TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) Sebagai acuan bagi produsen pangan dalam memproduksi MP-ASI, Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang MP-ASI yang terdiri dari 4 bagian yaitu (a) SNI Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan, (b) SNI Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bagian 2 : Biskuit, (c) SNI Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bagian 3 : Siap Masak, dan (d) SNI Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bagian 4 : Siap Santap. SNI tersebut dikembangkan dan disusun dengan tujuan untuk : (1) melindungi kesehatan konsumen khususnya bayi dan anak, (2) menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab dan (3) mendukung perkembangan industri MP-ASI. Makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) didefinisikan sebagai makanan bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia 6 (enam) bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 (dua puluh empat) bulan untuk mencapai kecukupan gizi (BSN 2005a). MP ASI Bubuk Instan adalah MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat disajikan seketika dengan hanya penambahan air minum atau cairan lain yang sesuai (BSN 2005a). MP ASI Biskuit adalah MP ASI yang diproduksi melalui proses pemanggangan yang dapat dikonsumsi setelah dilumatkan dengan penambahan air, susu, atau cairan lain yang sesuai untuk bayi diatas 6 (enam) bulan atau berdasarkan indikasi medik, atau dapat dikonsumsi langsung sesuai umur dan organ pencernaan bayi/anak (BSN 2005b). MP ASI Siap Masak adalah MP ASI yang telah diproses dan harus dimasak dengan air atau cairan lain yang sesuai sebelum dikonsumsi (BSN 2005c). MP ASI Bubuk Instan dideskripsikan berbentuk serbuk, serpihan, hablur, granul. MP ASI Bubuk Instan jika ditambah cairan menghasilkan bubur halus, bebas dari gumpalan dan dapat disuapkan dengan sendok. Sedangkan deskripsi MP ASI Siap Masak berbentuk serbuk, ekstrudat, butiran, pasta (antara lain mie, makaroni) dan atau campurannya. MP ASI Siap Masak merupakan produk yang setelah dimasak sesuai petunjuk yang tertera di dalam kemasan dapat menghasilkan makanan yang bentuk dan teksturnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan bayi dan anak dalam menelan dan atau mengunyah. 4

2 Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission, jika suatu pangan ditambah dengan satu atau lebih zat gizi yang telah ditetapkan angka kecukupan gizinya, maka jumlah vitamin dan mineral yang ditambahkan yang terkandung dalam 100 g pangan sekurang-kurangnya 2/3 dari nilai kecukupan harian (CAC 1991). Pertimbangan dalam menetapkan ketentuan tersebut antara lain kondisi negara setempat termasuk kontribusi zat gizi dalam pola makan yang diperoleh dari makanan pokok, dan status gizi dari kelompok populasi target pada usia tersebut. SNI MP-ASI memuat ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, komposisi dan syarat mutu, bahan tambahan pangan, cemaran, metode uji dan pengambilan contoh, higiene, pengemasan, dan pelabelan. Komposisi produk MP-ASI meliputi bahan utama dan bahan lain. Sebagai bahan utama, produk MP-ASI terbuat dari salah satu atau campuran bahanbahan berikut dan atau turunannya : serealia (misal beras, jagung, gandum, sorgum, barley, oats, rye, millet, buckwheat), umbi-umbian (misal ubi jalar, ubi kayu, garut, kentang, gembili), bahan berpati (misal sagu, pati aren), kacangkacangan (misal kacang hijau, kacang merah, kacang tunggak, kacang dara), biji-bijian yang mengandung minyak (misal kedelai, kacang tanah, wijen), susu, ikan, daging, unggas, buah dan atau bahan makanan lain yang sesuai (BSN 2005a, 2005b, 2005c). Syarat mutu produk MP-ASI meliputi bentuk dan tekstur, kadar air, kadar abu, kepadatan energi, protein, karbohidrat (termasuk serat pangan), lemak (termasuk asam lemak trans), vitamin dan mineral. Zat gizi yang dikandung MP-ASI harus dapat mendampingi ASI untuk mencapai kecukupan gizi pada kelompok umur tersebut. Persyaratan mutu produk MP-ASI bubuk instan, biskuit, dan siap masak ditunjukkan pada Tabel 1. Persyaratan untuk vitamin dan mineral terbagi menjadi 2 kelompok berdasarkan ketentuan wajib dan tidaknya terdapat dalam produk pangan. Ketentuan tentang pengelompokkan tersebut didasarkan kepada status gizi bayi dan anak di Indonesia serta teknologi yang digunakan untuk memproduksi MP- ASI sesuai dengan jenisnya. Untuk MP-ASI bubuk instan dan MP-ASI siap masak, vitamin yang wajib ada meliputi vitamin A, vitamin D dan vitamin C, sedangkan vitamin yang dapat ditambahkan adalah vitamin E, vitamin K, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin B12, asam folat, vitamin B6 dan asam pantotenat. Mineral yang wajib ada meliputi natrium, kalsium, besi, zink, dan iodium, sedangkan mineral yang dapat ditambahkan adalah selenium. 5

3 Tabel 1 Persyaratan mutu produk MP-ASI terkait dengan kandungan gizi (BSN 2004a, 2004b, 2004c) No Parameter Satuan Syarat Mutu MP-ASI Bubuk Instan Biskuit Siap Masak 1 Energi i) kkal/g Min 0,8 Min 4 Min 0,8 2 Protein g/100 kkal Min 2 Maks 5,5 Min 1,5 Min 2 Maks 5,5 g/100 g Min 8 Maks 22 Min 6 Min 8 Maks 22 3 Karbohidrat ii) g/100 kkal Maks 7,5 Maks 7,5 Maks 7,5 g/100 g Maks 30 Maks 30 Maks 30 Fruktosa g/100 kkal Maks 3,75 Maks 3,75 Maks 3,75 g/100 g Maks 15 Maks 15 Maks 15 4 Serat pangan g/100 kkal Maks 1,25 Maks 1,25 Maks 1,25 g/100 g Maks 5 Maks 5 Maks 5 5 Lemak g/100 kkal Min 1,5 Maks 3,75 Min 1,5 Maks 4,5 Min1,5 Maks 3,75 g/100 g Min 6 Maks 15 Min 6 Maks 18 Min 6 Maks 15 Asam lemak trans % total lemak Maks 4 Maks 4 Maks 4 6 Vitamin A RE/100 kkal Min 62,5 Maks180 Min 62,5 Maks180 Min 75 Maks 225 RE/100 g Min 250 Maks 700 Min 250 Maks 700 Min 300 Maks Vitamin D mcg/100 kkal Min 0,75 Maks 2,5 Min 0,75 Maks 2,5 Min 1 Maks 3 mcg/100 g Min 3 Maks 10 Min 3 Maks 10 Min 4 Maks 12 8 Vitamin C mg/100 kkal Min 6,25 Min 20 mg/100 g Min 27 Min 80 9 Vitamin E mg/100 kkal Min 1 Min 1 Min 1,25 mg/100 g Min 4 Min 4 Min 5 10 Vitamin K mcg/100 kkal Min 2,5 Min 2,5 Min 3 mcg/100 g Min 10 Min 10 Min Vitamin B1 mg/100 kkal Min 0,1 Min 0,2 mg/100 g Min 0,4 Min 0,7 12 Vitamin B2 mg/100 kkal Min 0,1 Min 0,2 mg/100 g Min 0,4 Min 0,7 13 Niasin mg/100 kkal Min 1 Min 1,6 mg/100 g Min 4 Min 6,5 14 Vitamin B12 mcg/100 kkal Min 0,075 Min 0,15 mcg/100 g Min 0,3 Min 0,6 15 Asam folat mcg/100 kkal Min 6,25 Min 12 mcg/100 g Min 27 Min Vitamin B6 mg/100 kkal Min 0,2 Min 0,3 mg/100 g Min 0,7 Min 1,2 17 Asam pantotenat mg/100 kkal Min 0,3 Min 0,5 mg/100 g Min 1,3 Min 2,3 18 Natrium (Na) iii) mg/100 kkal < 100 < 200 < 100 < 200 < 100 < Kalsium (Ca) mg/100 kkal Min 50 Min 50 Min 50 mg/100 g Min 200 Min 200 Min Besi (Fe) mg/100 kkal Min 1,25 Min 1,25 Min 1,25 mg/100 g Min 5 Min 5 Min 5 21 Seng (Zn) mg/100 kkal Min 0,6 Min 0,6 Min 0,6 mg/100 g Min 2,5 Min 2,5 Min 2,5 22 Iodium (I) mcg/100 kkal Min 11,25 Min 13,5 mcg/100 g Min 45 Min Selenium (Se) mcg/100 kkal Min 2,5 Min 2,5 Min 2,5 mcg/100 g Min 10 Min 10 Min 10 i) Kepadatan energi dihitung terhadap produk siap dikonsumsi untuk MP-ASI bubuk instan, siap masak dan siap santap ii) Jumlah karbohidrat yang ditambahkan dari sukrosa, fruktosa, glukosa, sirup glukosa atau madu jika bahan tersebut ditambahkan pada produk. iii) < 100 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk bayi, dan < 200 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk anak usia diatas 12 bulan 6

4 Untuk MP-ASI biskuit, vitamin yang wajib ada meliputi vitamin A, vitamin D, sedangkan vitamin yang dapat ditambahkan adalah vitamin E dan vitamin K. Mineral yang wajib ada meliputi natrium, kalsium, besi, zink, sedangkan mineral yang dapat ditambahkan adalah selenium. Informasi Nilai Gizi (ING) Informasi Nilai Gizi didefinisikan sebagai daftar kandungan zat gizi pada label pangan sesuai dengan format yang dibakukan (BPOM 2005). Beberapa istilah untuk menggambarkan pencantuman informasi nilai gizi yang berlaku di berbagai negara antara lain nutrition labelling, nutrition fact, dan nutrition information. Istilah nutrition labeling digunakan oleh WHO (WHO 2004), Canada dan Malaysia. Filipina menggunakan istilah nutrition information, Amerika Serikat menggunakan istilah nutrition fact, sedangkan Australia menggunakan istilah nutrition information panel. WHO (2004) mendefinisikan nutrition labeling sebagai daftar zat gizi pada label pangan dengan beberapa bentuk pencantuman jumlah zat gizi. Sedangkan CAC (2006) menyatakan definisi nutrition labelling adalah deskripsi yang dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang kandungan gizi pangan kepada konsumen. Pencantuman informasi nilai gizi pada label tidak diwajibkan terhadap semua pangan. Pangan yang diwajibkan untuk mencantumkan informasi tentang kandungan gizi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Pasal 32, ayat (1) yang menyatakan bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan, atau pangan yang dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang mutu dan gizi pangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya (Pemerintah RI 1999). Peraturan Pemerintah tersebut juga mengatur tata cara pencantuman kandungan gizi pada label bahwa keterangan tentang kandungan gizi pangan dicantumkan dengan urutan jumlah keseluruhan energi, dengan perincian berdasarkan jumlah energi yang berasal dari lemak, protein dan karbohidrat; jumlah keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin dan mineral. Jika pelabelan kandungan 7

5 gizi digunakan pada suatu pangan, maka pada label pangan tersebut wajib memuat hal-hal berikut : (a) ukuran takaran saji, (b) jumlah sajian per kemasan, (c) kandungan energi per takaran saji, (d) kandungan protein per sajian (dalam gram), (e) kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram), (f) kandungan lemak per sajian (dalam gram), (g) persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Sebagai petunjuk pelaksanaan dari ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut, telah ditetapkan pedoman pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan mengatur informasi yang harus dicantumkan dan informasi yang dapat dicantumkan terdiri dari (a) Informasi yang wajib dicantumkan, meliputi takaran saji, jumlah sajian per kemasan dan catatan kaki, (b) Zat gizi yang wajib dicantumkan, meliputi energi total, lemak total, protein, karbohidrat total, dan natrium, (c) Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu, meliputi energi dari lemak, lemak jenuh, lemak trans, kolesterol, serat pangan, gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, zat gizi lain yang wajib ditambahkan/difortifikasikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, zat gizi yang pernyataannya (klaim) dicantumkan pada label pangan, dan (d) Informasi lain yang dapat dicantumkan, meliputi energi dari lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal, lemak tidak jenuh ganda, kalium, serat pangan larut, serat pangan tidak larut, gula alkohol, karbohidrat lain, vitamin, mineral dan zat gizi lain. Format informasi nilai gizi yang ditetapkan dalam Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan meliputi berbagai format yang dapat digunakan sesuai dengan ukuran kemasan, bentuk pangan yang dikemas. Berbagai bentuk format tersebut meliputi (a) format umum, (b) format untuk pangan yang ditujukan bagi bayi/anak usia 6 sampai 24 bulan, (c) format untuk pangan yang ditujukan bagi anak usia 2 sampai 5 tahun, (d) format untuk pangan yang di dalam kemasannya berisi 2 atau lebih pangan yang dikemas secara terpisah dan dimaksudkan untuk dikonsumsi masing-masing, atau pangan dari jenis yang sama namun berbeda rasa, aroma atau warna, (e) format untuk pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi, (f) format untuk pangan yang harus diolah terlebih dahulu, (g) format untuk kemasan pangan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama dengan 100 cm 2, dan (h) format untuk kemasan pangan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama dengan 30 cm 2. 8

6 Dalam rangka keseragaman pencantuman kandungan gizi pada tabel informasi nilai gizi, ditetapkan ketentuan tentang pembulatan nilai kandungan zat gizi dan persentase angka kecukupan gizi. Ketentuan tentang pembulatan nilai kandungan gizi dan nilai persentase AKG dalam rangka pencantuman jumlah kandungan gizi pada informasi nilai gizi ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Dengan demikian, nilai yang tercantum pada tabel informasi nilai gizi sebagai salah satu keterangan pada label pangan merupakan hasil pembulatan dari kandungan gizi berdasarkan hasil pengujian laboratorium. Pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi pada label harus disertai dengan hasil pengujian laboratorium terhadap kandungan gizi yang terdapat dalam produk akhir yang akan diedarkan. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sebagaimana disebutkan dalam Depkes (2005), dinyatakan bahwa kegunaan AKG diutamakan untuk (1) acuan dalam menilai kecukupan gizi, (2) acuan dalam menyusun makanan sehari-hari termasuk perencanaan makanan di institusi, (3) acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional, (4) acuan pendidikan gizi, dan (5) acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi. Yuniastuti (2008) menjelaskan lebih lanjut tentang kegunaan angka kecukupan gizi sebagai berikut : (1) Menilai tingkat konsumsi pangan seseorang atau penduduk berdasarkan data survei konsumsi pangan. Penilaian tersebut dilakukan dengan membandingkan zat gizi yang diperoleh dari survei konsumsi terhadap angka kecukupannya, yang biasa disebut sebagai tingkat konsumsi. (2) Perencanaan makanan institusi secara seimbang, seperti pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah (PMT-AS), lembaga pemasyarakatan, panti sosial. (3) Perencanaan produksi dan ketersediaan pangan wilayah. Angka kebutuhan maupun kecukupan gizi yang dianjurkan adalah kecukupan pada tingkat fisiologis sehingga untuk tingkat produksi sampai konsumsi, diperkirakan sekitar 15 %. (4) Patokan label gizi pada makanan kemasan. 9

7 (5) Pendidikan gizi yang dikaitkan dengan kebutuhan gizi berbagai kelompok umur, fisiologis dan kegiatan untuk mewujudkan keluarga sadar gizi melalui gerakan pangan dan gizi. Tabel 2 Pembulatan nilai kandungan gizi dalam rangka pencantuman informasi nilai gizi (BPOM 2005) Komponen gizi Kandungan per sajian Pembulatan Energi total < 5 kkal 0 kkal 5 kkal 50 kkal Kelipatan 5 kkal terdekat > 50 kkal Kelipatan 10 terdekat Lemak total < 0,5 g 0 g 0,5 5 g Kelipatan 0,5 g terdekat > 5 g Kelipatan 1 g terdekat Protein < 0,5 g 0 g > 0,5 g Kelipatan 1 terdekat Karbohidrat total < 0,5 g 0 g > 0,5 g Kelipatan 1 terdekat Natrium < 5 mg 0 mg 5 mg 140 mg Kelipatan 5 mg terdekat > 140 mg Kelipatan 10 mg terdekat Serat pangan < 0,5 g 0 g > 0,5 g Kelipatan 1 terdekat Tabel 3 Pembulatan nilai persentase informasi nilai gizi (BPOM 2005) AKG dalam rangka pencantuman Komponen gizi Persentase Pembulatan Lemak total 0 % 0 % > 0 % Kelipatan 1 % terdekat Protein 0 % 0 % > 0 % Kelipatan 1 % terdekat Karbohidrat total 0 % 0 % > 0 % Kelipatan 1 % terdekat Natrium 0 % 0 % > 0 % Kelipatan 1 % terdekat Serat pangan 0 % 0 % > 0 % Kelipatan 1 % terdekat Vitamin dan mineral < 2 % 0 % 2 % - 10 % Kelipatan 2 % terdekat > 10 % Kelipatan 5 % terdekat Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia, usia yang terkait dengan kelompok target konsumen produk MP-ASI adalah bayi usia 7 11 bulan dan anak usia 1 3 tahun. Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) bagi kelompok anak usia tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. 10

8 Tabel 4 Angka Kecukupan Gizi untuk bayi dan anak usia 7 bulan sampai dengan 3 tahun (Depkes 2005) No Parameter Satuan AKG untuk Kelompok umur 7 11 bulan 1 3 tahun 1 Energi kkal Protein g Vitamin A re Vitamin D mcg Vitamin E mg Vitamin K mcg Thiamin mg 0,4 0,5 8 Riboflavin mg 0,4 0,5 9 Niasin mg Asam folat mcg Piridoksin mg 0,3 0,5 12 Vitamin B12 mcg 0,5 0,9 13 Vitamin C mg Kalsium mg Fosfor mg Magnesium mg Besi mg Yodium mcg Seng mg 7,5 8,2 20 Selenium mcg Mangan mg 0,6 1,2 22 Fluor mg 0,4 0,6 Dalam rangka pencantuman Informasi Nilai Gizi, acuan yang digunakan untuk menghitung persentase AKG yang akan dicantumkan pada label pangan adalah AKG yang khusus ditujukan untuk pelabelan. Indonesia telah menetapkan nilai AKG yang dijadikan acuan khusus untuk pelabelan pangan tersebut berdasarkan kelompok umur. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan. Acuan Label Gizi berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK dapat dilihat pada Tabel 5. Acuan Label Gizi tersebut merupakan hasil kajian pakar yang tertuang dalam Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 dan merupakan rekomendasi bagi pihak Pemerintah yang kemudian ditetapkan dalam bentuk peraturan teknis oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Acuan label gizi ditetapkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia 11

9 yang juga merupakan hasil kajian pakar dalam Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional tahun 2004 tersebut. Tabel 5 Acuan Label Gizi Produk Pangan (BPOM 2007) Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen No Zat Gizi Bayi 0 6 Anak 7 23 Anak 2 5 Ibu Ibu Satuan Umum bulan bulan tahun Hamil Menyusui 1 Energi Kal Lemak total g Lemak jenuh g Kolesterol mg < <300 <300 5 Asam linoleat g - 2,0 3,0 4, Protein g Karbohidrat Total g Serat Makanan g Vitamin A *) RE Setara karoten total *) mcg Setara beta karoten *) mcg Vitamin D mcg Vitamin E mg Vitamin K mcg Thiamin mg 1,0 0,3 0,5 0,7 1,3 1,3 14 Riboflavin mg 1,2 0,3 0,5 0,6 1,4 1,5 15 Niasin mg Asan folat mcg Asam Pantotenat mg 7 1,4 2,0 3, Piridoksin mg 1,3 0,1 0,4 0,6 1,7 1,8 19 Vitamin B 12 mcg 2,4 0,4 0,6 1,0 2,6 2,8 20 Vitamin C mg Kalium mg Natrium mg < < Kalsium mg Fosfor mg Magnesium mg Besi mg 26 0, Yodium mcg Zink mg 12 5,5 8 9,4 14,7 13,9 29 Selenium mcg Mangan mg 2 0,003 0,8 1,4 2 2,6 31 Fluor mg 2,5 0,01 0,6 0,8 2,7 2,7 *) Vitamin A bersumber dari pangan (non sintetik) Untuk vitamin A dari sumber hewani atau retinol, 1 RE setara 1 RAE (Retinol Activity Equivalent) Untuk memenuhi setara RAE dari karoten total, nilai RE dikali 24 Untuk memenuhi setara RAE dari beta karoten, nilai RE dikali 12 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK tersebut merupakan revisi dari peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Kepala Badan POM No. HK tahun 2003 tentang Acuan Pencantuman Persentase Angka Kecukupan Gizi pada Label Pangan. Selengkapnya tentang acuan pencantuman angka kecukupan gizi berdasarkan 12

10 Peraturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Lebih lanjut pengkajian dan pembahasan terhadap label produk MP-ASI mengacu pada AKG tahun 2003 mengingat produk tersebut mendapatkan persetujuan mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 dimana masih diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM No. HK tahun 2003 tentang Acuan Pencantuman Persentase Angka Kecukupan Gizi pada Label Pangan. Tabel 6 Angka Kecukupan Gizi untuk acuan pelabelan pangan yang diperuntukkan bagi bayi/anak usia 4 sampai 24 bulan (BPOM 2003a) No Zat Gizi AKG Satuan Keterangan 1 Energi 950 kkal 2 Protein 20 g 3 Lemak total 30 g 4 Asam linoleat 3.0 g 6 Karbohidrat 150 g 9 Vitamin A 400 RE 1 RE = 1 mcg retinol 10 Karoten total 4800 mcg 1 RE = 12 mcg karoten 11 Beta karoten 2400 mcg 1 RE = 6 mcg beta karoten 12 Vitamin D 5.0 mcg 13 Vitamin E 5.0 mg 14 Vitamin K 10.0 mcg 15 Thiamin 0.5 mg 16 Riboflavin 0.5 mg 17 Niasin 6.0 mg 18 Vitamin B6 0.5 mg 19 Asam pantotenat 2.0 mg 20 Asam folat 160 mcg 21 Vitamin B mcg 22 Vitamin C 40 mg 23 Kalium 700 mg 24 Natrium 350 mg 25 Kalsium 500 mg 26 Fosfor 400 mg 27 Besi 9.0 mg 28 Magnesium 50 mg 29 Zink 6.0 mg 30 Selenium 15 mcg 31 Iodium 100 mcg Takaran Saji Produk MP-ASI Salah satu faktor yang mempengaruhi asupan gizi adalah takaran saji produk yang dicantumkan pada label. Takaran saji baku sebagai acuan untuk pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan belum ditetapkan di Indonesia. Sedangkan negara lain yang sudah mempunyai ketentuan tentang 13

11 takaran saji tersebut antara lain Amerika Serikat dan Canada. Code of Federal Regulation (CFR) menetapkan Reference Amount Customarily Consumed per Eating Occasion untuk produk pangan yang beredar di Amerika Serikat. Acuan tersebut meliputi berbagai jenis pangan yang biasa dikonsumsi baik pangan siap saji maupun pangan olahan dan terbagi menurut kelompok umur. Sehubungan dengan belum adanya ketentuan baku yang dapat dijadikan acuan pencantuman takaran saji di Indonesia, maka industri dapat menetapkan takaran saji produk yang akan diedarkannya. Takaran saji tersebut harus disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan merupakan salah satu substansi penilaian yang dilakukan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dalam rangka pemberian persetujuan pendaftaran produk pangan. Berdasarkan BPOM (2003b, 2005), definisi takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan, dinyatakan dalam ukuran rumah tangga yang sesuai untuk produk pangan tersebut. Ukuran rumah tangga sebagaimana disebutkan diatas meliputi antara lain sendok teh (5 ml), sendok makan (10 ml), sendok takar, gelas (200 ml), botol, kaleng, mangkuk/cup, bungkus, sachet, keping, buah, biji, potong, iris. Khusus untuk pangan bayi dan anak di bawah lima tahun ukurannya sesuai dengan petunjuk penggunaan. Negara yang telah menetapkan ketentuan terkait dengan takaran saji adalah Canada dan Amerika Serikat. Takaran saji yang ditetapkan oleh Canada tertuang dalam Reference Amounts and Serving Sizes (Essential to making a nutrient content claim and preparing a nutrition facts table). Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menetapkan jumlah reference amount berdasarkan kelompok umur untuk menggambarkan jumlah yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan oleh individu dalam setiap kelompok populasi tersebut. Pengelompokkan tersebut meliputi (a) pangan untuk usia 4 tahun atau lebih, dan (b) pangan untuk bayi atau anak dibawah 4 tahun. Reference amount pangan yang ditujukan bagi bayi atau anak dibawah 4 tahun hanya berlaku untuk pangan yang diformulasikan atau diproses secara khusus untuk dikonsumsi oleh bayi atau anak dibawah 4 tahun. Ketentuan tersebut tertuang dalam Code of Federal Regulation (CFR) tentang Reference Amount Customarily Consumed per Eating Occasion : General Food Supply dan Reference Amount Customarily Consumed per Eating Occasion : Infant and Toddler Foods. Acuan tersebut meliputi berbagai jenis pangan yang biasa dikonsumsi baik pangan siap saji maupun pangan olahan dan terbagi menurut 14

12 kelompok umur tersebut. Data selengkapnya perihal reference amount untuk pangan bayi dan anak ditunjukkan pada Lampiran 1. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Amerika Serikat tentang Reference Amount Customarily Consumed per Eating Occasion : Infant and Toddler Foods, maka takaran saji produk MP-ASI dapat mengacu kepada kelompok berikut : (a) sereal, instan kering, (b) sereal, siap disajikan, (c) produk sereal dan biji-bijian lain, bentuk kering, siap dikonsumsi, misalnya, sereal siap dikonsumsi, kukis, biskuit dan toast. Takaran saji untuk produk MP-ASI bubuk instan dapat mengacu kepada nilai reference amount untuk sereal, instan kering (cereals, dry instant) yaitu sebesar 15 g, sedangkan MP-ASI siap masak dapat mengacu kepada sereal, siap disajikan (cereals, prepared, ready to-serve) yaitu sebesar 110 g (dihitung terhadap produk siap disajikan). Dengan mengacu kepada produk sereal dan bijibijian lain, bentuk kering, siap dikonsumsi, misalnya, sereal siap dikonsumsi, kukis, biskuit dan toast (other cereal and grain products, dry ready to eat, e.g., ready to eat cereals, cookies, teething biscuits and toasts) maka takaran saji baku produk MP-ASI biskuit adalah sebesar 7 g. Kebijakan Pemberian Makanan kepada Bayi dan Anak Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang paling lengkap dan sempurna bagi bayi. Manfaat Asi bagi bayi akan terasa seumur hidupnya,. Manfaat ASI tersebut meliputi antara lain (Westcott 2003) : a. zat gizi dari ASI sangat mudah diserap, sehingga bayi yang diberi ASI jarang terkena gangguan perut b. ASI memberi kekebalan infeksi selama bulan-bulan pertama kehidupannya c. Bayi yang diberi ASI lebih jarang terkena gangguan alergi. d. Kejadian mati mendadak lebih kecil jumlahnya pada bayi dengan ASI. Kandungan gizi pada ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Hampir separuh kalori dalam ASI diperoleh dari karbohidrat khususnya laktosa (Cox 2006). Sesuai dengan kebijakan nasional terkait dengan pemberian ASI Eksklusif, dimana ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia diberikan sejak lahir sampai dengan bayi berumur 6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Depkes 2004b). Dengan adanya ketentuan tersebut, maka peruntukan produk MP-ASI sesuai dengan definisi yang tercantum dalam SNI yaitu MP-ASI merupakan 15

13 makanan bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi. World Health Organization (WHO) telah menetapkan strategi global pemberian makanan bayi dan anak sebagai acuan bagi setiap negara untuk menetapkan strategi nasional masing-masing negara disesuaikan dengan kondisi gizi penduduk di masing-masing negara. WHO menganjurkan agar bayi mulai menerima MP-ASI pada usia 6 bulan sebagai tambahan terhadap ASI. Frekuensi pemberian MP-ASI sangat terkait dengan kepadatan gizi produk tersebut. Untuk rata-rata bayi sehat, makanan harus diberikan 4 5 kali per hari dengan tambahan makanan kecil bergizi (misal buah atau roti) diberikan 1 2 kali per hari. Jumlah pangan yang tepat tergantung pada kepadatan energi makanan lokal dan jumlah yang biasa dikonsumsi pada setiap pemberian makan. Jika kepadatan energi atau jumlah makanan per sekali makan rendah, maka frekuensi makan harus ditambah untuk memenuhi kecukupan energi harian bayi/anak. Informasi selengkapnya tentang kebutuhan energi, frekuensi makan dan kepadatan energi untuk bayi dan anak usia 6 bulan sampai 23 bulan tercantum pada Tabel 7. Tabel 7 Persyaratan energi, frekuensi makan dan kepadatan energi minimal untuk bayi dan anak usia 6 24 bulan yang tidak diberi ASI (WHO 2005) Usia bayi/anak (bulan) Kebutuhan energi rata-rata (kkal/hari) Persyaratan energi +2 SD (+25%) Kapasitas lambung (g/sekali makan), berdasarkan 30 g/kg bb Kepadatan energi Frekuensi makan per hari yang diperlukan 0,6 kkal/g 5,1 5,0 5,4 0,8 kkal/g 3,9 3,8 4,1 1,0 kkal/g 3,1 3,0 3,2 Frekuensi makan per hari Kepadatan energi minimum yang diperlukan (kkal/g) 3 kali 1,03 1,00 1,08 4 kali 0,77 0,75 0,81 5 kali 0,62 0,60 0,65 16

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK ELIN HERLINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG NOMOR:HK.00.05.5.1142 TENTANG ACUAN PENCANTUMAN PERSENTASE ANGKA KECUKUPAN GIZI PADA LABEL PRODUK PANGAN RI, Menimbang : a. bahwa pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat

Lebih terperinci

2011, No BAB 9 FORMAT

2011, No BAB 9 FORMAT 5 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.11.11. TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.05.52.6291 TENTANG KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang : Mengingat : a. b. c. d. 1. bahwa

Lebih terperinci

Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi.

Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi. 5.1 TAKARAN SAJI Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi. 5.1.1 Pengertian a. Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

2013, No.710 6

2013, No.710 6 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09605 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475 TAHUN 2005 TENTANG

Lebih terperinci

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan Standar Nasional Indonesia Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 1 : Bubuk Instan ICS 67.230 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN

8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN 8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN 8.9.1 Ketentuan tentang pencantuman vitamin, mineral dan zat gizi lain mengikuti ketentuan tentang pencantuman zat gizi yang berada dalam kelompok tersebut. 8.9.2

Lebih terperinci

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit Standar Nasional Indonesia Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP ASI) Bagian 2 : Biskuit ICS 67.230 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui Salah satu faktor di antara sekian banyak yang mempengaruhi keberhasilan suatu kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu hamil salah satunya berpengaruh

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. 2.1 Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

Grup I- Label Pangan

Grup I- Label Pangan Grup I- Label Pangan Label produk pangan adalah setiap keterangan mengenai produk pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Jakarta selama delapan bulan sejak bulan Agustus 2007 sampai dengan Maret 2008. Data awal diperoleh dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

INFORMASI NILAI GIZI

INFORMASI NILAI GIZI Format Informasi Nilai Gizi untuk pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji. (URT) ( g) Jumlah Sajian per Kemasan :. JUMLAH PER SAJIAN Sereal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) untuk balita dengan berat badan di bawah standart dalam bentuk

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat. - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas

- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat. - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas Lampiran 1 Kuesioner penelitian Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai persepsi dan pola konsumsi konsumen di Jakarta Pusat terhadap produk uman ibu hamil dan/atau ibu menyusui. Hasil

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1055, 2015 BPOM. Takaran Saji. Pangan Olahan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Veni Hadju Nurpudji Astuti

Veni Hadju Nurpudji Astuti Veni Hadju Nurpudji Astuti Penelitian di Unhas; yang dilaksanakan di Pusat Studi Gizi dan Pangan, mahasiswa S3, S2, dan S1. Kendala waktu, pada umumnya yang bisa disampaikan adalah penelitian PSGP. Studi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk.

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk. 7 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ksep Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau 4 TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau Wilayah produksi utama kacang hijau membentang dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang sudah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut : Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut : a. Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau b. Zat gizi tersebut

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi. 7.10 ZAT BESI 7.10.1 Ketentuan Zat besi wajib dicantumkan apabila : a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Peneltian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kandungan gizi utama pada ubi jalar adalah karbohidrat sebanyak 75-90% berat kering ubi merupakan gabungan dari pati, gula, dan serat seperti selulosa, hemiselulosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN Pelelangan Sederhana Pascakualifikasi Pengadaan Bahan Makanan Dinsosnakertrans Kab. Nganjuk Semula : BAB IV. LEMBAR DATA PEMILIHAN LEMBAR DATA PEMILIHAN A. LINGKUP PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas (golden

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Produk Susu untuk Batita (1-3 Tahun) Merek Dancow Batita Nama/NRP : Pagitta Puteri Fabiola/A103043

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) atau maternal merupakan salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan perempuan. AKI juga merupakan salah satu indikator yang tertuang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

Food. Healthy Diet. for Kids. Diet Alami. Komersial. Gula. Makanan Bayi JIKA BALITA BERDIET. Pasca Melahirkan. dalam. Edisi 7 Juli Vol

Food. Healthy Diet. for Kids. Diet Alami. Komersial. Gula. Makanan Bayi JIKA BALITA BERDIET. Pasca Melahirkan. dalam. Edisi 7 Juli Vol Edisi 7 Juli Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A JIKA BALITA BERDIET Gula dalam Makanan Bayi Komersial Diet Alami Pasca Melahirkan Healthy Diet Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Produk-produk fermentasi dapat berbahan dari produk hewani maupun

Lebih terperinci

KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT

KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT LAMPIRAN V PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.09909 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN KLAIM DALAM LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT 1. Asam

Lebih terperinci

BAB 2 PRODUK DAN JASA

BAB 2 PRODUK DAN JASA BAB 2 PRODUK DAN JASA Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dengan produk ataupun jasa. Sebuah produk adalah segala sesuatu yang dapat di tawarkan kepada konsumen untuk memuaskan kebutuhan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pangan telah menjadi aspek yang penting karena berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya, masalah yang berkaitan dengan pangan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci