasarkan koersivitasnya, bahan magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan magnetik lemah (soft magnetic) dan bahan magnetik keras (hard magnetic). Untuk bahan yang memiliki koersivitas yang besar (di atas 10 ka/m) disebut hard magnetic, sedangkan untuk bahan yang memiliki koersivitas kecil (dibawah 1

35 16 ka/m) disebut soft magnetic (Bertotti, 1998). Hal ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histeris (hysteresis loop) berikut. Gambar 10. Kurva Histerisis, (a) Magnet Lemah, (b) Magnet Keras (Sumber: Bertotti, 1998). E. Mechanical Milling Mechanical milling yaitu teknik pencampuran yang berfungsi memperkecil partikel baik logam, maupun dalam bentuk oksida. Proses mechanical milling berbeda dengan teknik konvensional, misalkan proses penggerusan atau proses secara kimia. Derajat deformasi yang dicapai pada teknik konvensional jauh lebih rendah dibandingkan teknik mechanical milling (Adi, dkk., 2008). Pada awalnya campuran hanya terdiri dari serbuk yang masih berdiri sendirisendiri. Selama proses milling sampel (serbuk) secara periodik terjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukan secara plastis terdeformasi. Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang di ilustrasikan pada Gambar 11 berikut:

36 17 Gambar 11. Proses Tumbukan Bola-bola dalam Media Milling (Sumber: Harris, 2002) Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk, kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada empat tahapan dalam proses milling yang ditunjukkan oleh Gambar 12 berikut ini: (a) (b) (c) (d) Gambar 12. (a) Tahap pertama, (b) Tahap kedua (c) Tahap ketiga dan (d) Tahap keempet (Sumber: Harris, 2002) Tahap pertama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Tahap kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh

37 18 pengerasan (hardening). Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation), yaitu fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat pada metode ini adalah proses steady state, struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmenfragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan (Harris, 2002). F. Karakterisasi Material 1. X-ray Diffraction (XRD) XRD (X Ray Diffraction) adalah teknik analisa yang bertujuan untuk mengetahui pembentukan fasa pada material. Prinsip dasar kerja XRD adalah pendifraksian sinar X oleh bidang-bidang atom dalam kristal padatan. Tembakan sinar-x monokromatis kepada struktur kristal tersebut memberikan interferensi yang konstruktif (Gunawarman, 2013). Sinar-X telah ditemukan pada tahun 1985 oleh fisikawan Jerman Roentgen. Sinar- X merupakan radiasi elektromagnetik mirip dengan sinar tampak, namun sinar-x memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. Sinar-X adalah radiasi elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang kurang lebih dari 0,01 nm hingga 10 nm (energinya kurang lebih dari 100 ev hingga 100 KeV). Panjang gelombang tersebut sama dengan orde konstanta kisi kristal, sehingga sinar-x sangat berguna untuk menganalisis struktur kristal. Jika sinar-x dikenai pada suatu material, maka intensitas sinar yang dihamburkan akan lebih rendah dari intensitas

38 19 sinar yang datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan, karena fasanya berbeda dan ada yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi sinar-x. Intensitas sinar-x terdifraksi bergantung pada berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut berasal dari polarisasi sinar-x, penyerapan sinar-x, faktor geometri, posisi dan getaran atom-atom karena adanya pengaruh temperatur (Smallman dan Bishop, 1999). Peristiwa difraksi yang terjadi pada kisi kristal, dapat dilukiskan seperti Gambar 13. Gambar 13 Difraksi sinar-x pada Kristal (Sumber: Beiser, 2003) Seberkas sinar-x pertama (I) dengan panjang gelombang λ yang mengenai atom A pada bidang pertama dan sinar-x kedua (II) dengan panjang gelombang λ jatuh pada kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang kristal yang jaraknya adalah d. Seberkas sinar-x pertama (I) yang mengenai atom A pada bidang pertama dan sinar-x kedua (II) yang mengenai atom B pada bidang berikutnya mengakibatkan masing-masing atom menghambur dalam arah rambang. Sinar yang berinterferensi saling menguatkan terjadi ketika sinar-sinar yang terdifraksi beda

39 20 lintasannya sebesar kelipatan bulat dari panjang gelombang. Difraksi akan saling menguatkan jika terpenuhi persamaan Bragg sebagai berikut: n λ = 2 d sin θ...(1) dengan d adalah jarak antar bidang atom dalam kristal, λ adalah panjang gelombang sinar-x, n bilangan bulat (1,2,3,... dst) yang menyatakan orde berkas hambur dan θ adalah sudut difraksi. Karakterisasi menggunakan metode difraksi merupakan metode analisis yang penting untuk menganalisisi suatu kristal. Karakterisasi XRD dapat digunakan untuk menentukan struktur, ukuran butir, konstanta kisi, dan FWHM (Smallman and Bishop, 1999). Secara umum, hasil pengukuran dengan metode difraksi sinar- X (XRD) adalah dalam bentuk spektrum, yang mengandung informasi karakteristik dari bahan keramik, komposit dan polimer yakni transformasi struktur melalui ukuran partikel, simetri atom, bentuk kristal atau amorf, orientasi bahan seperti tegangan, vibrasi thermal, dan cacat kristal (Sembiring, 2014). Data yang diperoleh dari metode XRD adalah sudut hamburan dan intensita cahaya difraksi. XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang diperoleh dari XRD berupa intensitas difraksi sinar-x yang terdifraksi dan sudut-sudut 2θ. Tiap pola yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu (Suharyana, 2012). Hasil XRD berupa grafik yang berisi karakter mengenai posisi, tinggi, lebar, dan bentuk puncak. Karakter-karakter tersebut mewakili informasi mengenai material yang diuji. Sementara untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati

40 21 adalah dengan membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standar yang diperoleh melalui Join Commite on Powder Difraction Standar, JCPDS (Sembiring, 2014). Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut: a. XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-x, tempat objek yang diteliti, dan detektor sinar-x. b. Sinar-X dihasilkan pada tabung sinar-x yang berisi katoda dan memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. c. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar-x. d. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar-x. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar-x dan mengolahnya dalam bentuk grafik. 2. Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy (SEM- EDS) SEM (Scanning Electron Microscope) adalah alat yang dapat digunakan untuk mengamati dan menganalisis struktur mikro dan morfologi berbagai material. SEM memiliki kemampuan dimana sumber energi yang digunakan adalah berkas elektron, sehingga menghasilkan resolusi dan kedalaman fokus yang tinggi. Oleh karena resolusi yang tinggi, tekstur, topografi, morfologi serta tampilan permukaan sampel dapat terlihat dalam ukuran mikron. SEM juga memberikan informasi dalam skala atomik dari suatu sampel (Griffin and Riessen, 1991). Skema dasar SEM disajikan pada Gambar 14.

41 22 Gambar 14. Skema SEM (Sumber: Ardiansah, 2012). Electron Gun merupakan sumber elektron dari bahan material yang menggunakan energy tegangan tinggi sekitar kv. Adapun material yang biasa digunakan yaitu tungsten dan Lantanum atau Hexaboride cerium (LaB6 atau CeB6). Tungsten yang sering digunakan sebagai electron gun dalam SEM-EDS. Adanya energi panas pada bahan material akan diubah menjadi energi kinetik oleh elektron sehingga ada pergerakan elektron. Semakin besar panas yang diterima maka energi kinetiknya akan semakin besar sehingga pergerakan elektron semakin cepat dan tidak menentu yang mengakibatkan elektron tersebut terlepas dari permukaan bahan material. Bahan yang digunakan sebagai sumber elektron disebut sebagai emitter atau lebih sering disebut katoda sedangakan bahan yang menerima elektron disebut sebagai anoda atau plate dalam instrument SEM-EDS. Magnetic lens terdiri dari dua buah (kodensator) bekerja untuk memfokuskan arah elektron. Selain itu, lensa magnetik juga berfungsi untuk menguatkan elektron

42 23 sehingga informasi gambar yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Scanning foil berfungsi untuk mengumpulkan berkas sinar elektron, karena pada dasarnya elektron yang dipancarkan ke sampel tidak terjadi secara kontinu melainkan berupa paket-paket energi. Setelah terjadi tumbukan antara elektron dan sampel, detekor akan merekam interaksi yang terjadi pada sampel. Detektor secondary electron (SE) merupakan sebuah sintilator yang akan menghasilkan cahaya jika mengenai elektron, cahaya tersebut akan dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh photomultiplier. Dalam sintilator terdapat potensial positif yang digunakan untuk mempercepat aliran SE, sehingga SE yang memiliki energi rendah (beberapa volt) dapat ditangkap detekor dengan baik. Sedangkan detekor backscatered electron (BSE) yang juga terdapat sintilator dapat menerima sinyal BSE tanpa adanya beda potensial, karena pada dasarnya BSE sudah memiliki energi yang cukup tingi untuk diterima oleh detekor BSE. SE dan BSE dimanfaatkan dalam SEM-EDS sebagai analisis bahan material yang didasarkan pada tingkat energi dan tentunya menggunakan spektometer jenis energy dispersive (ED). Karena spektrometer jenis ED diakui memiliki akurasi yang tinggi untuk menganalisis jenis unsur pada bahan material. Berbeda dengan alat XRD yang menggunakan spektrometer jenis wave dispersive (WD) dengan analisis yang didasarkan pada panjang gelombang untuk mengetahui senyawa pada bahan material. SE adalah sebuah pancaran elektron yang dihasilkan akibat interaksi elektron dengan sampel. SE berasal dari interaksi elektron yang energinya rendah (kurang dari 50 ev) dan hanya mampu berinteraksi pada permukaan sampel, maka

43 24 informasi yang dapat diambil dari SE yaitu mencakup bentuk permukaan sampel (topografi). BSE dihasilkan oleh interaksi elektron yang memiliki energi tinggi sebagai akibat adanya hamburan elastik. Energi yang dimiliki elektron ini mampu berinteraksi dengan sampel hingga menembus lapisan permukaan sampel. Informasi yang diperoleh dari elektron BSE mencakup morfologi struksur pada bahan material. Adanya interaksi elektron yang menghasilkan SE dan BSE pada alat SEM-EDS, maka alat ini digunakan untuk menganalisis permukan sampel (topografi) dan morfologi struktur (elemen) dari suatu bahan material. 3. Particle Size Analyzer (PSA) PSA merupakan perangkat yang bekerja untuk menentukan ukuran dan distribusi partikel dari sampel yang representatif. Distribusi dan ukuran partikel dapat diketahui melalui gambar yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jarijari untuk partikel yang berbentuk bola. Metode yang digunakan, diantaranya difraksi laser, penghamburan cahaya, dan sedimentasi (Horiba, 2014). Keunggulan PSA adalah akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ± 12%, dapat mengukur partikel dari 0,02 nm sampai 2000 nm, dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi, suspensi, dan bubuk kering (Etzler, 2004). Prinsip kerja PSA yaitu menggunakan metode Dinamyc Light Scattering (DLS) yang memanfaatkan hamburan inframerah. Hamburan inframerah ditembakkan oleh alat ke sampel sehingga sampel akan bereaksi menghasilkan gerak Brown (gerak acak dari partikel yang sangat kecil dalam cairan akibat dari benturan dengan

44 25 molekul-molekul yang ada dalam zat cair). Gerak inilah yang kemudian di analisis oleh alat, semakin kecil ukuran molekul maka akan semakin cepat gerakannya (Horiba, 2014). 4. Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Sifat magnetik suatu material dapat dianalisis dengan menggunakan VSM. Sifat magnetik terdiri dari diamagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Salah satu parameter dari sifat magnetik tersebut adalah nilai susceptibility (χ). Susceptibility (χ) magnetik merupakan rasio dari magnetisasi yang dihasilkan terhadap medan magnet (χ = M/H), di mana H adalah medan magnet dan M adalah magnetisasi. Susceptibility (χ) pada sifat magnetik material berbeda-beda, yaitu diamagnetik mempunyai χ negatif dan sangat kecil, material paramagnetik memiliki χ positif dan sangat kecil, material antiferromagnetik dan ferrimagnetik mempunyai χ positif dan lebih besar dari χ paramagnetik, serta material ferromagnetik mempunyai χ positif dan lebih besar dari χ paramagnetik dan antiferromagnetik (Smallman et al, 2000). Material dikatakan baik ketika memiliki nilai susceptibility yang besar. Metode yang digunakan untuk mengukur besarnya magnetisasi adalah metode induksi (induction method) dan metode gaya (force method). Magnetisasi adalah poses di mana besi atau logam yang belum bermagnet dijadikan bermagnet. VSM merupakan instrumen yang bekerja dengan prinsip metode induksi. Prinsip kerja VSM ditampilkan pada Gambar 15.

45 26 Gambar 15. Prinsip Kerja VSM (Sumber: Nalwa, 2002) Gambar 15 dapat dilihat bahwa cuplikan material diletakkan pada ujung bawah batang. Besarnya magnetisasi diukur dari sinyal yang dihasilkan akibat induksi cuplikan material yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan (pick up coils). Besaran sifat magnetik yang dihasilkan oleh VSM digambarkan dalam bentuk kurva histerisis. Kurva histerisis menunjukkan hubungan antara magnetisasi (M) dengan medan magnet luar (H) (Nalwa, 2002). Nilai sifat magnetik diketahui dari kurva histerisis yang didapat dari hasil pengujian. Nilai sifat magnetik yang diketahui diantaranya adalah nilai koersivitas (Hc), nilai saturasi magnetik (Ms) dan nilai remanensi (Mr). Nilai koersivitas menunjukkan energi minimum yang dibutuhkan untuk membuat magnetisasi menjadi nol atau untuk mengarahkan spin magnetik. Nilai saturasi magnetik menunjukkan jumlah momen dipol total dari spin magnetik yang terarah sedangkan nilai remanensi adalah nilai yang menunjukkan fluks magnetik atau magnetisasi yang masih ada ketika medan luar H ditiadakan (Hayt dan Buck, 2006). 5. Vector Network Analyzer (VNA) Karakterisasi VNA dilakukan untuk menentukan kemampuan penyerapan suatu material terhadap gelombang elektromagnetik pada frekuensi tertentu. Frekuensi

46 27 gelombang elektromagnetik yang dapat diukur pada VNA adalah frekuensi l-band yaitu antara 1-4 GHz, c-band antara 4-8 GHz, x-band antara 8-12 GHz, k-band antara GHz, dan ku-band antara GHz. Frekuensi yang digunakan dalam pengukuran gelombang mikro yaitu frekuensi x-band. Prinsip kerja VNA adalah dengan melihat nilai refleksi, transmisi, dan absorpsi terhadap material (Agilent, 2004). Gambar 16. Prinsip Kerja VNA (Sumber: Adi, 2014) Skema prinsip kerja VNA ditampilkan pada Gambar 16. Gelombang elektromagnetik yang datang (Si) dari Port 1 mengenai suatu material. Ketika gelombang mengenai material maka material tersebut akan mengalami 3 kondisi yaitu, jika material tersebut logam maka gelombang akan direfleksikan, jika material tersebut adalah material transparan maka gelombang akan ditransmisikan. Namun, jika material tersebut adalah material penyerap maka gelombang elektromagnetik akan diserap. Gelombang yang direfleksikan mempunyai nilai yang disebut reflection loss. Nilai reflection loss dinyatakan dalam satuan db (Agilent, 2004). Nilai reflection loss yang dihasilkan kemudian dikonversikan menjadi persen absorpsi dengan rumus : RL = -20 log Z...(2) dimana: RL = reflection loss (db) Z = impedansi

47 28 Reflection loss adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak daya yang hilang pada beban dan tidak kembali sebagai pantulan. Nilai reflection loss biasanya dinyatakan dalam satuan db. Vector Network Analyzer (VNA) bekerja berdasarkan parameter hamburan (scattering parameter, S-parameter) yang digunakan untuk mengukur gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang tinggi (Dunsmore, 2012).

48 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Januari 2017 sampai Juli 2017 di Laboratorium Termal dan Mekanik Gedung 42 PSTBM BATAN Serpong, Laboratorium Preparasi Kimia Gedung 42 PSTBM BATAN Serpong, dan P2ET LIPI Bandung. B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Dalam penelitian ini alat yang digunakan antara lain: neraca digital, spatula, kertas timbang, vial, nampan, High Energy Milling (HEM), oven, penjepit, mortar+pastel, furnace, krusibel, ball-mill (bola-bola besi), X-Ray Diffractometer (XRD), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), Particle Size Analyser (PSA), Vibrating Sample Magnetometer (VSM), dan Vector Network Analyzer (VNA). 2. Bahan Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan oksida dan karbonat dengan tingkat kemurnian yang tinggi yaitu: La2O3 Merck (> 99.9%),

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

SINTESIS MATERIAL MAGNETIK SISTEM (La 0.8 Ba 0.2 )Mn x Fe ½(1-x) Ti ½(1-x) O 3 ANGGUN AMBAR KUSUMASTUTI

SINTESIS MATERIAL MAGNETIK SISTEM (La 0.8 Ba 0.2 )Mn x Fe ½(1-x) Ti ½(1-x) O 3 ANGGUN AMBAR KUSUMASTUTI SINTESIS MATERIAL MAGNETIK SISTEM (La 0.8 Ba 0.2 )Mn x Fe ½(1-x) Ti ½(1-x) O 3 ANGGUN AMBAR KUSUMASTUTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19

PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19 DOI: doi.org/10.21009/spektra.022.02 PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19 Nenni 1,a), Mutia Delina

Lebih terperinci

SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI

SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Strata satu Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS BaNi x Al 6-x Fe 6 O 19 UNTUK BAHAN ABSORBER GELOMBANGELEKTROMAGNETIK SKRIPSI PRAHMADYANA

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS BaNi x Al 6-x Fe 6 O 19 UNTUK BAHAN ABSORBER GELOMBANGELEKTROMAGNETIK SKRIPSI PRAHMADYANA PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS BaNi x Al 6-x Fe 6 O 19 UNTUK BAHAN ABSORBER GELOMBANGELEKTROMAGNETIK SKRIPSI PRAHMADYANA 110801070 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

Ringkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance

Ringkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance Ringkasan Tugas Akhir Nama, NPM : Siti Maryam, 0806326424 Pembimbing : Budhy Kurniawan Judul (Indonesia) : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance La 1-x Bi x MnO 3 Melalui Proses

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap gelombang mikro

Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap gelombang mikro ISSN: 2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2017) Vol.7 No.2 halaman 91 Oktober 2017 Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap

Lebih terperinci

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR

EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR EFEK WAKTU WET MILLING DAN SUHU ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS, MIKROSTRUKTUR, DAN MAGNET DARI FLAKES NdFeB SKRIPSI WAHYU SOLAFIDE SIPAHUTAR 110801087 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

STRUKTUR BAHAN Y 1-X Pr X Ba 2 Cu 3 O 7-δ KERAMIK SUPERKONDUKTOR HASIL SINTESIS DENGAN REAKSI PADATAN SKRIPSI

STRUKTUR BAHAN Y 1-X Pr X Ba 2 Cu 3 O 7-δ KERAMIK SUPERKONDUKTOR HASIL SINTESIS DENGAN REAKSI PADATAN SKRIPSI STRUKTUR BAHAN Y 1-X Pr X Ba 2 Cu 3 O 7-δ KERAMIK SUPERKONDUKTOR HASIL SINTESIS DENGAN REAKSI PADATAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864 TEORI MAXWELL TEORI MAXWELL Maxwell adalah salah seorang ilmuwan fisika yang berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan gelombang. Maxwell berhasil mempersatukan penemuanpenumuan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

REKAYASA MATERIAL ABSORBER GELOMBANG MIKRO BERBASIS LANTANUM MANGANAT

REKAYASA MATERIAL ABSORBER GELOMBANG MIKRO BERBASIS LANTANUM MANGANAT LAPORAN PENELITIAN KOLEKTIF REKAYASA MATERIAL ABSORBER GELOMBANG MIKRO BERBASIS LANTANUM MANGANAT PENELITI Ketua SITTI AHMIATRI SAPTARI 19770416 200501 2 008 Anggota PRIYAMBODO 19800507 200910 1 002 Pusat

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016

CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI Diah Ayu Suci Kinasih -24040115130099- Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 PENGANTAR SPEKTROSKOPI Pengertian Berdasarkan teori klasik spektoskopi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI 140310110018 JURUSAN FISIKA OUTLINES : Sinar X Difraksi sinar X pada suatu material Karakteristik Sinar-X Prinsip

Lebih terperinci

Disusun oleh : Fildzah Khairina Nisa M SKRIPSI

Disusun oleh : Fildzah Khairina Nisa M SKRIPSI PENGARUH VARIASI DOPING ZIRKONIUM (Zr) PADA BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT LISTRIK MENGGUNAKAN METODE SOLID STATE REACTION Disusun oleh : Fildzah Khairina Nisa M0211030 SKRIPSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Sistem Telekomunikasi

Sistem Telekomunikasi Sistem Telekomunikasi Pertemuan ke,6 Gelombang Elektromagnetik Taufal hidayat MT. email :taufal.hidayat@itp.ac.id ; blog : catatansangpendidik.wordpress.com 1 10/21/2015 Outline I Pengertian gelombang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006)

Gambar 2.1. Kurva histerisis (Anggraini dan Hikam, 2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Feroelektrik Pada tahun 1920 Valasek menemukan fenomena feroelektrik dengan meneliti sifat garam Rochelle (NaKC 4 H 4 O 6.4H 2 O) (Rizky, 2012). Feroelektrik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

X- RAY DIFFRACTION. Naufal Fauzan You and Affandy Baskoro Adhi Pradana Gilmar Wicaksono M. Helmi Faisal Nicky Rahmana Putra KELOMPOK VI

X- RAY DIFFRACTION. Naufal Fauzan You and Affandy Baskoro Adhi Pradana Gilmar Wicaksono M. Helmi Faisal Nicky Rahmana Putra KELOMPOK VI X- RAY DIFFRACTION Naufal Fauzan You and Affandy Baskoro Adhi Pradana Gilmar Wicaksono M. Helmi Faisal Nicky Rahmana Putra KELOMPOK VI Agenda Persentasi X-ray Diffraction Latar Belakang Dasar Teori Metedologi

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL La 0.67 Ba 0.33 Mn 1-x Ti x O 3 DENGAN VARIASI X=0; 0.02; 0.04; 0.06 MELALUI PROSES MECHANICAL ALLOYING Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

Callister, D W Materials Science and Enginering. Eighth Edition. New York : John Willy & Soon.inc

Callister, D W Materials Science and Enginering. Eighth Edition. New York : John Willy & Soon.inc DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. 2009. Karakterisasi Nanomaterial. [Jurnal]. Bandung : Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial FMIPA ITB. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi Vol. 2 No. 1 Februari

Lebih terperinci

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN TEORI FOTON Gelombang Elektromagnetik termasuk cahaya memiliki dwi-sifat (Dualisme)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut sinar-x. Sinar-X digunakan untuk tujuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TERHADAP SIFAT MAGNETIK PADA PEMBUATAN SOFT-MAGNETIC DARI SERBUK BESI SKRIPSI

PENGARUH VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TERHADAP SIFAT MAGNETIK PADA PEMBUATAN SOFT-MAGNETIC DARI SERBUK BESI SKRIPSI PENGARUH VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TERHADAP SIFAT MAGNETIK PADA PEMBUATAN SOFT-MAGNETIC DARI SERBUK BESI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: NOVIANTA MAULANA

Lebih terperinci

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar! Pilihlah Jawaban yang Paling Tepat! Pilihlah jawaban yang benar!. Sebuah pelat logam diukur menggunakan mikrometer sekrup. Hasilnya ditampilkan pada gambar berikut. Tebal pelat logam... mm. 0,08 0.,0 C.,8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FASA MINOR DENGAN TEKNIK DIFRAKSI NEUTRON

ANALISIS FASA MINOR DENGAN TEKNIK DIFRAKSI NEUTRON Urania Vol. 20 No. 3, Oktober 2014 : 110-162 ISSN 0852-4777 ANALISIS FASA MINOR DENGAN TEKNIK DIFRAKSI NEUTRON Engkir Sukirman, Herry Mugirahardjo Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju - BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Sintering Terhadap

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS KRISTAL

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : FISIKA

Mata Pelajaran : FISIKA Mata Pelajaran : FISIKA Kelas/ Program : XII IPA Waktu : 90 menit Petunjuk Pilihlah jawaban yang dianggap paling benar pada lembar jawaban yang tersedia (LJK)! 1. Hasil pengukuran tebal meja menggunakan

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 1 Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying Rizky Kurnia Helmy dan Rindang Fajarin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. XRD Uji XRD menggunakan difraktometer type Phylips PW3710 BASED dilengkapi dengan perangkat software APD (Automatic Powder Difraction) yang ada di Laboratorium UI Salemba

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Kristal Bahan Kristal merupakan suatu bahan yang terdiri dari atom-atom yang tersusun secara berulang dalam pola tiga dimensi dengan rangkaian yang panjang (Callister

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 UJI COBA MATA PELAJARAN KELAS/PROGRAM ISIKA SMA www.rizky-catatanku.blogspot.com PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 : FISIKA : XII (Dua belas )/IPA HARI/TANGGAL :.2012

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING LiFePO 4 TERHADAP PERFORMA BATERAI LITHIUM

PENGARUH WAKTU MILLING LiFePO 4 TERHADAP PERFORMA BATERAI LITHIUM PENGARUH WAKTU MILLING LiFePO 4 TERHADAP PERFORMA BATERAI LITHIUM MUHAMMAD NUR SABIQ MAULANA NIM: 41313310002 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017 LAPORAN TUGAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 Apa itu Gelombang? Gelombang adalah getaran yang merambat Apakah dalam perambatannya perlu medium/zat perantara? Tidak harus! Berdasarkan ada/tidak

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan

Lebih terperinci

SINTESIS NANOPARTIKEL MgFe 2 O 4 DENGAN COATING PEG 6000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI SKRIPSI ADINDA SUCI PRATIWI SAPUTRA

SINTESIS NANOPARTIKEL MgFe 2 O 4 DENGAN COATING PEG 6000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI SKRIPSI ADINDA SUCI PRATIWI SAPUTRA SINTESIS NANOPARTIKEL MgFe 2 O 4 DENGAN COATING PEG 6000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI SKRIPSI ADINDA SUCI PRATIWI SAPUTRA 130801079 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1 A. 5, 22 mm B. 5, 72 mm C. 6, 22 mm D. 6, 70 mm E. 6,72 mm 5 25 20 2. Dua buah vektor masing-masing 5 N dan 12 N. Resultan kedua

Lebih terperinci

Teori Gelombang Mikro. Yuli Kurnia Ningsih

Teori Gelombang Mikro. Yuli Kurnia Ningsih Teori Gelombang Mikro Yuli Kurnia Ningsih Bahan Ajar Pendahuluan Saluran transmisi gelombang mikro Transformasi impedansi untuk kesepadanan (matching) Perangkat pasif gelombang mikro: Coupler Filter Mixer

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-108 Pengaruh Dopan Co-Zn dengan Variasi Fraksi Mol Dan Variasi Ph terhadap Sifat Magnetik dan Struktur Mikro Barium Heksaferrit

Lebih terperinci