BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sanskerta wac/wak/vak, artinya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sanskerta wac/wak/vak, artinya"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sanskerta wac/wak/vak, artinya berkata, berucap. Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sanskerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna membendakan (nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan (Mulyana, 2005: 3). Language is a wide phenomenon and its usage is even wider. The term discourse refers to anything written or spoken under the normal usage of language (Ahmad, 2012: 205). Kridalaksana (2008: 204) mendefinisikan bahwa wacana atau 'discourse' sebagai satuan bahasa yang lengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi ataupun terbesar. Menurut Fatimah (1994: 5) kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide. Secara terminologis, wacana diartikan sebagai suatu rentetan kalimat berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk suatu kesatuan (Moeliono, 1988: 334). Selanjutnya menurut Jorgensen (2010: 1) wacana adalah gagasan umum bahwa bahasa ditata menurut pola-pola yang berbeda yang diikuti oleh ujaran para pengguna bahasa ketika mereka ambil bagian dalam domain-domain kehidupan sosial yang berbeda, misalnya dalam domain wacana medis dan wacana politik. Pendekatan wacana menurut dua ahli ini adalah wacana dipandang muncul dari ujaran-ujaran sosial yang membentuk fungsi bahasa sebagai bentuk sosial. 8

2 9 Secara spesifik pengertian ataupun definisi dari wacana itu sendiri sangatlah beragam. Dengan mempertimbangkan beragam pendapat tersebut di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa wacana adalah satuan bahasa di atas kalimat/klusa yang paling lengkap serta memiliki hubungan kohesi dan koherensi sebagai syarat keutuhan dan kepaduan yang berbentuk lisan ataupun tulis dan digunakan dalam suatu proses berkomunikasi antara pembicara dengan penyimak ataupun antara penulis dengan pembaca. 2. Jenis-Jenis Wacana Sumarlam (2009: 15) mengklasifikasikan wacana menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaiaan, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya. a. Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Wacana bahasa nasional (Indonesia), 2) wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya), 3) wacana bahasa internasional (Inggris), 4) wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya. Berdasarkan bahasa yang dipakai, wacana yang dianalisis dalam penelitian ini adalah wacana bahasa lokal atau daerah. Hal tersebut dikarenakan di dalam wacana ini menggunakan bahasa Jawa yang termuat pada kolom Seni lan Budaya rubrik Jagad Jawa koran SOLOPOS. b. Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibedakan atas: 1) Wacana tulis, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. 2) Wacana lisan, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan.

3 10 Berdasarkan media yang digunakan, wacana ini termasuk ke dalam wacana tulis yang mana penyajiannya disampaikan melalui bahasa tulis di dalam media massa yaitu surat kabar. c. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan menjadi: 1) Wacana monolog (monologue discourse) artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Contoh jenis wacana ini ialah orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah, dan sebagainya. 2) Wacana dialog (dialogue discourse) yaitu wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Contoh jenis wacana ini ialah diskusi, seminar, musyawarah, dan kampanye. Objek kajian wacana dalam penelitian ini berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya termasuk ke dalam wacana monolog, karena di dalamnya tidak terdapat percakapan apapun melainkan disampaikan seorang diri tanpa melibatkan orang lain secara langsung. d. Berdasarkan bentuknya wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk: 1) Wacana prosa, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Contoh wacana prosa ialah cerpen, novel, artikel, dan sebagainya. 2) Wacana puisi ialah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi. Contoh wacana puisi ialah puisi, sajak, dan syair. 3) Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun tulisan. Contoh wacana drama terdapat dalam naskah drama atau naskah sandiwara. Wacana yang diteliti pada penelitian ini berdasarkan bentuknya, merupakan wacana prosa. Kolom Seni lan Budaya dalam koran SOLOPOS adalah sebuah wacana yang berbentuk prosa. Bukan disajikan dalam bentuk puisi (geguritan) ataupun dalam bentuk percakapan seperti dalam naskah drama.

4 11 Wacana dalam penelitian ini merupakan wacana nonsastra yang terdapat di dalam koran SOLOPOS. Wacana tersebut disajikan di dalam rubrik Jagad Jawa, sedangkan penyajian geguritan terdapat dalam rubrik Jagad Sastra. e. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, pada umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu wacana narasi, wacana deskripsi, wacana eksposisi, wacana argumentasi, dan wacana persuasi. 1) Wacana narasi atau wacana penceritaan, disebut juga wacana penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. 2) Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan atau memerikan sesuatu menurut apa adanya. 3) Wacana eksposisi atau wacana pembeberan yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis. 4) Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, dan bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. 5) Wacana persuasi ialah wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanaya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut. Menurut cara dan tujuan pemaparannya, wacana ini termasuk ke dalam wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, atau bisa juga masuk ke dalam jenis wacana persuasi. Hal ini dikarenakan wacana nonsastra yang terdapat dalam kolom Seni lan Budaya rubrik Jagad Jawa koran SOLOPOS bertujuan untuk mendeskripsikan informasi dengan ide dan gagasan yang bersifat untuk mengajak atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu setelah membaca tulisan tersebut.

5 12 3. Analisis Wacana Analisis wacana menjelaskan bagaimana bahasa (teks) berfungsi mengungkapkan realita sosial budaya (Sumarlam, 2009: 12). Parera (1991: 112) mengemukakan bahwa pumpunan (fokus) analisis wacana adalah penentuan satuan-satuan dan unsur-unsur sebuah wacana. Ini berarti bahwa kegiatan wacana tidak hanya meliputi kegiatan analisis pada aspek gramatikal yang membangun suatu wacana tersebut, akan tetapi analisis tersebut juga dilakukan untuk menemukan aspek kerasionalan dan kontekstual dalam wacana yang dianalisis. Stubs (Badara, 2013: 18) menyatakan bahwa analisis wacana adalah suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Alamiah di sini berarti terjadi tanpa disadari yaitu penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Penelitian ini menggunakan salah satu aspek dari pendekatan positivisme dalam analisis wacana yang diteliti. Titik perhatian pendekatan positivisme terutama didasarkan pada benar tidak bahasa itu secara gramatikal (Eriyanto, 2001: 4). Wacana yang baik menurut pandangan ini adalah wacana yang kohesi dan koherensi. Hal ini dikarenakan wacana yang baik adalah wacana memiliki hubungan antarbagian wacana yang disebut dengan kohesi dan koherensi. Kohesi menunjuk pada pertautan bentuk, sedangkan koherensi pada pertautan makna. Keduanya merupakan aspek penting dalam membangun sebuah wacana. 4. Kohesi Pengkajian kalimat merupakan salah satu kegiatan yang termasuk ke dalam kegiatan analisis wacana. Dalam sebuah wacana, kalimat-kalimat tersebut memiliki hubungan antarbagian sehingga terbentuklah sebuah wacana yang utuh. Di dalam kalimat terdapat hubungan antarbagian wacana yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hubungan bentuk (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi (coherence) (Sumarlam, 2009: 23).

6 13 Suatu teks memiliki tekstur yang diciptakan oleh adanya hubungan yang kohesif antar kalimat di dalam teks tersebut (Kaswanti, 1993: 37). Artinya bahwa hubungan kohesif antar kalimat dalam suatu teks menjadi unsur pembentuk wacana yang padu dan utuh. Halliday (1990: 4) menyatakan The concept of cohesion is a semantic one; it refers to the relations of meaning that exist within the text. Konsep dari sebuah kohesi adalah hubungan semantik yang mana mengacu pada hubungan makna di dalam teks. Artinya kohesi itu memungkinkan terjalinnya keteraturan hubungan semantik antara unsur-unsur dalam sebuah wacana. Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan penelitian kepada aspek kohesi supaya penelitian lebih mendetail dan memiliki penjelasan yang lebih terfokus meskipun aspek koherensi juga tidak kalah penting. Moeliono (Mulyana, 2005: 26) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Mulyana menambahkan bahwa konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Hal itu berarti, kalimat-kalimat yang memiliki keterikatan secara padu dan utuh dapat membangun sebuah wacana yang baik. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa dengan pemahaman kohesi yang baik, maka dapat pula seseorang itu menyusun suatu wacana yang baik. Salah satu unsur pembentuk teks yang terpenting adalah kohesi (cohesion) (Haryanti, 2012: 2). Gutwinsky (Tarigan, 2009: 93) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarkalimat di dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu. Dalam pengertian tersebut, terdapat dua hubungan antar kalimat dalam sebuah wacana yaitu aspek gramatikal dan leksikal. Kohesi memiliki beberapa unsur penting, yaitu keterikatan atau keterpautan hubungan makna antara satu unsur dengan unsur yang lain, baik dalam kata (antara morfem yang satu dengan yang lain), paragraf (klausa yang satu dengan klausa yang lain), maupun teks (antara paragraf satu dengan paragraf yang lain) (Wiana, 2011: 653)

7 14 Senada dengan hal tersebut, Halliday (1990: 8) mengatakan bahwa cohesion is a semantic relation between an element in the text and some other element that is crucial to the interpretation of it. Kohesi adalah hubungan semantik antara elemen dalam teks dan elemen yang lain yang penting sekali untuk menafsirkannya. Cohesion is expressed partly though the grammar and partly though the vocabulary. We can refer therefore to grammatical cohesion and lexical cohesion (Halliday, 1990: 5-6). Kohesi diungkapkan sebagian melalui tata bahasa dan sebagian melalui kosakata. Kita bisa mengacu hal tersebut pada kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Halliday dan Hasan membagi kohesi menjadi dua yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Dijelaskan lebih lanjut, bahwa kohesi gramatikal berkenaan dengan struktur kalimat, sedangkan kohesi leksikal berkenaan dengan segi makna. Kedua jenis kohesi ini terdapat dalam suatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. Morgan (2000: 280) menjelaskan bahwa the creation of cohesion in discourse as a linguistic problem involves the language based devices of anaphora, connectives, and simultaneity markers amongst others. Penciptaan kohesi dalam wacana sebagai masalah linguistik melibatkan perangkat berbasis bahasa anafora, penghubung, dan penanda simultanitas dengan yang lain. a. Kohesi Gramatikal Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Halliday (1990: 6) membagi kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Keduanya merupakan piranti wacana untuk mendukung kepaduan wacana. Piranti wacana yang biasa digunakan untuk mendukung kepaduan wacana dari segi aspek gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction) (Sumarlam, 2006: 23).

8 15 1) Pengacuan (reference) Pengacuan (referensi) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, 2006: 23). Senada dengan hal tersebut, Halliday memberikan penjelasan lebih lanjut dalam skema sebagai berikut: Reference (Situational) exophora (Textual) endophora (to preceding text) anaphora (to following text) cataphora Gambar 2.1 Referensi (Halliday, 1990: 33) Berdasarkan gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa referensi (reference) dibagi menjadi dua jenis yaitu eksofora dan endofora. Eksofora terjadi pada kontak situasi yang kata-kata itu bukan merujuk ada orang atau benda melainkan merujuk pada baris-baris kalimat dalam argumen yang mendahuluinya (situational). Referensi endofora berkebalikan dengan eksofora, pengacuan endofora terjadi di dalam teks itu sendiri (textual). Jika acuan ini terjadi mendahului teks (to preceding text), maka disebut anafora. Tetapi jika terjadi mengikuti teks (to following text), maka disebut katafora. Artinya bahwa apabila suatu satuan lingual yang diacu berada di sebelah kirinya, maka disebut dengan anafora. Apabila suatu satuan lingual yang diacu berada di sebelah kanan kata yang mengacu, maka disebut dengan katafora. Sumarlam (2004: 6) menyatakan bahwa pengacuan (referensi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal wacana yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu pengacuan persona,

9 16 pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif. Pengacuan persona merujuk pada kata ganti orang, demonstratif pada tempat dan waktu, serta komparatif bersifat membandingkan antar satuan lingual satu dengan lainnya. a) Pengacuan Persona Pengacuan persona diwujudkan dalam bentuk pronomina persona yang meliputi persona pertama, kedua, dan ketiga dalam bentuk tunggal maupun jamak, baik yang berdiri sendiri, terikat lekat kiri, maupun terikat lekat kanan. Klasifikasi pronomina persona secara lebih lengkap dapat diperhatikan dapat diperhatikan pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2. Pengacuan Persona (Sumarlam, 2009: 24) Pengacuan Persona I II III Tunggal Jamak Tunggal Jamak Tunggal Jamak - aku, - kami - kamu, - kamu - ia, dia, - mereka saya, - kami anda, semua beliau - mereka hamba, semua anta/ane - kalian - terikat semua gua/gue, - kita - terikat - kalian lekat ana/ane lekat semua kiri: di- - terikat kiri: kau- - lekat lekat - lekat kanan: - kiri: ku- kanan: nya - lekat -mu kanan: -ku Pronomina persona menurut Sumarlam terdiri dari pronomina persona orang pertama, pronomina orang kedua, serta pronomina orang ketiga. Selanjutnya masih dibagi lagi menjadi pronomina orang pertama tunggal, pronomina orang pertama

10 17 jamak, pronomina orang kedua tunggal, pronomina orang kedua jamak, serta pronomina orang ketiga tunggal dan pronomina orang ketiga jamak. Selain itu, ada pula pronomina orang pertama tunggal lekat kiri dan kanan, pronomina orang kedua tunggal lekat kiri dan kanan, serta pronomina orang ketiga tunggal lekat kiri dan kanan. Dalam bahasa Jawa, pronomina persona disebut dengan tembung sesulih purusa yang secara lengkap disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.3. Pengacuan Persona Pengacuan Persona I II III Tunggal Jamak Tunggal Jamak Tunggal Jamak - aku, kula, ingsun, adalem, abdi dalem - terikat lekat kiri: dak- - lekat kanan: -ku - kita, kawul a - kowe, sampeyan, jengandika, ndika, nandalem, slirane, awake, panjenengan, sira - terikat lekat kiri: ko-, kok-, mang- - lekat kanan: -mu, -ira - - dheweke, dheke, dheknene, piyambake, piyambakipu n - lekat kanan: -e - Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pronomina persona merupakan kata ganti orang yang mana terdiri dari kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga dalam bentuk tunggal ataupun jamak, lekat kanan maupun lekat kiri pada pronomina persona tunggal.

11 Halliday dan Hasan (1990:44) menjelaskan bahwa kategori persona memiliki bagian-bagian dengan rincian sebagai berikut: 18 Speaker only: I Speaker Speech Roles Speaker plus: we Male: He Adressee (s): you Human Person Singular Female: She Spesific Non-Human: it Speech Roles Plural: They Generalized Human: one Gambar 2.2. Referensi (Halliday, 1990:44) Gambar bagan di atas menjelaskan bahwa pengacuan persona adalah segala bentuk persona berupa kata ganti orang baik yang berbentuk tunggal maupun jamak ditambah dengan kata ganti it. Bentuk persona yang berupa kata ganti meliputi pronomina persona satu yaitu I dan We, pronomina persona kedua yaitu you, pronomina persona ketiga yang dibedakan antara specific dan generalized human: one. Specific dikategorikan dibagi menjadi dua jenis yaitu jamak yang berupa they, dan tunggal yaitu untuk selain manusia: it. Terakhir adalah manusia berjenis kelamin laki-laki dengan he dan jenis kelamin wanita dengan she. Dari beberapa teori di atas menunjukkan bahwa referensi persona merupakan kata ganti orang yang diwujudkan dalam

12 beberapa jenis. Terkait dengan referensi atau pengacuan persona, perhatikan contoh berikut ini: (175) Dene Jokowi nawakake cara mimpin sing beda. Dheweke bisa luwih caket kalawan rakyat lan ora nengenake gengsi. (JJ 367/PNN/10/2014) 19 Kalau Jokowi menawarkan cara memimpin yang berbeda. Dia bisa lebih dekat dengan rakyat dan tidak mementingkan gengsi. Wacana di atas menunjukkan wacana yang kohesif. Pada data (175) kata dheweke merupakan pronomina persona III. Kata dheweke atau dalam bahasa Indonesia berarti dia merupakan penunjuk dari kata yang tertunjuk yaitu Jokowi yang berada di sebelah kiri kata tersebut. Dengan demikian, kata dheweke dalam data (175) menurut arah acuannya merupakan referensi/pengacuan yang bersifat anafora. Kata tertunjuk pada data ini terdapat di dalam teks sehingga berdasarkan tempat pengacuannya merupakan pengacuan/referensi endofora. b) Pengacuan Demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Klasifikasi pronomina demonstratif tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 2.4. Pengacuan Demonstratif (Sumarlam, 2009: 26) Demonstratif (Penunjukan) Waktu kini: kini, sekarang, saat ini lampau: kemarin, dulu,...yang lalu y.a.d.: besok,...depan,...yang akan datang netral: pagi, siang, sore, pukul 12 Tempat dekat dengan penutur: sini, ini agak dekat dengan penutur: situ, itu jauh dengan penutur: sana menunjuk secara eksplisit: Solo, Yogya

13 20 Di dalam bahasa Jawa, pengacuan demonstratif disebut dengan tembung sesulih panuduh dengan rincian pada tabel di bawah ini: Tabel 2.5. Pengacuan Demonstratif Demonstratif (Penunjukan) Waktu kini: saiki lampau: wingi, wingenane, dekwingi, biyen, dekbiyen y.a.d.: sesuk, sesuke, sukmben,...sesuk,...ngarep netral: esuk, awan, sore, bengi, jam siji Tempat dekat dengan penutur: kene, mriki. agak dekat dengan penutur: kono, mriku. jauh dengan penutur: kana, mrika menunjuk secara eksplisit: Solo, Yogya Pengacuan demonstratif dibagi menjadi demonstratif waktu dan tempat yang mana demonstratif waktu terdapat pengacuan kini, lampau, yang akan datang, dan juga netral. Sementara itu, pengacuan demonstratif tempat menunjuk yang dekat dengan pentutur, agak dekat dengan penutur, jauh dengan penutur, serta menunjuk secara eksplisit. Perhatikan contoh berikut ini: (176) Joko Widodo lan Jusuf Kalla wus disumpah minangka presidhen sarta Wakil Presiden Indonesia , Senen (20/10) kepungkur. (JJ 367/PNN/10/2014) Joko Widodo dan Jusuf Kalla sudah disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia , Senin (20/10) yang lalu. Kata kepungkur pada data (176) merupakan pengacuan demonstratif waktu (temporal) yang termasuk ke dalam masa lampau. Data (176) menurut arah pengacuannya termasuk referensi anafora karena menerangkan Senen (20/10) yang berada di sebelah

14 21 kiri kata penunjuk. Kata tertunjuk pada data ini terdapat di dalam teks sehingga berdasarkan tempat pengacuannya merupakan pengacuan/referensi endofora. Sementara itu, Halliday dan Hasan (1976:57) pengacuan demonstratif diklasifikasikan menjadi dua yaitu neutral: the dan selective. Untuk lebih jelasnya dijabarkan pada bagan berikut ini: Neutral: the near Identy: equal same Near: Far: Selective singular: this that participant plural: these those then here there circumstance time: now then Gambar 2.3. Pengacuan Demonstratif (Halliday, 1976:57) Selektif dibagi menjadi dekat dengan pembicara (near); this, these (jika benda yang ditunjuk jamak), here, now. Dan jauh dari pembicara (far): that, those (benda yang ditunjuk jamak), there, then. Referensi demonstratif berkaitan dengan pengacuan yang menunjuk pada tempat, waktu, perbuatan, keadaan, hal, atau isi sebagai bagian dari sebuah wacana. c) Pengacuan Komparatif (Perbandingan) Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud,

15 22 sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya (Sumarlam, 2009: 27). Pengacuan komparatif dikategorikan menjadi dua yaitu perbandingan secara umum (general) dan khusus (particular). Perbandingan secara umum terdiri dari perbandingan identitas (identy), persamaan (similarity) dan perbedaan (difference). Perbandingan khusus meliputi perbandingan jumlah (numerative) dan penjelas yang bersifat mendiskripsikan benda (ephitet). Untuk menyatakan persamaan unsur yang digunakan antara lain same, equal, identical, such, similar, dan likewis. Sedangkan unsur yang menyatakan perbedaan adalah different, other, else, dan otherwise. Terkait dengan hal tersebut, Halliday menjelaskan pada gambar berikut ini: Identy: same equal identical, identically general Similarity: such similar, so similarity likewise Comparison Difference: other different else, differently otherwise particular numerativ: more fewer less further additional; so - as - equally - + quantifier, eg: so many so many epithet: comparative adjectives and adverbs, eg: better; so - as - more - less - equally - + comparative adjectives and adverbs, eg: equally good Gambar 2.3. Pegacuan Komparatif (Halliday, 1990:76) Pengacuan komparatif merupakan pengacuan yang bersifat membandingkan. Perhatikan contoh berikut ini: (177) Jokowi duwe cara sing beda kalawan presidhen sadurunge. (JJ 367/PNN/10/2014) Jokowi mempunyai cara yang berbeda dibandingkan dengan presiden sebelumnya.

16 23 Pada data (177) terdapat unsur lingual beda yang mana membandingkan antara Jokowi dan presiden sebelumnya. Keduanya dibandingkan dari cara memerintah ketika menjadi presiden. Unsur lingual beda ini memiliki arti berbeda dengan mengacu pada presidhen sadurunge yang berada di sebelah kanannya sehingga berdasarkan arah pengacuannya merupakan pengacuan/ referensi katafora. Kata tertunjuk pada data (177) terdapat di dalam teks sehingga berdasarkan tempat pengacuannya merupakan pengacuan/ referensi endofora. Sementara itu, menurut Mulyana (2005: 18-19), berdasarkan bentuknya referensi dapat dipilah menjadi tiga bagian, yaitu: a) Referensi dengan nama Referensi ini dipakai untuk memperkenalkan topik (subjek) yang baru, atau justru untuk menegaskan bahwa topiknya masih sama, sehingga tidak perlu disebut lagi pada bagian-bagian sesudahnya. b) Referensi dengan kata ganti Referensi ini digunakan untuk menegaskan bahwa topiknya masih sama. Di samping itu, referensi ini juga sering digunakan untuk meletakkan tingkat fokus yang lebih tinggi pada topik yang dimaksud. Jika topiknya orang, maka pronominalisasi dipresentasikan dengan pronomina persona (I, II, III). Apabila topiknya bukan orang atau tidak hidup, pronominalisasi dapat diwujudkan dengan kata ganti penunjuk (ini, itu, di sana, di situ, dan sebagainya). c) Referensi dengan pelesapan Referensi dengan pelesapan ialah penghilangan dengan bagian-bagian tertentu dalam suatu kalimat untuk menunjukkan masih adanya pengacuan bentuk dan makna di dalam kalimat lainnya. Salah satu fungsi pelesapan adalah untuk mendapatkan efek efisiensi bahasa.

17 Pada penelitian ini digunakan referensi yang diutarakan oleh Sumarlam serta Halliday sebagai bahan analisis wacana dalam wacana yang diteliti. Pengambilan data dalam penelitian ini berupa pengacuan persona, demonstratif, dan komparatif. Adapun teori Mulyana di atas digunakan sebagai pembanding teori terkait dengan referensi. 2) Penyulihan (substitution) Substitusi atau penyulihan adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda (Sumarlam, 2009: 28). Lebih lanjut dijelaskan bahwa subtitusi dibedakan menjadi empat macam berdasarkan satuan lingualnya yaitu substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. Tujuan dari subtitusi ini adalah untuk menemukan atau memperoleh unsur pembeda. a) Subtitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, misalnya kata derajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar diganti dengan titel (Sumarlam, 2009: 28). Perhatikan contoh berikut ini: (178) Mardika diwerdeni bisa nglakoni apa wae saksenenge, nuruti apa karepe dheweke lan pepanthane, kepara nganti nrajang aturan lan tatanan. (JJ 374/TU/12/2014) 24 Merdeka diartikan bisa melakukan apa saja sesukanya, menuruti keinginannya sendiri dan kelompok, bahkan sampai melanggar aturan dan tatanan. Pada contoh di atas, kata aturan disubtitusi dengan kata tatanan yang keduanya memiliki arti yang sama yaitu peraturan. Subtitusi ini digunakan untuk mendapatkan unsur pembeda. Kata tatanan merupakan unsur pengganti dari kata aturan sebagai unsur yang terganti.

18 b) Subtitusi Verbal Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba (Sumarlam, 2009: 29). Misalnya kata mengarang digantikan dengan kata berkarya, kata berusaha digantikan dengan kata berikhtiar, dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut ini: (179) Andrik kang uga kondhang minangka sutresna budaya ing Solo iki ngandharake Jokowi duwe cakrik cara mimpin sing beda katandhingake presidhen-presidhen sadurunge. Andrik nyebut basa politike Jokowi kanthi ukara politik massa sing tanpa let. (JJ 367/PNN/10/2014) 25 Andrik yang juga terkenal sebagai pecinta budaya di Solo ini mengatakan bahwa Jokowi mempunyai bentuk cara memimpin yang berbeda dibandingkan dengan presidenpresiden sebelumnya. Andrik menyebutkan bahasa politiknya Jokowi dengan kata politik massa yang tanpa batas. Dalam data (179) terdapat subtitusi verbal dimana unsur lingual ngandharake disubtitusi dengan unsur lingual nyebut pada kalimat setelahnya. Kata ngandharake merupakan unsur yang terganti dengan kata nyebut sebagai unsur pengganti. Keduanya bisa saling menggantikan satu sama lain karena pada dasarnya memiliki makna kata yang sama. Apabila keduanya saling menggantikan, maka kalimatnya akan menjadi, Andrik kang uga kondhang minangka sutresna budaya ing Solo iki nyebut Jokowi duwe cakrik cara mimpin sing beda katandhingake presidhen-presidhen sadurunge. Andrik ngandharake basa politike Jokowi kanthi ukara politik massa sing tanpa let. c) Subtitusi Frasal Subtitusi frasal adalah penggantian nama satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lain yang berupa frasa (Sumarlam, 2009: 29). Subtitusi frasal yang

19 biasanya terdapat dalam suatu wacana misalnya tampak pada contoh berikut ini: (180) Atusan wong uga nekani Istana Merdeka, Jakarta, Senen sore kuwi, kanthi ancas bisa sapa aruh lan salaman karo presidhen anyar sing luwih kawentar kanthi asma Jokowi iku. Saking senenge, sanadyan ora bisa ketemu langsung, mung diwatesi pager ing plataran Istana Merdeka, wongwong kuwi katon seneng banget. (JJ 367/PNN/10/2014) 26 Ratusan orang juga mendatangi Istana Merdeka, Jakarta, Senin sore itu, dengan tujuan bisa bertutur sapa dan bersalaman dengan presiden baru yang lebih terkenal dengan nama Jokowi itu. Saking senangnya, walaupun tidak bisa bertemu langsung, hanya dibatasi pagar di halaman Istana Merdeka, orang-orang itu terlihat senang sekali. Pada contoh di atas, terdapat subtitusi frasa sapa aruh yang digantikan oleh kata ketemu. Kata ketemu menjadi unsur pengganti dari frasa sapa aruh, sehingga merupakan subtitusi frasal, yaitu penggantian frasa dengan kata. Keduanya memiliki makna kata yang sama. Keduanya bisa saling menggantikan satu sama lain tanpa menghilangkan makna dalam suatu konstruksi. d) Subtitusi Klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa (Sumarlam, 2009: 30). Perhatikan contoh berikut: (181) Joko Widodo lan Jusuf Kalla wus disumpah minangka presidhen sarta Wakil Presiden Indonesia , Senen (20/10) kepungkur. Adicara kuwi dipahargya dening bebrayan agung Indonesia kanthi rasa seneng. (JJ 367/PNN/10/2014) Joko Widodo dan Jusuf Kalla sudah disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia , Senin (20/10) yang lalu. Acara itu disambut oleh warga Indonesia dengan rasa senang. Pada contoh di atas, terdapat subtitusi klausa Joko Widodo lan Jusuf Kalla wus disumpah minangka presidhen sarta Wakil

20 Presiden Indonesia yang digantikan oleh kata adicara kuwi. Keduanya bisa saling menggantikan tanpa merubah makna kalimat. 3) Pelesapan (Elipsis) Elipsis atau pelesapan adalah kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya (Sumarlam, 2009: 30). Lebih lanjut lagi djelaskan bahwa elipsis atau pelesapan dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Elipsis atau pelesapan berfungsi untuk membentuk suatu kalimat yang efisien. Hal ini dilakukan dengan melesapkan atau tidak menampakkan suatu kata, frasa, klausa, atau kalimat dalam suatu wacana tanpa mengesampingkan makna dan maksud yang ingin disampaikan dalam kalimat tersebut. Perhatikan contoh berikut ini: (182) Kabeh warga bebrayan agung wiwit ing tataran kelas menengah nganti Ø wong-wong cilik digatekake kanthi temen-temen. (JJ 367/PNN/10/2014) Semua warga dimulai dari tataran kelas menengah sampai Ø orang kecil diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Adapun Halliday (1990: 146) membagi tiga elipsis yaitu nominal ellipsis, verbal ellipsis dan clausal ellipisis sebagai berikut: a) Pelesapan Nomina Pelesapan nomina adalah pelesapan konstituen inti (head) dari suatu frasa nomina. Inti dalam frasa nomina hilang, sehingga posisi yang ditempati inti diganti oleh konstituen penjelas (modifier) yang menjelaskannya. Dalam hal ini fungsi inti (head) dapat ditempati oleh deiksis, numeratif, dan ephitet. b) Pelesapan Verba Pelesapan verba adalah pelesapan satuan lingual verba yang telah disebutkan sebelumnya. Pelesapan verba merupakan suatu frasa verba yang susunannya tidak secara penuh diungkapkan 27

21 28 dalam wacana. Dalam elipsis ini terdapat unsur frasa verba yang dihilangkan. Ada dua jenis pelesapan verba yaitu pelesapan kata kerja leksikal dan pelesapan operator. Frasa verba yang mengalami pelesapan kata kerja leksikal disebut elipsis leksikal sedangkan frasa verba yang mengalami pelesapan operator disebut elipsis operator. c) Pelesapan Klausa Elipsis klausa adalah pelesapan klausa. Ada tiga jenis pelesapan klausa yaitu pelesapan seluruh kalimat, pelesapan subjek dan frasa verba, dan pelesapan frasa verba dan objek. 4) Perangkaian (Conjunction) Perangkaian (konjungsi) merupakan salah satu aspek gramatikal yang berfungsi menghubungkan antar unsur yang satu dengan unsur lainnya. Perangkaian menyatakan bermacam-macam makna, misalnya menyatakan pertentangan, urutan (sekuensial), sebab akibat, konsesif, dan sebagainya (Sumarlam, 2006: 53). Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, 2009: 32). Dilihat dari segi maknanya, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai bermacam-macam makna. Makna tersebut dapat berupa sebab akibat, pertentangan, kelebihan (eksesif), pengecualian (eksetif), konsesif, tujuan, penambahan (aditif), pilihan (alternatif), harapan (optatif), urutan (sekuensial), perlawanan, waktu (temporal), syarat, dan cara. Misalkan saja konjungsi tetapi yang menghubungkan unsur satu dengan unsur yang lain memiliki makna pertentangan. Konjungsi kemudian yang menghubungkan unsur satu dengan unsur yang lain memiliki makna urutan (sekuensial). Makna perangkaian

22 29 beserta konjungsi secara lebih detail dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut: Tabel 2.6. Konjungsi dari Segi Maknanya (Sumarlam, 2009: 33) Sebab akibat Pertentangan Kelebihan (eksesif) Pengecualian (eksetif) Konsesif Tujuan Penambahan (aditif) Pilihan (alternatif) Harapan (optatif) Urutan (sekuensial) Perlawanan Waktu (Temporal) Syarat Cara Konjungsi sebab, karena, maka, makanya, sebab, karana, amarga, mula tetapi, namun, ananging Malah kecuali, kajaba walaupun, meskipun, sanajan, ewondene supaya, supados dan, juga, serta, lan, uga, sarta atau, apa, utawa, apa semoga, muga-muga lalu, terus, kemudian, banjur, terus sebaliknya, sewalike setelah, sesudah, usai, selesai, sabanjure, sawise, sadurunge apabila, jika (demikian), menawa, yen dengan (cara) begitu, sacara mengkono Terdapat 14 konjungsi berdasarkan maknanya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut: (183) Demokrasi lan kamardikan ing Indonesia sajake diwerdeni beda dening sawetara wong lan pepanthan. (JJ 374/TU/12/2014) Demokrasi dan kemerdekaan di Indonesia kelihatannya diartikan berbeda oleh beberapa orang dan kelompok. Pada contoh di atas, kalimat tersebut menggunakan konjungsi lan untuk membentuk suatu kalimat yang kohesif. Konjungsi tersebut memiliki makna penambahan (aditif).

23 30 b. Kohesi Leksikal Suatu kepaduan wacana dibentuk bukan hanya dari aspek gramatikal saja, akan tetapi juga dari aspek leksikal. Keduanya adalah aspek penting dalam membentuk wacana yang padu. Halliday (1990: 274) menyatakan bahwa This (lexical cohesion) is the cohesive effect achieved by the selection of vocabulary. Artinya adalah kohesi leksikal dapat dibentuk dengan cara pemilihan kosa kata. Dalam kegiatan analisis wacana pada aspek leksikal, penguasaan kosa kata menjadi sesuatu yang sangat penting. Makna leksikal adalah makna leksem, makna butir leksikal (lexical item), atau makna yang secara inheren ada di dalam butir leksikal itu. Secara umum, masalah makna leksikal mencakup masalah (a) kesamaan makna, (b) kebalikan makna, (c) ketercakupan makna, dan (d) keberlainan makna (Chaer, 2007: 68). Kohesi leksikal ialah hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis (Sumarlam, 2009: 34). Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponim (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan). 1) Repetisi (Pengulangan) Keraf (2007: 127) menyatakan bahwa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Sementara itu, Keraf (Sumarlam, 2009: 35) menjelaskan bahwa berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. a) Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis adalah bentuk pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut

24 (Sumarlam, 2009: 35). Menurut Keraf (2007: 127) repetisi ini adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Contoh repetisi epizeuksis adalah sebagai berikut: (184) Wong Jawa ngukuhi piwulang aja nganti nerak-nerak angger-angger, aja nganti nerak paugeran. (JJ 374/TU/12/2014) Orang Jawa memegang teguh ajaran jangan sampai melanggar asal-asalan, jangan sampai melanggar aturan. Pada data (184) di atas, unsur lingual aja nganti diulang dua kali dalam satu kalimat. Hal ini bertujuan untuk menekankan bahwa unsur lingual tersebut dianggap penting. Repetisi pada kata aja nganti tersebut bersifat langsung. b) Repetisi Tautotes Sumarlam (2009: 36) menyatakan bahwa repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Menurut Keraf (2007: 127) repetisi tautotes adalah repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Contoh repetisi tauotes adalah sebagai berikut: Aku tresna sliramu, sliramu seneng marang aku, aku lan sliramu banjur bebojoan. Aku cinta kamu, kamu cinta aku, aku dan kamu kemudian menikah. Data di atas, terdapat kata aku dan sliramu dalam satu konstruksi yang diulang secara berulang-ulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam kalimat tersebut terdapat repetisi tautotes. c) Repetisi Anafora Menurut Sumarlam (2009: 36), repetisi anafora adalah bentuk pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap 31

25 baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa. Menurut Keraf (2007: 127) repetisi anafora adalah repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Contoh pengulangan/repetisi anafora adalah sebagai berikut: (185) Andrik kang uga kondhang minangka sutresna budaya ing Solo iki ngandharake Jokowi duwe cakrik cara mimpin sing beda katandhingake presidhen-presidhen sadurunge. Andrik nyebut basa politike Jokowi kanthi ukara politik massa sing tanpa let. (JJ 367/PNN/10/2014) 32 Andrik yang juga terkenal sebagai pecinta budaya di Solo ini mengatakan bahwa Jokowi mempunyai bentuk cara memimpin yang berbeda dibandingkan dengan presidenpresiden sebelumnya. Andrik menyebutkan bahasa politiknya Jokowi dengan kata politik massa yang tanpa batas. Data (185) merupakan data mengenai repetisi anafora. Repetisi anafora dalam data tersebut ditunjukkan dengan adanya kata Andrik sebagai kata pertama dalam sebuah kalimat diulang sebagai kata pertama dalam kalimat setelahnya. d) Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa adalah lawan dari repetisi anafora. Repetisi ini berupa pengulangan kata atau kelompok kata yang sama pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut (Sumarlam, 2009: 37). Menurut Keraf (2007: 128) repetisi epistofora adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan. Contoh repetisi epistrofa adalah sebagai berikut: (186) Sing luwih kuwasa mesthi menang. Sing akeh cacahe rumangsa nyekel kuwasa lan kudu menang. (JJ 367/PNN/10/2014) Yang lebih berkuasa pasti menang. Yang banyak jumlahnya merasa memegang kekuasaan dan harus menang.

26 Data (186) menunjukkan adanya repetisi atau pengulangan kata pada akhir kalimat secara berurutan. Kata yang diulang adalah kata menang pada akhir kalimat pertama dan diulang pada akhir kalimat setelahnya. e) Repetisi Simploke Sumarlam (2009: 37) menjelaskan bahwa repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Menurut Keraf (2007: 128) repetisi simploke adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contoh repetisi simploke adalah sebagai berikut: 33 Wong ngomong aku mlarat, ya wis ben. Wong ngomong aku elek, ya wis ben. Wong ngomong aku aku bodho, ya wis ben. Orang bilang aku miskin, tidak apa-apa. Orang bilang aku jelek, tidak apa-apa. Orang bilang aku bodoh, tidak apaapa. Repetisi simploke pada data di atas ditunjukkan dengan adanya pengulangan pada awal dan akhir kalimat secara berturutturut. Unsur lingual yang diulang adalah wong ngomong dan ya wis ben. f) Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut (Sumarlam, 2009: 37). Menurut Keraf (2007: 128) repetisi mesodiplosis adalah repetisi di tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan. Makna pada kata yang diulang ini dianggap sebagai sesuatu yang penting. Contoh repetisi mesodiplosis adalah sebagai berikut: (200) Nganti ora ana let antarane rakyat kalawan presidhene. Jokowi duwe cara sing beda kalawan presidhen sadurunge. (JJ 367/PNN/10/2014)

27 34 Sampai tidak ada jarak antara rakyat dengan presidennya. Jokowi mempunyai cara yang berbeda dibandingkan dengan presiden sebelumnya. Data (200) menunjukkan adanya repetisi mesodiplosis. Pengulangan tersebut terdapat di tengah kalimat yaitu dengan mengulang kata kalawan pada kalimat setelahnya. g) Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis adalah pengulangan kata/frasa pada awal dan akhir dalam satu baris atau kalimat. Repetisi ini berupa pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama (Sumarlam, 2009: 38). Pengulangan ini dapat terjadi pada puisi maupun prosa. Kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu terjadi pengulangan sehingga menjadi kata/frasa pertama dalam baris/kalimat yang sama. Menurut Keraf (2007: 128) repetisi epanalepsis adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. Contoh repetisi epanalepsis adalah sebagai berikut: Mardika kuwi ora ateges bisa tumindak sakarepe dhewe, ananging bisa ngurmati hak lan kewajiban liyan kuwi sing diarani mardika. Merdeka itu bukan maksudnya bisa melakukan sesuka hatinya, akan tetapi bisa menghormati hak dan kewajiban orang lain itu yang disebut merdeka. Pada data di atas terdapat repetisi epanalepsis yang mana pengulangan terjadi pada awal kalimat dan akhir kalimat. Kata mardika pada akhir kalimat merupakan pengulangan kata pertama pada awal kalimat. h) Repetisi Anadiplosis Sumarlam (2009: 38) menyatakan bahwa repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata/frasa terakhir dari

28 baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. Pengulangan ini berupa kata/frasa terakhir dalam kalimat pertama menjadi kata/frasa pada kalimat berikutnya dan seterusnya. Pengulangan seperti ini biasanya terdapat pada puisi maupun prosa. Menurut Keraf (2007: 128) repetisi anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh repetisi anadiplosis adalah sebagai berikut: (188) Beda adoh antarane Jokowi lan Bung Karno. Bung Karno adhedasar politik marhaenisme, dene Jokowi nggunakake politik rakyat, sesambungan langsung kalawan bebrayan ing ndesa, among tani, lan rakyat cilik, piterange Andrik. (JJ 367/PNN/10/2014) 35 Beda jauh antara Jokowi dan Bung Karno. Bung Karno berdasar politik marhaenisme, kalau Jokowi menggunakan politik rakyat, berhubungan langsung dengan warga di desa, para petani, dan rakyat kecil, kata Andrik. Dalam data (188) repetisi anadiplosis terjadi pada unsur lingual Bung Karno. Unsur lingual Bung Karno sebagai unsur lingual terakhir dari kalimat sebelumnya digunakan sebagai unsur lingual pertama pada kalimat setelahnya. 2) Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama (Keraf, 2007: 34). Sinonimi dapat diartikan sebagai hubungan semantik yang manyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yakni (1) sinonimi antara morfem (bebas) dan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa

29 dengan frasa, dan (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat (Sumarlam, 2009: 39). Kelima jenis sinonim berdasarkan wujud satuan lingualnya secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: a) Sinonimi antara morfem (bebas) dan morfem (terikat) (201) Dene Jokowi nawakake cara mimpin sing beda. Dheweke bisa luwih caket kalawan rakyat lan ora nengenake gengsi. M.T. Arifin ngandharake Jokowi pancen wus cukup suwe dikenal dening bebrayan agung bangsa iki. Nalika dadi Wali Kutha Solo lan Gubernur DKI Jakarta Jokowi kerep dadi warta ing media massa jalaran akeh programe sing mehak rakyat lan kasil kaleksanan. (JJ 367/PNN/10/2014) Kalau Jokowi menawarkan cara memimpin yang berbeda. Dia bisa lebih dekat dengan rakyat dan tidak mementingkan gengsi. M.T. Arifin menjelaskan Jokowi memang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat bangsa ini. Ketika menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi sering menjadi pemberitaan di media massa karena banyak programnya yang memihak rakyat dan berhasil terlaksana. Pada data di atas, morfem bebas berupa dheweke memiliki sinonim dengan morfem terikat -e yang melekat pada unsur lingual programe. Unsur lingual tersebut merupakan bentuk pronomina persona III tunggal yang mengacu pada Jokowi. b) Sinonimi kata dengan kata (189) Negara duwe pranatan sing kudu dijejegage. Kabeh warga negara kudu manut pranatan kuwi. Lamun wani nerak utawa nglanggar bakal nuwuhake kapitunan pribadhine dhewe lan tumrap pabrayan agung. (JJ 374/TU/12/2014) 36 Negara punya tata cara yang harus didirikan. Semua warga negara harus hormat dengan tata cara tersebut. Jika berani menerjang atau melanggar akan menumbuhkan penderitaan pribadinya sendiri dan terhadap masyarakat. Pada data (189) di atas, unsur satuan lingual nerak mempunyai sinonimi dengan kata nglanggar. Kedua kata tersebut memiliki makna kata yang sama, sehingga termasuk ke dalam sinonimi kata dengan kata.

30 c) Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya (190) Kawula karepe rakyat lan gusti karepe pemimpin, panguwasa, utawa pangarsa negara.(jj 367/PNN/10/2014) Kawula berarti rakyat dan gusti berarti pemimpin, penguasa, atau kepala negara. Data (190) di atas terdapat sinonimi antara kata pemimpin dengan pangarsa negara. Keduanya memiliki makna kata yang sama yaitu orang yang dianggap sebagai orang yang memiliki jabatan tinggi. d) Sinonimi frasa dengan frasa (191) Negara duwe pranatan sing kudu dijejegage. Kabeh warga negara kudu manut pranatan kuwi. Lamun wani nerak utawa nglanggar bakal nuwuhake kapitunan pribadhine dhewe lan tumrap pabrayan agung. (JJ 374/TU/12/2014) 37 Negara punya tata cara yang harus didirikan. Semua warga negara harus hormat dengan tata cara tersebut. Jika berani menerjang atau melanggar akan menumbuhkan penderitaan pribadinya sendiri dan terhadap masyarakat. Data (191) di atas merupakan sinonimi frasa dengan frasa. Frasa yang bersinonim adalah frasa warga negara dengan pabrayan agung yang memiliki makna kata yang sama. e) Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat (192) Mardika diwerdeni bisa nglakoni apa wae saksenenge, nuruti apa karepe dheweke lan pepanthane, kepara nganti nrajang aturan lan tatanan. (JJ 374/TU/12/2014) Merdeka diartikan bisa melakukan apa saja sesukanya, menuruti keinginannya sendiri dan kelompok, bahkan sampai melanggar aturan dan tatanan. Data (192) di atas terdapat sinonimi klausa dengan klausa. Sinonimi tersebut terjadi antara klausa bisa nglakoni apa wae saksenenge dan klausa nuruti apa karepe dheweke. 3) Antonim (Lawan Kata) Antonimi adalah relasi antar makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan: benci cinta, panas dingin, timur

31 barat, suami istri, dan sebagainya (Keraf, 2007: 39). Chaer (1994: 299) berpendapat bahwa antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Pendapat keduanya adalah sama, yaitu pertentangan makna antara satuan lingual yang satu dengan yang lainnya. Antonimi dapat diartikan sebagai satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja (Sumarlam, 2009: 40). Oposisi atau lawan kata atau antonim merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam aspek leksikal. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu oposisi mutlak, kutub, hubungan, hirarkial, dan majemuk. a) Oposisi Mutlak Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Contohnya adalah sebagai berikut: (193) Menawa jiwa kewan kuwi diumbar bakal nggeret manungsa lumebu ing jurang urip sing ina, ing donya lan ing akerat. (JJ 372/PSR/12/2014) 38 Jika jiwa hewan itu diumbar maka akan menyeret manusia masuk ke dalam jurang hidup yang hina, di dunia dan akhirat. Data (193) di atas terdapat antonimi yang berupa oposisi mutlak. Antonimi tersebut terjadi antara unsur lingual donya dan akerat. Unsur lingual donya lan akerat adalah unsur lingual yang dipertentangkan secara mutlak. b) Oposisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan makna

32 pada kata-kata tersebut. Contoh oposisi kutub adalah sebagai berikut: (194) Negeri Gatholoco minangka irah-irahaning pameran dadi simbol, pralambang, negara sing kebak pradondi, negara sing antarane sing bener lan sing kleru dadi ora cetha. (JJ 372/PSR/12/2014) 39 Negara Gatholoco sebagai tema pameran menjadi simbol, lambang, negara yang penuh pradondi, negara yang antara benar dan salah menjadi tidak jelas. Data (194) unsur lingual bener beroposisi mutlak dengan unsur lingual kleru. Kata bener dan kleru memiliki gradasi yaitu dengan adanya realitas bener banget, bener, rada bener, dan juga kleru banget, kleru, serta rada kleru. c) Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Meskipun satuan lingual yang dibandingkan beroposisi, akan tetapi keduanya saling melengkapi. Contohnya adalah sebagai berikut: (195) Rakyat bisa mbelani Presidhen Jokowi nalika dheweke dijegal utawa direridhu dening parlemen. Kanyatan politik bisa ngrembaka ing kahanan presidhen lan parlemen padha kuwate. (JJ 367/PNN/10/2014) Rakyat bisa membela presiden Jokowi ketika dia dijegal atau dirusuhi oleh parlemen. Kenyataan politik bisa terjadi dalam keadaan presiden dan parlemen sama kuatnya. Pada data (195) unsur lingual rakyat merupakan oposisi hubungan dengan unsur lingual presidhen. Keduanya adalah sesuatu yang dibandingkan akan tetapi saling melengkapi. Presiden tidak akan ada tanpa rakyat atau berarti pula presiden tidak akan ada tanpa adanya rakyat.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut adalah kajian yang sejenis dengan penelitian ini : 1) Penelitian karya Elisabeth Dyah Primaningsih yang berjudul Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah ANALISIS MIKRO DAN MAKROSTRUKTURAL PADA WACANA KETIDAKADILAN ADALAH BEBAN KITA BERSAMA DALAM KOLOM GAGASAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI SELASA, 11 OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Wacana a. Pengertian Wacana Djajasudarma (1994:1) menyatakan bahwa wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalimat yang ada pada suatu bahasa bukanlah satuan sintaksis yang tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan yang tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Suatu penelitian memerlukan adanya pengacuan terhadap penelitian-penelitian yang sejenis. Hal ini dilakukan agar menjadi pertimbangan

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 95 PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Rina Hayati Maulidiah 1, Khairun Nisa 2, Wan Nurul Atikah Nasution 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA Oleh: Astuti Kurnia Salmi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa astuti.kurniasalmi@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat Oleh: Anis Cahyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa namakuaniscahyani@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract 1 KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV Ida Ayu Suryantini Putri Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari

BAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana naratif merupakan suatu wacana yang disampaikan dalam bentuk narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari pengarang atau

Lebih terperinci

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan - ARTIKEL I. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM Oteh Asrul Khairillrsibuan IYIM 2113210005 Dosen Pembimbing Skripst Prof. Dr. Biner Ambarita, M-Pd.

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA Oleh: Anggit Hajar Maha Putra program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anggitzhajar@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan untuk berkomunikasi antar individu satu dengan individu lain. Peran bahasa penting dalam kehidupan manusia, selain sebagai pengolah suatu gagasan, bahasa

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 Retno Wulandari 1), Agus Budi Santoso 2), Dhika Puspitasari 3) 1,2,3) Fakultas

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR

REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Winiar Faizah Aruum 2102406672 JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI Oleh: YULIA RATNA SARI NIM. A 310 050 070 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung. Bertolak pada kenyataan

BAB II KAJIAN TEORI. yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung. Bertolak pada kenyataan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teoretik 1. Pengertian Pragmatik Pengkajian terhadap bahasa jika ditinjau dari sudut pandang linguistik terapan tentu tidak dapat dilakukan tanpa memperhitungkan konteks

Lebih terperinci

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO

ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO Oleh : Feni Andriyani pendidikan bahasa dan sastra jawa Vithut_weslep05@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS Disusun oleh INDRO FEBIYANTO C0201043 Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum. NIP 131 281 866

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA i ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Nila Haryu Kurniawati NIM : 2102407144 Prodi : Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT A iati Handayu Diyah Fitriyani UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta a iati.hdf@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA Rudi A. Nugroho I. PENDAHULUAN Perkembangan wacana berkembang sangat pesat. Berbagai kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Hakikat Analisis Wacana Suatu wacana memiliki keserasian makna yang menjadikan wacana sebagai suatu bentuk karangan atau gagasan yang utuh,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR digilib.uns.ac.id PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO Oleh : Ari Rahmawati Soimah pendidikan bahasa dan sastra jawa Mitathegaul@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari

BAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam linguistik, satuan bahasa yang terlengkap dan utuh disebut dengan wacana. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti

Lebih terperinci

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Referensi Eksoforis (Eksofora) Referensi dengan objek acuan di luar teks. Saya belum sarapan pagi ini. Kata saya merupakan referensi eksoforis.

Lebih terperinci

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW Rini Agustina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak brentex32@yahoo.co.id ABSTRACT This study focuses

Lebih terperinci

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Siswa (Zuh Rufiah) 61 KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Zuh Rufiah SMPN 6 Bojonegoro Telp. 089677086474 Pos-el zuhrufiah2r@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB II UNSUR KOHESI GRAMATIKAL. kalimat yang utuh. Secara etimologis istilah wacana berasal dari

BAB II UNSUR KOHESI GRAMATIKAL. kalimat yang utuh. Secara etimologis istilah wacana berasal dari BAB II UNSUR KOHESI GRAMATIKAL A. Wacana Wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan memiliki unsurunsur kalimat yang utuh. Secara etimologis istilah wacana berasal dari bahasa Sanskerta wac/wak/vak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. Wacana c. Pengertian Wacana Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Terdahulu Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Terdahulu Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Terdahulu Sejumlah penelitian yang menggunakan alat kohesi sebagai pisau analisisnya telah banyak dilakukan. Sumber data yang digunakan untuk melihat penerapan alat kohesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo

Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo Oleh: Titis Widarningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa titis_widarningsih@yahoo.co.id

Lebih terperinci

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS Jurnal Skripsi Oleh TENRI MAYORE NIM. 070911001 JURUSAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS ILMU BUDAYA MANADO 2013 0 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL EDITORIAL THE JAKARTA POST

KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL EDITORIAL THE JAKARTA POST KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL EDITORIAL THE JAKARTA POST Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif Oleh: Nowo Ratnanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Landasan Teori. pikiran, ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Landasan Teori. pikiran, ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar. digilib.uns.ac.id 11 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Landasan Teori 1. Pengertian Wacana Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA BAHASA INDONESIA

REFERENSI DALAM WACANA BAHASA INDONESIA REFERENSI DALAM WACANA BAHASA INDONESIA Bahasa merupakan alat komunikasi. Artinya, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi. Dengan menguasai berbagai bahasa, manusia bisa membuka jendela dunia. Di samping

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PADA CERBUNG KUCING SILUMAN MAJALAH JAYA BAYA EDISI 15 JULI 16 SEPTEMBER 1990 KARYA SOEMARNO WHD

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PADA CERBUNG KUCING SILUMAN MAJALAH JAYA BAYA EDISI 15 JULI 16 SEPTEMBER 1990 KARYA SOEMARNO WHD ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PADA CERBUNG KUCING SILUMAN MAJALAH JAYA BAYA EDISI 15 JULI 16 SEPTEMBER 1990 KARYA SOEMARNO WHD Oleh: Joni Fajar Arif Prasetyo program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA IBADAH QURBAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH: NASHRUDDIN BAIDAN DI MASJID AGUNG SURAKARTA 06 NOVEMBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: YUNIANTO

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI

KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK JURNAL SKRIPSI INTISARI Hidayat, Taufik. 2017. Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Lirik Grup Band Captain Jack. Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini arus informasi semakin berkembang pesat. Hal ini mengisyaratkan agar pelaksanaan suatu program kerja dalam sebuah institusi sudah saatnya menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO

PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Eko Gunawan NIM

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM.

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM. KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM. 10080207 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT WACANA BERITA UTAMA MONITOR DEPOK

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT WACANA BERITA UTAMA MONITOR DEPOK KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT WACANA BERITA UTAMA MONITOR DEPOK EDISI 22-29 JANUARI 2014 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. discourse yang berarti wacana. Wacana adalah rentetan kalimat yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. discourse yang berarti wacana. Wacana adalah rentetan kalimat yang 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Wacana Istilah wacana diperkenalkan oleh para linguis di Indonesia dan negerinegeri berbahasa melayu lainnya sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 13 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Wacana dipadankan dengan istilah discourse

Lebih terperinci

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL NASKAH DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL KARYA ARIFIN C. NOOR SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Wacana Wacana merupakan unsur kebahasaan yang paling kompleks atau lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat 47 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Edi Subroto (1992:7) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam potensi dan kreativitas dalam berimajinasi. Dalam menuangkan kemampuannya, manusia memiliki cara yang bervariasi dan beragam jenisnnya.

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN 2013-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.) Pada Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA RUBRIK LAYANG SAKA WARGA MAJALAH JAYA BAYA EDISI APRIL-MEI 2009

PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA RUBRIK LAYANG SAKA WARGA MAJALAH JAYA BAYA EDISI APRIL-MEI 2009 PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA RUBRIK LAYANG SAKA WARGA MAJALAH JAYA BAYA EDISI APRIL-MEI 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANAFORA DAN KATAFORA DALAM RUBRIK BERITA UTAMA HARIAN KOMPAS EDISI JUNI-JULI 2015 JURNAL ILMIAH NOVI TRI WAHYUNI NPM

PENGGUNAAN ANAFORA DAN KATAFORA DALAM RUBRIK BERITA UTAMA HARIAN KOMPAS EDISI JUNI-JULI 2015 JURNAL ILMIAH NOVI TRI WAHYUNI NPM PENGGUNAAN ANAFORA DAN KATAFORA DALAM RUBRIK BERITA UTAMA HARIAN KOMPAS EDISI JUNI-JULI 2015 JURNAL ILMIAH NOVI TRI WAHYUNI NPM 11080250 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci