SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG, JAWA TIMUR ALVI RAHMAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG, JAWA TIMUR ALVI RAHMAH"

Transkripsi

1 SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG, JAWA TIMUR ALVI RAHMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Pengelolaan Perikanan Tonda dengan Rumpon di PPP Pondokdadap Sendang Biru, Malang, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Alvi Rahmah NIM C

4 RINGKASAN ALVI RAHMAH. Sistem Pengelolaan Perikanan Tonda dengan Rumpon di PPP Pondokdadap Sendang Biru, Malang, Jawa Timur. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI, SUGENG HARI WISUDO, dan NIMMI ZULBAINARNI. Permasalahan teknis pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap adalah terbatasnya area penangkapan karena banyaknya rumpon di wilayah perairan dekat pantai, sehingga nelayan tonda terpaksa melakukan operasi penangkapan di wilayah perairan yang lebih jauh, sekitar mil dari garis pantai. Kecenderungan harga ikan yang semakin meningkat di PPP Pondokdadap membuat nelayan luar daerah banyak yang melakukan penangkapan di wilayah penangkapan nelayan tonda Sendang Biru dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Pondokdadap. Kondisi ini tentunya akan meningkatkan upaya penangkapan yang berdampak pada sumberdaya ikan. Penurunan ukuran ikan jenis tuna sudah mulai dirasakan oleh nelayan, dan secara ekonomi dapat menurunkan harga jual ikan sehingga dapat merugikan nelayan. Belum lagi adanya permainan harga yang dilakukan oleh pengambek (tengkulak) pada saat pembelian hasil tangkapan dari nelayan. Adanya hubungan ketergantungan secara ekonomi yang besar antara nelayan dengan pengambek menjadikan nelayan tidak ingin mempermasalahkan kondisi yang terjadi, sehingga sangat mempengaruhi kondisi sosial antara nelayan dan pengambek. Pengoperasian unit perikanan tonda ternyata menimbulkan konflik horisontal diantara nelayan. Konflik tersebut terjadi dikarenakan kurangnya kekompakan diantara nelayan untuk saling menjaga perairan dan sumberdaya perikanan. Peran kelembagaan khususnya organisasi nelayan Rukun Jaya dan pemerintah perikanan sangat diperlukan. Peran Rukun Jaya secara kelembagaan dalam masyarakat khususnya nelayan tonda Sendang Biru masih kurang sehingga diperlukan peningkatan dan kerjasama secara aktif dari seluruh komponen yang terlibat agar tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal. Kompleksnya permasalahan dalam sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap memerlukan penyelesaian dengan memperhatikan aspek yang terkait. Penyelesaian tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan model konseptual. Model konseptual yang direkomendasikan pada penelitian ini terdiri atas 4, yaitu (1) model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan perairan di PPP Pondokdadap, (2) model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah, (3) model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap, dan (4) model konseptual pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap. Pelaksanaan model konseptual tersebut dapat dilakukan dengan berbagai strategi, yang melibatkan seluruh komponen perikanan seperti nelayan, pengambek, organisasi nelayan dan pemerintah. Kata kunci: perikanan tonda, sistem perikanan, soft system methodology

5 SUMMARY ALVI RAHMAH. Management System of Troll Fisheries with Fish Aggregating Device (FAD) in PPP Pondokdadap Sendang Biru, Malang, East Java. Supervised by TRI WIJI NURANI, SUGENG HARI WISUDO, dan NIMMI ZULBAINARNI. Technical problems of troll fisheries operation with FAD is limited area for fishing activities because many FADs onshore, so the fishermen forced to make fishing operation in the more distant waters, about miles of shoreline. The tendency of increasing fish prices in PPP Pondokdadap make many fisherman outside the area make catches in Sendang Biru fishing trolling areas and landing their catch in PPP Pondokdadap. This condition will certainly increase the fishing effort that have an impact on fish resources. Decreasing the size of the fish species like tuna are already beginning to be happened, and economically can reduce the selling price of fish that can be detrimental to fishermen. Not to mention the price influenced is done by pengambek (middlemen) at the time of purchasing the catch from the fishermen. The existence of economic dependency relationships between fishermen and pengambek make fishermen do not want to question the conditions that occur, thus adversely affecting the social conditions between fishermen and pengambek. Operation of trolling fisheries unit actually causes horizontal conflicts among fishermen. The conflict occurred due to a lack of cohesion among the fishermen to keep each other waters and fishery resources. The role of fishermen's organizations in particular fisheries institutional Rukun Jaya and government indispensable. The role of Rukun Jaya for society, especially for fishermen of troll fisheries in Sendang Biru is still lacking that needed improvement and active cooperation of all the components involved that the purpose of a good fishery system can be achieved optimally. Complexity of the problems in troll fisheries system with FADs in PPP Pondokdadap requires completion with attention-related aspects. Solving can be done with implementing the conceptual models. Conceptual models recommended in this study consists of 4, namely (1) developing and implementating of local regulation for monitoring, controlling, and survaillance of fishing ground in Southern water of Malang Regency, (2) manufacturing and using of SOP licensing by local government, (3) formulating the fishing operation of troll fisheries with FAD unit in PPP Pondokdadap, (4) monitoring the fish transaction mechanism in fish auction of PPP Pondokdadap. The implementation of the conceptual models can be done with a variety of strategies, involving all components of fisheries such as fisherman, pengambek, organization of fishermen and government. Keyword: troll fisheries, fisheries system, soft system methodology

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG, JAWA TIMUR ALVI RAHMAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir John Haluan, MSc

9 Judul Tesis Nama NIM : Sistem Pengelolaan Perikanan Tonda dengan Rumpon di PPP Pondokdadap Sendang Biru, Malang, Jawa Timur : Alvi Rahmah : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi Ketua Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi Anggota Dr Nimmi Zulbainarni, SPi, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 30 Desember 2013 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013 ini ialah sistem perikanan, dengan judul Sistem Pengelolaan Perikanan Tonda dengan Rumpon di PPP Pondokdadap Sendang Biru, Malang, Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi; Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi; dan Dr Nimmi Zulbainarni, SPi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Goentoro Soepardi beserta staf Unit Pengelola PPP Pondokdadap, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, kakak, abang, dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan Pascasarjana (Magister) PSP 2011 atas kebersamaan dan semangatnya. Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2014 Alvi Rahmah

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 Kerangka Pemikiran 4 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 Unit Penangkapan Ikan 6 Kapal 6 Alat Tangkap 6 Nelayan 7 Rumpon 7 Metode Penangkapan Ikan 8 Musim Penangkapan Ikan 13 3 METODOLOGI PENELITIAN 13 Waktu dan Tempat Penelitian 13 Metode Pengumpulan Data 14 Metode Analisis Data 15 4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 16 Pendahuluan 16 Metode 17 Hasil 17 Aspek Teknis 17 Aspek Ekologi 19 Aspek Ekonomi 21 Aspek Sosial 23 Aspek Kelembagaan 24 Penggambaran Masalah dengan Rich Picture 26 Pembahasan 28 Kesimpulan 31 ix x xi xii

12 5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 31 Pendahuluan 31 Metode 32 Hasil 32 Aspek Sosial dan Kelembagaan 32 Aspek Teknis dan Ekologi 36 Aspek Ekonomi 38 Pembahasan 40 Kesimpulan 42 6 PEMBAHASAN UMUM 42 7 KESIMPULAN DAN SARAN 44 Kesimpulan 44 Saran 45 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 139 DAFTAR TABEL 2.1 Spesifikasi rumpon perikanan tonda di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing tonda di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing layangan di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing ulur di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing batuan di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing coping di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing taber di PPP Pondokdadap Spesifikasi pancing tomba di PPP Pondokdadap Produktivitas alat tangkap unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap tahun Produktivitas nelayan unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap tahun Rata-rata pendapatan nelayan tonda (Rp) per trip Hasil analisis finansial pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap 23

13 DAFTAR GAMBAR 1.1 Kerangka pemikiran penelitian Kapal perikanan tonda di PPP Pondokdadap Komponen alat tangkap pada unit perikanan tonda Ilustrasi bentuk rumpon unit perikanan tonda di PPP Pondokdadap Ilustrasi metode penangkapan pancing tonda Ilustrasi metode penangkapan pancing layangan Ilustrasi metode penangkapan pancing batuan Ilustrasi metode penangkapan pancing taber Ilustrasi metode penangkapan pancing tomba Peta lokasi penelitian Tujuh langkah dasar SSM Proses operasi penangkapan unit perikanan tonda Komposisi dan persentase hasil tangkapan tonda bulan Desember tahun 2012 per jenis ikan (kg) per trip Komposisi dan persentase hasil tangkapan tonda bulan Juni tahun 2012 per jenis ikan (kg) per trip Nilai Produksi per trip unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap tahun Proses pelelangan ikan di TPI PPP Pondokdadap Alur proses perizinan yang dilakukan oleh organisasi nelayan Rukun Jaya Rich picture unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap CATWOE dan root definition terhadap permasalahan pengawasan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap CATWOE dan root definition terhadap permasalahan perizinan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan perairan Model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah 35

14 5.5 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek teknis dan ekologi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek ekonomi pada unit perikanan tonda dengan rumpondi PPP Pondokdadap Model konseptual pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap 39 DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap 49 2 Sarana dan prasarana di PPP Pondokdadap 50 3 Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang No. 1 Tahun Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 27 Tahun Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 02 Tahun Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 58 Tahun

15 DAFTAR ISTILAH Breakwater Discount factor Effort GT Ikan predator IRR Manol Nelayan andon Nelayan lokal Net B/C NPV : Bangunan yang berfungsi untuk memecah gelombang sehingga mengendalikan abrasi di pantai dan melindungi pelabuhan dari hempasan gelombang. : Bilangan yang digunakan untuk mengalikan suatu nilai dimasa yang akan datang yang dapat dinilai pada saat ini. : Suatu upaya penangkapan yang dilakukan untuk memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah tertentu, seperti jumlah kapal, jumlah alat tangkap, dan jumlah nelayan. : Gross tonage, yaitu satuan ukuran kapal. Perhitungan GT kapal ikan yang umum digunakan di Indonesia adalah volume total kapal x 0.25 : Jenis ikan omnivora atau karnivora yang memangsa ikanikan berukuran lebih kecil. : Internal rate return, yaitu persentase nilai keuntungan yang diperoleh pada penanaman modal dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku. : Sebutan masyarakat Sendang Biru untuk orang yang bertugas mengangkut hasil tangkapan nelayan dari kapal ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). : Nelayan yang berasal dari luar daerah (seperti Sulawesi dan Kalimantan) yang melakukan operasi penangkapan di perairan sekitar PPP Pondokdadap Sendang Biru. Sebagian besar jenis nelayan ini tidak menetap di Sendang Biru, hanya ada pada saat musim banyak ikan (musim puncak). : Nelayan yang berasal dari daerah sekitar PPP Pondokdadap Sendang Biru. Sebagian besar jenis nelayan ini menetap di wilayah Sendang Biru. Profesi nelayan menjadi pekerjaan utama, namun saat musim barat (musim tidak banyak ikan) tiba beberapa nelayan mencari pekerjaan sampingan seperti bertani. : Net benefit cost ratio, yaitu perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis barang investasi. : Net present value, yaitu keuntungan total selama umur teknis barang investasi yang dihitung pada masa sekarang.

16 Pengambek Penguras : Penyedia modal bagi nelayan, baik untuk kebutuhan melaut ataupun kebutuhan hidup sehari-sehari, sama seperti tengkulak, hanya saja pengambek di Sendang Biru tidak membebankan bunga atas pinjaman yang dilakukan oleh nelayan. Pengambek juga bertugas untuk membantu menjual hasil tangkapan pada proses pelelangan di TPI. Beberapa orang pengambek juga menjadi pemilik kapal. : Orang yang jasanya disewa oleh pemilik kapal untuk memperbaiki kapal. Responden kunci : Responden yang mengetahui secara detail objek yang diteliti. Rumpon : Suatu jenis alat bantu penangkapan yang biasanya terdiri atas pelampung, atraktor, pemberat, yang terbuat dari bahan yang berbeda-beda tergantung pada penggunaannya. Fungsinya untuk mengumpulkan ikan yang mencari tempat berlindung atau mencari makan. Sekoci : Sebutan nelayan di beberapa daerah termasuk PPP Pondokdadap untuk jenis kapal tonda. Swivel/kili-kili Unit perikanan : Bagian dari pancing yang berfungsi untuk mengurangi kekusutan atau pelintiran tali senar dan untuk mempermudah simpul. : Suatu kesatuan dalam kegiatan penangkapan yang meliputi kapal, alat tangkap, nelayan, dan alat bantu penangkapan seperti rumpon.

17 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fokus perikanan di Indonesia saat ini adalah pengembangan perikanan menuju industrialisasi, salah satunya melalui industrialisasi ikan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC). Peraturan berupa PER.27/MEN/2012 menjelaskan bahwa industrialisasi TTC dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan nilai produksi serta mutu jenis produk perikanan sehingga mampu diekspor ke luar negeri (KKP a 2013). Kebijakan industrialisasi ini harus didukung oleh sistem perikanan yang baik, seperti proses penangkapan yang sesuai aturan, kemampuan nelayan dalam pengoperasian alat tangkap dan penjagaan mutu hasil tangkapan, hasil tangkapan yang layak tangkap, lancarnya proses pemasaran, hingga pada kelengkapan dokumen kapal dan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan. Indonesia saat ini memiliki 5 pelabuhan perikanan yang menjadi contoh nasional dalam industrialisasi TTC, yang diharapkan dapat memacu pelabuhan perikanan lainnya. Pelabuhan perikanan yang terdapat di provinsi Jawa Timur memiliki potensi untuk mengikuti 5 pelabuhan perikanan tersebut, salah satunya adalah Kabupaten Malang. Potensi tersebut terlihat dari jumlah produksi TTC Kabupaten Malang tahun 2012 mencapai 3787 ton, yang menjadi salah satu produsen TTC terbesar di provinsi Jawa Timur (DKP Provinsi Jawa Timur 2013). Tingginya produksi Kabupaten Malang didukung dengan adanya keberadaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap. Posisi PPP Pondokdadap yang strategis dan dilindungi oleh Pulau Sempu sebagai breakwater alami menjadi tempat yang aman bagi kapal-kapal yang ingin berlabuh. Sebagian besar kapalkapal tersebut melakukan kegiatan penangkapan di dekat Samudera Hindia yang merupakan daerah penangkapan potensial untuk ikan pelagis jenis TTC (UPPP Pondokdadap 2012). Komoditas TTC di perairan selatan Jawa Timur banyak ditangkap menggunakan alat tangkap pancing dengan kapal tonda (sekoci). Pangkalan Pendaratan Ikan (2007) dalam Hermawan (2011) menyatakan bahwa jumlah kapal tonda di PPP Pondokdadap berkembang cukup pesat, pada tahun 2001 hanya berjumlah 30 unit, namun pada tahun 2007 jumlahnya meningkat sebanyak 318 unit dan pada tahun 2008 menjadi 335 unit. Peningkatan tersebut dikarenakan preferensi nelayan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang terdapat di PPP Pondokdadap, yaitu tingginya harga jual hasil tangkapan kapal tonda, prospek pasar yang baik, dan adanya tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Sebagian besar nelayan Sendang Biru mengoperasikan kapal tonda dibantu dengan menggunakan alat bantu penangkapan yang dikenal dengan rumpon. Prinsip utama rumpon adalah mengumpulkan ikan, dimana ikan-ikan yang berkumpul di sekitar rumpon diduga karena mencari tempat berlindung atau mencari makan. Hasil penelitian Yusfiandayani (2004) menunjukkan bahwa mekanisme berkumpulnya ikan pelagis kecil di sekitar rumpon cenderung disebabkan oleh proses rantai makanan yang diawali dengan tahapan terbentuknya kolonisasi mikroorganisme yang menempel pada bahan atraktor rumpon, berkumpulnya pemangsa mikroorganisme disekitar rumpon, berkumpulnya ikan

18 2 penjaring (ikan herbivora) dan berkumpulnya ikan predator (karnivora dan omnivora). Penggunaan rumpon pada perikanan tonda awalnya dianggap cukup efektif karena nelayan dapat langsung menemukan daerah penangkapan yang potensial sehingga dapat meminimalisir biaya operasional penangkapan. Pemanfaatan rumpon saat ini ternyata menimbulkan permasalahan, seperti adanya konflik horisontal diantara nelayan, tingginya upaya penangkapan yang dilakukan di sekitar rumpon, hingga adanya kenaikan jumlah rumpon (ilegal) yang dipasang di perairan. Budiono (2005) pada penelitiannya menyebutkan bahwa pada tahun 1990, nelayan Sendang Biru mengenal rumpon bekas nelayan Philipina dan mereka belum mengetahui fungsi dari rumpon tersebut, hingga pada tahun 1997 nelayan andon dari Sulawesi Selatan (suku Bugis) datang ke wilayah Sendang Biru menggunakan kapal tonda (sekoci) sebanyak unit dengan alat tangkap handline dilengkapi dengan rumpon sebagai alat bantu penangkapan. Produktivitas nelayan andon tersebut ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan lokal, sehingga menimbulkan kecemburuan yang memicu terjadinya konflik antara nelayan lokal dengan nelayan andon. Konflik mencapai puncaknya antara Juni hingga Agustus 1997, dimana nelayan lokal melakukan unjuk rasa menolak kehadiran nelayan andon yang beroperasi di perairan Sendang Biru. Konflik berhasil diredam oleh tokoh masyarakat setempat dengan melakukan negoisasi terhadap nelayan lokal sehingga nelayan lokal bersedia menerima kembali nelayan andon. Situasi ini ternyata memicu konflik susulan, dimulai dari banyaknya nelayan kapal tonda yang beroperasi di lokasi rumpon dan beberapa nelayan andon yang memasang rumpon di lokasi yang dirahasiakan. Peningkatan jumlah kapal tiap tahunnya akan meningkatkan jumlah upaya penangkapan yang dikhawatirkan mempengaruhi sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan dari kapal tonda. Hermawan (2011) menyatakan bahwa hasil tangkapan tuna dan cakalang yang didaratkan di PPP Pondokdadap sebagian besar didominasi oleh ikan yang berukuran kecil atau tidak layak tangkap, sehingga mempengaruhi keberlangsungan keberadaan sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan di perairan. Pengaturan mengenai rumpon dan alat penangkapan ikan sebenarnya telah ditetapkan oleh pemerintah dalam peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) PER.02/MEN/2011 tentang jalur penangkapan ikan, penempatan alat penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan Negara Republik Indonesia (KKP b 2013). Kenyataan di lapangan sering menunjukkan kondisi yang berlawanan. Hal ini akan membawa dampak negatif terhadap kondisi perikanan khususnya perikanan tonda jika dibiarkan terus menerus. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian, khususnya di PPP Pondokdadap untuk melihat seluruh permasalahan secara lebih detail dan menyeluruh, yang dikaji dari aspek teknis, ekologi, sosial, kelembagaan, dan ekonomi sehingga dapat ditemukan model konseptual yang dapat membantu memecahkan permasalahan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap.

19 3 Perumusan Masalah Peningkatan dan perkembangan permintaan pasar saat ini terhadap komoditas perikanan khususnya jenis TTC membuat pemerintah dan pengusaha perikanan semakin meningkatkan produksinya, seperti yang terjadi di PPP Pondokdadap, Malang, Provinsi Jawa Timur. Peningkatan ini terlihat dari perkembangan jumlah kapal tonda dan alat tangkap pancing di PPP Pondokdadap yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan jenis TTC. Hal tersebut juga akan memacu peningkatan pemanfaatan rumpon yang biasanya digunakan nelayan sebagai alat bantu penangkapan dalam perikanan tonda. Pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap yang semakin meningkat ternyata menimbulkan permasalahan yang berpengaruh terhadap kondisi perikanan tonda. Konflik horizontal karena perebutan daerah penangkapan dan sumberdaya, tidak berizinnya pengoperasian unit perikanan tonda dan rumpon, berubahnya kondisi sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan, dan adanya permasalahan ekonomi diantara nelayan dengan pengambek menjadi permasalahan yang harus disoroti pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap. Permasalahan yang terjadi di PPP Pondokdadap memiliki hubungan yang saling terkait. Keterkaitan tersebut membuat permasalahan yang terjadi semakin kompleks, sehingga diperlukan pendekatan sistem untuk membantu menyelesaikan seluruh persoalan yang ada. Salah satu pendekatan sistem yang dapat digunakan adalah Soft System Methodology (SSM). Cara kerja metode ini adalah merinci permasalahan yang terjadi berdasarkan aktor atau pelaku yang terlibat dengan melihat pola dan hubungan diantara para aktor. Pengkajian masalah yang terjadi dalam penelitian ini dibatasi dalam lima aspek, yaitu aspek teknis, ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Penyelesaian masalah tersebut dapat dilakukan dengan melihat inti permasalahan yang diuraikan menjadi beberapa pertanyaan, yaitu: (1) Bagaimana pola dan keterkaitan masalah diantara aspek kajian, meliputi aspek teknis, ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan; dan (2) Bagaimana solusi yang tepat terhadap permasalahan pada seluruh aspek kajian. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Memformulasikan permasalahan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap berdasarkan aspek teknis, ekologi, sosial, kelembagaan, dan ekonomi; dan (2) Membuat model konseptual sebagai solusi terhadap permasalahan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap.

20 4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah setempat sebagai salah satu alternatif untuk dapat mengelola perikanan tonda di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pengusaha perikanan yang berkecimpung di bidang perikanan tonda untuk mengoptimalkan usahanya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilaksanakan dibatasi dalam beberapa aspek, yaitu aspek teknis, ekologi, sosial, kelembagaan, dan ekonomi. Aspek teknis mengkaji mengenai metode operasi penangkapan dan pemasangan rumpon serta produktivitas rata-rata per kapal dan per nelayan. Analisis jumlah, jenis, dan komposisi hasil tangkapan, serta pengaruh pemasangan rumpon terhadap sumberdaya ikan merupakan kajian dalam aspek ekologi. Analisis pengaruh perikanan tonda dengan rumpon terhadap pendapatan masyarakat sekitar dan hubungan antar masyarakat (ada/tidaknya konflik) termasuk dalam aspek sosial. Sistem perizinan dan pengaturan pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon secara lebih detail dikaji dalam aspek kelembagaan. Variabel ekonomi berupa pemasaran, analisis usaha, analisis finansial, dan pendapatan nelayan dikaji dalam aspek ekonomi. Seluruh aspek tersebut dikaji dengan menggunakan pendekatan Soft System Methodology (SSM). Penggambaran permasalahan dengan rich picture akan dikaji lebih lanjut dengan melihat hubungan diantara aktor yang terlibat dan kondisi yang diinginkan dengan root definition. Root definition tersebut akan digunakan untuk merumuskan model konseptual yang dapat digunakan sebagai solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Sendang Biru, Malang, Jawa Timur. Kerangka Pemikiran Permasalahan yang terjadi pada unit perikanan tonda dengan rumpon seperti telah dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya memerlukan penyelesaian secara menyeluruh. Penyelesaian dengan pendekatan sistem khususnya dengan menggunakan Soft System Methodology (SSM) merupakan salah satu cara yang tepat untuk dilakukan. Hal ini bertujuan agar seluruh masalah yang terjadi dapat ditemukan dengan melihat permasalahan inti pada setiap aspek, yaitu aspek teknis, ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Penemuan dan pengungkapan masalah yang selanjutnya diformulasikan dalam rich picture akan membantu peneliti untuk melihat permasalahan secara lebih detail. Keterlibatan aktor, struktur masalah, dan elemen lainnya diidentifikasi lebih dalam dengan root definition, yang nantinya akan digunakan untuk membuat model konseptual sebagai rekomendasi terhadap pengelolaan unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap, Sendang Biru, Malang (Gambar 1.1)

21 Mulai 5 Permasalahan Peningkatan unit perikanan tonda, pemanfaatan rumpon tidak sesuai aturan, kecilnya ukuran hasil tangkapan, khususnya jenis tuna, dan konflik horizontal diantara nelayan. Solusi? Analisis permasalahan dengan pendekatan sistem Soft System Methodology (SSM) Penemuan dan pengungkapan masalah pada aspek kajian Aspek Teknis Metode operasi unit perikanan tonda dengan rumpon analisis deskriptif; Produktivitas rata-rata per kapal/tahun/trip dan per nelayan/tahun/trip analisis produktivitas. Aspek Ekologi Jumlah, jenis, dan komposisi hasil tangkapan, serta pengaruh pemasangan rumpon terhadap sumberdaya ikan analisis deskriptif. Aspek Kelembagaan Pengaruh kelembagaan terhadap unit perikanan tonda dengan rumpon analisis deskriptif; Sistem perizinan dan pengaturan pengoperasian unit perikanan tonda analisis deskriptif. Aspek Ekonomi Pemasaran dan pendapatan analisis deskriptif; Keuntungan analisis usaha; Analisis finansial NPV, IRR, Net B/C. Aspek Sosial Pengaruh perikanan tonda dengan rumpon terhadap pendapatan masyarakat analisis deskriptif; Pengaruh perikanan tonda dengan rumpon terhadap hubungan antar masyarakat (ada/tidaknya konflik) analisis deskriptif. Formulasi masalah pada tiap aspek kajian dengan rich picture Pengidentifikasian masalah berdasarkan elemen pembentuk dengan root definition Pembuatan model konseptual Rekomendasi model konseptual Selesai Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian

22 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak adanya nelayan andon suku Bugis yang beroperasi di perairan sekitar Sendang Biru pada tahun Sejak saat itu, perikanan tonda mulai berkembang di Sendang Biru. Jenis kapal yang digunakan pada unit perikanan tonda adalah kapal motor berbahan dasar kayu dengan mesin inboard (Gambar 2.1). Ukuran kapal yang digunakan hampir sama, yaitu memiliki panjang sekitar 16 meter, lebar 3 meter, dan dalam 2 meter, dengan ukuran rata-rata 5-10 (GT). Mesin yang digunakan berjumlah 2-3 buah dengan jenis Yanmar, Jiandong, Kubota atau Mitsubishi dengan kekuatan 300 HP. Setiap kapal memiliki palka 3 buah, dengan kapasitas berkisar antara ton. Palka akan terisi penuh dengan muatan 4.8 ton saat musim puncak. Gambar 2.1 Kapal perikanan tonda di PPP Pondokdadap Alat Tangkap Jumlah alat tangkap pada perikanan tonda berfluktuasi selama 5 tahun terakhir. Jumlah alat tangkap tonda tahun 2008 berjumlah 344 unit, mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing menjadi 301 unit dan 201 unit. Peningkatan terjadi pada tahun 2011 menjadi 281 unit dan tahun 2012 menjadi 366 unit (UPPPP Pondokdadap 2013). Alat tangkap yang digunakan pada unit perikanan tonda adalah pancing. Jenis pancing yang digunakan memiliki komponen yang hampir sama, yaitu terdiri dari tali pancing, mata pancing, swivel, pemberat, dan umpan (Gambar 2.2). Gambar 2.2 Komponen alat tangkap pada unit perikanan tonda

23 Nelayan Nelayan unit perikanan tonda di PPP Pondokdadap terdiri atas nelayan lokal dan nelayan andon. Nelayan lokal adalah nelayan yang menetap di daerah setempat, sementara nelayan andon adalah nelayan yang berasal dari luar daerah dan hanya datang saat musim ikan. Nelayan disetiap kapal berjumlah 5-6 orang, dimana untuk kapal andon sebagian besar nelayan berasal dari luar daerah seperti Kalimantan dan Sulawesi, sementara untuk kapal lokal sebagian nelayan berasal dari daerah setempat dan sebagian lainnya berasal dari luar daerah seperti Banyuwangi. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) dan sebagian lainnya memiliki pendidikan tingkat SMP atau SMA. 7 Rumpon Penggunaan rumpon sebagai alat bantu pada perikanan tonda sangat diminati oleh nelayan, dikarenakan keberadaan rumpon membantu nelayan untuk memperoleh ikan dengan jumlah yang lebih banyak dan daerah penangkapan menjadi lebih pasti. Rumpon yang dimiliki oleh nelayan tonda biasanya berasal dari modal pribadi (bukan bantuan pemerintah), dengan biaya pembuatan rumpon antara Rp Rp Setiap 1 rumpon biasanya dimanfaatkan oleh 5-9 kapal tonda, dengan jarak antar rumpon berkisar antara mil. Rumpon dipasang pada wilayah perairan dengan jarak berkisar antara mil dari garis pantai atau pada LS. Komponen rumpon terdiri dari tali, pelampung, pemberat, rumbai, dan ban (Tabel 2.1 dan Gambar 2.3), dengan spesifikasi sebagai berikut: Tabel 2.1 Spesifikasi rumpon perikanan tonda di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan Jumlah Tali Berbahan serat merek Seagul, tali brebes (ukuran 22-24, berkisar antara gulung), dan nylon. Jumlahnya berkisar antara gulung dengan masing-masing gulung sepanjang 220 meter Pelampung Besi baja (berbentuk peluru), gabus (panjang 4 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 70 meter) Pemberat Batu andem (berat kg), beton cor (40 blok) Rumbai Tali rafia, daun kelapa Ban Ban karet (bagian luar) Pemanfaatan tiap rumpon hanya boleh dilakukan oleh anggota kelompok, dan tiap kelompok tidak boleh memanfaatkan rumpon kelompok lain, kecuali kelompok tersebut mengizinkan. Tidak ada aturan tertulis dalam hal ini, aturan tersebut hanya berdasarkan kesepakatan diantara nelayan tonda saja. Rumpon milik beberapa kelompok nelayan juga tidak dijaga secara khusus, jadi saat musim barat dan banyak nelayan tidak melaut, rumpon hanya dibiarkan di perairan, sehingga terkadang ada rumpon yang hilang. Beberapa kelompok lainnya ada yang membuat kesepakatan untuk menjaga rumpon, yaitu dengan bergantian dalam melakukan operasi penangkapan sehingga rumpon milik kelompok tersebut tetap dapat diawasi oleh anggota kelompok.

24 8 Besi baja (berbentuk peluru), sebagai pelampung rumpon Ban, untuk mengikatkan kapal yang ingin bersandar di dekat rumpon Daun kelapa atau tali rafia sebagai atraktor Batu, sebagai pemberat atraktor Batu andem dan beton cor sebagai pemberat rumpon Gambar 2.3 Ilustrasi bentuk rumpon perikanan tonda di PPP Pondokdadap Metode Penangkapan Ikan Pancing dimodifikasi lagi oleh nelayan ketika dioperasikan, disesuaikan dengan metode penangkapan dan target tangkapan yang diinginkan. Penangkapan yang dilakukan nelayan perikanan tonda di Sendang Biru terdiri atas 7 jenis pancing, yang namanya disesuaikan dengan metode penangkapan pancing tersebut, yaitu pancing tonda, layangan, ulur, batuan, coping, taber, dan tomba/umbar-umbaran. Penggunaan metode-metode tersebut disesuaikan dengan kondisi perairan saat penangkapan berlangsung dan tidak ada urutan pasti dalam penggunaan jenis pancing. Sebagian besar nelayan melakukan operasi penangkapan selama 10 hari, namun jika hasil tangkapan yang diperoleh melimpah nelayan kembali ke pelabuhan dalam waktu yang lebih cepat. Lamanya waktu operasi untuk masing-masing jenis pancing juga tidak pasti, jika nelayan merasa penggunaan suatu jenis pancing tidak efektif untuk menangkap ikan, maka nelayan akan mengganti metode penangkapan dengan menggunakan jenis pancing yang lainnya. Berikut adalah jenis pancing dan metode operasi yang digunakan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap: (1) Pancing tonda Pancing tonda merupakan jenis pancing yang pengoperasiannya dilakukan dengan cara menonda (menarik) dengan spesifikasi alat seperti pada Tabel 2.2. Penondaan dilakukan dengan mengikatkan tali pancing di bagian belakang (buritan) kapal dan bagian samping kapal, lalu pancing diulurkan ke dalam perairan dan ditonda dengan menyusuri wilayah perairan di sekitar rumpon (Gambar 2.4). Operasi pancing tonda biasanya dilakukan pada pagi hari, sekitar pukul WIB dengan target tangkapan cakalang, tongkol, dan tuna kecil.

25 9 Tabel 2.2 Spesifikasi pancing tonda di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon 150 (tali pancing), nylon 250 (tali pegangan di kapal) Mata pancing Ukuran no. 6 atau 7, 3 buah mata pancing diikatkan menjadi satu sehingga menjadi mata pancing dengan 3 kait Pemberat Timbal Umpan Bulu kain sutera mengkilat (berwarna merah, hijau, atau oranye) arah kapal arah arus Gambar 2.4 Ilustrasi metode penangkapan pancing tonda (2) Pancing layangan Metode operasi pancing layangan adalah dengan mengulurkan pancing yang sudah diikatkan umpan cumi karet ke dalam perairan, lalu layangan yang sudah diikatkan tali diterbangkan. Tali layangan harus ditarik ulur agar menimbulkan percikan-percikan atau gerakan di air yang berfungsi untuk menarik ikan (Gambar 2.5). Pancing layangan biasanya dioperasikan pada pagi hari, setelah matahari terbit, sekitar pukul WIB. Hasil tangkapan dominan pancing layangan adalah ikan tuna, marlin, dan albakora. Tabel 2.3 Spesifikasi pancing layangan di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon 150 (tali pancing), nylon 250 (tali untuk pegangan nelayan), nylon 70 (tali dari kili-kili ke mata pancing) Mata pancing Ukuran no. 2 atau 3, 3 buah mata pancing digabungkan menjadi satu, sehingga memiliki 3 kait Pemberat Timbal Umpan Cumi karet, ikan terbang tiruan (dari kayu) Layangan Kertas manila

26 10 arah kapal arah arus Gambar 2.5 Ilustrasi metode penangkapan pancing layangan (3) Pancing ulur Pancing ulur dioperasikan sesaat setelah mesin kapal dimatikan dan posisi kapal berada di dekat rumpon. Operasi pancing ulur dilakukan dengan cara mengulurkan mata pancing ke dalam perairan, lalu ditarik ulur untuk menarik perhatian ikan di sekitar rumpon, ketika mata pancing telah mengenai ikan, tali pancing ditarik secara perlahan ke atas kapal. Target tangkapan pancing ulur adalah ikan tongkol dan cakalang. Spesifikasi pancing ulur sangat sederhana, hanya terdiri dari tali pancing, mata pancing, penggulung, dan umpan (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Spesifikasi pancing ulur di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon 150 Mata pancing Ukuran no 6 atau 7 Pemberat Timbal Umpan Bulu kain sutera mengkilat (4) Pancing batuan Pengoperasian pancing batuan sama seperti pancing ulur, namun pancing batuan memakai batu yang diikatkan pada tali pancing. Operasi dilakukan dengan mengulurkan pancing hingga mencapai kedalaman sekitar 40 meter, lalu dihentakkan (Gambar 2.6). Gerakan karena hentakan dari batu-batu tersebut dianggap dapat menarik perhatian ikan sehingga ikan mendekati mata pancing. Umpan yang digunakan biasanya adalah cumi segar. Hasil tangkapan dominan dari pancing batuan adalah ikan tuna dan marlin. Adapun spesifikasi alat tangkap pancing batuan adalah: Tabel 2.5 Spesifikasi pancing batuan di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon Mata pancing Pemberat Ukuran no 3 atau 4 Timbal Umpan Cumi segar

27 11 arah kapal arah arus Gambar 2.6 Ilustrasi metode penangkapan pancing batuan (5) Pancing coping Pancing coping merupakan sebutan nelayan perikanan tonda di Sendang Biru untuk jenis pancing yang menggunakan umpan sendok yang sudah dibengkokkan atau plastik transparan yang diris-iris panjang. Penggunaan pancing dengan metode coping adalah dengan mengulurkan tali pancing ke dalam perairan, lalu digerak-gerakkan. Gerakan dari sendok yang sudah diikatkan pada tali pancing diduga dapat menarik perhatian ikan. Tali pancing akan ditarik ke atas kapal saat ikan sudah mengenai mata pancing. Jenis ikan yang biasanya menjadi target tangkapan pancing coping adalah ikan tongkol dan cakalang. Adapun spesifikasi dari pancing coping sebagai berikut: Tabel 2.6 Spesifikasi pancing coping di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon 150 Mata pancing Pemberat Ukuran no 6 atau 7 Timbal Umpan Sendok atau plastik transparan (6) Pancing taber Metode operasi pancing taber sama seperti pada pancing tonda, namun tali utama pada pancing taber memiliki beberapa tali cabang, dimana pada setiap tali cabang memiliki mata pancing. Jenis pancing taber ini disebut juga pancing rawai, yang memiliki tali utama dan tali cabang. Setiap 1 tali utama memiliki sekitar 47 tali cabang dan 47 mata pancing (Gambar 2.7). Spesifikasi pancing taber juga tidak jauh berbeda dengan pancing tonda (Tabel 2.7). Pancing taber dioperasikan saat subuh, sekitar pukul WIB. Target tangkapan pancing taber adalah jenis ikan tuna, cakalang dan marlin.

28 12 Tabel 2.7 Spesifikasi pancing taber di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon damil warna perak 200 (tali utama), nylon 120 (tali cabang) Mata pancing Ukuran no 3 atau 4, setiap satu tali utama memiliki mata pancing (jarak antar pancing 1.5 meter) Pemberat Timbal Umpan Bulu kain layar hijau, campuran kain sutera arah kapal arah arus Gambar 2.7 Ilustrasi metode penangkapan pancing taber (7) Pancing tomba/ umbar-umbaran Pengoperasian pancing tomba atau pancing umbar-umbaran dilakukan dengan cara menghanyutkan pelampung plastik di depan rumpon dengan arah menghadang arus. Pelampung tersebut dihanyutkan setelah diikatkan dengan tali terlebih dahulu (Gambar 2.8). Setiap satu pelampung diikatkan dengan tali pancing yang memiliki 1 mata pancing, dengan kedalaman pancing yang diulurkan sekitar 35 depa atau 75 meter, jika target tangkapan mengenai mata pancing maka tali pancing akan ditarik ke atas kapal. Hasil tangkapan dominannya adalah ikan tuna. Adapun spesifikasi alat tangkap pancing tomba sebagai berikut: Tabel 2.8 Spesifikasi pancing tomba di PPP Pondokdadap Komponen Bahan dan ukuran Tali pancing Nylon 150 Mata pancing Ukuran no. 3 atau 4 Pelampung Pemberat Jirigen/drum plastik Timbal Umpan Cumi karet

29 arah kapal 13 arah arus Gambar 2.8 Ilustrasi metode penangkapan pancing tomba Musim Penangkapan Ikan Musim penangkapan terbagi atas 3 musim, yaitu (a) musim puncak (banyak ikan) berlangsung pada bulan April-Oktober, (b) musim sedang yang terjadi pada bulan November-Desember, dan (c) musim paceklik (musim barat) pada bulan Januari-Maret. Pada saat musim barat banyak nelayan yang memilih tidak melaut, dikarenakan kondisi cuaca yang buruk dan gelombang yang besar. Nelayan yang tidak melaut memanfaatkan musim barat untuk memperbaiki kapal atau alat tangkap, sementara beberapa nelayan tonda yang melaut beroperasi di rumpon terdekat, yaitu wilayah perairan sekitar 50 mil. Pada musim puncak, ikan tuna menjadi hasil tangkapan dominan, sedangkan pada musim paceklik, ikan tongkol dan cakalang menjadi jenis yang paling banyak ditangkap oleh nelayan. 3 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap, Dusun Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur (Gambar 3.1). Pelabuhan ini berada pada posisi LS dan BT dimana secara geografis dikelilingi oleh kawasan hutan pegunungan (UPPP Pondokdadap 2012). Dusun Sendang Biru Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kedungbanteng, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tambaksari, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sitiarjo.

30 14 Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Metode Pengumpulan Data Data diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kuesioner yang telah dibuat sebelumnya. Survei yang dilakukan hanya terbatas pada pengamatan di PPP Pondokdadap dan Dusun Sendang Biru, peneliti tidak mengikuti operasi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Kuesioner dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi lebih detail dari responden. Sampel untuk setiap responden diambil secara sengaja dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah suatu teknik penentuan sampel yang dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2007). Pertimbangan tersebut didasarkan pada karakteristik tiap sampel yang akan diambil. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Responden yang dijadikan sampel merupakan responden kunci dari unit perikanan tonda. Responden tersebut mewakili orang-orang yang terlibat dalam perikanan tonda seperti pelaku dan stakeholder perikanan, yaitu pemilik dan nakhoda kapal 11 orang, pengambek 2 orang, Kepala UPPPP Pondokdadap 1 orang, dan Kepala seksi perikanan tangkap DKP Kabupaten Malang 1 orang. Penentuan jumlah responden tidak diperlukan dalam penelitian ini, karena peneliti akan berhenti dalam proses pengambilan data saat data yang diperoleh dari responden dianggap mencukupi tujuan penelitian.

31 15 Metode Analisis Data Sistem perikanan tonda dianalisis dengan menggunakan pendekatan Soft System Methodology (SSM), yang dikembangkan oleh Peter Checkland pada akhir tahun 1960-an di Universitas Lancaster, Inggris. Soft System Methodology (SSM) merupakan alat analisis untuk suatu model, namun beberapa tahun selanjutnya digunakan sebagai suatu alat analisis pengembangan (Williams 2005). Metode ini dikembangkan untuk menghadapi situasi normal dimana orang-orang mempunyai persepsi sendiri mengenai dunia dan membuat judgements dengan menggunakan nilai mereka sendiri. Metode ini merupakan metodologi action research yang ditujukan untuk mengeksplorasi, menanyakan, dan belajar mengenai situasi permasalahan yang tidak terstruktur agar dapat memperbaikinya. Checkland dan Jim (1990) menyatakan bahwa secara teknis, SSM terdiri dari 7 tahap seperti yang digambarkan pada Gambar 3.2, namun pada penelitian ini, analisis SSM hanya dilakukan sampai tahap yang ke-4, yaitu membangun model konseptual berdasarkan root definition. Adapun rincian dari masing-masing tahap sebagai berikut: (1) Tahap 1 dan 2 Find Out (menemukan), menggunakan rich picture dan metode/teknik penstrukturan masalah dalam mencari situasi masalah; (2) Tahap 3 Formulate Root Definition of Relevant System (memformulasi Root Definition dari Sistem Relevan), mengidentifikasi stakeholders yang terlibat, transformasi, Weltanschaungg (cara pandang), dan lingkungan untuk kemudian membangun definisi sistem aktivitas manusia yang dibutuhkan untuk memperbaiki situasi masalah; (3) Tahap 4 Build conceptual models (membangun model konseptual), berdasarkan root definition untuk setiap elemen yang didefinisikan, maka kemudian membangun model konseptual yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ideal; (4) Tahap 5 Compare models and reality (membandingkan model dengan realitas), membandingkan model sistem konseptual yang dibuat dengan apa yang terjadi di dunia nyata (real world); (5) Tahap 6 Define feasible and desirable change (menetapkan perubahan yang layak), membuat debat publik dalam rangka mengidentifikasi perubahan yang layak tersebut; (6) Tahap 7 Take action (melakukan tindakan), membangun rencana aksi untuk memperbaiki situasi masalah.

32 16 MENENTUKAN SITUASI MASALAH: L1: Memahami situasi yang bersifat problematik. L2: Menggambarkan situasi masalah MENGAMBIL TINDAKAN UNTUK MELAKUKAN PERBAIKAN: L5: Bandingkan model (L4) dengan dunia nyata (L2). L6: Melakukan perubahan yang diinginkan dan layak secara sistematis. L7: Melakukan tindakan untuk memperbaiki situasi masalah REAL WORLD SYSTEM THINKING ABOUT REAL WORLD ROOT DEFINITIONS : L3: Menentukan sistem aktivitas (purposeful activity systems) yang relevan dengan situasi masalah. PENGEMBANGAN MODEL: L4: Membangun model konseptual berdasarkan root definition Gambar 3.2 Tujuh langkah dasar SSM 4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Pendahuluan Suatu sistem merupakan himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Tidak semua kumpulan atau gugus bagian dapat disebut sistem jika tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional, dan tujuan yang berguna (Eriyatno 2003). Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Gordon (1984) dalam Rumajar (2001), dimana sebuah sistem bukanlah seperangkat unsur yang tersusun secara tidak teratur, tetapi terdiri dari unsur yang dapat dikenal saling melengkapi karena adanya maksud dan tujuan atau sasaran yang sama. Lebih jauh dikemukakan bahwa terdapat 5 karakteristik dari sistem, yaitu: (1) terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan sistem, (2) adanya tujuan dan saling ketergantungan, (3) adanya interaksi antar elemen, (4) mengandung mekanisme (transformasi), dan (5) ada lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem. Suatu permasalahan dapat ditemukan solusinya jika menganalisis seluruh bagian yang terdapat dalam sistem tersebut, seperti halnya permasalahanpermasalahan yang terjadi dalam dunia perikanan. Perikanan di Indonesia yang memiliki karakteristik multi-species dan multi-gear menyebabkan kekompleksitasan masalah yang terjadi semakin bertambah. Perikanan tidak hanya terkait masalah biologi dan ekologi saja, tetapi juga berkaitan erat dengan ekonomi, sosial, budaya dan aspek lainnya. Oleh karena itu, pemecahan masalah perikanan biasanya didekati melalui kerangka berpikir sistem.

33 Sistem perikanan tonda di PPP Pondokdadap, memiliki keterkaitan yang erat diantara setiap aspek, yaitu aspek teknis, ekologi, sosial, kelembagaan, dan ekonomi. Seluruh aspek tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena memiliki hubungan yang berpengaruh antar satu sama lain. Aspek teknis yang merupakan interpretasi dari semua kegiatan yang berhubungan dengan teknis pengoperasian alat tangkap dan rumpon, saling bergantung satu sama lain pada aspek ekologi yang merupakan interpretasi dari sumberdaya ikan di dalamnya. Aspek ekologi tersebut akan berpengaruh terhadap aspek ekonomi yang menjadi ukuran kelayakan usaha perikanan tonda, salah satunya dapat dilihat melalui nilai pendapatan (keuntungan) optimal yang dapat diperoleh nelayan. Aspek ekonomi memiliki hubungan saling ketergantungan dengan dengan aspek sosial seperti kondisi yang terjadi di masyarakat sekitar dengan adanya fungsi ekonomi tersebut. Aspek sosial tersebut nantinya akan memiliki keterkaitan dengan aspek kelembagaan yang menjadi dasar pengaturan aspek-aspek sebelumnya (teknis, ekologi, ekonomi). Tujuan dari pembahasan secara mendalam setiap aspek pada bab ini adalah untuk memberikan informasi mengenai permasalahan yang terjadi sehingga permasalahan tersebut dapat diformulasikan dengan menggunakan rich picture. 17 Metode Pengungkapan masalah yang terjadi dalam sistem unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu dengan menjelaskan permasalahan secara deskriptif berdasarkan kondisi yang sebenarnya. Pengungkapan masalah pada metode SSM dimulai dengan menjelaskan kondisi objek penelitian secara umum, lalu dilanjutkan dengan mengkaji objek penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh dengan melihat beberapa aspek yang terkait (Williams 2005). Aspek kajian pada penelitian ini dibatasi pada aspek teknis, ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Masalah tersebut nantinya akan digambarkan dalam rich picture. Rich picture ini berguna untuk melihat pola hubungan tiap masalah pada aspek kajian berdasarkan aktor yang terlibat. Hal-hal yang harus dimasukkan dalam rich picture adalah pihak yang terlibat, konflik, struktur dan proses yang terjadi, serta persoalan diantara para pihak (Williams 2005). Hasil Aspek Teknis Nelayan Sendang Biru secara teknis menggunakan jenis alat tangkap, rumpon, dan kapal yang sama pada unit perikanan tonda. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah pancing, dan kapal yang digunakan adalah jenis kapal sekoci dengan ukuran rata-rata 10 GT. Perbedaannya hanya terletak pada urutan penggunaan metode penangkapan oleh nelayan. Nelayan menamai jenis alat tangkap sesuai dengan metode penangkapan yang digunakan. Penggunaan metode penangkapan yang beragam dilatarbelakangi oleh jumlah hasil tangkapan yang tidak pasti pada setiap operasi penangkapan.

34 18 Nelayan berangkat dari fishing base (pelabuhan) pada pagi atau sore hari menuju fishing ground yang pertama. Fishing ground yang pertama adalah tempat dimana nelayan meletakkan rumpon dengan jarak terdekat, yaitu sekitar 50 mil dari garis pantai. Perjalanan dari fishing base ke fishing ground yang berjarak 50 mil sekitar 5 jam, sedangkan ke rumpon yang berjarak 100 mil keatas menghabiskan waktu sekitar 1-3 hari. Nelayan menggunakan kompas dan GPS untuk membantu mencari lokasi rumpon kelompoknya. Nelayan baru melakukan operasi penangkapan dengan metode penangkapan yang sesuai dengan kondisi perairan saat itu setelah menemukan rumpon milik kelompoknya (Gambar 4.1). Pemasangan rumpon nelayan tonda saat ini semakin jauh, hal ini disebabkan karena terbatasnya area penangkapan pada wilayah perairan dekat pantai. Perairan di dekat pantai telah dipenuhi oleh rumpon milik nelayan jenis alat tangkap lain, seperti nelayan payang atau purse seine. Rumpon milik nelayan tonda akan rusak jika nelayan tonda memaksakan untuk melakukan operasi penangkapan pada wilayah dekat pantai, dikarenakan jenis dan metode pengoperasian alat tangkap jaring seperti purse seine atau payang. Jaring akan lebih mudah tersangkut pada rumpon jika jarak rumpon dengan daerah pengoperasian jaring terlalu dekat. Fishing base Rumpon 1 (50 mil) Persiapan operasi Operasi penangkapan DPI 1 Operasi penangkapan selesai Persiapan operasi Rumpon 2 (100 mil) Operasi penangkapan dan seterusnya DPI 2 Gambar 4.1 Proses operasi penangkapan unit perikanan tonda Sebagian besar nelayan tonda menggunakan pancing taber sebelum subuh, dan akan melanjutkan menggunakan pancing tonda saat matahari terbit atau sekitar pukul WIB. Tidak ada aturan pasti mengenai urutan penggunaan metode penangkapan yang dilakukan oleh nelayan pada setiap unit kapal tonda. Nelayan akan menggunakan pancing layangan, pancing tomba, pancing batuan, pancing coping atau pancing ulur jika nelayan merasa belum mampu menangkap ikan dengan pancing tonda. Jenis metode penangkapan ini diperoleh berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh nelayan ketika mengoperasikan alat tangkap, dan biasanya setiap nelayan mempunyai cara tersendiri dalam mengoperasikan alat tangkapnya. Rata-rata unit perikanan tonda dengan rumpon mampu memproduksi ikan sebanyak 2.54 ton/trip pada musim paceklik dan 3.11 ton/trip pada musim puncak.

35 Rata-rata nilai produktivitas alat tangkap tahun secara berturut-turut adalah 0.32 ton/unit, 0.40 ton/unit, 0.65 ton/unit, 0.27 ton/unit, dan 0.13 ton/unit. Produktivitas tertinggi terdapat pada tahun 2010, padahal effort yang digunakan sedikit. Hal ini diduga karena sumberdaya yang terdapat di daerah penangkapan masih cukup banyak. Kondisi yang terjadi berlawanan terjadi pada tahun 2011 dan Effort yang digunakan meningkat, namun rata-rata nilai produktivitas alat tangkap yang diperoleh kecil (Tabel 4.1). Rata-rata nilai produktivitas berdasarkan jumlah nelayan pada tahun 2010 juga mengikuti rata-rata nilai produktivitas berdasarkan jumlah alat tangkap yaitu sebesar 0.13 ton/orang (Tabel 4.2). 19 Tabel 4.1 Rata-rata produktivitas alat tangkap unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap tahun Tahun Alat tangkap (unit) Produksi per trip (ton) Produktivitas (ton/unit) Tabel 4.2 Rata-rata produktivitas nelayan unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap tahun Tahun Nelayan (orang) Produksi per trip (ton) Produktivitas (ton/orang) Daerah pengoperasian alat tangkap dan pemasangan rumpon menjadi permasalahan yang harus disoroti pada aspek teknis ini. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jika jumlah nelayan yang mengoperasikan tonda semakin meningkat. Peningkatan tersebut akan menyebabkan persaingan yang semakin besar dalam memanfaatkan sumberdaya, yang akan berdampak pada aspek ekologi yaitu terhadap sumberdaya ikan seperti menurunnya jumlah dan ukuran hasil tangkapan yang diperoleh. Aspek Ekologi Jumlah dan jenis hasil tangkapan unit perikanan tonda yang didaratkan cenderung tetap. Begitu pula dengan ukuran hasil tangkapan, untuk beberapa jenis tidak mengalami perubahan selama 5 tahun terakhir, kecuali tuna yang mulai mengalami perubahan ukuran (semakin kecil). Perubahan ukuran ikan tuna diketahui berdasarkan hasil kuesioner. Hasil tangkapan tuna yang didaratkan di PPP Pondokdadap pada bulan Desember dan Juni 2012 mempunyai berat berkisar antara 15 kg hingga 76 kg per ekornya. Berat ikan cakalang sekitar kg,

36 20 marlin 34 kg, tongkol 1.8 kg, dan lemadang 24 kg. Perubahan ukuran tuna akan mempengaruhi nilai ekonomi yang diperoleh nelayan tonda jika dikaji secara mendalam, seperti pengaruh ukuran ikan terhadap harga jual ikan tersebut. Komposisi hasil tangkapan tonda per tripnya pada musim sedang seperti pada bulan Desember terdiri atas ikan tuna, cakalang, tongkol, dan lemadang. Ikan cakalang merupakan jenis yang paling banyak tertangkap pada bulan Desember, yaitu sebanyak kg atau 34% dari total tangkapan. Ikan lemadang menjadi jenis tangkapan yang paling sedikit, hanya berjumlah kg atau 16% dari total tangkapan (Gambar 4.2). Gambar 4.2 Komposisi dan persentase hasil tangkapan tonda bulan Desember tahun 2012 per jenis ikan (kg) per trip Hasil tangkapan pada bulan Juni 2012 didominasi oleh jenis tuna madidihang sebanyak kg atau sebesar 43% jika dibandingkan dengan total tangkapan, sementara itu, jenis yang paling sedikit tertangkap adalah ikan tuna albakora yang berjumlah kg atau 6 persen. Jenis ikan albakora ini mulai tertangkap oleh nelayan unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap pada tahun 2011 (Gambar 4.3). Gambar 4.3 Komposisi dan persentase hasil tangkapan tonda bulan Juni tahun 2012 per jenis ikan (kg) per trip

37 Aspek Ekonomi Menurunnya ukuran hasil tangkapan secara tidak langsung akan mempengaruhi nilai ekonomi yang diperoleh nelayan. Harga tiap jenis ikan berbeda-beda, bergantung pada ukuran, jenis, dan musim ikan (musim puncak atau musim paceklik). Ikan yang memiliki ukuran kecil untuk suatu jenis cenderung memiliki harga yang rendah, apalagi jika ikan tersebut dipasarkan disaat musim banyak ikan (puncak). Berdasarkan data produksi unit TPI-KUD Mina Jaya per Juni dan Desember 2012 diketahui bahwa harga ikan tuna berkisar antara Rp38 000/kg Rp56 400/kg; cakalang Rp12 500/kg Rp15 500/kg; tongkol Rp7 500/kg Rp8 500/kg; marlin Rp18 000/kg; lemadang Rp11 000/kg Rp20 100/kg, dan albakora Rp19 000/kg (KUD Mina Jaya 2013). Nilai produksi unit perikanan tonda dengan rumpon per trip di PPP Pondokdadap selama 5 tahun terakhir ( ) mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat dari Gambar 4.4 bahwa pada tahun 2008 nilai produksi unit perikanan tonda berjumlah 1.43 miliar rupiah, dan mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 19 persen. Nilai produksi tertinggi terdapat pada tahun 2010 senilai 1.65 miliar rupiah. Tingginya nilai produksi ini dikarenakan jumlah hasil tangkapan unit perikanan tonda yang lebih tinggi pada tahun tersebut dibandingkan tahuntahun sebelum dan sesudahnya. Sebagian besar hasil tangkapan unit perikanan tonda dengan rumpon dipasarkan melalui proses pelelangan. Alur pemasaran hasil tangkapan dimulai saat kapal mendaratkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan tersebut diangkut oleh manol ke TPI yang langsung diambil oleh pengambeknya masing-masing. Manol adalah sebutan masyarakat Sendang Biru untuk orang yang bekerja sebagai pengangkut hasil tangkapan dari kapal ke tempat penjualan, sementara pengambek adalah orang yang bertugas untuk menjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan proses lelang. Pengambek juga bertindak sebagai pemberi modal untuk keperluan operasi penangkapan (bahan kebutuhan melaut dan kadang-kadang yang menyediakan rumpon). 21 Gambar 4.4 Nilai produksi per trip unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap tahun Proses pelelangan di PPP Pondokdadap dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Jaya. Selanjutnya, setelah proses pelelangan selesai dan pemenang

38 22 lelang telah ditentukan, hasil tangkapan menjadi milik pengusaha sebagai pemenang lelang. Pengusaha selanjutnya akan membayar hasil tangkapan sesuai harga yang telah ditetapkan ke KUD, dan KUD akan memberikan hasil penjualan ikan tersebut kepada pengambek setelah dipotong retribusi sebesar 3 persen. Uang tersebut yang nantinya dibagi untuk nakhoda, pemilik, ABK, dan pengambek sesuai porsinya masing-masing (Gambar 4.5). Kapal mendarat Ikan diangkut Pengambek Lelang di TPI Ikan diambil pemenang lelang Pembayaran Nelayan Bagi hasil dengan nelayan Pengambek Penyerahan uang hasil lelang KUD Mina Jaya Gambar 4.5 Proses pelelangan ikan di TPI PPP Pondokdadap Setiap pengusaha yang akan mengikuti proses pelelangan harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu, yaitu pengusaha harus memberikan jaminan ke KUD dan mampu melunasi pembayaran atas pembelian hasil tangkapan maksimal 5 hari setelah proses pelelangan selesai. Pengusaha tersebut tidak diizinkan untuk mengikuti proses pelelangan yang selanjutnya jika tidak dapat melakukan pembayaran. Adapun daerah pemasaran untuk hasil tangkapan tonda antara lain Malang, Kepanjen, Gondang Legi, dan Turen. Proses pelelangan tersebut sebenarnya mampu meningkatkan pendapatan nelayan, namun dikarenakan adanya permainan harga yang kadang-kadang dilakukan oleh pengambek membuat nelayan mendapatkan harga yang lebih rendah dari yang seharusnya terhadap penjualan hasil tangkapannya. Permainan harga yang dilakukan oleh pengambek terjadi saat penimbangan berat hasil tangkapan yang dijual ke pengambek. Ukuran berat yang tertera di timbangan hanya ada dalam satuan kilogram, tidak ada satuan berat yang lebih kecil, misalnya saja nelayan mendapatkan hasil tangkapan dengan berat 1.2 kg, namun yang dihitung oleh pengambek hanya 1 kg. Kondisi tersebut banyak dikeluhkan oleh nelayan, karena adanya perbedaan perhitungan berat dalam jumlah kecil sekalipun dianggap merugikan nelayan. Pembagian pendapatan antara pemilik dengan anak buah kapal (ABK) pada unit perikanan tonda terdiri dari dua jenis, yang pertama yaitu pada kepemilikan unit perikanan tonda nelayan Jawa pembagian pendapatannya adalah 50:50 dari pendapatan bersih yang diperoleh. Pembagian pendapatan pada unit perikanan tonda milik nelayan asal Bugis atau Kalimantan didasarkan pada kepemilikan dan status nelayan. Pemilik kapal mendapatkan 2 bagian, kepemilikan setiap mesin 2 bagian, nakhoda 2 bagian, dan ABK masing-masing 1 bagian. Pendapatan tersebut bervariasi, bergantung dari banyak tidaknya hasil tangkapan diperoleh. Namun, jika dilihat berdasarkan nilai rupiah yang diperoleh tiap nelayan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua jenis pembagian pendapatan tersebut. Perbaikan atau perawatan kapal biasanya dilakukan dengan menyewa penguras. Penguras ini adalah sebutan bagi orang

39 yang memperbaiki kapal, upahnya 10 persen dari pendapatan pemilik. Jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Malang tahun 2011 sebesar Rp (BPS Kabupaten Malang 2012), rata-rata pendapatan nelayan tonda dianggap sudah layak, karena nilainya melebihi UMK (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Rata-rata pendapatan nelayan tonda (Rp) per trip Bagi hasil per nelayan Jenis Jumlah Jumlah Jumlah nelayan Pendapatan per nelayan pendapatan (Rp) bagian (orang) nelayan (Rp) Pemilik 50% Nakhoda % ABK pendapatan per trip Keterangan: Jumlah nelayan dalam 1unit kapal tonda adalah 6 orang Kegiatan operasi penangkapan ikan yang dilakukan unit perikanan tonda dengan rumpon di Sendang Biru dinilai menguntungkan. Perhitungan analisis usaha yang dilakukan diperoleh bahwa keuntungan rata-rata unit perikanan tonda sebesar Rp /tahun dengan profitabilitas 2.27 persen (Lampiran 1). Analisis keberlanjutan usaha perikanan tonda secara finansial juga layak untuk dilanjutkan. Hal ini terlihat dari nilai yang diperoleh terhadap tiga kriteria kelayakan yang digunakan, yaitu NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari nilai discount factor persen (BI 2013), dan net B/C lebih besar dari 1 (Tabel 4.4). Keuntungan yang cukup besar pada usaha perikanan tonda dengan rumpon di Sendang Biru menjadi daya tarik bagi pemodal. Hal ini diduga merupakan salah satu penyebab setiap tahunnya unit perikanan tonda di PPP Pondokdadap mengalami peningkatan. Peningkatan ini akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan, khususnya nelayan tonda di PPP Pondokdadap Sendang Biru. Tabel 4.4 Hasil analisis finansial pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Kriteria Kelayakan Nilai Net Present Value (NPV) Internal Rate Return (IRR) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Aspek Sosial Keberadaan perikanan tonda di Sendang Biru memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya industri rumah tangga yang bergerak dibidang pengolahan ikan, seperti industri pemindangan ikan tongkol dan abon ikan tuna. Jenis ikan tuna dan cakalang segar yang dipasarkan pada tahun 2012 berjumlah 59 persen dari total produk yang dipasarkan. Jumlah ikan olahan, seperti olahan pindang, asin, dan abon ikan yang dipasarkan sebesar 41 persen (UPPPP Pondokdadap 2013). Keberadaan unit perikanan tonda dengan rumpon menambah jumlah nelayan di Sendang Biru. Penyebabnya adalah karena harga ikan yang semakin meningkat.

40 24 Peningkatan harga tersebut membuat keuntungan yang diperoleh nelayan juga semakin besar, sehingga nelayan yang sudah lebih dahulu mengoperasikan unit perikanan tonda di Sendang Biru mengajak temannya yang menjadi nelayan di daerah lain untuk melakukan operasi penangkapan dan mendaratkan ikan di Sendang Biru, hingga akhirnya banyak nelayan yang memutuskan untuk tinggal di dusun Sendang Biru, bahkan ada beberapa yang sudah menjadi penduduk tetap. Pengaruh lain dengan adanya perikanan tonda dengan rumpon adalah adanya konflik yang terjadi dengan nelayan luar Sendang Biru, seperti nelayan purse seine dari Pekalongan. Penyebab konflik adalah nelayan Pekalongan tersebut menjarah ikan di rumpon milik nelayan tonda Sendang Biru. Hal serupa juga pernah terjadi dengan nelayan asal Tuban. Kesepakatan mengenai pemanfaatan rumpon diantara para nelayan tonda Sendang Biru sebenarnya telah dibuat pada tahun 2010, yaitu tidak memanfaatkan rumpon kelompok nelayan lain tanpa izin dari kelompok tersebut dan tidak diperbolehkan menerima hasil tangkapan dari nelayan jaring (seperti purse seine dan payang), jika melanggar akan dikenakan denda. Konflik diantara nelayan tonda Sendang Biru yang pernah terjadi yaitu pemanfaatan rumpon tanpa izin milik suatu kelompok nelayan oleh kelompok lainnya menunjukkan bahwa kesepakatan yang telah dibuat tidak berjalan. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kekompakan diantara nelayan. Hubungan antara nelayan dalam kehidupan bermasyarakat secara keseluruhan berjalan cukup baik, begitu pula hubungan nelayan dengan pengambek. Ketergantungan secara ekonomi dikedua belah pihak merupakan penyebab hubungan ini terus berjalan. Nelayan membutuhkan pengambek untuk memberikan pinjaman modal dan pembiayaan operasional penangkapan, dan pengambek membutuhkan nelayan untuk mendapatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua permasalahan yang terjadi dalam aspek sosial ini dapat diminimalisir dengan dukungan kelembagaan, baik yang bersifat formal maupun informal seperti organisasi nelayan Rukun Jaya. Aspek Kelembagaan Nelayan Sendang Biru membentuk kelompok nelayan sesuai dengan unit penangkapan masing-masing, yaitu Tonda Jaya untuk unit tonda/sekoci, Rukun Mulia untuk unit purse seine dan payang, dan Dayung Abadi untuk unit jukung. Seluruh kelompok tersebut diwadahi oleh organisasi nelayan yang utama yaitu Rukun Jaya. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah untuk mempersatukan seluruh nelayan Sendang Biru, penyalur aspirasi nelayan, mengumpulkan dan menginformasikan bantuan, dan membantu nelayan seperti dalam proses perizinan pengoperasian kapal dan alat tangkap (Gambar 4.6). Tidak semua nelayan menjadi anggota, ada beberapa nelayan yang tidak ikut karena merasa tidak ingin terikat. Pengawas perikanan di PPP Pondokdadap tidak mampu untuk mengawasi pengoperasian unit perikanan tonda, dikarenakan wilayah operasi nelayan unit perikanan tonda sangat jauh, sehingga diperlukan bantuan dan peran masyarakat nelayan. Peran kelembagaan khususnya organisasi nelayan dalam mengatur perikanan sebenarnya cukup besar, salah satunya dengan menjaga keamanan laut dari penjarahan unit penangkapan milik nelayan luar terhadap wilayah operasi penangkapan nelayan setempat dan sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya.

41 Penjagaan tersebut dapat dilakukan dengan membantu pengawasan wilayah perairan. Peran tersebut harus didukung dengan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat nelayan. Kondisi yang sering terjadi adalah suatu organisasi nelayan belum cukup mampu untuk membantu mengatur perikanan di suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan posisi organisasi nelayan dalam masyarakat belum cukup kuat, sehingga masyarakat belum sepenuhnya mematuhi peraturan-peraturan lokal yang memang telah menjadi kesepakatan masyarakat nelayan di wilayah setempat, seperti halnya yang terjadi di dusun Sendang Biru. 25 Pemilik kapal Pengumpulan berkas oleh Rukun Jaya Unit Pengelola PPP Pondokdadap Dinas Perhubungan Laut (Bagian Kesyahbandaran), dan ahli ukur melakukan pengukuran Kantor Dishubla di Probolinggo Petugas DKP Tingkat I melakukan cek fisik kapal Pembayaran biaya pembuatan surat izin oleh pemilik kapal Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur yang bertempat di Surabaya - Surat ukur - Gross akte - Sertifikat kelaikan - Pas Kecil/Pas besar/pas tahunan - SIUP - SIPI/SIKPI Gambar 4.6 Alur proses perizinan yang dilakukan oleh organisasi nelayan Rukun Jaya Perizinan pengoperasian kapal, alat tangkap, dan rumpon sudah dilakukan, namun belum seluruh kapal. Perizinan ini pun ternyata mengalami kendala, seperti pada proses pengurusan surat-surat yang cenderung lama dan biaya yang mahal. Kurangnya koordinasi dari pihak terkait merupakan salah satu penyebab lamanya proses pengurusan surat izin tersebut. Akibatnya nelayan lebih sering mengoperasikan kapal dan alat tangkap tanpa izin yang dikeluarkan oleh dinas terkait. Beberapa unit perikanan tonda di PPP Pondokdadap hanya memiliki Pas kecil dan SIUP (Surat Izin Usaha Penangkapan Ikan). Rumpon yang dipasang nelayan di perairan juga tidak memiliki izin dari pemerintah, sehingga adanya penambahan atau pengurangan jumlah rumpon setiap periode waktu tertentu tidak tercatat. Hal ini tentunya akan menimbulkan efek negatif karena adanya jumlah kapal, alat tangkap, dan rumpon yang tidak terkendali dan tidak diatur akan menimbulkan masalah, diantaranya adalah konflik antar nelayan karena perebutan sumberdaya ikan dan berkurangnya sumberdaya ikan yang layak tangkap di wilayah penangkapan nelayan unit perikanan tonda Sendang Biru. Kenyataan lainnya yang harus menjadi perhatian adalah kurangnya pemahaman nelayan sebagai pelaku utama kegiatan penangkapan dalam hal

42 26 perizinan. Sebagian besar responden nelayan tidak tahu bagaimana peraturan mengenai penangkapan dan wilayah operasi penangkapan serta pentingnya aturan tersebut terhadap keberlangsungan perikanan. Beberapa kali sosialisasi mengenai peraturan pernah diadakan, tapi sebagian besar nelayan tidak ikut dalam kegiatan tersebut, sosialisasi biasanya hanya diketahui oleh pengambek. Penggambaran Masalah dengan Rich Picture Kekompleksitasan masalah yang terjadi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon dapat diselesaikan dengan cara melihat permasalahan tersebut secara utuh dalam satu kesatuan sistem, sehingga penyelesaian secara menyeluruh dapat dilakukan pada setiap aspek kajian. Penyelesaian masalah tersebut dapat dibantu dengan memformulasikan masalah menggunakan rich picture yang menggambarkan aktor, proses, dan keseluruhan masalah yang terjadi dalam sistem (Gambar 4.7). Pengoperasian alat tangkap dan pemasangan rumpon secara teknis melibatkan nelayan unit perikanan tonda dan nelayan jaring Sendang Biru. Nelayan tonda pada awalnya mengoperasikan alat tangkap di wilayah perairan dekat pantai. Namun, dikarenakan nelayan jaring banyak yang mengoperasikan alat tangkap pada wilayah perairan yang sama membuat nelayan tonda mengoperasikan alat tangkapnya di wilayah perairan yang semakin jauh, dengan jarak sekitar mil laut. Harga jual hasil tangkapan yang meningkat menjadi peluang besar bagi nelayan untuk mendapatkan keuntungan dari pengoperasian unit perikanan tonda, sehingga nelayan unit perikanan tonda Sendang Biru mengajak nelayan tonda luar untuk ikut bekerjasama mengoperasikan unit perikanan tonda di Sendang Biru. Kondisi ini secara langsung akan meningkatkan upaya penangkapan pada wilayah perairan yang menjadi daerah pengoperasian unit perikanan tonda. Peningkatan upaya penangkapan ini akan mempengaruhi aspek ekologi, khususnya sumberdaya ikan. Nelayan mengeluhkan bahwa ukuran hasil tangkapan unit perikanan tonda saat ini, khususnya ikan tuna, mengalami penurunan. Perubahan pada aspek ekologi ini akan mempengaruhi aspek ekonomi, yaitu terjadinya penurunan harga jual yang akan mempengaruhi nilai pendapatan yang diperoleh nelayan. Permainan harga yang dilakukan oleh pengambek saat proses pelelangan juga dianggap merugikan nelayan. Berat hasil tangkapan yang ditimbang dan dilaporkan pada nelayan telah berkurang dari berat sebenarnya merupakan kenyataan yang terjadi saat ini. Kondisi sosial yang berkaitan dengan aspek teknis, ekologi, dan ekonomi menambah permasalahan pada sistem perikanan tonda di Sendang Biru. Permasalahannya adalah konflik yang terjadi antara nelayan tonda Sendang Biru dengan nelayan jaring luar Sendang Biru karena pemanfaatan tanpa izin dan melakukan penangkapan di rumpon milik nelayan unit perikanan tonda Sendang Biru. Hubungan ketergantungan antara nelayan dengan pengambek secara ekonomi membuat nelayan tidak pernah terlepas dari beban hutang yang terus menumpuk. Kekuatan modal ekonomi yang dimiliki sebagian besar nelayan masih rendah. Hal lainnya adalah masih kurangnya kekompakan diantara nelayan, seperti dalam menjaga keamanan daerah penangkapan.

43 27 Gambar 4.7 Rich picture unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap 27

44 28 Kelemahan dalam kondisi sosial secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi kelembagaan dalam sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap. Rukun Jaya yang merupakan organisasi nelayan yang menyatukan seluruh masyarakat nelayan belum berperan maksimal dalam membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan perairan. Rukun Jaya telah berperan secara aktif dalam hal perizinan pengoperasian alat tangkap dan kapal, hanya saja kurangnya pengawasan dan koordinasi pada lembaga pemerintahan membuat proses pengurusan perizinan menjadi tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Hal yang sering dikeluhkan nelayan adalah lamanya proses pengurusan dan biaya yang mahal, sehingga cenderung membuat nelayan tidak terlalu memperhatikan lagi pentingnya surat-surat izin tersebut. Keseluruhan permasalahan yang saling terkait yaitu persaingan wilayah penangkapan, pemanfaatan rumpon dan upaya penangkapan yang meningkat, permainan harga oleh pengambek saat pelelangan, perubahan ukuran ikan, konflik horizontal, proses perizinan yang lama dan mahal, serta kurangnya pengawasan perairan oleh pemerintah dan masyarakat memerlukan pemecahan masalah secara menyeluruh dari seluruh aspek kajian. Pemecahan masalah tersebut berfungsi untuk memperbaiki sistem perikanan tonda yang ada sehingga menjadi lebih baik. Solusi terhadap permasalahan yang terjadi secara lebih detail akan dijelaskan pada Bab 5. Pembahasan Pengoperasian alat tangkap pancing dengan metode penangkapan yang beragam pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap merupakan salah satu indikasi bahwa nelayan tonda memiliki kemampuan yang cukup baik dalam mengoperasikan alat tangkap secara teknis. Kemampuan tersebut biasanya didasarkan pada pengalaman melaut nelayan. Perolehan hasil tangkapan yang tidak pasti pada setiap kali operasi penangkapan membuat nelayan dituntut untuk memiliki kreativitas dalam mengembangkan metode atau cara penangkapan untuk memperoleh target tangkapan yang optimal. Terlebih lagi dengan terbatasnya wilayah penangkapan yang menjadi permasalahan teknis pada sistem perikanan tonda di PPP Pondokdadap. Keterbatasan tersebut dikarenakan semakin banyaknya rumpon yang dipasang di perairan. Pemanfaatan rumpon di Sendang Biru tidak hanya dilakukan oleh nelayan unit perikanan tonda saja, melainkan juga oleh unit perikanan lainnya seperti purse seine. Sondita (2011) menyatakan bahwa pemanfaatan rumpon tidak hanya terbatas pada alat bantu penangkapan yang mengumpulkan ikan sehingga nelayan dapat menghemat biaya operasional dan daerah penangkapan menjadi lebih pasti. Rumpon dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alat untuk mengelola sumberdaya perikanan, khususnya sumberdaya ikan pelagis. Rumpon bisa dijadikan alat untuk menilai jumlah ikan yang dapat ditangkap, kelayakan ikan yang ditangkap (jenis dan ukuran ikan), dan menentukan pembagian ikan diantara nelayan. Fungsi tersebut akan dapat berjalan jika seluruh pihak telah benar-benar mengerti tentang pemanfaatan rumpon secara tepat. Habibi et al. (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan dan penempatan rumpon di perairan, diantaranya penggunaan bahan pembuat rumpon

45 yang berasal dari bahan organik dan dapat terdegradasi secara alami, pola pemasangan tidak boleh menghalangi pola alami ruaya ikan, hindari penempatan rumpon pada daerah yang sering dipergunakan oleh nelayan lain, dan jarak antar satu rumpon dengan rumpon lainnya harus lebih dari 10 mil laut. Pemanfaatan rumpon yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan pengoperasian unit perikanan tonda di perairan. Kemungkinan yang akan terjadi jika pemanfaatan rumpon menjadi tidak terkendali adalah semakin banyak jumlah rumpon yang dipasang, terjadinya overfishing, dan berpengaruh terhadap fungsi ekologi yaitu sumberdaya ikan yang terdapat di perairan. Kondisi ini terlihat dari perhitungan nilai rata-rata produktivitas alat tangkap dan nelayan yang menurun pada tahun 2011 dibanding pada tahun 2010, yaitu sebesar 0.13 ton/unit dan 0.03 ton/orang. Berdasarkan wawancara dengan responden diketahui bahwa ukuran hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap trip cenderung menurun, khususnya jenis ikan tuna. Kecenderungan menurunnya ukuran hasil tangkapan ini merupakan salah satu indikasi terjadinya tekanan penangkapan di wilayah pengoperasian unit perikanan tonda, yaitu di sekitar Samudera Hindia. Zulbainarni (2012) menyatakan bahwa sumberdaya perikanan yang bersifat common property (kepemilikan bersama) memungkinkan terjadinya pemanfaatan secara berlebih sehingga menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan input, return yang rendah, dan overfishing (tangkap lebih). Clark (1985) dalam Zulbainarni (2012) juga menyebutkan bahwa overfishing secara biologi dapat terjadi kapan saja bila perbandingan antara harga dan biaya yang cukup tinggi. Indikasi tekanan penangkapan ini juga diteliti oleh Saputra (2011) yang menunjukkan bahwa kecilnya hasil tangkapan per trip (CPUE) ikan pelagis besar yang tertangkap, yaitu sebesar 2.25 ton/trip/tahun dengan rata-rata produktivitas kapal tuna longliner sebesar ton/gt/tahun. FAO (2007) dalam Saputra (2011) juga menyebutkan bahwa kondisi sumberdaya ikan di sekitar perairan Samudera Hindia dan Samudera pasifik sudah full exploited. Perairan Prigi yang termasuk dalam perairan Selatan Jawa juga mengalami tekanan penangkapan untuk jenis tuna, seperti hasil penelitian Ross (2011) yang menyatakan bahwa jenis tuna mengalami kelebihan tangkap sebesar 39% dari potensi lestari atau sama dengan ton/tahun selama lima tahun terakhir. Penurunan ukuran dan produksi suatu jenis ikan akan mempengaruhi harga jual ikan tersebut, yang terlihat dari nilai produksi tahun 2011 dan 2012 yang menurun dibandingkan tahun 2010 yaitu sebesar 1.20 miliar rupiah dan 1.26 miliar rupiah. Kondisi pemasaran yang terjadi antara nelayan dengan pengambek juga memberi pengaruh secara ekonomi. Pengurangan berat ikan saat ditimbang sebelum proses pelelangan berlangsung akan merugikan nelayan, walaupun pendapatan yang diperoleh nelayan saat ini sudah layak. Orientasi nelayan dalam melakukan penangkapan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga nilai 100 rupiah pun akan sangat berarti bagi nelayan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa kecurangan dalam penimbangan berat ikan yang akan dilelang ini sudah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, namun karena adanya ketergantungan ekonomi antara nelayan dengan pengambek sebagai pemberi modal membuat nelayan tidak berani menuntut masalah tersebut. Kondisi serupa juga terjadi pada nelayan di PPI Lekok Kabupaten Pasuruan. Pendapatan yang diperoleh nelayan di PPI Lekok belum memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penyebabnya yaitu minimnya modal yang 29

46 30 dimiliki nelayan, tekanan dari pemilik modal, sistem bagi hasil yang tidak adil, pelelangan ikan yang tidak transparan (dikuasai tengkulak) dan otoritas tidak punya wibawa untuk mengatur dan menegakkan aturan (Retnowati 2011). Hasil analisis ekonomi juga membuktikan bahwa usaha perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap memiliki keuntungan yang cukup baik, yaitu mencapai Rp /tahun dengan profitabilitas 2.27 persen. Hal ini didukung dengan hasil analisis finansial berupa nilai NPV positif, IRR lebih besar dari nilai discount factor dan nilai net B/C lebih besar dari 1 yang menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dilanjutkan. Tingkat kelayakan yang cukup baik ini mampu menjadi pemicu peningkatan jumlah unit perikanan tonda dengan rumpon di Sendang Biru dari tahun ke tahun sehingga diperlukan kesadaran nelayan sebagai pelaku utama perikanan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan dengan lebih bijak. Nelayan sebagai pelaku utama sudah seharusnya memahami peraturan yang berlaku dan harus dipenuhi dalam pengoperasian unit perikanan di daerah penangkapan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Kenyataan dilapangan menunjukkan kondisi yang berlawanan. Kurangnya kekompakan diantara nelayan menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah sosial dalam masyarakat nelayan, yang akan berpengaruh terhadap sistem perikanan khususnya perikanan tonda di Sendang Biru. Kasus yang pernah terjadi adalah pencurian hasil tangkapan oleh nelayan purse seine dengan memanfaatkan rumpon nelayan tonda. Pencurian dilakukan dengan bekerjasama dengan salah satu nelayan tonda Sendang Biru, yang bertujuan untuk bagi hasil diantara kedua nelayan. Tindakan tersebut sangat tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Pemanfaatan rumpon seharusnya hanya dilakukan pada rumpon masing-masing kelompok sesuai dengan jenis unit perikanan yang digunakan. Tidak ada penyelesaian dan sanksi yang jelas bagi pelanggar, padahal kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan cukup besar mengingat metode penangkapan yang digunakan unit perikanan purse seine sangat berbeda dengan unit perikanan tonda. Unit perikanan jaring seperti purse seine dapat menangkap ikan lebih banyak (baik dari segi jumlah dan ukuran) dalam sekali proses setting, berbeda dengan unit perikanan tonda. Kondisi ini memerlukan peran kelembagaan yang lebih kuat, khususnya bagi organisasi nelayan Rukun Jaya dan seluruh nelayan untuk dapat lebih aktif dalam menjalankan kesepakatan sebagai wujud partisipasi dalam menjaga dan mengawasi perairan dan sumberdaya ikan didalamnya. Sebagian besar unit perikanan tonda dengan rumpon milik nelayan Sendang Biru tidak memiliki dokumen kapal yang lengkap untuk memanfaatkan sumberdaya pada wilayah perairan, padahal pengoperasiannya dilakukan pada wilayah perairan yang cukup jauh yaitu mil atau berkisar pada LS. Pengurusan izin kapal nelayan di PPP Pondokdadap dibantu organisasi nelayan Rukun Jaya. Hambatan seperti proses administrasi yang cukup lama dan biaya yang mahal membuat nelayan merasa kewalahan untuk mengurus dokumendokumen tersebut. Kondisi ini menjadi keprihatinan tersendiri, disaat nelayan mulai berusaha untuk memperhatikan dan mengurusi perizinan, petugas perikanan dari pemerintah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Prosedur pendaftaran dan perizinan kapal sebenarnya telah diatur dalam PER.30/MEN/2012 mengenai usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan Republik Indonesia, dimana tahapan perizinan dimulai dari

47 pengajuan penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP); permohonan pemeriksaan fisik kapal, alat penangkapan ikan, dan dokumen kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan; dan pengajuan penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Dokumen lainnya yang harus ada di atas kapal yaitu Surat Laik Operasional (SLO) dan Surat Izin Berlayar (SIB) (DJPT 2013). Kerjasama diantara pihak yang terkait (nelayan, organisasi nelayan, dan pemerintah) sudah seharusnya berjalan. Pengawasan oleh pemerintah pusat (KKP) dan pemerintah daerah (DKP) sangat diperlukan, mengingat secara hukum, pemerintah merupakan pihak yang bertanggungjawab untuk mengelola perikanan. 31 Kesimpulan Permasalahan yang terjadi pada pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap adalah terbatasnya area penangkapan karena banyaknya rumpon di wilayah perairan dekat pantai, kecenderungan terjadinya peningkatan jumlah kapal dan alat tangkap seiring peningkatan harga jual ikan di PPP Pondokdadap, penurunan ukuran ikan jenis tuna, permainan harga yang dilakukan oleh pengambek pada saat pembelian hasil tangkapan dari nelayan, konflik horisontal diantara nelayan, dan masih kurangnya peran Rukun Jaya dalam masyarakat khususnya nelayan tonda Sendang Biru. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan dan kerjasama secara aktif dari seluruh komponen yang terlibat agar tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal. 5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Pendahuluan Perikanan sebagai sebuah kesatuan dari berbagai aspek yang dipenuhi dengan kekompleksitasan masalah didalamnya memerlukan suatu tindakan nyata yang mampu menyelesaikan keseluruhan masalah tersebut. Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk membuat model konseptual sebagai tindakan penyelesaian terhadap permasalahan yang telah diformulasikan pada bab sebelumnya. Model konseptual merupakan pemikiran secara teoritis terhadap situasi yang terjadi di dunia nyata yang berperan sebagai solusi awal untuk suatu permasalahan. Perumusan model konseptual ini diharapkan dapat memberikan langkah perubahan berupa strategi yang dijalankan untuk memperbaiki sistem. Pelaksanaan strategi dalam model konseptual harus berdasarkan karakteristik perikanan dan kebutuhan seluruh pihak yang terkait pada suatu wilayah perikanan. Hal ini bertujuan agar seluruh pihak tidak ada yang merasa dirugikan dan tujuan sistem perikanan yang baik dapat tercapai secara optimal. Keterlibatan secara aktif dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk menjalankan strategi yang disarankan.

48 32 Metode Pengungkapan permasalahan yang digambarkan dalam rich picture akan dianalisis lebih lanjut dengan root definitions. Checkland (2000) dalam Widjajani et al. (2009) mengemukakan bahwa root definition dibangun sebagai suatu ekspresi dari aktivitas bertujuan terhadap suatu proses transformasi (T). Root definition dinyatakan dengan spesifikasi yang lebih luas sehingga T dapat dielaborasi dengan mendefinisikan elemen-elemen lain yang membentuk CATWOE (customers, actors, transformation process, weltanschauung, owners, and environmental constraints). Customers merupakan pihak yang menerima dampak proses transformasi; actors adalah orang yang melakukan aktivitasaktivitas pada proses transformasi; transformation process merupakan proses yang mengubah input menjadi output; weltanschauung adalah sudut pandang, kerangka kerja, atau image yang membuat proses transformasi bermakna; owners adalah orang yang memiliki kepentingan terbesar terhadap sistem dan dapat menghentikan proses transformasi, dan environmental constraints adalah elemenelemen diluar sistem yang dapat mempengaruhi tetapi tidak dapat mengendalikan sistem tersebut atau dapat dinyatakan sebagai apa adanya (given). Definisi juga dinyatakan dalam bentuk PQR, yaitu melakukan P dengan menggunakan Q untuk dapat berkontribusi dalam mencapai R. Model konseptual terhadap sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap dibuat berdasarkan root definitions tersebut. Model tersebut merupakan rekomendasi solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon. Model konseptual yang diperoleh pada penelitian ini didasarkan pada permasalahan tiap aspek yang diteliti. Tujuannya untuk memudahkan pelaku atau pihak yang terkait untuk memperbaiki sistem perikanan tonda menjadi lebih baik. Hasil Aspek Sosial dan Kelembagaan Root definition dalam aspek ini terdiri dari 2 bentuk, yang pertama lebih menekankan pada permasalahan kekompakan nelayan, pengawasan, dan konflik yang terjadi (Gambar 5.1). Peraturan pemerintah berupa keputusan menteri kelautan dan perikanan KEP.58/MEN/2001 tentang tata cara pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (DJPSDKP 2013) menjadi acuan untuk pembuatan root definition ini. Model konseptual pada Gambar 5.3 bertujuan untuk memperkuat peran kelembagaan Rukun Jaya untuk membantu pemerintah dalam mengawasi perairan. Pengawasan tersebut dapat diwujudkan jika hubungan sosial masyarakat nelayan dalam kondisi yang baik. Masyarakat nelayan adalah pihak yang membangun lembaga nelayan, sehingga dengan semakin kuatnya hubungan diantara masyarakat nelayan maka akan menguatkan peran kelembagaan. Penentuan root definition yang kedua menitikberatkan pada permasalahan perizinan seperti pada Gambar 5.2 dan menghasilkan model konseptual (Gambar 5.4) yang bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam pengoperasian unit

49 perikanan tonda dengan rumpon di perairan yang digambarkan dalam SOP perizinan yang dibuat oleh pemerintah daerah, dengan memperhatikan kepentingan dari seluruh pihak seperti nelayan, pengusaha, dan pemerintah. CATWOE: C (Costumers) A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru; : Nelayan Sendang Biru, nelayan jaring luar Sendang Biru, masyarakat nelayan Sendang Biru, dan organisasi nelayan Rukun Jaya; T (Transformation) : Pembuatan peraturan lokal terhadap pengawasan perairan; W (Weltanschauung): Pengawasan perairan dilakukan secara aktif oleh seluruh masyarakat nelayan; O (Owners) : Organisasi nelayan Rukun Jaya; E (Environmental constraints) : Kebijakan pemerintah Root definition 1: Meningkatkan kekompakan nelayan, pengawasan, dan meminimalisir konflik melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal yang ditetapkan bersama untuk meningkatkan hubungan sosial nelayan dan menjaga wilayah operasi penangkapan dan sumberdaya ikan didalamnya. 33 Gambar 5.1 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan pengawasan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap CATWOE: C (Costumers) : Nelayan dan pengusaha perikanan; A (Actors) : Nelayan, organisasi nelayan Rukun Jaya, pengusaha perikanan dan pemerintah daerah dan pusat (DKP); T (Transformation) : Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) perizinan dengan jelas; W (Weltanschauung) : Proses perizinan berjalan dengan efektif dan efisien; O (Owners) : Pemerintah (DKP); E (Environmental constraints) : Kebijakan pemerintah daerah Root definition 2: Proses perizinan unit perikanan tonda dengan rumpon melalui pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah untuk menciptakan keteraturan dalam pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon di perairan. Gambar 5.2 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan perizinan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

50 34 34 Dugaan pelanggaran Penemuan Masyarakat atau anggota pokmaswas Pelaporan Aparat pengawas terdekat Penyelesaian secara lokal (lingkup masyarakat) 1 Rukun Jaya melakukan diskusi dengan masyarakat nelayan untuk menentukan fokus tindakan pengawasan dan sanksi pada setiap pelanggaran 2 Menentukan pihak yang bertanggungjawab terhadap setiap tindakan pengawasan TNI AL dan/atau Satpol AIRUD dan/atau kapal inspeksi perikanan Pelaporan Dinas Perikanan Kabupaten/kota dan Provinsi (tembusan: Direktur Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) 3 Menyampaikan program peraturan lokal pada pemerintah terkait dan melakukan diskusi sebagai saran dan kritik terhadap peraturan lokal Setuju 4 Pelaksanaan peraturan lokal di lapangan Tidak setuju Tindak lanjut terhadap pelanggaran Evaluasi peraturan Monitoring oleh pemerintah, organisasi nelayan Rukun Jaya dan masyarakat Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Gambar 5.3 Model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan perairan

51 Pemilik kapal 35 Pengumpulan berkas oleh Rukun Jaya Unit Pengelola PPP Pondokdadap 1 Pemerintah melakukan diskusi dengan melibatkan seluruh pihak seperti Rukun Jaya (perwakilan dari masyarakat nelayan) dan pengusaha perikanan untuk menentukan SOP perizinan secara jelas Dinas Perhubungan Laut (Bagian Kesyahbandaran), dan ahli ukur melakukan pengukuran Kantor Dishubla di Probolinggo Petugas DKP Tingkat I melakukan cek fisik kapal Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur Pembayaran biaya pembuatan surat izin oleh pemilik kapal 2 Menetapkan sanksi bagi setiap pelanggaran yang dilakukan 3 Mensosialisasikan SOP perizinan kepada seluruh masyarakat perikanan di daerah setempat - Surat ukur - Gross akte - Sertifikat kelaikan - Pas Kecil/Pas besar/pas tahunan - SIUP - SIPI/SIKPI Monitoring oleh pemerintah dan masyarakat nelayan 4 Pelaksanaan SOP perizinan Evaluasi Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Gambar 5.4 Model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah 35

52 36 Aspek Teknis dan Ekologi Penentuan root definition pada aspek ini didasari dari adanya pemasangan rumpon yang tidak terkendali di wilayah perairan yang berakibat pada terbatasnya area penangkapan unit perikanan tonda. Peningkatan upaya penangkapan juga terjadi pada wilayah perairan yang menyebabkan perubahan dari sisi ekologi, yaitu penurunan ukuran sumberdaya ikan jenis tuna. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan adalah dengan pengaturan jumlah dan ukuran ikan layak tangkap. (Gambar 5.5). Aspek ini disatukan karena penyebab permasalahan yang terjadi sama pada kedua aspek. CATWOE: C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru; A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru dan luar daerah, dan nelayan jaring Sendang Biru; T (Transformation) : Pengaturan jumlah dan ukuran tangkapan layak tangkap bagi unit perikanan tonda dengan rumpon; W (Weltanschauung) : Pengoperasian alat tangkap dilakukan pada wilayah yang telah diatur dan tangkapan yang diperoleh sesuai dengan standar yang ditetapkan; O (Owners) : DKP Kabupaten Malang dan Organisasi nelayan Rukun Jaya; E (Environmental constraints) : Musim ikan Root definition 3: Pengaturan jumlah dan ukuran tangkapan layak tangkap bagi unit perikanan tonda dengan rumpon melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan operasional penangkapan yang ditetapkan bersama untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan. Gambar 5.5 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek teknis dan ekologi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Model konseptual yang direkomendasikan terhadap permasalahan pada aspek teknis dan ekologi ini adalah pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon untuk mengatur jumlah dan ukuran tangkapan yang layak tangkap sehingga keberlanjutan sumberdaya ikan dapat terjaga (Gambar 5.6). Pelaksanaan aturan tersebut perlu didukung dengan tindakan penanganan hasil tangkapan, baik di kapal maupun saat didaratkan. Perekayasaan alat tangkap dan rumpon dapat dilakukan untuk menjaga sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan sehingga tangkapan yang diperoleh adalah ikan dengan jenis dan ukuran yang layak tangkap serta memiliki kualitas yang baik. Peraturan yang dibuat sebaiknya merupakan hasil kesepakatan antara nelayan yang dapat diwakili oleh organisasi nelayan Rukun Jaya dan DKP Kabupaten. Hal ini untuk meminimalisir dominansi kepentingan diantara salah satu pihak, dan terciptanya kelancaran pelaksanaan peraturan di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan aturan dari seluruh pihak terkait.

53 37 Peneliti 1 Perhitungan jumlah dan ukuran layak tangkap per jenis ikan Pemerintah 2 Pemerintah melakukan sosialisasi kepada Rukun Jaya dan diskusi untuk menetapkan kuota tangkapan per kapal 3 Sosialisasi kepada seluruh nelayan 4 Mendiskusikan dan menetapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran 5 Pelaksanaan peraturan operasional Nelayan menyiapkan perbekalan di pelabuhan atau fishing base Pencarian rumpon kelompok Persiapan operasi penangkapan Melakukan operasi penangkapan di rumpon Penyortiran dan penanganan hasil tangkapan di kapal Pendaratan hasil tangkapan Monitoring oleh pemerintah, Rukun Jaya dan masyarakat Evaluasi peraturan Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Gambar 5.6 Model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

54 38 Aspek Ekonomi Sistem jual beli antara nelayan dan pengambek terhadap hasil tangkapan yang didaratkan dianggap merugikan nelayan, karena adanya ketidaksesuaian harga yang seharusnya diterima oleh nelayan. Hal ini yang mendasari penentuan root definition pada aspek ekonomi (Gambar 5.7). Root definition tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk membuat model konseptual sebagai penyelesaian atas masalah yang terjadi. Model konseptual yang direkomendasikan pada aspek ekonomi ini adalah pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap (Gambar 5.8). Model konseptual ini didasarkan pada peraturan pemerintah daerah Kabupaten Malang berupa Perda Kabupaten Malang No. 1 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan dan retribusi pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (Ditjen Kemenkumham 2013). Peraturan tersebut menyebutkan bahwa proses pelelangan meliputi penerimaan, penimbangan, pelelangan, dan pembayaran, dimana terdapat retribusi masing-masing sebesar 1.5 persen dari nelayan dan pengambek. Pungutan tersebut merupakan persentasi dari harga transaksi penjualan ikan pada saat lelang yang diperoleh nelayan dan pengambek. CATWOE: C (Costumers) : Nelayan tonda Sendang Biru; A (Actors) : Nelayan tonda Sendang Biru, pengambek, dan koperasi unit desa (KUD) Mina Jaya; T (Transformation) : Perbaikan sistem jual beli; W (Weltanschauung) : Terjadinya harga yang wajar bagi pengambek dan nelayan; O (Owners) : Organisasi nelayan Rukun Jaya dan KUD Mina Jaya; E (Environmental constraints) : Inflasi dan ketersediaan stok ikan yang dipasarkan Root definition 4: Perbaikan sistem jual beli antara nelayan dengan pengambek melalui pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan untuk mencapai harga yang wajar bagi nelayan dan pengambek Gambar 5.7 CATWOE dan root definition terhadap permasalahan aspek ekonomi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Pelaksanaan model konseptual ini sebaiknya melibatkan seluruh pihak yang terkait, seperti dari nelayan, pengambek, petugas pelelangan dan masyarakat sebagai konsumen. Selain itu, diperlukan pembaharuan informasi harga pasar untuk setiap jenis ikan kepada nelayan secara terus menerus untuk meminimalisir kecurangan dalam penetapan harga jual ikan saat proses lelang berlangsung. Model konseptual ini diharapkan dapat menciptakan kondisi pelelangan yang baik, yaitu adanya harga yang wajar bagi nelayan dan pengambek.

55 39 Nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada pengambek Nelayan menerima informasi harga pasar per jenis ikan yang akan dilelang dari petugas lelang Penerimaan hasil tangkapan oleh petugas lelang Penimbangan hasil tangkapan oleh petugas lelang dan pengambek Pelelangan hasil tangkapan yang diikuti oleh pengambek dan pembeli (pengusaha/pedagang kecil) Pembayaran hasil lelang oleh pengusaha pada petugas lelang (KUD Mina Jaya) 1 KUD Mina Jaya dan Rukun Jaya melakukan diskusi dengan masyarakat nelayan untuk merumuskan tindakan pengawasan dan sanksi terhadap setiap pelanggaran 2 Menentukan pihak yang bertanggungjawab pada tindakan pengawasan dan pemberian sanksi 3 Menyampaikan rumusan tindakan pengawasan pada DKP kabupaten melalui UPPPP Pondokdadap dan melakukan diskusi sebagai saran dan kritik terhadap tindakan pengawasan Ada perbaikan Pembayaran hasil lelang kepada pengambek Pembayaran hasil lelang kepada nelayan Tidak ada perbaikan 4 Pelaksanaan pengawasan Monitoring oleh KUD Mina Jaya, organisasi nelayan Rukun Jaya dan masyarakat Keterangan: : sistem yang diperbaiki/ditambahkan Evaluasi Gambar 5.8 Model konseptual pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap 39

56 40 Pembahasan Pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon diharapkan dapat menjadi solusi awal terhadap permasalahan teknis dan ekologi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap. Langkah untuk meminimalisir masalah teknis dan ekologi berupa persaingan wilayah penangkapan dan penurunan ukuran ikan yang diperoleh nelayan adalah dengan mengatur jumlah dan ukuran tangkapan yang diperbolehkan, yang didukung dengan penanganan hasil tangkapan yang sesuai prosedur. Hal ini untuk meningkatkan kualitas ikan yang akan dijual, yang juga akan mempengaruhi harga jual ikan tersebut. Kualitas hasil tangkapan diperoleh jika kesegaran hasil tangkapan tetap terjaga hingga didaratkan dan dijual di tempat pelelangan. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan cara mengawetkan hasil tangkapan dengan menggunakan es seperti yang dilakukan nelayan di Indonesia pada umumnya. Ismanto et al. (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sistem pendingin dengan coolbox yang berisi es kering dengan silika gel mampu mempertahankan suhu rendah dalam waktu yang lebih lama namun tidak stabil dibandingkan dengan coolbox yang berisi es basah seperti es batu atau es curah. Lama waktu yang mampu dipertahankan es kering dan silika gel selama 138 jam 30 menit, sedangkan es basah hanya 35 jam. Penanganan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengawetkan ikan menggunakan freezer seperti yang dilakukan nelayan purse seine di PPP Bojomulyo. Pengawetan ikan dengan freezer lebih baik jika dibandingkan dengan pengawetan menggunakan es (Hastrini et al. 2013). Tindakan penanganan hasil tangkapan yang paling mendasar yang harus diperhatikan oleh nelayan adalah mencegah kontaminasi langsung antara tangan dan kaki dengan ikan, meminimalisir cahaya matahari langsung yang mengenai tubuh ikan, dan meletakkan serta menyimpan ikan pada wadah yang telah dibersihkan. Cara lainnya adalah dengan merekayasa pancing dan rumpon yang digunakan saat operasi penangkapan, misalnya dengan mengganti ukuran mata pancing sehingga peluang untuk menangkap ikan dengan ukuran layak tangkap menjadi lebih besar. Nugroho (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mata pancing tonda dengan ukuran nomor 5 dapat menangkap ikan lebih banyak dengan presentase kegagalan yang lebih sedikit. Alatas (2004) menyarankan agar menggunakan umpan tiruan untuk menangkap ikan dengan lebih efektif, yaitu menggunakan kombinasi umpan warna biru-putih untuk ikan cakalang, warna merah-putih untuk menangkap ikan madidihang, kombinasi warna biru-putih dan merah-putih untuk menangkap ikan albakora, serta kombinasi ketiga jenis umpan untuk menangkap ikan tongkol. Perekayasaan pancing dalam pengoperasiannya dimaksudkan untuk menjaga sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan unit perikanan tonda dengan rumpon agar tetap lestari, baik secara ekologi maupun ekonomi. Aspek teknis dan ekologi yang tidak berjalan baik akan mempengaruhi aspek ekonomi. Permasalahan ekonomi yang dihadapi nelayan tonda di PPP Pondokdadap saat ini adalah masih adanya kecurangan yang dilakukan pengambek saat proses pelelangan sehingga menyebabkan nelayan tidak mendapatkan harga yang wajar dari penjualan hasil tangkapan. Kondisi ini terjadi karena keinginan untuk memanfaatkan nilai ekonomi secara lebih besar dari hasil

57 tangkapan yang dijual dan adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan tersebut. Kurang akuratnya timbangan yang digunakan pada proses pelelangan menjadi awal penyebabnya. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan pada proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap agar nelayan, pengambek, dan pengusaha memperoleh keuntungan yang sesuai. Selain itu juga perlu dilakukan pembaharuan informasi harga pasar kepada nelayan untuk setiap jenis ikan secara terus menerus dan penerapan sanksi yang tegas terhadap pihak yang melakukan kecurangan pada saat proses pemasaran atau pelelangan. Permasalahan teknis, ekologi, dan ekonomi tersebut dapat diminimalisir jika hubungan sosial diantara seluruh pihak yang terlibat dalam sistem berjalan dengan baik. Namun, kenyataannya hubungan sosial seperti kekompakan antar nelayan masih belum baik, yang dibuktikan dengan masih adanya penjarahan rumpon dan konflik yang masih terjadi dengan nelayan luar daerah. Penyelesaian terhadap permasalahan sosial ini dapat dilakukan dengan membuat dan melaksanakan peraturan lokal terhadap pengawasan perairan yang merupakan hasil kesepakatan diantara seluruh elemen masyarakat. Hasil penelitian Martin dan Irmayanti (2011) menunjukkan bahwa masyarakat nelayan Sendang Biru memiliki tradisi yang dikenal dengan nama ritual petik laut, yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 27 September. Ritual ini memiliki fungsi dan pesan yang berkaitan dengan pembinaan solidaritas antar masyarakat nelayan dalam bekerja dan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan perairan dan sumberdaya perikanan. Kenyataannya, kegiatan ini tidak terlalu memberi pengaruh terhadap kondisi ekologi dan hubungan sosial masyarakat. Tindakan atau kebijakan pendukung yang bersifat lokal lainnya yang dapat dilakukan, seperti pola kearifan lokal masyarakat Aceh dalam pengelolaan perikanan yang dikenal dengan hukom adat laot. Sulaiman (2010) menyatakan bahwa pola hukom adat laot ini sudah berkembang di Aceh sejak tahun 1607, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Hukom adat laot secara implisit menerangkan bahwa terdapat kewenangan untuk mengatur dan mengawasi sumberdaya perikanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pola kearifan hukom adat laot ini ditegakkan oleh lembaga adat panglima laot yang berfungsi untuk membantu pemerintah dalam pembangunan perikanan. Pada pelaksanaannya, panglima laut berwenang untuk mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut, menyelesaikan perselisihan, mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laot, dan menjadi penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan panglima laot satu dengan panglima laot lainnya. Keberadaan panglima laot dalam mengawasi perikanan didukung dengan adanya peraturan dan sanksi yang sudah dipatuhi oleh nelayan, keberadaannya sangat didukung oleh pemerintah daerah setempat. Cara lain yang dapat dilakukan adalah pembentukan kelompok masyarakat pengawas perikanan atau yang dikenal dengan pokmaswas. Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) telah membentuk satuan kerja (satker) pengawas sumberdaya kelautan sejak tahun 2007, dimana kemudian satker membentuk pokmaswas yang keanggotaannya terdiri dari unsur aparat desa, tokoh adat dan agama, dan nelayan, seperti yang terdapat di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Partisipasi pokmaswas dalam mengawasi perairan dapat diukur dari jumlah pelanggaran yang berhasil diamati, dilaporkan secara tertulis, dan jumlah pelaku yang berhasil ditangkap. Pemahaman baik mengenai kepentingan kelestarian sumberdaya perikanan sangat diperlukan dalam hal ini (Yuliana dan Winata 2012). Peran aktif masyarakat 41

58 42 nelayan di beberapa wilayah pesisir pada awalnya dianggap sangat membantu kinerja pemerintah. Namun, ternyata masih memiliki kekurangan, salah satunya dikarenakan adanya persaingan pada masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Alains et al. (2009) menyebutkan bahwa salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memadukan peran pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama yang dikenal dengan Co-Management. Tujuannya adalah untuk menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pembagian tanggungjawab dan wewenang antar pihak dapat terjadi dalam berbagai pola, bergantung pada kemampuan sumberdaya manusia dan institusi yang ada. Pelaksanaan Co- Management ini dalam jangka panjang diyakini akan memberikan perubahan salah satunya meningkatkan kesadaran dan pendapatan masyarakat dengan bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan. Penguatan kelembagaan nelayan tersebut akan mendukung pelaksanaan model konseptual dalam hal perizinan, yaitu pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah perikanan yang mengurusi surat izin pengoperasian unit perikanan dan rumpon. Pelaksanaan SOP secara benar oleh pemerintah dan nelayan secara bersamaan akan membantu kelancaran proses perizinan, dan tujuan yang diinginkan dari pelaksanaan model konseptual ini dapat tercapai. Pembenahan perizinan untuk unit perikanan khususnya unit perikanan tonda dengan rumpon diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif dari pengoperasian unit perikanan dalam suatu kawasan perairan. Keaktifan dari seluruh pihak terkait seperti nelayan, organisasi nelayan, dan pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini. Kesimpulan Model konseptual yang direkomendasikan pada penelitian ini terdiri atas 4, yaitu (1) Model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan perairan di PPP Pondokdadap, (2) Model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah, (3) Model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap, dan (4) Model konseptual pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap. Pelaksanaan model konseptual tersebut dapat dilakukan dengan berbagai strategi, yang melibatkan seluruh komponen perikanan seperti nelayan, pengambek, organisasi nelayan dan pemerintah. 6 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan rumpon pada operasi unit perikanan tonda yang dilakukan oleh nelayan Sendang Biru merupakan salah satu cara yang diyakini akan meningkatkan hasil tangkapan. Keberadaan rumpon ternyata menimbulkan dampak secara teknis, ekologi, ekonomi, dan sosial serta kelembagaan di masyarakat nelayan. Rumpon pada dasarnya digunakan untuk mengumpulkan

59 ikan yang menjadi target tangkapan, seperti ikan tongkol, tuna, dan cakalang. Kecenderungan melakukan migrasi secara berkelompok untuk mencari makan dan berlindung membuat ketiga jenis ikan pelagis ini sering berada di sekitar rumpon. Penelitian Josse et al. (2000) menyatakan bahwa gerombolan ikan yang berenang di perairan Polynesia Perancis pada kedalaman meter merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di dekat rumpon. Cillauren (1994) dalam Josse et al. (2000) menyatakan bahwa gerombolan ikan di perairan Vanuatu yang terdiri dari ikan madidihang dan cakalang tertangkap pada wilayah perairan yang berjarak 200 meter dari rumpon, dimana jenis ikan madidihang berada lebih dekat dengan rumpon dibandingkan ikan cakalang. Penelitian Menard et al. (2000) menunjukkan bahwa di Samudera Atlantik, ikan tuna yang berukuran kecil berkumpul di bawah rumpon untuk berlindung, sementara ikan tuna yang berukuran besar mendekati rumpon untuk mencari makan. Kemudahan dalam memperoleh hasil tangkapan dengan adanya rumpon ternyata membuat pemanfaatan rumpon semakin meningkat dan tidak terkendali. Hal ini yang akan berdampak terhadap sumberdaya, baik terhadap produksi maupun ukuran hasil tangkapan. Pillai dan Satheeshkumar (2012) menyatakan bahwa operasi penangkapan dapat berdampak terhadap kondisi ekologi seperti terhadap hasil tangkapan, habitat, kematian sumberdaya karena alat tangkap yang hilang, polusi, dan lain sebagainya. Kondisi yang sudah dirasakan nelayan tonda di Sendang Biru saat ini adalah ukuran hasil tangkapan khususnya ikan tuna yang mulai mengecil. Pillai dan Satheesshkumar (2012) juga menyebutkan bahwa produksi ikan tuna di Samudera Hindia menurun menjadi ton pada tahun Analisis data secara jelas menunjukkan bahwa populasi ikan tuna di Samudera Hindia mengalami over-exploited. Produksi ikan cakalang pada tahun 2010 berjumlah ton, yang menjadi produksi terendah sejak tahun 1998; produksi ikan madidihang pada tahun 2009 sebesar ton dengan berat rata-rata kg (tahun 1996) dan menurun menjadi 6-15 kg untuk tahun-tahun selanjutnya. Dampak yang terjadi pada sumberdaya ini ternyata mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial, dan kelembagaan pada unit perikanan tonda dengan rumpon. Kondisi ekonomi nelayan unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap secara keseluruhan sudah cukup baik. Namun, jika dikaji secara mendalam, masih terdapat permasalahan yang dianggap mengurangi pendapatan yang seharusnya di peroleh nelayan, yaitu adanya kecurangan yang dilakukan oleh pengambek pada saat proses pelelangan. Kecurangan tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan proses pelelangan yang sesuai aturan. Lubis dan Pane (2012) menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan nelayan dapat dilakukan dengan membenahi proses pemasaran hasil tangkapan. Perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan menjalankan model yang diperoleh, yaitu model pelelangan ikan terpadu dan model modern pelelangan ikan. Model pelelangan ikan terpadu merupakan model implementasi secara bertahap dan terarah dengan memperhatikan persiapan lelang, peran punggawa (juragan), standar minimum pelaksanaan lelang, menjamin kualitas ikan dan sanitasi di tempat pelelangan ikan, dan penataan ulang peran punggawa. Model ini dapat diterapkan untuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pontap. Model yang kedua yaitu model pelelangan ikan yang modern dan berkesinambungan, merupakan model implementasi secara bertahap dan terarah dari proses pelelangan ikan dengan 43

60 44 meningkatkan modernisasi standar pelelangan ikan yang sebenarnya. Model ini dapat diterapkan untuk Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Adanya keinginan untuk mendapatkan nilai pendapatan yang lebih besar dari pelaku usaha perikanan tonda di Sendang Biru memberi pengaruh terhadap kondisi sosial dan kelembagaan di masyarakat nelayan. Perebutan sumberdaya dan wilayah operasi penangkapan, kurangnya kekompakan diantara nelayan, dan lemahnya pengawasan perairan merupakan masalah yang harus diperhatikan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melibatkan masyarakat nelayan pada setiap proses pengelolaan perikanan tonda. Masyarakat nelayan sebagai pihak yang mempunyai peran kuat dalam perikanan dapat dijadikan sebagai penggerak konsep pengelolaan yang akan dijalankan. Pada penelitian ini, tindakan pengelolaan direkomendasikan melalui pendekatan sistem berupa model konseptual. Model konseptual ini dianggap sebagai langkah awal untuk memperbaiki sistem perikanan khususnya sistem perikanan tonda dengan rumpon di Sendang Biru. Islam dan Yew (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan berbasis masyarakat di Bangladesh mampu meningkatkan pendapatan nelayan. Hal ini dikarenakan nelayan memperoleh akses yang lebih besar terhadap perikanan. Pengelolaan berbasis masyarakat ini telah merubah sikap nelayan untuk memiliki kesadaran yang lebih besar terhadap aturan perikanan dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi dengan lebih mudah. 7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Permasalahan yang terjadi pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap terdiri dari aspek teknis, kelembagaan, ekologi, sosial, dan ekonomi. (a) Aspek teknis: wilayah operasi unit perikanan tonda saat ini semakin jauh, dikarenakan wilayah perairan yang dekat pantai telah dipenuhi oleh rumpon unit perikanan jenis lainnya. Produktivitas alat tangkap dan nelayan unit perikanan tonda dengan rumpon pada tahun 2011 dan 2012 mengindikasikan terjadinya tekanan tangkap di wilayah operasi; (b) Aspek ekologi: hasil tangkapan khususnya jenis tuna cenderung mulai mengalami penurunan produksi dan ukuran; (c) Aspek ekonomi: adanya ketidaksesuaian harga yang diterima nelayan karena adanya permainan harga oleh pengambek; (d) Aspek sosial: masih adanya konflik horizontal dikarenakan kurangnya kekompakan diantara nelayan; (e) Aspek kelembagaan: peran kelembagaan nelayan dan pemerintah perikanan terhadap pengawasan dan perizinan pengoperasian unit perikanan tonda dengan rumpon masih kurang. (2) Model konseptual yang direkomendasikan berdasarkan situasi permasalahan yang terjadi pada sistem perikanan tonda dengan rumpon terdiri atas 4, yaitu (1) model konseptual pembuatan dan pelaksanaan peraturan lokal pengawasan

61 perairan di PPP Pondokdadap, (2) model konseptual pembuatan dan penggunaan SOP perizinan oleh pemerintah daerah, (3) model konseptual pembuatan peraturan operasional penangkapan bagi unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap, dan (4) model konseptual pengawasan proses pelelangan di tempat pelelangan ikan PPP Pondokdadap. 45 Saran (1) Pemantauan sistem perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap harus dilaksanakan secara berkelanjutan, sehingga diperlukan penelitianpenelitian pendukung yang dapat mengkaji secara lebih detail, seperti analisis kapasitas penangkapan dan jumlah tangkapan optimal per unit kapal, analisis mutu hasil tangkapan, dan kuota atau jumlah optimal kapal tonda di PPP Pondokdadap; (2) Koordinasi antara nelayan, organisasi nelayan, dan pemerintah sebaiknya ditingkatkan agar pencapaian tujuan dari model konseptual dapat dilakukan secara tepat. DAFTAR PUSTAKA Alains A M, Seprianti E P, Prilia H Pengelolaan Sumberdaya perikanan berbasis masyarakat (PSPBM) melalui model Co-Management Perikanan. Jurnal Ekonomi Pembangunan [Internet]. [diunduh pada 2013 Apr 18]. 10(2): Tersedia pada: / /1066. Alatas U Analisis Hasil Tangkapan dan Respons Penglihatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Internet]. [diunduh pada 2013 Jul 01]. Tersedia pada: /9042. [BI] Bank Indonesia Suku Bunga Pinjaman [Internet]. [Diunduh pada 2013 Apr 19]. Tersedia pada: /Data+BI+Rate [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang Kabupaten Malang dalam Angka Tahun Malang (ID): BPS. Budiono A Keefektivan Pengelolaan Konflik pada Perikanan Tangkap di Perairan Selatan Jawa Timur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Checkland P, Jim S Soft System Methodology in Action. England (UK): John Wiley and Sons, LTD. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Tahapan Perizinan [Internet]. [diunduh pada 2013 Jun 25]. Tersedia pada:

62 46 [DJPSDKP] Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2001 [Internet]. [Diunduh pada 2013 Jun 25]. Tersedia pada: AHUN_2001_LAMPIRAN.htm [DJPP Kemenkumham] Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Peraturan daerah Kabupaten Malang No. 1 Tahun 2009 [Internet]. [diunduh pada 2013 Des 05]. Tersedia pada: kemenkumham.go.id/files/ld/2009/kabupatenmalang pdf [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun Surabaya (ID): DKP. Eriyatno Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor (ID): IPB Pr. Habibi A, Dwi A, Sugiyanta Perikanan Tuna-Panduan Penangkapan dan Penanganan. WWF-Indonesia [Internet]. [diunduh pada 2013 Jul 01]. Tersedia pada: Hastrini R, Abdul R, Putut HR Analisis Penanganan (Handling) Hasil Tangkapan Kapal Purse Seine yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo Kabupaten Pati. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology UNDIP. 2(3): 1-10 Hermawan D Desain Pengelolaan Perikanan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Internet]. [diunduh pada 2012 Okt 17]. Tersedia pada: / Islam G N dan Yew T S Property Rights and Access: The Case of Community Based Fisheries Management in Bangladesh. Journal of Agricultural Science. 5(6): Ismanto DT, Taufik FN, Alam B Desain Sistem Pendingin Ruang Muat Kapal Ikan Tradisional Menggunakan Es Kering dengan Penambahan Campuran Silika Gel. Jurnal Teknik Pomits. 2(2): Josse E, Laurent D, Arnaud B Typology and Behaviour of Tuna Aggregations Around Fish Aggregating Devices from Acoustic Surveys in French Polynesia. Aquatic Living Resour. 13(2000): [KKP a ] Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia Peraturan Menteri No. 27 Tahun 2012 [Internet]. [diunduh pada 2013 Jun 28]. Tersedia pada: [KKP b ] Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia Peraturan Menteri No. 02 Tahun 2011 [Internet]. [diunduh pada 2012 Okt 17]. Tersedia pada: MEN% pdf [KUD] Koperasi Unit Desa Mina Jaya Laporan Pendaratan dan Pelelangan Ikan Tahun Malang (ID): KUD. Lubis E dan Pane A B An Optimum Model of Fish Auction in Indonesia Fishing Ports in Accordance with The Characterictis of Fisherman. Journal of Coastal Development. 15(3):

63 Martin R, Irmayanti M Ritual Petik Laut pada Masyarakat Nelayan Sendang Biru, Malang: Sebuah Telaah Budaya Bahari. International Conference ICSSIS; (2011 Jul 18-19); Depok, Indonesia. Depok (ID): Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. hlm [Internet]. [diunduh pada 2013 Jun 28]. Tersedia pada: Menard F, Bernard S, Alex R, Miguel H, dan Emile M Food Consumption of Tuna in The Equatorial Atlantic Ocean: FAD-Associated Versus Unassociated Schools. Aquatic Living Resour. 13(2000): Nugroho P Pengaruh Perbedaan Ukuran Mata Pancing terhadap Hasil Tangkapan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Internet]. [diunduh pada 2013 Jul 01]. Tersedia pada: / Pillai N G dan Satheeshkumar P Biology, Fishery, Conservation and Management of Indian Ocean Tuna Fisheries. Ocean Science Journal. 47(4): Retnowati E Nelayan Indonesia dalam Pusaran Kemiskinan Struktural (Perspektif Sosial, Ekonomi, dan Hukum). Perspektif. (16)3: Ross A Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rumajar T P Pendekatan Sistem Untuk Pengembangan Usaha Perikanan Ikan Karang dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manimbaya, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saputra, S W Produktivitas dan Kelayakan Usaha Tuna Longliner di Kabupaten Cilacap. Jurnal Saintek Perikanan. 6(2): Sondita M F A Sebuah Perspektif: Rumpon sebagai Alat Pengelola Sumberdaya Ikan - Buku II New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Tri W N, Domu S, Akhmad S, Shinta Y, editor. Bogor (ID): Departemen Sumberdaya Perikanan. Sugiyono Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV ALFABETA. Sulaiman Model Alternatif Pengelolaan Perikanan Berbasis Hukum Adat Laot di Kabupaten Aceh Jaya Menuju Keberlanjutan Lingkungan yang Berorientasi Kesejahteraan Masyarakat [tesis]. Semarang (ID): Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro [Internet]. [diunduh pada 2013 Jul 01]. Tersedia pada: [UPPPP Pondokdadap] Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap Tahun Malang (ID): UPPPP Pondokdadap. [UPPPP Pondokdadap] Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap Laporan Monitoring Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Pelabuhan Perikanan (PP): Laporan Bulanan Tahun Malang (ID): UPPPP Pondokdadap. 47

64 48 Widjajani, Surna T D, Hari L, dan Gatot Y Penggunaan Soft System Methodology dan Grounded Theory dalam Membangun Teori pada Penelitian Proses Strategi (Strategy Process Research). Jurnal Manajemen Teknologi. 8(1): Williams B Soft System Methodology [Internet]. [diunduh pada 2012 Des 03]. Tersedia pada: Yuliana E dan Adi W Pengaruh Karakteristik dan Persepsi terhadap Tingkat Partisipasi Anggota dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Jurnal Bumi Lestari. 12(2): Yusfiandayani, R Studi tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Zulbainarni N Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press.

65 49 Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Uraian Jumlah INVESTASI Kapal (umur teknis 10 tahun) Alat Tangkap (umur teknis 1 tahun) Rumpon (umur teknis 5 tahun) Jumlah Investasi PENERIMAAN Musim Puncak tuna ( kg x Rp 52,000) baby tuna ( kg x Rp 14,400) cakalang ( kg x Rp 12,400) marlin ( kg x Rp 18,000) albacore/tuna mata besar (79.33 kg x Rp 19,000 ) Jumlah penerimaan per trip Jumlah trip pada musim puncak 21 Jumlah penerimaan pada musim puncak Musim Paceklik tuna ( kg x Rp 46,000) baby tuna ( kg x Rp 18,000) cakalang ( kg x Rp 14,000) tongkol ( kg x Rp 8,000) lemadang ( kg x Rp 17,800) Jumlah penerimaan per trip Jumlah trip pada musim paceklik 9 Jumlah penerimaan pada musim paceklik Jumlah Penerimaan BIAYA VARIABEL Solar (600 liter Rp 4,700) Pelumas (5 liter Rp 24,000) Es (116 balok Rp 8,000) Konsumsi (Rp 2,500,000/trip) Batu (3 karung Rp 35,000) Manol (10 orang Rp 4,000) Jumlah Biaya Variabel per trip Jumlah trip dalam setahun 30 Jumlah biaya variabel dalam setahun

66 50 Lampiran 1 Lanjutan Uraian Jumlah BIAYA TETAP Penyusutan Kapal Penyusutan Alat Tangkap Penyusutan Rumpon Perawatan Kapal Perawatan Alat tangkap Perawatan rumpon Surat izin Jumlah Biaya Tetap Retribusi (TPI 2% + Pengambek 5%) Biaya Total Sebelum Bagi Hasil Bagi Hasil (50% dari keuntungan) Biaya total setelah bagi hasil Keuntungan bersih usaha R/C Ratio 1.58 Profitabilitas (%) 2.27 Lampiran 2 Sarana dan prasarana di PPP Pondokdadap Gedung UPPPP Pondokdadap Gedung penyimpanan Kantin Gedung TPI lama

67 51 Lampiran 2 Lanjutan Gedung TPI baru Lapangan Parkir Dermaga baru Dermaga lama KUD Mina Jaya Bollard Lampu jalan Tangki air bersih

68 52 Lampiran 3 Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang No. 1 Tahun 2009

69 Lampiran 3 Lanjutan 53

70 54 Lampiran 3 Lanjutan

71 Lampiran 3 Lanjutan 55

72 56 Lampiran 3 Lanjutan

73 Lampiran 3 Lanjutan 57

74 58 Lampiran 3 Lanjutan

75 Lampiran 3 Lanjutan 59

76 60 Lampiran 3 Lanjutan

77 Lampiran 3 Lanjutan 61

78 62 Lampiran 3 Lanjutan Lampiran 4 Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 27 Tahun 2012

79 Lampiran 4 Lanjutan 63

80 64 Lampiran 4 Lanjutan

81 Lampiran 4 Lanjutan 65

82 66 Lampiran 4 Lanjutan

83 Lampiran 4 Lanjutan 67

84 68 Lampiran 4 Lanjutan Lampiran 5 Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 02 Tahun 2011

85 Lampiran 5 Lanjutan 69

86 70 Lampiran 5 Lanjutan

87 Lampiran 5 Lanjutan 71

88 72 Lampiran 5 Lanjutan

89 Lampiran 5 Lanjutan 73

90 74 Lampiran 5 Lanjutan

91 Lampiran 5 Lanjutan 75

92 76 Lampiran 5 Lanjutan

93 Lampiran 5 Lanjutan 77

94 78 Lampiran 5 Lanjutan

95 Lampiran 5 Lanjutan 79

96 80 Lampiran 5 Lanjutan

97 Lampiran 5 Lanjutan 81

98 82 Lampiran 5 Lanjutan

99 Lampiran 5 Lanjutan 83

100 84 Lampiran 5 Lanjutan

101 Lampiran 5 Lanjutan 85

102 86 Lampiran 5 Lanjutan

103 Lampiran 5 Lanjutan 87

104 88 Lampiran 5 Lanjutan Lampiran 6 Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun 2011

105 Lampiran 6 Lanjutan 89

106 90 Lampiran 6 Lanjutan

107 Lampiran 6 Lanjutan 91

108 92 Lampiran 6 Lanjutan

109 Lampiran 6 Lanjutan 93

110 94 Lampiran 6 Lanjutan

111 Lampiran 6 Lanjutan 95

112 96 Lampiran 6 Lanjutan

113 Lampiran 6 Lanjutan 97

114 98 Lampiran 6 Lanjutan

115 Lampiran 6 Lanjutan 99

116 100 Lampiran 6 Lanjutan

117 Lampiran 6 Lanjutan 101

118 102 Lampiran 6 Lanjutan

119 Lampiran 6 Lanjutan 103

120 104 Lampiran 6 Lanjutan

121 Lampiran 6 Lanjutan 105

122 106 Lampiran 6 Lanjutan

123 Lampiran 6 Lanjutan 107

124 108 Lampiran 6 Lanjutan

125 Lampiran 6 Lanjutan 109

126 110 Lampiran 6 Lanjutan

127 Lampiran 6 Lanjutan 111

128 112 Lampiran 6 Lanjutan

129 Lampiran 6 Lanjutan 113

130 114 Lampiran 6 Lanjutan

131 Lampiran 6 Lanjutan 115

132 116 Lampiran 6 Lanjutan

133 Lampiran 6 Lanjutan 117

134 118 Lampiran 6 Lanjutan

135 Lampiran 6 Lanjutan 119

136 120 Lampiran 6 Lanjutan

137 Lampiran 6 Lanjutan 121

138 122 Lampiran 6 Lanjutan

139 Lampiran 6 Lanjutan 123

140 124 Lampiran 6 Lanjutan

141 Lampiran 6 Lanjutan 125

142 126 Lampiran 6 Lanjutan

143 Lampiran 6 Lanjutan 127

144 128 Lampiran 6 Lanjutan

145 Lampiran 6 Lanjutan 129

146 130 Lampiran 6 Lanjutan

147 Lampiran 6 Lanjutan 131

148 132 Lampiran 6 Lanjutan

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 16 MENENTUKAN SITUASI MASALAH: L1: Memahami situasi yang bersifat problematik. L2: Menggambarkan situasi masalah MENGAMBIL TINDAKAN UNTUK MELAKUKAN PERBAIKAN: L5: Bandingkan model (L4) dengan dunia nyata

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

5 MODEL KONSEPTUAL PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP pengajuan penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP); permohonan pemeriksaan fisik kapal, alat penangkapan ikan, dan dokumen kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan; dan pengajuan penerbitan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON MELALUI PENDEKATAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG

PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON MELALUI PENDEKATAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) DI PPP PONDOKDADAP SENDANG BIRU, MALANG Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 73-88 ISSN 2087-4871 PENGELOLAAN PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON MELALUI PENDEKATAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY (SSM) DI PPP PONDOKDADAP SENDANG

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta 10 PI Wahyuningrum / Maspari Journal 04 (2012) 10-22 Maspari Journal, 2012, 4(1), 10-22 http://masparijournal.blogspot.com Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU Productivity of Hand Line for Fishing of Mackerel (Scomberomorus commerson)

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN NELAYAN PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) DAN PANCING TONDA (TROLL LINE) DI PPP TAMPERAN PACITAN, JAWA TIMUR

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN NELAYAN PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) DAN PANCING TONDA (TROLL LINE) DI PPP TAMPERAN PACITAN, JAWA TIMUR ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN NELAYAN PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) DAN PANCING TONDA (TROLL LINE) DI PPP TAMPERAN PACITAN, JAWA TIMUR Analysis of Comparative Income Purse Seine and Troll Line Fishermen

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRACT. KAHARUDDIN SHOLEH. The Analysis of Ship Visits, Production and Fish Prices Relationship at Brondong Fishing Port. Under Supervision of EKO

ABSTRACT. KAHARUDDIN SHOLEH. The Analysis of Ship Visits, Production and Fish Prices Relationship at Brondong Fishing Port. Under Supervision of EKO ABSTRACT KAHARUDDIN SHOLEH. The Analysis of Ship Visits, Production and Fish Prices Relationship at Brondong Fishing Port. Under Supervision of EKO SRIWIYONO and SUGENG HARI WISUDO. As one of the factors

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 10 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Puger Secara geografis Kampung Nelayan Puger yang berada di Kota Puger terletak pada koordinat 113 06' 40" Bujur Timur dan 8 08'17" Lintang Selatan dengan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU Akmaluddin 1, Najamuddin 2 dan Musbir 3 1 Universitas Muhammdiyah Makassar 2,3 Universitas Hasanuddin e-mail : akmalsaleh01@gmail.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI Pengoperasian Alat Tangkap Pancing Toda di Laut Banda yang Berbasis di Kendari (Rahmat, E & H. Illhamdi) PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI Enjah Rahmat dan

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DODOL PULUT (Studi Kasus: Desa Paya Perupuk, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat) SKRIPSI

STUDI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DODOL PULUT (Studi Kasus: Desa Paya Perupuk, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat) SKRIPSI STUDI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN DODOL PULUT (Studi Kasus: Desa Paya Perupuk, Kec. Tanjung Pura, Kab. Langkat) SKRIPSI OLEH : M. ADI KURNIAWAN NASUTION 100304081 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci