4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak pada Lintang Selatan (LS) serta Bujur Timur (BT) membentang dari Tanjung Pasir di bagian barat hingga Tanjung Karawang di bagian timur, dengan panjang garis pantai kurang lebih 89 km. Curah hujan rendah berlangsung pada bulan Juni-November dan curah hujan tinggi berlangsung pada bulan Desember-Mei (Wahyuningsih 2008). Luas Teluk Jakarta sekitar 514 km 2 merupakan wilayah perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter ( Perairan ini mempunyai peranan di berbagai sektor, antara lain sektor industri, pertambangan, pertanian, dan pariwisata serta tempat bagi nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan yang di konsumsi masyarakat. Salah satu jenis ikan hasil tangkapan dari perikanan ini adalah ikan tembang (Sardinella maderensis). Teluk Jakarta merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi sorotan akibat pencemaran karena kawasan ini memiliki arti dan peranan penting dalam konstelasi lokal, regional, nasional, hingga internasional dalam konteks kegiatan sosial, ekonomi maupun pemerintahan. Secara geografis perairan laut DKI Jakarta bersifat strategis, namun sekaligus merupakan suatu ekosistem spesifik dengan potensi sumber alam kelautan (Nelwan et al. 2004). Teluk Jakarta dikenal memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang merupakan aset pembangunan, baik sumberdaya alam terpulihkan (renewable resources) dan sumberdaya alam tak terpulihkan (nonrenewable resources). Pada saat ini berbagai aktifitas telah berkembang dengan pesat di wilayah pesisir Teluk Jakarta, seperti pelabuhan, permukiman skala besar, rekreasi, wisata bahari, dan perdagangan di kawasan pesisir Utara Jakarta. Berbagai laporan tentang pencemaran di pesisir Teluk Jakarta serta letaknya yang strategis karena berada di ibukota negara menjadikan kawasan ini selalu menjadi sorotan (Nelwan et al. 2004). Pencemaran yang terjadi akan berpengaruh pada habitat dan kelangsungan hidup populasi yang

2 24 ada di perairan terutama ikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengelolaan yang tepat untuk menjaga kelestarian ikan di perairan Teluk Jakarta. 4.2 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Tembang Komposisi hasil tangkapan merupakan perbandingan ikan jantan dan betina yang tertangkap di perairan Teluk Jakarta. Kapal yang digunakan untuk menangkap ikan tembang (S. maderensis) adalah kapal motor (< 10 GT) dengan menggunakan alat tangkap purse seine dan ukuran mata jaring sebesar 1,75 2 inchi. Jumlah ikan yang tertangkap di perairan Teluk Jakarta berjumlah 315 ekor, terdiri dari 186 ekor ikan jantan (59,05%) dan 129 ekor ikan betina (40,95%). Komposisi hasil tangkapan ikan contoh pada setiap pengamatan di tampilkan pada Gambar 5 sebagai berikut: 27 Januari Februari Februari Februari Maret Maret 2010

3 25 28 Maret 2010 Gambar 5. Komposisi hasil tangkapan ikan tembang (S. maderensis) jantan dan betina setiap waktu di perairan Teluk Jakarta Keterangan : = Jantan = Betina Pada Gambar 5 terlihat adanya variasi komposisi tangkapan ikan tembang berdasarkan waktu pengamatan. Pada umumnya ikan betina lebih dominan dibandingkan ikan jantan karena ikan betina lebih aktif mencari makanan untuk menutrisi tubuhnya agar perkembangan gonad dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan telur yang baik pula. Perbedaan ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin dalam populasi disebabkan adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Menurut Febianto (2007) umumnya perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah ataupun untuk mencari makan. Hasil analisis anova satu arah komposisi tangkapan berbeda nyata dengan t hit 2,49 dan t tab 2,44. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah hasil tangkapan ikan jantan dan betina adalah berbeda setiap waktu pengamatan. 4.3 Aspek Reproduksi Nisbah kelamin Nisbah kelamin atau perbandingan jenis kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin jantan dan betina ikan tembang dilakukan dengan mengamati bentuk dan warna gonad. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu populasi, perbandingan ikan jantan dan

4 26 ikan betina diharapkan dalam keadaan seimbang atau setidaknya ikan betina lebih banyak (Purwanto et al. 1986). Dengan melihat nisbah kelamin akan didapatkan pendugaan keberhasilan pemijahan suatu populasi karena jumlah imbangan ikan jantan dan betina diharapakan dalam keadaan seimbang (1 : 1) atau setidaknya jumlah ikan betina lebih banyak agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup ikan. Gambar 6. Nisbah kelamin ikan tembang (S. maderensis) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta Jumlah ikan tembang yang memiliki TKG IV adalah 150 ekor yang terdiri dari 65 ekor jantan dan 85 ekor betina. Pada bulan Maret jumlah ikan jantan yang memiliki TKG IV lebih banyak (41 ekor) daripada ikan betina (25 ekor). Hasil uji chi-square pada selang kepercayaan 95% ( = 0,05) terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina secara keseluruhan menunjukkan hasil nyata sehingga dapat dinyatakan bahwa nisbah kelamin ikan tembang adalah tidak seimbang 1 : 1,3 (Gambar 6). Keadaan tidak seimbangnya nisbah kelamin antara ikan jantan dan betina diduga ikan jantan dan ikan betina tidak berada dalam satu area pemijahan sehingga peluang tertangkapnya berbeda (Febianto 2007). Tidak seimbangnya jumlah ikan jantan dan betina yang memiliki TKG IV berdasarkan waktu penelitian mengindikasikan satu ikan tembang jantan diduga membuahi lebih dari satu tembang ikan tembang betina. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hari (2010) terhadap ikan tembang (Sardinella gibbosa) di perairan Palabuhanratu.

5 27 Gambar 7. Nisbah kelamin ikan tembang (S. maderensis) setiap selang kelas panjang di perairan Teluk Jakarta Pada Gambar 7 terlihat bahwa perbandingan nisbah kelamin menunjukkan bahwa ikan jantan banyak ditemukan pada selang ukuran mm dan mm. Sedangkan pada ikan betina banyak ditemukan pada selang ukuran mm dan mm. Hal ini menunjukkan bahwa ikan betina yang memiliki TKG IV mendominasi perairan Teluk Jakarta. Sesuai dari beberapa ikan yang telah diteliti, yaitu ikan tembang di Perairan Palabuhanratu memiliki perbandingan jumlah jantan dan betina tidak seimbang (Hari 2010) Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad ikan tembang (S. maderensis) secara morfologi dapat dilihat pada Gambar 8. Jenis kelamin ditentukan setelah dilakukan pembedahan terhadap ikan contoh kemudian tingkat kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad yang dimodifikasi Cassie (Effendie 1997) dapat dilihat pada Tabel 1.

6 28 TKG Jantan Betina I - - II III IV Gambar 8. Morfologi gonad contoh ikan tembang (S. maderensis) (Dokumentasi pribadi)

7 29 Tabel 3. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan tembang (S.maderensis) berdasarkan hasil pengamatan di perairan Teluk Jakarta TKG Jantan Betina I II III IV V Testis sangat kecil, warna jernih keputihan. Pendek terlihat di ujung rongga tubuh Warna testis seperti putih susu, tampak lebih jelas dan licin Warna testis putih pekat, ukuran lebih jelas, ukuran lebih besar dari TKG II. Permukaan dan bagian pinggir gonad tidak rata dan bergerigi Warna testis putih pekat, ukuran lebih besar, pejal dan lekukan (gerigi) semakin besar TKG V ikan jantan tidak ditemukan selama penelitian TKG I ikan betina tidak ditemukan selama penelitian Pewarnaan putih susu kemerahan. Butiran telur masih menyatu dan belum dapat dipisahkan. Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari panjang rongga tubuh Ukuran ovari lebih besar dan panjang. Butiran telur mulai terlihat, panjang gonad Bervariasi antara 1/2-2/3 dari panjang rongga tubuh Ovari makin besar, semua telur berwarna kuning. Mudah dipisahkan dan terlihat jelas dibawah mikroskop. Mengisi 2/3-3/4 rongga tubuh TKG V ikan betina tidak ditemukan selama penelitian Tahapan tingkat kematangan gonad merupakan proses yang penting dalam reproduksi ikan. Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Tingkat kematangan gonad ikan tembang jantan dan betina meningkat seiiring dengan bertambahnya selang ukuran panjang (Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin panjang ukuran maka ikan akan semakin dewasa dan mulai mengalami peningkatan TKG (Pellokila 2009).

8 30 Gambar 9. Tingkat kematangan gonad ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) pada setiap selang panjang di perairan Teluk Jakarta Ikan tembang yang didapat terbagi dalam 11 selang ukuran panjang. Berdasarkan selang ukuran panjang panjang (Gambar 9), diperoleh informasi bahwa ikan jantan mulai memasuki TKG IV (matang gonad) pada selang ukuran mm. Sedangkan, ikan betina yang mulai memasuki TKG IV (matang gonad) terdapat pada selang ukuran mm. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tembang betina cenderung lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan jantan.

9 31 Gambar 10. Persentase tingkat kematangan gonad ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) berdasarkan waktu di perairan Teluk Jakarta Keterangan : J = Januari, F = Februari, M = Maret Ikan jantan dan betina yang mempunyai tingkat kematangan gonad III dan IV hampir ditemukan di tiap bulan pengamatan. Pada ikan jantan dan betina, persentase tertinggi matang gonad ditemukan pada bulan Februari (49% dan 32%) (Gambar 10). Adanya ikan yang memiliki TKG III dan IV mengindikasikan adanya ikan yang memijah di perairan tersebut. Sehingga dapat diduga musim pemijahan ikan ini berlangsung dari Januari-Maret. Ikan tembang yang tertangkap di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur berdasarkan nilai tingkat kematangan gonad berkisar antara Juli sampai Oktober dan puncak pemijahan terjadi pada bulan September. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa musim pemijahan ikan tembang berlangsung sepanjang tahun.

10 Ukuran pertama kali matang gonad Berdasarkan penghitungan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Spearman-Karber, ikan tembang (S. maderensis) pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran panjang mm (ikan jantan) dan mm (ikan betina) (Lampiran 8 dan 9). Dari nilai ini terlihat bahwa ikan betina lebih cepat matang gonad daripada ikan jantan. Adanya perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada spesies ikan yang sama, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Ukuran pertama kali matang gonad mungkin dipengaruhi kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode, cahaya dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963) Indeks kematangan gonad (IKG) Tahapan perkembangan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan indeks kematangan gonad (IKG) yaitu sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh dikalikan 100. Gambar 11. Indeks kematangan gonad (IKG) rata-rata ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) pada setiap waktu di Perairan Teluk Jakarta Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan tembang berfluktuasi setiap bulannya. Pada ikan tembang jantan nilai IKG rata-rata berkisar antara 0,86-11,20% sedangkan ikan betina berkisar antara 1,03-15,20% (Gambar 11). Nilai IKG tergantung dari tingkat kematangan gonad sehingga nilai IKG betina lebih besar

11 33 dibandingkan ikan jantan. Hal ini disebabkan bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Gambar 12. Indeks kematangan gonad (IKG) rata-rata ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) pada setiap TKG di Perairan Teluk Jakarta Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad (pertumbuhan gonadik). Pada masa tersebut gonad semakin berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonadnya (Mustakim 2008). Secara umum nilai IKG meningkat sejalan dengan perkembangan gonad ikan, nilai tertinggi dicapai pada saat mencapai TKG IV (Gambar 12), kemudian menurun setelah ikan melakukan pemijahan (TKG V). Terjadinya penurunan nilai IKG pada TKG V di sebabkan karena pada tahap tersebut isi gonad sebagian besar telah dikeluarkan sewaktu terjadinya pemijahan dan pada saat itu IKG hampir sama dengan TKG I dan TKG II. Bobot gonad dan IKG ikan mencapai maksimal pada TKG IV (Nasution 2004). Demikian juga dengan pernyataan Effendie (1997) yang menyatakan bahwa berat gonad akan mencapai maksimum saat ikan memijah. Kemudian menurun secara cepat selama berlangsungnya pemijahan sampai pemijahannya selesai Fekunditas Jumlah telur yang dikeluarkan pada saat ikan memijah merupakan fekunditas mutlak atau fekunditas individu (Effendie 1997). Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati kondisi ikan

12 34 daripada panjangnya, walaupun berat dapat berubah setiap saat, apabila terjadi perubahan lingkungan dan kondisi fisiologis pada ikan. Fekunditas dihitung pada ikan-ikan dengan TKG IV (62 buah gonad). Potensi reproduksi yang didapat selama penelitian adalah cukup tinggi. Gambar 13. Hubungan ln fekunditas dengan ln panjang total ikan tembang (S. maderensis) di perairan Teluk Jakarta Hubungan antara fekunditas dengan panjang total pada ikan TKG IV ditunjukkan melalui persamaan y = -2, ,202x dan diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,209, nilai ini menunjukkan bahwa hanya 20,9% dari keragaman nilai fekunditas ikan tembang dapat dijelaskan oleh panjang tubuh total. Didapat nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,4571, yang menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dengan panjang total adalah kurang erat. Menurut Ismail (2006) tidak adanya hubungan yang erat antara panjang total dengan fekunditas terhadap ikan tembang di perairan Ujung Pangkah disebabkan karena adanya variasi fekunditas pada ukuran panjang total yang sama.

13 35 Gambar 14. Hubungan ln fekunditas dengan ln berat total ikan tembang (S. maderensis) di perairan Teluk Jakarta Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan berat total ikan tembang ditunjukkan dengan persamaan : y = 6,5 + 0,661x dan diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,208, nilai ini menunjukkan bahwa hanya 20,8% dari keragaman nilai fekunditas ikan tembang dapat dijelaskan oleh berat tubuh total. Didapat nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,4561, yang menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dengan berat total adalah kurang erat. Menurut (Hari 2010), tidak ada hubungan erat antara fekunditas dengan berat total ikan tembang di daerah Labuan pada gonad IV Diameter telur Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi diameter telur diamati untuk menduga sebaran pemijahan yaitu pada TKG IV. Morfologi ikan tembang berbentuk bulat (Ismail 2006). Diameter ikan tembang bervariasi dari 0,225-0,855 mm berdasarkan tingkat kematangan gonad.

14 36 Gambar 15. Sebaran diameter telur (TKG IV) ikan tembang (S. maderensis) di perairan Teluk Jakarta Dari sebaran frekuensi diameter (Gambar 8), bahwa pola pemijahan dari ikan tembang adalah total spawner. Artinya pemijahan ikan tembang dilakukan dengan mengeluarkan telur masak secara keseluruhan pada satu waktu pemijahan (siklus reproduksi) dan akan melakukan pemijahan kembali pada musim pemijahan berikutnya. Hal ini terlihat dari sebaran diameter telur TKG IV membentuk satu puncak. Hal ini serupa dengan penelitian Tampubolon et al. (2002) bahwa pola pemijahan ikan tembang di Teluk Sibolga adalah total spawner Indeks hepatosomatik (HSI) Indeks hepatosomatik (HSI) merupakan rasio antara berat hati dengan berat tubuh ikan. Parameter ini menunjukkan status energi cadangan pada hewan. Pada lingkungan buruk, ikan biasanya memiliki hati kecil (dengan kehilangan energi cadangan pada hati). Nilai HSI tidak hanya dipengaruhi ketersediaan makanan di perairan tetapi juga dengan TKG.

15 37 Gambar 16. Indeks hepatosomatik ikan tembang (S. maderensis) betina pada setiap TKG di perairan Teluk Jakarta Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan nilai HSI berdasarkan TKG dan tertinggi terdapat pada TKG IV. Hal ini menunjukkan adanya akumulasi materi bersama energi untuk perkembangan gonad dan pembentukan gamet. Pada saat pematangan gonad, organ aktif menentukan kebutuhan vitelogenin sehingga organ hati bertambah berat dan ukurannya pun bertambah (Sulistiono et al. 2001). Gambar 17. Indeks hepatosomatik ikan tembang (S. maderensis) betina menurut waktu di perairan Teluk Jakarta Dari Gambar 17 dapat terlihat adanya fluktuatif nilai indeks hepatosomatik menurut waktu pengamatan. Nilai rata-rata HSI selama pengamatan berkisar antara 0,8963-1,4034. Nilai tertinggi terdapat pengamatan tanggal 28 Februari dan 16 Maret, hal ini menunjukkan bahwa pada tanggal tersebut ikan betina memiliki nilai

16 38 HSI yang tinggi dan diduga terjadi pembesaran hati akibat dari perubahan fisiologis terjadi selama pre-spawning. Tingginya nilai HSI juga dapat menentukan keadaan lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa pada tanggal 28 Februari dan 18 Maret keadaan lingkungan baik dibandingkan tanggal lainnya Faktor kondisi Faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat (Effendie 1997). Kondisi ikan dikatakan baik apabila ikan mampu bertahan hidup dan melakukan proses reproduksinya dengan baik dan akan dikatakan kurang baik apabila ikan tidak mampu bertahan hidup dan melakukan proses reproduksinya dengan baik. Faktor kondisi (K) ikan tembang jantan dan betina bervariasi setiap bulan (Gambar 9). Gambar 18. Faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta Nilai faktor kondisi ikan jantan pada awal bulan Februari dan Maret cenderung meningkat, diduga karena ikan tembang mengalami kematangan gonad yang tinggi dan sedang mengalami musim pemijahan. Pada pertengahan bulan Februari dan bulan Maret nilai faktor kondisi menurun kembali diduga karena ikan tembang cenderung beradaptasi dengan lingkungan, mengakibatkan kondisi tubuh

17 39 ikan yang semakin menurun karena pemanfaatan energi untuk pertumbuhan cenderung dipakai untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dari hasil penelitian didapat nilai K ikan jantan berbeda dengan ikan betina. Hal ini diduga faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan musim. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendie (1979) menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelamin, ketersediaan makanan, morfologi ikan dan musim. Gambar 19. Faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) pada setiap selang ukuran di perairan Teluk Jakarta Nilai faktor kondisi rata-rata ikan tembang jantan setiap kelas ukuran berkisar antara 0,7727-2,0996 dengan nilai tertinggi berada pada kelas ukuran mm, sedangkan untuk ikan tembang betina berkisar antara 0,7995-2,2671 dengan nilai tertinggi pada kelas ukuran mm. Nilai K yang berkisar 1-3 menyatakan bahwa ikan tembang dalam keadaan kurus. Pada gambar terlihat bahwa pada ikan jantan betina memiliki nilai faktor kondisi tertinggi pada kelas ukuran mm. Hal ini disebabkan ikan jantan memiliki testis yang matang sedangkan ikan betina memiliki gonad yang matang pada ovarium. Secara keseluruhan nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dari ikan jantan, namun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini diduga karena pada ikan betina memiliki kondisi lebih baik dengan mengisi gonadnya dengan cell sex untuk proses reproduksi dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997). Nilai faktor

18 40 kondisi ikan betina lebih besar dari ikan jantan menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk bertahan hidup dan melakukan proses reproduksi lebih baik dibandingkan ikan jantan. Gambar 20. Faktor kondisi ikan tembang (S. maderensis) jantan (a) dan betina (b) pada setiap TKG di perairan Teluk Jakarta Nilai faktor kondisi pada setiap tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan berkisar antara 0,95-1,15 dan ikan betina berkisar antara 1,02-1,25. Nilai faktor kondisi ikan betina maupun jantan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya TKG hingga menjelang pemijahan, gonad yang matang akan cenderung memiliki berat yang tinggi sehingga dapat meningkatkan berat tubuh. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya Baginda (2006) pada ikan tembang dimana faktor kondisi cenderung meningkat seiring dengan naiknya TKG dan menurun setelah pemijahan Pendugaan musim pemijahan Musim pemijahan berkaitan dengan waktu ikan akan memijah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya hubungan antara TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata menurut waktu penelitian dapat dilihat pada Gambar 21 sebagai berikut:

19 41 Gambar 21. Hubungan nilai TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata menurut waktu penelitian ikan tembang (S. maderensis) betina di perairan Teluk Jakarta Dari hasil hubungan TKG dan IKG serta hasil analisis HSI dan faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. maderensis) betina berdasarkan waktu penelitian (Gambar 21) maka dapat diduga musim pemijahan berlangsung mulai dari akhir Februari hingga akhir Maret. Dari hasil penelitian ikan tembang mulai memijah pada saat kisaran nilai IKG rata-rata tertinggi berkisar antara 5,3837-7,0448 %. Didukung oleh penelitian sebelumnya Baginda (2006) nilai IKG rata-rata tertinggi ikan tembang di Blanakan berkisar antara 3,01-7,0689% Pengelolaan Ikan tembang (S. maderensis) merupakan ikan pelagis kecil di perairan Teluk Jakarta. Ikan tembang ini merupakan ikan yang bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat untuk dijadikan bahan konsumsi, dapat dalam bentuk segar, asin dan dingin. Selain itu ikan tembang mempunyai peran ekologis yang penting bagi lingkungan perairan. Jika kelimpahan ikan tembang terlalu tinggi maka organisme

20 42 yang menjadi mangsa ikan ini akan mengalami penurunan kelimpahan demikian sebaliknya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan di alam, yaitu melakukan pengaturan waktu penangkapan, jenis dan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap. Berdasarkan penelitian, ikan tembang jantan dan betina banyak ditemukan pada selang ukuran mm dan mm. Pada selang tersebut banyak ditemukan ikan tembang telah matang gonad. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan yang boleh ditangkap adalah ikan-ikan yang ukuran panjangnya diatas mm (ikan jantan) dan mm (ikan betina). Hal ini menunjukkan agar ikanikan yang telah matang gonad diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu sehingga keberadaan ikan tembang di alam tetap stabil. Untuk menghindari tertangkapnya ikan-ikan yang berukuran dibawah mm (ikan jantan) dan mm (ikan betina) maka mata jaring yang digunakan harus diperbesar ukurannya. Menurut Chaira (2010) menganjurkan untuk menggunakan ukuran mata jaring ikan tembang (S. maderensis) sebaiknya berukuran 2,66 inchi. Sesuai dengan pendugaan bahwa Februari-Maret merupakan musim pemijahan bagi ikan-ikan tembang sehingga sebaiknya penangkapan ikan-ikan tembang dilakukan sebelum dan sesudah bulan-bulan penelitian (Februari-Maret). Selain itu, kawasan mangrove yang menjadi daerah pembesaran ikan-ikan kecil sangat perlu dilestarikan keberadaannya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA ADISTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Palabuhan Ratu Perairan Palabuhan Ratu merupakan teluk semi tertutup yang berada di pantai selatan Jawa Barat, termasuk kedalam wilayah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN RINA SHELVINAWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):75-84, 29 ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT [Reproductive aspect of silver biddy (Gerres kapas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian 13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Sampling dilakukan setiap bulan selama satu tahun yaitu mulai bulan September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA Oleh: RIAMA VERAWATY TAMPUBOLON C02495025 PROGRAM STUD1 MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) tiga, yaitu Laut Jawa dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Desember

Lebih terperinci

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):55-65 Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat [Reproduction of silver sillago (Sillago sihama Forsskal) in Mayangan Waters,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Perairan Bondet Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayannelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KEMBUNG PEREMPUAN (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KEMBUNG PEREMPUAN (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KEMBUNG PEREMPUAN (Rastrelliger brachysoma Bleeker, 1851) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA DARA ANJANI LARASATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA The Aspects of Reproductive Biology of Lemeduk Fish (Barbodes schwanenfeldii)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut Richardson (1846) in Starnes (1988) taksonomi ikan swanggi Priacanthus tayenus (Gambar 1) dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(2): 175-185, 2009 ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B. 1822 DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR [Reproductive aspect of long tonguesole, Cynoglossus lingua

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA 1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA Length Weight Relationship and Gonado Somatic Index

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA NANI TRIANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA 1 STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA The Studied of Fish Reproduction Baung (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Nur ainun Muchlis, Prihatiningsih Balai Penelitian Perikanan Laut, Unit Pelaksana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI vi KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix I. PENDAHULUAN 1 II. SISTIMATIKA DAN DISTRIBUSI 8 A. Sistimatika 8 B. Distribusi 13 III. BIOLOGI REPRODUKSI 20 A. Nisbah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG ABSTRAK

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume V No 1 Oktober 2016 ISSN: 2302-3600 POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG Puji Lestari

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi Penelitian makanan dan reproduksi ikan tilan dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Desember 2007- Juli 2008. Sampling dan observasi lapangan dilakukan

Lebih terperinci