BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan tentara sekutu atas tentara Jepang merupakan akhir dari penjajahan Jepang terhadap bangsa Korea. Bercita-cita menjadi bangsa yang mandiri dan berdaulat pasca pendudukan Jepang, bangsa Korea berada dibawah kontrol negara-negara pemenang perang dunia II 1. Amerika Serikat dan Uni Soviet sepakat untuk membagi Semenanjung Korea menjadi dua bagian. Korea terbagi pada garis lintang 38 derajat menjadi Korea Utara dan Korea Selatan. Uni Soviet menguasai bagian utara dan terbentuk menjadi Democratic people's Republic of Korea, sementara Amerika Serikat menduduki bagian selatan dan berdiri sebagai Republic of Korea. Baik Korea Utara maupun Korea Selatan sama-sama mengadopsi ideologi yang dimiliki oleh negara yang pernah menguasainya dan terlibat dalam persaingan ideologi hingga pada masa sekarang. Pemisahan Semenanjung Korea tersebut merupakan awal dari pengenalan teknologi nuklir oleh Korea Utara. Korea Utara mcndapatkan ilmu tentang nuklir secara tidak langsung dari Uni Soviet, yaitu ketika dilakukan penelitian mengenai penambangan biji monazit oleh Uni Soviet 2. Pengembangan energi nuklir Korea Utara telah dimulai sejak tahun 1965 berupa 1 Yang Seung-Yoon dan Mohtar Mas oed, Politik, Ekonomi, Masyarakat Korea: Poko-pokok Kepentingan dan Permasalahannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003, hal Biji Monazit mengandung thorium dan uranium-oksida yang dapat diubah menjadi bahan fisil, 1

2 pembangunan reaktor nuklir model Uni Soviet untuk tujuan penelitian di Yongbyon. Pada tahun 1970 Korea Utara kembali membangun reaktor nuklir yang kedua. Korea Utara menandatangani Perjanjian Non Proliferasi Nuklir pada tahun 1985, dan pada tahun 1989 kegiatan nuklir Korea Utara terdeteksi oleh satelit komersial Perancis. Krisis nuklir Korea Utara dimulai pertama kali saat Korea Utara menarik diri dari Nuclear Non Proliferation (NPT) atau Perjanjian non-proliferasi nuklir pada tahun Tindakan Korea Utara menarik diri dari NPT jelas menimbulkan reaksi dunia, khususnya Amerika Serikat. Korea Utara menandatangani pernyataan sepakat untuk menaati peijanjian NPT itu dengan International Atom and Energi Agency (IAEA) atau Badan tenaga atom internasional pada Januari Sebagai syarat untuk perjanjian itu, pihak IAEA melakukan 6 kali inspeksi di Korea Utara dan menemukan bukti bahwa beberapa kilogram plutonium yang bisa membuat senjata nuklir telah diekstrak. Hal ini berbeda jauh dengan laporan Korea Utara yang mengatakan kepada IAEA bahwa mereka hanya mengekstraksi 90 gram bahan nuklir dari fasilitas nuklinya.3 Dengan hasil itu. IAEA segera meminta pelaksanaan inspeksi khusus, namun Korea Utara menolak permintaan itu dan menarik diri dari NPT sebagai aksi protes. Hampir setahun penuh negosiasi dilakukan namun gagal, kemudian konflik tentang masalah nuklir Korea itu sempat membawa krisis yang hampir menyebabkan terjadinya perang pada Juni Puncak dari krisis nuklir tahap pertama terjadi pada tahun 1998 dimana Korea Utara meluncurkan rudal Taepodong-1 dengan jangkauan jelajah km sebagai uji coba. Pada tanggal 23 Desember 2002, Korea Utara kembali mengejutkan masyarakat internasional dengan mengumumkan secara resmi pengaktifan kembali program 3 2

3 nuklimya. Pyongyang menyebutkan bahwa pihaknya sengaja membuka fasilitas nuklimya karena Korea Utara mengalami krisis energi. Pyongyang berpendapat bahwa kepemillikan senjata nuklir merupakan hak negara berdaulat untuk mempertahankan kebebasan bangsa, keamanan negara dan mencegah perang. Atas dasar premis tersebut, Korea Utara menolak untuk patuh pada ketentuan intemasional. Sikap Korea Utara ini dibuktikan dengan pengusiran terhadap tim inspeksi Badan Tenaga Atom Intemasional (IAEA) pada tanggal 31 Desember 2002 dan penarikan diri Korea Utara dari Traktat Nonproliferasi pada tanggal 9 Januari Pada bulan Juli 2006, Korea Utara kembali meluncurkan Taepodong-2 yang memiliki jangkauan tembak lebih jauh. Tindakan ini mendapat kecaman dari Amerika Serikat dan juga negara-negara didunia. PBB kemudian memberikan sanksi embargo keuangan dan militer yang keras terhadap Korea Utara, yang dituangkan dalam Resolusi 1718 Tahun Dorongan dan tekanan dari sejumlah pihak untuk menjatuhkan sanksi yang lebih keras terhadap Korea Utara akan dianggap atau sama artinya dengan mengajak perang. Pak Gil Yon, Duta Besar Korea Utara untuk PBB mengatakan bahwa Jika Amerika menambah tekanan terhadap Korea Utara, kami akan terus melakukan aksi-aksi balasan. Kami menganggap itu sebagai ajakan perang. 4 Korea Utara menolak mentah-mentah Resolusi 1718 yang telah diberlakukan oleh DK PBB. Semakin banyak sanksi yang diterima maka semakin kuat pula respon yang akan diberikan oleh Korea Utara. Pada tanggal 26 Mei 2009 dunia kembali dibuat gempar oleh uji coba nuklir Korea Utara. Uji coba nuklir Korea Utara tersebut mengakibatkan terjadinya gempa dengan kekuatan 4,5 skala richter. Diperkirakan ledakan dahsyat tersebut dihasilkan dari peledak seberat 20 ton, yang setara 4 3

4 dengan bom-bom Amerika yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki tahun Presiden Amerika Barack Obama menyatakan program nuklir Korea Utara itu merupakan ancaman besar terhadap perdamaian dunia. Uji coba nuklir ini telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor Semua Uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara, mendapat banyak kecaman dari dunia internasional. Bukan hanya dari negara-negara Barat tetapi juga oleh Cina dan Rusia yang mempunyai hubungan yang dekat dengan Korea Utara. Tekanan dari dunia internasional ini tampaknya tidak membuat Korea Utara menghentikan langkahnya. Sebaliknya Korea Utara lebih memperlihatkan sikap menantang, dengan tetap mengadakan uji coba nuklir. Situasi ini tentu saja menimbulkan ketegangan dan menghambat penciptaan stabilitas keamanan internasional khususnya di wilayah Asia Timur. Kedahsyatan senjata pemusnah massal Korea Utara diduga melampaui Irak. Program plutonium-bed nuclear di Yongbyon dan highly-enriched-uranium (LIEU) nuclear programme dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan senjata kimia dan biologi Irak. Para pakar.nuklir memperkirakan bahwa sebe]um tahun 1994 Korea Utara memproduksi dua senjata nuklir. Jika program ini berjalan terus, maka saat ini diperkirakan Korea Utara sudah memproduksi 5 sampai 7 senjata nuklir. 5 Masalah ini mendapat perhatian serius oleh pemerintahan Amerika Serikat. Amerika beranggapan bahwa masalah nuklir Korea Utara sangat membahayakan kehidupan dunia. Dengan latar belakang alasan yang hampir sama, Amerika Serikat telah menginvasi Irak yang disinyalir mempunyai senjata pemusnah massal, walaupun pada akhimya pernyataan yang 5 Kompas, 18 Oktober 2006, hal. 6. 4

5 diyakini oleh Amerika Serikat tersebut tidak terbukti. Apabila dibandingkan dengan Korea Utara yang secara terang-terangan telah beberapa kali melakukan uji coba senjata nuklir maka logikanya, jika Irak dan Korea Utara sama-sama mempunyai senjata pemusnah massal, seharusnya Amerika Serikat melakukan tindakan yang sama untuk kedua negara ini, Irak sudah diserang, namun hal ini tidak membuat Amerika Serikat melakukan invasi ke Korea Utara. Pendekatan Amerika Serikat terkesan tidak begitu agresif dan lebih cenderung memperlihatkan kesabaran melalui proses perundingan. Usaha perundingan yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk menghentikan Korea Utara dalam pengembangan Nuklir dilakukan secara bilateral, dengan cara bertahap. Upaya ini juga dilakukan melalui perundingan multilateral atau lebih dikenal dengan sebutan perundingan Six Party Talks yaitu dengan melibatkan beberapa negera lain yakni, Korea Utara, Korea Selatan, Cina, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat sendiri. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahannya adalah: Mengapa dan bagaimana Amerika Serikat memilih jalan damai melalui diplomasi sebagai cara penyelesaian kasus nuklir Korea Utara? C. Tinjauan Pustaka Sudah banyak kajian tentang Nuklir Korea Utara baik yang dilakukan oleh para akademisi dalam negeri dan Luar Negeri. Salah seorang penulis Daniel Pinkston dari the Center for Nonproliferation Studies in Monterey, California dalam Why Nuclear Weapons May Be In North Korea s National Interests menyatakan bahwa Pyongyang dapat mengembangkan senjata nuklirnya menjadi sebuah gudang senjata nuklir dengan 5

6 kapabilitas penyerangan nomor dua, hal ini mengurangi risiko penyerangan oleh Amerika Serikat. Potensi kerusakan diperkirakan akan sangat besar dan mahal apabila Amerika Serikat tetap akan melakukan penyerangan ke Korea Utara. Walaupun Pinkston juga mengakui bahwa senjata nuklir Korea Utara tidak begitu akurat. 6 Pada saat ini Amerika Serikat menempatkan sekitar orang tentara dalam menjaga kestabilan keamanan di Irak. 7 Tentu saja, Amerika Serikat akan memikirkan lebih lanjut apabila ingin membuka pos militer yang baru. Menurut pemerintah Korea Selatan, apabila Amerika Serikat ingin menyerang Korea Utara maka Amerika membutuhkan sekitar tentara dan pesawat terbang. Hal ini diperkirakan akan melibatkan sekurang-kurangnya 70 persen dari US Marines, 50 persen US Air Force, 40 persen dari US Navy, dan ratusan ribu tentara. 8 Jika dihitung, diperkirakan bahwa jika invasi ke Korea Utara dilakukan maka Amerika Serikat membutuhkan kekuatan militer empat kali lebih banyak dibandingkan dengan yang diturunkan Amerika Serikat di Irak. Hal ini juga yang membuat pengambil keputusan di White House tidak memilih opsi militer ketika menangani masalah Korea Utara 9. Disatu sisi, hal lain yang menjadi pertimbangan tidak dilakukannya pre-emptive strike oleh Amerika Serikat adalah apabila invasi dilakukan maka hal ini akan memicu dimulainya perlombaan senjata di kawasan Asia Timur, negara-negara non senjata nuklir seperti Jepang dan Korea Selatan bisa saja berubah menjadi negara dengan senjata nuklir karena mereka memang mempunyai kemampuan dan potensi untuk itu. Terlebih lagi Cina yang memang selama ini disinyalir sudah memiliki teknologi nuklir. Maka untuk mencari jalan yang lebih aman, Amerika Serikat lebih menjaga kelanjutan kestabilan keamanan di kawasan Asia Timur Kompas 17 September 2007, hal Kenneth Quiinones North Korea s Multilateral Strtegy in the Six Party Talks, Sekai Huo, Juni hal 34. 6

7 Sejalan dengan Pinkston diatas, Jhon Spanier dalam American Foreign Policy Since World Warld II mengatakan bahwa ketakutan memainkan peran yang lebih besar daripada harapan dalam menghindari sebuah perang. 10 Hal ini menunjukan bahwa walaupun senjata nuklir diciptakan untuk perang, suatu negara yang mempunyai senjata nuklir akan berpikir berkali-kali apabila menghadapi pihak lawan yang juga mempunyai nuklir karena adanya ketakutan yang lebih besar apabila terjadi perang nuklir. Pernyataan ini mengartikan bahwa para pemimpin di dunia ini berusaha untuk menghindari perang nuklir karena masalah ini sangat membahayakan kehidupan dunia apabila betul-betul terjadi. Berkaitan dengan pernyataan-pernyataan tersebut diatas maka penulis sepakat bahwa ada lebih dan satu faktor yang berperan dalam pengambilan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat, di mana faktor-faktor ini saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dalam menentukan suatu kebijakan politik luar negeri sebuah pemerintahan dipengaruhi oleh tujuantujuan yang ingin dicapai, sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Tujuan-tujuan yang dimaksud tersebut misalnya: tujuan politik, keamanan dan tujuan ekonomi. Kepentingan nasional merupakan proses politik yang ditentukan oleh pengambil kebijakan atau para penentu kebijakan. Output dari hasil pengambilan kebijakan oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap masalah nuklir Korea Utara dan sikapnya yang berani dimana negara ini telah beberapa kali mengadakan uji coba senjata nuklir adalah dengan pendekatan melalui perundinganperundingan. 10 Abba Eban, The Diplomacy, International Affair in thr Modern Age, hal 293 7

8 Selain itu, Qardania Zahrani, menulis thesis tentang Analisis Security Complex Antara Negara di Asia Timur Pasca Perang Dingin, menjelaskan bahwa di Asia Timur masalah Nuklir Korea Utara merupakan faktor yang menjadi Pattern of Enmity dan konflik antar Negara di kawasan Asia Timur. Dalam Thesis tersebut dikatakan bahwa pengembangan Nuklir Korea Utara merupakan suatu isu yang sangat signifikan sebab merupakan suatu ancaman dan perdamaian dan keamanan dunia, terutama di Kawasan semenanjung Korea dan Negara-ngara lainnya di Kawasan Asia Timur. 11 D. Kerangka Teori Untuk membahas penelitian ini dengan lebih mendalam maka akan digunakan teori Decison Making yang ditulis oleh Richard C. Snyder. Cs. yang mengatakan bahwa di dalam membuat suatu keputusan dalam menentukan kebijakan luar negeri suatu negara akan ditentukan oleh internal (domestik) setting dan eksternal (internasional) setting 12. Internal setting merupakan struktur dalam negeri suatu negara yang secara umum meliputi politik domestik, politik publik, posisi geografi, kesediaan kemampuan (seperti faktor ekonomi, militer, sumber daya dll), budaya politik atau nilai-nilai sosial (imperatif dan ideologi). Eksternal setting, pada umumnya menunjukkan beberapa faktor dan kondisi di luar batasbatas teritorial dari negara. Juga berbagai tindakan dan reaksi negara lain dan juga masyarakatnya serta dunia internasional. Keterkaitan faktor-faktor dan kondisi 11 Qardania Zahrani, Analisis Scurity Complex Antara Negara di Asia Timur Pasca Perang Dingin, Thesis di S2 Hubungan Internasional FISIPOL UGM, tahun 2007, hal Richard C. Snyder, HW Bruck nd Burton Sapin, Foreign Policy and Decision Making: An Approach to the Study of International Politics, the Free Press, New York, 1962, hal

9 tersebut dalam situasi tertentu akan sangat tergantung pada perilaku, persepsi, penilaian dan tujuan dari decision makers 13. Melihat pada teori Snyder dan kawan-kawan dalam menghadapi masalah nuklir Korea Utara, para pembuat keputusan di Amerika Serikat sangat mempertimbangkan setting internal (domestik) seperti persepsi pemerintah terhadap kepemimpinan Korea Utara, juga akan dilihat reaksi para legislatif dalam menghadapi masalah ini, serta bagaimana reaksi Interest Groups yang mempengaruhi pembuatan keputusan politik luar negeri Amerika Serikat. Sedangkan faktor eksternal (internasional) para pembuat keputusan harus mempertimbangkan secara jeli masalah yang terjadi di setting intemasional seperti stabilitas kawasan, ancaman-ancaman yang akan terjadi serta reaksi dunia internasional dalam pembuatan keputusan. Setting internal dan setting eksternal dalam pembuatan keputusan juga dipengaruhi oleh persepsi 14 para pembuat keputusan, persepsi ini merupakan pendapat atau asumsi dari para elit, para akademisi atau para pelaku pembuat keputusan itu sendiri. Dalam sistem politik di Amerika, Konstitusi Amerika Serikat membagi-bagi peran dan tanggung jawab dalarn pembentukan kebijakan luar negeri. Presiden dan dewan eksekutif benanggungjawab dalam menjalankan kebijakan luar negeri, akan tetapi hal ini tetap dikontrol oleh Kongres. Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian Presiden mempunyai kekuasaan untuk menandatangani perjanjian tersebut, tetapi penandatanganan itu dilakukan setelah mendapat masukan dan persetujuan dari Kongres. 15 Sejak kejadian 11 September 2001, Amerika Serikat semakin teryakinkan bahwa doktrin 13 Ibid, hal Spanier, J American Foreign Policy Since World War II. New York: CBS College Publishing. 15 Mark Webber dan Michael Smith, Foreign Policy in a Transformed World, hal

10 pre-emptive strike harus digunakan sebagai tulang punggung strategi keamanan nasional. Aksi militer dianggap sukses karena mayoritas rakyat Amerika Serikat mendukung, teknologi militer unggul serta korban tentara relatif kecil. Akibatnya kaum neo-conservative sebagai pembela doktrin pre-emptive strike semakin kuat pengaruhnya dalam pengambilan keputusan politik. Kuatnya pengaruh neo-conservative membuka jalan dipilihnya opsi perang sebagai instrument utama kebijakan luar negeri. Dalam strategi keamanan nasionalnya disebutkan bahwa jika sebuah negara atau organisasi teroris mengembangkan senjata pemusnah massal dan hal itu dinilai mengancam kepentingan Amerika Serikat, maka tanpa menunggu jatuhnya korban, Amerika Serikat akan mengambil tindakan pre-emptive. Doktrin pre-emptive strike berasumsi bahwa lebih baik mendahului menyerang ketimbang didahului. Tapi dalam kasus kepemilikan nuklir Korea Utara, Amerika Serikat nampaknya lebih mengedepankan langkah-langkah diplomasi daripada preemptive strike. Hal ini dibuktikan dengan diadakannya perundingan-perundingan yang diselenggarakan baik melalui perundingan bilateral antara Amerika Serikat dan Korea Utara. Kemudian diikuti oleh serangkaian perundingan-perundingan multilateral yang disebut six party talks yaitu yang dilakukan oleh enam pihak yakni: Amerika Serikat, Rusia, Cina, Korea Selatan, Jepang dan Korea Utara. E. Hipotesa Berdasarkan kerangka analisa di atas, maka hipotesa dari penelitian ini ialah: Pertama, Kebijakan Luar Negeri yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap perkembangan Nuklir di Korea Utara lebih menitikan beratkan pada jalan damai melalui perundingan dan pada intervensi 10

11 seperti yang pernah dilakukannya terhadap Irak disebabkan beberapa pertimbangan yang masuk dari faktor domestik yakni, persepsi Amerika Serikat terhadap Pemimpin Korea Utara Kim Joong II, adanya perbedaan pendapat di kalangan Kongres serta tekanan dari Interest Group serta pertimbangan ekonomi dalam negeri. Kemudian adapun faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi decison makers yakni mempertimbangkan faktor Internasional yang mengarahkan Amerika Serikat untuk tidak melakukan intervensi tapi menggunakan diplomasi dalam penyelesaian Nuklir Korea Utara antara lain mejaga Stabilitas keamanan di Kawasan Asia Timur, pentingnya Korea Utara bagi Amerika, adanya perbedaan persepsi sesama anggota Six Paily Talks. F. Metode Penelitian Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh penulis adalah menggunakan penelitian kualitatif yang menurut Cassel and Simon merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi secara akurat makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis atau terucapkan. 16 Dengan metode studi pustaka yaitu melalui buku-buku, artikel yang dimuat di internet, majalah dan Koran. Kemudian data-data lain yang dapat diakses melalui situs-situs pemerintah Amerika Serikat tentang data politik dan pemerintahannya. Tentunya dalam pengertian bahwa metode yang penulis gunakan lebih menekankan pada interpretasi terhadap teksteks dari 16 Bambang Cipto, Tekanan Amerika terhadap Indonesia Kajian ats Kebijakan Luar Negeri Clinton terhadap Indonesia, hal 32, dikutip dalam Chaterine Cassel and Gillian Symon., 1994, Qualitative Methods in Organizational Research, London: Sage Publication, hal

12 semua sumber data tersebut diatas. Oleh karena itu, studi ini akan lebih berorientasi pada studi pustaka. Semua data- data tersebut akan dikumpulkan dan kemudian untuk dianalisis yaitu mengenai fenomena pengambilan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat dalam interaksinya dengan Korea Utara. G. Jangkauan Penelitian Penelitian ini akan dimulai pada tahun 1993 dan diakhir pada tahun Ada beberapa alasan mengapa dimulai pada tahun 1993 disebabkan pada tahun itu dunia dikejutkan dengan menarik dirinya Korea Utara dari Perjanjian NPT. Tindakan Korea Utara ini menjadi sorotan dunia karena kekhawatiran akan adanya penyalahgunaan nuklir untuk mengancam kehidupan manusia di dunia. Pada saat itulah perhatian dunia mulai menyorot nuklir Korea Utara. Diakhiri penelitian pada tahun 2009 karena sesuai dengan data yang dimiliki. H. Sistematika Penulisan Penulisan ini akan diawali dengan Bab I di mana penulis akan mengantarkan pembaca dengan latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesa, dan metode penulisan. Kemudian pada Bab II penulis akan memaparkan tentang perkembangan Nuklir Korea Utara, keterlibatan Korea Utara dalam NPT serta ancaman-ancaman yang diberikan oleh Korea Utara dengan adanya pengembangan dan uji coba nuklir. 12

13 Bab III akan menjelaskan alasan dari kebijakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap perkembangan Nuklir di Korea Utara, yaitu Amerika Serikat lebih memilih Diplomasi atau perundingan dibanding invasi. Disini akan dilihat dari faktor Domestik dan Intemasional. Kemudian dalam Bab IV merupakan penjelasan dari kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat dalam menghadapi kasus tersebut dimulai dengan beberapa perundingan antara Amerika Serikat dan Korea Utara. Kemudian diikuti oleh China, sehingga terbentuknya Six Party Talks. Serta bentuk-bentuk nyata dari kebijakan Amerika Serikat terhadap Korea Utara di semenanjung Korea. Bab V merupakan bagian penutup. 13

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada tanggal 25 Mei tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada tanggal 25 Mei tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada tanggal 25 Mei tahun 2009 ini, hingga dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1874 dan sikap keras Korea Utara dengan resolusi-resolusi

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG Penutupan Kaesong pada tahun 2016 merupakan sebuah berita yang mengejutkan bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia terutama Jepang dikejutkan dengan dijatuhkannya bom atom (nuklir) diatas kota Hiroshima

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. di dunia. Dimana power suatu negara tidak hanya dapat di ukur melalui kekuatan

BAB IV PENUTUP. di dunia. Dimana power suatu negara tidak hanya dapat di ukur melalui kekuatan BAB IV PENUTUP Kesimpulan Perkembangan senjata nuklir sejak dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki hingga saat ini telah mempengaruhi politik luar negeri antara negara-negara di dunia. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika,

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Senjata nuklir merupakan alat peledak yang kekuatannya dapat merusak yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika, fusi

Lebih terperinci

BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA

BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Program pengembangan senjata nuklir Korea Utara dinilai mampu mengancam ketentraman dan stabilitas keamanan negara negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di dunia. Negara para mullah ini menduduki posisi ke-5 didunia setelah mengalahkan negara

Lebih terperinci

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA Oleh: DR. Yanyan Mochamad Yani, Drs., M.A. Akhirnya setelah melalui pasang surut yang penuh ketegangan, masyarakat dunia kini perlu merasa lega. Sementara waktu

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Traktat NPT merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum internasional terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II NON-PROLIFERATION TREATY (NPT) SEBAGAI REZIM PEMBATASAN SENJATA NUKLIR

BAB II NON-PROLIFERATION TREATY (NPT) SEBAGAI REZIM PEMBATASAN SENJATA NUKLIR BAB II NON-PROLIFERATION TREATY (NPT) SEBAGAI REZIM PEMBATASAN SENJATA NUKLIR Energi nuklir memiliki potensi menyediakan pasokan energi dengan biaya efektif, handal dan aman, baik langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE AMERIKA SERIKAT TERHADAP KONDISI STABILITAS KEAMANAN SEMENANJUNG KOREA

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE AMERIKA SERIKAT TERHADAP KONDISI STABILITAS KEAMANAN SEMENANJUNG KOREA ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5(4) 1331-1338 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

DAMPAK NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP SECURITY DILEMMA DI ASIA TIMUR Fatkurrohman Dosen Hubungan Internasional, Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Email: fat.ugm@gmail.com Abstract North Korean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi. BAB I PENDAHULUAN Problematika dalam Hubungan Internasional menurut penulis adalah hal yang sangat menarik untuk dikaji. Segala kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh sebuah negara pasti akan banyak

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

Bab V. Kesimpulan. Namun hal ini berubah di tahun 2005 saat Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai Presiden

Bab V. Kesimpulan. Namun hal ini berubah di tahun 2005 saat Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai Presiden Bab V Kesimpulan Iran merupakan satu dari sekian negara yang memiliki hak untuk mengembangkan tenaga nuklirnya. Tergabung dalam NPT menjadi salah satu alasan kuat mengapa negara para Mullah itu memiliki

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3(2) 677-690 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2015 KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B BAB V KESIMPULAN Jepang menjadi lumpuh akibat dari kekalahanya pada perang dunia ke dua. Namun, nampaknya karena kondisi politik internasional yang berkembang saat itu, menjadikan pemerintah pendudukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat.

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. BAB IV KESIMPULAN Terjadinya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat turut mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. Salah satunya adalah sikap yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009

BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009 BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009 Dalam mencipatakan suasana yang damai serta bebas dari ancaman nuklir Korea Utara, IAEA memiliki beberapa fungsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR

BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR 3.1 Respon Jepang Terhadap Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara Setelah Perang Dunia II, Jepang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disusun dalam suatu sistem pertahanan semesta, tidak agresif dan tidak. besar Indonesia ke dalam jajaran militer terkuat di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. disusun dalam suatu sistem pertahanan semesta, tidak agresif dan tidak. besar Indonesia ke dalam jajaran militer terkuat di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sistem pertahanan dan keamanan terbaik. Seperti menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik Luar Negeri merupakan sikap dan komitmen suatu Negara terhadap lingkungan eksternal, strategi dasar untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang harus

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA PASCA-PERTEMUAN MOON JAE-IN DAN KIM JONG UN

PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA PASCA-PERTEMUAN MOON JAE-IN DAN KIM JONG UN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak membuat situasi perpolitikan

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak membuat situasi perpolitikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak membuat situasi perpolitikan dunia menjadi aman. Justru pada masa itulah situasi politik yang mencekam semakin terasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Transisi Indonesia menjadi negara demokratis pada 1998 merupakan sebuah perubahan besar. Krisis ekonomi yang melatar belakangi terjadinya transisi pemerintahan

Lebih terperinci

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014 Badan Tenaga Nuklir Nasional J A K A R T A Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014 Hari, tanggal Selasa, 21 Oktober 2014 Sumber Berita http://palingaktual.com/

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur. BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. damai tidak dicegah oleh rejim internasional non proliferasi, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. damai tidak dicegah oleh rejim internasional non proliferasi, maka semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penemuan teknologi pemisahan atom menjadi nuklir menjadi sumber inspirasi dan juga kekhawatiran, karena penemuan teknologi nuklir di satu sisi dapat memberikan

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa menjelang hingga Perang Dunia II kekuatan militer Jepang telah memperlihatkan kekuatannya dengan dibuktikan menduduki sebagian besar Tiongkok dan Semenanjung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Setiap negara, baik negara maju ataupun berkembang tersudut di dalam pilihan yang sangat sulit terhadap masalah energi yang disebabkan pada tingginya harga minyak. Terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP UJI COBA RUDAL KOREA UTARA DI BAWAH PEMERINTAHAN KIM JONG UN. Oleh: Rismala Septia

RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP UJI COBA RUDAL KOREA UTARA DI BAWAH PEMERINTAHAN KIM JONG UN. Oleh: Rismala Septia RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP UJI COBA RUDAL KOREA UTARA DI BAWAH PEMERINTAHAN KIM JONG UN Oleh: Rismala Septia (rismala.septia@yahoo.com) Pembimbing: Yuli Fachri, S.H, M.Si Bibliografi: 1 Jurnal, 5

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya tanpa berhubungan dengan negara lain. setiap negara pasti akan memiliki kepantingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pecahnya Uni Soviet telah meninggalkan berbagai permasalahan dibekas wilayahnya. Konflik etnis merupakan salah satu permasalahan yang masih terjadi pasca jatuhnya

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN JEPANG DENGAN KOREA SELATAN. memiliki isu-isu yang belum terselesaikan. Kedua negara masih memiliki

BAB II HUBUNGAN JEPANG DENGAN KOREA SELATAN. memiliki isu-isu yang belum terselesaikan. Kedua negara masih memiliki BAB II HUBUNGAN JEPANG DENGAN KOREA SELATAN Jepang dan Korea Selatan merupakan negara tetangga yang saling membutuhkan satu sama lain, namun memiliki hubungan pasang surut. Dengan sebutan negara dekat,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan BAB IV KESIMPULAN Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan kebijakan politik luar negeri Rusia terhadap keberadaan

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI

PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI AMELIA YULI PRATIWI Fakultas Hukum Universitas Surabaya Abstrak

Lebih terperinci

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 SAFETY SAFEGUARDS SECURITY IPTEK NUKLIR Keamanan nuklir mencakup keamanan bahan nuklir

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Korea Utara adalah Negara yang dikenal banyak orang sebagai Negara yang mandiri dan tertutup. Korea Utara adalah negara yang menyatakan secara sepihak sebagai negara

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR. Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan

BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR. Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan program pengembangan nuklirnya meskipun Iran mendapat kecaman dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa menyerahnya Jepang kepada sekutu pada 14 Agustus 1945 menandai berakhirnya Perang Dunia II, perang yang sangat mengerikan dalam peradaban manusia di dunia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika berbicara mengenai hukum internasional, maka kita dapat mengambil pengertian bahwasanya hukum internasional adalah keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Tengah dengan negara di kawasan Asia. Selain itu, Korea berada di tengah tiga negara besar yaitu Jepang, China, dan Rusia (Yang S. Y dan Mas oed M.

Tengah dengan negara di kawasan Asia. Selain itu, Korea berada di tengah tiga negara besar yaitu Jepang, China, dan Rusia (Yang S. Y dan Mas oed M. JURNAL KEBIJAKAN KIM JONG IL TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008(1) (THE GOVERNMENT ABILITY OF KIM JONG IL FOR NUCLEAR DEVELOPMENT IN KOREA UTARA AT 1998-2008) Anita Ferawati Mahasiswa

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang didirikan pada abad ke 12. Pada awalnya Rusia berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang didirikan pada abad ke 12. Pada awalnya Rusia berbentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusia merupakan negara di bagian Timur Eropa dan Asia bagian Utara yang didirikan pada abad ke 12. Pada awalnya Rusia berbentuk kerajaan yang bernama kerajaan

Lebih terperinci

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 SEJARAH PEAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Perang 30 Tahun & Perang Napoleon Perang Dunia I & Perang Dunia II Perang Dingin & Perang Global Melawan Terorisme

Lebih terperinci