BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24). Kelangsungan hidup suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika yang dialami oleh penuturnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak terlepas dari peristiwa komunikasi karena manusia hidup dalam suatu masyarakat. Melalui bahasa, kita dapat mengungkapkan dan mengemukakan segala sesuatu yang menjadi buah pikiran dan perasaan. Bahasa memiliki kaidah pemakaian yang bersifat sistematis. Kaidah atau aturan itu merupakan suatu himpunan patokan yang berdasarkan struktur bahasa yang lebih dikenal dengan istilah tata bahasa. Tata bahasa dibagi dalam lima bagian, yaitu tata bunyi (fonologi), tata bentuk (morfologi), tata kalimat (sintaksis), semantik, dan wacana. Wacana menurut Sumarlam (2013: 30) dalam buku Teori dan Praktik Analisis Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Dengan demikian, hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk atau bisa disebut dengan kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau bisa disebut dengan koherensi (coherence). 1

2 Kohesi merupakan organisasi sintaktik, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96). Kohesi dalam wacana meliputi struktur lahir atau segi bentuk yang disebut aspek gramatikal dan struktur batin atau segi makna yang disebut aspek leksikal. Sementara itu koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Di samping itu, pemahaman tentang hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu (Mulyana, 2005: 31). Adapun contoh penggunaan penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana adalah sebagai berikut: (170) Aku ki seneng mas ngrungokake gelombang radio Melati iki, apa meneh yen sing ngasuh panjenengan. [...] (SBIMK/H192/P22). Aku senang mas mendengarkan gelombang radio Melati ini, apa lagi yang mengasuh Anda. [...] Data (170) di atas mengandung unsur kohesi, yaitu kohesi gramatikal dan termasuk dalam kategori pengacuan/referensi, sedangkan jenisnya adalah pengacuan persona III bentuk bebas yaitu kata panjenengan Anda yang mengacu kepada tokoh yang bernama Wisnu dalam cerkak yang berjudul Saumpama Bocah Ireng Manis Kuwi. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di dalam teks dengan acuan Wisnu yang disebutkan sebelumnya atau antasendennya berada di sebelah kiri. Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana? Ditemukan penanda kohesi gramatikal yang sama dengan data 2

3 (170) di atas atau ditemukan penanda kohesi gramatikal yang berbeda dengan data (170) di atas? Contoh penggunaan penanda kohesi leksikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana adalah sebagai berikut: (427) Nining isih semester loro, Tutik semester papat, njur Misye semester enem padha karo Dewi, nanging umur-umurane isih tuwa Dewi. (PSAD/H130/P20). Nining masih semester dua, Tutik semester empat, lalu Misye semester enam sama dengan Dewi, tetapi umur-umurannya masih tua Dewi. Pada data (427) menunjukkan repetisi epizeuksis yang ditunjukkan dengan kata semester semester yang diulang sebanyak tiga kali untuk menjelaskan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam kalimat. Kata semester semester sangat penting karena berfungsi menjelaskan bahwa keempat tokoh dalam penggalan cerita di atas ada yang semester dua, empat, serta enam. Bagaimanakah penanda kohesi leksikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana? Ditemukan penanda kohesi leksikal yang sama dengan data (427) di atas atau ditemukan penanda kohesi leksikal yang berbeda dengan data (427) di atas? Selanjutnya, contoh penggunaan penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana adalah sebagai berikut: (473) Sing mesthi, cedhak Mas Nang kok semangatku saya tambah. (MK/H69/P70). Yang pasti, dekat Mas Nang kok semangatku semakin tambah. Pada data (473) menunjukkan penanda koherensi berupa penekanan yaitu pada kata mesthi pasti yang berfungsi menyatakan penekanan bahwa tokoh yang bernama Ana pasti merasa semangatnya semakin bertambah ketika dekat dengan tokoh yang bernama Nanang. Maksud dari wacana tersebut adalah memberikan 3

4 4 penjelasan kepada pembaca bahwa semangatnya Ana pasti semakin bertambah karena dekat dengan Nanang. Bagaimanakah penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana? Ditemukan penanda koherensi yang sama dengan data (473) di atas atau ditemukan penanda koherensi yang berbeda dengan data (473) di atas? Wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana yang menjadi objek kajian penelitian ini dapat dikategorikan sebagai wacana tulis. Di dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana terkandung berbagai sarana keutuhan wacana yaitu kohesi gramatikal, kohesi leksikal, dan koherensi. Ary Nurdiana merupakan satu dari sekian pengarang sastra Jawa yang sering menulis di berbagai majalah bahasa Jawa seperti Jaya Baya, Panjebar Semangat, dan Djaka Lodhang. Pengarang yang merupakan guru, juga memberikan pengajaran agar para muridnya melestarikan sastra Jawa. Beliau selalu mengajak murid-muridnya untuk menuliskan karya-karya melalui mesinmesin penerbitan karya sastra Jawa. Para muridnya diperkenalkan dengan pengarang sastra Jawa yang terkenal, untuk mendukung agar mereka bersemangat dalam berkarya. Pengarang juga berkiprah di Sanggar Sastra Triwida Tulungagung ini sering menulis cerpen, artikel, opini, psikologi, cerita misteri, tersebar di majalah Anita, Cemerlang, Mitra, Intan, Warta Bumi Putera, KPI, Ponorogo Pos, dan juga buku Antologi Cerkak Puber Kedua ini. Cerkak merupakan suatu karya sastra Jawa yang berbentuk prosa. Cerkak merupakan hasil cipta dan pemikiran kreatif dari pengarang yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk tulisan berupa prosa tanpa terikat patokan dalam pembuatannya. Cerkak bisa digunakan oleh seseorang untuk mengalurkan

5 5 gagasan, ide, pendapat, dan juga keinginannya tentang apa pun yang menjadi kehendak pengarang itu sendiri melalui sebuah cerita yang relatif singkat. Terkadang cerkak juga dapat digunakan sebagai wadah bagi orang-orang yang ingin mengabadikan suatu kisah hidupnya atau kisah hidup orang lain menurut versi pengarang. Bisa berupa kejadian yang bersifat fiksi ataupun nonfiksi sesuai imajinasi pengarang. Di era globalisasi, cerkak semakin kurang diperhatikan apalagi dibaca oleh masyarakat di zaman sekarang. Eksistensi karya sastra Jawa semakin tergerus oleh hadirnya buku-buku tentang ilmu pengetahuan dan teknologi daripada bukubuku tentang budaya tradisonal khususnya cerkak ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya buku-buku tersebut yang beredar di pasaran dibandingkan dengan buku tentang budaya yang ada di sekitar kita. Berbagai usaha untuk mengenalkan budaya tradisional melalui karya sastra Jawa terutama cerkak masih belum maksimal. Terlihat dari peran media yang lebih condong menampilkan tentang informasi-informasi modern daripada budaya tradisional. Hanya terdapat beberapa media massa yang peduli terhadap budaya tradisional. Penelitian mengenai wacana telah banyak dilakukan. Berikut penelitian yang berhubungan dengan penelitian wacana berbahasa Jawa: 1. Wacana Novel Jaring Kalamangga Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi) yang ditulis oleh Puji Utami, dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS pada tahun Skripsi ini mengambil novel sebagai data penelitian yang kemudian dianalisis dengan menggunakan tinjauan kohesi dan koherensi.

6 2. Analisis Wacana Cerpen Bocah-Bocah Berseragam Biru Laut Karya Puthut EA yang ditulis oleh Rizka Tri Permatasari, dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS pada tahun Skripsi ini berisikan tentang analisis terhadap cerpen yang berjudul Bocah-Bocah Berseragam Biru Laut karya Puthut EA yang meneliti aspek gramatikal dan aspek leksikal serta konteks situasi dan sosio-kultural yang terdapat dalam cerpen tersebut. 3. Wacana Antologi Cerkak Wiring Kuning Karya Trinil (Kajian Kohesi dan Koherensi) yang ditulis oleh Ikhsan Mahendra, dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS pada tahun Skripsi ini berisikan tentang analisis kohesi gramatikal, kohesi leksikal, koherensi, serta menjelaskan karateristik wacana antologi cerkak tersebut. Ketiga penelitian di atas membahas tentang kohesi dan koherensi, namun yang membedakan dengan penelitian wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana yaitu, jenis penanda kohesi dan koherensi yang ditemukan dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini berbeda variasi dari penelitian di atas. Salah satu yang membedakan yakni penanda kohesi gramatikal yang berupa persona II dapat menggunakan dua penanda namun tidak bisa saling menggantikan. Contoh analisis data yang menggunakan dua penanda berupa persona II adalah sebagai berikut. (182) Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik. Apa rumangsamu kowe ki elek? (MK/H61/P16). Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik. Apa menurutmu kamu itu jelek? Pada data (182) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan yaitu enklitik -mu kamu pada satuan lingual rumangsamu menurutmu yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka pengacuan 6

7 tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama Ana yang telah disebut terdahulu. Kemudian data (182) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung (BUL) menjadi berikut. (182a) Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik. Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik. (182b) Apa rumangsamu kowe ki elek? Apa menurutmu kamu itu jelek? Kemudian data (182b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut. (182c) Apa rumangsaø kowe ki elek? Apa menurutø kamu itu jelek? Hasil analisis data (182c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu kamu wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tetap gramatikal dan berterima karena -mu kamu yang mereferen pada kata kowe kamu memiliki satu kelas persona II. Data (182b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu kamu, menjadi sebagai berikut. (182d) Apa rumangsa -mu kowe ki elek? sampeyan Apa menurut -mu kamu itu jelek? kamu Dari data (182d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu kamu ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan kamu karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini. Hal yang menarik perhatian penulis untuk meneliti antologi cerkak ini sebagai berikut. Pertama, 7

8 8 cerkak merupakan karya sastra berbentuk prosa yang dihasilkan dari pemikiranpemikiran, renungan, kritik sosial, kisah hidup, atau pengalaman pribadi yang dituangkan dalam bahasa Jawa. Cerkak semakin berkurang eksistensinya di sekitar kita, padahal sebagai masyarakat, khususnya Jawa, cerkak adalah salah satu wadah untuk menuangkan ide-ide kreatif yang ada dalam hati pengarang. Bahwa penuangan ide ke dalam cerkak merupakan salah satu cara untuk terus melestarikan budaya tulis menulis melalui karya sastra. Kedua, penelitian tentang wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana belum pernah diteliti. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti antologi cerkak tersebut karena belum terjamah penelitian. Alasan ketiga yaitu di dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini memiliki tingkat kekohesifan dan kekoherensian yang tinggi. Setelah penulis membaca Antologi Cerkak Puber Kedua ini, ternyata terdapat berbagai unsur kohesi gramatikal, kohesi leksikal, serta koherensi. Beberapa penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini misalnya kata kula saya, dalem aku, sliramu dirimu, panjenengan kamu, awake dhewe diri kita, dan dheweke dia yang termasuk pengacuan persona; kata wingi kemarin, mengko nanti, kepengker kemarin, kono situ, dan kae itu yang termasuk pengacuan demonstratif; kata persis sama, padha sama, dan kaya-kaya seperti yang termasuk pengacuan komparatif; kata durung kagungan pacar belum punya pacar dan jomblo jomblo yang termasuk substitusi; kata muga-muga semoga yang merupakan konjungsi harapan; kata banjur kemudian yang merupakan konjungsi urutan. Adapun beberapa kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana

9 9 Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini misalnya kata ngewangi membantu dan mbantu membantu yang merupakan sinonimi; kata ayu cantik dan elek jelek yang merupakan antonimi. Penanda koherensi yang terdapat dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini misalnya kata kayata seperti halnya yang merupakan sarana penghubung berupa contoh; kata nyatane kenyataannya yang merupakan sarana penghubung berupa penekanan; dan kata dadi jadi yang merupakan sarana penghubung berupa kesimpulan. Masih banyak penanda-penanda kohesi dan koherensi yang terdapat dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini. Dengan alasan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti antologi cerkak ini. B. Pembatasan Masalah Dalam sebuah penelitian, diperlukan adanya pembatasan masalah agar peneliti dapat menekankan batasan mengenai objek kajian yang akan diteliti dan dapat fokus pada masalah yang diteliti serta tidak melenceng dari masalah yang dikaji. Adapun pembatasan dalam penelitian ini adalah mengenai aspek kohesi dan koherensi dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana yang terbit pada tahun C. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana? 2. Bagaimanakah penanda kohesi leksikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana? 3. Bagaimanakah penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana?

10 10 D. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana. 2. Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana. 3. Mendeskripsikan penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: 1. Manfaat Teoretis Penelitian mengenai wacana dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana ini diharapkan memberi sumbangan yang bermanfaat bagi teori-teori linguistik, khususnya teori yang berkaitan dengan analisis wacana berbahasa Jawa. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis merupakan temuan penelitian yang dapat memberi sumbangan bagi peneliti itu sendiri, lembaga atau mahasiswa studi, dan masyarakat luas pada umumnya. Manfaat praktis penelitian ini antara lain: a. Dapat membantu pembaca dalam memahami isi wacana khususnya dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana. b. Dapat digunakan sebagai model penelitian bahasa di masa mendatang dan dipakai sebagai referensi bagi mahasiswa yang akan meneliti lebih lanjut mengenai analisis wacana dari segi kohesi dan koherensi.

11 11 F. Kajian Teori 1. Pengertian Wacana Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa yang mempunyai awal atau akhir yang nyata, berkesinambungan, mempunyai kohesi dan koherensi yang disampaikan secara lisan dan tertulis (Tarigan, 1987: 27). Dalam situasi komunikasi, apa pun bentuk wacananya, diasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pembaca adalah pesapa. Dalam sebuah wacana, harus ada unsur pesapa dan penyapa. Tanpa adanya kedua unsur itu, tidak akan terbentuk suatu wacana. (Abdul Rani, 2006: 4) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1265) wacana adalah 1) Komunikasi verbal, 2) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan, dan 3) Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, khotbah. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan (seperti pidato, ceramah, kuliah, khotbah, dan dialog) atau tertulis (cerpen, cerbung, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis lainnya) yang dilihat dari struktur lahir (bentuk) bersifat kohesif (saling terkait) dan dari segi struktur batin (makna) bersifat koheren (terpadu). (Sumarlam, 2013: 30). Jadi, dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang meneliti tentang bahasa, baik disampaikan secara lisan maupun tertulis yang memiliki unsur kohesi dan koherensi.

12 12 2. Jenis-jenis Wacana Pengklasifikasian wacana dapat didasarkan menurut beberapa segi pandangan, yaitu wacana dapat dilihat dari bahasa pengungkapannya, media yang digunakan, jenis pemakaiannya, cara, dan tujuan pemaparannya. 1. Berdasarkan bahasa yang dipakai untuk mengungkapkannya, wacana dibagi menjadi: a. Wacana bahasa Nasional (Indonesia), yaitu wacana yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarananya. b. Wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya), yaitu wacana yang diungkapkan dengan menggunakan sarana bahasa lokal atau daerah. c. Wacana bahasa Internasional (bahasa Inggris), yaitu wacana yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Inggris. d. Wacana yang diungkapkan dengan bahasa lain, seperti bahasa Belanda, Jerman, Italia, dan sebagainya. 2. Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibagi atas: a. Wacana tulis, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Wacana tulis ini dalam referensi bahasa Inggris disebut oleh sebagian ahli dengan written discourse dan sebagiannya lagi dengan written text.

13 13 b. Wacana lisan, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak dan mendengarkannya. 3. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya, wacana dapat dibagi atas: a. Wacana monolog (monologue discourse), yaitu wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog ini bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif. Contoh dari wacana monolog ini adalah orasi ilmiah, khotbah, penyampaian visi misi, dan sebagainya. b. Wacana dialog (dialogue discourse), yaitu wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog ini bersifat dua arah dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan di dalam komunikasi. Contoh dari wacana dialog adalah seminar, musyawarah, diskusi, dan sebagainya. 4. Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu: a. Wacana prosa, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa: gancaran). Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis maupun lisan. Contoh dari wacana prosa tulis berupa cerita pendek (cerpen), cerita sambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang. Lalu untuk wacana prosa lisan berupa pidato, khotbah, dan kuliah. b. Wacana puisi, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa: geguritan). Wacana berbentuk puisi ini dapat berupa wacana tulis dan lisan. Contoh dari wacana puisi tulis ini berupa puisi dan syair,

14 14 sedangkan untuk contoh wacana puisi lisan yaitu puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu. c. Wacana drama, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah drama atau naskah sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut. 5. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi lima macam: a. Wacana narasi atau wacana penuturan, yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. b. Wacana deskripsi, yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan, atau memberikan sesuatu menurut apa adanya. c. Wacana eksposisi, yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku. Wacana ini berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagianbagiannya secara logis. d. Wacana argumentasi, yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. e. Wacana persuasi, yaitu wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk memengaruhi

15 15 secara kuat pada pembaca atau pendengar untuk melakukan nasihat atau ajakan tersebut (Sumarlam, 2013: 36). Dari beberapa jenis wacana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana termasuk: (1) wacana bahasa lokal atau daerah yang diungkapkan dengan bahasa Jawa, antara kalimat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, (2) wacana tulis yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis yang berupa buku antologi, (3) wacana monolog, (4) wacana prosa yaitu yang berbentuk prosa tulis berupa antologi cerkak, (5) wacana narasi yang berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. 3. Sarana Keutuhan Wacana Bahasa memiliki tubuh yang tersusun atas bentuk (form) dan makna (meaning), keduanya berhubungan sangat erat dan saling berkaitan. Sebagaimana di dalam wacana yang dibagi atas hubungan bentuk yang disebut kohesi dan hubungan makna yang disebut koherensi. Wacana bukan merupakan kumpulan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas. Kalimat-kalimat dalam wacana merupakan gabungan antara pertautan bentuk (kohesi) dan perpaduan makna (koherensi), sehingga kalimat satu dengan yang lainnya dalam wacana saling berhubungan membentuk kepaduan informasi atau gagasan. Dengan begitu, pembaca atau pendengar akan mudah mengetahui jalan pikiran penulis tanpa merasa bahwa ada semacam jarak yang memisahkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya. Penelitian ini akan memaparkan sarana keutuhan wacana yang meliputi kohesi, kohesi gramatikal yang terdiri dari (1) Pengacuan (referensi), (2)

16 16 Penyulihan (substitusi), (3) Pelesapan (elipsis), dan (4) Perangkaian (konjungsi). Kohesi leksikal yang terdiri atas (1) Pengulangan (repetisi), (2) Padan kata (sinonimi), (3) Oposisi makna (antonimi), (4) Sanding kata (kolokasi), (5) Hubungan atas-bawah (hiponimi), dan (6) Kesepadanan (ekuivalensi). Koherensi yang terdiri atas (1) Penanda koherensi berupa penekanan, (2) Penanda koherensi berupa simpulan atau hasil, dan (3) Penanda koherensi berupa contoh. a. Kohesi Anton M. Moeliono (1988: 34) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005: 26). Kohesi merupakan organisasi sintaktik, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96). Gutwinsky dalam Tarigan (1987: 96) dalam buku Cohesion in Literary Texts (1976: 26) menyebutkan bahwa kohesi adalah hubungan antarkalimat di dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun strata leksikal tertentu. Jadi, kohesi adalah kepaduan atau keterikatan yang menghubungkan antarunsur dalam tataran sintaksis pada tuturan sebuah wacana, baik secara gramatikal maupun secara leksikal. Kohesi gramatikal berupa referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Kohesi leksikal berupa repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, serta ekuivalensi. 1) Kohesi Gramatikal Kohesi gramatikal adalah keterkaitan gramatikal antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2001: 10). Menurut Sumadi, kohesi gramatikal adalah perpautan

17 17 bentuk antara kalimat-kalimat yang diwujudkan dalam sistem gramatikal (2004: 62). Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana (Sumarlam, 2013: 40). Secara lebih rinci, aspek gramatikal wacana meliputi: (1) pengacuan (reference), (2) penyulihan (substitution), (3) pelesapan (ellipsis), (4) perangkaian (conjunction) (Halliday dan Hasan, 1976:6; Sumarlam, 1996:66; Baryadi, 2001: 10). Berikut penjelasan keempat aspek gramatikal tersebut dan disertai dengan contoh-contoh dalam analisis wacana. 1.1 Pengacuan (Referensi) Menurut Kridalaksana (2008: 208) referensi ialah hubungan antar referen (unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa) dengan lambang yang dipakai untuk mewakilinya. Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana (Sumarlam, 2013: 41). Jenis kohesi yang pertama, pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden

18 18 di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antara unsur yang satu dengan unsur lainnya). Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif. Ketiga macam pengacuan itu beserta contoh-contohnya dapat diperhatikan pada uraian berikut (Sumarlam, 2013: 41) Pengacuan Persona Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, III tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya yang berupa bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat kanan) (Sumarlam, 2013: 41-42). Dengan demikian, satuan lingual kula, kowe, dan dheweke, misalnya, masing-masing merupakan pronomina persona I, II, dan III tunggal bentuk bebas. Adapun bentuk terikatnya adalah dak- (misalnya pada daktulis), tak- (pada taktulis), masing-masing adalah bentuk terikat lekat kiri; atau ku (misalnya pada omahku), -mu (pada omahmu) yang masing-masing

19 19 merupakan bentuk terikat lekat kanan, klasifikasi pronomina persona secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 1 seperti berikut. Tabel 1. Klasifikasi pengacuan persona bahasa Jawa. Aku, kula, kawula, dalem, ingsun Tg: Terikat lekat kiri: dak-/tak- I Terikat lekat kanan: -ku Jm: Aku kabeh, kula sedaya, kita, Kita sedaya, awake dhewe Kowe, sampeyan, panjenengan, sliramu Persona II Tg: Terikat lekat kiri: ko- Terikat lekat kanan: -mu Jm: Kowe kabeh, panjenengan sedaya Dheweke, piyambakipun III Tg: Terikat lekat kiri: di-, dipun- Terikat lekat kanan: -e, -ne -ipun, -nipun Jm: Dheweke kabeh, panjenengan sedaya Contoh data pengacuan persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan adalah sebagai berikut: (287) Putri, nanging aku kulina diceluk Puput Mas. jawabe karo mesem. (SBIMK/H191/P11). Putri, tetapi aku biasa dipanggil Puput Mas. jawabnya sambil senyum. Pada data (287) terdapat pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat kanan yaitu e nya pada kata jawabe jawabnya. Pengacuan ini termasuk

20 20 dalam pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di dalam teks yaitu tokoh bernama Puput yang telah disebutkan sebelum kata jawabe Pengacuan Demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta) (Sumarlam, 2013: 44). Klasifikasi pronomina demonstratif tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk tabel 2 seperti berikut. Tabel 2. Klasifikasi pengacuan pronomina demonstratif bahasa Jawa. Kini: saiki, sapunika, samenika Waktu Lampau: wingi, biyen, kepungkur y.a.d: sesuk,...ngarep, dalu Demonstratif (Penunjukkan) Netral: enjing, siyang, sonten Dekat dengan penutur: kene, iki Tempat Agak jauh dengan penutur: kono, iku, kuwi Jauh dengan penutur: kana, kae Menunjuk secara eksplisit: Sala, Yogya berikut. Contoh data pengacuan pronomina demonstratif awan adalah sebagai

21 21 (301) Awan iki aku dolan ana studio. (SBIMK/H200/P69). Siang ini aku main di studio. Pada data (301) terdapat pronomina demonstratif awan siang yang mengacu pada waktu yang netral. Data di atas termasuk ke dalam jenis pengacuan eksofora karena pronomina demonstratif waktu awan acuannya tidak terdapat di dalam teks Pengacuan Komparatif (Perbandingan) Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan (Sumarlam, 2013: 46). Berikut adalah contoh pengacuan komparatif. (322) Mripate sing kaya dimar kentekan lenga nyawang aku. (IAKA/H179/P2). Matanya yang seperti pelita kehabisan minyak memandangku. Pada data (322) terdapat pengacuan komparatif kaya yang mengacu pada perbandingan persamaan antara mata dengan pelita kehabisan minyak. 1.2 Penyulihan (Substitusi) Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana, 2008: 229). Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal (Sumarlam, 2013: 47). Berikut contoh data substitusi frasal.

22 (329) Al... ora nggawa apa-apa? pitakone Rita ngetutake jumangkahe Aldo. [...] (IAKA/H185/P59). [...] loro-lorone njur meneng maneh. (IAKA/H185/P61). Al... tidak membawa apa-apa? Tanya Rita sambil mengikuti langkahnya Aldo. [...] dua-duanya lalu diam lagi. Pada data (329) di atas terdapat substitusi frasal. Pada data tersebut kata Rita dan Aldo digantikan atau disubstitusikan dengan frasa loro-lorone duaduanya. 1.3 Pelesapan (Elipsis) Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang ujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 2008: 57). Menurut Sumarlam (2013: 50) adapun fungsi pelesapan dalam wacana antara lain ialah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat), (2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca, pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam komunikasi secara lisan. Contoh pelesapan (elipsis) dapat dilihat pada data berikut. (339) Bocah kuwi ireng manis, umur-umurane meh padha karo adhiku sing nomer enem. Ya kira-kira Ø umur telulasan taun. Ø Awake katon ringkih banget, kuru. Ø Rambute lurus ditata apik, Ø lambene tipis, Ø irunge mancung, Ø njur alise kandel, wis ta, pokoke bocah kuwi pancen nyenengake. Yen kuwi adhiku... (SBIMK/H190/P5). Anak itu hitam manis, umur-umurnya hampir sama dengan adikku yang nomor enam. Ya kira-kira Ø umur tiga belas tahun. Ø Badannya terlihat cungkring sekali, kurus. Ø Rambutnya lurus ditata rapi, Ø bibirnya tipis, Ø hidungnya mancung, Ø alisnya juga tebal, sudahlah, pokoknya anak itu memang menyenangkan. Andai saja dia adikku... Pada data (339) di atas, terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu berupa kata bocah kuwi anak itu yang berfungsi sebagai subjek dalam kalimat 22

23 23 tersebut. Subjek yang sama tersebut dilesapkan sebanyak enam kali demi efektivitas dan kepraktisan bahasa. Jika data di atas tidak diuji dengan teknik lesap akan menghasilkan kalimat tidak efektif. 1.4 Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, 2013: 52). Dilihat dari segi maknanya pun, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta konjungsi yang dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut. (1) Sebab-akibat (kausalitas): sebab sebab, amarga karena, mulane makanya (2) Pertentangan: nanging tetapi (3) Kelebihan (eksesif): malah malah (4) Perkecualian (eksetif): kajaba kecuali (5) Konsesif: senajan meskipun, najan meski (6) Tujuan: amrih supaya, supados/supaya supaya (7) Penambahan (aditif): lan dan, ugi/uga juga, sarta serta (8) Pilihan (alternatif): utawa atau, apa apa, punapa apa-apa (9) Harapan (optatif): muga-muga semoga, mugi-mugi semoga (10) Urutan (sekuensial): banjur kemudian, terus terus, lajeng lalu

24 24 (11) Perlawanan: suwalike sebaliknya (12) Waktu (temporal): sawise setelah, sabubare sesudahnya, sabanjure setelahnya, sadurunge sebelumnya (13) Syarat: yen jika, menawa misalkan (14) Cara: kanthi (cara) mangkono dengan (cara) begitu (15) Makna lainnya: (yang ditemukan dalam tuturan) Berikut contoh data konjungsi berupa penambahan (aditif). (336) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah karo kanca kost sing cacahe papat kuwi. (PSAD/H /P13). Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan bersih-bersih rumah dengan teman kost yang berjumlah empat itu. Pada data (336) di atas terdapat konjungsi aditif kata lan dan yang berfungsi menghubungkan antara klausa pertama dengan klausa kedua. 2) Kohesi Leksikal Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya (Mulyana, 2005: 29). Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang serasi (Tarigan, 1987: 102). Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu, pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi dengan satuan lingual yang lain dalam wacana.

25 25 Menurut Sumarlam (2013: 55) Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas-bawah), (5) antonimi (lawan kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan). a. Repetisi (pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa, atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yaitu. 1. Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. 2. Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. 3. Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. 4. Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir barus (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. 5. Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut. 6. Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. 7. Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang berupa kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama.

26 8. Repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. 9. Repetisi utuh/penuh adalah pengulangan satuan lingual secara utuh atau secara penuh. Satuan lingual yang diulang bisa berupa satu baris, satu kalimat secara utuh, atau bahkan satu bait atau beberapa kalimat secara utuh (Sumarlam, 2013: 60). Berikut merupakan contoh data repetisi anadiplosis. (438) Mas! Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab katresnan. Katresnan kuwi larang mas regane... (SBIMK/H199/P62). Mas! Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab percintaan. Percintaan itu mahal mas harganya. Pada data (438) di atas terdapat repetisi anadiplosis yaitu pengulangan pada kata katresnan percintaan pada akhir kalimat pertama lalu diulang lagi pada awal kalimat berikutnya. Pengulangan ini berfungsi untuk memperjelas bahwa kata tersebut sangat penting dalam wacana tersebut. b. Sinonimi (Padan Kata) Menurut Sumarlam (2013: 61) Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) frasa dengan frasa, dan (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. 26

27 27 Berikut merupakan contoh data sinonimi kata dengan kata. (447) Aku ora arep nduweni kepinginan ngianati cinta utawa katresnan marang Retno saiba Retno uga gelem nampa Puput dadi adhine. (SBIMK/H197/P51). Aku tidak mau memiliki keinginan mengkhianati cinta atau percintaan kepada Retno saiba Retno juga mau menerima Puput menjadi adiknya. Pada data (447) di atas terdapat sinonimi jenis kata dengan kata. Kata cinta cinta bersinonim dengan kata katresnan percintaan. Kata cinta cinta memiliki arti yang sama dengan kata katresnan percintaan. c. Antonimi (Oposisi Makna) Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk. Oposisi makna atau antonimi juga merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu mendukung kepaduan makna wacana secara semantis (Sumarlam, 2013: 63). Berikut merupakan contoh data antonimi yang berupa oposisi mutlak. (452) Sopir phanter sing lagi medhun saka mobil njur pamer untu, mesem grapyak. [...] (PSAD/H128/P3). [...] sopir mau enggal munggah mobil maneh, nanging Dewi enggal sepata... (PSAD/H128/P4). Sopir phanter itu baru turun dari mobil lalu unjuk gigi, tersenyum bersahabat. [...] [...] sopir itu baru naik mobil lagi, tetapi Dewi segera supaya...

28 Pada data (452) di atas terdapat antonimi yang berupa oposisi mutlak yaitu kata medhun turun dan munggah naik. Kedua kata tersebut memiliki arti yang berlawanan secara mutlak. d. Kolokasi (Sanding Kata) Sumarlam (2013: 67) menyebutkan bahwa kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Berikut merupakan contoh data kolokasi. (465) Tibake jagongan karo Puput rasane ngluwih-ngluwihi yen mangan rujak petis kae nikmate. Bocah pancen nyenengake. Sifate sing blak-blakan nambah kagumku marang dheweke. Ngomonge lincah tur sajak wis rumangsa kenal suwe karo aku. Omongane ora nganggo tedheng alingaling. Mula saka kuwi aku kaget yen kenal wae dheweke wis gelem nyritakake kahanane sing jebule ngundang rasa welas ana ati. (SBIMK/H192/P23). Ternyata berbincang dengan Puput rasanya melebihi makan rujak petis nikmatnya. Anak yang memang menyenangkan. Sifatnya yang terbuka menambah kagumku terhadap dirinya. Bicaranya lincah dan seperti sudah merasa kenal lama dengan aku. Omongannya tidak ada yang ditutup-tutupi. Maka dari itu aku kaget jika kenal dengan dirinya sudah mau menceritakan keadaannya yang ternyata mengundang rasa kasihan di hati. Pada data (465) di atas terdapat pemakaian kata jagong bincang pada satuan lingual jagongan berbincang, omong bicara pada satuan lingual ngomonge bicaranya, omong bicara pada satuan lingual omongane omongannya, dan crita cerita pada satuan lingual nyritakake menceritakan yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana dalam paragraf tersebut. Istilah-istilah tersebut berkaitan dalam hal perbincangan. 28

29 29 e. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Berikut merupakan contoh data hiponimi. (467) Iki lho sing diarani pesawat tempur Sky Hawk. Iku sing diarani F mengkono unine Mas Tri akeh. Ini lho yang dinamakan pesawat tempur Sky Hawk. Itu yang dinamai F begitulah kata Mas Tri panjang lebar. Pada data (467) di atas terdapat hiponimi yaitu pesawat tempur pesawat tempur yang merupakan superordinat atau hipernimnya, sedangkan hiponimnya adalah Sky Hawk dan F-16. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut. pesawat tempur Sky Hawk F-16 Bagan 1: Hiponimi kata pesawat tempur. f. Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan.

30 Demikian telah peneliti uraikan mengenai macam-macam penanda kohesi dalam wacana yang akan peneliti gunakan sebagai landasan untuk menganalisis data dalam penelitian ini. Berikut merupakan contoh data ekuivalensi. (470) Kok ngguya-ngguyu ta, sajake ana sambungane kepriye? Aku mengko sing nyambungake. (MK/H61/P18). Kok tertawa sih, sepertinya ada hubungannya gimana? Aku nanti yang menghubungkan. Pada data (470) di atas terdapat ekuivalensi yang ditunjukkan pada kata sambungane hubungannya dan nyambungake menghubungkan. Kedua kata tersebut berasal dari morfem dasar yang sama yaitu sambung hubung. Kedua kata itu mengalami proses afiksasi dan menunjukkan adanya hubungan kesepadanan. b. Koherensi Istilah koherensi mengandung makna pertalian. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (Tarigan, 1987: 32). Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Di samping itu, pemahaman tentang hubungan koherensi dapat ditempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu (Mulyana, 2005: 31). Koherensi wacana sebenarnya mereferensi pada fungsi kepragmatisan bahasa sebagai sarana komunikasi, artinya suatu wacana yang dipergunakan dalam komunikasi, baik ragam lisan maupun tulis harus menitikberatkan kepentingan pada segi semantis dan maknanya. Sarana koherensi wacana dapat 30

31 31 berupa referensi dan inferensi yang berfungsi memperjelas dan mempertalikan makna kalimat dalam wacana. Menurut Angelo yang dikutip Tarigan (1987: 105) ada 15 sarana yang dapat digunakan untuk menentukan kekoherensian sebuah wacana. Sarana koherensi tersebut adalah: 1. Sarana penghubung koherensi yang bersifat rentetan atau seri (sepisan, kapindho, banjur, akhire). 2. Sarana penghubung bersifat aditif atau penambahan (lan, uga, maneh). 3. Sarana penghubung berupa pronomina (iki, aku, dheweke). 4. Sarana penghubung berupa repetisi/pengulangan kata. 5. Sarana penghubung berupa sinonim. 6. Sarana penghubung yang dimulai dari keseluruhan menuju ke bagian. 7. Sarana penghubung yang dimulai dari kelas ke anggota. 8. Sarana penghubung berupa penekanan (nyatane, wis mesthi). 9. Sarana penghubung berupa perbandingan (ora beda, kaya). 10. Sarana penghubung berupa pertentangan (nanging, suwalike). 11. Sarana penghubung berupa kesimpulan (dadi, ngono mau). 12. Sarana penghubung berupa contoh (umpamane, kayata). 13. Sarana penghubung berupa kesejajaran/paralelisme. 14. Sarana penghubung berupa lokasi (ana kana, ana kene). 15. Sarana penghubung berupa kala atau waktu (sawetara iku, wiwitane). Dalam penelitian ini dipilih beberapa di antaranya yaitu koherensi sebagai (1) sarana penghubung berupa penekanan, (2) sarana penghubung berupa simpulan atau hasil, (3) sarana penghubung berupa contoh. Peneliti

32 hanya mengambil tiga koherensi dari lima belas macam koherensi karena sebagian besar macam koherensi sudah terwakili oleh penanda kohesi, baik kohesi gramatikal maupun leksikal. Berikut merupakan contoh data koherensi yang berupa penekanan. (476) Aku mesem, pancen seneng duwe kanca kaya Mbak Anti iki, ngreti atine kancane sing lagi susah. (MK/H60/P12). Aku tersenyum, memang senang punya teman seperti Mbak Anti ini, mengerti hati temannya yang lagi susah. Pada data (476) di atas terdapat penanda koherensi yang berupa penekanan yang ditunjukkan dengan kata pancen memang yang berfungsi untuk menyatakan penekanan maksud yang terdapat dalam wacana tersebut. Maksud dari wacana tersebut adalah untuk menjelaskan kepada pembaca supaya mengerti betapa senangnya tokoh aku dalam cerita tersebut kepada tokoh yang bernama Mbak Anti yang mengerti bahwa hati tokoh utama sedang susah. 4. Pengertian Cerkak dan Antologi Cerkak Istilah cerkak diambil dari bahasa Jawa yang merupakan kepanjangan dari cerita cekak yang berarti cerita pendek. Suminto (2000: 9) mengatakan bahwa cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca. Di dalam cerpen tidak dituntut terjadinya perubahan nasib dari pelakupelakunya. Hanya suatu lintasan dan secercah kehidupan manusia, yang terjadi pada suatu kesatuan waktu. Cerkak adalah suatu karya sastra Jawa yang berbentuk prosa. Cerkak yang akrab disebut dengan nama cerpen (dalam bahasa Indonesia) memuat suatu cerita yang umumnya berbentuk sebuah narasi yang di dalamnya memuat berbagai kisah kehidupan entah itu fiksi maupun nonfiksi. Dengan kata 32

33 33 lain pengarang cerkak dapat membuat cerita cerkak sesuai dengan hati dan kehendak pengarang itu sendiri. Tema yang diangkat dalam cerkak sangat beragam. Tema-tema tersebut di antaranya politik, sosial, budaya, percintaan, religi, dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang pengarang mengekspresikan perasaannya melalui cerkak yang dibuatnya. Lebih penting dari itu, di dalam suatu cerkak memuat suatu amanat yang dapat diambil sebagai ilmu kehidupan. Pengertian mengenai kata antologi dimulai dari melihat bahasa serapan. Kata antologi sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia karena telah diserap, merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu anthology yang berarti kumpulan/bunga rampai. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2007: 25) kata antologi mempunyai pengertian kumpulan karya tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang pengarang. Dengan demikian, antologi cerkak merupakan kumpulan dari beberapa cerkak yang dibuat menjadi sebuah buku. G. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara, alat prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan data, dan analisis data (Edi Subroto, 1992: 31).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari

BAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana naratif merupakan suatu wacana yang disampaikan dalam bentuk narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari pengarang atau

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik

BAB II PEMBAHASAN. Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik BAB II PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik itu gramatikal maupun leksikal) dan penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak Puber Kedua karya Ary Nurdiana. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat 47 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Edi Subroto (1992:7) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari

BAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam linguistik, satuan bahasa yang terlengkap dan utuh disebut dengan wacana. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut adalah kajian yang sejenis dengan penelitian ini : 1) Penelitian karya Elisabeth Dyah Primaningsih yang berjudul Analisis

Lebih terperinci

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA Oleh: Astuti Kurnia Salmi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa astuti.kurniasalmi@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalimat yang ada pada suatu bahasa bukanlah satuan sintaksis yang tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan yang tertinggi

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA Oleh: Anggit Hajar Maha Putra program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anggitzhajar@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Suatu penelitian memerlukan adanya pengacuan terhadap penelitian-penelitian yang sejenis. Hal ini dilakukan agar menjadi pertimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat Oleh: Anis Cahyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa namakuaniscahyani@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Wacana a. Pengertian Wacana Djajasudarma (1994:1) menyatakan bahwa wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 95 PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Rina Hayati Maulidiah 1, Khairun Nisa 2, Wan Nurul Atikah Nasution 3 Universitas

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan untuk berkomunikasi antar individu satu dengan individu lain. Peran bahasa penting dalam kehidupan manusia, selain sebagai pengolah suatu gagasan, bahasa

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat berupa karya sastra fiksi dan non-fiksi. Karya sastra fiksi berupa hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat berupa karya sastra fiksi dan non-fiksi. Karya sastra fiksi berupa hasil digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil seni kreatif yang menggunakan bahasa sebagai media pengantarnya tanpa menghilangkan unsur estetiknya. Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah ANALISIS MIKRO DAN MAKROSTRUKTURAL PADA WACANA KETIDAKADILAN ADALAH BEBAN KITA BERSAMA DALAM KOLOM GAGASAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI SELASA, 11 OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI Oleh: YULIA RATNA SARI NIM. A 310 050 070 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 Retno Wulandari 1), Agus Budi Santoso 2), Dhika Puspitasari 3) 1,2,3) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Landasan Teori. pikiran, ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Landasan Teori. pikiran, ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar. digilib.uns.ac.id 11 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Landasan Teori 1. Pengertian Wacana Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu sarana untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT A iati Handayu Diyah Fitriyani UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta a iati.hdf@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR digilib.uns.ac.id PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan - ARTIKEL I. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM Oteh Asrul Khairillrsibuan IYIM 2113210005 Dosen Pembimbing Skripst Prof. Dr. Biner Ambarita, M-Pd.

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO Oleh : Ari Rahmawati Soimah pendidikan bahasa dan sastra jawa Mitathegaul@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini arus informasi semakin berkembang pesat. Hal ini mengisyaratkan agar pelaksanaan suatu program kerja dalam sebuah institusi sudah saatnya menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS  SKRIPSI PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR

REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Winiar Faizah Aruum 2102406672 JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA Rudi A. Nugroho I. PENDAHULUAN Perkembangan wacana berkembang sangat pesat. Berbagai kajian

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur. Manusia

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18) ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS SKRIPSI

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS  SKRIPSI RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS WWW.SRITI.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Siswa (Zuh Rufiah) 61 KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Zuh Rufiah SMPN 6 Bojonegoro Telp. 089677086474 Pos-el zuhrufiah2r@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO

ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO Oleh : Feni Andriyani pendidikan bahasa dan sastra jawa Vithut_weslep05@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL EMPRIT ABUNTUT BEDHUG KARYA SUPARTO BRATA

ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL EMPRIT ABUNTUT BEDHUG KARYA SUPARTO BRATA ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL EMPRIT ABUNTUT BEDHUG KARYA SUPARTO BRATA Oleh: Gumilang Laksana program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa laksanagumilang@yahoo.com Abstrak. Penelitian ini bertujuan:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. Wacana c. Pengertian Wacana Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat.

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PADA CERBUNG KUCING SILUMAN MAJALAH JAYA BAYA EDISI 15 JULI 16 SEPTEMBER 1990 KARYA SOEMARNO WHD

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PADA CERBUNG KUCING SILUMAN MAJALAH JAYA BAYA EDISI 15 JULI 16 SEPTEMBER 1990 KARYA SOEMARNO WHD ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PADA CERBUNG KUCING SILUMAN MAJALAH JAYA BAYA EDISI 15 JULI 16 SEPTEMBER 1990 KARYA SOEMARNO WHD Oleh: Joni Fajar Arif Prasetyo program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL NASKAH DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL KARYA ARIFIN C. NOOR SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di masyarakat. Bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Bahasa sebagai lambang mampu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan 269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA IBADAH QURBAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH: NASHRUDDIN BAIDAN DI MASJID AGUNG SURAKARTA 06 NOVEMBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: YUNIANTO

Lebih terperinci

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS Oleh: LINDA DWI RAHMAWATI 12.1.01.07.0053 Dibimbing oleh: 1. Dr. Andri Pitoyo,

Lebih terperinci

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW Rini Agustina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak brentex32@yahoo.co.id ABSTRACT This study focuses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Hakikat Analisis Wacana Suatu wacana memiliki keserasian makna yang menjadikan wacana sebagai suatu bentuk karangan atau gagasan yang utuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo

Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo Analisis Wacana Tekstual Lirik Lagu Langgam Pada Kempalan Langgam Karawitan Jawi Oleh Sri Widodo Oleh: Titis Widarningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa titis_widarningsih@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA i ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Nila Haryu Kurniawati NIM : 2102407144 Prodi : Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi dapat dilakukan melalui media lisan dan media tulis. Dalam hal ini, seseorang dapat memanfaatkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO

PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Nama : Eko Gunawan NIM

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK. Kelas XI Semester 1. Meita Sandra Santhi Apriyanto Dwi Santoso Ika Yuliana Putri

Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK. Kelas XI Semester 1. Meita Sandra Santhi Apriyanto Dwi Santoso Ika Yuliana Putri Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1 Penulis: Editor: Ika Setiyaningsih Meita Sandra Santhi Apriyanto Dwi Santoso Ika Yuliana Putri DISKLAIMER Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI

KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK JURNAL SKRIPSI INTISARI Hidayat, Taufik. 2017. Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Lirik Grup Band Captain Jack. Skripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract 1 KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV Ida Ayu Suryantini Putri Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Lebih terperinci