BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi, maka untuk mengatasinya diperlukan pengolahan terlebih dahulu salah satunya yaitu dengan fermentasi. Fermentasi adalah pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang akan menghasilkan enzim untuk melakukan perubahan terhadap molekul-molekul kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna (Jay 1978) bahkan mengurangi keberadaan zat anti nutrisi ( Sudaryani 1994 dalam Handajani 2007). Fermentasi menggunakan Aspergillus niger selama tujuh hari dengan dosis 3% mampu memperbaiki kualitas kulit kopi (Gambar 7). Kandungan Gizi Kulit Kopi Sebelum dan Sesudah Fermentasi Air (%) Abu(%) PK (%) SK (%) LK (%) BETN (%) sebelum fermentasi sesudah fermentasi Ket : PK = Protein Kasar SK = Serat Kasar LK = Lemak Kasar BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Gambar 7. Kandungan Gizi Kulit Kopi Sebelum dan Setelah Fermentasi Perbaikan kualitas bahan pakan setelah fermentasi dipengaruhi oleh jenis bahan pangan atau substrat yang digunakan, jenis mikroorganisme dan kondisi 34

2 35 lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme tersebut (Winarno 1980). Gambar 7 menunjukkan bahwa fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger mampu meningkatkan kandungan protein kasar kulit kopi, yaitu sebesar 7,94% dari 15,5% menjadi 16,73%. Peningkatan protein kasar ini berasal dari biomassa sel jamur yang tumbuh pada media fermentasi, yang mana menurut Fardiaz (1989) kapang atau jamur mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi sekitar 35%-40%, maka semakin banyak sel Aspegillus niger yang tumbuh pada media fermentasi semakin tinggi pula kandungan protein kasarnya. Sekresi enzim ekstraseluler oleh Aspergillus niger juga turut berperan dalam peningkatan kandungan protein kasar kulit kopi, menurut Gusrina (2008) enzim adalah molekul protein kompleks yang dihasilkan oleh sel. Semakin tinggi kandungan protein kasar maka menunjukkan bahwa bahan tersebut baik untuk dijadikan sebagai bahan pakan karena protein merupakan komponen utama yang diperlukan untuk pertumbuhan ikan sebagaimana dinyatakan Mujiman (1984) bahwa protein diperlukan oleh tubuh ikan untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Fermentasi oleh Aspergillus niger mampu menurunkan kandungan serat kasar sebesar 21,3%. Aspergillus niger menghasilkan enzim selulase yang mampu menguraikan selulosa atau serat kasar pada media menjadi glukosa (Griffin et al. 1994), disamping itu Aspergillus niger juga memproduksi enzim amilase, amiglukosidase dan glukosidase yang ditunjukkan dengan penurunan BETN sebesar 13,74%. Sedangkan kandungan lemak kasar meningkat sebesar 54,9%, menurut Purwadaria dkk. (1998) dalam Mahmilia (2005) hal tersebut dikarenakan selama pertumbuhan Aspergillus niger aktif menguraikan substrat dan melepaskan panas yang akan mengakibatkan kehilangan berat kering yang banyak, kehilangan berat kering ini akan mempengaruhi kadar komposisi produk fermentasi dimana senyawa yang tidak diuraikan akan mengalami peningkatan seperti halnya lemak kasar. BETN dan lemak dibutuhkan dalam bahan pakan sebagai sumber energi selain protein. Pakan yang mengandung karbohidrat (BETN) dan lemak yang

3 36 tepat dapat mengurangi penggunaan protein sebagai sumber energi yang dikenal dengan protein sparring effect (Gusrina 2008). Fermentasi juga mampu meningkatkan kadar air sebesar 74,4%. Peningkatan kadar air diduga berasal dari sisa metabolisme dan perombakan senyawa makromolekul menjadi senyawa yang lebih sederhana, menurut Rochmah (2008) air merupakan salah satu produk dari fermentasi aerob, selama proses fermentasi mikroorganisme akan mencerna substrat dan menghasilkan air yang merupakan buangan respirasi, serta menghasilkan karbondioksida dan sejumlah energi, sehingga terjadi pula peningkatan energi kulit kopi sebesar 3,26% dari 3124 Kkal/Kg menjadi 3226 Kkal/Kg. Kandungan abu meningkat sebesar 28,5%. Peningkatan abu diduga berasal dari vitamin kompleks yang terbentuk oleh kapang yang tumbuh selama proses fermentasi terutama vitamin B12 sebagaimana yang dinyatakan oleh Winarno dkk. (1980) bahwa fermentasi dapat mensintesis vitamin kompleks dan faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan, misalnya seperti produksi vitamin B12, vitamin A dan lain-lain. Vitamin B12 adalah suatu vitamin yang sangat kompleks molekulnya, yang selain mengandung unsur nitrogen juga mengandung sebuah atom cobalt (Co) yang terikat mirip dengan besi terikat dalam hemoglobin atau magnesium dalam klorofil (Winarno 2002), sehingga kenaikan jumlah abu diduga berasal dari cobalt yang terdapat pada vitamin B12. Selain itu fermentasi juga dapat menyebabkan rasa dan aroma yang tidak disukai menjadi disukai (Shurtleff et al. 1979). Aroma kulit kopi setelah fermentasi lebih netral (ph 7,06) sedangkan aroma kulit kopi sebelum fermentasi cenderung asam (ph lebih rendah yaitu 6,21). Warna kulit kopi setelah fermentasi juga cenderung lebih baik, warnanya menjadi hitam kecoklatan berbeda dengan warna awal yaitu hitam legam. Penjelasan di atas dapat memberikan kesimpulan bahwa fermentasi kulit kopi dengan menggunakan Aspergillus niger mampu memperbaiki kualitas bahan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan.

4 SR (%) Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup yaitu persentase jumlah benih ikan yang hidup setelah diberi perlakuan (Zonneveld et al. 1991), tingkat kelangsungan hidup berfungsi untuk menghitung persentase ikan yang hidup pada akhir penelitian. Tingkat kelangsungan hidup pada masing-masing perlakuan memberikan hasil yang bervariasi. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan TKKF 20% yaitu sebesar 100%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan penggunaan TKKF 5% yaitu sebesar 86,87% Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila A = 0% B = 5% C = 10% D = 15% E = 20% A B C D E persentase penggunaan TKKF (%) Ket Gambar 8. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila : TKKF = Tepung Kulit Kopi Fermentasi Perbedaan rata-rata tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada setiap perlakuan kemudian diuji dengan menggunakan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung kulit kopi hasil fermentasi jamur Aspergillus niger memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (Lampiran 11).

5 38 Tabel 6. Rata-rata Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Perlakuan Penggunaan TKKF (%) Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) Transformasi Akar Kuadrat A 0 96,67 9,83 a B 5 86,67 9,31 a C 10 93,33 9,66 a D 15 90,00 9,46 a E ,00 10,00 a Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa antara pakan kontrol dengan pakan perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda terhadap tingkat kelangsungan hidup, artinya kelangsungan hidup benih ikan nila relatif sama. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa kematian pada benih ikan nila tidak disebabkan oleh adanya perlakuan, hal tersebut juga ditunjukkan oleh tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan penggunaan TKKF 20% yang mencapai 100% sehingga diduga ikan nila mampu beradaptasi dengan pakan perlakuan yang diberikan. Pengaruh yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa penggunaan TKKF Aspergillus niger hingga penggunaan 20% pada pakan tidak memberikan dampak yang negatif terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila, dan menunjukkan bahwa TKKF hingga penggunaan 20% dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif karena memberikan tingkat kelangsungan hidup yang relatif sama dengan perlakuan kontrol. Kematian ikan tertinggi selama penelitian terdapat pada minggu pertama. Kematian ikan diduga karena ikan mengalami stress akibat pemindahan ikan ke akuarium penelitian serta ikan uji masih beradaptasi dengan lingkungan baru. Tingginya tingkat kelangsungan hidup dikarenakan pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh benih ikan nila sehingga mengakibatkan terjaganya faktor lingkungan dalam media pemeliharaan yang dapat menunjang kelangsungan hidup dan mengurangi kondisi stress yang memungkinkan terjadinya kematian selama pemeliharaan. Kualitas air media pemeliharaan selama

6 39 penelitian berada pada kisaran yang memenuhi persyaratan bagi ikan nila (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan pernyataan Harefa (1996) bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Mujiman (1984) juga menyatakan bahwa pakan yang mempunyai nutrisi yang baik sangat berperan dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan mempercepat pertumbuhan ikan. Kandungan protein pakan pada masing- masing perlakuan yaitu berkisar antara ± 25% kecuali pakan perlakuan penggunaan TKKF 0% yaitu ± 24% (Lampiran 4). Menurut Handajani dan Widodo (2010) kandungan protein yang dibutuhkan untuk ikan nila berkisar antara 20%-25%, sedangkan menurut Sahwan (2003) berkisar antara 25%-30%. Tercukupinya kebutuhan protein pakan untuk benih ikan nila menyebabkan tingkat kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata. 4.3 Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat perubahan panjang, berat dan volume dalam periode waktu tertentu, Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal umumnya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor eksternal adalah makanan dan suhu perairan, ph dan salinitas air (Effendie 1997). Laju pertumbuhan harian berfungsi untuk menghitung persentase pertumbuhan ikan per hari. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan penggunaan TKKF yang berbeda memberikan penambahan bobot ikan yang berbeda pula. Rata-rata bobot ikan tertinggi pada akhir masa pemeliharaan yaitu sebesar 10,92 g pada perlakuan penggunaan TKKF 5%, diikuti oleh perlakuan penggunaan TKKF 10% yaitu 10,85 g, perlakuan penggunaan TKKF 0% yaitu 10,66 g, perlakuan penggunaan TKKF 15% yaitu 10,20 g dan rata-rata bobot terendah yaitu sebesar 9,58 g pada perlakuan penggunaan TKKF 20%.

7 Bobot (g) Peningkatan Bobot Benih Ikan Nila Periode (Minggu ke-) A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) Gambar 9. Grafik Penambahan Bobot Benih Ikan Nila Rata-rata pertumbuhan ikan pada penelitian ini mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan. Penambahan rata-rata bobot ikan yang bervariasi menghasilkan laju pertumbuhan harian yang bervariasi pula. Perbedaan laju pertumbuhan antar perlakuan dapat diketahui dengan melakukan analisis sidik ragam. Analisis sidik ragam memberikan hasil bahwa perlakuan penggunaan TKKF dengan persentase yang berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila (Lampiran 12). Perlakuan Tabel 7. Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Nila Penggunaan TKKF (%) Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian (%) Transformasi Akar Kuadrat A 0 1,27 1,13 a B 5 1,39 1,17 a C 10 1,36 1,16 a D 15 1,26 1,12 a E 20 1,10 1,10 a Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %

8 41 Pengaruh yang tidak berbeda nyata pada seluruh perlakuan menunjukkan bahwa TKKF Aspergillus niger hingga penggunaan 20% tidak menimbulkan dampak negatif terhadap laju pertumbuhan. Hasil analisis sidik ragam ini mengindikasikan bahwa TKKF hingga penggunaan 20% bisa digunakan sebagai bahan pakan alternatif karena memberikan laju pertumbuhan harian yang tidak berbeda dengan perlakuan penggunaan TKKF 0% atau kontrol. Laju pertumbuhan harian pada masing- masing perlakuan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 1,10%-1,39%. Hal tersebut disebabkan oleh penerimaan ikan terhadap pakan yang diberikan selama penelitian relatif sama. Penerimaan pakan yang baik diperkirakan karena palatabilitas pakan perlakuan baik dari segi kenampakan, bau dan tekstur cukup disukai ikan, hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah pakan yang diberikan pada setiap minggunya. Jumlah pakan yang diberikan tertinggi yaitu sebanyak 202,66 g (perlakuan penggunaan TKKF 15%) dan yang terendah yaitu sebanyak 186,41 g (perlakuan penggunaan TKKF 20%) (Lampiran 13). Jumlah pakan yang diberikan akan memberikan laju pertumbuhan yang maksimal apabila pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dan mampu dicerna oleh benih ikan nila. Daya cerna pakan berhubungan dengan komposisi pakan terutama kandungan protein dan serat kasar yang ada dalam pakan yang diberikan. Protein merupakan unsur utama yang dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhan (Handajani 2007). Kandungan protein pada pakan perlakuan sudah berada pada kisaran yang dibutuhkan oleh ikan nila yaitu ± 25% kecuali pakan perlakuan penggunaan TKKF 0% kandungan protein pakannya yaitu ± 24%. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Handajani dan Widodo (2010), bahwa pada umumnya ikan membutuhkan pakan dengan kandungan protein antara 20%-25% dan menurut Sahwan (2003) kebutuhan protein benih ikan nila berada pada kisaran 25%-30%. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan tertinggi yaitu pada perlakuan penggunaan TKKF 5% yaitu 1,39%. Hal ini menunjukkan bahwa pakan dengan formulasi perlakuan ini mampu dicerna dengan baik oleh benih

9 42 ikan nila. Komposisi gizi pakan perlakuan penggunaan TKKF 5% yaitu mengandung protein 24,34% dan serat kasar 7,04% yang mana menunjukkan kandungan serat kasar paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan penggunaan TKKF 0% mengandung protein 23,88% dengan kandungan serat kasar 8,74%, perlakuan penggunaan TKKF 10% mengandung protein 24,35% dengan kandungan serat kasar 8,60%, perlakuan penggunaan TKKF 15% mengandung protein 24,52% dengan kandungan serat kasar 8,62% sedangkan perlakuan penggunaan TKKF 20% mengandung protein 24,99% dengan kandungan serat kasar 8,71% (Lampiran 4). Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kandungan protein dan serat kasar pakan cenderung meningkat dengan bertambah besarnya persentase penggunaan TKKF. Kandungan protein pakan yang tinggi tidak selamanya menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik, tergantung dari bahan pakan yang digunakan dan keseimbangan dari komposisi bahan pakan terutama kandungan asam amino dalam bahan pakan, sebagaimana menurut Tilman dkk. (1986) bahwa kualitas protein suatu bahan makanan ditentukan oleh kelengkapan dan keseimbangan asam-asam amino yang terkandung didalamnya. Keberadaan serat kasar juga dibutuhkan dalam pakan, serat kasar adalah bahan organik yang tidak larut dalam asam lemah dan basa lemah yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman dkk. 1991). Serat kasar berfungsi membantu lancarnya pencernaan di usus serta membantu proses ekskresi sisa metabolisme, namun kandungan serat kasar yang semakin tinggi mengakibatkan pakan lebih sulit dicerna, karena kemampuan ikan dalam mencerna serat kasar dibatasi oleh kemampuan mikroflora dalam ususnya untuk mensekresikan enzim selulase (Bureau et al. 1999). Bahkan menurut Halver (1989) ikan kurang mampu mencerna serat kasar karena di dalam usus ikan tidak terdapat mikroba yang dapat memproduksi enzim amilase atau selulase, meskipun enzim selulase dapat dijumpai pada beberapa jenis ikan, namun serat kasar sering tidak dicerna

10 43 oleh ikan. Mujiman (1984) menyatakan bahwa penggunaan serat kasar dalam ransum tidak boleh lebih dari 8% karena akan menggangu proses pencernaan dan penyerapan zat makanan serta menurunkan kualitas pellet. Menurut penelitian Hemre et al. (2002) bahwa pakan yang mengandung serat kasar tinggi dapat mengurangi bobot badan ikan, dan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplek yang dapat mengurangi nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi pakan dan menurunkan pertumbuhan ikan. Guillame (1999) dalam Nurfadhilah (2011) juga menyatakan apabila kandungan serat kasar berlebihan maka akan mempercepat gerakan peristaltik di usus sehingga penyerapan nutrien yang penting untuk pertumbuhan berkurang. Laju pertumbuhan yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa penambahan TKKF dalam pakan masih mampu dicerna dengan baik sebagaimana pakan kontrol meskipun kandungan serat kasar cenderung meningkat. Hal tersebut karena dilakukannya proses fermentasi kulit kopi sebelum digunakan sebagai bahan pakan. Poesponegoro (1975) menyatakan hasil fermentasi diantaranya akan mempunyai nilai gizi yang tinggi, yaitu mengubah bahan makanan yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang sulit dicerna menjadi mudah dicerna dan menghasilkan aroma dan flavor yang khas. Fermentasi dapat mengubah molekul kompleks seperti serat kasar menjadi molekul yang lebih sederhana. Hal lain yang diduga mempengaruhi laju pertumbuhan yang tidak berbeda nyata yaitu disebabkan oleh kandungan energi yang tidak jauh berbeda. Kisaran energi digestible (DE) pakan berkisar antara 2350,5 2458,5 Kkal/Kg (Lampiran 4). Huolian et al. (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan cenderung dipengaruhi oleh jumlah energi pakan yang diberikan, sehingga energi pakan digunakan sebagai alat untuk memacu pertumbuhan ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai laju pertumbuhan harian pada perlakuan penggunaan TKKF 5%-20% berkisar antara 1,10%-1,39%, hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian El-Qusairi (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan biji karet hasil fermentasi Saccharomyces

11 44 cerevisiae pada pakan ikan nila sebanyak 30% memberikan laju pertumbuhan harian 1,37% dan tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Ferdiana (2012) yang menyatakan bahwa penggunaan tepung kulit singkong fermentasi sebanyak 5%- 20% pada pakan ikan nilem memberikan laju pertumbuhan harian berkisar antara 1,51%-1,76%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tepung kulit kopi fermentasi (TKKF) Aspergillus niger hingga penggunaan 20% dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif sebagaimana penggunaan biji karet dan tepung kulit singkong fermentasi. 4.4 Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan gambaran mengenai pemanfaatan pakan yang diberikan sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ikan. Efisiensi pakan erat hubungannya dengan jumlah pakan yang konsumsi dan laju pertumbuhan. Efisiensi pakan berkaitan dengan konsumsi pakan dan pertambahan bobot yang dihasilkan, karena efisiensi pakan adalah rasio antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi pakan diuji untuk menilai kualitas pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan membuktikan pakan semakin baik (Kordi 2002). Efisiensi pakan tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan TKKF 5% yaitu 28,22% sedangkan efisiensi pakan terendah terdapat pada perlakuan penggunaan TKKF 20% yaitu 18,94%. Menurut Hariati (1989) bahwa tingkat efisiensi penggunaan pakan yang terbaik akan dicapai pada perlakuan dengan kondisi kualitas pakan lebih baik dari perlakuan yang lain. Kondisi kualitas pakan yang baik mengakibatkan energi yang diperoleh pada ikan nila digunakan lebih banyak untuk pertumbuhan.

12 Efisiensi Pakan (%) Rata-rata Efisiensi Pakan A B C D E Penggunaan TKKF (%) A = 0% B = 5% C = 10% D = 15% E = 20% Gambar 10. Efisiensi Pakan Benih Ikan Nila Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan TKKF hingga 20% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap efisiensi pakan yang menyatakan bahwa TKKF dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif dan memberikan efisiensi pakan yang sama dengan perlakuan kontrol (Lampiran 13). Tabel 8. Rata-rata Efisiensi Pakan Benih Ikan Nila Perlakuan Penggunaan TKKF Rata-rata Efisiensi Pakan (%) (%) Transformasi Arcsin A 0 23,22 28,83 a B 5 28,22 32,05 a C 10 25,75 30,46 a D 15 25,22 29,94 a E 20 18,94 25,71 a Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 % Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa walaupun nilai efisiensi pakan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, namun efisiensi pakan cenderung meningkat jika dibandingkan dengan perlakuan penggunaan TKKF 0% atau

13 46 kontrol. Efisiensi pakan perlakuan dengan penggunaan TKKF 5% yaitu 28,22%, perlakuan dengan penggunaan TKKF 10% yaitu 25,75% dan perlakuan dengan penggunaan TKKF 15% yaitu 25,22% menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu 23,22%, sehingga dapat dinyatakan bahwa penggunaan kulit kopi hasil fermentasi cenderung memberikan efisiensi pakan yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Efisiensi pakan pada perlakuan penggunaan TKKF 20% lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol yaitu sebesar 18,94%, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan TKKF lebih dari 15% cenderung menurunkan efisiensi pakan namun tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan. Efisiensi pakan yang tidak berbeda nyata antara perlakuan penggunaan TKKF dengan perlakuan kontrol disebabkan karena hasil fermentasi dengan Aspergillus niger dapat menurunkan kandungan serat kasar sehingga penggunaan TKKF hingga 20% dalam pakan masih dapat dicerna dan menghasilkan pertumbuhan pada benih ikan nila. Fermentasi yang mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, sesuai dengan yang diungkapkan Edriani (2011) bahwa bahan yang telah difermentasi lebih mudah dicerna dibandingkan dengan bahan tanpa fermentasi karena telah terjadi perubahan komponen struktur bahan akibat aktivitas enzim yang dihasilkan oleh inokulan fermentasi yaitu Aspergillus niger. Fermentasi juga dapat menyebabkan rasa dan aroma yang tidak disukai menjadi disukai (Shurtleff et al. 1979) sehingga respon ikan terhadap pakan perlakuan penggunaan TKKF maupun pakan kontrol cenderung sama. Rataan konsumsi pakan tertinggi selama penelitian dilaksanakan terdapat pada perlakuan penggunaan TKKF 10% yaitu 202,66 g, diikuti perlakuan penggunaan TKKF 5% yaitu 199,26 g, perlakuan penggunaan TKKF 0% atau kontrol yaitu 198,02 g, kemudian konsumsi pakan menurun pada perlakuan penggunaan TKKF 15% yaitu 190,95 g dan perlakuan penggunaan TKKF 20% yaitu 186,41 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan penggunaan TKKF 5% memberikan efisiensi pakan yang tertinggi, hal tersebut

14 47 memperlihatkan bahwa pakan perlakuan TKKF 5% lebih baik digunakan untuk pertumbuhan benih ikan nila jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Tingginya efisiensi pakan juga berarti semakin efisien pakan tersebut diubah menjadi daging sehingga akan mengakibatkan semakin murahnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk pakan dalam memproduksi daging. Ikan yang diberi perlakuan penggunaan TKKF 5% diduga dapat memanfaatkan pakan lebih baik sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sebagaimana yang dinyatakan Goddard (1996) energi yang diperoleh dari proses perombakan pakan akan digunakan untuk kelangsungan hidup, aktivitas metabolisme dan pertumbuhan. Perlakuan penggunaan TKKF 20% memberikan nilai efisiensi pakan yang terendah yaitu 18,94%. Nilai efisiensi pakan yang lebih kecil menunjukkan bahwa ikan tersebut kurang baik dalam memanfaatkan pakan yang diberikan sehingga menghasilkan pertumbuhan yang kurang optimal. Penurunan nilai efisiensi pakan ini disebabkan oleh tingkat kesukaan ikan pada pakan yang diberikan karena adanya bahan pakan yang sukar dicerna terutama serat kasar. Serat kasar yang terkandung dalam TKKF masih cukup tinggi yaitu 16,04%. Penggunaan persentase TKKF yang semakin tinggi mengakibatkan kandungan serat kasar dalam pakan semakin tinggi pula. Kandungan serat kasar pada perlakuan penggunaan TKKF 20% yaitu 8,71% tidak berbeda jauh dengan perlakuan penggunaan TKKF 0% yaitu 8,74% (Lampiran 4) dan merupakan perlakuan dengan kandungan serat kasar tertinggi. Serat kasar yang dibutuhkan pada pakan berkisar antara 6%-8% (Mujiman 1984). Jeroni et al. (1999) melaporkan bahwa konsumsi ransum yang tinggi serat akan meningkatkan kekentalan bahan makanan yang ada dalam saluran pencernaan sehingga laju bahan makanan dalam saluran pencernaan menurun dan berakibat pada turunnya konsumsi pakan. Ranjhan (1980) menjelaskan bahwa tipe dan kuantitas karbohidrat dalam bahan pakan merefleksikan daya cerna zat-zat makanan lainnya, terutama dengan meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum, maka daya cerna zat-zat makanan lainnya akan menurun.

15 48 Efisiensi pakan perlakuan penggunaan TKKF 5%-20% berkisar antara 18,94%-28,22%, menunjukkan nilai efisiensi pakan yang masih rendah. Penelitian Widyanti (2009) menyatakan bahwa efisiensi pakan ikan nila yang menggunakan 28% daun lamtorogung yang diberi dosis enzim cairan rumen berbeda berkisar antara 31,87%-45,49%. Semakin kecil nilai efisiensi pakan makan ikan tidak efisien dalam memanfaatkan pakan. Rendahnya nilai efisiensi pakan pada pakan penggunaan TKKF selain disebabkan oleh kandungan serat kasar dalam pakan juga diduga karena rasio antara energi dengan protein (e/p) pada pakan melebihi rasio optimal. menurut Halver (1989) rasio antara energi dengan protein pada pakan ikan nila yang optimum adalah 8-9 kkal DE/g protein, sedangkan e/p pada pakan berkisar antara 9,75-10,63 Kkal DE/g (Lampiran 4). Menurut Halver (1989) jika energi dalam pakan lebih rendah dari pada kebutuhan energi ikan maka ikan akan memanfaatkan protein sebagai sumber energi untuk pemeliharaan fungsi biologis, jika energi dalam pakan lebih tinggi dari kebutuhan ikan maka ikan akan cepat kenyang sebelum dapat memanfaatkan protein dan komponen lain dalam pakan. Tingginya nilai e/p erat hubungannya dengan penurunan konsumsi pakan dan sebagai akibatnya dapat menurunkan efisiensi pakan. Nilai e/p tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan TKKF 20% yaitu 10,63 Kkal DE/g dan pada perlakuan ini rataan konsumsi pakannya paling rendah yaitu 186,41 g sehingga mengakibatkan efisiensi pakannya rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Penggunaan tepung kulit kopi hasil fermentasi Aspergillus niger pada pakan meskipun memberikan nilai efisiensi pakan yang masih rendah (18,94%- 28,22%), namun memberikan laju pertumbuhan harian berkisar antara 1,10%-1,39% dan kelangsungan hidup yang cukup tinggi (86,67%-100%) sehingga dapat disimpulkan bahwa TKKF Aspergillus niger dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif dan tidak memberikan dampak negatif terhadap laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup dan efisiensi pakan hingga penggunaan 20%. Menurut Handajani dan Widodo (2010) dalam bahan pakan sebaiknya memperhatikan persyaratan antara lain yaitu mudah diperoleh, murah

16 49 harganya, tidak bersaing dengan manusia, tidak beracun, mengandung zat pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan yang dibudidayakan. 4.5 Kualitas Air Pengamatan kualitas air digunakan sebagai parameter pendukung selama penelitian berlangsung. Kualitas air selama penelitian dipertahankan dengan cara penggantian air sebanyak ±50% setiap minggunya, pergantian air tidak dilakukan secara total karena dapat mengakibatkan perubahan suhu yang ekstrim dan dapat merangsang stress pada ikan yang dipelihara (Supriyadi dan Lentera 2004). Parameter kualitas air yang diamati yaitu oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (ph) dan suhu. Berdasarkan ketiga parameter yang telah diamati dapat disimpulkan bahwa kondisi kualitas air selama penelitian memenuhi persyaratan bagi ikan nila (Lampiran 14). Adapun kisaran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 9. Kisaran Data Kualitas Air Selama Penelitian Persentase Penggunaan TKKF Keterangan Parameter Kualitas Air DO (mg/l) ph Suhu ( 0 C) A (0%) 4,7-6,2 7,23 7, B (5%) 4,5 5,3 7,28 7, C (10%) 5,0 5,8 7,29 7, D (15%) 4,9-6,2 7,38 7, E (20%) 4,8-6,4 7,34 7, Optimal * 3 6,5 8, : TKKF = Tepung Kulit Kopi Fermentasi * SNI (2009) Fluktuasi DO dipengaruhi oleh pencampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan effluent yang masuk kedalam air (Effendi 2003). Fluktuasi DO selama penelitian masih berada pada kisaran optimal bagi ikan nila. SNI (2009) menyatakan bahwa DO optimal untuk ikan nila yaitu lebih dari atau sama dengan 3 mg/l, dengan demikian DO antara 4,7-6,4 mg/l

17 50 melebihi dari kebutuhan optimal ikan nila. Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan ikan, jika kandungan oksigen rendah dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan sehingga mudah terserang penyakit dan dapat mengakibatkan pertumbuhannya terhambat (Kordi 2002). Derajat keasaman atau ph selama penelitian cenderung stabil. ph pada minggu ke-0 (sebelum hewan uji dimasukkan kedalam wadah budidaya) yaitu 8,4 dan ph menurun pada minggu setelah hewan uji dimasukkan kedalam wadah budidaya. ph berkisar antara 7,23-7,98 dan berada pada kisaran sangat layak untuk kegiatan budidaya ikan nila sesuai SNI (2009) bahwa kisaran optimal untuk ikan nila berkisar antara 6,5-8,5 bahkan menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) ph optimal untuk ikan nila berkisar antara 7-8. Suatu perairan yang memiliki ph rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian ikan (Akbar dan Sudaryanto 2001). Suhu air selama penelitian cenderung stabil yaitu berkisar antara C. menurut SNI (2009) suhu optimal untuk ikan nila yaitu berkisar antara C, namun ikan memiliki toleransi yang cukup luas terhadap suhu. Menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) pertumbuhan ikan nila akan mulai terganggu pada suhu 18 0 C dan 30 0 C, dengan demikian suhu selama penelitian sudah cukup memenuhi syarat untuk pemeliharaan ikan nila. Suhu air sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme ikan, perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan fisiologis ikan yang dapat menyebabkan ikan stress (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan 2011). Suhu perairan juga memiliki peranan dalam pertumbuhan dan pengaturan nafsu makan (Hariati 1989 dalam Sari dkk. 2009).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting. Ikan gurame juga banyak digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam budidaya ternak unggas secara intensif biaya pakan menduduki urutan pertama yaitu mencapai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 4.1.1. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) sudah sejak lama dikenal masyarakat dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh mempunyai potensi besar karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur tahunan (Perennial), tingginya dapat mencapai 7m dan akar sedalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum banyak diminati masyarakat untuk dijadikan sebagai pakan alternatif. Produksi pisang di Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci