PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI
|
|
- Dewi Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis. Sejarah perkembangan masyarakatnya diwarnai oleh berbagai gejala perubahan sosial, yang prosesnya terkadang membawa berbagai gejolak sosial. Gambaran perkembangan seperti ini, dari sudut pandang orang luar mungkin agak sulit dibayangkan karena konstruksi imajinasi yang terlanjur menempel kuat pada sosok Bali sebagai Pulau Dewata. Pulau dengan ribuan pura tempat bersemayam para dewata, yang suasananya dianggap penuh dengan kedamaian dan keharmonisan. Namun antara kesan dan realita memang sering berjarak jauh. Bali, dalam realitanya, misalnya, jelas tidak sama dengan bayangan yang melekat pada julukannya sebagai Pulau Dewata, tempat yang penuh dengan kedamian dan keharmonisan. Sebaliknya, Bali (masyarakat Bali), adalah masyarakat yang sepanjang sejarahnya diwarnai oleh perkembangan dinamika sosial yang di dalamnya terdapat berbagai ketegangan, pertentangan, dan bahkan konflik, di samping juga suasana damai dan harmonis. Apa yang hendak dikemukakan di sini adalah bahwa pertentangan dan konflik di satu sisi, dan kehidupan yang damai serta harmonis di sisi lain sejatinya adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Temuan lapangan dari penelitian ini, secara keseluruhan juga menegaskan bagaimana masyarakat perdesaan di Tabola yang wilayahnya terletak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem Bali, adalah masyarakat yang kehidupan sosialnya selalu berkembang dinamis. Masyarakat yang kehidupan sosialnya tidak pernah lepas dari berbagai pengaruh, baik yang berasal dari luar desa (supra-desa) maupun dari dalam desa (internal desa). Perkembangan pengaruh dari kedua faktor itu ( luar desa dan di dalam desa ), pada gilirannya telah mendorong terjadinya berbagai gejala perubahan sosial. Berbagai
2 PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI gejala perubahan sosial yang ditunjukkan dalam bab-bab sebelumnya dari tulisan ini, misalnya, menegaskan perkembangan kehidupan sosial yang dinamis itu. Ini khususnya terkait konteks periode waktu yang menjadi fokus perhatian penelitian ini, yaitu sejak awal reformasi (1999) hingga tahun 2010 (akhir tahun 2010, ketika riset lapangan ini diakhiri). Pada tulisan di bab-bab sebelumnya, telah digambarkan antara lain berbagai gejala perubahan sosial, yang hal itu terjadi terutama sejak pengaruh reformasi menembus aspek-aspek kehidupan sosial masyarakat desa Tabola. Gejala perubahan yang terjadi itu, ternyata tidak saja muncul dalam dimensi material, seperti misalnya aspekaspek kelembagaan masyarakat, tetapi juga dalam dimensi immaterial, yang dalam hal ini melibatkan aspek-aspek ide dan kesadaran masyarakat Tabola, baik sebagai individu maupun kolektif. Di sana tergambar dengan jelas, bagaimana struktur sosial masyarakat, dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma, mengalami proses perubahan sejalan dengan proses penyuratan awig-awig Desa Pakraman Tabola. Hasil dari proses penyuratan itu sendiri (dalam bentuk awig-awig baru yang tertulis) terbukti kemudian dalam prosesnya telah mengubah sebagian kesadaran kognitif masyarakat, termasuk pada gilirannya berbagai praktik terkait substansi ide yang terkandung dalam kesadaran tersebut. Salah satu yang menonjol, misalnya, adalah ide-ide dan praktik-praktik terkait berbagai ritual seperti soal cuntaka atau adu ayam (konsep tabuh rah). Terlihat di sini bahwa munculnya awig-awig baru di Tabola, selain hal itu merupakan hasil dari proses perubahan sosial, tetapi di sisi lain juga telah menjadi sumber dari perubahan sosial itu sendiri. Dalam tulisan yang sama, juga digambarkan suatu contoh bagaimana hadirnya awig-awig yang merupakan hasil dari suatu proses perubahan sosial, ternyata mendorong lebih lanjut terjadinya berbagai perubahan sosial lainnya. Contohnya, karena munculnya realitas awigawig baru, maka kelembagaan perdesaan mengalami berbagai proses perubahan, yang hal itu melibatkan perubahan dalam struktur organisasi dan juga relasi antar struktur, termasuk dengan struktur supra-desa. Begitupula karena sebab yang sama, maka struktur 376
3 BAB 9 KESIMPULAN kepemimpinan di Tabola mengalami perubahan, yang prosesnya diwarnai oleh pertentangan dan konflik. Apa yang hendak dikemukakan di sini adalah bahwa perubahan itu memiliki sifat kaitmengkait membentuk suatu jalinan antara satu gejala dengan gejala yang lain, atau bersifat komplek. Dari gejala perubahan sosial yang komplek itu, ada sesuatu yang menarik untuk dikemukakan, yaitu bahwa perubahan di Tabola ternyata mengandung sifat dualitas. Sebagaimana diungkapkan juga dalam tulisan sebelumnya, bukan kebetulan kalau ternyata masyarakat Bali, baik sebagai individu maupun kolektif, sejak jaman dahulu kala, memiliki cara pandang dualitas dalam melihat dunia sosialnya (social world view). Cara pandang dualitas ini dikenal dengan nama Rwabhineda, yang keberadaannya secara historis bisa ditelusuri sejak abad ke-9 atau ke-10, yaitu ketika Mpu Kuturan mempersatukan pertentangan antara sekte-sekte yang berkembang banyak di Bali pada masa itu, dan mengemasnya menjadi satu konsep yang solid, yaitu Syiwa-Budha, atau diberi nama Rwabhineda. Sebagaimana disinggung sebelumnya, konsep Rwabhineda yang sudah menubuh kuat dalam pikiran dan memandu berbagai tindakan masyarakat Bali itu, tampaknya memiliki kesejajaran dengan konsep dualitas Giddens dan Bourdieu. Khususnya dalam hal bahwa keduanya menolak pemikiran dualisme yang memandang realitas dunia berdasarkan dikotomi, antinomi atau oposisi biner itu. Bersama konsep lain tentang pentingnya keharmonisan untuk mencapai kehidupan yang bahagia (Tri Hita Karana), Rwabhineda boleh dikatakan sudah menjadi habitus bagi masyarakat perdesaan di Tabola pada khususnya, dan boleh jadi, di Bali pada umumnya. Dengan keberadaan habitus ini, masyarakat Bali, baik sebagai individu maupun kolektif, menjadi agen-agen atau aktor-aktor yang aktif dan berinisiatif merespon setiap perkembangan dunia sosial yang mereka hadapi. Gejala perubahan yang bersifat dualitas, sebagaimana dijelaskan dalam Bab 8, antara lain, adalah hasil dari respon masyarakat Bali sebagai agen-agen atau aktor-aktor yang aktif dan berinisiatif tersebut. 377
4 PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI Atas dasar pemikiran bahwa konsep Rwabhineda dan Tri Hita Karana sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, baik dalam dimensi sekala (material/duniawi) maupun niskala (immaterial/spiritual), maka ada satu pertanyaannya yang perlu dikemukakan di sini yaitu apa implikasi hal-hal semacam itu dengan praktik pembangunan di Bali? Bagaimanapun pertanyaan ini penting untuk dikemukakan, mengingat ruang lingkup penelitian ini secara lebih luas adalah bidang studi pembangunan sehingga soal implikasi terhadap praktik pembangunan menjadi relevan untuk dirumuskan. Sebagaimana sempat disinggung dalam bab sebelumnya, bahwa kalau berbicara tentang pembangunan di Bali, maka mau tidak mau, aspek pembangunan sektor pariwisata menempati peranan sangat penting. Tabel 2 tentang Distribusi Pendapat Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali yang dicantumkan pada Bab 1 dari tulisan ini, misalnya, menggambarkan bahwa sektor pariwisata adalah lokomotif pembangunan di Bali. Sektor pariwisata dalam hal ini memberikan sumbangan paling besar di antara sektor-sektor pembangunan yang ada. Gambaran ini secara empirik menegaskan betapa penting sekali sektor pariwisata bagi pembangunan di Bali. Terkait hal ini, bisa dijelaskan (kemungkinan) kaitan antara cara fikir dualitas dengan praktik pembangunan, khususnya pembangunan pariwisata, di Bali. Dalam konteks pembangunan pariwisata di Bali selama ini, kita bisa melihat bahwa industri jasa pariwisata secara umum mampu berkembang berdampingan dengan realitas sosial-budaya (adat dan agama) masyarakat di Bali. Kedua sektor itu, yang oleh pemikiran modernisme mungkin bisa dianggap merupakan dua sektor yang berbeda, satu modern (industri jasa pariwisata) dan satu lagi tradisional (adat dan agama), ternyata mampu berkembang bersama tanpa saling menegasikan secara hirarkhis satu dengan yang lainnya. Memang, harus diakui, bahwa dalam beberapa dekade terakhir, khususnya sejak dekade terakhir pemerintahan Orde Baru, perkembangan industri pariwisata di Bali berkembang hampir tanpa kendali sehingga terkesan mulai mengancam ruang-ruang kehidupan 378
5 BAB 9 KESIMPULAN sosial-budaya masyarakat Bali. Banyak kasus-kasus sengketa wilayah berdimensi adat dan agama yang membawa gejolak di masyarakat, yang hal itu timbul karena ekspansi industri pariwisata yang tanpa kendali tersebut. Salah satu di antaranya yang sempat menonjol kasusnya adalah dibangunnya komplek resort pariwisata, Bali Nirwana Resort, disekitar wilayah yang dianggap suci oleh masyarakat adat di Bali, yaitu Tanah Lot, oleh satu grup bisnis konglomerat dari Jakarta. Pembangunan Bali Nirwana Resort seluas hampir 120 hektar, milik kelompok bisnis Keluarga Bakrie itu, tercatat sempat menimbulkan perlawanan yang keras dari masyarakat setempat dan bahkan Bali, yang merasa dirugikan dengan keberadaan resort yang berdekatan dengan tempat suci umat Hindu, Pura Tanah Lot (Santoso P dan Saskarayasa, I.K.: 2002: 41-66). Itu adalah salah satu saja contoh yang pernah terjadi di waktu lalu, karena pada kenyataannya cukup banyak contoh lain yang kasusnya mirip dengan masalah pembangungan Bali Nirwana Resort tersebut. Dalam banyak kasus, pihak pengembang industri pariwisata memang akhirnya lebih banyak memenangkan kasusnya atas masyarakat adat setempat. Hal ini sering dianggap karena adanya intervensi pihak penguasa di masa lalu, yang pada waktu itu kekuasaannya boleh dikatakan sangat menghegemoni. Kondisi-kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya banyak kritik yang tajam atas perkembangan industri pariwisata di Bali. Namun, terlepas dari banyak kekurangan yang ada, pada tingkatan tertentu, kekuatan masyarakat adat terhadap keberadaan industri pariwisata di Bali, masih cukup berpengaruh. Apalagi ketika jaman sudah sudah mulai berubah, khususnya sejak memasuki masa reformasi. Desa adat, yang kelak namanya namanya berubah menjadi desa pakraman, secara berangsur-angsur semakin kuat kedudukannya, yang hal itu membawa konsekuensinya bahwa kontrol masyarakat adat terhadap ekspansi industri pariwisata di Bali juga menjadi semakin kuat. Sejak waktu itu, hampir tidak mungkin lagi bisa dilakukan suatu pembangunan sarana industri pariwisata yang mengabaikan keberadaan adat (desa adat) dan tempat-tempat suci umat Hindu. 379
6 PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI Tetapi sesungguhnya dalam pandangan orang Bali, pariwisata (baca: industri jasa modern) dan tradisi masyarakat adalah dua entitas berbeda yang tidak terjebak dalam kerangka pemikiran oposisi biner. Sebalikya keduanya berbeda tetapi saling menghidupi, karena hanya dengan saling menghidupi itulah industri pariwisata dan tradisi bisa sama-sama memiliki masa depan untuk berkembang. Sebab bagaimanapun, industri pariwisata tidak bisa dilepaskan dari gambaran imajinasi terkait adat dan agama masyarakat, dan bahkan hal itulah yang menjadi modal paling utama dari pasar industri pariwisata di Bali. Umumnya masyarakat Bali, termasuk masyarakat Desa Tabola, menyadari hal demikian. Apalagi Desa Tabola, Kecamatan Sidemen, termasuk daerah pariwisata alam yang cukup terkenal di Bali. Sebaliknya, masyarakat desa adat/pakraman akan menghadapi berbagai kesulitan tanpa kemajuan industri pariwisata, karena sektor itulah, yang langsung ataupun tidak langsung, banyak menopang kehidupan ekonomi masyarakat. Sedangkan dalam dimensi yang lain, praktik kehidupan adat membutuhkan dukungan ekonomi, yang sering kali, tidak kecil. Gambaran paling jelas bisa dilihat dari kenyataan bahwa berbagai macam upacara adat di Bali seringkali menelan biaya yang tidak sedikit. Bahkan semakin besar skala upacara semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, antara adat dan pariwisata, keduanya boleh dikatakan saling menghidupi, keberadaannya saling mengandaikan, dan hubungan keduanya tak pelak, mencirikan sifat dualitas. Patut dicatat di sini, bahwa sifat dualitas ini tidak terbangun dengan sendirinya, tetapi pada dasarnya berpijak pada realitas masyarakat yang sudah memiliki modal dasar tertentu dalam bentuk cara berfikir Rwabhineda dan pandangan kehidupan yang harmonis lewat konsep Tri Hita Karana. Dari titik ini maka bisa dimengerti bahwa pembangunan pariwisata di Bali juga berkembang sangat dinamis, yang setiap kurun waktu tidak pernah sepi dari tarik menarik kepentingan antara industri jasa yang modern itu dengan keberadaan masyarakat dengan cara berfikirnya yang dualitas itu. Hasilnya, meski di sana-sini masih saja terus terdapat berbagai permasalahan yang mengundang sorotan keras dan tajam, toh keseimbangan kehidupan 380
7 BAB 9 KESIMPULAN antara sektor modern dan tradisional itu tetap berproses, dalam rangka untuk mencari berbagai alternatif solusinya. Pemikiran dualitas dalam wujud konsep Rwabhineda, sebenarnya juga bukan monopoli masyarakat Bali. Masyarakat Jawa, meskipun tidak memiliki konsep yang solid seperti Rwabhineda, dalam alam pikirannya sebenarnya juga terkandung gagasan dualitas. Hal ini, misalnya, ditunjukkan dengan gagasan yang disebut Manunggaling Kawula Gusti, yang artinya kurang lebih bersatunya pemimpin dengan rakyat yang dipimpinnya. Dalam Manunggaling Kawula Gusti ini maka hubungan yang terjadi antara Gusti (raja/pemimpin) dan Kawula (rakyat) adalah hubungan yang harmonis, dimana raja bisa mengoptimalkan kedudukannya dan rakyat bisa nyengkuyang (mendukung) serta berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Yang ditekankan di sini adalah sebuah perpaduan serta penyatuan yang harmonis dari berbagai macam elemen yang berbeda satu sama lain dalam hubungan saling menguntungkan. 1 Lewat gagasan ini, sesungguhnya ide yang memisahkan keberadaan pemimpin dan rakyat secara tajam, gagasan dikotomi atau oposisi biner, jelas-jelas ditolak. Persoalannya, sampai saat ini, belum cukup banyak kalangan peneliti yang mencoba mengeksplorasi lebih jauh alam pikiran dualitas tersebut, khususnya untuk konteks masyarakat Jawa dan dalam hubungannya dengan teori, konsep, dan praktik pembangunan. Melanjutkan apa yang sempat disinggung dalam penelitian ini, maka tampaknya penelitian yang mengeksplorasi apa yang dikemukakan di atas sangat relevan untuk dijadikan agenda ke depan. Harapannya, lebih banyak penelitian yang mengeksplorasi hal-hal serupa untuk konteks masyarakat lokal di berbagai daerah sehingga pada waktunya nanti bisa dikonsepsikan suatu bentuk konsep, teori, kebijakan dan praktik pembangunan di Indonesia, dengan menggunakan perspektif dualitas. Kalau hal seperti ini bisa diwujudkan, maka terbuka kemungkinan untuk secara bertahap bisa dimunculkan suatu konsep 1 Lihat: Prasaja, S.A., (2009). Sebuah Uraian Singkat Konsep Manunggaling Kawula Gusti
8 PERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI atau teori Pembangunan yang khas Indonesia, konsep dan teori Pembangungan ala Indonesia. Teori pembangunan yang berakar dan (diharapkan) benar-benar mampu menjawab persoalan pembangunan di Indonesia. Dengan konsep dan teori Pembangunan ala Indonesia seperti itu, mungkin praktik pembangunan di Indonesia bisa lebih mempunyai makna bagi masyarakat Indonesia itu sendiri. 382
BAB 8 PERSPEKTIF DUALISME DAN DUALITAS
BAB 8 PERSPEKTIF DUALISME DAN DUALITAS Pendahuluan Dalam uraian di bagian-bagian tulisan sebelumnya, telah dibahas beberapa topik tulisan, mulai dari berbagai perspektif teori tentang perubahan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,
BAB IV KESIMPULAN Masyarakat yang plural atau majemuk merupakan masyarakat yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu
441 BAB V P E N U T U P Kajian dalam bab ini memuat catatan-catatan kesimpulan dan saran, yang dilakukan berdasarkan rangkaian ulasan, sebagaimana yang termuat pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan, dalam
Lebih terperinciNi Made, Purnama Tabola, Perubahan Sosial, dan Bali Kini. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi 21(1):
Resensi Buku ISSN: 0852-8489 e- ISSN: 2460-8165 Tabola, Perubahan Sosial, dan Bali Kini Penulis: Ni Made Purnama Dipublikasikan oleh: LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi FISIP-UI Diterima: Juli 2016; Disetujui:
Lebih terperinciBAB V. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian di bab-bab sebelumnya. menunjukkan terjawabnya rumusan masalah tersebut.
BAB V Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sebuah rumusan masalah mengenai konstruksi diskursif pengetahuan dan praktek keagamaan Islam Wetu Telu di Lombok. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam
BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari
Lebih terperinciPentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa
Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior
BAB VII KESIMPULAN Studi ini berangkat dari dua gejala kontradiktif dari kehidupan orang Makeang. Orang Makeang di masa lalu adalah kaum subordinat dan dipandang kampungan, sedangkan orang Makeang masa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Sumber Daya Manusia 2.1.1. Pendidikan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai
Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Latar belakang Sejarah pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Tarakan berawal dari lingkungan pulau terpencil yang tidak memiliki peran penting bagi Belanda hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku
Lebih terperinciBAB VII REFLEKSI MEMBANGUN KESADARAN PEMUDA DARI KESENJANGAN DAN HILANGNYA PERAN DALAM DESA. 1. Membangun Kesadaran Pemuda Menjadi Agen
104 BAB VII REFLEKSI MEMBANGUN KESADARAN PEMUDA DARI KESENJANGAN DAN HILANGNYA PERAN DALAM DESA A. Refleksi Teoritis 1. Membangun Kesadaran Pemuda Menjadi Agen Problem yang dialami pemuda desa Banjar adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi persoalan ketika berbicara mengenai kualitas pendidikan di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyiapan program pendidikan calon guru menjadi isu yang selalu menjadi persoalan ketika berbicara mengenai kualitas pendidikan di Indonesia. Kemampuan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia
BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Terjadinya perkawinan yang dilakukan oleh para pendatang Flores
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Terjadinya perkawinan yang dilakukan oleh para pendatang Flores dengan orang kampung merupakan sebuah intrumen agar dualitas para pendatang dan orang kampung kemudian menjadi
Lebih terperinci2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif
2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata
Lebih terperincipengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.
Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas
Lebih terperinciKesimpulan. Bab Sembilan. Subak sebagai organisasi tradisional yang memiliki aturan (awigawig)
Bab Sembilan Kesimpulan Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berperan penting dalam penyediaan dan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya. Dengan adanya eksplositas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah
BAB VI KESIMPULAN Sampai pada saat penelitian lapangan untuk tesis ini dilaksanakan, Goenawan Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah Tempo dalam waktu yang relatif lama,
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.
219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
Lebih terperinciTANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN
TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN Oleh Nurcholish Madjid Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi, hidup kita dan ling kungan abad modern
Lebih terperinciproses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.
BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan arti keseimbangan antar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak perusahaan yang
Lebih terperinciSOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur
SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur Sebuah desa yang teratur dibayangkan sebagai suatu tempat yang sejuk, harmonis, dengan tata aturan (modern-rasional) yang jelas sehingga anggota-anggota
Lebih terperinci8.1 Temuan Penelitian
BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang
Lebih terperinciMULTIKULTURALISME DI INDONESIA MENGHADAPI WARISAN KOLONIAL
Seminar Dies ke-22 Fakultas Sastra Pergulatan Multikulturalisme di Yogyakarta dalam Perspektif Bahasa, Sastra, dan Sejarah MULTIKULTURALISME DI INDONESIA MENGHADAPI WARISAN KOLONIAL oleh Hilmar Farid Universitas
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di
Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN DHARMA SHANTI NASIONAL HARI RAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengetahui kekayaan dan kebudayaan bangsa lain, teknologi. mengelola input menjadi output yang berguna bagi khalayak umum.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan dan hilangnya batasan-batasan dalam berbagai sector kehidupan. Masyarakat akan lebih mengenal satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pengertian Participatory Action Research Berbagai kajian dalam rumpun ilmu sosiologi membenarkan bahwa modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya pengembangan
Lebih terperinciKedamaian dan Keberagaman di Bumi Pancasila
Kedamaian dan Keberagaman di Bumi Pancasila Masih kita ingat bagaimana hangatnya diskusi I Gusti Ktut Pudja dalam sidang BPUPKI-PPKI ketika membahas soal Allah apa Tuhan dalam penyebutan sosok metakosmos
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan
201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai
BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang
Lebih terperinciTugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973
Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater Penulis : Clifford Geertz Oleh : Isnan Amaludin NIM : 08/275209/PSA/1973 Prodi : S2 Sejarah Geertz sepertinya tertarik pada Bali karena menjadi suaka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media
Lebih terperinciSOSIOLOGI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat menciptakan dan mengembangkan kebudayaan sebagai tuntunan yang memandu kehidupan, sesuai dengan lingkungan sosial dan fisik di wilayahnya masing-masing.
Lebih terperinciAGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim
AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pekerjaan dengan tingkat tekanan yang tinggi adalah auditor internal. Pekerjaan ini memiliki beban kerja yang berat, batas waktu pekerjaan yang
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010
BAB 4 KESIMPULAN Berbagai bentukan memori seperti memisahkan, mengatasi, dan memasarkan memori telah membangun konstruksi memori kolektif kota Jakarta. Kota Jakarta sejak masa pemerintahan kolonial tidak
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1
Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan
Lebih terperinciEksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi
Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi NAMA : Bram Alamsyah NIM : 11.12.6286 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : S1-SI : J : Junaidi Idrus,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah warisan budaya (cultural heritage) belakangan ini semakin mendapat perhatian baik oleh pemerintah, akademisi, maupun kalangan organisasi nonpemerintah.
Lebih terperinciAWIG-AWIG DAN GEJALA PERUBAHAN
BAB 5 AWIG-AWIG DAN GEJALA PERUBAHAN Pendahuluan Konsep dan Sejarah Awig-awig di Bali Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali, Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, antara lain disebutkan definisi dan
Lebih terperinciMembangun Kemitraan Antar Umat Beragama
Membangun Kemitraan Antar Umat Beragama Saya sangat gembira mendapatkan undangan dari Pascasarjana UMY, untuk diajak berbicara tentang kerukunan umat beragama. Namun sayang sekali, saya tidak bisa menyiapkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Analisis Penelitian ini dilakukan pada beberapa wilayah kajian analisis. Kajian utama yang dilakukan adalah mencoba melihat bagaimana respon pesantren terhadap berbagai
Lebih terperinciKedua, pengaruh sosial. Selain budaya, pengaruh sosial yang
Bab Lima Penutup Kesimpulan Geliat meningkatkan pendidikan yang berkualitas dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan hati dan pikiran sebagaimana diperjuangkan pemerintah rupanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.
Lebih terperinciBAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN
BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinciA. Simpulan Peran public relations dalam organisasi semakin signifikan dalam kurun beberapa tahun terakhir. Divisi public relations yang mulanya hanya
BAB V PENUTUP Kehadiran social media sebagai media komunikasi telah memberikan warna baru dalam dinamika praktik komunikasi korporat. Proses komunikasi yang bersifat egaliter, langsung, dan dialogis mendorong
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciEKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI
EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DESA (UU No. 6 tahun 2014): Berkah ataukah Masalah Bagi Desa Adat. Oleh. Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti,SH.MS
1 UNDANG-UNDANG DESA (UU No. 6 tahun 2014): Berkah ataukah Masalah Bagi Desa Adat Oleh Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti,SH.MS Permasalahan Diundangkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi
Lebih terperinciIslam dan Sekularisme
Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian
Lebih terperinciPatung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia
Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian
Lebih terperinciBAB V PE N U T U P A. Simpulan
BAB V PE N U T U P A. Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan berikut ini: 1. Kebijakan pembangunan sarana air bersih menunjukkan dengan
Lebih terperinciBAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus
BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. dirumuskan sebelumnya. Kesimpulan yang dimunculkan dalam bab ini berisi
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Paparan pada bab-bab sebelumnya merupakan rangkaian alur penelitian yang ditujukan untuk menjelaskan permasalahan seperti yang telah dirumuskan sebelumnya. Kesimpulan yang
Lebih terperinciPerkebunan produktif di lereng pegunungan
Khofiffah Mudjiono: Perkebunan produktif di lereng pegunungan Bayangkan anda tengah berada di lereng pegunungan. Sejauh mata anda memandang, terlihat hamparan perkebunan berbagai komoditas. Mungkin teh
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013
Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PESTA KESENIAN BALI KE-35 DI ART CENTRE, ARDHA
Lebih terperinciRINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat
RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya perubahan prinsip di dalam
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.
BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Desa pakraman, yang lebih sering dikenal dengan sebutan desa adat di Bali lahir dari tuntutan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mampu hidup
Lebih terperinciBAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik
Lebih terperinci