ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADUAN SISTEM Mg-Ni DAN Mg-AI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADUAN SISTEM Mg-Ni DAN Mg-AI"

Transkripsi

1 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S. Si.) ANALSS FASA DAN STRUKTURMKRO PADUAN SSTEM Mg-Ni DAN Mg-A Wisnu Ari Adi Pusat Teknologi Bahan ndustri Nuklir, BAT AN, Serpong ABSTRAK ANALSS FASA DAN STRUKTURMKRO PADUAN SSTEM Mg-Ni DAN Mg-A. Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dan Mg-A melalui metode mechanical alloying. Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran dari dua atau lebih logam yang menggunakan metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan memanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduano Alat yang digunakan adalah High Energy Milling SPEX Paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dibuat melalui proses milling basah dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam. Sedangkan paduan hidrida logam sistem Mg-A dibuat dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam. Hasil refinement pola difraksi sinar-x (XRD) menunjukkan bahwa serbuk Mg dan Ni yang dicampur dan dimilling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam telah terjadi pertumbuhan fasa Mg2Ni yang berturut-turut sebesar 23,32%; 45,3%; 62,04%, dan 87,44%. Sedangkan pertumbuhan fasa Mg2A3 setelah milling selama 10,20, dan 30 jam berturut-turut sebesar 71,82%; 90,73%; dan 96,19%. Dan hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa pembentukan fasa baru terdiri dari em pat tahapan, yaitu proses pengecilan serbuk, proses penyatuan serbuk, proses pembentukan fasa baru, dan pengecilan butiran fasa baru. Disimpulkan bahwa mekanisme pembentukan Mg2Ni dengan metode mechanical alloying sangat bersesuaian dengan ilustrasi yang disampaikan oleh Benyamin dan Volin. Pembentukan awal paduan hidrida logam sistem Mg-Ni dan Mg A tampak pada waktu milling selama 10 jam. Waktu milling minimum untuk memperoleh fasa baru lebih dari 80% adalah selama di atas 25 jam, artinya semakin lama proses milling semakin banyak fasa baru yang terbentuk. Kata kunci: Mechanical alloying, Mg2Ni, Mg2Ah. ABSTRACT THE ANALYSS OF MCROSTRUCTURE AND PHASE ON THE Mg-Ni AND Mg-A SYSTEM COMPOUND. The synthesis and characterization of Mg-Ni and Mg-A compounds by using mechanical alloying technique have been performed. The mechanical alloying is a solid states reaction of some metal by using of deformation process to form a compound. The process of mechanical alloying used a SPEX 8000 High Energy Milling. The Mg and Ni powders are mixed and milled with the variation of milling time 10, 15, 20, and 25 hours. And the Mg and A are milled with the variation of milling time during 10, 20, and 30 hours. The result of refinement of X-ray diffractions showed that the Mg2Ni phase already formed after milling of 10, 15, 20, and 25 hours are 23.32%, 45.3%, 62.04%, and 87.44%, respectively. And the Mg2Ah phase growth 71.82%, 90.73%, and 96.19% for the milling after 10, 20, and 30 hours, respectively. The result of Scanning Electron Microscope show that the formation of Mg-Ni and Mg-A phase consist of four process, namely reduce powder size, welding predominance process, formation of new phase and reduce powder size of new phase. We conclude that mechanism of Mg2Ni formation by using mechanical alloying method is in accordance with Benyamin and Volin illustration. The first formation of Mg-Ni and Mg-A phases are occurred after 10 hours of milling and the minimum milling time to growth more than 80% of the new phase is 25 hours, it's mean the long time of milling cause the new phase formation increase. Key words: Mechanical alloying, Mg2Ni, Mg2Ah. 231

2 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN BAB PENDAHULUAN Energi adalah salah satu faktor utama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia dimuka bumi ini. Sumber energi yang paling besar selain matahari, berasal dari bahan bakar berbasis fosil, seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam. Ketersediaan sumber energi ini sangat terbatas, sedangkan kebutuhan akan sumber energi terus meningkat. Sumber energi berbasis fosil ini selain terbatas juga menimbulkan dampak negatif yang cukup besar, yaitu dapat meningkatkan jumlah kandungan karbon dioksida di atmosfir yang berakibat dapat meningkatkan suhu bumi (efek rumah kaca). Sehingga diperlukan alternatif-alternatif pemecahan untuk dapat menghasilkan sumber energi baru yang dapat bermanfaat untuk kehidupan manusia. Krisis energi dari bahan bakar fosil mendorong pesat para peneliti untuk mengembangkan energi alternatif dari bahan hidrogen. Hidrogen disamping merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti sumber energi fosil, hidrogen juga terdapat melimpah di alam, ringan, bersih, ramah lingkungan dan mudah diperbaharui. Hidrogen, seperti halnya listrik, adalah energi karier yang juga harus diproduksi dari sumber-sumber alam. Hidrogen dapat diproduksi dari gas alam dengan proses reforming, siklus termokimia matahari, reaktor nuklir, maupun proses pemecahan air. Semua siklus teknologi produksi hidrogen harus tidak melibatkan bahan bakar fosil dan hasil yang diperoleh harus kompetitif di segala aspek dibanding dengan bahan bakar fosil. Namun disisi lain, hidrogen ini memiliki kelemahan yaitu sangat reaktif mudah terbakar, dan meledak. Untuk itu diperlukan cara untuk dapat menyimpan hidrogen ini dengan aman. Ada beberapa teknik yang dilakukan untuk menyimpan hidrogen ini, diantaranya adalah bentuk penyimpanan hidrogen secara tradisional yaitu mengkompres hidrogen ini dengan tekanan tinggi dalam sebuah tabung atau lazim disebut dengan Compressed Hydrogen Gas (CHG), dijadikan dalam bentuk cair yang disebut dengan Liquid Hydrogen (LH), atau dengan cara menyimpan di dalam sebuah logam yang kemudian dikenal dengan Metal Hydride (MH) atau hidrida logam [1-6]. Hal ini sudah dapat dilakukan dengan kapasitas yang besar, misalnya baterai hidrogen. Baterai hidrogen sudah cukup lama dikenal dan beredar di masyarakat sebagai rechargeable battery untuk menghidupkan komputer laptop, ponsel, segala jenis peralatan elektronik. Baterai ini dikenal sebagai baterai Ni-MH yang dapat digunakan untuk menyimpan listrik [7]. Untuk keperluan fuel cell maupun kendaraan transport, penyimpanan hidrogen dalam bentuk on board storage menjadi tantangan bagi para peneliti hingga sekarang. Tantangan yang harus dijawab adalah bahwa diperlukan material yang mampu menyimpan hidrogen dalam kondisi densitas yang lebih tinggi dibanding densitas hidrogen cairo Dan mengingat keterbatasan volume kendaraan transportasi, hidrogen harus mampu menjalani siklus unjuk kerja pada kondisi suhu 50 C hingga 120 C dengan tekanan 1 atm hingga10 atm. Untuk maksud tersebut, diperlukan material yang ringan dan memiliki daya serap hidrogen yang besar, karena sebuah kendaraan transport memerlukan sekitar 5 kg hingga 13 kg H2 [7]. Berbagai logam transisi dan paduannya dapat menyerap hidrogen membentuk ikatan intersitial dengan hidrogen dalam bentuk senyawa biner dan terner. Namun demikian, tidak semua logam dapat dijadikan sebagai kandidat on board storage untuk kendaraan transpor. Agar dapat berfungsi sebagai material on board storage diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Magnesium dan paduan magnesium dengan logam transisi lain merupakan bahan penyimpan hidrogen yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang karena kapasitas serapan hidrogen yang cukup besar [8-10]. Magnesium dengan hidrogen akan membentuk senyawa hidrid sebagai MgH2 yang mampu menampung hidrogen sebesar 7,6% berat paduanoselain hal itu, entalpi pembentukan senyawa hidrid ini cukup besar (tj.h = -75 kj/mol) membuat magnesium sangat menjanjikan untuk digunakan sebagai bahan penyimpan energi panas, apalagi magnesium mudah didapat. Namun, ada kelemahan mendasar pada logam magnesium sebagai bahan penyimpan energi, yaitu proses hidriding-dehidriding berlangsung sangat lamban, butuh beberapa jam, dan berlangsung pada suhu 350 C hingga 400 C. Tekanan gas hidrogen dalam kesetimbangannya dengan menggunakan magnesium hidrid sangat rendah sekitar 1 bar pada suhu 280 C. Sehingga secara termodinamik senyawa hidrid harus berlangsung pada suhu rendah. Beberapa penyebab rendahnya kecepatan hidridingdehidriding disebabkan oleh oksidasi permukaan magnesium, pembentukan magnesium 232

3 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) hidroksida, dan rendahnya kecepatan disosiasi molekul hidrogen di permukaan logam. Salah satu cara untuk mengurangi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh Mg tersebut adalah dengan menambahkan Mg dengan.ogam transisi atau logam non transisi membentuk sebuah paduan [11-12]. Metal hydride yang sedang dikembangkan dewasa ini adalah paduan berbasis magnesium. Sintesis dari paduan berbasis magnesium ini telah banyak dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya [13-16]. Andreasen dan kawan-kawan telah berhasil membuat paduan paduan berbasis magnesium menggunakan Arc Melting. Namun teknik Arc Melting ini sangat sulit dilakukan khususnya di dalam lingkungan Argon [17]. Kendala utama dari sintesis paduan berbasis magnesium ini adalah ringannya serbuk-serbuk pembentuknya, sehingga pada saat busur Arc bersentuhan, serbuk-serbuk yang telah dipadatkan bersama tersebut berterbangan dan menyulitkan proses pelelehannya. Untuk diperlukan cara lain untuk dapat membuat paduan ini. Metode mechanical alloying ini diharapkan menjadi solusi yang paling sederhana untuk membuat paduan berbasis magnesium. Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran yang merupakan sebuah metode reaksi padatan (solid state reaction) dari beberapa logam (alloy) dengan memanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduano Prosesnya sangat mudah yaitu memadukan dua buah serbuk atau lebih melalui teknik milling. Paduan metal hydride berbasis magnesium yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sistem Mg-Ni dan Mg-A. Paduan metal hydride sistem Mg-Ni memiliki kemampuan menyerap hidrogen yang sangat besar hingga 3,6% berat, sedangkan sistem Mg-A memiliki kemampuan penyimpanan hidrogen sebesar 3,02% berat hingga 4,44% berat dengan konsentrasi Mg sebesar 40% atom hingga 58,6% atom [18-22]. Absorpsi hidrogen untuk sistem Mg-Ni ini dapat menghasilkan paduan baru menjadi Mg2NiH4, sedangkan untuk sistem Mg-A tidak. Mg-A ini akan bereaksi secara tidak permanen membentuk paduan MgxAly. Kemudian setelah paduan ini bereaksi dengan hidrogen akan mengalami dekomposisi menjadi xmgh2 dan ya. Sehingga dalam hal ini A berfungsi sebagai mediator untuk mengikat Mg lebih banyak. Disamping itu untuk membentuk paduan MgH2 lebih sempurna perlu dilakukan pemanasan (ani pada saat proses hidriding berlangsung. Berdasarkan diagram fasa biner Mg-A, bahwa paduan Mg-A yang dapat terbentuk secara metastabil adalah paduan fasa - Mg2A3 dan fasa y- Mg17A112 [23-25]. Untuk mendapatkan fasa y Mg17A112 dilakukan pemanasan pad a suhu antara 200 C sampai 400 C. Namun hal yang sangat menarik untuk dipahami adalah proses pertumbuhan dan pembentukan fasa baru tersebut baik pada paduan metal hydride sistem Mg-Ni maupun Mg-A. Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pertumbuhan fa sa baru pad a paduan metal hydride sistem Mg-Ni dan Mg-A. BAB TEOR 2.1. Hydrogen Storage Mg-base dipilih karena dari hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa magnesium mampu menyerap hidrogen cukup besar (mengandung 7,6% berat H2), disamping ringan, mudah diperoleh, dan harganya murah. Meskipun magnesium memiliki kapasitas tampung hidrogen yang besar, logam ini memiliki kelemahan mendasar, yaitu proses hidriding dan dehidriding berlangsung sangat lamban dan operasinya pada suhu yang relatif tinggi sekitar 350 C hingga 400 C. Agar magnesium bisa dipromosikan sebagai material on board storage maka perlu dilakukan penelitian pembuatan paduan magnesium dengan logam lain sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat menurunkan suhu hidridingdehidriding menjadi sekitar 80 C hingga 150 C dengan tanpa mengurangi kapasitas tampung magnesium tersebut terhadap hidrogen. 233

4 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN Macroparticle: Slow hydrogen Nanoparticle: rapid hydrogen + \t J :100 Nn:KFAca: METAL f \4 CAS.-d Gambar 2.1. Proses dan mekanisme penyerapan hidrogen ke dalam hidrida logam Hidrida logam yang dipersyaratkan untuk media penyimpan hidrogen agar memiliki kemampuan penyerapan hidrogen yang sangat tinggi adalah salah satunya memiliki ukuran butir (grain size) yang sangat keci!. Semakin kecil ukuran butirnya, semakin besar pula hidrogen yang dapat diserap oleh bahan tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Menurut hasil penelitian Zaluska bahwa pengaruh dari ukuran butir dapat meningkatkan absorpsi hidrogen lebih banyak dan lebih cepat. Zaluska melaporkan bahwa Mg dengan ukuran butir 1 mm hanya mampu menyerap hidrogen kurang dari 0,5% berat dalam waktu 120 menit, dan Mg dengan ukuran butir 30 nm dapat menyerap hidrogen sebesar 6% berat dalam waktu yang sama. Salah satu contoh baterai hidrogen yang sudah cukup lama dikenal dan beredar di masyarakat sebagai rechargeable battery untuk menghidupkan komputer laptop, ponsel, dan segala jenis peralatan elektronik. Baterai ini dikenal dengan sebutan baterai Ni-MH yang bisa digunakan untuk menyimpan listrik. Disamping itu ada beberapa contoh penggunaan hydrogen storage untuk kendaraan bermotor. Di bawah ini diperlihatkan beberapa merek mobil yang telah menggunakan bahan bakar hidrogen seperti yang ditunjukkan pada Gambar

5 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) Gambar 2.2. Beberapa contoh kendaraan bermotor yang menggunakan hidrogen 2.2. Metode Analisis Rietveld [26-29] Metode tradisional untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada teknik Difraksi sinar-x biasanya melibatkan pengukuran intensitas dari puncak yang terpilih dan membandingkannya dengan data standar seperti nternational Committee Difraction Data (CDD). Bagaimanapun, metoda ini sangat membosankan, disamping memerlukan data standar yang sangat bervariasi pada saat muncul keganjilan intensitas yang disebabkan oleh penyimpangan sudut. Sehingga terkadang hasil analisisnya sulit untuk dipertanggungjawabkan. Disamping itu pula metode ini tak dapat lagi memberikan hasil yang akurat jika terdapat banyak puncak-puncak yang saling tumpang tindih (overlap) sehingga akan menyebabkan hilangnya rincian informasi yang terkandung di dalam profil puncak difraksi terse but. Dengan demikian diperkenalkan metode baru untuk menganalisis profil multifasa dari pola difraksi serbuk. Dasar untuk analisis profil multifasa dari pola difraksi serbuk secara lengkap pertama kali diperkenalkan oleh Rietveld tahun Rietveld menunjukkan bahwa kemungkinan mereplika hasil sebuah pengukuran pola difraksi dengan pola hitungan/kalkulasi. Kelebihannya adalah di kala terjadi kesalahan yang disebabkan oleh penyimpangan intensitas dari preparasi cuplikan atau ketidaksempurnaan model struktur cenderung akan meninggalkan sisa intensitas baik negatif maupun positif selama faktor-faktor dari kalkulasi tersebut tidak diubah oleh Taylor tahun Kemudian para peneliti lain seperti Hewat tahun 1973, Wiles dan Young tahun 1981, Will, Huang dan Parrish tahun 1983, Hill dan Howard tahun 1986, dan Taylor tahun 1991 melengkapi hasil refinement program Rietveld ini dengan memberikan sebuah parameter kualitas. Setiap titik pada pola difraksi dipandang sebagai satu pengamatan tunggal yang kemungkinan mengandung kontribusi dari sejumlah refleksi Bragg yang berbeda. Pad a setiap posisi sudut atau setiap titik pada profil pol a difraksi, jumlah kontribusi intensitas akibat overlap dapat dihitung berdasarkan nilai parameter-parameter yang didapat dengan asas perhitungan Siroquant. Siroquant adalah suatu program analisis multi fasa jenis Rietveld yang dapat mereplika pola difraksi hasil pengukuran/observasi dengan memanfaatkan least-square fitting routine, yaitu melakukan penyesuaian faktor skala sampai pol a yang dihitung terbaik mendekati pola difraksi yang terukur. Sehingga perbedaan yang dihasilkan dari pola difraksi observasi dan kalkulasi ditandai dengan derajat tingkat replikasinya. Derajat tingkat replika (degree of fit) dilambanfkan dengan sebuah parameter statistik X2 (chi-squared). dealnya nilai dari chi-squared X = 1. Namun nilai ini sangat sulit dicapai, umumnya kurang dari

6 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN Namun program Rietveld versi zumi (1994) memberikan parameter lain, dimana goodness of fit yang dilambangkan dengan parameter S terbaik kurang dari 1, Prinsip Dasar Prinsip dasar analisis Rietveld adalah mencocokkan (fitting) profil puncak perhitungan terhadap profil puncak pengamatan. Pencocokan profil tersebut dilakukan dengan menerapkan prosedur perhitungan kuadrat terkecil non linear yang diberi syarat batas. Jadi analisis Rietveld tidak lain adalah problem optimasi fungsi non linear dengan pembatas (constraints). Sehingga minimumkan fungsi obyektif dapat dinyatakan sebagai berikut : (1 ) dengan w;c = 1/ Yi (0)) dan Yi (0) berturut-turut adalah faktor bobot (weighting factor) dan intensitas pengamatan (observation) pada posisi 20i. Sedangkan yi(c) merupakan intensitas perhitungan (calculation) Persamaan Profil Pola Difraksi Fungsi intensitas secara fisis yang dinyatakan : dengan s, Fk(hk, M, dan L berturut-turut adalah factor skala, factor struktur, multiplisitas, dan faktor Lorentz-polarization. Persamaan tersebut menyatakan bahwa banyaknya elektron akan didifraksikan hanya jika sudut hamburan (8) sama dengan sudut Bragg (Ok). Jadi fungsi intensitas tidak lain adalah persamaan intensitas garis. Namun pada kenyataannya bahwa pengukuran intensitas difraksi tersebut tidak terbentuk garis tetapi berupa puncak-puncak Bragg yang melebar. Berdasarkan hasil pengembangan program analisis Rietveld ini bahwa fungsi bentuk puncak merupakan fungsi pseudo-voigt yang telah dimodifikasi, yakni kombinasi linear dari fungsi Gauss dan fungsi Lorentz dengan tinggi puncak dan lebar penuh setengah tinggi puncak maksimum (FWHM) tidak sama. Fungsi pseudo-voigt yang telah dimodifikasi dituliskan sebagai berikut : (2) (3) dengan C[( 4102 n )y, rh, (G)+ no-r;h, (L)T Hk(G) = [U(tan Ok_C,)2 + V(tan Ok-Cs) + W y H (L) = Hk(G) k 5 (4) (5) (6) Pada persamaan-persamaan (3) hingga (6) di atas, y = fraksi komponen Gauss, Hk(G)= FWHM komponen Gauss, Hk(L)= FWHM komponen Lorentz, Cs =Oatau 0,6 236

7 Analisis fa sa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S. Si.) dan 1- A{ (20-20,n 0,] = laklor koreksi benluk puncak asimelris. Faklor koreksi bentuk asimetris perlu diberikan karena pad a sudut hamburan yang sangat rendah dan sangat tinggi, puncak-puncak difraksi menjadi tidak simetris akibat terbatasnya divergensi vertikal berkas. A = parameter asimetris dan t = konstanta yang diberi nilai +1,0 atau -1 tergantung pada apakah selisih (2e - 2ek) berturut-turut positif, nol atau negatif. Persamaan (5) menyatakan ketergantungan Hk(G) pada ek, U, V, dan W disebut parameter FWHM. Bila korelasi antara parameter-parameter FWHM sangat tinggi, maka Cs sebaiknya diberi nilai 0,6. Dalam persamaan (3) terdapat lima buah parameter varia bel yakni : U, V, W, y dan o. Fungsi bentuk puncak dapat diubah-ubah tergantung pada berapa nilai parameter y. Jika y = 1 bentuk puncak memenuhi fungsi Gauss dan bentuk puncak memenuhi fungsi Lorentz jika y diberi nilai O. Parameter variabel y memiliki daerah nilai: 0 r 1. Untuk pola difraksi neutron, profil puncak difraksinya tepat memenuhi fungsi Gauss (y = 1). Dengan demikian nilai intensitas profile pola difraksi pada posisi 2ei dapat dihitung dengan mengalikan persamaan (1) dengan persamaan (3), setelah dikoreksi dengan fungsi latar belakang Yib(C) dan fungsi orientasi "preferred', diperoleh : Yi(C) =:LS\0 (hkl)12 Mkp"L(ek)G(2e) +Yib(C) k (7) melambangkan penjumlahan jika terdapat puncak-puncak Bragg yang saling tumpang k tindih. Penjumlahan dilakukan terhadap semua refleksi yang dianggap masih dapat menyumbangkan intensitasnya pad a y;cc) Mechanical Alloying [30-31] Mechanical alloying adalah sebuah teknik pencampuran yang merupakan sebuah metode reaksi padatan (solid state reaction) dari beberapa logam (alloy) dengan memanfaatkan proses deformasi untuk membentuk suatu paduano Proses mechanical alloying ini sangat berbeda dengan teknik konvensional, misalkan proses pemanasan (heat treatment) baik sintering maupun peleburan (melting) dan reaksi kimia. Derajat deformasi yang dicapai pada teknik konvensional ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan teknik mechanical alloying [30-31]. \\ Bola.' " Ff -... Bola Mendekat Bertumbukan Berpisah Gambar 2.3. Proses tumbukan bola-bola dalam media milling [30]. Selama proses mechanical alloying, serbuk-serbuk Mg dan Ni secara periodik terjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukan secara plastis terdeformasi. Akibatnya bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang di iustrasikan pada Gambar 2.3. Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk, kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduano Ada empat tahapan dalam mechanical alloying seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4 [30]. 237

8 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN Mg Ni (a) Tahap pertama (b) Tahap kedua (c) Tahap ketiga (d) Tahap keempat Gambar 2.4. Tahapan mechanical alloying menurut referensi Benyamin dan Volin [30]. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar). Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmen-fragmen membentuk sebuah partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state processing), struktur bahan perlahan-ahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmenfragmen tersebut disatukan dengan beberapa fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan. BAB METODE PERCOBAAN 3.1. Bahan Peralatan yang digunakan untuk metode mechanical alloying adalah High Energy Milling (HEM) SpeX 8000 yang terdapat di laboratorium Bidang Karakterisasi dan Analisis Nuklir (BKAN), Pusat Teknologi Bahan ndustri Nuklir (PTBN - BAT AN), dengan spesifikasi normal speed = 1500 rpm, run time = 90 men it, off time = 30 menit, dan on-off cycle = 1 kali, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. HEM ini terdiri dari sebuah wadah (vial) yang di dalamnya terdapat bola-bola (ball mill) yang bergerak secara spin dan berfungsi untuk menghancurkan bahan tersebut. Vial ini terbuat dari bahan stainless steel (SS) dengan bentuk seperti tabung dengan panjang 7,6 cm dan diameter luar 5,1 cm. Sedangkan ball mill juga terbuat dari bahan stainless steel (SS) dengan diameter bola sebesar 12 mm. Paduan sistem Mg-Ni dibuat sebanyak 15 gram yang terdiri dari campuran antara Magnesium (Mg) dan Nickel (Ni). Magnesium Mg (produk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,8%) dan nickel Ni (produk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,0%), dengan perbandingan stokiometri unsur Mg : Ni = 2 : 1. Sedangkan paduan sistem Mg-A juga dibuat sebanyak 15 gram yang terdiri dari campuran antara Magnesium (Mg) dan Alumunium (A). Alumunium berasal dari produk Merck dengan tingkat kemurnian lebih dari 99,0%, dengan perbandingan stokiometri unsur Mg : A = 2 : 3.Dan berdasarkan teorema mesh ratio sama dengan 8, untuk massa cuplikan sebanyak 15 gram diperlukan massa bola-bola sejumlah 120 gram. Baik serbuk Mg - Ni maupun serbuk Mg - A ini dicampur di dalam vial dan ditambahkan toluen untuk menghindari terjadinya oksidasi kemudian di milling Tata Kerja Proses milling ini banyak digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis bahan nanostruktur. Selain untuk menghasilkan butiran yang relatif kecil, milling ini juga menyebakan terbentuknya struktur yang metastabil. Pada penelitian ini, cuplikan Mg2Ni di milling dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam di suhu ruang dalam lingkungan Argon. Pada penelitian ini cuplikan Mg-A di milling dengan variasi waktu milling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam di suhu ruang. 238

9 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) a. High Energy Milling (HEM) dan vial b. Alat difraktometer sinar-x (XRD) c. Alat Scanning Electron Microscope (SEM) Gambar Peralatan preparasi dan karakterisasi cuplikan Pengamatan strukturmikro cuplikan dilakukan dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) 515 Philip. Sedangkan pengamatan kualitas dan kuantitas fasa-fasa yang ada di dalam cuplikan menggunakan peralatan X-Ray Diffractometer (XRD) merek Philip, type PW 171O. Pengukuran pola difraksi cuplikan dengan berkas sinar-x dari tube anode Cu dengan panjang gelombang, A = 1,5406 A, mode = continuous-scan, step size = 0,02, dan time per step = 0,5 detik. Peralatan untuk sintesis dan karakterisasi diperlihatkan pada Gambar 3.1. Analisis profil difraktometer sinar-x yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program RETAN (Rietveld Analysis). Program RETAN ini dibuat oleh Fuji zumi pada tahun 1994 [26]. Langkah untuk menganalisis dengan menggunakan metode rietveld ini, yaitu dengan memasukkan dua jenis data. Data pertama adalah data instrumen yang berisikan parameter struktur kristal dan data kedua adalah data intensitas. Parameter struktur kristal adalah data masukan dari suatu model perhitungan yang diajukan sebagai standar acuan. Sedangkan data intensitas adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan XRD. Hasil pengolahan dari program ini memberikan beberapa informasi, diantaranya adalah data parameter struktur kristal dalam satu sel satuan, data intensitas hasil perhitungan (calculation) dan pengamatan (observation), data jumlah fraksi massa yang diperoleh apabila lebih dari satu fasa, dan data refleksi Bragg yang muncul. Sedangkan karakterisasi SEM dan XRD ini dilakukan di Pusat Teknologi Bahan ndustri Nuklir - BAT AN. 239

10 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN BAB V HASL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Fasa dan Strukturmikro Paduan Sistem Mg-Ni Paduan Mg2Ni dibuat melalui reaksi padatan dengan menggunakan teknik mechanical alloying dari pencampuran logam-ogam penyusun, yaitu : Magnesium (Mg) dan Nickel (Ni) dengan perbandingan stokiometri unsur Mg : Ni = 2 : 3 yang di milling selama 0 jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam. Gambar pola hasil pengukuran dengan difraksi sinar-x ditunjukkan seperti pada Gambar c: '-" :!::: :J co 'w rn Q) c: c: a Mill 25 jam Mg o Ni Mill 10 jam / Gambar 4.1. Pola difraksi sinar-x paduan sistem Mg-Ni sebelum selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam. dan setelah milling Karakterisasi awal dari dari bahan dasar, yiatu : serbuk Mg dan Ni ini ditunjukkan seperti pada Gambar N - Mg.;, :.,-. N N i f Mg N Mgf: Mg j r Mg " '-,.'-'-"";. A- ( i1 1/! Sebelum N L.. " r r Mill ::J.ri - 40 (/) t] - w c: Q) - c: Sudut 2e/o (a) Hasil refinement pola difraksi sinar-x 240

11 Ana/isis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A/ (Wisnu Ari Adi, S.Si.) 0 Fasa '" ,01 Mg2Ni 0MgNi2 '" 1l.2Q 40 ';50 Mg (C) Fraksi massa 10 0 (b) Hasil foto SEM Gambar 4.2. Karakterisasi bahan dasar yang terdiri dari serb uk Mg dan Ni Pada awalnya campuran hanya terdiri dari serbuk Mg dan Ni yang masih berdiri sendiri-sendiri. Dari profil difraksi sinar-x menunjukkan bahwa campuran tidak mengandung impuritas dan hanya terdiri dari fasa Mg dan Ni. Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar). lustrasi ini diperlihatkan pada Gambar 'c 300.c 200 en loot ". c: 2 0 c: ; -. Mill 10 jam t Ni N J 11 "1 t ' " '".,1 '11. "''''111'1' ' l.m.ll1n t , ' '.M _ ! 0 Fasa '" '" Mg2Ni MgNi2 U: :: 'w T 35 :!J Mg _.- (a) Hasil refinement pola difraksi sinar-x (c) Fraksi massa Gambar 4.3. lustrasi tahapan pertama mechanical alloying. 241

12 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN Dari pengamatan foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulai mengecil dan sebagian diduga telah mengalami penyatuan. Hasil ini didukung dengan analisis profil difraksi sinar-x pada cuplikan yang telah di milling selama 10 jam. Tampak bahwa puncak-puncak Mg dan Ni mulai menu run yang ditandai dengan simbol panah ke bawah (,J..). Dan tampak mulai terjadi pertumbuhan puncak disekitar sudut 20, 40, dan 60 yang ditandai dengan simbol panah ke atas (t). Puncak-puncak ini diduga berasal dari fasa MgNi2 dan Mg2Ni. Hasil refinement dari pola difraksi sinar-x ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan fasa MgNi2 dan Mg2Ni berturut-turut sebanyak 23,31% dan 17,63%. Penurunan puncak terbesar berasal dari fasa Mg. Hal ini disebabkan Mg merupakan bahan yang lunak, sehingga dapat dengan mudah dihancurkan. Oleh sebab itu Mg mudah mengalami amorfisasi dibandingkan dengan Ni. Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk seperti yang diperlihatkan pada Gambar '1 t, '-.' n. _1111.,.,11' ".' ''''.1._. U _.UU ()/o 45 Fasa (a) Hasil refinement - u: -'" '" 45, :}]3O -'; Mg Mg,Ni MgNi, ] - pola difraksi sinar-x (c) Fraksi massa Gambar 4.4. lustrasi tahapan kedua mechanical alloying. Berdasarkan hasil foto SEM tampak sekali bahwa serbuk mulai lebih menyatu dan sudah tidak tampak lagi serbuk-serbuk Mg dan Ni, namun belum seluruhnya terdifusi membentuk fa sa baru. Hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 15 jam menunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Mg dan Ni berturut-turut sebesar 7,18% dan 20,31 %, sedangkan terjadi pertumbuhan yang signifikan dari fasa MgNi2 dan Mg2Ni berturutturut sebesar 6,1% dan 21,99%. Dari gambar pola difraksi sinar-x tersebut tampak sekali bahwa sebagian puncak-puncak fasa Mg telah menghilang tinggal puncak tertinggi dari Mg yang masih muncul disekitar sudut 37. Sedangkan puncak-puncak fasa Ni masih banyak terlihat walaupun intensitasnya mulai menurun secara signifikan. Hal ini berarti sebagian serbuk Mg telah bereaksi dengan Ni membentuk fasa MgNi2 dan Mg2Ni. 242

13 Analisis fa sa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) ::J.c 200 en (J 100 :: Q) - :: De, -- 28/0 U:2O ""'" 60 '"30 (b) Hasil foto FasaSEM j (a) Hasil refinement Mg Mg,Ni MgNi, pola difraksi70 sinar-x 62,04 (c) Fraksi massa Gambar 4.5. lustrasi tahapan ketiga mechanical alloying. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmenfragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. lustrasi pad a tahap ini diperlihatkan pada Gambar 4.5. Berangkat dari hasil foto SEM pula tampak bahwa serbuk cenderung mulai menyatu membentuk fasa baru dan proses milling mulai mengecilkan ukuran serbuk dari fasa baru tersebut. Dari hasil pengukuran difraksi sinar-x menunjukkan puncak-puncak fasa Mg hampir hilang dan puncak-puncak fasa Ni hanya terlihat pada puncak tertinggi dari fa sa Ni, yaitu disekitar sudut 45 dengan nilai intensitasnya sangat rendah. Sedangkan fasa Mg2Ni tumbuh dengan sangat baik disekitar sudut 40. Namun fasa MgNi2 pada tahap ini mulai menurun. Hal ini disebabkan bahwa fa sa MgNi2 ini dikenal dengan paduan yang memiliki sifat yang kurang stabil. Fasa MgNi2 ini diduga terdekomposisi menjadi Mg2Ni dengan mengikat Mg yang lebih banyak. Dari hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 20 jam ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan puncak Mg, Ni, dan MgNi2 berturut-turut sebesar 0,6%, 12,69%, dan 4,65%, sedangkan terjadi pertumbuhan yang signifikan dari fasa Mg2Ni sebesar 16,74%. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state processing), struktur bahan perlahan-ahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan. lustrasi pada tahap akhir ini diperlihatkan pada Gambar 4.6. Pada tahap ini hampir keseluruhan telah terbentuk fasa Mg2Ni. Hal ini dapat dilihat dari hasil foto SEM yang menunjukkan serbuk dari fasa baru terse but semakin mengecil. Apabila ditinjau dari hasil pengukuran difraksi sinar-x, puncak-puncak fasa Mg sudah hilang. Hilangnya puncak-puncak fasa Mg ini bukan berarti bahwa kandungan fraksi volume dari Mg di dalam campuran berkurang, namun struktur kristal Mg sebagian telah rusak dan berubah menjadi amari, dan sebagian lagi telah bereaksi dengan Ni membentuk Mg2Ni. Dan fasa MgNi2 pada tahap ini telah mengalami transformasi fasa menjadi Mg2Ni dengan mengikat Mg 243

14 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN yang lebih banyak. Namun akhir dari proses ini masih menyisakan sejumlah keeil puneak Ni yang diduga belum bereaksi dengan Mg untuk membentuk Mg2Ni. Dari hasil refinement pola difraksi sinar-x menunjukkan bahwa kandungan terakhir eampuran ini terdiri dari fasa Mg2Ni, Ni, dan Mg yang berturut-turut sebesar 87,44%; 10,35%; dan 2,16%. :2 c 300 :J.c 200 (/) U +-' 'w C Q) +-' C o t t ;l Mg2N.' ;;,. t t t Mg2N!,,;. : f&:1 -v.!? Mg2N. Mg2N Mg2N ' ' ' 11 '.' ' 1111.".'.'.1 "' 1\ U U.1.11 "".'... _ Uli ", Mill 25 jam Sudut 2B / (a) Hasil refinement pola difraksi sinar-x ::;; Ot: u. rj) rj) l'o l'o!!1 "w L.;.;.6 Mg 87,44 o Fasa MgN2 (b) Hasil foto SEM (c) Fraksi massa Gambar 4.6. lustrasi tahapan keempat mechanical alloying. Hasil ini menunjukkan bahwa makin lama proses milling fa sa metastabil dari MgNi2 mengalami transformasi fasa menjadi Mg2Ni yang stabi!. Dan tingginya fraksi massa dari fasa Mg2Ni mengakibatkan menurunnya fasa MgNi2 hingga kurang dari 1% dan menurunnya fasa Mg hingga kurang dari 3%. Jadi dengan proses milling basah ini sangat efektif selain melindungi euplikan berinteraksi dengan oksigen juga sangat membantu pembentukan fasa Mg2Ni dengan baik. Pembentukan awal paduan Mg2Ni tampak pada waktu milling selama 10 jam dan waktu milling minimum untuk memperoleh fasa Mg2Ni lebih dari 80% adalah selama 25 jam Analisis Fasa dan Strukturmikro Paduan Sistem Mg-A Paduan Mg2A3 dibuat melalui reaksi padatan dengan menggunakan teknik mechanical alloying dari peneampuran logam-ogam penyusun, yaitu : Magnesium (Mg) dan Alumunium (A) dengan perbandingan stokiometri unsur Mg : A = 2 : 3 yang di-milling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam. Gambar pola hasil pengukuran dengan difraksi sinar-x ditunjukkan seperti pada Gambar 4.7. Berdasarkan hasil dari profil difraksi sinar-x pad a Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pada awalnya sebelum milling eampuran tidak mengandung impuritas dan hanya terdiri dari fasa Mg dan Ni. Kemudian selama milling, terjadi proses mechanical alloying, yaitu serbukserbuk Mg dan A seeara periodik terjebak diantara bola-bola yang saling bertumbukan seeara plastis terdeformasi. Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan 244

15 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) perpatahan, kemudian akan terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer. Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Dengan demikian diduga bahwa pada Gambar 4.7 tampak adanya pertumbuhan fasa baru. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi fasa awal, yaitu dengan mencocokkan puncak-puncak yang ada dengan Tabel Hanawalt S' rn 1000 () c: 500 o Sudut Mill 30 jam Mill 20 jam Mi10jam Sebelum Mill Gambar Pola difraksi sinar-x cuplikan Mg-A sebelum selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam. dan setelah di milling Sedangkan hasil refinement pola difraksi sinar-x pada masing-masing proses milling di tunjukkan pada Gambar 4.8, Gambar 4.9, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11, yang berturutturut untuk profil XRD sebelum milling, hasil milling selama 10 jam, hasil milling selama 20 jam dan hasil milling selama 30 jam. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa kualitas bahan dasar baik Mg maupun A masih sangat baik. Puncak tertinggi dari fasa Mg terdapat pada bidang (101), sedangkan puncak tertinggi dari fasa A terdapat pada bidang (200). Dan jumlah fraksi massa yang diperoleh untuk fasa Mg dan A berturut-turut sebesar 43,3% dan 56,7%. Hasil ini juga memberikan konfirmasi bahwa campuran yang terbentuk sesuai dengan komposisi stoikiometri yang diharapkan :t: -s::: en Mg j 111 A A :H 220 l Sebelum Milling 80 Mg 104 A A 400 ">-----v 1 Mg -, ".. Mg o Sudut Gambar 4.8. Refinement pola difraksi sinar-x cuplikan Mg-A sebelum di-milling Gambar 4.9 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x cuplikan yang di milling selama 10 jam. Pad a Gambar 4.9, cuplikan setelah di-milling selama 10 jam, tampak bahwa puncak-puncak Mg dan A, terutama puncak tertinggi Mg bidang (101) pada sudut 36,39 dan A bidang (200) pada sudut 44,49 mulai menu run yang ditandai dengan simbol 245

16 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN panah ke bawah (.J..). Dan tampak mulai terjadi pertumbuhan puncak disekitar sudut 38, 43, 63 dan 76 yang ditandai dengan simbol panah ke atas (t). Puncak-puncak ini merupakan puncak fasa Mg2A13 Hasil refinement dari pola difraksi sinar-x ini menunjukkan bahwa telah terjadi pertumbuhan fa sa Mg2A3 sebesar 71,82 % dan fa sa Mg dan A menu run berturut-turut menjadi 6,37% dan 21,81 %. Penurunan puncak terbesar berasal dari fasa Mg A 220 J. 311 Mg2A131 Mg2A Milling 10 Jam rooj O..." Sudut Gambar 4.9. Refinement pola difraksi sinar-x cuplikan Mg-A setelah milling 10 jam Hal ini disebabkan Mg merupakan bahan yang lunak, sehingga dapat dengan mudah dihancurkan. Oleh sebab itu Mg mudah mengalami amorfisasi dibandingkan dengan A. Gambar 4.10 diperlihatkan hasil refinement pol a difraksi sinar-x cuplikan yang dimilling selama 20 jam :J ro !.1! o Sudut Gambar Refinement pola difraksi sinar-x cuplikan Mg-Alsetelah milling 20 jam Hasil refinement pola difraksi sinar-x hasil milling selama 20 jam pad a Gambar 4.10 menunjukkan bahwa sebagian puncak-puncak fasa Mg telah menghilang tinggal puncak tertinggi dari Mg bidang (101) yang masih muncul disekitar sudut 36,39 sedangkan puncakpuncak A bidang (200), (220), dan (311) yang berturut-turut disekitar sudut 44,49, 64,83, dan 77,95. Pertumbuhan fasa Mg2A3 meningkat menjadi 90,73% dan fasa Mg dan A menu run berturut-turut menjadi <1% dan 8,89%. Dari gambar pola difraksi sinar-x tersebut tampak puncak-puncak fasa A masih banyak terlihat walaupun intensitasnya mulai menurun secara signifikan. Hal ini berarti sebagian serbuk Mg telah bereaksi dengan A membentuk fasa Mg2A

17 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) Mg i200 \,. 300 Gambar 4.11 diperlihatkan hasil refinement pola difraksi sinar-x cuplikan yang dimilling selama 30 jam i Mg2A3! 111 i,,i 101 r:: r3 1.2! ! o Sudut 2() Gambar Refinement pol a difraksi sinar-x cuplikan Mg-A setelah milling 30 jam. Pada Gambar 4.11, dari hasil pengukuran difraksi sinar-x menunjukkan puncakpuncak fasa Mg sudah hilang dan puncak-puncak fasa A diduga tinggal puncak tertinggi dari fasa A tersebut bidang (200) pada sudut 44,49 dengan nilai intensitasnya sangat rendah. Sedangkan fasa Mg2A3 tumbuh dengan sangat baik disekitar sudut 43 dengan fraksi massa sebesar 96,19%. lustrasi pertumbuhan fasa Mg2A3 ini diperlihatkan pada Gambar 'w c Q) c Sebelum Mg di Mill 101 A , 'w 200 1: Sudut 28/ Sudut 28 / 0 (a) Sebelum milling (b) Setelah milling 10 jam 400,--. ::i 300 1/1.J!!. 200 OJ 1: 100 Mi20jam 500, ' : 100 Mill 30 jam Sudut 2e 0 Sudut 28 0 (c) Setelah milling 20 jam (d) Setelah milling 30 jam Gambar lustrasi pertumbuhan fasa Mg2A3 dengan proses mechanical alloying. 247

18 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN Pada Gambar 4.12 tampak bahwa sebelum milling baik puncak Mg bidang (101) maupun terlihat sangat tajam. Kemudian setelah milling selama 10 jam baik puncak Mg (101) maupun puncak A (111) mulai hancur ditandai dengan menu run dan melebarnya puncak Mg dan A tersebut. Setelah milling selama 20 jam dan 30 jam, baik puncak Mg (101) maupun puncak A (111) mulai menghilang. Hilangnya puncak-puncak fasa Mg ini bukan berarti bahwa kandungan fraksi volume dari Mg di dalam campuran berkurang, namun struktur kristal Mg sebagian telah rusak dan berubah menjadi amori, dan sebagian lagi telah bereaksi dengan A membentuk Mg2A13. Namun akhir dari proses milling ini masih menyisakan sejumlah kecil puncak A yang diduga belum bereaksi dengan Mg untuk membentuk Mg2A3 sekitar kurang dari 5%. Dengan demikian proses mechanical alloying sangat efektif untuk membuat paduan Mg2A3 dengan waktu minimum milling selama 10 jam, artinya semakin lama proses milling semakin banyak fasa Mg2A3 yang terbentuk. Komposisi terakhir fasa Mg2A3 yang terbentuk setelah milling selama 30 jam sebesar 96,19%, sisanya terdiri dari fasa Mg dan A, yang masing-masing besarnya kurang dari 5%. Analisis strukturmikro dari hasil foto SEM baik setelah milling 10 jam, 20 jam, dan 30 jam ditunjukkan pada Gambar Hasil Gambar foto SEM tersebut menunjukkan bahwa cuplikan setelah milling 10 jam, partikel memiliki bentuk yang relatif sama dengan distribusi ukuran partikel yang ked hampir merata di seluruh permukaan cuplikan walaupun masih ada beberapa ukuran partikel yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa proses penghancuran dari partikel Mg dan A telah terjadi. Setelah milling 20 jam, tampak bahwa sebagian partikel-partikel kedl tersebut menyatu membentuk partikel yang lebih besar, sehingga jumlah partikel yang besar menjadi bertambah walaupun masih terdapat partikelpartikel kedl. Kemudian setelah milling selama 30 jam, jumlah partikel yang berukuran besar bertambah banyak dan hampir merata di seluruh permukaan cuplikan. Hal yang sangat menarik untuk di kaji dari hasil foto SEM ini adalah dengan bertambahnya waktu milling, idealnya bahwa ukuran partikel tersebut akan menjadi lebih kedl, namun yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa ukuran partikel menjadi lebih besar. Hal ini diduga pada cuplikan telah terjadi pembentukan fa sa baru, yaitu hasil reaksi antara perpaduan partikel Mg dan A. Namun hasil ini perlu adanya konfirmasi lebih lanjut dengan karakterisasi yang lain. (a) Fata SEM dari cuplikan Mg-A setelah milling 10 jam (b) Fata SEM dari cuplikan setelah milling 20 jam Mg-A (c) Fata SEM dari cuplikan setelah milling 30 Mg-A jam Gambar Foto SEM cuplikan Mg-A setelah milling 10 jam, 20 jam dan 30 jam. 248

19 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) Karakterisasi lain yang menunjang hasil pengamatan foto SEM tersebut adalah analisis fasa dari pola difraksi sinar-x masing-masing cuplikan. Hasil analisis dengan menggunakan program Rietveld menunjukkan bahwa baik cuplikan Mg-A setelah milling 10 jam, 20 jam dan 30 jam, mengandung 3 fasa, yaitu fa sa Mg, fasa A, dan fasa Mg2A13. Berdasarkan hasil refinement dari profil difraksi sinar-x seperti yang terlihat pada Gambar 4.13 menunjukkan bahwa pad a awalnya sebelum milling campuran tidak mengandung impuritas dan hanya terdiri dari fasa Mg dan A. Kemudian selama milling, terjadi proses mechanical alloying, yaitu serbuk-serbuk Mg dan A secara periodik terjebak diantara bolabola yang saling bertumbukan secara plastis terdeformasi. Akibat bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer. Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur-unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis Rietveld menunjukkan bahwa fraksi fasa Mg2A3 meningkat seiring bertambahnya waktu milling seperti yang ditunjukkan pada Gambar Waktu Milling Uam) C/ 60!! C/ :s: Mg e- 0 wc/ 40 '" co :s: "'Tl '" -.k- Mg2A3 w co U: 10 '" 20 QJ Gambar Pertumbuhan fraksi massa fasa Mg2As dengan meningkatnya waktu milling Pad a Gambar 4.14 tampak bahwa hasil perhitungan fraksi massa komposisi fasa sebelum milling adalah 43,3% fasa Mg dan 56,7% fasa A. Kemudian setelah milling 10 jam, fraksi massa fasa Mg dan A mulai berkurang berturut-turut menjadi 6,37% dan 21,81%, sedangkan tumbuh fasa baru Mg2A3 dengan fraksi massa sebanyak 71,82%. Apabila dikonfirmasi dengan hasil pengamatan foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulai mengecil dan sebagian diduga telah mengalami penyatuan. Setelah milling 20 jam, fraksi massa fasa Mg dan A berkurang lagi berturut-turut menjadi < 1% dan 8,89%, sedangkan fraksi massa fasa Mg2A3 meningkat menjadi 90,73%. Dari foto SEM menunjukkan bahwa serbuk mulai lebih menyatu dan serbuk-serbuk Mg dan A sudah tidak tampak lagi, namun belum seluruhnya terdifusi membentuk fasa baru. Hingga pada akhirnya setelah milling 30 jam, komposisi fraksi massa masing-masing fasa Mg, A, dan Mg2A3 berturut-turut menjadi 0,48%; 3,32%; dan 96,19%. Dari foto SEM, pada tahap ini hampir keseluruhan telah terbentuk fasa baru. Hasil pengamatan SEM dan analisis fasa XRD ini didukung berdasarkan tinjauan secara mikrostruktural diantaranya adalah perhitungan ukuran kristalit dengan menggunakan formula Sheerer seperti yang ditunjukkan pada Gambar Gambar 4.15 merupakan hasil perhitungan ukuran kristalit (grain size) masing-masing cuplikan dari sebelum di milling hingga setelah milling selama 30 jam. 249

20 ptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi miah Jabatan Peneliti SSN Ec 40 co.... /). 30 :::t:: c 20 ::J => Fasa Mg2A3 --- Fasa Mg -k- Fasa A o o Lama Milling Uam) Gambar Ukuran kristalit cuplikan Mg-A sebelum setelah milling 10 jam, 20 jam, dan 30 jam milling, Pada awalnya sebelum di milling ukuran kristalit Mg sebesar 55 nm dan A sebesar 41 nm. Setelah milling selama 10 jam, ukuran kristalit Mg dan A berubah berturut-turut menjadi 4 nm dan 13 nm. Sedangkan muncul kristal baru Mg2A3 dengan ukuran kristalit sebesar 3 nm. Pada tahap ini terjadi proses pengecilan ukuran kristal akibat efek milling. Ukuran kristalit baik Mg maupun A yang sangat kecil ini memberikan peluang besar keduanya untuk bereaksi membentuk kristal baru, yaitu kristal Mg2A13. Kemudian milling berikutnya, setelah 20 jam hingga 30 jam, ukuran kristalit dari Mg dan A semakin mengecil ditandai dengan profil puncak XRD tampak semakin amort. Hal ini berarti bahwa baik kristal Mg dan A telah rusak atau hancur. Sedangkan ukuran kristalit Mg2A3 semakin membesar ditandai dengan semakin menajamkan profil puncak pada fasa ini. Hal ini berarti kristal Mg2A3 semakin tumbuh dengan baik. BAB V KESMPULAN Dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A dengan menggunakan teknik mechanical alloying. Hasil refinement dari pol a difraksi sinar-x keduanya menunjukkan bahwa hasil fiffing antara observasi dan kalkulasi sudah cukup baik. Sehingga dari hasil sintesis terse but dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil mechanical alloying pad a paduan sistem Mg-Ni menunjukkan bahwa cuplikan terdiri dari 4 fasa, yaitu: fasa Mg, Ni, Mg2Ni, dan fasa MgNi2. Dan telah terjadi pertumbuhan fasa Mg2Ni pada milling selama 10 jam, 15 jam, 20 jam, dan 25 jam berturut-turut sebesar 23,32%; 45,3%; 62,04%, dan 87,44%. Sedangkan hasil mechanical alloying pad a paduan sistem Mg-A menunjukkan bahwa cuplikan terdiri dari 3 fasa, yaitu : fasa Mg, A, dan Mg2A13 Pertumbuhan fasa Mg2A3 pada milling selama 10 jam, 20 jam, dan 30 jam berturut-turut sebesar 71,82%; 90,73%; dan 96,19%. 2. Dan hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan Mg2Ni dengan metode mechanical alloying sangat bersesuaian dengan ilustrasi yang disampaikan oleh Benyamin dan Volin. Pembentukan awal paduan Mg2Ni tampak pada waktu milling selama 10 jam, dan waktu milling minimum untuk memperoleh fasa Mg2Ni lebih dari 80% adalah selama 25 jam. Sedangkan untuk membuat paduan Mg2A3 diperlukan waktu minimum milling setelah 10 jam, artinya semakin lama proses milling semakin banyak fasa Mg2A3 yang terbentuk. 3. Hasil perhitungan fraksi mass a komposisi fa sa sebelum milling ukuran kristalit Mg dan A berturut-turut adalah 55 nm dan 41 nm. Kemudian setelah milling selama 10 jam, fraksi massa fasa Mg dan A mulai berkurang dengan ukuran kristalit mengecil, sedangkan 250

21 Analisis fasa dan strukturmikro paduan sistem Mg-Ni dan Mg-A (Wisnu Ari Adi, S.Si.) tumbuh fasa baru Mg2A3 dengan fraksi massa sebanyak 71,82% dengan ukuran kristalit 3 nm. Serbuk mulai mengecil dan sebagian diduga telah mengalami penyatuan. Setelah milling 20 jam, fraksi massa fasa Mg dan A berkurang lagi dengan ukuran kristalit semakin mengecil, sedangkan fraksi massa fasa M92A3 meningkat dengan ukuran kristalit semakin bertambah besar. Serbuk mulai lebih menyatu dan sudah tidak tampak lagi serbuk-serbuk Mg dan A, namun belum seluruhnya terdifusi membentuk fasa baru. Hingga pada akhirnya setelah milling 30 jam, komposisi fraksi massa masing-masing fasa Mg dan A semakin hilang, sedangkan Mg2A3 semakin dominan dengan ukuran krsitalit semakin membesar. Pada tahap ini hampir keseluruhan telah terbentuk fasa Mg2A13 DAFT AR PUST AKA [1] BORMAN, R, Hydrogen Storage Materials, [2] PYLE, W., Hydrogen Storage Materials, [3] B. ARNASON, T.. SGFUSSON, nt. J. Hydrogen Energy, 25 (2000) 389. [4] ZUTEL, A., Materials for Hydrogen Storage, [5] H. BUCHENER, R POVEL, nt. J. Hydrogen Energy, 7 (1982) 259. [6] M. DORNHEM, T. KLASSEN, R BORMANN, Hydrogen Storage Materials, nstitute for Materials internet. Research, GKSS Research Center, Geesthacht, Germany, Browsing from [7] TETSUO SAKA, TUK UEHARA, HROSH SHKAWA, Journal of Alloys and Compounds, (1999), [8] Y. FUKA, The Metal-Hydrogen System - Basic Bulk Properties, Verlag, Berlin, [9] HUANG, K. YVON, P. Fisher, J. Alloys Camp., 227(1995)121. [10] G. LANG, J. HUOT, S. BOLY, AV. NESTE, R SCHULTz, J. Alloys Camp., 348(2003)319. [11] B. ARNASON, T.. SGFUSSON, nt. J. Hydrogen Energy, 25 (2000) 389. [12] ZALUSKA, L. ZALUSK, J.O. STROM-OLSEN, J. Alloys Camp., 228(1999)217. [13] ZALUSKA et al., Appl. Phys. A, 72 (2001) (review paper). [14] ANDON NSAN, HAD SUWARNO, JOHNY WAHYUAD, WSNU AR AD, DAN EDDY S., Studi Difraksi Sinar-X pada Pembuatan Paduan Mg-Co-Ni yang Dibuat dengan Metode Pemaduan Mekanik (Mechanical Alloying), Jurnal Sains Materi ndonesia, SSN: , Edisi Khusus Oktober 2006, [15] HAD SUWARNO, ANDON NSAN DAN WSNU AR AD, The X-ray Diffraction Analyses on The Mechanical Alloying of The Mg2Ni Formation, Jurnal Teknologi Bahan Nuklir, SSN: , Volume 3, Nomor 2, Juni 2007, [16] LEVNSON, D.W., MCPHERSON, D.J., Transactions of The American Society for Metal, 48, (1956) [17] ANDREASEN, A., SORENSEN, M.B., BURKARL, R, MOLLER, B., MOLENBROEK, AM., PEDERSEN, AS., ANDREASEN, J.W., NELSEN, M.M., JENSEN, T.R, J. alloys Camps., Accepted. [18] LUO, H.L., CHAO, C.C., DUWES, P., Transactions of The Metallurgy Society of Aime, 230, (1964) [19] HAD SUWARNO, WSNU A.A., ANDON., nternational Conference Solid State onic Proceeding, PTBN, Serpong, [20] WSNU AR AD, ANDON NSAN DAN HAD SUWARNO, Analisis Struktur Kristal Paduan Mg2Ni Hasil Mechanical Alloying, Jurnal Sains Materi ndonesia, SSN : , Volume 9, Nomor 2, Februari 2008, [21] H. SUWARNO, W. AR AD, DAN A NSAN, New Synthesis Method of The Mg2Ni Compound by Using Mechanical Alloying for Hydrogen Storage, Atom ndonesia, SSN: , Volume 34, Nomor 2, July 2008, [22] WSNU AR AD, HAD SUWARNO, ANDON NSAN DAN NUSN S., Mekanisme Pembentukan Fasa Mg2Ni Dengan Metode Mechanical Alloying, Jurnal Sains Materi ndonesia, SSN: , Volume 10, Nomor 1, Oktober 2008, [23] BOUARCHA, S., DODELET, J.P., GUAY, D., HUOT, J., BOLY, S., SCHULZ, R, Journal of Alloy and Compounds, 297 (2000),

TINJAUAN MIKROSTRUKTUR, STRUKTUR KRISTAL, DAN KRISTALIT PERTUMBUHAN FASA Mg 2 Al 3 HASIL MECHANICAL ALLOYING

TINJAUAN MIKROSTRUKTUR, STRUKTUR KRISTAL, DAN KRISTALIT PERTUMBUHAN FASA Mg 2 Al 3 HASIL MECHANICAL ALLOYING TINJAUAN MIKROSTRUKTUR, STRUKTUR KRISTAL, DAN KRISTALIT PERTUMBUHAN FASA Mg 2 Al 3 HASIL MECHANICAL ALLOYING Hadi Suwarno (1) dan Wisnu Ari Adi (2) 1. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN 2. Pusat

Lebih terperinci

PREPARASI ULTRA FINE-GRAINED PADUAN HIDRIDA LOGAM SISTEM Mg-Fe MENGGUNAKAN TEKNIK MECHANICAL MILLING UNTUK HYDROGEN STORAGE

PREPARASI ULTRA FINE-GRAINED PADUAN HIDRIDA LOGAM SISTEM Mg-Fe MENGGUNAKAN TEKNIK MECHANICAL MILLING UNTUK HYDROGEN STORAGE PREPARASI ULTRA FINE-GRAINED PADUAN HIDRIDA LOGAM SISTEM Mg-Fe MENGGUNAKAN TEKNIK MECHANICAL MILLING UNTUK HYDROGEN STORAGE Wisnu Ari Adi* dan Hadi Suwarno** *Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah serbuk magnesium yang diproduksi oleh Aremco dengan kemurnian 99,8 % dan ukuran partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi yang pesat pada abad 20 dan ditambah dengan pertambahan penduduk yang tinggi seiring dengan konsumsi energi dunia yang semakin besar. Konsumsi

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Lama Waktu Hidrogenasi terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl

Pengaruh Variasi Lama Waktu Hidrogenasi terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-31 Pengaruh Variasi Lama Waktu terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl Nasrul Arif Pradana dan Hariyati Purwaningsih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

Galuh Intan Permata Sari

Galuh Intan Permata Sari PENGARUH MILLING TIME PADA PROSES MECHANICAL ALLOYING DALAM PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK γ-tial DENGAN MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING Dosen Pembimbing: 1. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si 2. Ir. Rochman

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN NANOPARTIKEL PADUAN CoCrMo DENGAN METODA PEMADUAN MEKANIK

PEMBENTUKAN NANOPARTIKEL PADUAN CoCrMo DENGAN METODA PEMADUAN MEKANIK PEMBENTUKAN NANOPARTIKEL PADUAN CoCrMo DENGAN METODA PEMADUAN MEKANIK Sulistioso Giat Sukaryo dan Wisnu Ari Adi Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Gedung 41, Tangerang

Lebih terperinci

Analisis Struktur Kristal dan Mikrostruktur Serbuk Nd 2 Fe 14 B Hasil Proses Mechanical Alloying

Analisis Struktur Kristal dan Mikrostruktur Serbuk Nd 2 Fe 14 B Hasil Proses Mechanical Alloying Prijo Sardjono / Analisis Struktur Kristal Dan Mikrostruktur Serbuk Nd2Fe14B Hasil Proses Mechanical Alloying 29 Analisis Struktur Kristal dan Mikrostruktur Serbuk Nd 2 Fe 14 B Hasil Proses Mechanical

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. Ramlan 1, Masno Ginting 2, Muljadi 2, Perdamean Sebayang 2 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ- Hasil Mechanical loying Ganive Pangesthi Aji, Hariyati Purwaningsih Jurusan Teknik Material dan Metalurgi,

Lebih terperinci

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/27 Tanggal 26 Juni 27 SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING Suryadi 1, Budhy Kurniawan 2, Hasbiyallah 1,Agus S.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan hidrogen sebagai energi alternatif pengganti energi dari fosil sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan karena hidrogen termasuk energi yang dapat diperbarui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

Bab III Metoda Penelitian

Bab III Metoda Penelitian 28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti Budi Amin Simanjuntak, Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

PEMBUATAN PADUAN Mg 2 Ni DAN MgNi 2 DENGAN METODE MECHANICAL ALLOYING DAN KARAKTERISASINYA. Oleh : RATNA PERMATA SARI G

PEMBUATAN PADUAN Mg 2 Ni DAN MgNi 2 DENGAN METODE MECHANICAL ALLOYING DAN KARAKTERISASINYA. Oleh : RATNA PERMATA SARI G i PEMBUATAN PADUAN Mg 2 Ni DAN MgNi 2 DENGAN METODE MECHANICAL ALLOYING DAN KARAKTERISASINYA Oleh : RATNA PERMATA SARI G74103020 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.8, No.2, April 2005, hal 53-60 Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa negara-negara di dunia selalu membutuhkan dan harus memproduksi energi dalam jumlah yang

Lebih terperinci

PENGARUH SISIPAN KATALIS SiO2 DALAM MgH2 YANG DISINTESIS MELALUI RUTE MECHANICAL ALLOYING

PENGARUH SISIPAN KATALIS SiO2 DALAM MgH2 YANG DISINTESIS MELALUI RUTE MECHANICAL ALLOYING J. Sains MIPA, Agustus 2011, Vol. 17, No. 2, Hal.: 43-47 ISSN 1978-1873 PENGARUH SISIPAN KATALIS SiO2 DALAM MgH2 YANG DISINTESIS MELALUI RUTE MECHANICAL ALLOYING Mustanir 1#, Syahrun Nur 2, Zulkarnain

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL Urania Vol. 17 No. 2, Juni 2011 : 55-115 ISSN 0852-4777 PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL M.Husna Al Hasa (1) dan Anwar Muchsin (1) 1. Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur kristal semen gigi seng oksida eugenol untuk mengetahui keterkaitan sifat mekanik dengan struktur kristalnya. Ada lima sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring pertumbuhan penduduk di dunia yang semakin meningkat, kebutuhan akan sumber energi meningkat pula. Termasuk kebutuhan akan sumber energi listrik. Pemanfaatan

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD I. PENDAHULUAN Analisis Rietveld adalah sebuah metode pencocokan tak-linier kurva pola difraksi terhitung (model)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan 10at.%Ni dan Waktu Milling pada Paduan MgAl Hasil Mechanical Alloying dan Sintering

Pengaruh Penambahan 10at.%Ni dan Waktu Milling pada Paduan MgAl Hasil Mechanical Alloying dan Sintering JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Pengaruh Penambahan 10at.% dan Waktu Milling pada Paduan Hasil Mechanical loying dan Sintering Ardi Kurniawan, Hariyati Purwaningsih Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU ANIL TERHADAP TEKSTUR PADUAN Al TIPE 2024

PENGARUH SUHU DAN WAKTU ANIL TERHADAP TEKSTUR PADUAN Al TIPE 2024 PENGARUH SUHU DAN WAKTU ANL TERHADAP TEKSTUR PADUAN Al TPE 2024 Adolf Asih Supriyanto Laboratorium Fisika, Prodi Teknik Mekatronika Politeknik Enjinering ndorama, Purwakarta Email: adolf@pei.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS M. Husna Al Hasa ISSN 0216-3128 37 FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS M. Husna Al Hasa Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir ABSTRAK FORMASI

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL La 0.67 Ba 0.33 Mn 1-x Ti x O 3 DENGAN VARIASI X=0; 0.02; 0.04; 0.06 MELALUI PROSES MECHANICAL ALLOYING Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini menggunakan 2 macam sampel paduan alumunium silikon dengan kadar penambahan Fe yang berbeda-beda. Yang pertama adalah sampel paduan alumunium

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DISERTASI

UNIVERSITAS INDONESIA DISERTASI UNIVERSITAS INDONESIA PADUAN Mg 3 CoNi 2 SEBAGAI PENYERAP HIDROGEN DISERTASI Diajukan untuk sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor ANDON INSANI 8404000017 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x)

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x) PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x) Robi Kurniawan 1), Nandang Mufti 2), Abdulloh Fuad 3) 1) Jurusan Fisika FMIPA UM, 2,3)

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS FASA MINOR DENGAN TEKNIK DIFRAKSI NEUTRON

ANALISIS FASA MINOR DENGAN TEKNIK DIFRAKSI NEUTRON Urania Vol. 20 No. 3, Oktober 2014 : 110-162 ISSN 0852-4777 ANALISIS FASA MINOR DENGAN TEKNIK DIFRAKSI NEUTRON Engkir Sukirman, Herry Mugirahardjo Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju - BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

Adisi Fe 2 O 3 dan SiC Pada Material MgH 2 untuk Aplikasi Tangki Penyimpanan Hidrogen Kendaraan Fuel Cell

Adisi Fe 2 O 3 dan SiC Pada Material MgH 2 untuk Aplikasi Tangki Penyimpanan Hidrogen Kendaraan Fuel Cell ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics Vol.2 No.2 halaman 205 Oktober 2012 Adisi Fe 2 O 3 dan SiC Pada Material MgH 2 untuk Aplikasi Tangki Penyimpanan Hidrogen Kendaraan Fuel Cell Zulkarnain

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partikel adalah unsur butir (dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi; materi yang sangat kecil, seperti butir pasir, elektron, atom, atau molekul;

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI FASE PADUAN U-7%Mo-x%Zr (x = 1, 2, 3% berat) HASIL PROSES PELEBURAN

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI FASE PADUAN U-7%Mo-x%Zr (x = 1, 2, 3% berat) HASIL PROSES PELEBURAN ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI FASE PADUAN U-7%Mo-x%Zr (x = 1, 2, 3% berat) HASIL PROSES PELEBURAN Supardjo*, Boybul*, Agoeng Kadarjono*, Wisnu A.A.** * Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN **Pusat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN TRANSFORMASI FASA SINTESIS PADUAN KOBALT SEBAGAI IMPLAN TULANG PROSTHESIS MELALUI METODE METALURGI SERBUK

KAJIAN TRANSFORMASI FASA SINTESIS PADUAN KOBALT SEBAGAI IMPLAN TULANG PROSTHESIS MELALUI METODE METALURGI SERBUK KAJIAN TRANSFORMASI FASA SINTESIS PADUAN KOBALT SEBAGAI IMPLAN TULANG PROSTHESIS MELALUI METODE METALURGI SERBUK Rivqotul Hasanah 1), Aminatun 1), Dyah Hikmawati 1) 1) Departemen Fisika, Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN SINGLE PHASE PADUAN U7Mo.xTi DENGAN TEKNIK PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

PEMBENTUKAN SINGLE PHASE PADUAN U7Mo.xTi DENGAN TEKNIK PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK ISSN 0852-4777 Pembentukan Single Phase Paduan U7Mo.xTi dengan Teknik Peleburan menggunakan Tungku Busur (Supardjo, Agoeng K, dan Wisnu Ari Adi) PEMBENTUKAN SINGLE PHASE PADUAN U7Mo.xTi DENGAN TEKNIK PELEBURAN

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron BAB V HASIL PENELITIAN Berikut ini hasil eksperimen disusun dan ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar mikroskop dan grafik. Eksperimen yang dilakukan menggunakan peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

Lebih terperinci

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) BIDANG KIMIA SUB KIMIA FISIK 16 Mei 2017 Waktu : 120menit Petunjuk Pengerjaan H 1. Tes ini terdiri atas

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan Bab ini memaparkan hasil dari sintesis dan karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit Sr 2 Mg 1-X Fe x MoO 6-δ dengan x = 0,2; 0,5; 0,8; dan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni 51 Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni M. Husna Al Hasa* Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN, Kawasan Puspiptek, Serpong 15313 Abstract Fuel element

Lebih terperinci

Analisis Struktural Seng Oksida (ZNO) Dari Limbah Dross Galvanisasi

Analisis Struktural Seng Oksida (ZNO) Dari Limbah Dross Galvanisasi Analisis Struktural Seng Oksida (ZNO) ari Limbah ross Galvanisasi Rizqy Novid 1, Amalia Sholehah 1, M. Ikhlasul Amal 2 (1) Jurusan Teknik Metalurgi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Cilegon-Banten,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo Urania Vol. 18 No. 3, Oktober 2012: 120 181 ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo Jan Setiawan, Futichah Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR (MM091381) PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg Oleh : Rendy Pramana Putra 2706 100 037 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci