II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nasional Indonesia Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan disasi Nasional dan berlaku secara nasional (Pemerintah RI 2000). adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya (Pemerintah RI, 2000). B. Alimentarius adalah kumpulan dari berbagai standar, kode praktis, pedoman, dan rekomendasi lainnya. Penyusunan Alimentarius antara lain ditujukan untuk membantu dan mendorong proses elaborasi dalam penetapan definisi dan persyaratan produk pangan dalam rangka harmonisasi dan memfasilitasi perdagangan internasional ( Alimentarius 2002). telah digunakan dalam berbagai perjanjian perdagangan, diantaranya perjanjian TBT (Technical Barriers to Trade), SPS (Application of Sanitary Phytosanitary Measures), negara-negara ASEAN, dan perjanjian bilateral serta multilateral lainnya ( Alimentarius 2002). umumnya berhubungan dengan karakteristik produk, dapat berupa berbagai karakteristik untuk suatu produk atau suatu karakteristik untuk berbagai produk ( Alimentarius 2002). C. Formula Bayi Menurut Menteri Kesehatan (1985), pengganti ASI adalah makanan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan gizi serta pertumbuhan dan perkembangan bayi normal sampai berumur antara empat dan enam bulan. Bayi adalah anak yang berumur tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan ( Alimentarius 2007). 4

2 Berdasarkan Dirjen POM (1991) nama lain dari pengganti ASI adalah susu bayi, infant, dan infant milk. Formula bayi adalah sebagai pengganti ASI untuk bayi (sampai umur 6 bulan) yang secara khusus disikan untuk menjadi satu-satunya sumber zat gizi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping yang. Penggunaannya dapat diteruskan hingga bayi berumur 12 (dua belas) bulan (Badan POM 2006). Formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi adalah pengganti air susu ibu atau bayi yang dibuat khusus untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang menderita kelainan, penyakit, atau kondisi medis khusus selama bulan-bulan pertama kehidupannya, hingga dapat dikenalkan makanan pendamping ( Alimentarius 2007). Menurut Badan POM (2006), kedelai untuk bayi, untuk bayi prematur, untuk bayi berat badan lahir rendah, untuk bayi dengan masalah pencernaan, dan untuk bayi dengan masalah metabolisme merupakan bayi untuk keperluan medis khusus. Formula dapat dibuat dari susu sapi atau susu hewan lain dan atau bagian yang dapat dimakan dari hewan termasuk ikan, dan atau berasal dari tanaman yang semuanya telah dibuktikan cocok untuk digunakan sebagai makanan bayi berumur hingga 6 (enam) bulan; dengan penambahan vitamin, mineral dan zat gizi lain yang lazim terdapat dalam air susu ibu (Badan POM, 2006). Produk ini berbentuk cair, baik dalam bentuk siap santap maupun bubuk yang direkonstitusi (Badan POM 2006). Sejak awal abad ke-20 sudah jelas bahwa susu sapi memiliki kecenderungan besar sebagai bahan dasar susu dari hewan untuk dibuat menjadi bayi, namun perlu dilakukan beberapa modifikasi untuk membuatnya menjadi aman dan cocok untuk bayi manusia (Institute of Medicine of the National Academies 2004). Keamanan dan kecukupan zat gizi dari bayi harus dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa mampu mendukung tumbuh kembang bayi ( Alimentarius 2007). C. 1. Zat Gizi Makro Formula bayi berisi zat gizi makro (protein, karbohidrat, dan lemak), air, dan vitamin dan mineral yang (International Formula Council 2008). Zat gizi makro merupakan sumber energi. Energi 5

3 penting untuk memelihara fungsi tubuh, mendukung aktifitas dan membantu pertumbuhan bayi. Menurut SNI dan bayi harus mengandung total energi tidak kurang dari 60 kkal/100 ml dan tidak lebih dari 70 kkal/100 ml produk siap konsumsi (BSN dan Alimentarius 2007). Pada Tabel 1 terlihat perbandingan zat gizi makro yang harus terdapat pada bayi, menurut SNI dan. Protein menyediakan bahan yang diperlukan untuk membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh (International Formula Council 2008). Jika memiliki batas kandungan protein yang berbeda berdasarkan basis jenis protein dari bayi, maka SNI hanya mengatur 1 (satu) batasan untuk bayi. Tabel 1. Persyaratan Zat Gizi Makro Formula Bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) Jumlah yang dipersyaratkan(per 100 kkal produk siap konsumsi) Zat gizi makro Satuan SNI 01- Semua jenis Formula bahan susu sapi Formula bahan dasar isolat protein kedelai Protein g 1,8 4 1,8 3,0 2,25 3,0 Lemak g 3,3 6 4,4 6 4,4 6 Asam linoleat (dalam bentuk gliserida) Asam α- linoleat Rasio asam linoleat : α- linoleat Karbohidrat mg min. 300 min. 300 min. 300 mg - min. 50 min : 1 15 : 1 5 : 1 15 : 1 g ,0 9 14,0 Menurut Alimentarius (2007), jika kadar protein bayi bahan non hidrolisa kurang dari 2 g/100kkal dan kadar protein bayi bahan terhidrolisa kurang dari 2,25 g/100kkal maka harus dilakukan uji klinis terhadap produk. Menurut Koletzko et al. (2005), batasan nilai kadar protein yang lebih tinggi bagi bahan dasar selain protein susu sapi diperlukan untuk mengkoreksi kemungkinan lebih rendahnya daya 6

4 cerna dan nilai biologis dari kadar nitrogen. Menurut BSN (), kadar protein untuk bayi tidak kurang dari 1,8 g tiap 100 kkal jika mutunya setara dengan kasein atau jumlah lebih banyak jika mutunya kurang dari mutu kasein. C.2. Vitamin dan Mineral Mineral memegang peranan penting dalam membentuk jaringan tulang, mengatur suatu bagian fungsi tubuh, dan bersama dengan air membantu menjaga keseimbangan air didalam tubuh (International Formula Council 2008). Berdasarkan persyaratan US-FDA (2002), bayi harus mengandung protein, lemak, asam linoleat, vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), vitamin B6, vitamin B12, niasin, asam folat, asam pantotenat, vitamin C, kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, mangan, tembaga, iodium, natrium, kalium, dan klorida. Untuk yang tidak dibuat dari susu sapi harus menambahkan biotin, kolin, dan inositol. Berdasarkan BSN (), seperti terlihat pada Tabel 2, pengganti air susu ibu harus zat gizi mikro vitamin dan mineral. Vitamin terdiri dari vitamin A, vitamin D, vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, nikotinamid, vitamin B6, asam folat, asam pantotenat, vitamin B12, vitamin K, dan biotin. Mineral terdiri dari natrium, kalium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium, besi, iodium, seng, tembaga. Tabel 2. Persyaratan Vitamin dan Mineral Formula Bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) Persyaratan (per 100 kkal produk siap No Vitamin dan Mineral Satuan konsumsi) SNI 01- A Vitamin 1 Vitamin A (sbg retinal) UI ,8 599,4 mg Vitamin D UI Vitamin E UI min. 0,7 min. 0,75 4 Vitamin K µg min. 4 min.4 5 Vitamin B1 µg min. 40 min Vitamin B2 µg min. 60 min. 80 7

5 Tabel 2. Persyaratan Vitamin dan Mineral Formula Bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) (lanjutan) Persyaratan No Vitamin dan Mineral Satuan (per 100 kkal produk siap konsumsi) 7 Vitamin B3 µg min. 250 min Vitamin B6 µg min. 35 min Asam folat µg min. 4 min Asam pantotenat µg min. 300 min Vitamin B12 µg min. 0,15 min. 0,1 12 Biotin (Vitamin H) µg min. 1,5 min. 1,5 13 Vitamin C mg min. 8 min. 10 (asam askorbat) B Mineral 1 Natrium (Na) mg Kalium (K) mg Klorida (Cl) mg Kalsium (Ca) mg min. 50 min Fosfor (P) mg min. 25 min Rasio Ca : P - 1,2 2,0 1 : 1 2 : 1 7 Magnesium (Mg) mg min. 6 min. 5 8 Besi (Fe) mg min. 0,15 min. 0,45 9 Iodium (I) µg min. 5 min Seng (Zn) mg min. 0,5 min. 0,5 11 Tembaga (Cu) µg min. 45 min Mangan (Mn) µg min. 5 min Selenium (Se) µg td min Kromium (Cr) *) µg td min. 1,5 15 Molibdenum *) µg td min. 1,5 Keterangan : td) tidak disyaratkan *) untuk keperluan medis khusus bagi bayi C.3 Ingredien Lainnya Berdasarkan Alimentarius (2007) pada bayi juga harus mengandung kolin, mio-inositol, dan l-karnitin. Penambahan kolin adalah sejumlah tidak kurang dari 7 mg/100kkal produk siap konsumsi. Penambahan mio inositol adalah sejumlah tidak kurang dari 4 mg/100kkal produk siap konsumsi. Penambahan l-karnitin adalah sejumlah tidak kurang dari 1,2 mg/100kkal produk siap konsumsi. Kolin yang terdapat dalam ASI rata-rata sebesar 1,3 1,5 mmol/liter (Zeisel 2006). Kolin dapat membantu fungsi normal otak melalui pembentukan neurotransmitter asetilkolin, yaitu bentuk senyawa yang sangat berperan pada fungsi otak (Gunawan 2009) 8

6 Mio-inositol merupakan karboksilik poliol, dulu digolongkan sebagai vitamin B8 tetapi kemudian ditemukan kalau bisa disintesis oleh tubuh (Anonim1 2009). Fungsi mio-inositol adalah basis penyusun pengirim pesan pada sel, termasuk inositol fosfat, fosfatidilkolin dan fosfatidilinositol fosfat (Anonim 2009). Menurut Koletzko et al. (2005), ESPGHAN (The European Society for Pedriatic Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition) menyarankan kadar mioinositol pada bayi adalah sejumlah 4-40 mg/100kkal. L-karnitin adalah asam amino yang disintesis dari asam amino esensial l-lisin dan l-metionin (Rebouche 2006). L-karnitin diperlukan untuk transpor asam lemak dari sitosol ke mitokondria (Anonim2 2009). US FDA mensyaratkan kadar L-karnitin pada bayi setelah menemukan laporan terdapat perbedaan biokimia antara bayi yang diberi diet tanpa dan dengan karnitin, meskipun masih kekurangan data mengenai pentingnya karnitin bagi bayi (Rebouche 2006). Selain itu bayi dapat ditambahkan ingredien lain yang lazim terdapat pada ASI agar dapat dijadikan sumber tunggal pangan dan bayi memperoleh hasil yang sama dengan bayi yang diberi ASI ( Alimentarius 2007). Menurut SNI 01-, pada bayi dapat ditambahkan zat gizi lain yang lazim terdapat dalam air susu ibu, dimana kegunaannya harus dibuktikan secara ilmiah dan dalam jumlah yang dikan dengan kadar dalam air susu ibu. Zat lain yang dapat ditambahkan ke bayi adalah taurin (maksimum 12 mg/100 kkal), nukleotida (jumlah tidak ditentukan), dan asam dokosaheksaenoat (DHA) (acuan batas atas 0,5% asam lemak/100 kkal) ( Alimentarius 2007). Pada bayi tidak boleh ditambahkan fluorida, namun jika tidak memungkinkan jumlahnya tidak boleh melebihi 100 µg/100 kkal produk siap konsumsi ( Alimentarius 2007). Taurin merupakan asam amino non protein, yang merupakan bahan penyusun utama cairan empedu dan dapat ditemukan di usus kecil (Anonim3 2009). Total kandungan nukleotida bebas dalam ASI ditemukan sekitar 2 6 mg/100 kkal, konsentrasi nukleotida berkurang 9

7 dengan usia laktasi (Puryatni 2007). Kandungan riboanukleotida dalam ASI terdiri dari adenosin (5 -AMP), cytidin (5 - CMP), guanosin (5 -GMP), uridin (5 -UMP), masing-masing sebanyak 20, 19, 3 dan 13 µmol/l (Schlimme et al 2000). Menurut Koletzko et al. (2005), tidak ada bukti manfaat untuk penambahan DHA sebanyak lebih dari 0,5% total lemak. Menurut FDA/CFSAN (2002) belum ada bukti ilmiah dari studi klinis yang menunjukkan dapat menunjukkan terdapat manfaat dari asupan DHA dalam jangka panjang. C.4. Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Pemerintah RI 2004). Menurut BSN (), BTP yang dapat ditambahkan pada bayi terdiri dari golongan pengental, pengemulsi, pengatur ph, dan antioksidan. Batas maksimum penggunaannya diatur berdasarkan produk yang siap diminum (BSN, ). Formula bayi tidak boleh menggunakan bahan tambahan makanan lain termasuk bahan tambahan yang berasal dari bahan baku atau bahan lainnya (Dirjen POM 1991). Pada Tabel 3 terlihat batas maksimum penggunaan BTP menurut SNI dan. Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) No Jenis BTP Batas Maksimum (g/100 ml produk siap konsumsi) A Pengental Jenis Formula Bayi 1 Gum guar SNI 01-2 Gum kacang lokus SNI 01-0,1 0,1 Formula bahan 0,1 10

8 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007 (lanjutan) No Jenis BTP Batas Maksimum (g/100 ml produk siap konsumsi) 3 Dipati fosfat, tunggal atau campuran 4 Dipati fosfat yang diasetilkan, tunggal atau campuran 5 Dipati fosfat yang difosfatkan, tunggal atau campuran SNI 01- SNI 01- SNI 01-6 Pati hidroksipropil SNI 01-7 Karagenan SNI 01- SNI 01- Jenis Formula Bayi 0,1 0,5 Formula bahan dasar kedele 0,5 Formula bahan dasar kedele 2,5 Formula bahan 0,5 Formula bahan dasar kedele 2,5 Formula bahan 2,5 Formula bahan 2,5 Formula bahan 0,5 Formula bahan 0,3 Formula bahan dasar susu dan Formula bahan dasar kedele 0,1 Formula bahan 0,3 Formula bahan dasar susu dan Formula bahan dasar kedele 0,1 Formula bahan 11

9 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) (lanjutan) No Jenis BTP Batas Maksimum (g/100 ml produk siap konsumsi) B Pengemulsi 1 Lesitin SNI 01-2 Mono dan digliserida C Pengatur ph SNI 01-1 Natrium bikarbonat SNI 01-2 Natrium karbonat SNI 01-3 Natrium hidroksida SNI 01-4 Natrium hidrogen karbonat 5 Kalium bikarbonat SNI 01-6 Kalium karbonat SNI 01- Jenis Formula Bayi 0,5 0,5 0,4 0,4 0,2 dan 0,2 dan 0,2 dan seluruh jenis 12

10 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) (lanjutan) No Jenis BTP Batas Maksimum (g/100 ml produk siap konsumsi) 7 Kalium hidroksida SNI 01-8 Kalium hidrogen karbonat 9 Natrium sitrat SNI Kalium sitrat SNI Kalsium hidroksida SNI L (+) asam laktat SNI Asam sitrat SNI 01-0,2 dan 0,2 dan 0,2 dan CPPB 0,2 dan Secukupnya CPPB Secukupnya CPPB Jenis Formula Bayi 13

11 Tabel 3. Batas maksimum penggunaan BTP pada bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) (lanjutan) No Jenis BTP Batas Maksimum (g/100 ml produk siap konsumsi) 14 Natrium dihidrogen sitrat 15 Trinatrium sitrat D Antioksidan 1 Vitamin E SNI 01-2 L-askorbil palmitat SNI 01- E Gas kemasan 1 Karbon dioksida 2 Nitrogen CPPB CPPB Jenis Formula Bayi 0,01 0,01 0,01 0,01 CPPB CPPB Dari Tabel 3 terlihat bahwa SNI (BSN ) dan ( Alimentarius 2007) mengatur batas maksimum penambahan BTP golongan pengental berdasarkan jenis bahan dasar bayi. Menurut Alimentarius (2001), definisi batasan penggunaan BTP CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) adalah : (1) jumlah yang ditambahkan adalah paling sedikit untuk memperoleh pengaruh yang diinginkan; (2) bahan tambahan pangan yang menjadi ingredien pangan namun tidak ditujukan untuk menghasilkan suatu pengaruh fisik atau teknis lainnya, jumlahnya harus dikurangi sampai maksimun; (3) digunakan dengan cara yang sama dengan bahan pangan lainnya. 14

12 D. Mutu Pangan Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman (Pemerintah RI 2004). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Pemerintah RI 1996). Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia (Pemerintah RI 2004). D.1 Cemaran Biologi Berdasarkan BSN (), persyaratan cemaran mikrobiologi untuk bayi diatur menurut rencana kelas 3. Batasannya diatur untuk angka lempeng total, APM koliform, Staphylococcus aureus, Salmonella, dan Shigella (BSN, ). menetapkan batasan cemaran mikrobiologi untuk produk bayi bentuk bubuk, yaitu Enterobacter sakazakii (Cronobacter species) dan Salmonella ( Alimentarius 2008). Pada Tabel 4 terlihat batas cemaran mikrobiologi untuk produk bayi. Tabel 4. Persyaratan Cemaran Mikrobiologi untuk Formula Bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2008) Jenis persyaratan cemaran mikrobiologi Angka Lempeng Total APM Koliform Staphylococcus aureus Salmonella dan Shigella N C m M SNI SNI SNI SNI 5 td 2 td 10 3 td 10 4 td 5 td 1 td 3 td 24 td 5 td 1 td 10 td 10 td 60 td 0 td 0 td 2 td Salmonella td 60 td 0 td 0/25 g td td 15

13 Tabel 4. Persyaratan Cemaran Mikrobiologi untuk Formula Bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2008) (lanjutan) Jenis persyaratan cemaran mikrobiologi Enterobacter sakazakii (Cronobact er species) N C m M SNI SNI SNI SNI td 30 td 0 td 0/10 g Keterangan : a. Dari sejumlah n contoh yang diperiksa hanya c contoh yang diperbolehkan melebihi angka batas m, tetapi tidak satupun boleh lebih dari angka batas M. b. td = tidak disyaratkan D.2. Cemaran Kimia Jenis cemaran kimia yang diatur pada SNI 01- tentang Pengganti Air Susu Ibu adalah cemaran arsenik, timbal, dan residu pestisida (BSN ). Berdasarkan Nomor 72 tahun 2007 tentang bayi, jenis cemaran kimia yang diatur adalah residu pestisida, timbal, dan cemaran lainnya. Pada Tabel 5 dapat dilihat perbandingan persyaratan cemaran kimia pada SNI dan. Tabel 5. Persyaratan cemaran kimia bayi menurut SNI dan (BSN dan Alimentarius 2007) Cemaran Kimia SNI Arsen 0,05 mg/kg produk siap td minum Timbal 0,1 mg/kg produk siap minum 0,02 mg/kg produk siap konsumsi Residu pestisida bebas atau jika secara teknis tidak dapat dihindari, residu pestisida tidak melebihi batas yang diizinkan bebas, atau jika secara teknis tidak dapat dihindari residu pestisida dikurangi sampai batas maksimum Cemaran lain bebas dari residu hormon dan antibiotik serta harus bebas dari cemaran lain khususnya bahan aktif yang mempunyai efek farmakologi Keterangan : td = tidak disyaratkan td td tidak mengandung cemaran lain (misalnya bahan aktif secara biologi) dalam jumlah yang dapat menimbulkan bahaya bagi bayi 16

14 Timbal dalam tubuh diperlakukan seperti kalsium, yaitu setelah didistribusikan ke bagian tubuh tulang dan gigi. Sistem yang paling sensitif terhadap timbal adalah sistem sintesis jaringan darah (hematopoietik) (Andarwulan dkk 2005). Anemia merupakan gejala utama dari keracunan timbal (WHO 2000). E. Penilaian Keamanan Pangan di Badan POM Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran (Pemerintah RI 2004). Surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh Kepala Badan POM RI berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan olahan (Pemerintah RI 2004). Produsen, importir dan atau distributor wajib menjamin keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan yang diedarkan dengan informasi yang diajukan dalam rangka pendaftaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan (Badan POM RI 2004). Kelengkapan dokumen pendaftaran meliputi (a) formulir pendaftaran, (b) contoh produk pangan yang bersangkutan, (c) rancangan label berwarna dan brosur bila ada (Badan POM RI 2004). Formulir pendaftaran terdiri dari (a) formulir A berisi keterangan umum mengenai makanan, nama atau alamat pemohon, serta pabrik atau perusahaan; (b) formulir B berisi keterangan mengenai komposisi, mutu bahan, wadah dan tutup; cara produksi, termasuk cara membersihkan wadah dan tutup; pengawasan mutu dan pengujian produk akhir; dan (c) formulir C berisi informasi tentang Cara Produksi Makanan yang Baik (Badan POM RI 2004). Kepala Badan berwenang menetapkan jenis pangan olahan yang wajib diuji secara laboratoris sebelum diedarkan (Pemerintah RI 2004). Pengujian secara laboratoris dilakukan di laboratorium pemerintah atau laboratorium lain yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Komite Akreditasi Nasional (Pemerintah RI 2004). Surat Persetujuan Pendaftaran berlaku 5 (lima) tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku (Badan POM RI 2004). Surat 17

15 Persetujuan Pendaftaran yang telah habis masa berlakunya, wajib melakukan pendaftaran ulang (Badan POM RI 2004). Sejak tanggal 28 Januari 2008, produk yang melakukan daftar ulang wajib menyerahkan hasil analisa produk akhir (Badan POM RI 2008). Proses penilaian karakteristik kadar zat gizi produk bayi di Badan POM mengacu pada Dirjen POM No Tahun 1991 (Dirjen POM 1991). Proses penilaian karakteristik kadar cemaran logam produk bayi di Badan POM mengacu pada Keputusan Dirjen POM No Tahun 1989 (Dirjen POM ). Proses penilaian karakteristik kadar cemaran mikroba produk bayi di Badan POM mengacu pada Keputusan Dirjen POM No Tahun 1989 (Dirjen POM ). 18

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.52.08.11.07235 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN FORMULA

Lebih terperinci

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk.

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk. 7 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2011, No BAB 9 FORMAT

2011, No BAB 9 FORMAT 5 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.11.11. TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.52.08.11.07235 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2013, No.710 6

2013, No.710 6 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09605 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475 TAHUN 2005 TENTANG

Lebih terperinci

PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS

PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.1.52.3920 TENTANG PENGAWASAN FORMULA BAYI DAN FORMULA BAYI UNTUK KEPERLUAN MEDIS KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) untuk balita dengan berat badan di bawah standart dalam bentuk

Lebih terperinci

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc

KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI. Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc KONSEP ILMU GIZI DAN PENGELOMPOKAN ZAT-ZAT GIZI Fitriana Mustikaningrum S.Gz., M.Sc Tujuan Pembelajaran Mengetahui ruang lingkup gizi Mengetahui hubungan gizi dengan kesehatan Mengetahui Pengelompokan

Lebih terperinci

INFORMASI NILAI GIZI

INFORMASI NILAI GIZI Format Informasi Nilai Gizi untuk pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji. (URT) ( g) Jumlah Sajian per Kemasan :. JUMLAH PER SAJIAN Sereal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.06.52.0100 TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang

Lebih terperinci

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit Standar Nasional Indonesia Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit ICS 67.230 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan Standar Nasional Indonesia Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan ICS 67.230 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui Salah satu faktor di antara sekian banyak yang mempengaruhi keberhasilan suatu kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu hamil salah satunya berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

Air mineral SNI 3553:2015

Air mineral SNI 3553:2015 Standar Nasional Indonesia ICS 67.160.20 Air mineral Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-028-IDN Alamat Bidang Pengujian : Jl. Jend. Ahmad Yani No. 315, Surabaya 60234 Bahan atau produk Gaplek SNI 01-2905-1992 butir 7.1 Pati Serat Pasir/Silika

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat yaitu selain dapat dimanfaatkan sebagai sayur, lalapan, salad

Lebih terperinci

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak

Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak v Peran ASI Bagi Tumbuh Kembang Anak Speaker: dr. FALLA ADINDA BIOGRAFI dr. Fala Adinda Pringgayuda Dokter Laktasi sertifikasi SELASI (Sentra Laktasi Indonesia) Head consultant doctor PT Pathlab Indonesia

Lebih terperinci

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12 LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG NOMOR:HK.00.05.5.1142 TENTANG ACUAN PENCANTUMAN PERSENTASE ANGKA KECUKUPAN GIZI PADA LABEL PRODUK PANGAN RI, Menimbang : a. bahwa pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Produk Susu untuk Batita (1-3 Tahun) Merek Dancow Batita Nama/NRP : Pagitta Puteri Fabiola/A103043

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk MINERAL Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

Air mineral alami SNI 6242:2015

Air mineral alami SNI 6242:2015 Standar Nasional Indonesia Air mineral alami ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-607-IDN Fisika/Kimia/ Tepung terigu Keadaan produk: Bentuk, Bau, Warna SNI 3751-2009, butir A.1 Mikrobiologi Benda asing SNI 3751-2009, butir A.2 Serangga

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

2. Spesifikasi MRS Broth (merk Merck )

2. Spesifikasi MRS Broth (merk Merck ) Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Penelitian 1. Spesifikasi Susu UHT Full Cream Ultra Milk Ultra Jaya Takaran saji 1 kotak (200 ml) Jumlah sajian per kemasan: 1 Komponen Satuan Jumlah (per 200 ml) Lemak total

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memori sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam segala aktivitas manusia memori selalu terlibat. Berdasarkan jangka waktunya, memori dibagi menjadi memori jangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) Sebagai acuan bagi produsen pangan dalam memproduksi MP-ASI, Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang MP-ASI yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ASI atau Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi dan tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Produk 2.1.1 Susu Kita mengenal beberapa bahan makanan yang mengandung sedikit atau tidak sama sekali bagian-bagian yang sangat diperlukan (vital) untuk tubuh kita. Dalam

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

STATUS GIZI, ANGKA KECUKUPAN GIZI, DAN PENILAIAN KONSUMSI PANGAN

STATUS GIZI, ANGKA KECUKUPAN GIZI, DAN PENILAIAN KONSUMSI PANGAN Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mata Kuliah (Pilihan): Ilmu Gizi 2 SKS STATUS GIZI, ANGKA KECUKUPAN GIZI, DAN PENILAIAN KONSUMSI PANGAN Kompetensi

Lebih terperinci

Eat Your Vegetables! 6 Cara. for Kids. pada Anak. Untuk Balita, Gangguan Makan. Lebih Baik Sufor atau UHT ya? Macam-macam

Eat Your Vegetables! 6 Cara. for Kids. pada Anak. Untuk Balita, Gangguan Makan. Lebih Baik Sufor atau UHT ya? Macam-macam Edisi 9 September Vol 4 2016 SeptemberFood for Kids I N D O N E S I A Untuk Balita, Lebih Baik Sufor atau UHT ya? Macam-macam Gangguan Makan pada Anak 6 Cara Agar si Kecil Suka Sayur dan Buah Eat Your

Lebih terperinci

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia No Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar air % - 50 2 Temperatur O C - Suhu air tanah 3 Warna - - Kehitaman 4 Bau - - Berbau tanah

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.05.52.6291 TENTANG KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang : Mengingat : a. b. c. d. 1. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya terkandung banyak kebaikan dan manfaat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN Pelelangan Sederhana Pascakualifikasi Pengadaan Bahan Makanan Dinsosnakertrans Kab. Nganjuk Semula : BAB IV. LEMBAR DATA PEMILIHAN LEMBAR DATA PEMILIHAN A. LINGKUP PEKERJAAN

Lebih terperinci

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Sel disusun oleh berbagai senyawa kimia, seperti karbohidrat, protein,lemak, asam nukleat dan berbagai senyawa atau unsur anorganik.

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut JNC 7 adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi

Lebih terperinci

PERTEMUAN/KULIAH KE: 13

PERTEMUAN/KULIAH KE: 13 PERTEMUAN/KULIAH KE: 13 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mengikuti pertemuan ini Anda akan dapat: 1. Memahami dan menjelaskan fungsi dan kebutuhan mineral pada ternak babi 2. Memilih sumber mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buahbuahan merupakan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru Tujuan Instruksional Khusus Pada Akhir Perkuliahan Mhs memahami konsep dasar Kimia Tanah dlm hub.nya dg Kes.ling.,dan Kes.Masy.

Lebih terperinci

KANDUNGAN KALSIUM DAN KARBOHIDRAT BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp) NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN KALSIUM DAN KARBOHIDRAT BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp) NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN KALSIUM DAN KARBOHIDRAT BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp) NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : HANDY LUKSITA TAKARINA A 420 090 053 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci