IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN SUHU UDARA PERMUKAAN DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR NARDY NORMAN NAJIB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN SUHU UDARA PERMUKAAN DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR NARDY NORMAN NAJIB"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN SUHU UDARA PERMUKAAN DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR NARDY NORMAN NAJIB DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus IPB Darmaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Nardy Norman Najib NIM E

3 ABSTRAK NARDY NORMAN NAJIB. Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus IPB Darmaga. Dibimbing oleh ENDES N. DACHLAN dan BREGAS BUDIANTO. Kampus IPB Darmaga mengalami perkembangan cukup pesat dalam hal pembangunan yang menimbulkan implikasi permasalahan yang berdampak pada ekosistem udara seperti keberadaan karbondioksida yang semakin meningkat dan suhu udara yang semakin panas. Kondisi Kampus IPB Darmaga saat ini masih memiliki lahan vegetasi yang cukup bervariasi bermanfaat dalam pengembangan dan pengendalian fungsi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dengan tujuan untuk memetakan sebaran penggunaan lahan dan suhu udara permukaan terhadap penggunaan lahan, serta pengaruh fungsi hutan kota di Kampus IPB Darmaga. Tahapan metode penelitian ini terdiri dari pengolahan peta data Google earth 2013 guna mendapatkan peta kelas klasifikasi penggunaan lahan di kampus IPB, lalu pengukuran suhu udara dilakukan pada berbagai tipe penggunaan lahan menggunakan sensor suhu dengan tiga kali pengulangan dalam sepuluh hari. Hasil penelitian didapatkan penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga dipetakan dalam lima kelas lahan, dan dilakukan pengukuran suhu pada kelima klasifikasi lahan. Kata kunci: hutan kota, penggunaan lahan, suhu udara. ABSTRACT NARDY NORMAN NAJIB. Identification of Land Use and Its Correlation with Air Surface Temperature in IPB Campus Darmaga. Supervised by ENDES N. DACHLAN and BREGAS BUDIANTO. IPB Campus Darmaga has been progressing quite rapidly in the term of development which generates problems implication affective atmosferic ecosystem, such as the increasing carbon dioxide and air temperature. However, IPB Campus Darmaga has varying vegetated land which arrived benefit in developing and preserving environmental functions. The objective of this research was to map land use distribution and surface air temperature to land use as well as the influence of urban forest function in IPB Campus Darmaga. Method used in this research comprised managing map Google earth 2013 data in order to take classification class map of land use in IPB Campus, measuring air temperature conducted to each land use type with using temperature sensor for 3 times replication during 10 days. The research results obtained that land use in IPB Campus Darmaga was able to be mapped in five class and carried the measurement of temperature on the fifth classifications land. Keywords: air temperature, land use, urban forest.

4 IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN SUHU UDARA PERMUKAAN DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

5

6

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan dan suhu udara yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juni 2014 dengan judul Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus IPB Darmaga. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Ir Bregas Budianto, Ass Dipl selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat tercinta Nepenthes rafflesiana atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Nardy Norman Najib

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Alat dan Bahan Penelitian 2 Metode Pengambilan Data 2 Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4 Perubahan Penggunaan Lahan 4 Analisis Sebaran Suhu Udara 6 Analisis Kelembapan Udara 11 Pengaruh Hutan Kota 14 SIMPULAN DAN SARAN 15 Simpulan 15 Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 18

9 vii DAFTAR TABEL 1 Perubahan penggunaan lahan kampus IPB Darmaga 5 tahun 2000, 2008, dan Luasan penggunaan lahan kampus IPB Darmaga tahun Luas Penggunaan lahan 2014 dan THI 14 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alir pengelolaan data peta penggunaan lahan 3 2 Peta penutupan lahan kampus IPB Darmaga tahun Hutan Alhurriyah 7 4 Kolam Pintu Rektorat IPB 7 6 Fapet 2 IPB 7 7 Sebaran suhu udara plot vegetasi 8 8 Sebaran suhu udara plot lahan pertanian 9 9 Sebaran suhu udara plot lahan terbuka 9 10 Sebaran suhu udara lahan terbangun Sebaran suhu udara plot badan air Pengukuran RH plot lahan vegetasi Pengukuran RH plot lahan terbuka Pengukuran RH plot lahan terbangun Pengukuran RH plot lahan pertanian Pengukuran RH plot badan air Rangkaian dioda Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 3 bola kering Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 3 bola basah Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 4 bola kering Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 4 bola basah 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Sensor suhu udara 18 2 Suhu udara rata-rata 20 3 Kelembaban udara rata-rata 20 4 Indeks Kenyamanan 20

10

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga telah mengalami perkembangan cukup pesat dalam hal pembangunan, seperti terdapat gedunggedung baru perkuliahan serta berbagai infrastruktur penunjang lainnya. Perkembangan pembangunan tersebut menimbulkan implikasi permasalahan yang berdampak pada lingkungan kampus dan sekitarnya. Dengan kondisi lahan hijau yang dikonversi untuk memenuhi kebutuhan ruang bagi kegiatan perkuliahan tentunya menyebabkan berbagai dampak terhadap ekosistem udara seperti keberadaan karbondioksida di udara semakin meningkat dan tentunya suhu udara yang semakin panas serta terganggunya keseimbangan ekologi. BMKG (2010) diaju dalam Dahlan (2011) mengatakan bahwa terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0.25 o C sejak tahun 2001 sampai tahun 2010 di Kampus IPB Darmaga. Oleh karena itu, dibutuhkan segera upaya-upaya dalam mengetahui lokasi yang mengalami dampak dari penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga dan disekitar wilayah kampus. Alternatif yang dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup yakni tetap menjaga lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam menyeimbangi pembangunan di kampus IPB Darmaga. Dahlan (2008), menyebutkan bahwa vegetasi pada RTH dapat menguapkan uap air sehingga suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan serta RTH memodifikasi suhu udara. Salah satu bentuk RTH yakni hutan kota. Komponen hutan kota sebagai ruang terbuka hijau dapat berupa taman kampus, tanaman, jalur hijau serta keberadaan ruang terbuka hijau lainnya (Herdiansyah 2005). Hutan kota memiliki fungsi dalam menciptakan iklim mikro, sebagai sistem hidro-orologi, meredam kebisingan, mengurangi polutan serta menjaga keseimbangan oksigen dan karbondioksida (Irwan 2005). Kondisi Kampus IPB Darmaga yang masih memiliki kondisi vegetasi bervariasi dari tingkat pohon sampai dengan tumbuhan bawah sangat bermanfaat dalam hal pengembangan dan pengendalian fungsi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi sebaran penggunaan lahan dan keterkaitannya dengan suhu udara permukaan kampus IPB Darmaga sebagai salah satu bentuk hutan kota di wilayah bogor sehingga dapat berperan optimal guna menjaga kualitas lingkungan kampus dan kehidupan masyarakat di sekitar kampus. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memetakan penggunaan lahan dan suhu udara permukaan terhadap penggunaan lahan, serta pengaruh fungsi hutan kota di Kampus IPB Darmaga.

12 2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan sebagai bahan zertimbangan dalam menentukan perencanaan pembangunan kedepan kampus IPB Darmaga. Sehingga kampus IPB dapat menjadi contoh perkembangan Kampus Hijau dengan menerapkan konsep pembangunan yang tetap memperhatikan kondisi lingkungan Kampus dan sekitarnya. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB Darmaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan pada Bulan Maret 2014, lalu pembuatan sensor suhu pada Bulan April 2014, serta pengukuran suhu udara dari tanggal 1 16 Mei Pengolahan data dan hasil penulisan laporan selanjutnya dilakukan pada bulan Juni Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dilengkapi dengan software Google Earth, sedangkan alat yang digunakan di lapangan meliputi alat sensor yaitu multimeter, dioda, resistor, kipas laptop, pipa aluminium 30cm, kabel, tombol tictac, kamera digital, dan alat tulis. Bahan yang digunakan penelitian ini yaitu peta administrasi Kampus IPB Darmaga, Data Penggunaan Lahan Kampus IPB Darmaga dan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI). Metode Pengambilan Data Persiapan peta kerja Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi Google Earth 2013 dengan cara mengklasifikasikan lahan kampus IPB yang selanjutnya peta tersebut menghasilkan sebuah peta pengklasifikasian penggunaan lahan. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan untuk pengambilan data suhu udara permukaan sesuai dengan klasifikasi lahan. Observasi dan ground check Observasi lapang dilakukan dengan melihat langsung kondisi suhu udara dilokasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data nyata di lapangan mengenai kondisi suhu udara permukaan serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) sehingga menghasilkan peta tematik penggunaan lahan pada lokasi penelitian.

13 3 Wawancara Wawancara yang dilakukan kepada Pihak Penentu Kebijakan Kampus IPB Darmaga dan instansi-instansi terkait dengan pengembangan dan pembangunan Kampus pada saat ini dan di masa mendatang. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data penting yang dapat menunjang penelitian. Kegiatan ini dilakukan dengan mempelajari dokumendokumen instansi terkait, bentuk dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis Data Pengolahan Peta Dalam pengolahan peta data Google earth 2013 (peta administrasi IPB) di digitasi guna mendapatkan kelas klasifikasi penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga. Analisis selanjutnya peta yang di digitasi di export ke dalam software Arcgis 9.3 guna mengubah format peta menjadi format shp. Dilakukannya overlay terhadap peta penutupan lahan dengan peta administratif kampus agar mendapatkan tampilan akhir peta. Peta penggunaan lahan tersebut selanjutnya menjadi dasar acuan peneliti dalam penentuan lokasi titik pengukuran suhu udara permukaan. Analisis data dapat dilihat pada bagan alir pengelolaan data peta penggunaan lahan pada Gambar 1. Google Earth Klasifikasi Penggunaan Lahan Digitasi Peta Penggunaan Peta Administratif IPB Overlay Peta Analisis Penggunaan Lahan Gambar 1 Bagan Alir Pengelolaan Data Peta Penggunaan Lahan. Pengukuran Suhu Udara Permukaan Pengumpulan data berupa data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung (observasi). Pengukuran suhu dilakukan pada berbagai tipe

14 4 penggunaan lahan Kampus IPB Darmaga. Data pengukuran suhu dilakukan dengan tiga kali pengulangan dalam sehari yakni pada pukul (pagi hari), pukul (siang hari), dan pukul (sore hari). Pengambilan data suhu udara permukaan pada setiap tipe penggunaan lahan dilakukan selama sepuluh hari, serta dilakukan dalam waktu yang bersamaan pada tiap titik pengamatan. Kenyamanan Kampus IPB Darmaga dinyatakan secara kuantitatif menggunakan Temperature Humidity Index (THI) yang dipengaruhi oleh unsur suhu dan kelembaban udara dimana secara langsung mempengaruhi aktivitas manusia. Rumus yang digunakan sebagai berikut: RH x T THI = (0.8 x T)+( ) 500 Ket: T = suhu udara ( o C) RH = Kelembaban udara (%) (Ogunjimi, et.al., 2007 dalam Listyanti, 2009) Survey Lapang Survey lapang bertujuan memverifikasi data citra dengan keadaan sebenarnya di bumi. Ground check dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara pasti kondisi lapangan dan penggunaan lahan. Penentuan titik lokasi penambilan data dilakukan hanya pada beberapa tempat yang dianggap mewakili kelas klasifikasi penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga, misalnya kelas untuk bangunan, hutan, kebun, badan air dan lahan terbuka. Lokasi pengambilan data yang mewakili kelas penggunaan lahan disurvey dan selanjutnya akan diverifikasi dengan data citra. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kampus IPB Darmaga secara administratif terletak di Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Secara keseluruhan Kampus IPB Dramaga memiliki luas sebesar 256,97 ha dan secara geografis, Kampus IPB terletak pada perpotongan garis 6 o 30-6 o 45 LS dan 106 o o 50 BT (Mulyani, 1985 dalam Yazid, 2006). Kampus IPB Darmaga memiliki curah hujan rata rata per tahun yaitu 4051 mm/th, dengan temperatur udara tahunan rata rata 25.8 o C, suhu maksimum 33.2 o C dan minimum 22.7 o C serta curah hujan tertinggi terjadi bulan November yaitu mm dan terendah pada bulan Juli yaitu mm (BMKG 2010 dalam Dahlan 2011). Keadaan topografi Kampus IPB Darmaga terdiri dari lapangan datar sampai sedikit bergelombang dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan sungai-sungai (Balen et al,1986 dalam Dahlan, 2011). Areal Kampus IPB Darmaga memiliki jenis tanah latosol, bertekstur sedang, dengan kedalaman efektif lebih dari 90 cm.hasil

15 5 Perubahan Penggunaan Lahan Bertambahnya perubahan penggunaan lahan dari vegetasi menjadi nonvegetasi seperti hutan menjadi bangunan/pemukiman dapat merubah albedo dan jumlah sinar matahari yang diserap oleh permukaan tanaman, dan selain itu dapat menjadi salah satu penyebab perubahan iklim secara global (Hairiah & Rahayu, 2007). Perubahan penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga dapat diketahui dari data penggunaan lahan tahun 2000, tahun 2008, dan tahun Dari awal pengklasifikasian berupa lima kelas meliputi vegetasi, lahan terbangun, lahan terbuka, lahan pertanian, serta badan air dikelompokkan lagi menjadi ke dalam tiga kelas menurut penentu kebijakan pembangunan kampus IPB yaitu bangunan, taman/penghijauan, serta jalan dan tempat parkir. Perubahan luas tiap kelas penggunaan lahan Kampus IPB dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perubahan Penggunaan Lahan Kampus IPB Darmaga tahun 2000, 2008, dan 2013 Tahun Klasifikasi Penggunaan Lahan Luas (m 2 ) % Luas (m 2 ) % Luas (m 2 ) % Bangunan Jalan dan Tempat Parkir (Aspal) Taman/Penghijauan Jumlah Sumber: Direktorat sarana dan prasarana kampus IPB Darmaga (2014) Luasan jenis penggunaan lahan dari tahun menunjukkan ada perubahan cukup besar terjadi pada tahun 2013 dimana adanya penambahan luasan Kampus IPB m 2 yang tentunya menambah luasan lahan yang dikonversi menjadi beberapa kelas penggunanaan lahan terutama pada kelas bangunan dan taman/penghijauan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan dalam hal pemenuhan fasilitas sarana prasarana guna menunjang kegiatan aktivitas perkuliahan dan aktivitas perkantoran (administratif). Berdasarkan dari pengklasifikasian penggunaan lahan tahun 2014 dengan menggunakan penginderaan didapatkan data luasan untuk kelima kelas lahan yang terjadi penambahan luasan pada kelas lahan terbangun dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

16 6 Tabel 2 Luasan penggunaan lahan Kampus IPB Darmaga tahun 2014 Klasifikasi Penggunaan Lahan Luas (m 2 ) % Vegetasi Lahan Terbangun Lahan Terbuka Lahan Pertanian Badan Air Jumlah Gambar 2 Peta penutupan lahan Kampus IPB Darmaga tahun 2014 Pengalihfungsian lahan dikampus IPB Darmaga tentunya akan menimbulkan dampak, khususnya dampak jangka panjang. Oleh karena itu, perubahan suatu jenis penggunaan lahan menjadi peruntukkan lainnya harus berdasarkan pada perencanaan terkait dengan tata ruang. Berdasarkan arahan penggunaan lahan, bahwa sebagian wilayah kampus IPB Darmaga masih akan mengalami pembangunan dalam hal penunjang aktivitas perkuliahan baik gedung laboratorium dan gedung fakultas, lalu pembangunan asrama mahasiswa, serta sarana olahraga bagi mahasiswa. Tentunya pengalifungsian ini harus diimbangi dengan ketersediaan lahan terbuka hijau didalam serta di sekitar kawasan bangunan yang sangat memberi manfaat terhadap kualitas lingkungan.

17 7 Analisis Sebaran Suhu Udara Derajat panas atau dingin yang disebut suhu diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer serta unsur iklim yang sangat penting. Suhu udara salah satu unsur iklim yang sangat mempengaruhi kenyamanan suatu tempat. Tingginya lalu lintas kendaraan bermotor di kampus IPB Darmaga menimbulkan gas buangan maupun debu ke udara yang tentunya dapat menurunkan kualitas udara. Hasil pengukuran suhu udara pada dua puluh titik penggunaan lahan mencakup badan air, lahan terbangun, lahan terbuka, vegetasi dan lahan pertanian di kampus IPB Darmaga dapat dilihat pada gambar 2. Kelima lokasi pengukuran dipilh berdasarkan dugaan besarnya pengaruh, yaitu: a. Vegetasi meliputi areal hutan rektorat, hutan shelter bus IPB, Hutan landskap, Cikabayan, dan Hutan alhurriyah (Alhur). Kelima lokasi ini dimanfaatkan sebagai tempat koleksi pohon-pohonan. Gambar 3 Hutan Al Hurriyah Gambar 4 Kolam pintu 2 b. Lahan terbuka meliputi areal Gymnasium dan pintu 1 IPB, yang ditanami vegetasi rumput dan beraspal. c. Lahan pertanian meliputi Fapet 1, Fapet 2, dan Biofarmaka. Dalam hal ini areal tersebut ditumbuhi tanaman pertanian seperti rumput ternak, jagung, dan kelapa sawit. d. Badan air meliputi kolam Fakultas Kelautan dan Perikanan (FPIK), kolam perpustakaan LSI, kolam Fakultas Peternakan (Fapet), dan Kolam pintu 2 IPB. Pada areal ini didominasi kondisi berair dengan dikelilingi oleh vegetasi. e. Lahan terbangun meliputi Common class room (CCR), Fakultas Peternakan (Fapet), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Rektorat IPB, gedung Graha Widya Wisuda (GWW), dan Perumahan dosen (Perumdos). Pada areal ini didominasi oleh semen/beton.

18 8 Gambar 6 Rektorat IPB Gambar 7 Fapet 2 IPB Pengukuran suhu udara untuk kelima kelas lahan dilakukan pada pukul 08.00, 13.00, dan WIB pada tiap hari pengukuran selama sepuluh hari dengan mengukur suhu bola basah (Tbb) dan suhu bola kering (Tbk). Pengukuran ini dilakukan secara acak yaiu pada hari pertama dimulai dari penggunaan lahan vegetasi ke penggunaan lahan selanjutnya, lalu pada hari kedua dimulai dari penggunaan lahan terbangun dan seterusnya sampai dengan hari kesepuluh. Hal ini dilakukan guna melihat keseragaman data hasil pengukuran diberbagai penggunaan lahan. Suhu udara salah satu unsur iklim yang sangat berpengaruh pada kenyamanan suatu kota. Oleh karena itu, selain persamaan-persamaan linear yang didapatkan, dilakukan pengukuran data suhu udara dari pengamatan langsung mengalami kenaikan yang secara umum jika diamati dalam satu hari maka akan terjadi kenaikan dari pukul WIB hingga pukul WIB yang disebabkan karena ada penambahan panas dari radiasi matahari. Pengukuran suhu udara dari perbedaan penggunaan lahan diketahui dari perbandingan suhu udara pada area vegetasi dengan keempat penggunaan lahan lainnya. Perbandingan suhu udara dibandingkan dengan diwakili suhu udara rata-rata pada pagi, siang, dan sore hari. Hasil pengukuran suhu udara pada klasifikasi lahan vegetasi dengan lima lokasi contoh pengukuran yaitu Hutan Rektorat, Hutan Shelter Bus, Hutan Alhur, Cikabayan, dan Landskap didapatkan data suhu udara rata-rata pagi hari (pukul WIB) yaitu 25.7 o C, dan suhu udara rata-rata siang hari (pukul WIB) pada kelas vegetasi ini didapatkan nilai 29.6 o C serta suhu udara rata-rata sore hari (pukul WIB) yaitu 27.6 o C. Pengamatan selama sepuluh hari dari awal pengukuran hingga mencapai suhu maksimum, mengalami kenaikan suhu udara sebesar 3.9 o C (Gambar 8). Hal ini dapat terjadi, karena radiasi matahari yang datang masih lebih besar jika dibandingkan dengan radiasi keluar yang berupa pantulan panjang gelombang pendek dari vegetasi.

19 SUHU SUHU agi iang S ore ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Landskap Hutan Rektorat Hutan Shelter Bus Cikabayan Hutan Alhur Gambar 8 Fluktuasi suhu udara plot vegetasi Pengukuran di lokasi penggunaan lahan pertanian selama sepuluh hari didapatkan nilai suhu udara rata-rata pada tiga lokasi contoh yaitu Fapet 1, Fapet 2, dan Biofarmaka sebesar 27.1 o C pada pengukuran pagi hari pukul WIB, sedangkan suhu udara rata-rata siang hari terjadi pada pukul WIB dengan suhu 30.5 o C (Gambar 9) serta suhu udara rata-rata sore hari yaitu 27.5 o C. Hal tersebut juga terjadi pada klasifikasi lahan untuk kelas Lahan Terbuka pengukuran suhu udara rata-rata pada dua lokasi di Gymnasium dan Pintu 1 nilai suhu udara pagi hari yang didapat sebesar 26.2 o C pada pukul WIB dan suhu udara ratarata siang hari sebesar 29.9 o C pukul pengukuran WIB (Gambar 10), serta pengukuran suhu udara rata-rata sore hari pada pukul WIB didapatkan nilai 28.7 o C. Pada klasifikasi Lahan Terbuka dari awal hingga sepuluh hari pengamatan terjadi kenaikan suhu udara sebesar 3.7 o C. 40 Pagi Siang Sore ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Fapet 1 (pertanian) Biofarmaka Fapet 2 (pertanian) Gambar 9 Sebaran Suhu udara plot lahan pertanian

20 SUHU Pagi Siang Sore ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Gymnasium Pintu 1 Gambar 10 Sebaran suhu udara plot Lahan terbuka. Perubahan suhu di non vegetasi seperti Lahan terbangun, dimana pengukuran dilakukan pada enam plot contoh GWW, Perumdos, Fapet, FKH, CCR, dan Rektorat. Dari pengukuran didapatkan nilai suhu udara rata-rata pagi hari sebesar 26.4 o C pada pukul WIB, sedangkan suhu udara rata-rata siang hari pada pukul pengukuran WIB sebesar 30.1 o C dan suhu udara rata-rata sore hari 28.5 o C (Gambar 11), dengan kenaikan suhu udara sebesar 3.7 o C selama sepuluh hari pengamatan. Hal ini dapat disebabkan dari bahan-bahan pembentuk permukaan yang umumnya merupakan bahan dengan daya hantar tinggi, yang menyebabkan dalam waktu yang singkat dapat cepat menerima panas lebih banyak. Kelas klasifikasi lahan terakhir untuk badan air pengukuran dilakukan pada empat lokasi contoh di Kolam LSI, Kolam Pintu 2, Kolam FPIK, dan Kolam Fapet. Nilai suhu udara rata-rata pagi hari sebesar 26.8 o C sedangkan nilai suhu udara rata-rata siang hari dan sore hari pada keempat lokasi sebesar 29.5 o C dan 28 o C (Gambar 12). Hasil pengukuran suhu udara pada penggunaan lahan vegetasi berkisaran antara 20.5 o C o C, sedangkan pada penggunaan lahan terbuka, lahan pertanian, lahan terbangun, dan badan air masing-masing berkisaran antara 22.6 o C 35.4 o C, 23.8 o C 35.7 o C, 21.9 o C 37.6 o C, dan 20.5 o C 35.7 o C. Penelitian Permana (2004) yang juga mengukur suhu udara kampus IPB Darmaga, didapatkan nilai suhu udara untuk pada tipe vegetasi dan lahan terbangun masing-masing berkisar antara 24.0 o C 31.6 o C dan 24.4 o C 33.0 o C. Hal ini menunjukkan terjadi kenaikan suhu maksimum dari tahun sebesar 4.7 o C dan 4.6 o C untuk klasifikasi lahan vegetasi dan lahan terbangun. Penggunaan lahan terbangun dan lahan pertanian memiliki nilai suhu udara yang tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal ini disebabkan tipe lahan pertanian beberapa arealnya terbuka yang ditanami tanaman pertanian sehingga cahaya matahari dapat masuk dengan cukup tinggi dan pada lahan terbangun lebih disebabkan oleh permukaan yang keadaannya terbuka dan lebih kering (aspal/beton) secara cepat memanaskan permukaan aspal selanjutnya udara yang diatasnya dipanaskan dari permukaan aspal/beton tersebut. Vegetasi dan badan air menunjukkan nilai suhu udara yang rendah, hal ini dikarenakan tumbuhan memiliki kemampuan menyerap cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis yang dapat menurunkan suhu sekitarnya dan badan air

21 SUHU SUHU mampu menyimpan panas yang lebih baik dibandingkan daratan/tanah. Tajuk vegetasi yang rapat dapat menahan atau menurunkan efek dari peningkatan radiasi matahari pada siang hari dan menahan turunnya suhu udara minimum pada malam hari (Griffiths, 1976 diaju dalam Listyanti 2009). Pernyataan yang sama oleh Miller (1988) diaju dalam Permana (2004) bahwa adanya hutan kota akan mampu menyejukkan suhu udara ekstrim dibandingkan dengan area terbuka atau pusat kota Pagi Siang Sore ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu GWW Rektorat Fapet FKH Perumdos CCR Gambar 11 Sebaran suhu udara plot lahan terbangun 40 Pagi Siang Sore ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Kolam LSI Kolam Pintu 2 Kolam FPIK Kolam Fapet Gambar 12 Sebaran suhu udara plot Badan Air Analisis data suhu udara rata-rata menunjukkan pola hampir sama pada semua tipe penggunaan lahan dengan satu puncak suhu maksimum terjadi pada siang hari. Kisaran waktu suhu udara tertinggi terjadi pada pukul WIB sampai dengan pukul WIB dan akan mulai menurun pada pukul WIB (sore hari). Hal ini terjadi karena peningkatan intensitas matahari yang sampai ke

22 % RH % RH 12 permukaan bumi. Sedangkan untuk fluktuasi suhu udara pagi hari menunjukan nilai yang tidak jauh berbeda untuk semua penggunaan lahan lainnya, disebabkan pada pagi hari pengaruh radiasi matahari masih rendah dan penyinaran yang belum begitu lama. Analisis Kelembaban Udara Kelembaban udara (RH) pada kelima klasifikasi penggunaan lahan dikelompokkan menjadi kelembaban udara rata rata pada 20 lokasi titik contoh. Hasil kelembaban udara pagi hari yang didapat pada kelas lahan Vegetasi, Lahan terbuka, Lahan Terbangun, Lahan Pertanian, dan Badan air secara berurutan paling tinggi berkisaran 90% (08.00 WIB), 93% (09.12 WIB), 93% (09.37 WIB), 90% (08.03 WIB), dan 92% (09.10 WIB). Kelembaban udara untuk lahan terbangun (gambar 10) dan lahan pertanian (gambar 13) lebih tinggi 3%, hal ini karena untuk lahan terbangun dan lahan pertanian pengukuran nilai kelembaban dilakukan dibawah tegakan vegetasi disekitar bangunan (GWW) dan lahan pertanian (Biofarmaka) ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Landskap Hutan Rektorat Hutan Shelter Bus Cikabayan Hutan Alhur Gambar 13 Pengukuran RH plot Vegetasi Gymnasium Pintu ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Gambar 14 Pengukuran RH plot lahan terbuka

23 % RH % RH Nilai kelembaban untuk waktu siang hari secara berurutan 74% (13.41 WIB), 67% (13.22 WIB), 69% (13.29 WIB), 68% (13.13 WIB), dan 69% (13.34 WIB) perbedaan kelembaban waktu siang sekitar 13% terhadap nilai kelembaban pagi hari. Nilai kelembaban di siang hari lebih rendah dipengaruhi oleh radiasi yang tinggi sehingga nilai kelembaban udara pagi dan sore hari lebih besar dibandingkan disiang hari. Kelembaban udara pada sore hari dikelima kelas lahan yaitu 91% (16.47 WIB), 83% (17.39 WIB), 84% (16.00 WIB), 82% (16.57 WIB), dan 86% (17.19 WIB). Nilai kelembaban udara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat ketersediaan bahan penguap, suhu udara, dan radiasi matahari. Pada pagi hari yang pengaruh radiasi matahari belum nampak, kondisi ini menunjukkan kelembaban udara yang stabil. Sebaliknya pada siang hari saat radiasi tinggi, menyebabkan kelembaban udara tergantung pada tingkat ketersediaan bahan penguap. Sehingga pada siang hari variasi kelembaban udara cukup besar dibandingkan pagi dan sore hari. Hal ini pun berlaku pada kelima penggunaan lahan ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu GWW Rektorat Fapet FKH Perumdos CCR Gambar 15 Pengukuran RH plot lahan terbangun Fapet 1 Biofarmaka Fapet ,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Gambar 16 Pengukuran RH plot lahan pertanian Kelembaban udara tidak lepas dari pola suhu udara, yang cenderung berbanding terbalik apabila kelembaban udara tinggi maka suhu udaranya akan

24 % RH 14 rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1995), bahwa kelembaban udara dipengaruhi oleh suhu udara dan tidak berlaku sebaliknya. Hasil pengukuran menunjukkan kelembaban udara tinggi terdapat pada daerah vegetasi (gambar 8). Hal ini dikarenakan pada lokasi terjadi evapotranspirasi, yang pada lokasi terdapat banyak pohon atau tanaman lain memungkinkan terjadinya evapotranspirasi yang besar oleh karena itu massa udara dilokasi ini banyak mengandung uap air dibandingkan pada klasifikasi lahan lainnya. Hal yang sama terjadi pada areal badan air (gambar 15) memiliki kelembaban udara tinggi, disebabkan keadaan lokasi keempat plot contoh badan air disekelilingnya didominasi permukaan air dengan beberapa pepohonan disekitarnya yang memungkinkan terjadinya evaporasi dan juga evapotranspirasi yang banyak mengandung uap air. Uraian tersebut menjelaskan bahwa peranan hutan untuk menaikkan kelembaban udara melalui proses evapotranspirasi. Hal berbeda terjadi pada penggunaan lahan terbangun yang nilai kelembabannya rendah, yang dikarenakan udara dilokasi ini lebih kering sehingga kapasitas udara untuk menampung uap air yang lebih besar akan tetapi bahan penguapnya kurang Kolam LSI Kolam FPIK Kolam Fapet Kolam Pintu ,00 7,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 Waktu Gambar 17 Pengukuran RH plot badan air Pengaruh Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga Pemenuhan kebutuhan gedung perkuliahan dan infrastruktur lainnya, seringkali lahan hijau menjadi korban. Ditambah lagi peningkatan kendaraan bermotor di kampus IPB Darmaga meningkatkan keberadaan karbondioksida. Perubahan penggunaan lahan dapat merubah kesetimbangan energi yang pada akhirnya mempengaruhi suhu udara. Kampus IPB Darmaga hampir sebagian besar lahannya telah mengalami perubahan, dan berubah fungsi menjadi bangunan gedung-gedung kampus dan beberapa sarana prasarana penunjang aktivitas civitas kampus yang tentunya menambah kontribusi persentase peningkatan suhu udara di kampus IPB Darmaga.

25 15 Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan 2014 dan THI NO Penggunaan Lahan Luas Penggunaan Lahan (Ha) THI 1 Vegetasi Lahan Terbangun Lahan Terbuka Lahan Pertanian Badan Air Jumlah Berdasarkan literatur kondisi kenyamanan dibedakan dalam tiga kondisi yaitu nyaman (THI= 19-23), sedang (THI= 23-26), dan tidak nyaman (THI > 26) (Ayoade, 1983 dalam Listyanti, 2009). Hasil menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk vegetasi di kampus IPB Darmaga memiliki luas wilayah yang besar, sedangkan penggunaan lahan terendah ada pada wilayah badan air. Hasil THI rata-rata didapat pada lima klasifikasi lahan menunjukkan untuk klasifikasi vegetasi, lahan pertanian dan badan air menunjukkan kondisi sedang dan untuk klasifikasi lahan terbuka dan lahan terbangun menunjukkan kondisi tidak nyaman. Dari beberapa uraian di atas terkait suhu dan kelembaban juga menunjukkan bahwa hutan sangat berperan penting dalam menahan radiasi matahari dengan naungan langsung ke permukaan, sehingga hutan dapat menciptakan suhu lebih dingin dibandingkan daerah terbuka tanpa pepohonan dapat memberi panas yang tinggi. Perbedaan dalam penggunaan lahan tentu mempengaruhi kondisi iklim mikro pada masing-masing lahan. Dari tingkat kenyamanan kampus IPB Darmaga pada beberapa klasifikasi lahan masih tergolong sedang, akan tetapi beberapa tahun kedepan kondisi tersebut dapat berubah seiring pengembangan pembangunan kampus. Oleh karenanya, untuk membuat kondisi sedang berubah menjadi nyaman diperlukan pengembangan bentuk hutan kota dibeberapa lokasi. Sistem penghijaun dapat berupa jalur hijau yang ditempatkan dibeberapa tepi jalan yang padat oleh aktivitas kendaraan seperti pada lahan terbuka pintu 1, karena dilokasi ini tingkat kenyamanan sangat rendah sehingga dapat ditanam dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Pengembangan hutan kota juga dapat dengan bentuk taman, yang dapat ditempatkan dibeberapa titik disekitar lokasi bangunan dengan tanaman bebungaan ataupun pohon seperti cemara. Hutan kota sangat berperan penting dalam menahan radiasi matahari oleh naungan langsung ke permukaan sehingga hutan dapat menciptakan iklim mikro lebih dingin dibandingkan dengan daerah terbuka tanpa pepohonan. Secara umum, dari kelima penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga tersebut telah memiliki titik penempatan hutan kota baik berupa bentuk jalur ataupun taman taman kecil. Akan tetapi khusus untuk lahan terbuka dan lahan terbangun masih sangat kurang ditambah lagi perkembangan pembangunan kampus IPB kedepannya masih sangat memungkinkan dalam hal mengkonversi lahan hijau menjadi lahan terbangun, untuk itu sangat diperlukan perhatian lebih dalam menyeimbangi kebutuhan pembangunan dengan ruang hijau sehingga tingkat kenyaman pada setiap penggunan lahan tidak menjadi sangat rendah. Widyawati et. al (2002) diaju dalam Listyanti (2009) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kenyamanan dalam lahan

26 16 terbangun perlu ditanami aneka vegetasi, khususnya pepohonan serta pembangunan air mancur yang dapat menyejukkan udara disekitarnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari kelima kelas lahan didapatkan secara berurutan nilai suhu udara Penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga dipetakan dalam lima kelas lahan. Perkembangan pembangunan kampus IPB terjadi peningkatan terhadap kelas lahan terbangun dari tahun sebesar 15%. Hasil pengukuran suhu udara di lima tipe penggunaan lahan didapatkan hasil pengukuran suhu rendah pada tipe vegetasi dan badan air serta suhu udara yang tinggi dan kelembaban udara rendah pada tipe lahan terbangun. Adanya radiasi matahari yang dipantulkan oleh tajuk pepohonan menyebabkan suhu dalam komunitas vegetasi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun yang bahan permukaannya lebih tertutup dengan aspal atau beton suhu udaranya lebih cepat tinggi/panas. Perbedaan nilai suhu udara menunjukkan bahwa adanya pepohonan (hutan kota) di Kampus IPB Darmaga mampu mempengaruhi suhu udara di kampus. Serta mempengaruhi tingkat kenyamanan pada kelima kelas penggunaan lahan di kampus. Namun, pengaruh bentuk hutan kota di kampus hanya cukup berpengaruh dalam meningkatkan kenyamanan pada kondisi siang hari, sehingga pengembangan bentuk hutan kota di IPB diperlukan baik berupa jalur hijau ataupun bentuk pertamanan. Saran 1. Penentu kebijakan pembangunan kampus perlu menambah penghijauan lagi di lahan lahan terbangun di kampus IPB Darmaga. 2. Bangunan kampus yang ada saat ini perlu untuk ditambahkan lagi bentuk hutan kota taman atau jalur hijau agar tingkat kenyamanan kampus dapat meningkat. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih ES, Soenarmo SH, Mujiasih S Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutupan Lahan (Studi Kasus Cekungan Bandung). Warta LAPAN Vol3 (1): Ardhiningrum, SR Perubahan Iklim Bogor (Studi Kasus Lima Kecamatan di Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): institut Pertanian Bogor. Dahlan Potensi hutan kota sebagai alternatif substitusi fungsi alat pendingin ruangan (Air Conditioner) (Studi kasus kampus IPB Darmaga) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

27 Dahlan EN Jumlah emisi gas CO2dan pemilihan jenis tanaman berdaya rosot sangat tinggi: studi kasus di Kota Bogor. Media Konservasi 13: Effendy S Keterkaitan antara ruang terbuka hijau dengan urban heta island wilayah Jabotabek [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fajri PYN Pemodelan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau Terhadap Suhu Permukaan di Perkotaan (Studi Kasus: Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Handoko Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya: Jakarta. Hairiah K, Rahayu S Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF SEA) Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. Herdiansyah Penentuan luasan optimal hutan kota sebagai rosot gas karbondioksida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hernowo JB, Soekmadi R, Ekarelawan Kajian pelestarian satwaliar di Kampus IPB Darmaga. Media konservasi III (2): Irwan ZD Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara: Jakarta. Listyanti AD Pengaruh perubahan penggunaan dan penutupan lahan terhadap kenyamanan di Suburban Bogor Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Permana D Studi iklim mikro di beberapa tipe penutupan lahan kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pratama GE Rencana pengembangan Ruang Terbuka Hijau berdaasarkan distribusi suhu permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di kota Surakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prasasti I Analisis Hubungan Penutupan Lahan dan Parameter Tururnan Data Penginderaan Jauh dengan Albedo Permukaan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yazid M Perilaku berbiak katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii Kuhl & van Hasselt, 1822) di kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuliana S Keragaman jenis amfibi (Ordo anura) di Kampus IPB Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 17

28 18 Lampiran 1 Sensor Suhu Udara Perakitan Suhu Udara Sensor suhu yang digunakan yaitu dioda silikon 1N4148. Perakitan dua buah sensor (sensor 3 & sensor 4) terdiri dari sensor suhu bola kering dan suhu bola basah. Komponen utama dari alat sensor suhu yaitu dioda yang telah diklasifikasikan. Klasifikasi ini ditujukan untuk memberikan kemampuan yang sama pada tiap sensor suhu. Dioda selanjutnya dirangkai menjadi 2 rangkaian yang masing masing satu rangkaian dipasangkan tiga dioda, lalu disambungkan dengan resistor 2k10 dan kabel yang telah tersambung pada baterai 6 volt dan multimeter (Gambar 5). Dioda yang dirangkai dicat putih guna mengurangi tingkat panas saat penggunaan dilapang. Rangkaian Dioda dipasangkan dibelakang kipas laptop yang terpasang pada pipa aluminium 30cm, guna saat kipas berputar udara yang terserap dapat melewati dioda sehingga didapatkan nilai suhu udara. Dalam membedakan sensor bola basah dengan sensor bola kering, dioda yang dirangkaikan salahsalu rangkaiannya dililitkan benang yang selanjuttnya benang tersebut dibasahi dengan air. Setelah rangkaian terbentuk untuk mengaktifkan sensor suhu dipasangkan dua tombol tictac pada pipa aluminium yang terdiri dari tombol sensor bola kering dan sensor bola basah. Gambar 18 Rangkaian dioda Cara Kerja Sensor Suhu Dioda silikon 1N4148 dipilih karena perubahan arus yang mengalir pada dioda tersebut berbanding terbalik dengan suhu disekitarnya. Dengan kata lain, jika suhu udara sekitar dioda semakin tinggi maka arus yang mengalir pada dioda semakin kecil. Sebelum pengujian dilapang, rangkaian sensor harus dikalibrasi terlebih dahulu untuk mendapatkan hubungan nilai suhu yang terukur dengan tegangan yang masuk. Kalibrasi dilakukan terhadap sensor bola basah dan bola kering dengan tiga kali pengulangan dan pengukuran pada suhu yang berbeda. Pengukuran pertama dengan cara memasukkan sensor kedalam lemari es dengan suhu 13.5 o C dan 15 o C, pengukuran kedua dilakukan dengan cara menyimpan sensor dalam suatu ruangan dengan suhu suhu dilakukan dengan menggunakan termometer 25.5 o C dan

29 Suhu Suhu Suhu Suhu o C, serta pengukuran terakhir dilakukan dengan cara sensor suhu diletakkan didekat teko panas dengan suhu 30 o C dan 32 o C. Semua pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer. Kalibrasi sensor suhu, dilakukan dengan memberikan sumber tegangan sebesar 6 Volt pada rangkaian sensor dengan pengukuran tegangan menggunakan multimeter. Hasil kalibrasi terhadap sensor suhu 3 bola basah dan sensor bola kering dapat dilihat pada gambar 6 dan 7, serta gambar 8 dan 9 untuk sensor suhu y = -117,83x + 225,61 R² = 0, ,6 1,65 Volt 1,7 1,75 1,8 Gambar 19 Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 3 bola kering y = -193,88x + 359,24 R² = 0, ,65 1,7 Volt 1,75 1,8 Gambar 21 grafik hasil kalibrasi sensor suhu 4 bola kering y = -112,09x + 215,36 R² = 0, ,6 1,65 Volt1,7 1,75 1,8 Gambar 20 Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 3 bola basah y = -197,22x + 364,2 R² = 0, ,65 1,7 Volt 1,75 1,8 Gambar 22 grafik hasil kalibrasi sensor suhu 4 bola basah Hasil kalibrasi sensor suhu 3 dan sensor suhu 4 untuk sensor basah dan sensor kering menunjukkan grafik hubungan antara suhu dengan tegangan. Setelah diregresikan sensor suhu 3 bola kering diperoleh nilai R 2 = dan nilai sensor bola basah R 2 = sedangkan untuk sensor suhu 4 diperoleh nilai R 2 = bola kering dan nilai R 2 = bola basah. Dari keempat nilai R 2 menyatakan bahwa hubungan antara suhu dengan tegangan tersebut adalah linear. Nilai tegangan yang didapat akan dimasukkan kedalam komputer yang selanjutnya

30 20 diubah kedalam satuan suhu o C dengan menggunakan persamaan linear masing masing sensor suhu. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linier antara variabel bebas dan terikat. Jika nilai koefisien mendekati satu (R=1), artinya hubungan antara dua variabel itu kuat. Lampiran 2 Suhu udara rata-rata T = (T T T18.00)/25 Contoh: Plot lahan terbuka = (26.2 o C o C o C)/25 = 28.3 o C Lampiran 3 Kelembaban udara rata-rata RH = (RH RH RH17.00)/25 Contoh: Plot lahan terbuka = ( )/25 = 71% Lampiran 4 Indeks Kenyaman RH x T THI = (0.8 x T)+( ) x 28.3 Contoh: Plot lahan terbuka = (0.8 x 28.3) )+( 500 = 26 )

31 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 29 Mei 1992 sebagai anak ke dua dari empat bersaudara pasangan Bapak Dr Muh Najib Kasim, SE MSi dan Ibunda Nuraeni Nontji, SE MSi. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Palopo, Sulawesi Selatan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan pada tahun Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora Rafflesia di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun Penulis juga aktif sebagai anggota Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesmah) di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan tahun Penulis juga aktif sebagai anggota Pengurus Pusat di Ikatan Mahasiswa Kehutanan (Sylva Indonesia) tahun Penulis pernah mengikuti praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan Jalur Papandayan Sancang (2012), dan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Walat (2013), dan Praktik Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (2014). Selain itu penulis pernah mengikuti Program Magang Mandiri Fakultas Kehutanan di Taman Nasional Alas Purwo (2012). Penulis juga pernah mendapatkan dana hibah Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian dari Kementrian Pendidikan tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus IPB Darmaga, Bogor dibawah bimbingan Dr Ir H Endes N Dachlan, MS dan Ir Bregas Budianto, Ass Dipl.

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DETEKSI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN DALAM PEMBANGUNAN KAMPUS IPB DARMAGA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ETM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DETEKSI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN DALAM PEMBANGUNAN KAMPUS IPB DARMAGA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ETM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DETEKSI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN DALAM PEMBANGUNAN KAMPUS IPB DARMAGA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT ETM BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN Diusulkan Oleh: Nardy Norman Najib

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Vandri Ahmad Isnaini 1, Indrawata Wardhana 2, Rahmi Putri

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2009. Lokasi penelitian yaitu di Wilayah Pengembangan (WP) Bojonagara, Kota Bandung. Gambar 3.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME Vandri Ahmad Isnaini, Indrawata Wardhana, Rahmi Putri Wirman Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan bagian 1 : Pendekatan perhitungan Suhu udara, Damping depth dan Diffusivitas thermal Oleh : Pendahuluan Ruang terbuka hijau

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU

ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 2 September 2012 ISSN 1412-4645 ANALISIS HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DAN PERUBAHAN SUHU DI KOTA PALU Relationship Analysis of Green Open Space Area and Temperature

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH 100301230 AGROEKOTEKNOLOGI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci