Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEBERLANJUTAN SISTEM PERTANIAN Wayan Windia Fakultas Pertanian Univ.Udayana, Bali wayanwindia@ymail.com ABSTRAK Pada saat ini, tidak ada permasalahan yang dapat diselesaikan hanya dengan aturan tertulis. Termasuk dalam kaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam (SDA). Oleh karenanya, sangat perlu digali dan dikembangkan kearifan lokal, dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, dalam kaitannya dengan keberlanjutan sistem pertanian. Berkait dengan kiat untuk keberlanjutan sistem pertanian, maka di Bali dikenal adanya konsep Tri Hita Karana (THK). Patut diketahui bahwa THK adalah kearifan lokal yang sangat populer sebagai wacana di kalangan masyarakat Bali. Konsep THK diterapkan dalam sistem pertanian di Bali, oleh sebuah lembaga tradisional yang disebut Subak. Konsep THK tidak saja diterapkan pada sistem pertanian (oleh Subak). Tetapi dapat diterapkan pada setiap sektor. Di Bali, konsep THK diterapkan pula oleh lembaga Subakabian (organisasi petani di lahan kering), Desa Adat, dan sekarang sedang diperkenalkan di kalangan komponen kepariwisataan (hotel, dan obyek wisata) di Bali. Prinsip THK adalah penerapan harmoni dalam kehidupan manusia. Yakni harmoni dengan penciptanya (disebut dengan istilah Parhyangan), harmoni dengan sesamanya (disebut dengan istilah Pawongan), dan harmoni dengan alam (disebut dengan istilah Palemahan). Lembaga subak dalam pengelolaan sumberdaya air, menerapkan prinsip-prinsip harmoni dari konsep THK, yang dibuktikan dalam berbagai aktivitas lembaga subak. Melalui penerapan konsep THK, maka lembaga subak di Bali tetap eksis, sejak 10 Abad yang lalu. Lembaga subak sebagai lembaga sosiokultural yang menerapkan konsep THK menghadapi tantangan berat saat sekarang dan di masa depan, seiring adanya glombang globalisasi. Oleh karenanya, lembaga ini memerlukan pengembangan dalam bidang akivitas ekonomi dan teknologi. Keberlanjutaan sistem subak yang menerapkan THK dapat diukur dengan analisis Matrik Inverse. Dalam hal ini subak dianggap sebagai teknologi yang menerapkan kebudayaan. Kemudian akan ditemukan sebuah matrik yang menghubungkan sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Melalui sistem matrik inilah, akan dianalisis dengan matrik inverse. Dengan demikian akan ditemukan nilai transformasi dari matrik tsb. Nilai transformasi ini, analogis dengan nilai keberlanjutan subak. Keberlanjutan subak akan berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem pertanian (di Bali). Kata kunci : kearifan lokal, sumberdaya alam, keberlanjutan sistem pertanian, matrik inverse, nilai keberlanjutan. PANGKAL PIKIR Saat ini dan di masa yang akan datang, aturan-aturan tertulis sudah tidak bisa lagi menyelesaikan masalah kemasyarakatan. Termasuk dalam masalah pengelolaan sumberdaya alam (SDA). Apalagi SDA sangat dipentingkan dalam kehidupan manusia modern. Hal itu terjadi karena kompleksitas kehidupan manusia yang sangat kompetitif sebagai akibat adanya globalisasi, Akhirnya muncullah manusia yang pragmatis, konsumtif, dan teknologis.

11 Manusia yang berwatak teknologis adalah manusia yang sangat eksploratif dan eksploitatif dalam konteks pemanfaatan SDA (Windia, 2002). Sementara itu Pusposutardjo (1996) menyebutkan bahwa dalam proses pembangunan, manusia sering tidak hirau dengan sekitarnya, sehingga manusia sering tidak menghiraukan konsep keberlanjutan dalam proses pembangunan. Dalam kaitan dengan hal tsb, Biswas, 1994 (dalam Pusposutardjo, 1996) menyebutkaan bahwa manusia sering terjerat dalam sikap yang disebutkan sebagai NIMBY (Not in My Backyard) atau sikap BANANA (Build Absolutely Nothing Anywhere Near Anything). Berkait dengan bahasan di atas, di mana manusia sering sangat kejam terhadap alam, maka sangat diperlukan adanya pengembangan kearifan lokal dalam kehidupan manusia, khususnya dalam proses pengelolaan SDA. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya air (SD Air), Arif (2009) menyebut perlunya pengelolaan SD Air yang berbasis budaya. Bahwa dalam pengelolaan SD Air perlu adanya perenungan yang bersifat ontologis, epsitemologis, dan aksiologis. Renungan itu akan dapat menuntun manusia menghadapi tantangan global, yakni kekurangan pangan, energi, dan pemanasan global. Dalam hal itu, pengelolaan irigasi pada khususnya dan pengelolaan SDA pada umumnya akan sangat terpengaruh dengan adanya fenomena tsb. Tetapi sekaligus menjadi tumpuan harapan penyelesaian masalah berkait dengan pengelolaan SDA. Sementara itu, Lenton (1994) menyebutkan bahwa keberlanjutan pengelolaan sumberdaya air memerlukan aksi dalam bidang teknologi, pengelolaan, dan kebijakan pada level pengambil keputusan, di mana hal itu merupakan sesuatu yang sulit dalam praktek keseharian. Patut dicatat bahwa dalam konteks perlunya pengelolaan sumberdaya berbasis budaya, maka di Bali dikenal luas sebuah konsep budaya dimaksud, yang disebut dengan Tri Hita Karana (THK). Adapun yang dimaksud dengan THK adalah konsep harmoni dalam aspekaspek kehidupan manusia. Manusia harus harmoni dengan penciptanya (konsep Parhyangan), manusia harus harus harmoni dengan sesamanya (konsep Pawongan), dan manusia harus harmoni dengan alam (konsep Palemahan). Konsep THK sebagai kearifan lokal, patut dapat dikembangkan dalam pengelolaan sumberdaya alam, untuk keberlanjutaan sistem pertanian. Sebelum pembahasan dilanjutkan, maka perlu kiranya didefinisikan beberapa variabel penting. Adapun yang dimaksudkan dengan : (i) kearifan lokal adalah sebuah konsep yang secara tradisional berkembang dalam suatu komunitas tertentu, dan tetap dapat dipergunakan sebagai acuan dalam berbagai permasalahan manusia dalam kehidupannya; (ii) sumberdaya adalah sesuatu yang hanya dapat diperoleh melalui aktivitas ekonomi; (iii) keberlanjutan adalah sesuatu yang dinikmati saat ini, dan harus dapat tetap dinikmati oleh generasi berikutnya; (iv) sistem adalah beberapa subsistem yang mempunyai hubungan timbal balik atau hubungan struktural, memiliki tujuan, dan tujuannya dipengaruhi oleh lingkungannya (Sudira, 1999). KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa di Bali dikenal sebuah kearifan lokal yakni Tri Hita Karana (THK). Konsep kearifan lokal itu tidak mengambang di langit biru. Namun ada lembaga tradisonal yang menerapkannya, yakni lembaga subak, atau sistem irigasi subak. Subak mengelola sistemnya dengan harmoni, yakni mengelola dengan arif konflik-konflik internal yang mungkin terjadi, dan mengelola SDA, berdasarkan konsep THK, yakni Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Dalam konsep Parhyangan, anggota subak berusaha selalu eling kepada penciptanya. Dalam aktivitas kesehariannya anggota subak selalu mengadakan persembahan sesaji dalam bentuk upacara tertentu, dalam setiap tahap pelaksanaan aktivitas pertanian. Menurut catatan Dinas Pertanian Prop. Bali, ada 16 upacara yang dilakukan oleh petani anggota subak. Mulai

12 dari upacara menjemput air, pada saat akan mulai diselenggarakan proses pertanaman, sampai dengan pada saat panen. Mereka melakukan upacara tersebut, dengan maksud untuk memohon kepada Tuhan YME, agar semua aktivitas pertanian yang akan dilaksanakan dapat terselanggara dengan baik dan lancar. Hal tsb bermakna bahwa dalam proses petani melakukan pengelolaan SDA, mereka selalu ingat kepada yang Maha Pencipta, yang menciptakan SDA (air, sawah, dll) di subak ybs. Arif (1999) bahkan membuat hipotesis bahwa baik-buruknya organisasi subak tertentu dalam proses pengelolaannya, dapat dilihat dari kondisi Pura Subak yang terletak di kawasan persawahan subak ybs. Dalam konsep Pawongan, anggota subak membuat aturan yang dirangkum dalam peraturan subak, yang disebut dengan awig-awig. Dalam awig-awig pada umumnya diatur berbagai hal, yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh anggota subak. Dalam peraturan itu juga ditetapkan denda yang harus dibayar oleh anggota dalam proses pengelolaan SDA yang dilakukan subak ybs. Pada umumnya yang dituliskan dalam awig-awig adalah berbagai hal yang pada dasarnya telah diterapkan oleh subak. Misalnya, apa boleh saling pinjam air irigasi atau tidak, kapan dilaksanakan upacara di Pura Subak, masa jabatan pengurus, dll. Semua yang dituliskan dalam awig-awig berdasarkan konsensus anggota. Dalam konsep Palemahan, subak melakukan harmoni dengan alam, dengan membuat petak persawahan sesuai dengan kontur alam di kawasan itu. Hal inilah yang menyebabkan adanya pemandangan terasering sawah yang indah. Mereka tidak perduli, apakah petak sawahnya sempit, berkelok-kelok tidak teratur, dll. Meskipun kondisi itu tidak efesien dalam proses pengelolaan sawah, namun mereka tampaknya tidak mengedepankan konsep efesiensi. Namun yang penting adalah, bahwa tindakannya itu dapat secara efektif menjaga sawah dari proses erosi. Petani juga mengatur sistem irigasinya, di mana setiap blok persawahan (yang mungkin terdiri dari beberapa sub-blok/petak sawah) milik petani anggota, memiliki satu pintu tempat masuknya air irigasi (inlet), dan satu peintu tempat keluarnya air irigasi (outlet). Air masuk melalui inlet, dan keluar melalui outlet, setelah air irigasi dimanfaatkan pada semua petak pada blok sawah tsb. Susanto (1999) menyebut konsep ini sebagai konsep: one inlet and one outlet system pada pengelolaan air irigasi subak. Sistem ini memungkinkan petani anggota subak mengembangkan konsep saling pinjam air, menghindari pencurian air, menghindari konflik yang disebabkan oleh air, dan mereka dapat melakukan diversifikasi pertanaman pada saat musim hujan sekalipun. Petani juga mengatur sistem pembagian air irigasi berdasarkan konsep proporsional, yang diatur dalam konsep tektek. Meskipun proporsional, namun rasa keadilan diletakkan di atas segala-galanya. Rasa keadilan dicerminkan dalam pola tanam. Misalnya, seluruh anggota subak harus bisa bertanam padi dua kali dalam setahun. Baik petani yang berada di hulu, tengah, atau hilir. Kalau belum, maka mereka akan menata kembali ukuran tektek-nya, agar semua petani di subak itu merasa mendapatkan keadilan dalam pembagian air irigasi. Proses itu dikenal dengan memberikan pelampias (atau tambahan takaran air) bagi petani anggota subak yang memerlukan. Melalui konsep harmoni dalam Parhyangan, Pawongan, dan Pelemahan (sesuai konsep THK), maka sistem subak yang berlandaskan THK dalam pengelolaan SDA, terbukti dapat terus berlanjut, sejak Abad ke-11 hingga saat ini. Meskipun lahan sawah pada subak terus berkurang (karena adanya alih fungsi lahan sawah), namun eksistensi subak tetap dapat berlanjut. Eksistensi subak dilihat dari keberadaan sawah, adanya sumber air irigasi untuk subak tsb, adanya pura subak, dan organisasi itu harus otonum.

13 TANTANGAN SISTEM IRIGASI SUBAK Subak adalah lembaga yang bersifat sosio-kultural. Sebagai lembaga yang bersifat sosio-kultural, subak memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan subak adalah lembaganya fleksibel, bersifat good governance, kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan budaya sekitarnya, dan kemampuannya untuk mengadopsi perkembangan teknologi. Kelemahannya adalah tidak mampu bertahan kalau ada intervensi dari pihak eksternal (Purpowardojo dan Wardana, 1997). Tantangan subak ke depan adalah : (i) air semakin terbatas karena dipergunakan oleh berbagai sektor yang lain; (ii) sawah semakin menyempit, karena adanya alih fungsi lahan sawah yang berkurang rata-rata 1000 ha/tahun; (iii) kualitas air semakin buruk, karena adanya polusi (sampah, plastik, kotoran binatang, dll); (iv) pajak (PBB) yang mencekik, karena didasarkan pada lokasi sawah atau berdasarkan NJOP, serta setiap dua tahun meningkat, disesuaikan dengan tingkat inflasi; (v) harga-harga input yang semakin meningkat, dan harga output yang menurun pada saat panen, dll. Untuk menghadapi tantangan itu, maka subak memerlukan pendampingan, agar memiliki aktivitas ekonomi, dan perlu didampingi agar mampu menerapkan perkembangan teknologi, khususnya teknologi pasca panen (hilir). Subak yang mendapatkan pendampingan pada umumnya dapat berkembang dengan baik, dan membuat kesepakatan untuk tidak membolehkan anggotanya menjual sawah untuk kepentingan non-sawah. Hal ini telah terlaksana di Subak Wangaya Betan, Subak Jatiluwih, dan Subak Guama di Kab. Tabanan, serta Subak Lodtunduh di Kab. Gianyar. Hal ini membuktikan bahwa kalau subak mendapatkan pendampingan, maka subak itu akan dapat berkembang dengan baik. Keadaan ini mirip dengan perkembangan desa adat, sekitar 30 tahun yl. Kala itu, desa adat di Bali yang juga berwatak sosio-kultural, diberikan pendampingan dalam bidang ekonomi dalam pembentukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Kini eksistensi LPD pada setiap desa adat di Bali, pada umumnya telah berkembang dengan baik, dan maju. Analogi inilah yang harus dikembangkan padsa sistem subak di Bali. Lembaga ekonomi yang paling tepat untuk subak adalah koperasi tani (koptan). Karena kepentingan petani pada umumnya adalah sama. Sebagaimana diketahui bahwa dasar pembentukan koperasi adalah bahwa para anggotanya harus memiliki kepentingan yang sama. SUBAK UNTUK KEBERLANJUTAN SISTEM PERTANIAN Subak pada dasarnya berfungsi untuk mengelola SDA (air irigasi), agar mampu dimanfaatkan secara adil oleh anggotanya. Eksistensi subak yang baik, akan dapat mendukung keberlanjutan sistem pertanian. Di Bali tidak ada satu petak areal sawahpun yang tidak dikelola oleh lembaga subak. Pada saat ini, di Bali terdapat lk ha sawah, yang dikelola oleh sekitar 1546 buah subak, dan ramah tangga petani (BPS, 2010). Untuk itu, sistem subak perlu dikembangkan dan ditransformasikan, agar mampu mengelola SDA dengan efektif, dan mampu mendukung keberlanjutan sistem pertanian. Windia (2002) mencoba merumuskan kemungkinan subak di Bali yang berlandaskan THK, untuk ditransformasikan ke daerah lain dengan latar belakang budaya yang lain. Nilai transformasi subak dapat dinyatakan sesuatu nilai yang sepadan dengan keberlanjutannya. Bahwa subak yang berlanjut akan sepadan dengan kondisi keberlanjutan sistem pertanian. Hal itu disebabkan, karena sejatinya subak dan sistem pertanian, bagaikan dua sisi dalam satu buah koin. Dalam kaitan dengan transformasi subak yang ber THK, maka didefinisikan : (i) subak adalah sebuah sistem teknologi, karena subak adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks subak, tujuannya adalah untuk mendistribusikan air irigasi yang seadil-

14 adilnya kepada anggota subak ybs; (ii) THK adalah sebuah sistem kebudayaan, karena THK memang adalah bagian dari kebudayaan Bali, yang bertujuan untuk mengajarkan harmoni dan kebersamaan. Dengan demikian, subak yang ber THK adalah sebuah sinergi antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Sinergi antara teknologi dan kebudayaan, di mana teknologi yang melahirkan kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan yang melahirkan teknologi, maka hal itu disebut sebagai sebuah peradaban. Dengan adanya sinergi itu, maka dapat dibuat sebuah matrik yang menghubungkan antara semua subsistem dari sistem teknologi, dan semua subsistem dari sistem kebudayaan. Adapun yang merupakan subsistem dari sistem teknologi adalah subsistem : software, hardware, humanware, organoware, dan infoware (Susanto, 1991). Sedangkan yang merupakan subsistem dari sistem kebudayaan adalah subsistem : pola pikir/nilai (parhyangan), sosial (pawongan) dan artefak/kebendaan (palemahan) (Koentjaraningrat, 1993). Dalam setiap sel matrik itulah merupakan lokasi dari berbagai elemen yang eksis dalam subak. Kemudian elemen itu dinarasikan, dan selanjutnya diberikan skor. Skor diberikan terhadap semua elemen tsb, untuk dua kondisi. Pertama, skor untuk kondisi yang senyatanya di lapangan atau disebut kondisi Aktual (diistilahkan sebagai matrik A). Kedua, skor untuk kondisi yang ideal sesuai Harapan petani anggota subak (diistilahkan sebagai matrik H). Dengan demikian, akan didapatkan skor untuk matrik A dan matrik H. Kalau matrik A dan matrik H diketahui melalui riset, maka matrik transformaasi (diistilahkan dengan matrik X) akan dapat dicari melalui perhitungan Matrik Inverse. Rumusnya adalah sebagai berikut. A. X = H X = A -1. H Keterangan: A matrik kondisi subak yang senyatanya/aktual. H matrik kondisi subak yang ideal/harapan. X matrik transfomasi. A -1 = inverse matrik A Sementara itu, harus juga dicatat bahwa : Z= (D-D*)/D x 100% Keterangan: D Determinan matrik A D* Determinan matrik X Z = Koefisien peluang transformasi/peluang keberlanjutan. Dalam hal perhitungan dengan rumus tersebut, maka makin besar nilai Z, maka makin besar peluang keberlanjutan dari sistem yang dianalisis. Nilai Z akan berada diantara nilai lebih besar nol, dan lebih kecil 100. Hal itu bermakna bahwa tidak ada nilai transformasi/keberlanjutan dari suatu sistem, sama sekali tidak ada (nol), atau keberlanjutannya sempuna. PENUTUP Demikian beberapa hal yang dapat disampaikan dalam konteks peran kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam, untuk keberlanjutan sistem pertanian. Bahwa kearifan lokal sangat penting untuk dikembangkan dan diberdayakan, ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang semakin komplek. Karena pada saat ini aturan tertulis, sudah

15 tidak bisa diharapkan untuk memecahkan permasalahan sosial, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam. Di Bali telah dikenal luas, adanya konsep Tri Hita Karana (THK), sebagai suatu kearifan lokal, yang dimanfaatkan dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, khususnya dalam mengelola air irigasi. Dalam hal ini sistem subak adalah lembaga yang menerapkan THK dalam pelaksanaan aktivitasnya. Diharapkan dengan adanya penerapan THK dalam pengelolaan sumberdaya air oleh subak, maka subak di Bali akan dapat terus berlanjut. Kalau subak berlanjut, maka sistem pertanian (di Bali) diharapkan juga akan berlanjut. DAFTAR PUSTAKA Arif, S.S Applying Philosophy of Tri Hita Karana in Design and Management of Subak Irrigation System, dalam A Study of Subak as Indigenous Cultural, Social, and Technological System to Establish a Culturally based Integrated Water Resources Management Vol. III (ed: S.Soesanto), Fac.of Agric.Technology, Gadjah Mada Univ, Yogyakarta. Arif,S.S Mengembangkan Irigasi Untuk Kepentingan Rakyat, Pidato Pengkukuhan Guru Besar di UGM, tahun 2009, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Bali, Koentjaraningrat Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lenton, R Research and Development for Sustainable Irrigation Management, dalam Internasional Journal Water Resources Development, 10 (4): Pusposutaradjo, S Konsep Konservasi Tanah dan Air Untuk Keberlanjutan Irigasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar di UGM, Yogyakarta. Pusposutardjo, S dan W. Wardana Evaluasi Hasil, Akibat dan Dampak Pelaksanaan Pengembangan Irigasi Desa, Agritech, 17 (2): Sudira, P Pemodelan dan Simulasi, FTP-UGM, Yogyakarta. Susanto, S Culturally based Water Resources Management for Sustainable Irrigated Agriculture, dalam A Study of Subak as Indigenous Cultural, Social, and Technological System to Establish a Culturally based Integrated Water Resources Management Vol. III (ed: S.Soesanto), Fac.of Agric.Technology, Gadjah Mada Univ, Yogyakarta. Susanto, A.S Masalah Teknologi dan Sosial Budaya dalam Pengembangan Budaya Masyarakat Indonesia, dalam Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (ed: S.Sasmojo, dkk), Penerbit ITB, Bandung. Windia, W Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Tri Hita Karana (Disertasi), UGM, Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki peran sentral dalam pertanian. Kabupaten Tabanan yang memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Agribisnis Vol. 3, No. 1, Mei 2015 ISSN:

Jurnal Manajemen Agribisnis Vol. 3, No. 1, Mei 2015 ISSN: Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Putu Fajar Kartika Lestari, Wayan Windia 1),

Lebih terperinci

SISTEM IRIGASI SUBAK DENGAN LANDASAN TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI TEKNOLOGI SEPADAN DALAM PERTANIAN BERIRIGASI 1

SISTEM IRIGASI SUBAK DENGAN LANDASAN TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI TEKNOLOGI SEPADAN DALAM PERTANIAN BERIRIGASI 1 SISTEM IRIGASI SUBAK DENGAN LANDASAN TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI TEKNOLOGI SEPADAN DALAM PERTANIAN BERIRIGASI 1 Wayan Windia 2, Suprodjo Pusposutardjo 3, Nyoman Sutawan 4, Putu Sudira 5, dan Sigit Supadmo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI SISTEM IRIGASI SUBAK YANG BERLANDASKAN KONSEP TRI HITA KARANA 1

TRANSFORMASI SISTEM IRIGASI SUBAK YANG BERLANDASKAN KONSEP TRI HITA KARANA 1 TRANSFORMASI SISTEM IRIGASI SUBAK YANG BERLANDASKAN KONSEP TRI HITA KARANA 1 WAYAN WINDIA 2, SUPRODJO PUSPOSUTARDJO 3, NYOMAN SUTAWAN 4, PUTU SUDIRA 5, SIGIT SUPADMO ARIF 5. ABSTRACT Subak irrigation system

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN NILAI-NILAI TRI HITA KARANA (THK) PADA SISTEM SUBAK DI KAWASAN WISATA DAN KAWASAN AGRARIS KABUPATEN GIANYAR

KEBERLANJUTAN NILAI-NILAI TRI HITA KARANA (THK) PADA SISTEM SUBAK DI KAWASAN WISATA DAN KAWASAN AGRARIS KABUPATEN GIANYAR KEBERLANJUTAN NILAI-NILAI TRI HITA KARANA (THK) PADA SISTEM SUBAK DI KAWASAN WISATA DAN KAWASAN AGRARIS KABUPATEN GIANYAR RATNA KOMALA DEWI DAN I N GEDE USTRIYANA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tri Hita Karana 2.1.1. Pengertian Tri Hita Karana Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya, kebahagiaan atau kesejahteraan dan karana

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy Ni Made Ayu Adi Suartiani. 1211305025. 2017. Penilaian Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Subak di Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukau. Dibawah bimbingan Dr. Sumiyati, S.TP.MP sebagai pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi tradisional petani yang mengelola air irigasi dapat ditemui di berbagai belahan dunia, salah satunya adalah sistem irigasi subak di Bali. Subak merupakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta. Pari mempunyai arti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan kata wisata mempunyai arti perjalanan dan

Lebih terperinci

JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI

JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI Komunikasi 1. Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Keduanya menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Keduanya menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hersugondo (2009) menyebutkan perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Keduanya menunjukkan adanya hubungan resriprokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subak 2.1.1 Pengertian dan tujuan subak Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang melaksanakan pengairan tradisional serta menjadi bagian dari budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 29 Juni 2012 menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 29 Juni 2012 menetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UNESCO, sebuah Komisi Bidang Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 29 Juni 2012 menetapkan subak sebagai warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.

Lebih terperinci

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana Oleh Putu Gede Wira Kusuma Made Suryadi, I Nyoman Suditha *) Jurusan

Lebih terperinci

SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : ISSN :

SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : ISSN : SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 182 ISSN : 1829-9946 PEMBERDAYAAN SUBAK MELALUI GREEN TOURISM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI BALI NI MADE SUYASTIRI Y.P Staf Pengajar Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dan sistem irigasi yang dibangun atas swadaya masyarakat itu sendiri

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Subak Menjadi Lembaga Berorientasi Agribisnis di Kabupaten Badung (Kasus Subak Sengempel, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal)

Strategi Pengembangan Subak Menjadi Lembaga Berorientasi Agribisnis di Kabupaten Badung (Kasus Subak Sengempel, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal) Strategi Pengembangan Subak Menjadi Lembaga Berorientasi Agribisnis di Kabupaten Badung (Kasus Subak Sengempel, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal) KADEK AYU RATNA BUDHIARTI, WAYAN WINDIA, NI WAYAN SRI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN TEBA DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

PEMANFAATAN LAHAN TEBA DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR 17 PEMANFAATAN LAHAN TEBA DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR A. A. Sg. Dewi Rahardiani 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Air merupakan kebutuhan utama semua makhluk

Lebih terperinci

Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pertanian Studi Kasus : Sistem Subak di Bali. Abstrak...

Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pertanian Studi Kasus : Sistem Subak di Bali. Abstrak... Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pertanian Studi Kasus : Sistem Subak di Bali Abstrak... 1. PENDAHULUAN Kearifan lokal merupakan cara pandang manusia atau komunitas tentang alam

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

Penguatan Budaya Subak Melalui Pemberdayaan Petani 1. Wayan Windia *

Penguatan Budaya Subak Melalui Pemberdayaan Petani 1. Wayan Windia * Penguatan Budaya Subak Melalui Pemberdayaan Petani 1 Wayan Windia * Abstract The paper discusses the role and contribution of subak member (farmers) to the culture. Generally known that the subak system

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan berbagai suku bangsa mempunyai keanekaragaman kearifan lokal, kearifan tradisional, dan budaya yang didalamnya terkandung nilai-nilai etik dan moral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan

Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan (Kasus Subak Mungkagan, Desa Sembung, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung) I PUTU TESSA ANDIKA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui The United Nations Educational and Cultural Organization (UNESCO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat terkenal di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat terkenal di Indonesia, bahkan di dunia. Daya tarik Bali sebagai daerah tujuan wisata adalah karena faktor keindahan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Satu

Pendahuluan. Bab Satu Bab Satu Pendahuluan Pagi menjelang siang hari itu, di satu petak sawah di sebuah desa di kawasan Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan-Bali beberapa wisatawan asing bergegas turun dari mobil

Lebih terperinci

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I)

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran Memperkenalkan ekologi manusia kepada mahasiswa sebagai salah satu pendekatan untuk memahami

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

Persepsi Petani terhadap Penetapan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia (Studi Kasus Subak Pulagan Kawasan Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar)

Persepsi Petani terhadap Penetapan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia (Studi Kasus Subak Pulagan Kawasan Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar) Persepsi Petani terhadap Penetapan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia (Studi Kasus Subak Pulagan Kawasan Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar) AYU FEBY SARITA I WAYAN WINDIA I WAYAN SUDARTA Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Di sisi lain kita sering bersikap menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan sumber daya alamnya. Hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat yang dimiliki oleh Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan pendapatan bagi keluarga, sehingga hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan.

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)

Kesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig) Bab Sembilan Kesimpulan Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berperan penting dalam penyediaan dan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya. Dengan adanya eksplositas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Karakteristik responden Unit analisis dalam penelitian ini adalah subak. Oleh karena itu, karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian berperan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006). Wisata memiliki karakteristik. kembali ke tempat asalnya.

TINJAUAN PUSTAKA. atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006). Wisata memiliki karakteristik. kembali ke tempat asalnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang, bersifat sementara, serta untuk menikmati objek dan atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006).

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pekerjaan dengan tingkat tekanan yang tinggi adalah auditor internal. Pekerjaan ini memiliki beban kerja yang berat, batas waktu pekerjaan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga kelestarian dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal

Lebih terperinci

MODEL KETERLIBATAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DALAM MEMPERTAHANKAN LAHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN DESA WISATA PENDAHULUAN

MODEL KETERLIBATAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DALAM MEMPERTAHANKAN LAHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN DESA WISATA PENDAHULUAN P R O S I D I N G 547 MODEL KETERLIBATAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DALAM MEMPERTAHANKAN LAHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN DESA WISATA Widhianthini Staf Pengajar di Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting dalam peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan beras. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya. Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI Menimbang : a. bahwa subak abian merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian.

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara finansial maupun didalam menjaga keharmonisan alam. Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. secara finansial maupun didalam menjaga keharmonisan alam. Sektor pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi besar dalam keanekaragaman sumber daya alam yang bisa memberikan keuntungan baik secara finansial maupun didalam

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA FISIK SISTEM SUBAK YANG BERORIENTASI AGROEKOWISATA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY

EVALUASI KINERJA FISIK SISTEM SUBAK YANG BERORIENTASI AGROEKOWISATA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY EVALUASI KINERJA FISIK SISTEM SUBAK YANG BERORIENTASI AGROEKOWISATA MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY Sumiyati, 1 Lilik Sutiarso, 2 Wayan Windia, 3 DAN Putu Sudira 4 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI

PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan lindung sesuai fungsinya ditujukan untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam peranan perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata pencaharian di sektor pertanian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 9 C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian... 10

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 9 C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian... 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv PERNYATAAN... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii

Lebih terperinci

Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan

Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan Bab Tujuh Kearifan Lokal Modal Pelestarian Ketahanan Pangan dan Hayati di Subak Wongaya Betan Pengantar Ada tantangan yang dihadapi subak saat ini dan masa yang akan datang yaitu dalam menghadapi globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap lingkungan yang memunculkan tuntutan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap lingkungan yang memunculkan tuntutan tanggung jawab 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggungjawab sosial muncul dan berkembang sejalan dengan adanya interelasi antara pihak perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan dari berbagai dampak yang

Lebih terperinci

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Tradisi pertanian masyarakat Indonesia ------ integrasi tanaman dan ternak pertanian campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia sekaligus investasi yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia sekaligus investasi yang bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia sekaligus investasi yang bertujuan untuk mendorong pembangunan bangsa. Hampir seluruh negara di dunia menempatkan kesehatan sebagai

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 221 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat tergolong rendah dan bersifat parsial atau tidak ideal, di mana hanya dua tahapan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar)

Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar) Implementasi Enam Fungsi Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar) SILFIA MARETA MAHMUDAH, I WAYAN WINDIA, WAYAN SUDARTA Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

nasib makhluk di muka bumi dan generasi berikutnya.

nasib makhluk di muka bumi dan generasi berikutnya. Apa saja perilaku manusia kepada alam : Sebagai proses kesadaran dan perenungan tentang Sebagai proses kesadaran dan perenungan tentang nasib makhluk di muka bumi dan generasi berikutnya. Sebelum peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

Operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi subak di Kabupaten Tabanan

Operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi subak di Kabupaten Tabanan Operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi subak di Kabupaten Tabanan Sumiyati, I Wayan Windia, I Wayan Tika Universitas Udayana Email: sumiyati@unud.ac.id Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengembangan potensi ekowisata, dilakukan oleh Suryawan (2014), di Desa Cau Belayu,

Lebih terperinci

DESA KERTA DAN DESA BUAHAN KECAMATAN PAYANGAN KABUPATEN GIANYAR, BALI

DESA KERTA DAN DESA BUAHAN KECAMATAN PAYANGAN KABUPATEN GIANYAR, BALI DESA KERTA DAN DESA BUAHAN KECAMATAN PAYANGAN KABUPATEN GIANYAR, BALI Oleh : Ni Wayan Siti KERJASAMA LPPM UNUD LPPM UNDWI PEMDA GIANYAR 1 1. PENDAHULUAN Kondisi eksisting Wilayah 1. Berlokasi di dataran

Lebih terperinci

SOSIALISASI SUBAK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA KEPADA SISWA SMU DI KECAMATAN TAMPAKSIRING, KABUPATEN GIANYAR

SOSIALISASI SUBAK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA KEPADA SISWA SMU DI KECAMATAN TAMPAKSIRING, KABUPATEN GIANYAR SOSIALISASI SUBAK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA KEPADA SISWA SMU DI KECAMATAN TAMPAKSIRING, KABUPATEN GIANYAR WAYAN WINDIA, I WAYAN WIDYANTARA, AAA WULANDIRA SDJ, PUTU UDAYANI WIJAYANTI, IDA AYU LISTIA

Lebih terperinci

Bab Tiga Metode Penelitian

Bab Tiga Metode Penelitian Bab Tiga Metode Penelitian Seperti Menatap Cermin Ketertarikan saya dengan bidang pertanian berawal ketika pada masa kanak-kanak sampai remaja (masa Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas) sering menemani

Lebih terperinci