BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1.1 Sejarah Singkat Perusahaan Di awal perkembangan kegiatan industri di Indonesia yang semakin pesat, kebutuhan akan sarana transportasi yang dapat dengan cepat dan tepat, untuk mengantisipasi hal tersebut semakin dirasakan. Angkutan udara sebagai salah satu pilihan yang fungsinya sangat efektif dalam menunjang kegiatan industri minyak, karena faktor kecepatan dan ketepatannnya di samping itu kemampuannya hampir tidak dipengaruhi oleh rintangan geografis seperti angkutan darat dan laut. Demikian juga dirasakan oleh kegiatan industri minyak di Indonesia setelah hak konsesi perusahaan minyak asing di Indonesia pada tahun 1963 dihapus oleh Pemerintah dan diganti dengan sistem kontrak karya maka kegiatan industri perminyakan diserahkan kepada Permina. Perkembangan yang demikian pesatnya dalam kegiatan operasi minyak di Indonesia telah membuka kesempatan - kesempatan bagi dunia luar untuk menanamkan modalnya dalam menggali sumber minyak di Indonesia, semakin berkembanglah kegiatan dinas penerbangan. Mulailah dirasakan kebutuhan akan angkutan udara karena lokasi-lokasi sumber minyak yang terletak di hutan dan lautan, dan Permina pun mulai membangun Armada Penerbangan dengan pesawat Dakota DC-3 dan Aerocommander. 63

2 Setelah penggabungan antara Permina dan Pertamin menjadi PERTAMINA dan semakin meningkatnya kegiatan industri perminyakan di Indonesia, dukungan pesawat helikopter sangat dirasakan, di mana saat itu Dinas Penerbangan Pertamina belum mempunyai tenaga yang berpengalaman untuk mengoperasikan pesawat helikopter, maka Dinas Penerbangan Pertamina saat itu bekerja sama dengan Schreiner Airways untuk mengoperasikan pesawat helikopter. Akibat perkembangan yang luar biasa ini, maka pada tahun 1970 Dinas Penerbangan Pertamina dibubarkan dan didirikan PT. PAS sebagai anak perusahaan Pertamina dengan Akta Notaris Tan Thong Kie nomor 21 pada tanggal 24 Januari Nama PELITA digunakan perusahaan Pertamina ini adalah karena aktivitasnya menunjang perminyakan di Indonesia. Nama tersebut dicetuskan R.O. Ashari, Direktur Administrasi dan Keuangan Pertamina saat itu. Berdasarkan akta notaris tersebut dan surat Direktur Utama Pertamina No. 166/KPTS/DIR/DU.70 tanggal 7 Februari 1970, kemudian tanggal 20 Agustus 1970 bertempat di kantor pusat Pertamina dari Capt. F.J. Repon (kepala dinas penerbangan) diserahterimakan kepada Kol. Inf. R. Harijono sebagai Presiden Direktur PT. PAS. 1.2 Visi dan Misi Perusahaan Visi: Menjadi perusahaan penerbangan berstandar internasional yang tangguh dan terpercaya 64

3 Misi: Menyelenggarakan pelayanan jasa angkutan udara charter dan reguler, domestik maupun regional secara aman, nyaman, teratur dan ekonomis 1.3 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi PT. PAS keseluruhan disajikan dalam gambar 3.1. namun luas lingkup skripsi ini hanya mencakupi divisi logistik yang disajikan dalam gambar

4 Gambar 3.1. Struktur organisasi PT. PAS 66

5 67 DIREKTUR UTAMA DIVISI LOGISTIK PERENCANAAN PEMBELIAN PERGUDANGAN BAGIAN PERENCANAAN BAGIAN ADMINISTRASI MATERIAL BAGIAN PENERIMAAN BAGIAN GUDANG Gambar 3.2 Struktur Organisasi Divisi Logistik

6 Pembagian Tugas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Berikut adalah pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang dari masing masing elemen divisi logistik sebagaimana tercantum dalam gambar struktur organisasi diatas: 1) Direktur Utama memimpin dan mengendalikan perusahaan secara keseluruhan merumuskan tujuan dan kebijakan perusahaan bertanggung jawab akan hasil kerjanya kepada Dewan Komisaris bertanggung jawab memberikan pengarahan kepada masing masing bagian. Memantau perkembangan perusahaan. 2) Wakil presiden divisi logistik Berwewenang untuk menentukan segala keputusan yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan dan pergudangan. Bertanggung jawab akan hasil kerjanya kepada President Director Mengkoordinir dan mengevaluasi kegiatan operasional bagian pengadaan 3) Bagian perencanaan Berwewenang untuk menentukan pemesanan spare part Bertanggung jawab apabila terjadi kekurangan atau kelebihan spare part Bertanggung jawab atas dokumen material requisition yang dikeluarkan. 4) Bagian gudang

7 69 Bertanggung jawab terhadap persediaan yang tersedia di gudang Menerima barang yang masuk dan memastikan bahwa jumlah dan jenis barang telah sesuai dengan dokumen yang ada Mengeluarkan barang sesuai dengan dokumen yang telah disetujui oleh manajer teknisi 5) Bagian pembelian Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa spare part yang dibeli sesuai dengan kebutuhan Mengatur dan mengawasi pekerjaan-pekerjaan dibagian pembelian Mengotorisasi purchase order 6) Bagian penerimaan Bertanggung jawab atas spare part yang dikirimkan oleh pemasok sesuai dengan dokumen dan kondisi fisik yang seharusnya Berwewenang mengembalikan spare part yang tidak sesuai dengan kriteria Melaporkan kepada inspektor bahwa spare part telah diterima dan agar segera dapat dilakukan pemeriksaaan lebih lanjut 1.5 Gambaran Pengelolaan Persediaan Suku Cadang Pesawat Rich Picture dari sistem pengelolaan persediaan suku cadang pesawat udara PT. PAS, disajikan dalam gambar 3. 3 berikut:

8 $ $ 70 Mengisi sesuai spare part yang diminta Teknisi Diserahkan ke bagian gudang membuat CN 33 Mencatat spare part yang habis Memo Perencanaan Spare part dan CN33 diserahkan Material Requisition CN33 ditandatangani Gudang Diaudit bagian Administrasi material Spare part CN 33 Administrasi material Spare part Material Requisition $ MRS Receiving Suppliers Purchase order Purchasing Gambar 3.3 Rich picture sistem yang berjalan

9 71 Disaat teknisi membutuhkan suatu suku cadang kendaraan pesawat terbang (spare part) guna melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kendaraan pesawat, maka teknisi akan meminta spare part tersebut ke bagian gudang dengan mengisi dokumen CN33. Petugas gudang akan melakukan pengecekan stok dan lokasi di location card. Apabila spare part tersebut tersedia, maka bagian gudang akan menandatangani CN33 sebagai bukti pengeluaran barang, lalu spare part diserahkan kepada teknisi untuk kegiatan pemeliharaan kendaraan pesawat terbang. Apabila persediaan spare part di gudang telah habis maka bagian gudang akan segera membuat memo yang berisikan material yang dibutuhkan. Memo tersebut ditandatangani oleh pengawas gudang atau kepala gudang. Memo diserahkan ke bagian perencanaan. Berdasarkan memo tersebut, bagian perencanaan membuat Material Requisition (MR). Bagian perencanaan ini dapat melakukan permintaan spare part sendiri atau dari hasil analisa yang telah dilakukan bagian perencanaaan terhadap material yang rutin dipergunakan berdasarkan frekuensi pemakaiannya. Bagian perencanaan lalu menyerahkan MR kepada bagian administrasi material untuk di audit, dari segi harga, total harga dan ketersediaan anggaran untuk memenuhi kebutuhan material yang diminta. Apabila anggaran yang tersedia kurang memadai maka permintaan tidak disetujui. Namun apabila anggaran tersedia dan permintaan disetujui, maka MR tersebut dikirim ke bagian pembelian (purchasing) untuk dibuatkan purchase order. Setelah pembelian spare part terjadi, spare part tersebut akan diterima oleh gudang, tepatnya bagian receiving. Bagian receiving ini untuk menjamin bahwa spare part yang diterima sesuai dengan dokumen pengirimnya meliputi

10 72 kondisi fisik dan jumlahnya. Apabila sesuai dengan persyaratan, bagian receiving membuat Material Receipt Sheet (MRS). Spare part lalu didistribusikan ke gudang. 1.6 Permasalahan yang Dihadapi 1) Terdapat kemungkinan pada suatu waktu perusahaan mengalami kehabisan persediaan spare part (stock out) akibat persediaan spare part pada jumlah terendah (minimum) sebagai cadangan atau penyelamat tidak ditentukan. Kondisi tersebut menyebabkan perusahaan tidak dapat mengetahui secara akurat jumlah dan jenis spare part minimum yang harus tersedia di dalam gudang. sehingga dapat menyebabkan tidak terpenuhi kebutuhan pelanggannya serta dapat menyebabkan pendapatan perusahaan terancam. 2) Terdapat kemungkinan pada suatu waktu perusahaan mengalami kekurangan persediaan spare part akibat pemesanan spare part kembali tidak dilakukan pada waktu atau saat yang tepat Pemesanan spare part tidak dilakukan pada suatu titik atau batas dari jumlah dan jenis spare part yang ada, yang mengharuskan diadakannya pemesanan kembali. Kondisi tersebut terjadi karena perusahaan tidak dapat mengetahui jumlah dan jenis spare part yang dimiliki sehingga menyulitkan dalam penentuan kapan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan kembali

11 73 3) Adanya kemungkinkan terjadinya kesalahan pencatatan atau kehilangan dokumen yang dapat berakibat kesalahan dalam pembuatan laporan akibat sistem pencatatan yang masih berjalan secara manual. Pencatatan spare part yang keluar masuk oleh bagian logistik sebagian besar bersifat manual atau belum terkomputerisasi. 1.7 Usulan Perbaikan 1) menentukan jumlah terendah persediaan spare part sebagai langkah untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan spare part 2) menentukan saat pemesanan kembali (reorder point) spare part. 3) Merancang sebuah sistem yang dapat membantu perusahaan dalam mengelola persediaan suku cadang atau spare part dengan lebih efektif