BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7
|
|
- Lanny Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.I Psoriasis Definisi Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang ke dermis, akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7 Penyakit ini tidak menular atau mengancam jiwa, namun pada hakekatnya mempengaruhi Health-Related Quality of Life (HRQoL) dan memiliki dampak negatif, fisik, psikologis dan psikososial. 7, Epidemiologi Psoriasis dapat terjadi secara universal, namun prevalensinya bervariasi tergantung pada etnis dan demografis. Di Eropa kejadian tertinggi di Denmark (2.9 persen) dan Pulau Faeroe (2.8 persen), dengan rata-rata untuk seluruh Eropa Utara adalah 2 persen. 4 Di Amerika Serikat, prevalensinya sekitar 2,2 persen hingga 2,6 persen dengan rata-rata kasus baru yang terdiagnosis setiap tahunnya. Di Jepang insidensinya sangat rendah (0,4 persen). Namun pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan psoriasis tidak ditemukan. 1,2 Insidensi psoriasis pada Laki-laki dan perempuan adalah sama, walaupun dalam beberapa studi dijumpai adanya deviasi yang minor. Beberapa studi telah dilaporkan bahwa onset usia lebih awal pada perempuan, tapi ini tidak secara
2 universal. Tidak ada bukti adanya perbedaan morfologi psoriasis antara laki-laki dan perempuan. 2,6 Psoriasis dapat mengenai semua tingkatan usia. Namun yang paling sering timbul untuk pertama kalinya pada usia antara tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 10 tahun. 2,6 Penyakit ini cendrung menunjukkan manifestasi lebih awal pada pasien dengan riwayat keluarga yang menderita psoriasis Etiologi dan Patogenesis Psoriasis Etiopatogenesis psoriasis secara pasti belum diketahui, namun teori yang ada mengemukakan psoriasis merupakan penyakit autoimun yang ditandai adanya proliferasi epidermal dan pembuluh kapiler akibat pelepasan sitokin oleh limfosit. 2,3 Adanya mekanisme genetik, metabolik dan imunologis yang dikombinasikan dengan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti stres, trauma, obesitas, infeksi, hormonal, alkohol, merokok, atau obat-obatan. Pasien psoriasis seringdikaitkan dengan keterlibatan keluarga. Pada kembar identik memiliki tingkat kesesuaian 56-70% dalam studi yang berbeda, namun kedua faktor genetik dan lingkungan mempunyai pengaruh. Bukti lebih lanjut yang mendasari genetik memiliki hubungan yang kuat antara psoriasis dengan Human leucocyte antigen (HLA)-Cw6. Namun dengan HLA B13, B17 dan DR7 memiliki hubungan yang lemah. Hubungan HLA dengan riwayat keluarga yang menderita psoriasis lebih sering terjadi sebelum usia 40 tahun. 6,30,31 Beberapa faktor lingkungan berperan dalam patogenesis psoriasis. Meskipun hanya sebagian dari faktor tersebut yang tampaknya dapat memicu penyakit, sedangkan faktor lainnya menyebabkan eksaserbasi atau modifikasi dari penyakit 3
3 ini. Peran dari faktor lingkungan pada psoriasis yang mungkin paling menentukan melalui kesesuaian penyakit yang tidak sempurna dalam kembar monozigot. Beberapa pasien psoriasis mengemukakan stres bisa menimbulkan flare atau serangan pada penyakit ini. 1,3,6 Stres dapat dipicu oleh keadaan-keadaan yang dialami pasien dalam menghadapi ujian, kecelakaan, kekerasan seks dan kematian. Interval terjadinya stres sampai timbulnya flare berkisar antara 2 hari sampai dengan 1 bulan. Trauma pada kulit akan menginduksi psoriasis pada kulit yang non lesi. Beberapa tipe cedera yang berbeda dapat menginduksi respon Koebnerpada psoriasis yang berasal dari gesekan atau garukan pada kulit dan bahkan setelah terjadinya sunburn. 6 Infeksi saluran pernafasan atas, terutama oleh streptokokus, berhubungan dengan flare penyakit, terutama tipe psoriasis gutata. Infeksi HIV sering memperburuk psoriasis. 6 3,6 Asupan rokok dan alkohol pada pasien psoriasis lebih tinggi daripada populasi umum. Namun hal ini masih kontroversial, apakah karena rasa malu akibat psoriasis sehingga mengarah pada kebiasaan mengkonsumsi rokok dan alkohol, atau karena rokok dan alkohol dapat memicu atau memperburuk penyakit. Mungkin kedua hal tersebut dapat saja terjadi. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi psoriasis adalah obat-obatan seperti lithium, β-blocker, kloroquin, anti inflamasi non steriod, angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)dan gemfibrozil, interferon α dan ϒ serta imiquimod. Namun mekanisme yang dapat menyebabkan eksaserbasi belum diketahui, tetapi pada beberapa pasien tidak memberikan efek terhadap penyakitnya. 3,6 Oral 3,6 1,3
4 kontrasepsi memperburuk penyakit pada beberapa pasien dan membaik pada pasien yang lain Gejala Klinis Psoriasis merupakan penyakit eritropapuloskuamosa dengan gambaran morfologi, distribusi serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasa berupa plak berwarna kemerahan berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. 1-3 Ukuran plak dapat bervariasi dari beberapa milimeter sampai mengenai sebagian besar badan atau anggota gerak. Kulit yang terkena biasanya berbatas tegas, sehingga mudah dibedakan dengan penyakit kulit lainnya. Permukaan plak biasanya berskuama, dan dengan garukan yang lembut akan menyebabkan skuama terangkat sehingga tampak adanya bintik-bintik perdarahan yang dikenal sebagai tanda Auspitz. Pengoresan skuama dengan menggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin. Fenomena Koebner pada psoriasis dapat terjadi karena diinduksi oleh trauma (luka bedah atau garukan buatan, abrasi atau luka bakar) yang terjadi pada daerah yang non lesi, ini merupakan gambaran diagnostik yang membantu, namun tidak 3 dijumpai pada semua pasien. Reaksi Koebner biasanya terjadi 7-14 hari setelah trauma. 6 Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis akan tetapi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. 2,3 Aktivitas psoriasis berfluktuasi berubah berdasarkan skala waktu bulan atau tahun dan dapat melibatkan daerah yang lebih luas pada satu waktu dibandingkan 2
5 yang lainnya. Remisi yang lama dapat terjadi secara spontan atau mungkin disebabkan oleh pengobatan. 3 Selain dari presentasi klasik yang dipaparkan diatas terdapat beberapa tipe 2 klinis psoriasis. Psoriasis vulgaris merupakan gambaran paling sering dijumpai sekitar 90 persen penderita, ditandai lesi dengan skuama berwarna keputihan, plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas dengan distribusi yang simetris. 2,7 Psoriasis dapat mengenai semua bagian kulit, namun lokasi yang paling sering adalah pada kulit kepala, badan, siku, lutut, betis, umbilikus, sakrum dan genitalia. 2,3 Selain psoriasis vulgaris, bentuk lain psoriasis yang dijumpai adalah psoriasis gutata (eruptif), psoriasis pustular, psoriasis linier, psoriasis inversa (fleksura), psoriasis didaerah mukosa, psoriasis kuku, psoriasis artritis, dan psoriasis eritroderma. 2,3, Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis lesi pada kulit. Namun pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi. Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilineosin. Pada umumnya tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta elogasi rete ridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak 2
6 neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularisasi dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis (skor PASI) Lesi pada psoriasis biasanya cukup jelas secara klinis sehingga relatif lebih mudah untuk melakukan kuantifikasi. Namun sayangnya kuantifikasi sederhana pada lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan, sebab dampak lesi psoriasis berbeda pada pasien yang satu dengan lainnya. Konsensus American Academy of Dermatology menyatakan bahwa setiap penentuan keparahan psoriasis membutuhkan perhatian khusus karena pengaruhnya terhadap kualitas hidup pasien. 33 Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan skor PASI ( Psoriasis Area and Severity Index). Skor PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan atau perbaikan klinis yang paling sering digunakan pada psoriasis. Walaupun tampaknya ini merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya banyak menimbulkan kesulitan, sehingga diperlukan pengukuran yang objektif, valid, konsisten dan terpercaya. 39 Psoriasis Area and Severity Index berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali pada studi penggunaan retinoid pada tahun PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi (ketebalan lesi) dan skuama. Setiap elemen tersebut 33,34 32
7 dinilai secara terpisah menggunakan skala 0-4 untuk setiap bagian tubuh: kepala, badan, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Penilaian dari masing-masing ke-3 elemen tersebut kemudian dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh (0,1 untuk kepala, 0,2 untuk ekstremitas atas, 0,3 untuk tubuh, dan 0,4 untuk ekstremitas bawah). Nilai yang didapat dikalikan dengan skor 0-6 yang menggambarkan luas area tubuh yang terlibat, sehingga didapatkan nilai total keseluruhannya. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United States Food and DrugAdministration (FDA)menggunakan 75% perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis. Ada beberapa kesulitan dalam penggunaan skor PASI diantaranya; kesulitan dalam menentukan skor serta kurangnya korelasi dengan hasil akhir yang dilaporkan oleh pasien sendiri. Pengukuran luas permukaan tubuh bersifat tidak konsisten diantara para peneliti, sehingga menyebabkan variabilitas inter observer yang signifikan. Hal terpenting lainnya, skor PASI tidak secara jelas memperkirakan dampak dari penyakit terhadap pasien. Sehingga ada beberapa variasi dari PASI yang telah dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan ini serta untuk mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan penilaian. Salah satu variasi yang menarik adalah meminta penderita melakukan PASI modifikasi terhadap dirinya sendiri. Penilaian ini disebut Self Administered PASI (SAPASI). SAPASI memiliki
8 korelasi yang baik dengan PASI serta responsif terhadap terapi. SAPASI khususnya memberikan manfaat pada studi epidemiologi berskala besar dimana penilaian oleh dokter terhadap semua pasien dianggap tidak praktis. 33, Kualitas Hidup Pasien Psoriasis Definisi Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang dinilai dari berbagai aspek dan informasi tentang kesehatan fisik, sosial dan psikologis yang merupakan perluasan dan perkembangan dari pandangan tentang kesehatan WHO, dimana sehat tidak hanya bebas dari penyakit, tetapi induvidu juga harus mampu menjalani hidup secara produktif dan dapat menikmatinya. Kualitas hidup seseorang meliputi faktor-faktor seperti kesehatan fisik, fungsional, emosional, dan intelektual, kerja, keluarga, teman dan lain-lain. Beberapa peneliti membedakannya menjadi dua faktor utama yaitu: faktor objektif dan faktor subjektif yang mempengaruhi kualitas hidup. Faktor objektif berkenaan dengan diagnosis medis/psikologis, hasil tes laboratorium dan indikator dari status sosial-ekonomi, sedangkan faktor subjektif meliputi penafsiran diri terhadap kondisi fisik, mental, situasi sosial dan hubungan personal Pengukuran Kualitas hidup Pasien psoriasis berdasarkan DLQI Pengukuran kualitas hidup tidak seperti halnya dalam mengukur standar hidup, karena kualitas hidup bukan merupakan benda yang nyata, dengan demikian tidak bisa diukur secara langsung. Pengukuran kualitas hidup
9 memerlukan suatu penafsiran multidimensi yang meliputi faktor fisik, psikososial, psikologis, dan emosional. 35 Manfaat pengukuran kualitas hidup secara umum memungkinkan untuk membandingkan efek mayor dari penyakit kulit dengan penyakit yang tidak melibatkan kulit. Dalam praktek klinis rutin, klinisi dapat membuat penafsiran mengenai besarnya pengaruh penyakit kulit tersebut pada kehidupan pasien. Kualitas hidup dapat dinilai dengan mengunakan berbagai jenis alat ukur yang tersedia. Dermatology Life Quality Index merupakan salah satu instrumen digunakan untuk menilai kualitas hidup yang spesifik dalam dermatologi dan paling luas digunakan, Kuisioner DLQI dalam dermatologi ini dirancang oleh Finlay AY untuk digunakan pada pasien dewasa, yang berumur diatas 16 tahun. Kuisioner ini mudah dimengerti dan dapat langsung diberikan kepada pasien untuk diisi tanpa penjelasan lebih lanjut. Kuisioner ini biasanya diselesaikan dalam waktu 1 atau 2 menit. Dermatology Life Quality Index telah digunakan pada 33 kondisi penyakit kulit yang berbeda di 32 negara dan telah diterjemahkan dalam 55 bahasa. Kuisioner DLQI ini terdiri dari 10 pertanyaan, yang mencakup; gejala dan perasaan, aktivitas sehari-hari, aktivitas diwaktu luang, aktivitas sewaktu bekerja atau sekolah, hubungan personal dan pengobatan. 14 Kuisioner DLQI ini dapat digunakan pada klinis rutin yang membantu proses konsultasi klinis, evaluasi dan keputusan klinis. Pengetahuan mengenai skor DLQI pada pasien sangat membantu dalam menginformasikan klinisi pada saat pengambilan keputusan penting dalam penanganan. Skor DLQI diatas 10 merupakan bukti yang kuat untuk menyokong diberikan intervensi yang aktif 36,38 35
10 terhadap pasien, sedangkan skor diatas 20 menunjukkan efek yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan pasien, sehingga diperlukan suatu intervensi yang intensif Skor PASI (derajat keparahan psoriasis) dan Kualitas Hidup Derajat keparahan psoriasis dapat dijabarkan sebagai penilaian subjektif atau objektif dari aspek fisik penyakit, gejala, pengukuran dampak penyakit pada pasien dan klasifikasi riwayat lamanya penyakit dan responnya terhadap terapi. Berdasarkan tinjauan baru-baru ini mendefinisikan derajat keparahan psoriasis baik ringan, sedang dan berat, maka disimpulkan bahwa untuk menilai tingkat keparahan psoriasis tidak cukup dengan menilai BSA (basal surface area) tapi standar kualitas hidup akan menjadi cara yang lebih baik untuk mendefinisikan derajat keparahan psoriasis. Pandangan ini telah dikonfirmasi pada suatu studi yang mengungkapkan tidak ada hubungan antara kualitas hidup dan keterlibatan lokasi lesi secara keseluruhan, meskipun ada korelasi yang signifikan antara kualitas hidup dan keterlibatan lokasi lesi yang dapat lihat. Psoriasis umumnya tidak mempengaruhi kelangsungan hidup, namun memiliki dampak negatif pada pasien yang dibuktikan dengan penurunan yang signifikan terhadap kualitas hidup. Penurunan kualitas hidup telah dikemukakan oleh Finlay, dimana pasien psoriasis mengalami penurunan dalam kualitas hidupnya, sama halnya dengan atau lebih buruk dibandingkan pasien dengan penyakit kronis lainnya, seperti jantung iskemik dan diabetes. Sehingga dengan sendirinya akan berkonstribusi pada ketidakmampuan sehari-hari yang pada akhirnya dapat terjadi depresi dan bunuh diri. 11,
11 Krueger mendefinisikan kualitas hidup berdasarkan keparahan psoriasis, dimana salah satunya menyatakan bahwa penyakit ini dapat mengubah kualitas hidup pasien. Namun, sejauh mana kualitas hidup yang diharapkan harus diubah tidak dikemukakan Terapi dan Kualitas Hidup Psoriasis dapat diterapi dengan berbagai macam obat topikal, obat sistemik atau foto (kemo) terapi. 42 Agen yang tersedia dan pemberian jangka panjang dari agen sistemik atau fototerapi tidak dapat menyembuhkan psoriasis hal ini terkait dengan efek toksisitasnya. 42 Semua intervensi hanya difokuskan pada keringanan sementara dari beban psoriasis dan peningkatan status kesehatan yang dikaitkan dengan kualitas hidup (HRQoL). Kualitas hidup (HRQoL) sebanding dengan kondisi medis utama yang lain ditengah ketidakpuasan pengobatan dengan terapi anti psoriasis yang ada. Adanya kelompok baru pengobatan sistemik secara kolektif yang disebut terapi biologis baru yang membawa harapan baru bagi pasien dan dokter. 43 Dalam suatu konsensus terapi psoriasis American Academy of Dermatology, menyimpulkan keputusan pengobatan harus mencakup pertimbangan kualitas hidup dalam memilih terapi yang optimal. Namun, sangat sedikit yang diketahui tentang hubungan saat ini antara pengambilan keputusan klinis pada psoriasis dan skor kualitas hidup. 42 Pada psoriasis pengukuran fisik keparahan penyakit seperti keterlibatan BSA atau skor PASI tidak selalu sesuai dengan dampak psoriasis pada HRQOL, oleh karena itu pengukuran fisik dan HRQOL penting untuk menilai keparahan 44
12 penyakit sewaktu mengambil keputusan atas pengobatan psoriasis dan ketika menilai hasil dari keputusan yang diambil tersebut. Terapi psoriasis dibutuhkan untuk memperbaiki kesehatan pasien dan kemampuan untuk melakukan fungsi serta memperbaiki gejala fisik dari penyakit kronis yang dimediasi oleh sistem imun. Hasil pengukuran baru yang mengabungkan, penilaian efikasi dan keamanan pengobatan psoriasis dikenal safe psoriasis control, melalui penilaian multidimensi pada penyakit seperti perbaikkan kualitas hidup, keamanan data, yang pada akhirnya menunjukkan proporsi pasien yang mendapat pengobatan tanpa efek samping utama. 43 Kualitas hidup merupakan ukuran penting dalam penilaian lesi kulit dengan baik yang mengkaji efek dari penyakit yang tidak mengancam jiwa seperti psoriasis
13 2.3 Kerangka teori Faktor Genetik Dampak fisik, psikologis dan psikososial yang berbeda pada pasien Ringan Faktor Imunologi Psoriasis Skor PASI (Derajat Keparahan Sedang Faktor Lingkungan -stres -obesitas -trauma -infeksi -hormonal -alkohol -merokok -obat-obatan Terapi -topikal -sistemik -fototerapi Berat Ketidakpuasan terhadap terapi Kualitas Hidup 2.4 Kerangka konsep Psoriasis Vulgaris Skor PASI Kualitas Hidup
BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, dengan gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif yang ditandai dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran lesi yang khas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang diperantarai oleh sistem imun dan disebabkan oleh kombinasi dari predisposisi poligenik serta pemicu dari lingkungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor. pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai, bersifat rekuren dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem imunitas, lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN KEPADA PESERTA PENELITIAN
LAMPIRAN 1. NASKAH PENJELASAN KEPADA PESERTA PENELITIAN Selamat pagi/siang. Perkenalkan nama saya dr. Irina Damayanti. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronik dan relaps yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronik dan relaps yang mempunyai gambaran klinis bervariasi. Lesi khas psoriasis berupa plak tertutup skuama tebal berlapis
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi dan Sejarah Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit kronis yang di mediasi oleh sistem imunitas sel T dan dikarakteristikkan sebagai perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit yang didapat, ditandai dengan adanya makula hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1%
Lebih terperinciJOURNAL READING MANAGEMENT OF PSORIASIS
JOURNAL READING MANAGEMENT OF PSORIASIS Oleh : Cintya Dunihapsari 01.211.6354 Pembimbing : dr. Eko Kristanto, Sp.KK Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Kota Semarang FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis
BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatif kronis, disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis diseminata (Leung et al, 2003). Manifestasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,
Lebih terperinciStroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sehat secara jasmani dan rohani adalah keinginan setiap manusia moderen, di era pembangunan di segala bidang yang kini sedang digalakkan pemerintah dituntut sosok manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan penyebab utama angka mortalitas di seluruh dunia.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis 2.1.1. Definisi Psoriasis adalah penyakit kulit kronik-residif yang ditandai adanya epidermis yang hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal (Jean et al., 2011).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka morbiditas
Lebih terperinciBAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi
BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodonsium yang menutupi gigi dan berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Penyakit periodontal yang paling sering
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemfigus vulgaris 2.1.1 Definisi Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang memiliki penyakit infeksi bakteri pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan ancaman serius dan tantangan utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Global
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;
I. PENDAHULUAN Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dimana penyakit ini dapat menimbulkan gangguan ke organ-organ tubuh lainnya karena terjadi defisiensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya bula intraepidermal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,
Lebih terperinciPENYAKIT DARIER PADA ANAK
PENYAKIT DARIER PADA ANAK dr. Imam Budi Putra, SpKK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK M E D A N PENYAKIT DARIER PADA ANAK Pendahuluan
Lebih terperinciyang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
Lebih terperinciKanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciFORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan
: : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan : infeksi jamur subkutan adalah infeksi jamur yang secara langsung masuk ke dalam dermis atau jaringan subkutan melalui suatu trauma.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Kebanyakan lensa mata menjadi agak keruh setelah berusia lebih dari
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.
Lebih terperinciSehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)
1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Vitiligo merupakan suatu gangguan pigmentasi, ditandai dengan adanya depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya fungsi melanosit epidermis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciSKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI
SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI Skrining nutrisi adalah alat yang penting untuk mengevaluasi status nutrisi seseorang secara cepat dan singkat. - Penilaian nutrisi merupakan langkah yang peting untuk memastikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Promosi kesehatan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun 1999. Namun, sebagai negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Populasi lanjut usia (lansia) di dunia akan bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin ilmu kesehatan kulit. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian - Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan suatu mikrovaskular vaskulitis sistemik dengan karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan immunoglobulin A
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rheumatoid arthtritis 1. Definisi Kata arthtritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthtron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik dan emosi (Lubis, 2005). Stres fisik dan stres psikis dapat dialami oleh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres adalah respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kronik yang paling banyak ditemukan pada wanita dan ditakuti karena sering menyebabkan kematian. Angka kematian akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun
i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi
Lebih terperinci