HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut Penelitian ini dilakukan pada lansia yang mengikuti program Pemberdayaan Wanita dan Usia Lanjut. Kegiatan ini diadakan bekerjasama dengan Yayasan Muslimah Yasmina, Agrianita, Departemen Gizi Masyarakat, Dikmas di Departemen Pendidikan Nasional dengan judul Pemberdayaan Lansia. Program tersebut diikuti oleh pra lansia dan lansia wanita yang berumur tahun. Lansia yang mengikuti program tersebut berjumlah 65 orang terdiri dari kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita dan kelompok pengajian ibu-ibu Desa Babakan. Namun contoh dalam penelitian ini terdiri atas 31 orang lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi, yaitu 13 orang lansia dari Perumdos dan 18 orang lansia dari Desa Babakan. Kedua kelompok pengajian ini berada dalam binaan Agrianita Institut Pertanian Bogor. Kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita terdiri dari istri pensiunan, dosen ataupun pegawai IPB. Sebagian besar anggota kelompok pengajian Agrianita bertempat tinggal di Perumahan Dosen dalam komplek lingkar kampus IPB. Ada juga ibu-ibu kelompok pengajian Agrianita yang tinggal di daerah Kota Bogor. Ibu-ibu kelompok pengajian Desa Babakan bertempat tinggal di daerah Babakan Raya yang tersebar antara RT 01, 02, 03, 04, dan 07. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh program pemberdayaan lansia ini yaitu: 1. Perawatan lansia, kegiatan ini mendidik lansia untuk merawat diri sendiri di usianya sekarang meliputi pengetahuan tentang makanan, gizi seimbang dan olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan lansia 2. Kemandirian sosial, kegiatan ini meliputi penyuluhan tentang cara berkomunikasi yang baik kepada orang lain dan membuat social group seperti kelompok pengajian agar para lansia dapat berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang-orang sekitarnya. 3. Kemandirian ekonomi, dalam kegiatan ini lansia diajarkan untuk berkreatifitas seperti menyulam dan mendaur ulang sampah plastik. Tujuan umum dari program pemberdayaan lansia ini adalah meningkatkan kemandirian sosial ekonomi dari lansia, sedangkan tujuan khususnya adalah: meningkatkan kesehatan lansia; memperbaiki pola hidup yang baik; meningkatkan status gizi; dan meningkatkan keterampilan untuk

2 30 menunjang perekonomian. Outcome dari program pemberdayaan lansia tersebut adalah meningkatkan pendapatan lansia. Keadaan Sosial Ekonomi Usia Menurut Depkes (1991) mengenai pengelompokkan lanjut usia, seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia dini adalah yang telah berumur 55 tahun keatas. Contoh pada penelitian ini adalah 31 orang wanita lanjut usia yang berusia sama dengan atau diatas 55 tahun. Rentang usia contoh dalam penelitian ini berkisar antara tahun. Rata-rata usia contoh adalah 64.5 ± 9.0 tahun dengan persentase lebih dari separuh contoh yaitu 61.3% adalah pada rentang usia tahun, sedangkan sebanyak 38.7% berada pada rentang usia diatas atau sama dengan 65 tahun. Berdasarkan status ekonominya, contoh yang berstatus ekonomi tinggi dan rendah sebagian besarnya berusia tahun yaitu masing-masing 56.3% dan 66.7% Pendidikan Menurut BPS (2004), tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan terakhir yang ditamatkan. Menurut tingkat pendidikannya, sebagian besar contoh (35.5%) tamat SD, 25.8% tamat Perguruan Tinggi, 19.4% tamat SMA, 16.1% tidak sekolah, dan 3.2% tamat SMP. Berdasarkan status ekonomi nya, contoh yang berstatus ekonomi rendah sebagian besarnya hanya berpendidikan SD (56.3%) dan contoh yang berstatus ekonomi tinggi sebagian besarnya berpendidikan sampai ke perguruan tinggi (53.3%). Alasan contoh yang tidak bersekolah dan yang hanya menamatkan pendidikannya pada jenjang SD adalah belum terdapatnya fasilitas sekolah pada daerah tempat tinggalnya pada saat itu dan letak sekolahnya yang sangat jauh dari rumah contoh, serta karena kurangnya kesadaran contoh mengenai pentingnya pendidikan pada saat itu. Mereka lebih berorientasi untuk membantu penghidupan keluarga dengan ikut bekerja. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan status ekonominya dapat dilihat pada tabel 4. Pekerjaan Status pekerjaan contoh menunjukkan sebagian besarnya sudah tidak bekerja atau pensiun karena faktor umur yang tidak memungkinkan mereka untuk bekerja lagi, dan hanya sebanyak 12.9% contoh yang masih bekerja. Berdasarkan status ekonominya, contoh yang berstatus ekonomi rendah hampir

3 31 seluruhnya sudah tidak bekerja atau pensiun (93.8%). Sama hal nya dengan contoh yang berstatus ekonomi rendah, sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi tinggi juga sudah tidak bekerja lagi (80.0%). Menurut Hardinsyah dan Suhardjo (1987) tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang telah dijalani oleh seseorang, maka pekerjaan yang didapat akan semakin baik sehingga akan berpengaruh besar terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Tabel 4 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi Usia (tahun) Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Total Status Pernikahan Menikah Cerai Hidup Cerai Mati Total Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA PT Total Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja/Pensiun Total Pendapatan < 500 ribu ribu - 1 juta juta - 3 juta Total Besar Keluarga 4 orang orang > 7 orang Total

4 32 Sebanyak 12.9% contoh yang masih bekerja memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Jenis pekerjaan contoh yang dilakukan adalah sebagai tukang cuci (25%), kepala wisma (25%), dosen (50.0%). Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan status ekonominya dapat dilihat pada tabel 4. Pendapatan per kapita perbulan Status ekonomi seseorang dapat dilihat dari pendapatannya perbulan. Rata-rata pendapatan perkapita contoh adalah sebesar Rp ± Sebagian besar contoh (45.2%) memiliki pendapatan pada rentang 1 juta-3 juta, sebanyak 41.9% memiliki pendapatan kurang dari Rp dan 12.9% memiliki pendapatan pada rentang Rp Rp Berdasarkan pendapatannya, contoh dibedakan berdasarkan status ekonomi tinggi dan rendah. Menurut Sukandar (2007), salah satu ukuran status ekonomi adalah tingkat pendapatan total yang dimiliki oleh individu atau keluarga. Kategori tersebut didapatkan dari hasil pengurangan pendapatan maksimal dan pendapatan minimal, lalu dibagi dua sehingga didapatkan hasil Rp 925 ribu. Contoh yang berstatus ekonomi rendah berada pada contoh yang berpendapatan dibawah Rp 925 ribu adalah sebanyak 51.6% dan contoh yang berstatus ekonomi tinggi berada pada contoh yang berpendapatan diatas Rp 925 ribu adalah sebanyak 48.4%. Sumber pendapatan yang diterima oleh contoh berasal dari pribadi baik dari uang pensiun atau pendapatan lain selain dari pekerjaan dan dari keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Tucker dan Buranapin (2001) yaitu bahwa lansia sangat bergantung kepada kelurarganya dalam masalah ekonomi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diterima (dari uang pensiun) atau tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Sebaran contoh menurut pendapatan yang diterima dapat dilihat pada tabel 4. Besar Keluarga BPS (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan jumlah atau besar anggota keluarga. keluarga dapat dibagi menjadi tiga kelompok. yaitu : keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Besarnya keluarga ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tidak ada contoh yang memiliki keluarga dalam kategori keluarga besar. Masing-masing contoh mempunyai kategori keluarga kecil sebanyak 51.6%, dan keluarga sedang

5 33 sebanyak 48.4%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar contoh tinggal terpisah dari anaknya dan hanya tinggal sendiri atau berdua dengan suami. Berdasarkan status ekonominya, sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi rendah mempunyai besar keluarga 5-7 orang sedangkan contoh dengan status ekonomi tinggi mempunyai keluarga 4 orang. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjur (1982) diacu dalam Sukandar (2007) yang menyatakan bahwa besar keluarga mempengaruhi uang yag diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa sebanyak 51.6% contoh masih berstatus menikah, 45.2% contoh berstatus cerai mati, dan hanya 3.2% contoh yang berstatus cerai hidup. Berdasarkan status ekonominya, sebanyak 50.0% contoh yang berstatus ekonomi rendah memiliki status cerai mati, sedangkan 60.0% contoh yang bersatus ekonomi tinggi memiliki status masih menikah. Hal ini sejalan dengan BPS (2004) yang menyatakan bahwa status perkawinan penduduk lansia pada umunya adalah menikah (61.2%). cerai mati (35.9%). cerai hidup (2.1%). dan belum kawin (0.7%). Pola Konsumsi Makan Pola konsumsi makan terdiri dari frekuensi makan meliputi makanan pokok. pangan hewani, pangan nabati, sayur, buah, dan air putih dalam seminggu serta tingkat konsumsi/kecukupan energi dan proteinnya. Menurut Sukandar (2007) frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizinya. Frekuensi Konsumsi Frekuensi konsumsi makan contoh yang didapatkan adalah frekuensi makan dari kelompok pangan dalam satu minggu dan dihitung berdasarkan golongan dan jenis makanan yang paling sering dikonsumsi contoh. Nasi adalah makanan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh berstatus ekonomi rendah maupun tinggi karena nasi adalah jenis pangan yang menjadi makanan pokok untuk orang Indonesia. Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa konsumsi nasi pada contoh berstatus ekonomi rendah adalah sebanyak 20.1 kali/minggu, sedangkan pada contoh berstatus ekonomi tinggi sebanyak 21 kali/minggu. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata contoh mengkonsumsi nasi 2-3 kali dalam sehari. Frekuensi nya dapat dilihat pada tabel berikut.

6 34 Tabel 5 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi makanan pokok dan status ekonomi Jenis Pangan Makanan Pokok Rataan Frekuensi (kali/minggu) Status Ekonomi Rendah Tinggi Total Nasi 20.1± ± ±1.7 14;21 21;21 14;21 Roti 5.8± ± ±1.6 2;7 4;7 2;7 Kentang 2.4± ± ±1.3 1;5 1;4 1;5 Ubi Jalar 2.1± ± ±1.0 1;4 1;4 1;4 Singkong 1.6± ± ±0.9 1;4 1;3 1;4 Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi contoh berstatus ekonomi tinggi adalah susu. Contoh yang berstatus ekonomi tinggi mengkonsumsi susu rata-rata dalam seminggu adalah sebanyak 7 kali. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata contoh menkonsumsi susu sebanyak 1 kali setiap hari. Contoh mengkonsumsi susu setiap hari karena menganggap susu penting untuk mencukupi kebutuhan gizi sehari-hari dan juga dapat menjaga kesehatan tulang mereka. Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2006) susu baik untuk dikonsumsi oleh semua usia terutama kelompok lansia karena mengandung zat-zat gizi yang penting untuk melengkapi kebutuhan zat gizi untuk menjaga kesehatan tubuh. Kandungan kalsium dan fosfor pada susu baik untuk menjaga kesehatan tulang serta menghindari terjadinya pengroposan. Pada contoh berstatus ekonomi rendah pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur. Rata-rata konsumsi telur pada contoh berstatus ekonomi rendah adalah sebanyak 3.9 kali dalam seminggu. Alasan contoh sering mengkonsumsi telur karena harganya yang murah dan dapat dibuat berbagai hidangan masakan. Konsumsi telur ini baik karena mengandung protein yang penting untuk tubuh. Dalam 1 butir telur mengandung 7 gr protein (DKBM 2004).

7 35 Tabel 6 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi pangan hewani, nabati, dan ekonomi Jenis Pangan Pangan Hewani dan Nabati Rataan Frekuensi (kali/minggu) Status Ekonomi Rendah Tinggi Total Ikan 2.6± ± ±2.0 0;7 0;4 0;7 Ayam 2.0± ± ±1.8 0;7 0;7 0;7 Telur 3.9± ± ±3.4 0;14 0;7 0;14 Ikan Asin 2.3± ± ±3.3 0;7 0;14 0;14 Daging Sapi 0.6± ± ±1.5 0;3 0;7 0;7 Susu 3.7± ± ±5.2 0;14 0;14 0;14 Tahu 4.3± ± ±1.6 1;7 3;6 1;7 Tempe 3.9± ± ±1.3 0;5 3;7 0;7 Oncom 1.8± ± ±1.5 0;3 0;5 0;5 Taucho 0.3± ± ±0.8 0;3 0;3 0;3 Kedelai Utuh 0.2± ± ±0.7 0;3 0;3 0;3 Kacang Ijo 0.0± ± ±0.2 0;0 0;1 0;1 Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal Tahu dan tempe adalah pangan nabati yang paling sering dikonsumsi oleh keseluruhan contoh. Rata-rata frekuensi tahu dan tempe pada contoh berstatus ekonomi rendah adalah sebanyak 4.3 kali dan 3.9 kali dalam seminggu. Pada contoh yang berstatus ekonomi tinggi, rata-rata frekuensi konsumsi tahu dan tempe adalah sebanyak 5.2 kali dan 4.2 kali dalam seminggu. Contoh sering mengkonsumsi tahu dan tempe karena harganya yang murah dan selalu tersedia baik di pasar, warung, maupun pedagang keliling.

8 36 Tabel 7 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi sayur, buah, dan status ekonomi Jenis Pangan Sayur dan Buah Rataan Frekuensi (kali/minggu) Status Ekonomi Rendah Tinggi Total Wortel 2.9± ± ±1.2 1;4 1;3 1;4 Bayam 2.3± ± ±1.1 1;4 1;4 1;4 Buncis 1.8± ± ±1.2 1;4 1;4 1;4 Ketimun 6.4± ± ±5.0 2;14 2;14 2;14 Kangkung 2.8± ± ±1.1 1;4 1;4 1;4 Pisang 2.3± ± ±1.0 1;4 1;4 1;4 Jeruk 1.9± ± ±1.2 1;4 1;4 1;4 Pepaya 2.6± ± ±1.6 1;7 1;7 1;7 Melon 2.0± ± ±1.0 1;4 1;4 1;4 Jambu Biji 1.8± ± ±0.9 1;3 1;4 1;4 Keterangan: data disajikan dalam bentuk rata-rata±stdev beserta frekuensi minimal;maksimal Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa ketimun adalah jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh keseluruhan contoh. Contoh sering mengkonsumsi ketimun karena sering digunakan sebagai lalapan saat makan serta hampir selalu tersedia di warung ataupun pedagang keliling. Konsumsi ketimun baik untuk lansia karena bijinya mengandung banyak vitamin E yang berfungsi untuk mengambat penuaan. Kandungan seratnya yang tinggi juga berguna untuk melancarkan buang air besar dan air kecil, serta menurunkan kolesterol (Harmanto 2006). Pada penelitian ini, contoh berstatus ekonomi rendah mengkonsumsi ketimun rata-rata sebanyak 6.4 kali dalam seminggu, sedangkan contoh berstatus ekonomi tinggi mengkonsumsi ketimun sebanyak 10 kali dalam seminggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketimun dikonsumsi hampir setiap hari oleh keseluruhan contoh. Rata-rata konsumsi sayur pada

9 37 contoh adalah sebanyak 78.2 gr/hari. Hasil tersebut masih lebih rendah dibandngkan anjuran konsumsi sayur dalam sehari yaitu 150 g/hari (Depkes 1991). Konsumsi sayur penting karena sayur juga mengandung vitamin A dan vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas dan mengatasi efek dari stres. Buah yang sering dikonsumsi oleh contoh adalah pepaya baik yang berstatus ekonomi rendah maupun yang berstatus ekonomi tinggi. Contoh berstatus ekonomi rendah mengkonsumsi pepaya rata-rata sebanyak 2.6 kali dalam seminggu, sedangkan contoh berstatus ekonomi tinggi mengkonsumsi sebanyak 2.7 kali. Menurut contoh. pepaya adalah buah yang murah dan mudah untuk didapatkan. Buah pepaya baik untuk dikonsumsi oleh semua usia karena kandungan seratnya yang tinggi dan baik untuk pencernaan (Harmanto 2006). Buah juga banyak mengandung vitamin A dan vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan namun konsumsi rata-rata buah per/hari adalah g/hari dan masih lebih rendah jika dibandingkan anjuran konsumsi buah yaitu 200 g/hari. Sebaiknya konsumi sayur dan buah pada contoh perlu ditingkatkan kuantitasnya agar mencapai banaknya konsumsi yang dianjurkan. Selain itu, pada saat terjadi stres, penggunaan vitamin antioksidan ini meningkat untuk melawan efek negatif yang terjadi pada tubuh sehingga tubuh memerlukan asupan vitamin A dan vitamin C yang tinggi. Tabel 8 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi air putih dan status ekonomi Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Air Putih <6 gelas gelas Total Menurut WKNPG (2004) kebutuhan air bagi lansia adalah 1500 ml atau berkisar 6 gelas per hari. Jadi dengan mengonsumsi air <6 gelas per hari maka kebutuhan lansia akan air belum terpenuhi. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi rendah yaitu sebanyak 81.3% mengkonsumsi air putih 6-8 gelas. Sama hal nya dengan contoh yang berstatus ekonomi tinggi sebagian besarnya yaitu 86.7% juga mengkonsumsi air putih 6-8

10 38 gelas. Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian besar contoh telah mengkonsumsi air putih dalam jumlah yang disarankan yaitu 6-8 gelas per hari. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Tingkat kecukupan energi dan protein ditentukan dengan cara membandingkan konsumsi pangan individu yang didapatkan dari hasil recall 1x24 jam dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) individu sehingga diperoleh rasio antara konsumsi dengan kecukupan yang dinyatakan dalam persen. Tingkat kecukupan energi total contoh adalah 89.2% dan masih tergolong defisit sedangkan rata-rata tingkat kecukupan protein contoh sudah dalam kategori cukup yaitu 98.0% (Depkes 1996). Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi rendah berada dalam kategori defisit (68.8%), sedangkan tingkat kecukupan energi contoh yang berstatus ekonomi tinggi tersebar pada kategori defisit (46.7%) dan cukup (46.7%). Pada tingkat kecukupan protein, sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi rendah dan tinggi berada dalam kategori defisit yaitu masing-masing 56.3% dan 53.3%. Pada saat contoh diwawancarai mengenai asupan makanannya. contoh memang tidak memakan banyak makanan pada hari tersebut, sehingga rata-rata asupan energi dan protein contoh saat itu defisit. Tabel 9 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein, dan status ekonomi Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Tingkat Kecukupan Energi Defisit (<90%) Cukup (90-119%) Lebih ( 120%) Total Tingkat Kecukupan Protein Defisit (<90%) Cukup (90-119%) Lebih ( 120%) Total Tingkat Kecukupan Vitamin A dan Vitamin C Tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C juga ditentukan dengan cara membandingkan konsumsi pangan individu yang didapatkan dari hasil recall

11 39 1x24 jam dengan Angka Kecukupan Vitamin A (AKA) dan Angka Kecukupan Vitamin C (AKC) individu sehingga diperoleh rasio antara konsumsi dengan kecukupan yang dinyatakan dalam persen. Tingkat kecukupan vitamin A ratarata contoh adalah 142.2% dan sudah berada dalam kategori cukup sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh masih berada dalam kategori kurang yaitu 50.9% (Gibson 2005). Tabel 10 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C, dan status ekonomi Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Vitamin A Kurang Cukup Total Vitamin C Kurang Cukup Total Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi rendah dan tinggi berada dalam kategori cukup yaitu 81.3% dan 86.7%. Hal ini diduga karena makanan yang dikonsumsi sebagian besar contoh adalah makanan yang digoreng. Kandungan vitamin A pada 1 sdm minyak adalah 400 RE sehingga memberikan sumbangan kandungan vitamin A yang tinggi pada contoh. Pada tingkat kecukupan vitamin C. sebagian besar contoh yang berstatus ekonomi rendah dan tinggi berada dalam kategori kurang yaitu masing-masing 81.3% dan 66.7%. Hal tersebut diduga karena pada hari tersebut contoh tidak banyak mengkonsumsi buah dan sayuran yang mengandung vitamin C yang tinggi, sehingga tingkat kecukupan rata-ratanya masih tergolong kurang. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi. penyerapan (absorpsi) dan penggunaan zat makanan. Ada berbagai cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu melalui konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis (Riyadi 1995 diacu dalam Khomsan et al. 2007). Pada penelitian ini, status gizi diukur menggunakan metode antropometri yaitu dengan menghitung IMT (kg/m 2 ).

12 40 Menurut WHO (1995) diacu dalam Mutingatun (2006), pengukuran status gizi menggunakan IMT masih memiliki kekurangan dalam hal ketelitian. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi tubuh yang berbeda-beda pada setiap individu akibat penuaan, namun sampai saat ini memang IMT yang masih dianggap paling akurat. Kategori status gizi dibagi menjadi empat bagian, yaitu Underweight (<18.5), normal ( ), Overweight ( ), dan obesitas (>27.5). Kategori IMT yang digunakan mengacu pada cut off point status gizi berdasarkan WHO (2005) dengan mempertimbangkan resiko terjadinya penyakit. Tabel 11 Sebaran contoh menurut status gizi dan status ekonomi Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Status Gizi Normal ( ) Overweight ( ) Obesitas (>27.5) Total Sebagian besar contoh memiliki status gizi overweigt yaitu 48.4%. 35.5% berstatus gizi obesitas, dan hanya 16.1% yang berstatus gizi normal. Hal ini disebabkan karena lansia berada pada fase penuaan yang mengalami kemunduran baik dari segi fisik, komposisi tubuh, sistem pencernaan, sistem jantung, sistem katabolisme, sistem hormone, dan sistem ekskresi sehingga penyerapan zat gizi pun tidak optimal lagi untuk mempertahankan berat badan dan keadaan tubuh yang ideal (Wirakusumah 2002). Selain itu, menurut Forbes (1987) diacu dalam Ferro-Luzzi (1996) seseorang yang telah memasuki usia lanjut akan mengalami penurunan massa otot yang akan berbanding terbalik dengan proporsi lemak didalam tubuhnya sehingga cenderung akan mengalami peningkatan resiko terjadinya obesitas yang lebih lanjut akan mengalami peningkatan resiko terjadinya penyakit degeneratif. Berdasarkan status ekonominya, contoh yang berstatus ekonomi rendah maupun tinggi sebagian besarnya berstatus gizi overweight yaitu masing-masing (53.3%) dan (43.8%). Berdasarkan hasil penelitian, hampir keseluruhan contoh yang diwawancarai tidak mempunyai pantangan dalam makan dan mempunyai nafsu makan yang baik dari semasa mereka muda hingga sekarang. Hal ini yang diduga yang menyebabkan sebagian besar contoh mempunyai status gizi lebih.

13 41 Tingkat Stres Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyatakan bahwa stres diartikan sebagai suatu tekanan. dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut. Sarafino (1990) diacu dalam Smet (1994) juga menyatakan bahwa stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hubungan antara rasa stress dengan sakit ditandai dengan proses pelepasan hormone, khususny hormon cortisol yang dilepas oleh rangsangan sistem kardiovaskuler. Jika pelepasan hormon ini sangat tinggi, maka dapat menyebabkan jantung berdebar-debar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan kematian. Perasaan stres juga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis seperti asma, penyakit kepala kronis, arthritis (rematik), beberapa penyakit kulit, hipertensi, CHD (Chronic Heart Disease), dan juga kanker. Wilkinson dalam Furi (2006) menyebutkan bahwa tingkat stres seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan gejala-gejala stres yang ditunjukkan. Tingkat stres contoh dalam penelitian ini sebagian besarnya berada pada kategori rendah yaitu sebesar 58.1% dan sisanya sebesar 41.9% berada pada kategori stres sedang. Menurut status ekonominya, contoh yang mempunyai status ekonomi rendah mempunyai tingkat stres yang rendah (62.5%). Begitu juga dengan contoh yang berstatus ekonomi tinggi sebagian besarnya mempunyai tingkat stres yang rendah (53.3%). Dalam penelitian ini tidak ada contoh yang berada pada tingkat stres tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata contoh tidak mempunyai banyak keluhan kesehatan dan tidak terlalu menjadikan yang ada di hidup mereka saat ini menjadi suatu beban yang dapat mengakibatkan stres. Sebaran contoh menurut tingkat stres dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh menurut tingkat stres dan status ekonomi Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Tingkat Stres Rendah Sedang Tinggi Total

14 42 Status Kesehatan Status kesehatan yang diteliti terdiri atas riwayat kesehatan berupa keluhan penyakit yang dialami sebulan terakhir yaitu penyakit infeksi dan non infeksi, dan tempat berobat contoh. Penyakit infeksi adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri atau virus didalam tubuh, seperti diare, TBC, demam, flu. tifus (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994). Contoh yang menderita penyakit infeksi dalam satu bulan terakhir sebanyak 16 orang dari 31 orang contoh dengan persentase (51.6%). Jenis penyakit infeksi yang dialami contoh paling banyak adalah flu (62.5%) dengan frekuensi rata-rata kambuh dalam sebulan terakhir 1.4 kali, sedangkan untuk diare adalah sebesar (43.8%) dengan frekuensi kambuh rata-rata 1.4 kali, dan demam sebesar (25.0%) dengan frekuensi rata-rata kambuh 1.3 kali. Hal ini sejalan dengan pendapat Arisman (2004) yang menyatakan bahwa penyakit yang sering dialami lansia diantaranya adalah gangguan pernapasan dan pencernaan karena adanya penurunan fungsi dari organ tubuh maupun metabolisme tubuh. Tabel 13 Sebaran contoh menurut penyakit infeksi, non infeksi, dan status ekonomi Status Ekonomi Penyakit Infeksi Rendah Tinggi Total n % n % N % Diare Flu Demam Penyakit Non Infeksi Sembelit Maag Hipertensi Hipotensi Jantung DM Rematik Asam Urat Wasir Keterangan: satu contoh bisa menderita lebih dari 1 penyakit dan tidak semua contoh yang menderita penyakit Penyakit non infeksi adalah penyakit-penyakit yang dapat berkembang selama kurun waktu yang lama, seperti penyakit jantung, kanker, stroke, asam

15 43 urat, hipertensi, dll (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994). Dalam penelitian ini, contoh yang mempunyai keluhan penyakit non infeksi adalah 25 orang dari 31 orang contoh dengan persentase (80.6%). Penyakit non infeksi yang paling banyak diderita oleh contoh adalah hipertensi (60.0%), maag (40.0%), asam urat (36.0%), sembelit (28.0%), DM (16.0%), rematik dan hipotensi masing-masing (12.0%), wasir (8.0%), dan penyakit jantung (4.0%). Hal ini sejalan dengan pendapat Schlenker (2000) yang menyatakan bahwa hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan penyakit kardiovaskular yang seringkali berhubungan dengan penuaan dan menyerang pria maupun wanita, sehingga hipertensi menjadi masalah kesehatan yang umum bagi rata-rata kaum lansia. Berdasarkan penelitian, dari keseluruhan contoh dapat dilihat bahwa pada contoh yang berstatus ekonomi rendah banyak yang menderita sakit hipertensi yaitu sebanyak 68.8%. Contoh yang berstatus ekonomi rendah banyak yang mengkonsumsi ikan asin yang mengandung natrium tinggi dan menambahkan penyedap rasa makanan kedalam setiap makanannya. Hal ni yang diduga menyebabkan contoh menderita hipertensi. Pada contoh yang berstatus ekonomi tinggi, banyak yang menderita penyakit asam urat yaitu sebanyak 33.3%. Pada saat wawancara, diketahui bahwa contoh sering mengkonsumsi sayuran yang berwarna hijau seperti daun singkong, bayam, kangkung, dan sawi hijau. Contoh sering membeli sayuran tersebut karena paling sering tersedia di pedagang keliling. Selain itu, contoh juga sering mengkonsumsi makanan yang mempunyai kadar purin tinggi seperti kacangkacangan dan jeroan. Hal tersebut yang diduga menyebabkan contoh tersebut banyak menderita asam urat. Tabel 14 Sebaran contoh menurut tempat berobat dan status ekonomi Status Ekonomi Rendah Tinggi Total n % n % n % Tempat Berobat Dokter Puskesmas Beli Obat Warung Total Tempat berobat contoh jika mengalami keluhan penyakit dalam penelitian ini terbagi atas tiga tempat yaitu ke dokter, puskesmas, dan di warung. Sebanyak lebih dari separuh contoh (71.0%) memilih berobat ke dokter, ke

16 44 Puskesmas/Poliklinik (22.6%), dan beli obat di warung (6.5%). Berdasarkan status ekonominya contoh yang berstatus ekonomi rendah maupun tinggi banyak yang memilih berobat ke dokter. Alasan contoh memilih untuk berobat ke dokter karena lebih terjamin pemeriksaannya (54.5%), jika penyakit sudah parah (36.4%), dan karena kemudahan akses (9.1%). Hubungan Antar Hubungan Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Tabel 15 memperlihatkan bahwa contoh dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori defisit sebagian besarnya berumur tahun (66.7%). Selain itu, pada tingkat kecukupan dalam kategori cukup tersebar rata pada kelompok umur tahun dan 65 tahun, yaitu masing-masing 50.0%. Pada contoh dengan tingkat kecukupan yang lebih seluruhnya berada pada contoh yang berumur tahun (71.4%). Berdasarkan hasil wawancara, contoh yang berumur diatas 65 tahun telah mengalami penurunan nafsu makan sehingga konsumsinya pun lebih rendah dibandingkan yang berumur tahun. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa contoh dengan tingkat kecukupan energi yang defisit didominasi oleh contoh yang berpendidikan SD (38.9%). Pada contoh dengan tingkat kecukupan dalam kategori cukup tersebar rata pada contoh yang berpendidikan SD (33.3%), SMA (33.3%), dan PT (33.3%). Contoh dengan tingkat kecukupan energi yang lebih seluruhnya berada pada contoh yang berpendidikan SMA (100.0%). Berdasarkan uji Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara usia dengan tingkat kecukupan energi dan menurut uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecukupan energi. Contoh dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori defisit, cukup, dan lebih didominasi oleh contoh yang tidak bekerja yaitu masing-masing 94.4%. 75.0%, dan 100.0%. Hal ini diduga karena memang hampir seluruh contoh sudah tidak bekerja lagi, dan hanya sedikit contoh yang masih bekerja. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh (75.0%) dengan tingkat kecukupan energi yang kurang banyak terdapat ada contoh yang berpendapatan < Rp 500 ribu, sedangkan pada contoh dengan tingkat kecukupan energi yang cukup dan lebih sebagian besarnya berada pada rentang pendapatan per kap Rp 1 juta - Rp 3 juta yaitu masing-masing 58.3% dan 100.0%. Berdasarkan uji

17 45 Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status pekerjaan dan pendapatan dengan tingkat kecukupan energi. Tabel 15 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan energi Usia (tahun) Tingkat Kecukupan Energi Defisit Cukup Lebih Total n % n % n % n % Total Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA PT Total Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Total Pendapatan < 500 ribu ribu - 1 juta juta - 3 juta Total Besar Keluarga (orang) 4 orang orang > 7 orang Total Contoh dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori defisit tersebar rata pada contoh yang mempunyai besar keluarga 4 orang dan 5-7 orang masing-masing (50.0%). Pada contoh dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori cukup didominasi oleh contoh dengan besar keluarga 4 orang (58.3%), sedangkan contoh degan tingkat kecukupan yang lebih seluruhnya mempunyai besar keluarga 5-7 orang (100.0%). Berdasarkan uji Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi.

18 46 Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa contoh dengan tingkat kecukupan protein dalam kategori deficit, cukup, maupun lebih sebagian besarnya berumur tahun yaitu masing-masing 58.8%, 57.1%, dan 71.4%. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa contoh dengan tingkat kecukupan protein yang defisit didominasi oleh contoh yang berpendidikan SD (35.3%). Pada contoh dengan tingkat kecukupan dalam kategori cukup didominasi oleh contoh dengan tingkat pendidikan PT yaitu 42.9% dan pada contoh dengan tingkat kecukupan yang lebih banyak terdapat pada contoh yang berpendidikan SMA (42.9%). Berdasarkan uji Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara usia dengan tingkat kecukupan protein dan menurut uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecukupan protein. Contoh dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori deficit, cukup, dan lebih didominasi oleh contoh yang tidak bekerja yaitu masing-masing 88.2%, 71.4%, dan 100.0%. Hal ini diduga karena memang hampir seluruh contoh sudah tidak bekerja lagi, hanya sedikit contoh yang masih bekerja. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa contoh dengan tingkat kecukupan protein yang defisit dan lebih didominasi oleh contoh dengan besar pendapatan < Rp 500 ribu yaitu masing-masing 47.1% dan 42.9%. sedangkan pada contoh dengan tingkat kecukupan yang sedang didominasi oleh contoh dengan besar pendapatan Rp 1 juta - Rp 3 juta yaitu sebesar 57.1% Berdasarkan uji Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status pekerjaan dan pendapatan dengan tingkat kecukupan protein. Contoh dengan tingkat kecukupan protein dalam kategori defisit dan lebih didominasi oleh contoh yang mempunyai besar keluarga 4 orang yaitu masingmasing 52.9% dan 57.1%, sedangkan contoh dengan tingkat kecukupan protein yang cukup banyak terdapat pada contoh yang mempunyai besar keluarga 5-7 orang yaitu 57.1%. Berdasarkan uji Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan protein. Berdasarkan uji yang telah dilakukan tidak terdapat hubungan antara keadaan sosial ekonomi contoh dengan atau konsumsi tingkat kecukupan energi dan protein, hal ini diduga karena contoh mengkonsumsi makanan tergantung dari selera dan ketersediaan makanan saat itu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sukandar (2007) yang menyatakan bahwa pola konsumsi makan dipengaruhi

19 47 oleh banyak faktor, diantaranya ketersediaan pangan, pola sosial budaya, harga, selera dll. Tabel 16 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan protein Usia (tahun) Tingkat Kecukupan Protein Defisit Cukup Lebih Total n % n % n % n % Total Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA PT Total Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Total Pendapatan < 500 ribu ribu - 1 juta juta - 3 juta Total Besar Keluarga (orang) 4 orang orang > 7 orang Total Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Tabel 17 memperlihatkan bahwa tingkat kecukupan energi seluruh contoh yang berstatus gizi normal berada dalam kategori defisit (100.0%), sebagian besar contoh yang berstatus gizi overweight juga berada pada tingkat kecukupan energi yang defisit (53.3%). Rata-rata contoh yang berstatus gizi obesitas tingkat kecukupan energi nya defisit dan cukup yaitu masing-masing 45.0%. Berdasarkan uji Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi contoh.

20 48 Tabel 17 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi. protein dengan status gizi Tingkat Kecukupan Energi Status Gizi Normal Overweight Obesitas Total n % n % n % n % Defisit (<90%) Cukup (90-119%) Lebih ( 120%) Total Tingkat Kecukupan Protein Defisit (<90%) Cukup (90-119%) Lebih ( 120%) Total Tingkat kecukupan protein seluruh contoh yang berstatus gizi normal berada dalam kategori defisit (100.0%). Sama hal nya dengan contoh yang bersatus gizi overweight sebagian besar tingkat kecukupan proteinnya defisit (53.3%). Pada contoh yang berstatus gizi obesitas tingkat kecukupan proteinnya tersebar dalam kategori defisit (36.4%) dan lebih (36.4%). Berdasarkan uji Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan protein dan status gizi contoh. Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat kecukupan energi rata-rata contoh masih tergolong defisit namun hampir keseluruhan contoh berstatus gizi lebih. Hal ini diduga karena status gizi seseorang yang sekarang adalah akumulasi kebiasaan makan dari dulu, sehingga konsumsi seseorang hanya pada hari tersebut tidak langsung berpengaruh terhadap status gizi nya. Sukandar (2007) juga menyatakan bahwa pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut. Contoh pada penelitian ini adalah kelompok lansia yang telah mengalami penurunan di fungsi dan metabolisme tubuh, sehingga penyerapan zat gizi pun tidak optimal lagi untuk mempertahankan berat badan dan keadaan tubuh yang ideal (Wirakusumah 2002). Selain itu, pada penelitian ini recall yang dilakukan adalah 1x24 jam sehingga diduga memberikan hasil yang kurang representatif. Menurut Supariasa et al. (2001) apabila recall hanya dilakukan 1x24 jam maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu.

21 49 Hubungan Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Stres Tabel 18 menunjukkan bahwa contoh dengan tingkat stres yang rendah banyak yang berusia tahun yaitu sebesar 66.7%. Sama halnya dengan contoh dengan tingkat stres yang sedang sebagian besarnya berusia tahun yaitu sebesar 53.8%. Contoh dengan tingkat stres yang rendah dan sedang sebagian besarnya mempunyai pendidikan SD yaitu masing-masing 38.9% dan 30.8%. Tabel 18 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat stres Usia (tahun) Tingkat Stres Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % N % Total Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA PT Total Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Total Pendapatan < 500 ribu ribu - 1 juta juta - 3 juta Total Besar Keluarga (orang) 4 orang orang > 7 orang Total Penelitian ini juga menunjukkan bahwa contoh dengan tingkat stres yang rendah dan tinggi sebagian besarnya tidak bekerja yaitu masing-masing 88.9% dan 84.6%. Sebagian besar contoh dengan tingkat stres rendah maupun sedang mempunyai rentang pendapatan Rp 1-3 juta.

22 50 Pada contoh dengan tingkat stres yang rendah banyak yang mempunyai besar keluarga 5-7 orang (55.6%), sedangkan contoh dengan tingkat stres yang sedang banyak yang mempunyai besar keluarga 4 orang (61.5%). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991). salah satu faktor penyebab stres (stresor) adalah perubahan suasana yang pesat yaitu usia, pekerjaan, bertambahnya biaya hidup, dll. Namun berdasarkan uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signfikan (p>0.05) antara keadaan sosial ekonomi yang diteliti dengan keadaan stres contoh. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa contoh tidak terlalu mejadikan keadaan sosial ekonominya menjadi masalah yang berarti didalam hidup mereka, hal tersebut yang diduga menyebabkan keadaan sosial ekonomi contoh tidak berpengaruh terhadap tingkat stresnya. Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin A dan Vitamin C dengan Tingkat Stres Berdasarkan tabel 19 dapat dilihat bahwa contoh yang mempunyai tingkat stres yang rendah dan sedang mempunyai tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup yaitu masing-masing 77.8% dan 92.3%. Sedangkan pada tingkat kecukupan vitamin C, sebagian besar contoh yang memilik tingkat stres rendah maupun sedang memilik kecukupan dalam kategori kurang yaitu masingmasing 77.8% dan 69.2%. Tabel 19 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan tingkat stres Vitamin A Tingkat Stres Rendah Sedang Tinggi Total N % n % n % n % Kurang 4 22,2 1 7,7 0 0,0 5 16,1 Cukup 14 77, ,3 0 0, ,9 Total , , ,0 Vitamin C Kurang 14 77,8 9 69,2 0 0, ,2 Cukup 4 22,2 4 30,8 0 0,0 8 25,8 Total , ,0 0 0, ,0 Vitamin A dan vitamin C berfungsi sebagai antioksidan yang penting untuk mencegah degenerasi sel yang dapat mempercepat penuaan dan menjaga tubuh agar tetap sehat. Menurut Martianto (1994) stres yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya ketidaseimbangan tubuh seperti terkurasnya pemakaian zat-zat gizi yang dipergunakan tubuh utuk melawan stres tersebut.

23 51 Vitamin A dan C khususnya diperlukan tubuh untuk mendukung kerja kelenjar adrenal dalam menghasilkan hormon untuk melawan stress, sehingga konsumsi vitamin sumber antioksidan ini penting untuk ditingkatkan walaupun contoh dalam penelitian ini tidak ada yang mempunyai stres tinggi. Menurut uji Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan tingkat stres yang dialami contoh Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa separuh contoh dengan tingkat stres yang rendah berstatus gizi overweight (50.0%). sedangkan contoh dengan tingkat stres sedang banyak terdapat pada contoh dengan status gizi overweight dan obesitas masing-masing 46.2%. Tabel 20 Sebaran contoh menurut status gizi dengan tingkat stres Tingkat Stres Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % N % Status Gizi Normal Overweight Obesitas Total Berdasarkan uji Spearman terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara status gizi dengan tingkat stres contoh. Alat ukur untuk menggambarkan tingkat stres didasarkan pada adanya keluhan kesehatan yang ditimbulkan akibat stres tersebut. Hal ini diduga karena status gizi dapat mempengaruhi keluhan kesehatan yang sekarang dialami oleh contoh, sehingga status gizi orang tersebut dapat berpengaruh terhadap tingkat stresnya. Selain itu, menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991), faktor yang dapat menyebabkan stres salah satunya adalah harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak dapat menerima keadaan dalam dirinya. Diduga bahwa contoh kurang bisa menerima penampilan fisiknya yang gemuk, sehingga dapat menambah beban pikirannya yang akan menyebabkan stres. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin A, dan Vitamin C dengan Penyakit Non Infeksi Menurut Astawan & Wahyuni (1989) status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang.

24 52 Analisis hubungan variabel dengan status kesehatan adalah dengan skor atau banyaknya penyakit non infeksi yang diderita oleh contoh. Hal tersebut terkait dengan penyakit non infeksi dan biasanya bersifat kronis, yang diderita oleh seseorang dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga adanya penyakit non infeksi tersebut dapat menunjukkan status kesehatannya (Smet 1990 diacu dalam Sarafino 1994). Tabel 21 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi dan protein dengan penyakit non infeksi Tk.Energi Tidak Sakit Banyaknya Menderita Penyakit Non Infeksi penyakit penyakit penyakit penyakit Total n % n % n % n % n % n % Defisit Cukup Lebih Total Tk.Protein Defisit Cukup Lebih Total Dari tabel 21 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh yang menderita 1,2, dan 3 macam penyakit memiliki tingkat kecukupan energi yang defisit yaitu masing-masing 62.5%, 62.5%, dan 85.7%. Pada contoh yang tidak sakit dan memiliki 4 macam penyakit sebagian besarnya memilki tingka kecukupan energi dalam kategori cukup. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa contoh dengan 1,2, dan 3 macam penyakit berada dalam kategori tingkat kecukupan protein yang defisit, contoh dengan 4 macam penyakit tersebar rata pada tigkat kecukupan protein defisit, cukup, maupun lebih masing-masing 33.3%. sedangkan contoh yang tidak sakit sebagian besarnya berada ada tingkat kecukupan protein yang lebih (60.0%). Menurut Supariasa et al. (2001) kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlebihan dapat mempengaruhi status giz seseorang yang lebih lanjut dapat berpengaruh pada keadaan kesehatannya. Berdasarkan uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan jenis banyaknya penyakit non infeksi yang diderita contoh. Hal ini diduga karena perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein yang didapat adalah jumlah asupan contoh dalam

25 53 1 hari saat di recall, sedangkan penyakit non infeksi yang dimiliki contoh adalah penyakit yang telah lama diderita. Hal tersebut yang diduga menyebabkan tingkat kecukupan energi dan protein tidak berhubungan dengan penyakit non infeksi yang dialami contoh. Tabel 22 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan penyakit non infeksi Vitamin A Tidak Sakit Banyaknya Menderita Penyakit Non Infeksi penyakit penyakit penyakit penyakit Total n % n % n % n % n % n % Kurang 2 40,0 0 0,0 2 25,0 0 0,0 1 33,3 5 16,1 Cukup 3 60, ,0 6 75, ,0 2 66, ,9 Total 5 100, , , , , ,0 Vitamin C Kurang 4 80,0 7 87,5 5 62,5 5 71,4 2 66, ,2 Cukup 1 20,0 1 12,5 3 37,5 2 28,6 1 33,3 8 25,8 Total 5 100, , , , , ,0 Berdasarkan tabel 22 dapat dilihat bahwa contoh yang tidak sakit, memiliki 1, 2, 3, dan 4 penyakit sebagian besarnya berada pada tingkat kecukupan vitamin A yang kurang. Begitu juga dengan kecukupan vitamin C, sebagian besar contoh yang tidak sakit, memiliki 1, 2, 3, dan 4 penyakit berada pada tingkat kecukupan yang kurang. Harmanto (2006) menyatakan bahwa, konsumsi sayur dan buah penting untuk tubuh karena mengandung berbagai macam vitamin dan mineral yang penting untuk menjaga kesehatan karena mengandung antioksidan untuk mencegah degenerasi sel dan mengandung serat yang baik untuk mencegah terjadinya penyakit degenerative. Namun menurut uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan banyaknya penyakit non infeksi yang diderita oleh contoh. Hubungan Status Gizi dengan Penyakit Non Infeksi Dalam penelitian ini. contoh yang tidak sakit sebagian besarnya bersatus gizi overweight (60.0%). Sama hal nya dengan contoh yang mempunyai 1.2. dan 3 penyakit sebagian besarnya juga berstatus gizi overweight. Pada contoh yang mempunyai 4 penyakit. didominasi oleh contoh yang berstatus gizi obesitas.

26 54 Tabel 23 sebaran contoh menurut status gizi dengan penyakit non infeksi Status Gizi Tidak Sakit Banyaknya Menderita Penyakit Non Infeksi penyakit penyakit penyakit penyakit Total n % n % n % n % n % n % Normal Overweight Obesitas Total Menurut uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi dengan banyaknya penyakit non infeksi yang dialami contoh. Hal ini diduga karena memang sebagian besar contoh dalam penelitian ini mempunyai status gizi yang lebih baik yang tidak sakit maupun sakit. Selain itu juga diduga karena kelemahan pengukuran status gizi menggunakan metode antropometri. Menurut Arisman (2004) pengukuran menggunakan antropometri memiliki kelemahan dalam pengukuran sampel yang berusia diatas 55 tahun karena seluruh aspek fisik, biologis, dan mental lansia telah mengalami penurunan disebabkan oleh penurunan metabolisme tubuh dengan adanya faktor usia yang telah lanjut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok umur lansia tidak dapat disamakan dengan kelompok umur lainnya, dimana untuk mengukur status gizi lansia diperlukan pengukuran dengan metode lain seperti secara klinis atau biokimia. Menurut beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa status gizi berhubungan dengan penyakit yang diderita lansia, namun tidak berhubungan dengan skor/banyaknya penyakit yang diderita. Hubungan Tingkat Stres dengan Penyakit Non Infeksi Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa contoh yang tidak memiliki keluhan penyakit, 1, dan 2 macam keluhan penyakit sebagian besarnya mempunyai tingkat stres yang rendah, sedangkan yang mempunyai 3 dan 4 penyakit memiliki tingkat stres yang sedang. Berdasarkan uji Spearman, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat stres contoh dengan banyaknya penyakit yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sarafino (1990) diacu dalam Smet (1994) bahwa stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Stres yang dialami oleh seseorang tidak hanya dapat menyebabkan timbulnya keluhan kesehatan, namun juga dapat memperparah keadaan keluhan (penyakit) yang dideitanya. Gunarsa dan Gunarsa (1991) juga

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu penelitian Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study, yaitu pengamatan dalam waktu yang bersamaan. Pemilihan tempat dan contoh tersebut dilakukan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia di Bogor Program Pemberdayaan Wanita Pra Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia adalah suatu program

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di suatu negara dapat dinilai melalui derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menilai kesehatan masyarakat ialah angka kesakitan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI) Lembaga Lansia Indonesia yang dibentuk pada tanggal 29 Mei 2000 mempunyai visi untuk menjadikan lembaga ini sebagai mitra pemerintah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Di Indonesia sayur cukup mudah diperoleh, petani pada umumnya menanam guna mencukupi kebutuhan keluarga. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30)

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30) 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Pemilihan tempat tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Bogor pada peserta Program

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung SATUAN ACARA PENYULUHAN ( Gizi Seimbang Pada Lansia ) Topik Sasaran : Gizi Seimbang Pada Lansia : lansia di ruang Dahlia Hari/tanggal : Sabtu, 29 April 2017 Waktu Tempat : 25 menit : Wisma Dahlia di UPT

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Konsumsi pangan merupakan faktor penentu yang penting dalam menentukan status kepadatan tulang khususnya pada saat pertumbuhan seperti pada masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 Kuisioner Penelitian Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 A. Petunjuk Pengisian Kuisioner 1. Adik dimohon bantuannya untuk mengisi identitas diri pada bagian

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian mengenai keragaan konsumsi pangan, status kesehatan, kondisi mental dan status gizi pada lansia peserta dan bukan peserta home care menggunakan disain cross

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1 1. Manusia membutuhkan serat, serat bukan zat gizi, tetapi penting untuk kesehatan, sebab berfungsi untuk menetralisir keasaman lambung

Lebih terperinci

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT Nur Indrawaty Liputo Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Disampaikan pada Seminar Apresiasi Menu Beragam Bergizi Berimbang Badan Bimbingan

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit Hiperurisemia 1. Pengertian Penyakit Hiperurisemia Penyakit hiperurisemian adalah jenis rematik yang sangat menyakitkan yang disebabkan oleh penumpukan

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN ANGKET / KUESIONER PENELITIAN Kepada yth. Ibu-ibu Orang tua Balita Di Dusun Mandungan Sehubungan dengan penulisan skripsi yang meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Balita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 1 KUESIONER A. Identitas Sampel LAMPIRAN 1 KUESIONER KARAKTERISTIK SAMPEL Nama : Umur : BB : TB : Pendidikan terakhir : Lama Bekerja : Unit Kerja : Jabatan : No HP : B. Menstruasi 1. Usia awal menstruasi : 2. Lama

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi Supported by : Pedoman Gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia, terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, penurunan kematian bayi, penurunan fertilitas

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 LAMPIRAN 104 105 LAMPIRAN I HUBUNGAN PEMBERIAN MPASI LOKAL, FREKUENSI PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS WAIPARE, KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH Berdasarkan Surat Ijin/Penugasan Dekan FIK UNY No 1737/H.34.16/KP/2009 FAKULTAS

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hiperurisemia telah dikenal sejak abad ke-5 SM. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria daripada perempuan, karena pria memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi daripada perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-30 November 2014 di Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) dr. Maria Ulfa, MMR Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

METODE. Zα 2 x p x (1-p)

METODE. Zα 2 x p x (1-p) 16 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dilakukan secara purposif dengan pertimbangan kemudahan akses dan perolehan izin. Penelitian

Lebih terperinci

POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id

POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id Manfaat utama : Sumber energi untuk seluruh aktivitas dan metabolisme tubuh. (Lihat Tabel I : Sumber Makanan) Akibat bagi kesehatan Kelebihan :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Konsumsi Buah dan Sayuran Sikap Siswa Sekolah Dasar di SD Negri 064975 Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010 1.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dan kesejahteraan rakyat adalah meningkatnya usia harapan hidup, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK, GAYA HIDUP, DAN ASUPAN GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AEK HABIL KOTA SIBOLGA Nomor Kode Responden : Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Lokasi dan Luas Wilayah Kelurahan Cimayang merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Jarak kelurahan

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Lampiran 1. Kuisioner penelitian Sheet: 1. Cover K U E S I O N E R POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Program : (1=PNPM,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan di Instalasi Gizi dan Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi

Lebih terperinci

GAYA HIDUP SEHAT. Faktor Mempengaruhi Kesehatan Usia Dewasa

GAYA HIDUP SEHAT. Faktor Mempengaruhi Kesehatan Usia Dewasa By Yetti Wira Citerawati SY TUJUAN PEMENUHAN GIZI MASA DEWASA usia ini masa yg penting untuk pendidikan dan pemeliharaan kesehatan mencegah tjdnya penyakit degeneratif dimasa usia lanjut nantinya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 2009 merupakan strategi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan ini tidak hanya

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015.

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015. 2 DM perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan (Hartati, 2008). Menurut keterangan Supriadi (2009), terlihat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang yang sehat adalah tulang yang kuat dan tidak mudah patah. Kekuatan tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani Nutrisi Berbasis Tumbuhan Pola makan sehat tanpa produk hewani 1 PERKENALAN LATAR BELAKANG Semakin banyak orang yang memilih untuk mengurangi pemakaian produk- produk hewani dengan alasan yang beragam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan perubahan psikologis yang meliputi proses transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada perempuan,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan pola pangan harapan ideal seperti yang tertuang dalam PPH. Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan rumusan

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik yang menggambarkan sistem penyelenggaraan makan dan preferensi para atlet terhadap menu makanan yang disajikan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan Menurut Moeliono (2001) tidak ada satu faktor tunggal yang menyebabkan anak berada, tinggal, hidup atau bekerja di jalanan melainkan ada banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk lanjut usia pria lebih rendah dibanding wanita. Terlihat dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi dan proyeksi

Lebih terperinci

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN 90 Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Tingkat asupan Protein, Lemak, Natrium, Kalium, Serat, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Senam Bugar Lansia di

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat.

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikebal sebagai gout merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam urat merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS

PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS Oleh: Fitri Rahmawati, MP JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA DAN BUSANA FAKULTAS TEKNIK UNY email: fitri_rahmawati@uny.ac.id Diabetes Mellitus adalah penyakit

Lebih terperinci

Penyakit Diabetes Bisa Disembuhkan Seutuhnya..?

Penyakit Diabetes Bisa Disembuhkan Seutuhnya..? Penyakit Diabetes Bisa Disembuhkan Seutuhnya..? Penyakit Diabetes bisa disembuhkan setelah para ilmuwan menemukan bahwa gumpalan beracun dari sel berhenti memproduksi hormon insulin. Para ilmuwan di Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Pra-Sekolah Anak pra-sekolah / anak TK adalah golongan umur yang mudah terpengaruh penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan anak pra-sekolah dipengaruhi keturunan dan faktor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON LAMPIRAN 65 KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON No Sampel : Enumerator : Tanggal Wawancara : Nama Responden : Alamat

Lebih terperinci

1/1/2002. Masalah Lansia (terkait fungsi pencernaan) Lansia & Obat. Gizi seimbang POLA HIDUP SEHAT

1/1/2002. Masalah Lansia (terkait fungsi pencernaan) Lansia & Obat. Gizi seimbang POLA HIDUP SEHAT PENINGKATAN KUALITAS HIDUP LANSIA MELALUI POLA HIDUP SEHAT Masalah Lansia (terkait fungsi pencernaan) Gangguan gigi geligi makanan empuk Indera pengecap melemah risiko makan terlalu asin hipertensi Gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 79 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada : Yth. Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan Hormat, Saya Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci